Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PROSES TERJADINYA GANGGUAN JIWA DALAM PERSPEKTIF


KEPERAWATAN JIWA

Disusun Oleh :

ELSI OKATAVIANI

2114201015
KEPERAWATAN 3A

Mata Kuliah:

Keperawatan Jiwa 1

Dosen Pengampu:

Ns. Amelia Susanti,M.Kep, Sp. Kep. J

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan
karunianya kepada kita semua, sehingga berkat karunianya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Proses Terjadinya Gangguan Jiwa Dalam Perspektif Keperawatan Jiwa” .
Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
dosen pengampu yang telah memberikan tugas supaya penulis dan pembaca bisa mempelajari
materi “Proses Terjadinya Gangguan Jiwa Dalam Perspektif Keperawatan Jiwa”. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
memberikan wawasan yang lebih luas bagi pembacanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat kelebihan dan
kekurangannya sehingga kami mengharap kritik dan saran yang dapat memperbaiki untuk
penulisan makalah selanjutnya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................iii
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................................iv
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................iv
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................iv
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................1
2.1 Pengertian gangguan jiwa..........................................................................................1
2.2 Sumber penyebab gangguan jiwa..............................................................................2
2.3 Klasifikasi gangguan jiwa..........................................................................................2
2.4 Faktor penyebab gangguan jiwa................................................................................5
2.5 Tanda dan gejala gangguan jiwa................................................................................8
2.6 Perspektif Keperawatan Jiwa.....................................................................................10
BAB III PENUTUP...............................................................................................................12
3.1 Kesimpulan................................................................................................................12
3.2 Saran13......................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Dipkes Republik Indonesia, Gangguan jiwa merupakan berubahnya fungsi


jiwa yang dapat memicu terjadinya gangguan pada fungsi tersebut, sehingga dapat
mengakibatkan beban dan hambatan pada individu dalam menjalankan fungsi sosialnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) gangguan jiwa merupakan ketidakseimbangan
jiwa yang dapat mengakibatkan adanya sikap atau perilaku yang abnormal. Menurut Townsend
(1996), yang dimaksudkan sebagai gangguan jiwa yaitu suatu respon manusia yang
menunjukkan sikap maladptive dalam merespon penyebab-penyebab atau faktor-faktor gangguan
pada psikis manusia (stressor) dari lingkungan sekitarnya. Terjadinya gangguan jiwa biasanya
ditunjukan dengan adanya pikiran, perasaan, dan perilaku yang menyimpang atau tidak sesuai
dengan kebiasaan atau norma yang berlaku pada lingkungan dan kultural sekitarnya. Halhal
semacam ini kemudian dapat menyebabkan gangguan pada fungsi-fungsi sosial bahkan fisik
pada manusia.
Gangguan jiwa sendiri memiliki beberapa jenis dengan gangguan yang berbeda-beda.
Akan tetapi pada dasarnya gangguan-gangguan jiwa memiliki tanda-tanda berupa kombinasi dari
perilaku dan emosi yang abnormal dan tidak stabil. Beberapa contoh gangguan jiwa yang biasa
terjadi adalah depresi,skizofrenia, disabilitas intelektual, dan penyalahgunaan narkoba.Gangguan
jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas berkaitan
dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih
fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan itu
tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Maslim,
2002; Maramis, 2010).
Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab. Banyak yang
belum diketahui dengan pasti dan perjalanan penyakit tidak selalu bersifat kronis. Pada
umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan
persepsi, serta adanya afek yang tidak wajar atau tumpul (Maslim, 2002).Gangguan jiwa adalah
suatu kondisi dimana seseorang mengalami gangguan dalam pikiran,perilaku, dan perasaan yang

iii
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta
dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia
( UU.RI No.18, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


1. Menjelaskan bagaimana pengertian gangguan jiwa
2. Menjelaskan bagaimana sumber penyebab gangguan jiwa
3. Menjelaskan bagaimana klasifikasi gangguan jiwa
4. Menjelaskan bagaimana faktor penyebab gangguan jiwa
5. Menjelaskan bagaimana tanda dan gejala gangguan jiwa
6. Menjelaskan bagaimana perspektif Keperawatan Jiwa

