Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Menerapkan Proses Keperawatan Jiwa, Prinsip-prinsip


Legal, Etis, dan Lintas Budaya dalam Asuhan Keperawatan
Jiwa

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan


Kesehatan Jiwa I

Dosen Pengampu :

Ns. Agus Sumarno, S.Kep, M.Pd

Disusun Oleh :

1. Adji Widisono (2720190041)


2. Sarah Ladiyah (2720190058)
3. Silvia Setya Afifa (2720190013)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun dan
menyelesaikan Makalah “Menerapkan Proses Keperawatan Jiwa,
Prinsip-prinsip Legal, Etis, dan Lintas Budaya dalam Asuhan
Keperawatan Jiwa”. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu
untuk memenuhi tugas yang diberikan Dosen Mata Kuliah Keperawatan
Kesehatan Jiwa I.
Pada kesempatan ini kami juga berterima kasih atas bimbingan
dan masukan dari semua pihak yang telah memberikan bantuan untuk
dapat menyelesaikan makalah ini
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 25 Juli 2021

Penyusun

2
PROSES KEPERAWATAN JIWA, PRINSIP LEGAL ETIS, DAN
LINTAS BUDAYA DALAM ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

A. Proses Keperawatan Jiwa


Proses keperawatan merupakan suatu metode pemberian asuhan
keperawatan pada pasien (individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat) yang logis, sistematis, dinamis, dan teratur (Depkes,
1998; Keliat, 1999).
Proses ini bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan
yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan masalah klien sehingga
mutu pelayanan kesehatan secara optimal.
Proses keperawatan jiwa dimulai dari pengkajian (termasuk
analisis data dan pembuatan pohon masalah), perumusan diagnosis,
pembuatan kriteria hasil, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
(Fortinash, 1995).
1. Pengkajian
Pengkajian sebagai tahap awal proses keperawatan meliputi
pengumpulan data, analisis data, dan perumusan masalah pasien.
Data yang dikumpulkan adalah data pasien secara holistik, meliputi
aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Seorang perawat
jiwa diharapkan memiliki kemampuan titik diri (self awareness),
kemampuan mengobservasi dengan akurat, berkomunikasi secara
terapeutik, dan kemampuan berespons secara efektif (Stuart dan
Sundeen,2002) karena hal tersebut menjadi kunci utama dalam
menumbuhkan hubungan saling percaya dengan pasien.
Stuart dan Sundeen (2002) menyebutkan bahwa faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber
koping, dan kemampuan koping yang dimiliki pasien adalah aspek
yang harus digali selama proses pengkajian.

3
Secara lebih terstruktur pengkajian kesehatan jiwa meliputi
hal berikut :
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama / alasan masuk
c. Faktor predisposisi
d. Aspek fisik / biologis
e. Aspek psikososial
f. Status mental
g. Kebutuhan persiapan pulang
h. Mekanisme koping
i. Masalah psikososial dan lingkungan
j. Pengetahuan
k. Aspek medis

Data yang didapatkan dikelompokkan menjadi data objektif


dan data subjektif. Data objektif adalah data yang didapatkan
melalui observasi atau pemeriksaan secara langsung oleh perawat.
Data subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh
pasien dan/atau keluarga sebagai hasil wawancara perawat.
Jenis data yang diperoleh dapat sebagai data primer bila
didapat langsung oleh perawat, sedangkan data sekunder bila data
didapat dari hasil pengkajian perawat yang lain atau catatan tim
kesehatan lain.
Setelah data terkumpul dan didokumentasikan dalam format
pengkajian kesehatan jiwa, maka seorang perawat harus mampu
melakukan analisis data dan menetapkan suatu kesimpulan
terhadap masalah yang dialami pasien. Kesimpulan itu mungkin
adalah sebagai berikut :
a. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan.

4
1) Pasien memerlukan pemeliharaan kesehatan dengan follow
up secara periodik, karena tidak ada masalah serta pasien
telah memiliki pengetahuan untuk antisipasi masalah.
2) Pasien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya
prevensi dan promosi sebagai program antisipasi terhadap
masalah.
b. Ada masalah dengan kemungkinan
1) Risiko terjadinya masalah, karena sudah ada faktor yang
mungkin dapat menimbulkan masalah.
2) Aktual terjadi masalah dengan disertai pendukung.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpenito (1998), diagnosis keperawatan adalah
penilaian klinis tentang respons aktual atau potensial dari individu,
keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses
kehidupan. Rumusan diagnosis yaitu Permasalahan (P)
berhubungan dengan Etiologi (E) dan keduanya ada hubungan
sebab akibat secara ilmiah. Perumusan diagnosis keperawatan jiwa
mengacu pada pohon masalah yang sudah dibuat. Pada rumusan
diagnosis keperawatan yang menggunakan typology single
diagnosis, maka rumusan diagnosis adalah menggunakan etiologi
saja.
3. Rencana Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan terdiri atas empat komponen,
yaitu tujuan umum, tujuan khusus, rencana tindakan keperawatan,
dan rasional. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian masalah
(P). Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E). Tujuan
ini merupakan rumusan kemampuan pasien yang harus dicapai.
Pada umumnya kemampuan ini terdiri atas tiga aspek, yaitu
sebagai berikut (Stuart dan Sundeen,2002).

