Anda di halaman 1dari 26

“TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN MATERNITAS TERKAIT MASALAH

KESEHATAN WANITA & EVIDENCE BASED PRACTICE KEPERAWATAN


MATERNITAS”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 6

VINGKY ALVIONITA PAKAYA 2120008

MOH ANDRIYANTO S. ABDUL 2120009

ZHADELLA R. ABDULLAH 2119001

BEATRIKS YUNITA 2119021

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

GEMA INSAN AKADEMIK

MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami kirimkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan karunia-Nya kami dapat membuat dan menyelesaikan makalah kami yang berjudul
“TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN MATERNITAS TERKAIT MASALAH
KESEHATAN WANITA & EVIDENCE BASED PRACTICE KEPERAWATAN
MATERNITAS”.
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi para
pembaca dan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam proses pembelajaran.
Namun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan maupun
pembahasan dalam makalah ini, sehingga belum begitu sempurna. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
kekurangan- kekurangan tersebut sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada zaman saat ini banyak sekali masalah yang terjadi pada kesehatan wanita,
masalah-masalah tersebut muncul mulai dari pasangan usia subur, ibu hamil, ataupun ibu
pasca melahirkan. Masalah tersebut timbul karena kurang nya pengetahuan dari seseorang
tersebut tentang masalah yang dihadapinya.
Terjadinya masalah tersebut harus diketahui dan dipelajari agar tidak menambah angka
kenaikan terjadinya masalah-masalah tersebut. Sebagai tenaga medis kita wajib tahu apa saja
masalah yang sedang trend saat ini.
untuk itu makahal ini dibuat agar menjadi tambahan pengetahuan kepala kami dan para
pembaca makalah kami.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Trend dan Issue?
2. Bagaimanakah Trend dan Issue Keperawatan Maternitas terkait dengan kesehatan
wanita?
3. Bagaimana konsep Evidence Based Practiced (EBP)?
4. Bagaimana model-model Evidence Based Practiced (EBP)?
5. Bagaimana penerapan Evidence based Practiced (EBP) dalam proses keperawatan?
6. Bagaimana hambatan dalam menggunakan Evidence Based Practiced (EBP)?
7. Bagaimana usaha dalam meningkatkan Evidence BAsed Practiced (EBP)?
8. Bagaimana isu-isu yang Terkait dengan EBP, Penelitian Keperawatan dan Aplikasi
dalam Pelayanan?

C. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan agar kami dan pembaca mengetahui dan memahami
tentang :
1. Untuk mengetahui Trend dan Issue
2. Untuk mengetahui Trend dan Issue Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita saat ini
3. Untuk mengetahui bagaimana konsep Evidence Based Practiced (EBP)
4. Untuk mengetahui model-model Evidence Based Practiced (EBP)
5. Untuk mengetahui bagaimana penerapan Evidence Based Practiced (EBP) dalam proses
keperawatan
6. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam menggunakan Evidence Based Practiced
(EBP)
7. Untuk mengetahui usaha dalam meningkatkan Evidence Based Practiced (EBP)
8. Untuk mengetahui isu-isu yang terkait dengan EBP, penelitian keperawatan dan aplikasi
dalam pelayanan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Trend dan Issue


Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa, tren juga
dapat didefinisikan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi pada saat ini yang
biasanya sedang popular dikalangan masyarakat. Issue adlah suatu peristiwa atau kejadian
yang dapat diperkirakan terjadi atau tidak terjadi pada masa mendatang, yang menyangkut
ekonomi, moneter, social, politik, hukum, pembangunan nasional, bencana alam, hari
kiamat, kematian, ataupun tentang krisis.
Trend dan Issue Keperawatan adalah sesuatu yang sedang dibicarakan banyak orang
tentang praktek/mengenai keperawatan baik itu berdasarkan fakta ataupun tidak, trend dan
issue keperawatan tentunya menyangkut tentang aspek legal dan etis keperawatan.
Trend dan Issue Keperawatan Maternitas Masalah Kesehatan Wanita Menurut Menkes
RI di pidatonya pada acara Upacara Peringatan Hari Kartini pada 20April 2018, berdasarkan
data Riskesdas 2013, di Indonesia masih terdapat massalah tingginya angka anemia pada
perempuan sebesar 23,9%, anemia ibu hamil 24,2%, sedangkan menurut kelompok kami
Abortus juga masih menjadi trend dan issue saat ini.

1. Anemia
Anemia adalah suatu kondisi ketika tubuh kekuarangan sel darah yang mengandung
hemoglobin untuk menyebarkan oksigen ke seluruh organ tubuh. Dengan kondisi tersebut,
penderita biasanya akan merasa letih dan lelah, sehingga tidak dapat melakukan aktivitas
secara optimal.
Anemia dapat terjadi dalam jangka waktu pendek walaupn panjang, dengan tingkat
keparahan ringan sampai berat. Anemia dapat diobati dengan mengonsumsi suplemen secara
rutin atau prosedur pengobatan khusus.
a. Penyebab Anemia
Anemia terjadi pada saat tubuh kekurangan sel darah merah sehat yang mengandung
hemoglobin. Terdapat sekitar 400 kondisi yang dapat menyebabkan anemia pada seseorang
dan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
a) Tubuh tidak cukup memproduksi sel darah merah,
b) Terjadi perdarahan yang menyebabkan tubuh kehilangan darah lebih cepat disbanding
kemampuan tubuh untuk memproduksi darah.
c) kelainan pada reaksi tubuh dengan menghancurkan sel darah merah yang sehat.