1.3 Tujuan Penulisan


Agar bisa mengetahui dan mempelajari bagaimana proses terjadinya gangguan jiwa
dalam perspektif keperawtan jiwa.

iv
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gangguan Jiwa


Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara
khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di dalam
satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan
gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan
masyarakat (Maslim, 2002; Maramis, 2010). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
gangguan jiwa merupakan ketidakseimbangan jiwa yang dapat mengakibatkan adanya sikap atau
perilaku yang abnormal.
Gangguan jiwa merupakan psikologik atau pola perilaku yang ditunjukkan pada individu
yang menyebabkan distress, menurunkan kualitas kehidupan dan disfungsi. Hal tersebut
mencerminkan disfungsi psikologis, bukan sebagai akibat dari penyimpangan sosial maupun
konflik dengan masyarakat (Stuart, 2013). Sedangkan menurut Keliat, (2011) gangguan jiwa
merupakan pola perilaku,sindrom yang secara klinis bermakna berhubungan dengan
penderitaan, distress dan menimbulkan hendaya pada lebih atau satu fungsi kehidupan manusia.
Menurut American Psychiatric Association atau APA mendefinisikan gangguan jiwa pola
perilaku/ sindrom, psikologis secara klinik terjadi pada individu berkaitan dengan distres yang
dialami, misalnya gejala menyakitkan, ketunadayaan dalam hambatan arah fungsi lebih penting
dengan peningkatan resiko kematian, penderitaan, nyeri, kehilangan kebebasan yang penting dan
ketunadayaan (O’Brien, 2013).Gangguan jiwa adalah bentuk dari manifestasi penyimpangan
perilaku akibat distorsi emosi sehingga ditemukan tingkah laku dalam ketidakwajaran.Hal
tersebut dapat terjadi karena semua fungsi kejiwaan menurun (Nasir, Abdul & Muhith, 2011).
Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab. Banyak yang
belum diketahui dengan pasti dan perjalanan penyakit tidak selalu bersifat kronis. Pada
umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan
persepsi, serta adanya afek yang tidak wajar atau tumpul (Maslim, 2002).Gangguan jiwa adalah
suatu kondisi dimana seseorang mengalami gangguan dalam pikiran,perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta
dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia

1
( UU.RI No.18, 2014). Terjadinya gangguan jiwa biasanya ditunjukan dengan adanya pikiran,
perasaan, dan perilaku yang menyimpang atau tidak sesuai dengan kebiasaan atau norma yang
berlaku pada lingkungan dan kultural sekitarnya. Halhal semacam ini kemudian dapat
menyebabkan gangguan pada fungsi-fungsi sosial bahkan fisik pada manusia.

2.2 Sumber penyebab gangguan jiwa


Sumber Penyebab Gangguan Jiwa Manusia bereaksi secara keseluruhan—somato-psiko-
sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, unsur ini harus diperhatikan. Gejala gangguan
jiwa yang menonjol adalah unsur psikisnya, tetapi yang sakit dan menderita tetap sebagai
manusia seutuhnya (Maramis, 2010).
1. Faktor somatik (somatogenik)
yakni akibat gangguan pada neuroanatomi, neurofisiologi, dan neurokimia, termasuk tingkat
kematangan dan perkembangan organik, serta faktor pranatal dan perinatal.
2. Faktor psikologik (psikogenik)
yang terkait dengan interaksi ibu dan anak, peranan ayah, persaingan antarsaudara kandung,
hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi,
tingkat perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan memengaruhi
kemampuan untuk menghadapi masalah. Apabila keadaan ini kurang baik,maka dapat
mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu, dan rasa bersalah yang berlebihan.
3. Faktor sosial budaya
yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan,
dan masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan
kesejahteraan yang tidak memadai, serta pengaruh rasial dan keagamaan.