5
a. Kemampuan kognitif diperlukan untuk menyelesaikan etiologi
dari diagnosis keperawatan.
b. Kemampuan psikomotor diperlukan agar etiologi dapat selesai.
c. Kemampuan afektif perlu dimiliki agar pasien percaya akan
kemampuan menyelesaikan masalah.
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian
tindakan yang dapat dilaksanakan untuk mencapai setiap tujuan
khusus. Sementara rasional adalah alasan ilmiah mengapa tindakan
diberikan. Rencana tindakan yang digunakan di tatanan kesehatan
jiwa disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan jiwa
Indonesia. Standar Keperawatan Amerika menyatakan terdapat
empat macam tindakan keperawatan, yaitu asuhan mandiri,
kolaboratif, pendidikan kesehatan, dan observasi lanjutan.
Tindakan keperawatan harus menggambarkan tindakan
keperawatan yang mandiri serta kerja sama dengan pasien,
keluarga, kelompok, dan kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa
yang lain.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan. Sebelum tindakan keperawatan
diimplementasikan perawat perlu memvalidasi apakah rencana
tindakan yang ditetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien saat
ini (here and now). Perawat juga perlu mengevaluasi diri sendiri
apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, dan
teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan.
Saat memulai untuk implementasi tindakan keperawatan,
perawat harus membuat kontrak dengan pasien dengan
menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta pasien yang
diharapkan. Kemudian penting untuk diperhatikan terkait dengan

6
standar tindakan yang telah ditentukan dan aspek legal yaitu
mendokumentasikan apa yang telah dilaksanakan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi ada
dua macam, yaitu:
a. Evaluasi proses atau evaluasi formatif, yang dilakukan setiap
selesai melaksanakan tindakan.
b. Evaluasi hasil atau sumatif, yang dilakukan dengan
membandingkan respons pasien pada tujuan khusus dan umum
yang telah ditetapkan.
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP, yaitu sebagai
berikut:
S : respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
O : respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
A : analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap ada, muncul
masalah baru, atau ada data yang kontradiksi terhadap
masalah yang ada.
P : tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons pasien.

Rencana tindak lanjut dapat berupa hal sebagai berikut :


a. Rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah).
b. Rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksanakan
semua tindakan tetapi hasil belum memuaskan).
c. Rencana dibatalkan (jika ditemukan masalah baru dan bertolak
belakang dengan masalah yang ada).

7
d. Rencana selesai jika tujuan sudah tercapai dan perlu
mempertahankan keadaan baru.

B. Prinsip Legal Etis Dalam Asuhan Keperawatan Jiwa


Etika berasal dari Bahasa Yunani ethos yang berarti karakter,
watak kesusilaan, atau adat kebiasaan yang etika tersebut berhubungan
erat dengan konsep individu atau kelompok sebagai alat penilai
kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang telah dilakukan.
Penerapan aspek etik dalam keperawatan jiwa sangat terkait dengan
pemberian diagnosis, perlakuan atau cara merawat, hak pasien, stigma
masyarakat, serta peraturan atau hukum yang berlaku.
Prinsip legal etis keperawatan ada 8, antara lain :
1. Otonomi (Autonomi)
Prinsip ini didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan membuat keputusan sendiri.
2. Berbuat baik (Beneficence)
Berbuat baik berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik.
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil
terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal
dan kemanusiaan.
4. Tidak merugikan (Non-maleficence)
Prinsip ini tidak menimbulkan bahaya atau cidera fisik dan
psikologis pada pasien.
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran.
6. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip ini dibutuhkan untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain.