b. Faktor resiko terjadinya anemia


a) Kekurangan vitamin dan zat besi, membiasakan diri mengonsumsi makanan yang rendah
vitamin B12, asam folat, dan zat besi dapat meningkatkan risiko terkena anemia.
b) Gangguan pencernaan pada usus. Beberapa penyakit seperti penyakit Crohn dan penyakit
Celiac dapat meyebabkan gangguan penyerapan nutrisi di usus sehingga meningkatkan
risiko terkena anemia.
c) Menstruasi. Umumnya wanita yang masih mengalami menstruasi memoiliki risiko
terkena anemia lebih besar dibandingkan dengan wanita yang sudah menopause atau pria.
Hal tersebut disebabkan oleh kehilangan darah pada saat terjadinya menstruasi.
d) Mengandung. Ibu hamil yang tidak mengonsumsi suplmen asam folat dalam jumlah
cukup memiliki risiko terkena anemia yang lebih tinggi.
e) Penyakit kronis. Jika seseorang menderita kanker, gagal ginjal, atau penyakit kronis
lainnya, maka risiko terkena anemia akan meningkat akibat kekuarangan sel darah merah.
Luka pada organ dalam yang diiringi perdarahan juga dapat menyebabkan tubuh
kekurangan zat besi sehingga meningkatkan risiko terjadinya anemia akibat kekurangan
zat besi.
f) Riwayat anemia di keluarga. Seseorang yang memiliki anggota dengan riwayat anemia
bawaan, memiliki risiko tinggi untuk terkena kondisi yang sama. Umumnya anemia yang
diwariskan adalah anemia sel sabit (sickle cell anemia).
g) Faktor lain, seperti infeksi, kelainan darah, penyakit auotoimun, kecanduan alcohol,
terkena zat kimia beracun, dan efek samping dari obat dapat meningkatkan risiko
anaemia pada seseorang.
c. Gejala Anemia
Anemia dapat dikenali dari gejala-gejala berikut ini :
a) Badan terasa lemas dan cepat lelah
b) Kulit terlihat pucat atau kekuningan
c) Detak jantung tidak beraturan
d) Napas pendek
e) Pusing dan berkunang-kunang
f) Nyeri dada
g) Tangan dan kaki terasa dingin
h) Sakit kepala
i) Sulit berkonsentrasi
j) Insomnia
k) Kaki kram.

d. Jenis Anemia berdasarkan penyebabnya


a) Anemia kekuranga zat besi. Anemia jenis ini merupakan yang paling umum terjadi I
seluruh dunia. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan tubuh mengalami anemia
dikarenakan sumsum tulang membutuhkan zat besi untuk membuat sel darah. Anemia
dapat terjadi pada wanita hamil yang tidak mengonsumsi suplemen penambah zat besi.
Anemia juga dapat terjadi pada perdarh menstruasi yang banyak, tukak organ (luka),
kanker, dan penggunaan obat pereda nyeri seperti aspirin. Gejala-gejala yang umunya
dialami penderita anemia kekurangan zat besi adalah:
 Memiliki nafsu makan terhadap benda-benda aneh seperti kertas, cat atau es (kondisi
ini dinamakan pica)
 Mulut terasa kering dan pecah-pecah dibagian sudutnya.
 Kuku yang melengkung keatas (koilonychia).
b) Anemia akibat kekurangan vitamin. Selain membutuhkan zat besi, tubuh juga
membutuhkan vitamin B12 dan asam folat untuk membuat sel darah merah. Kekurangan
dua unsur nutrisi tersebut dapat menyebabkan tubuh tidak memproduksi sel darah sehat
jumlah cukup sehingga terjadi anemia. Pada beberapa kasus, terdapat penderita anemia
akibat lambung tidak dapat menyerap vitamin B12 dari makanan yang dicerna. Kondisi
tersebut dinamakan anemia pernisiosa. Gejala-gejala yang umumnya dialami oleh
penderita anemia kekurangan vitamin B-12 dan asam folat adalah:
 Geli dan rasa menggelenyar dibagian tangan dan kaki
 Kehilangan kepekaan pada indera peraba
 Sulit berjalan
 Mengalami kekakuan pada tangan dan kaki
 Mengalami demensia
c) Anemia terjadi penyakit kronis. Sejumlah penyakit dapat menyebabkan anemia karena
terjadinya gangguan pada proses pembentukan dan penghancuran sel darah merah.
Contoh-contoh penyakit tersebut adalah HIV/AIDS, kanker, rheumatoid arthritis,
penyakit ginjal, penyakit Crohn, dan penyakit peradangan kronis. Gejala-gejala yang
dapat muncul pada kasus anemia akibat penyakit kronis diantaranya adalah:
 Warna mata da kulit menjadi kekuningan
 Warna urine yang berubah menjadi warna merah atau cokelat
 Borok pada kaki
 Gejala batu empedu
 Keterlambatan perkembangan pada anak-anak
d) Anemia aplastic. Anemia aplastic merupakan kondisi langka terjadi namun berbahay bagi
hidup penderita. Pada anemia aplastik, tubuh tdiak mampu memproduksi sel darah merah
dengan optimal. Anemia aplastic dapat disebabkan oleh infeksi, efek samping obat,
penyakit autoimun, atau paparan zat kimia beracun.
e) Anemia akibat penyakit sumsum tulang. Beberapa penyakit seperti leukemia atau
mielofibriosis dapat menganggu produksi sel darah merah di sumsum tulang dan
menimbulkan anemia. Gejala yang yang ditimbulkan dapat bervariasi, dari ringan hingga
berbahaya.
f) Anemia hemolitik. Anemia hemolitik dapat terjadi pada saat sel darah merah dihancurkan
oleh tubuh lebih cepat dibandingkan waktu produksinya. Beberapa penyakit dapat
menganggu proses dan kecepatan penghancuran sel darah merah. Anemia hemolitik dapat
diturunkan segera genetic atau bisa juga didapat setelah lahir.
g) Anemia Sel Sabit (sickle cell anemia). Anemia ini bersifat genetis dan disebabkan oleh
bentuk hemoglobin yang tidak normal sehingga menyebabkan sel darah merah berbentuk
seperti bulan sabit, bukan bulat bikonkaf seperti sel farah merah. Sel darah merah
berbentuk sabit memiliki waktu hidup lebih pendek disbanding sel darah merah normal.
Gejala yang dialami oleh penderita anemia sel sabit adalah:
 Kelelahan
 Mudah terkena infeksi
 Nyeri tajam pada bagian sendi, perut, dan anggota gerak
 keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak
h) Anemia jenis lain, yang disebakan oleh thalassemia atau penyakit malaria.