2.3 Klasifikasi Gangguan Jiwa


Klasifikasi diagnosis gangguan jiwa telah mengalami berbagai penyempurnaan. Pada
tahun 1960-an, World Health Organization (WHO) memulai menyusun klasifikasi diagnosis
seperti tercantum pada International Classification of Disease (ICD). Klasifikasi ini masih terus
disempurnakan, yang saat ini telah sampai pada edisi ke sepuluh (ICD X). Asosiasi dokter
psikiatri Amerika juga telah mengembangkan sistem klasifikasi berdasarkan diagnosis dan
manual statistik dari gangguan jiwa (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder—

2
DSM). Saat iUmtlasifikasi DSM telah sampai pada edisi DSM-IV-TR yang diterbitkan tahun
2000. Indonesia menggunakan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ),
yang saat ini telah sampai pada PPDGJ III (Maslim, 2002; Cochran, 2010; Elder, 2012; Katona,
2012).
Sistem klasifikasi pada ICD dan DSM menggunakan sistem kategori. ICD menggunakan
sistem aksis tunggal (uniaksis), yang mencoba menstandarkan diagnosis menggunakan definisi
deskriptif dari berbagai sindroma, serta memberikan pertimbangan untuk diagnosis banding.
Kriteria diagnosis pada DSM menggunakan sistem multiaksis, yang menggambarkan berbagai
gejala yang harus ada agar diagnosis dapat ditegakkan (Katona,2012). Multiaksis tersebut
meliputi hal sebagai berikut:
1. Aksis 1 : sindroma klinis dan kondisi lain yang mungkin menjadi fokus perhatian klinis.
2. Aksis 2 : gangguan kepribadian dan retardasi mental.
3. Aksis 3 : kondisi medis secara umum.
4. Aksis 4 : masalah lingkungan dan psikososial.
5. Aksis 5 : penilaian fungsi secara global.
Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia (PPDGJ) pada awalnya
disusun berdasarkan berbagai klasifikasi pada DSM, tetapi pada PPDGJ III ini disusun
berdasarkan ICD X. Secara singkat, klasifikasi PPDGJ III meliputi hal berikut.
1. F00 – F09 : gangguan mental organik (termasuk gangguan mental simtomatik).
2. F10 – F19 : gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.
3. F20 – F29 : skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham.
4. F30 – F39 : gangguan suasana perasaan (mood/afektif).
5. F40 – F48 : gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan terkait stres.
6. F50 – F59 : sindroma perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor
fisik.
7. F60 – F69 : gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa.
8. F70 – F79 : retardasi mental.
9. F80 – F89 : gangguan perkembangan psikologis.
10. F90 – F98 : gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada anak dan
remaja.

3
Secara umum, klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013
dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) gangguan jiwa berat/kelompok psikosa dan (2) gangguan
jiwa ringan meliputi semua gangguan mental emosional yang berupa kecemasan, panik,
gangguan alam perasaan, dan sebagainya. Untuk skizofrenia masuk dalam kelompok gangguan
jiwa berat. Klasifikasi diagnosis keperawatan pada pasien gangguan jiwa dapat ditegakkan
berdasarkan kriteria NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) ataupun NIC
(Nursing Intervention Classification) NOC (Nursing Outcame Criteria). Untuk di Indonesia
menggunakan hasil penelitian terhadap berbagai masalah keperawatan yang paling sering terjadi
di rumah sakit jiwa. Pada penelitian tahun 2000, didapatkan tujuh masalah keperawatan utama
yang paling sering terjadi di rumah sakit jiwa di Indonesia, yaitu:
1. Perilaku kekerasan
2. Halusinasi
3. Menarik diri
4. Waham
5. Bunuh diri
6. Defisit perawatan diri (berpakaian/berhias, kebersihan diri, makan, aktivitas sehari-hari,
buang air);
7. Harga diri rendah.
Hasil penelitian terakhir, yaitu tahun 2005, didapatkan sepuluh diagnosis keperawatan
terbanyak yang paling sering ditemukan di rumah sakit jiwa di Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Perilaku kekerasan.
2. Risiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, verbal).
3. Gangguan persepsi sensori: halusinasi (pendengaran, penglihatan, pengecap, peraba,
penciuman).
4. Gangguan proses pikir.
5. Kerusakan komunikasi verbal.
6. Risiko bunuh diri.
7. Isolasi sosial.
8. Kerusakan interaksi sosial.
9. Defisit perawatan diri (mandi, berhias, makan, eliminasi).
10. Harga diri rendah kronis.