8
7. Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasian adalah informasi tentang pasien
harus dijaga privasi pasien.
8. Akutablitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan
seseorang profesional dapat dinilain dalam situasi yang tidak jelas
atau tanpa terkecuali.
Beberapa aturan di Indonesia sering mendiskreditkan pasien
gangguan jiwa, yaitu seseorang yang mengalami gangguan jiwa tanda
tangannya tidak sah. Proses rawat inap dapat menimbulkan trauma
atau dukungan, yang bergantung pada institusi, sikap keluarga dan
teman, respons staf, serta jenis penerimaan atau cara masuk rumah
sakit. Ada tiga jenis proses penerimaan pasien yang masuk ke rumah
sakit jiwa, yaitu masuk secara informal, sukarela, atau masuk dengan
paksaan.
Hak pasien sangat bergantung pada peraturan perundangan.
Menurut Undang-Undang Kesehatan Pasal 144 mengatakan :
“Menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang
sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat
mengganggu kesehatan jiwa”. Beberapa hak pasien yang telah
diadopsi oleh banyak Negara Bagian di Amerika antara lain sebagai
berikut :
1. Hak untuk berkomunikasi dengan orang di luar rumah sakit.
2. Hak terhadap barang pribadi.
3. Hak menjalankan keinginan.
4. Hak terhadap “Habeas Corpus”.
5. Hak terhadap pemeriksaan psikiatrik yang mandiri.
6. Hak terhadap keleluasaan pribadi.
7. Hak persetujuan tindakan (informed consent).

9
8. Hak pengobatan.
9. Hak untuk menolak pengobatan.
Etika keperawatan merupakan suatu acuan dalam melaksanakan
praktik keperawatan, tidak terkecuali keperawatan jiwa. Keputusan
dan tindakan perawat psikiatri kepada klien dibedakan oleh apa yang
dinamakan dengan ethical manner (cara yang sesuai dengan etik).
Menurut Curtin (1978) yang dikutip oleh Stuart Sundeen dalam
Principles and Practice of Psychiatric Nursing Care (1995), membuat
suatu model untuk pengambilan keputusan suatu etik, yaitu sebagai
berikut :
1. Meliputi pengumpulan informasi untuk mengklarifikasi latar
belakang isu tersebut.
2. Mengidentifikasi komponen etik atau keadaan dilema yang terjadi,
seperti adakah faktor ancamannya (dilihat dari sudut hak untuk
dapat menolak pelayanan).
3. Mengklarifikasi hak dan tanggung jawab yang ada pada seluruh
pihak, meliputi klien, perawat, dan pihak lain seperti keluarga
klien, dokter, lembaga perawatan kesehatan, ulama / pendeta,
pekerja sosial, dan mungkin juga hakim.
4. Yang terakhir adalah solusi yang diimplementasikan ke dalam
tindakan. Dalam konteks memenuhi harapan sosial dan sesuai
dengan hukum yang berlaku, perawat memutuskan ke dalam tujuan
dan metode implementasi.

C. Lintas Budaya Dalam Keperawatan Jiwa


Kebudayaan adalah suatu gagasan, tindakan, hasil karya
manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan
masyarakat (Koentjoroningrat, 1986). Budaya merupakan salah satu

10
dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia
yang bersifat sosial.
Pemberian asuhan keperawatan lintas budaya, perawat secara
sadar mempelajari norma-norma, nilai-nilai dan cara hidup budaya
tertentu dalam rangka memberikan asuhan dengan tujuan untuk
membantu individu mempertahankan kesejahteraannya.
Tujuan dari keperawatan lintas budaya, yaitu :
1. Membantu individu/keluarga dengan budaya yang berbeda-beda
untuk mampu memahami kebutuhannya terhadap asuhan
keperawatan dan kesehatan.
2. Membantu perawat dalam mengambil keputusan selama pemberian
asuhan keperawatan pada individu/keluarga mealui pengkajian
gaya hidup, keyakinan tentang kesehatan dan praktik kesehatan
pasien.
3. Asuhan keperawatan yang relevan dengan budaya dan sensitif
terhadap kebutuhan pasien akan menurunkan kemungkinan stres
dan konflik karena kesalahpahaman budaya.
Peran perawat yaitu menjembatani antara sistem perawatan
yang dilakukan masyarakat dengan sistem perawatan melalui asuhan
keperawatan.
Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3
prinsip asuhan keperawatan, yaitu :
1. Mempertahankan Budaya
Mempertahankan budaya bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Misalnya adalah budaya olah raga setiap pagi.
2. Negosiasi Budaya
Membantu pasien untuk beradaptasi terhadap budaya tertentu yang
lebih menguntungkan kesehatan. Misalnya pasien sedang hamil

11
pantang makan ikan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti
dengan protein yang lainnya.
3. Restrukturisasi Budaya
Hal ini dilakukan bila budaya pasien yang dimiliki merugikan
status kesehatan. Misalnya merubah kebiasaan pasien merokok
menjadi tidak merokok.

12
DAFTAR PUSTAKA

Lilik, Azizah, Zainuri, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan


Jiwa – Teori dan Aplikasi Klinik Edisi Pertama. Yogyakarta :
Indomedia Pustaka.
Yusuf, Ah, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.
Huda, Chairul, 2015. Transkultural Nursing. Dikutip dari
portalgaruda.org. Pada tanggal 5 Juli 2018

13

Anda mungkin juga menyukai