e. Pengobatan Anemia
a) Anemia kekuranga zat besi. Anemia jenis ini dapat diatasi dengan mengonsumsi
suplemen penambah zat besi, serta memperbanyak konsumsi makanan yang kaya zat
besi. Selain itu, pasien juga dapat diberikan vitamin C untuk meningkatkan penyerapan
zat besi. Perlu diperhatikan bahwa suplemen yang mengandung kalsium dapat
menghambat penyerapan zat besi. Konsultasikan dengan dokter sebelum mengonsumsi
suplemen penambah zat besi untuk mendapatkan dosis yang tepat. Kelebihan zat besi
pada tubuh dapat berbahaya bagi pasien karena dapat menimbulkan kelelahan, mual,
diare, sakit kepala, penyakit jantung dan nyeri sendi. Untuk meringkan efek samping dari
konsumsi suplemen zat besi, pasien dapat mengonsumsi suplemen setelah makan. Jika
efek samping berlanjut segera temui dokter kembali.
b) Anemia akibat kekurangan vitamin. Anemia jenis ini dapat diobati dengan mengonsumsi
makanan yang kaya akan asam folat dan vitain B12, serta mengonsumsi supelemen yang
mengandung keduanya. Jika tubuh pasien memiliki gangguan penyerapan asam folat dan
vitamin B12, pengobatan dapat melibatkan injeksi vitamin B12 setiap hari. Setelah itu
pasien akan diberikan injeksi vitamin B12 setiap bulan 1x yang dapat berlangsung
sepanjang hidup tergantung kepada kondisi pasien.
c) Anemia akibat penyakit kronis. Tidak ada pengobatan yang spesifik pada jenis ini karena
yergantung pada penyakit yang mendasari terjadinya anemia. Jika anemia bertambah
parah, dokter akan memberikan transfusi darah atau injeksi eritropoietin, yaitu suatu
hormone peningkat produksi darah dan penghilang rasa lelah.
d) Anemia akibat perdarahan. Jika seseorang mengalami perdarahan dan kehilangan darah
dalam jumlah banyak, pengobatan utama yang harus dilakukan adalah mencari dan
mengobati sumber perdarahan. Setelah sumber perdarahan diatasi, pasien dapat diberikan
transfuse darah, oksigen, dan suplemen penambah darah yang mengandung zat besi dan
vitamin.
e) Anemia Aplastik. Pengobatan anemia aplastic dapat diawali dengan transfuse darah untuk
meningkatkan jumlah sel darah merah. Jika diperlukan, dapat dilakukan pencangkokan
sumsum tulang apabila sumsum tulang bisa lagimemproduksi sel darah merah yang sehat.
f) Anemia akibat sumsum tulang. Pengobatan anemia jenis ini dapat bervariasi sesuai
dengan penyakit yang diderita pasien. Pengobatan dapat melibatkan kemoterapi dan
pencangkokan sumsum tulang.
g) Anemia hemolitik. Penanganan anemia hemolitik dapat dilakukandengan beberapa cara
tergantung factor penyebabnya. Penanganan dengan bisa menghindari obat-obatan yang
memiliki efek samping hemolysis, dengan mencari dan mengobati injeksi yang menjadi
penyebab hemolitik, atau dengan imunosupresan untuk menekan sistem imun yang
diduga merusak sel darah.
h) Anemia sel sabit (sickle cell anemia). Pengobatan utama anemia sel sabit adalah dengan
mengganti sel darah yang hancur melalui transfusi darah, suplemen asam folat, dan
antibiotic. Pengobatan lainnya adalah dengan mengonsumsi obat penghilang rasa sakit
serta menambahkan cairan melalui oral maupun intravena untuk mengurangi nyeri dan
menghindari komplikasi. Pencangkokan sumsum tulang dapat digunakan untuk
mengobati anemia sel sabit pada kondisi tertentu. Obat untuk kanker hidroksiurea dapat
juga digunakan untuk mengibati anemia sel sabit.
i) Thalassemia. Thalassemia dapat diobati melalui transfuse farah, konsumsi suplemen
asam folat, spelektomi untuk mengambil limpa, serta pencangkokan sel punca darah dan
sumsum tulang.