4
Dari seluruh klasifikasi diagnosis keperawatan yang paling sering ditemukan di rumah sakit
jiwa ini, telah dibuat standar rencana tindakan yang dapat digunakan acuan perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Menurut Videbeck dalam Nasir, (2011)
mengatakan bahwa kriteria umum gangguan adalah sebagai berikut :
a. Tidak puas hidup di dunia.
b. Ketidak puasan dengan karakteristik, kemampuan dan prestasi diri.
c. Koping yang tidak afektif dengan peristiwa kehidupan.
d. Tidak terjadi pertumbuhan personal.
Menurut Keliat dkk dalam Prabowo, (2014) mengatakan ada juga ciri dari gangguan jiwa yang
dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
a. Mengurung diri.
b. Tidak kenal orang lain.
c. Marah tanpa sebab.
d. Bicara kacau.
e. Tidak mampu merawat diri.

2.4 Faktor penyebab gangguan jiwa


Penyebab ganggua jiwa yang terdapat pada unsur kejiwaan, akan tetapi ada penyebab
utama mungkin pada badan (Somatogenik), di Psike (Psikologenik), kultural (tekanan
kebudayaan) atau dilingkungan sosial (Sosiogenik) dan tekanan keagamaan (Spiritual). Dari
salah satu unsur tersebut ada satu penyebab menonjol, biasanya tidak terdapat penyebab tunggal,
akan tetapi ada beberapa penyebab pada badan, jiwa dan lingkungan kultural-Spiritual sekaligus
timbul dan kebetulan terjadi bersamaan. Lalu timbul gangguan badan atau jiwa (Maramis, 2009).
Menurut Yusuf, (2015) penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
saling mempengaruhi yaitu sebagai berikut:
a. Faktor somatic organobiologis atau somatogenik.
a. Nerofisiologis.
b. Neroanatomi.
c. Nerokimia.
d. Faktor pre dan peri-natal.
e. Tingkat kematangan dan perkembangan organik

5
b. Faktor psikologik (Psikogenik).
a. Peran ayah.
b. Interaksi ibu dan anak.Normal rasa aman dan rasa percaya abnormal berdasarkan keadaan
yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan), kekurangan.
c. Inteligensi.
d. Saudara kandung yang mengalami persaingan.
e. Hubungan pekerjaan, permainan, masyarakat dan keluarga.
f. Depresi, kecemasan, rasa malu atau rasa salah mengakibatkan kehilangan.
g. Keterampilan, kreativitas dan bakat.
h. Perkembangan dan pola adaptasi sebagai reaksi terhadap bahaya.
c. Faktor sosio-budaya (Sosiogenik) :
1. Pola dalam mengasuh anak.
2. Kestabilan keluarga.
3. Perumahan kota lawan pedesaan.
4. Tingkat ekonomi.
5. Pengaruh keagamaan dan pengaruh sosial.
6. Masalah kelompok minoritas, meliputi fasilitas kesehatan dan prasangka, kesejahteraan
yang tidak memadai dan pendidikan.
Dari faktor-faktor ketiga diatas, terdapat beberapa penyebab lain dari penyebab gangguan
jiwa diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Genetika.
Individu atau angota keluarga yang memiliki atau yang mengalami gangguan jiwa akan
kecenderungan memiliki keluarga yang mengalami gangguan jiwa, akan cenderung lebih tinggi
dengan orang yang tidak memiliki faktor genetik (Yosep, 2013).
2. Biologi.
a. Keturunan.
Peran penyebab belum jelas yang mengalami gangguan jiwa, tetapi tersebut sangat
ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.
b. Temperamen.
Seseorang terlalu peka atau sensitif biasanya mempunyai masalah pada ketegangan dan
kejiwaan yang memiliki kecenderungan akan mengalami gangguan jiwa.