2. Anemia Pada Ibu Hamil


Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11gr %
pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5gr % pada trimester 2, nilai batas tersebut dan
perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena hemodilusi, terutama pada
trismester 2 (Cunningham. F, 2005).
Anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah anemia kekurangan zat
besi karena kurangnya asupan unsur besi dalam makanan. Gangguan penyerapan,
peningkatan kebutuhan zat besi atau karena terlampau banyaknya zat besi yang keluar dari
tubuh, misalnya pada perdarahan.
a. Faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil
a) Umur Ibu
Menurut Amiruddin (2007), bahwa ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun dan
lebih dari 35 tahun yaitu 74,1% menderita anemia dan ibu hamil yang berumur 20-35
tahun yaitu 50,55% menderita anemia. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun, mempunyai resiko yang tinggi untuk hamil, karena akan
membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, beresiko
mengalami perdarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia.
b) Paritas
Menurut Herlina (2006), Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai resiko 1,454 kali
lebih besar untuk mengalami anemia dibanding dengan paritas rendah. Adanya
kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin
tinggi angka kejadian anemia.
c) Kurang Energi Kronis (KEK)
41% (2.0 juta) ibu Hamill menderita kekurangan gizi. Timbulnya masalah gizi pada ibu
hamil, seperti kejadian KEK, tidak terlepas dari keadaan social, ekonomi, dan bio social
dari ibu hamil dan keluarganya seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, konsumsi
pangan, umur, paritas, dan sebagainya. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) adalah
suatu cara untuk mengetahui resiko Kurang Energi Kronis (KEK) Wanita Usia Subur
(WUS). Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi
dalam jangka pendek. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) dapat digunakan untuk
tujuan penapisan status gizi Kurang Energi Kronis (KEK). Ibu hamil KEK adalah ibu
hamil yang mempunyai ukuran LILA ,23.5 cm. Deteksi KEK dengan ukuran LILA yang
rendah mencerminkan keukrangan energy dan protein dalam intake makanan sehari-hari
yang biasanya diiringi juga dengan kekurangan sat gizi lain., diantaranya besi. Dapat
diasumsikan bahwa ibu hamil yang menderita KEK berpeluang untuk menderita anemia
(Darlina, 2003).
d) Infeksi dan Penyakit
Zat besi merupakan unsur penting dalam mempertahankan daya tahan tubuh agar tidak
mudah terserang penyakit. Menurut penelitian, orang yang kadar Hb<10 g/dl memiliki
kadar sel darah putih (untuk melawan bakteri) yang rendah pula. Seseorang dapat terkena
anemia karena meningkatnya kebutuhan tubuh akibat kondisi fisiologis (hamil kehilangan
darah karena kecelakaan, pasca bedah atau menstruasi), adanya penyakit kronis atau
infeksi ( infeksi cacing tambang, malaria, TBC) (Anonim, 2004). Ibu yang sedang hamil
sangat peka terhadap infeksi dan penyakit menular. Beberapa diantaranya meskipun tidak
mengancam nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak berbahaya bagi janin.
Diantaranya, dapat mengakibatkan abortus, pertumbuhan janin terhambat, bayi mati
dalam kandungan, serta cacat bawaan. Penyakit infeksi yang diderita ibu hamil biasanya
tidak diketahui saat kehamilan. Hal itu baru diketahui setelah bayi lahir dengan
kecacatan. Pada kondisi terinfeksi penyakit, ibu hamil akan kekurangan banyak cairan
tubuh serta zat gizi lainnya (Bahar, 2006). Penyakit ini diderita ibu hamil sangat
menentukan kualitas janin dan bayi akan lahir. Penyakit ibu yang berupa penyakit menuar
dapat mempengaruhi kesehatan janin apabila plasenta rusak oleh bakteri atau virus
penyebab penyakit. Sekalipun janin tidak langsung menderita penyakit, namum demam
yang menyertai penyakit infeksi sudah cukup untuk menyebabkan keguguran. Penyakit
menular yang disebabkan virus dapat menimbulkan cacat pada janin sedangkan penyakit
tidak menular dapat menimbulkan komplikasi kehamilan dan meningkatkan kamtian
janin 30% (Bahar, 2006).
e) Jarak Kehamilan
Menurut Ammirudin (2007) proporsi kematian terbanyak terjadi ibi dengan prioritas 1-3
anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun
menunjukan proporsi kematian maternal lebih banyak. Jarak kehamlan yang terlalu dekat
menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar
bisa kembali ke kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat
beresiko terjadi anemia dalam kehamilan. Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih.
Akhirnya berkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya.
f) Pendidikan
Pada beberapa pengamatan menunjukan bahwa kebanyakan anemia yang diderita
masyarakat adalah karena kekurangan gizi banyak dijumpai di daerah pedesaan dengan
malnutrisi atau kekurangan gizi. Kehamilan persalinan dengan jarak yang berdekatan, dan
ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat social ekonomi rendah (Manuaba, 2010).
Menurut penelitian Ammirudin dkk(2007), factor yang mempengaruhi status anemia
adalah tingkat pendidikan rendah.

b. Pengaruh anemia terhadap kehamilan :


a) Abortus
b) Persalinan prematuritas
c) Hambatan tumbuh kembang janin
d) Mudah infeksi
e) Ancaman dekompensasi kordis (Hb<6gr%)
f) Hiperemesis gravidarum
g) perdarahan antepartum
h) Ketuban pecah dini

c. Akibat anemia terhadap kehamilan:


a) Abortus
b) kematian intra uterine
c) Persalinan prematuritas tinggi
d) Berat badan lahir rendah
e) Kelahiran denga anemia
f) Cacat bawaan
g) Bayi mudah infeksi sampai kematian perinatal
h) Intelegiensia rendah (Manuaba, 2010).

d. Pencegahan anemia pada ibu hamil antara lain :


a) Mengkonsumsi pangan lebih banyak dan beragam, contoh sayuran warna hijau, kacang-
kacangan, protein hewani, terutama hati.
b) Mengkonsumsi makanan yang kaya akan vitamin C seperti jeruk, tomat, manga dan lain-
lain yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi.

3. Kekurangan Energi Kronik (KEK)


Menurut Depke RI (2002) menyatakan bahwa kurang energy kronis merupakan keadaan
dimana ibu penderita kekurangan makanan yang berrlangsung pada Wanita Usia Subur
(WUS) dan pada ibu hamil. Kurang gizi akut disebabkan oleh tidak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang cukup atau makanan yang baik (dari segi kandungan gizi)
untuk satu periode tertemtu untuk mendapatkan tambahan kalori dan protein (untuk
melawan) muntah dan mencret (muntaber) dan infeksi lainnya. Gii kurang kronik
disebabkan karena tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup atau makanan
yang baik dalam periode/kurun waktu yang lama untukmendapatkan kalori dan protein
dalam jumlah yang cukup, atau disebabkan menderita atau penyakit kronis lainnya.

a. Akibat KEK pada ibu hamil yaitu:


1) Terus menerus merasa letih
2) Kesemutan
3) Muka tampak pucat
4) Kesulitan sewaktu melahirkan
5) Air susu yang keluar tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi, sehingga bayi akan
kekurangan air susu ibu pada waktu menyusui.

b. Akibat KEK saat kehamilan terhadap janin yang dikandung antara lain :
1) Keguguran
2) Pertumbuhan janin terganggu hingga bayi lahur dengan berat lahir rendah (BBLR)
3) Perkembangan otak janin terlambat, hingga kemungkinan nantinya keceerdasan anak
kurang, bayi lahir sebelum waktunya (premature)
4) Kematian bayi (Helena, 2013).
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kekurangan Energi Kronik (KEK) Menurut (Djamaliah,
2008) antara lain :
1) Jumlah asupan makanan
Kebutuhan makanan bagi ibu hamil lebih banyak daripada kebutuhan wanita yang tidak
hamil. Upaya mencapai gizi masyarakat yang baik atau optimal dimulai dengan
penyediaan pangan yang cukup,. Penyediaan pangan dalam negeri yaitu : upaya
pertanian dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-
buahan. Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan
apa yang dimakan loleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur gizi dan
menemukan fakor diet yang menyebabkan malnutrisi.
2) Usia ibu hamil
Semakin muda dan semakin tua umur seseorang ibu yang sedang hamil akan
berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Umur muda perlu tambahan gizi
yang banyak karena selain digunakan pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri,
juga harus berbagi dengan janin yang sedang dikandung. Sedangkan untuk umur tua
perlu energy yang besar juga karena fungsi organ yang melemah dan diharuskan untuk
bekerja maksimal, maka memerlukan tambahan energy yang cukup guna mendukung
kehamilan yang sedang berlangsung. Sehingga usia yang paling baik adalah lebih dari
20 tahun dan kurang dari 35 tahun, dengan diharapkan gizi ibu hamil akan lebih baik.
3) Beban kerja/aktivitas. Aktivitas dan gerakan seseorang berbeda-beda, seorang dengan
gerak yang otomatis memerlukan energy yang lebih besar daripada mereka yang hanya
duduk diam saja. Setiap aktivitas memerlukan energy, maka apabila semakin banyak
aktivitas yang dilakukan, energy yang dibutuhkan juga semakin banyak. Namun pada
seorang ibu hamil kebutuhan zat gisi berbeda karena zat-zat gizi yang dikonsumsi selain
untuk aktivitas/ keja zat-zat gizi juga digunakan untuk perkembangan janin yang ada
dikandungan ibu hamil tersebut. Kebutuhan renergi rata-rata pada saat hamil dapat
ditentukan sebesar 203 sampai 263 kkal/hari, yang mengasumsikan pertambahan berat
badan 10-12 kg dan tidak ada perubahan tingkat kegiatan.
4) Penyakit/infeksi Malnutrisi dapat mempermudah tubuh terkena penyakit infeksi dan
juga infeksi akan mempermudah status gizi dan mempercepat malnutrisi,
mekanismenya yaitu :
 Penuruna asupan gizi akibat kurang nafsu makan, menurunnya aborsi dan kebiasaan
mengurangi makanan pada waktu sakit.
 Peningkatan kehilangan cairan atau zat gizi akibat diare, mual, muntah dan
perdarahan yang terus menerus
 Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit atau parasit
yang terdapat pada tubuh.
5) Pengetahuan ibu tentang gizi
Pemilihan makanan dan kebiasaan diet dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap terhadap
makanan dan praktek/perilaku pengetahuan tentang nutrisi melandasi pemilihan
makanan. Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi
yang positif dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga.
Beberapa studi menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan tingkat dari ibu meningkat
maka pengetahuan nutrisi dan praktek nutrisi bertambah baik. Usaha-usaha untuk
memilih makanan yang bernilai nutrisi semakin meningkat, ibu-ibu rumah tangga yang
mempunyai pengetahuan nutrisi akan memilih makanan yang lebih bergizi daripada
yang kurang bergizi.
6) Pendapatan keluarga. Pendapatan merupakan factor yang menentukan kualitas dan
kuantitas makanan. Pada rumah tangga berpendapatan rendah, sebanyak 60% hingga
80% dari pendapatan riilnya dibelanjakan untuk membeli makanan. Artinya pendapatan
tersebut 70-80% energy dipenuhi oleh karbihidrat (beras dan penggantinya) dan hanya
20% dipenuhi oleh sumber energy lainnya seperti lemak dan protein. Pendapatan yang
meningkat akan menyebabkan semakin besarnya total pengeluaran termasuk besarnya
pengeluaran untuk pangan.
7) Pemeriksaan kehamilan (Perawatan Ante Natal) dalam memantau status gizi ibu hamil,
seorang ibu harus melakukan kunjungan ketenaga kesehatan. Karena pemeriksaan
kenaikan berat badan perlu dilakukan dengan teliti, jangan sampai wanita hamil terlalu
gemuk untuk menghindarkan kesulitan melahirkan dan bahkan jangan terlalu kurus
karena dapat membahayakan keselamatan dirinya dan janin yang dikandungnya
(Sjahmien Moehji, 2003).