6
c. Jasmaniah.
Pendapat beberapa penyidik, bentuk tubuh seorang bisa berhubungan dengan gangguan
jiwa, seperti bertubuh gemuk cenderung menderita psikosa manik defresif, sedangkan
yang kurus cenderung menjadi skizofrenia.
d. Penyakit atau cedera pada tubuh.
Penyakit jantung, kanker dan sebagainya bisa menyebabkan murung dan sedih. Serta,
cedera atau cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri (Yosep, 2013).
3. Sebab psikologi.
Dari pengalaman frustasi, keberhasilan dan kegagalan yang dialami akan mewarnai sikap,
kebiasaan dan sifatnya di kemudian hari (Yosep, 2013).
4.Stress.
Stress perkembangan, psikososial terjadi secara terus menerus akan mendukung timbulnya gejala
manifestasi kemiskinan, pegangguran perasaan kehilangan, kebodohan dan isolasi sosial (Yosep,
2013).
5. Sebab sosio kultural.
a. Cara membesarkan anak yang kaku, hubungan orang tua
anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak setelah dewasa akan sangat bersifat agresif,
pendiamdan tidak akan suka bergaul atau bahkan akan menjadi anak yang penurut.
b. Sistem nilai, perbedaan etika kebudayaan dan perbedaan
sistem nilai moral antara masa lalu dan sekarang akan sering menimbulkan masalah
kejiwaan.
c. Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi,dalam masyarakat kebutuhan
akan semakin meningkat danpersaingan semakin meningkat. Memacu orang bekerja lebih
keras agar memilikinya, jumlah orang yang ingin bekerja lebih besar sehingga
pegangguran meningkat (Yosep, 2013).
6) Perkembangan psikologik yang salah.
Ketidak matangan individu gagal dalam berkembang lebih lanjut. Tempat yang lemah dan
disorsi ialah bila individu mengembangkan sikap atau pola reaksi yang tidak sesuai, gagal dalam
mencapai integrasi kepribadian yang normal (Yosep, 2013).

7
2.5 Tanda dan gejala gangguan jiwa.
Tanda dan gejala gangguan jiwa adalah sebagai berikut :
a. Ketegangan (Tension)
Merupakan murung atau rasa putus asa, cemas, gelisah, rasa lemah, histeris, perbuatan
yang terpaksa (Convulsive), takut dan tidak mampu mencapai tujuan pikiran pikiran buruk
(Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014).
b. Gangguan kognisi.
Merupakan proses mental dimana seorang menyadari, mempertahankan hubungan
lingkungan baik, lingkungan dalam maupun lingkungan luarnya (Fungsi mengenal)
(Kusumawati, Farida & Hartono, 2010).
Proses kognisi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Gangguan persepsi.
Persepsi merupakan kesadaran dalam suatu rangsangan yang dimengerti. Sensasi yang
didapat dari proses asosiasi dan interaksi macam-macam rangsangan yang masuk.Yang termasuk
pada persepsi adalah :
a.Halusinasi
Halusinasi merupakan seseorang memersepsikan sesuatu dan kenyataan tersebut tidak ada
atau tidak berwujud. Halusinasi terbagi dalam halusinasi penglihatan, halusinasi
pendengaran, halusinasi raba, halusinasi penciuman, halusinasi sinestetik, halusinasi kinetic.
b. Ilusi adalah persepsi salah atau palsu (interprestasi) yang salah dengan suatu benda.
c.Derealisi yaitu perasaan yang aneh tentang lingkungan yang tidak sesuai kenyataan.
d. Depersonalisasi merupakan perasaan yang aneh pada diri sendiri, kepribadiannya terasa
sudah tidak seperti biasanya dan tidak sesuai kenyataan (Kusumawati, Farida &Hartono,
2010).
2) Gangguan sensasi.
Seorang mengalami gangguan kesadaran akan rangsangan yaitu rasa raba, rasa kecap,
rasa penglihatan, rasa cium, rasa pendengaran dan kesehatan (Kusumawati, Farida & Hartono,
2010).
c. Gangguan kepribadian.
Kepribadian merupakan pola pikiran keseluruhan, perilaku dan perasaan yang sering
digunakan oleh seseorang sebagai usaha adaptasi terus menerus dalam hidupnya. Gangguan