d. Gizi pada ibu hamil


Kebutuhan zat gizi pada ibu hamil secara garis besar adalah sebagai berikut :
a. Asam folat
Menurut konsep evidence bahwa pemakaian asam folat pada masa pre dan perikonsepsi
menurunkan kerusakan otak, kelainan neural, spina bifida dan anensepalus, baik pada ibu
hamil yang normal maupun beresiko. Pemberian suplemen asam folat dimulai dari 2
bulan sebelum konsepsi berlanjut hingga 3 bulan pertama kehamilan.
b. Energy Diet pada ibu hamil tidak hanya difokuskan pada tinggi protein saja tetapi pada
susunan gizi seimbang energy juga protein. Hal ini juga efektif untuk menurunkan
kejadian BBLR dan kematian perinatal. Kebutuhan energy ibu hamil adalah 285 kalori
untuk proses tumbuh kembang janin dan perubahan pada tubuh ibu.
c. Protein
Pembentukan jaringan dari janin dan untuk tubuh ibu dibtuhkan protein sebesar 910 gram
dalam 6 bulan terakhir kehamilan. Dibutuhkan tambahan 12 gram protein sehari untuk
ibu hamil.
d. Zat besi (FE)
Pemberian suplemen tablet tambah darah atau zat besi rutin adalah untuk membangun
cadangan besi, sintesa sel darah merah, dan sintesa darah otot. Kenaikan volume darah
selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi. Jumlah zat besi yang
diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah 500mg.
e. Kalsium
Untuk pembentukan tulang dan gigi bayi. Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah sebesar
500 mg sehari.
f. Pemberian suplemen vitamin D
terutama pada kelompok beresiko penyakit seksual dan di Negara dengan musim dingin
yang panjang.
g. Pemberian yodium pada daerah dengan endemic kretinisme (Kusmiyati, 2008).
Dikarenakan adanya penyakit KEK yang terjadi pada wanita usia subur dan wanita hamil
menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes)
Kementrian Kesehatan RI, Dr. Siswanto. MHP, DTM, menyatakan bahwa “Remaja putri
di Indonesia masih ada yang memiliki pandangan bahwa mengenai body image yang
kurus dan kecil pensil itu dianggap cantik. Remaja putri perlu menyadari bahwa
persiapan hamil itu butuh kecukupan gizi”, jadi beliau pun berpesan bahwa “Cantik itu
sehat, Bukan kurus”.

4. Abortus
a. Definisi Aborsi
Abortus adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang
mengakibatkan kematian janin. Apabila lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun
setelah 29 minggu, maka istilahnya adalah kehamilan prematur. Mrnggugurkan kandungan
atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus” adalah pengakhiran
kehamilan sebelum usia 20 minggu kehamilan atau berat bayi kurang dari 500 g(ketika
janin belum dapat hidup diluar kandungan). Angka kejadian aborsi meningkat dengan
bertambahnya usia dan terdapatnya riwayat aborsi sebelumnya.

b. Proses abortus dapat berlangsung secara :


1) Spontan/alamiah (terjad alami, tanpa tindakan apapun)
2) Buatan/sengaja (aborsi yang dilakukan atas indikasi medic karena terdapatnya suatu
permasalahan atau komplikasi).

c. Penyebab Aborsi
Penyebab aborsi spontan bervariasi meliputi infeksi, factor hormonal, kelainan bentuk
Rahim, factor imunologi (kekebalan tubuh), dan penyakit dari ibu. Penyebab aborsi pada
umunya terbagi atas factor janin dan factor ibu :
1) Faktor janin
Pada umunya abortus spontan yang terjadi karena factor janin disebabkan karena
terdapatnya kelainan pada perkembangan janin [seperti kelainan kromosom (genetic)],
gangguan pada ari-ari maupun kecelakaan pada janin. Frekuensi terjadinya kromosom
(genetic) pada triwulan pertama berkisar sebesar 60%.
2) Faktor ibu
Beberapa hal yang berkaitan dengan factor ibu yang dapat menyebakan abortus spontan
adalah factor genetic orang tua yang berperan sebagai carrier (pembawa) di dalam
kelainan genetic; infeksi pada kehamilan seperti herpes simpleks virus, cytomegalovirus,
sifilis, gonorrhea; kelainan hormonal seperti hipertiroid, kencing manis yang tidak
terkontrol; kelainan jantung; kelainan bawaan dari Rahim, seperti rahimbikornu (Rahim
yang bertanduk), Rahim yang bersepta (memiliki selaput pembatas didalamnya) maupun
parut Rahim akibat riwayat kuret atau operasi Rahim sebelumnya. Mioma pada Rahim
juga berkaitan dengan angka kejadian aborsi spontan. Selain itu, ada beberapa diantara
orang tua yang tidak menginginkan kehadiran janin tersebut dengan alasan yang
bervariasi.

d. Faktor Risiko Aborsi


Faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya abortus adalah :
1) Usia ibu lanjut
2) Riwayat kehamilan sebelumnya yang kurang baik
3) Riwayat infertilitas (tidak memiliki anak)
4) Adanya kelainan atau penyakit yang menyertai kehamilan
5) Infeksi (cacar, toxoplasma, dll)
6) Paparan dengan berbagai macam zat kimia (rokok, obat-obatan, alcohol, radiasi)
7) Trauma pada perut atau panggul pada 3 bulan pertama kehamilan kelainan kromosom
(genetic)
8) Pergaulan seks bebas

e. Tanda dan Gejala Aborsi secara Alamiah


1) Nyeri Perut bagian bawah
2) Keram pada Rahim
3) Nyeri pada punggung
4) Perdarahan dari kemaluan
5) pembukaan leher Rahim
6) Pengeluaran janin dari dalam Rahim.

B. Konsep Evidance Based Practiced (EBP)


Evidence Based Practice (EBP) merupakan upaya untuk mengambil keputusan klinis
berdasarkan sumber yang paling relevan dan valid. Dengan kata lain, EBP merupakan jalan
untuk mentransformasikan hasil penelitian ke dalam praktek keperawatan sehingga perawat
dapat meningkatkan rasa pedulinya terhadap pasien. EBP merupakan suatu pendekatan
memecahkan masalah untuk mengambilan keputusan dalam organisasi pelayanan kesehatan
yang terintegrasi di dalamnya adalah ilmu pengetahuan atau teori yang ada dengan
pengalaman dan bukti - bukti nyata yang baik (pasien dan praktisi). Evidence Based Practice
(EBP) adalah Penggunaan bukti terbaik saat ini secara sadar dan bijaksana dalam
hubungannya dengan keahlian klinis, nilai pasien, dan keadaan untuk memandu keputusan
perawatan kesehatan. EBP merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam praktik
keperawatan kesehatan, yang berdasarkan hasil penelitian atau fakta dan bukan hanya asumsi
untuk menuntun pengambilan keputusan dalam proses perawatan.
Evidence Based Practice (EBP) dalam keperawatan maternitas dalam memberikan
pelayanan dan asuhan keperawatan kepada pasien diharapkan perawat dapat berpikir kritis
dan bijaksana pada pasien berdasarkan ilmu pengetahuan atau teori yang ada dengan
pengalaman dan bukti-bukti nyata yang baik.

C. Model Evidence Based Practiced


1. Model Settler
Merupakan seperangkat perlengkapan atau media penelitian untuk meningkatkan
penerapan Evidence Based. 5 langkah dalam Model settler:
 Fase 1 : Persiapan.
 Fase 2 : Validasi.
 Fase 3 : Perbandingan evaluasi dan pengambilan keputusan.
 Fase 4 : Translasi dan aplikasi.
 Fase 5 : Evaluasi

2. Model IOWA Model of Evidence Based Practice to Promote Quality Care


Model EBP IOWA dikembangkan oleh Marita G. Titler, PhD, RN, FAAN, Model
IOWA diawali dari pemicu atau masalah. Pemicu / masalah ini sebagai focus masalah. Jika
masalah mengenai prioritas dari suatu organisasi tim segera dibentuk. Tim terdiri dari
stakeholders, klinisian, staf perawat dan tenaga kesehatan lain yang dirasakan penting untuk
diliatkan dalam EBP. Langkah selanjutnya adalah mensistesis EBP. Perubahan terjadi dan
dilakukan jika terdadat cukup bukti yang mendukung untuk terjadinya perubahan. kemudian
dilakukan evaluasi dan diikuti dengan diseminasi.

3. Model konseptual Rosswurm dan Larrabee


Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice Change yang terdiri dari
6 langkah yaitu :
 Tahap 1 : mengkaji kebutuhan untuk perubahan praktis
 Tahap 2 : tentukkan evidence terbaik
 Tahap 3 : kritikal analisis evidence
 Tahap 4 : design perubahan dalam praktek
 Tahap 5 : implementasi dan evaluasi perubahan
 Tahap 6 : integrasikan dan maintain perubahan dalam praktek

D. Penerapan Evidance Based Practice dalam Keperawatan Maternitas


Proses keperawatan merupakan cara berpikir perawat tentang bagaimana mengorganisir
perawatan terhadap individu, keluarga dan komunitas. Banyak manfaat yang dapat diperoleh
dalam proses ini, antara lain membantu meningkatkan kolaborasi dengan tim kesehatan,
menurunkan biaya perawatan, membantu orang lain untuk mengerti apa yang dilakukan oleh
perawat, diperlukan untuk standar praktek profesional, meningkatkan partisipasi klien dalam
perawatan, meningkatkan otonomi pasien, meningkatkan perawatan yang spesifik untuk
masing-masing individu, meningkatkan efisiensi, menjaga keberlangsungan dan koordinasi
perawatan, dan meningkatkan kepuasan kerja.
Dalam proses keperawatan, terdapat banyak aktivitas pengambilan keputusan dari saat
tahap pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Pada setiap fase
proses keperawatan tersebut, hasil-hasil penelitian dapat membantu perawat dalam membuat
keputusan dan melakukan tindakan yang mempunyai dasar/rasional hasil penelitian yang
kuat.

a. Tahap pengkajian
Pada tahap ini, perawat mengumpulkan informasi untuk mengkaji kebutuhan pasien
dari berbagai sumber. Informasi dapat diperoleh melalui wawancara dengan pasien,
anggota keluarga, perawat yang lain, atau tenaga kesehatan yang lain dan juga dapat
melalui rekam medis, dan observasi. Masingmasing sumber tersebut berkontribusi secara
unik terhadap hasil pengkajian secara keseluruhan. Hasil penelitian yang dapat digunakan
dapat berupa hal yang terkait dengan cara terbaik untuk mengumpulkan informasi, tipe
informasi ap ayang perlu diperoleh, bagaimana menggabungkan seluruh bagian data
pengkajian, dan bagaimana meningkatkan akurasi pengumpulan informasi. Hasil
penelitian juga dapat membantu perawat dalam memilih alternative metode atau bentuk
untuk tipe pasien, situasi maupun pada tempat pelayanan tertentu.

b. Tahap penegakkan diagnosis keperawatan


Hasil penelitian yang dapat digunakan antara lain adalah hal yang terkait membuat
diagnosis keperawatan secara lebih akurat dan frekuensi terjadinya masing-masing
batasan karaktersitik yang terkait dengan suatu diagnosis keperawatan.

c. Tahap perencanaan
Pada tahap ini, hasil penelitian yang dapat digunakan antara lain hasil penelitian yang
mengindikasikan intervensi keperawatan tertentu yang efektif untuk diaplikasikan pada
suatu budaya tertentu, tipe dan masalah tertentu, dan pada pasien tertentu.

d. Tahap intervensi / implementasi


Idealnya, perawat yang bertanggung jawab akan melakukan intervensi keperawatan
yang sebanyak mungkin didasarkan pada hasil-hasil penelitian.
e. Tahap evaluasi
Pada tahap ini, evaluasi dilakukan untuk menilai apakah intervensi yang dilakukan
berdasarkan perencanaan sudah berhasil dan apakah efektif dari segi biaya. Hasil
penelitian yang dapat digunakan pada tahap ini adalah hal yang terkait keberhasilan
ataupun kegagalan dalam suatu pemberian asuhan keperawatan.