8
kepribadian misalnya gangguan kepribadian paranoid, disosial, emosional tak stabil. Gangguan
kepribadian masuk dalam klasifikasi diagnosa gangguan jiwa (Maramis, 2009).
d. Gangguan pola hidup
Mencakup gangguan dalam hubungan manusia dan sifat dalam keluarga, rekreasi,
pekerjaan dan masyarakat. Gangguan jiwa tersebut bisa masuk dalam klasifikasi gangguan jiwa
kode V, dalam hubungan sosial lain misalnya merasa dirinya dirugikan atau dialang-alangi
secara terus menerus. Misalnya dalam pekerjaan harapan yang tidak realistik dalam pekerjaan
untuk rencana masa depan, pasien tidak mempunyai rencana apapun (Maramis, 2009).
e. Gangguan perhatian.
Perhatian ialah konsentrasi energi dan pemusatan, menilai suatu proses kognitif yang
timbul pada suatu rangsangan dari luar (Direja, 2011).
f. Gangguan kemauan.
Kemauan merupakan dimana proses keinginan dipertimbangkan lalu diputuskan sampai
dilaksanakan mencapai tujuan. Bentuk gangguan kemauan sebagai berikut :
a. Kemauan yang lemah (abulia) adalah keadaan ini aktivitas akibat ketidak sangupan
membuat keputusan memulai satu tingkah laku.
b. Kekuatan adalah ketidak mampuan keleluasaan dalam memutuskan dalam mengubah
tingkah laku.
c. Negativisme adalah ketidak sangupan bertindak dalam sugesti dan jarang terjadi
melaksanakan sugesti yang bertentangan.
d. Kompulasi merupakan dimana keadaan terasa terdorong agar melakukan suatu tindakan
yang tidak rasional (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014).
g. Gangguan perasaan atau emosi (Afek dan mood)
Perasaan dan emosi merupakan spontan reaksi manusia yang bila tidak diikuti perilaku maka
tidak menetap mewarnai persepsi seorang terhadap disekelilingnya atau dunianya.
a. Perasaan perasaan emosi normal (adekuat) berupa perasaan positif (gembira, bangga,
cinta, kagum dan senang).
b. Perasaan emosi negatif berupa cemas, marah, curiga, sedih, takut, depresi,
kecewa,kehilangan rasa senang dan tidak dapat merasakan kesenangan (Maramis, 2009).

9
Bentuk gangguan afek dan emosi menurut Yosep, (2007) dapat berupa:
1. Euforia yaitu emosi yang menyenangkan bahagia yang berlebihan dan tidak sesuai
keadaan, senang gembira hal tersebut dapat menunjukkan gangguan jiwa. Biasanya orang
yang euforia percaya diri, tegas dalam sikapnya dan optimis.
2. Elasi ialah efosi yang disertai motorik sering menjadi berubah mudah tersinggung.
Kegairahan atau eklasi adalah gairah berlebihan disertai rasa damai, aman dan tenang
dengan perasaan keagamaan yang kuat.
3. Eksaltasi yaitu berlebihan dan biasanya disertai dengan sikap kebesaran atau waham
kebesaran.
4. Depresi dan cemas ialah gejala dari ekpresi muka dan tingkah laku yang sedih.
5. Emosi yang tumpul dan datar ialah pengurangan atau tidak ada sama sekali tanda-tanda
ekspresi afektif.
h. Gangguan pikiran atau proses pikiran (berfikir).
Pikiran merupakan hubungan antara berbagai bagian dari pengetahuan seseorang.
Berfikir ialah proses menghubungkan ide, membentuk ide baru, dan membentuk pengertian
untuk menarik kesimpulan. Proses pikir normal ialah mengandung ide, simbol dan tujuan
asosiasi terarah atau koheren (Kusumawati, Farida & Hartono, 2010).