E. Hambatan Evidance Based Practice Pada Keperawatan


1. Berkaitan dengan penggunaan waktu
2. Akses terhadap jurnal dan artikel
3. Keterampilan untuk mencari
4. Keterampilan dalam melakukan kritik riset
5. Kurang paham atau kurang mengerti
6. Kurangnya kemampuan penguasaan bahasa untuk penggunaan hasil-hasil riset
7. Salah pengertian tentang proses
8. Kualitas dari fakta yang ditemukan
9. Pentingnya pemahaman lebuh lanjut tentang bagaimana untuk menggunakan literature
hasil penemuan untuk intervensi praktik yang terbaik untuk diterapkan pada klien.

F. Isu-isu yang Terkait dengan EBP, Penelitian Keperawatan dan Aplikasi dalam
Pelayanan
EBP penelitian keperawatan dan aplikasi merupakan rangkaian proses yang saling
berkesinambungan. Sebelum melakukan penelitian keperawatan khususnya diarea klinik,
dibutuhkan data-data atau bukti-bukti dari hasil penelitian terdahulu yang mendukung
masalah yang akan kita teliti. Hasil penelitian yang telah dilakukan, akan menjadi evidence
dalam pengambilan keputusan klinis, sehingga tindakan yang dilakukan sudah berdasar hasil
penelitian yang teruji.
1. Mengidentifikasi masalah praktik klinis
Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah atau isu praktik klinis. Sebagai
konsekuensinya, ini adalah langkah yang paling sulit karena dibutuhkan banyak
pemikiran dan upaya untuk menyempurnakan pernyataan masalah untuk
mengembangkan bukti praktik keperawatan berdasar projek.

2. Mengumpulkan dan penilaian bukti evidence


Langkah kedua adalah mengumpulkan dan menilai bukti, bukti empiris (penelitian)
dan bukti non empiris. Bukti nin empiris penting untuk mendukung perubahan praktik,
sedangkan bukti empiris adalah dengan evidence termasuk uji klinis, non eksperimental
dan meta analisis. Harus dibedakan studi penelitian yang sebenarnya dengan yang bukan
penelitian. Jurnal keperawatan sangat baik dimana mengarahkan pengarang untuk
memberikan judul sehingga pembaca dapat menemukan komponen penting dari sebuah
artikel penelitian. Bukti non empiris meliputi ulasan literature yang diterbitkan, pendapat
dari artikel dan protocol/pedoman serta literature review peneilitian yang dipublikasikan.

3. Membaca dan analisa penelitian empiris


Langkah pertama adalah dengan melihat abstract untuk menyaring artikel yang
relevan, kemudian membaca hasil penelitian sehingga didaptkan suatu ide penelitian dan
pengaruhnya terhadap implikasi keperawatan.

4. Meringkas bukti evidence


Langkah ini sangat penting untuk keberhasilan perubahan praktik keperawatan yang
kita usulkan. Sintesis temuan pada kelompok studi penelitian empiris dianggap kredibel.
Hal ini dilaakukan dengan melakukan analisis, pada analisis isi memeriksa temuan untuk
dijadikan tema.

5. Mengintegrasikan evidence dan referensi klinis


Tahap berikutnya yang perlu disintesis adalah keahlian klinis dan preferensi dari
nilai-nilai. Diperlukan seseorang yang memiliki keahlian klinis di bidang atau topic
tertentu. Dengan pendekaatan multidisiplin akan memastikan analisis mendalam tentang
hasil penelitian yang dianalisis.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terdapat bermacam-macam Trend dan Issue Keperawatan Maternitas Terkait masalah
kesehatan wanita seperti :
 Anemia pada wanita subur dan ibu hamil
 Kekurangan Energi Kronis pada wanita subur dan ibu hamil
 Abortus
Berdasarkan pembahasan konsep evidence based practice diatas, dapat disimpulkan
bahwa ada 3 faktor yang secara garis besar menentukan tercapainya pelaksaan praktik
keperawatan yang leebih baik yaitu, penelitian yang dilakukan berdasarkan fenomena yang
terjadi di kaitkan dengan teori yang telah ada, pengalaman klinis terhadap suatu kasus, dan
pengalaman pribadi yang bersumber dari pasien. Dengan memperhatikan faktor-faktor
tersebut, maka diharapkan pelaksanaan pemberian pelayanan keehatan khususnya pemberian
asuhan keperawatan dapat ditingkatkan terutama dalam hal peningkatan pelayanan
kesehatan atau keperawatan, pengurangan biaya (cost effective) dan peningkatan kepuasan
pasien atas pelayanan yang diberikan. Namun, dalam pelaksanaan penerapan evidence based
practice ini sendiri tidaklah mudah, hambatan utama dalam pelaksanaanya yaitu kurangnya
pemahaman dan kurangnya referensi yang dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan
penerapan EBP itu sendiri.

B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan kita bisa melakukan pencegahan masalah-masalah tersebut
dengan melakukan edukasi. Masalah-masalah tersebut harus diketahui dan dipahami agar
dapat menurunkan angka terjadinya masalah tersebut. Serta EBP juga merupakan salah satu
langkah atau metode untuk memberikan pelayanan yang maksimal dan berkualitas. EBP
merupakan salah satu langkah yang dapat menjamin pelayanan keperawatan yang diberikan
oleh perawat adalah berkualitas, tepat sasaran dan memang didasarkan oleh studi yang
kredibel dan dapat dipercaya.

Anda mungkin juga menyukai