2.6 Perspektif Keperawatan Jiwa


Perspektif keperawatan jiwa adalah pandangan dasar tentang hakikat manusia dan esensi
keperawatan yang menjadi kerangka dasar dalam praktik keperawatan jiwa. Setiap individu
memiliki harkat dan martabat, sehingga masing-masing individu perlu dihargai. Tujuan individu
meliputi tumbuh, sehat, otonomi dan aktualisasi diri. Masing masing individu berpotensi untuk
berubah, karena kita tahu bahwa manusia adalah makhluk holistik yang kebutuhannya berbeda.
Semua prilaku individu itu bermakna meliputi pikiran, persepsi, perasaan dan tindakan.
Beberapa keyakinan mendasar yang digunakan dalam keperawatan jiwa antara lain sebagai
berikut (Depkes RI, 1998) :
a. Individu memiliki harkat dan martabat, sehingga setiap individu perlu dihargai.
b. Tujuan individu meliputi tumbuh, sehat, otonomi, dan aktualisasi diri.
c. Setiap individu mempunyai potensi untuk berubah.

10
d. Manusia adalah makhluk holistik yang berinteraksi dan bereaksi dengan lingkungan
sebagai manusia yang utuh.
e. Setiap orang memiliki kebutuhan dasar yang sama.
f. Semua perilaku individu adalah bermakna.
g. Perilaku individu meliputi persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan.
h. Individu memiliki kapasitas koping yang bervariasi, yang dipengaruhi oleh kondisi
genetik, lingkungan, kondisi stres, dan sumber yang tersedia.
i. Sakit dapat menumbuhkan dan mengembangkan psikologis bagi individu.
j. Setiap orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama.
k. Kesehatan mental adalah komponen kritis dan penting dari pelayanan kesehatan yang
komprehensif.
l. Individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan untuk
kesehatan fisik dan mentalnya.
m. Tujuan keperawatan adalah meningkatkan kesejahteraan, memaksimalkan fungsi
(meminimalkan kecacatan/ketidakmampuan), dan meningkatkan aktualisasi diri.
n. Hubungan interpersonal dapat menghasilkan perubahan dan pertumbuhan pada individu.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan jiwa merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami gangguan dalam
pikiran,perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala atau
perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam
menjalankan fungsi orang sebagai manusia.Dimana proses terjadinya gangguan jiwa biasanya
ditunjukan dengan adanya pikiran, perasaan, dan perilaku yang menyimpang atau tidak sesuai
dengan kebiasaan atau norma yang berlaku pada lingkungan dan kultural sekitarnya. Halhal
semacam ini kemudian dapat menyebabkan gangguan pada fungsi-fungsi sosial bahkan fisik
pada manusia dan juga memiliki beberapa faktor penyebab lainnya.
3.2 Saran
Kita sebagai calon perawat yang dimana nantinya akan menangani pasien dengan
gangguan kejiwaan yang memiliki berbagai macam karakter dan kita harus bisa mempelajari ,
menguasai materi keperawatan jiwa dan kita harus mengetahui cara berkomunikasi yang baik
dengan pasien yang mengalami gangguan kejiwaan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Cochrane, E.M., Barkway P., Nizette D. 2010. Mosby’s Pocketbook of Mental Health.
Australia: Elsevier.
Depkes RI. 2014. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013. Jakarta: Depkes RI.
Elder, R, Evans K., Nizette D. 2012. Psychiatric and Memtal Health Nursing 2nd. Australia:
Elsevier.
Frisch dan Frisch. 2006. Psychiatry Mental Health Nursing. Kanada: Thompson Delmar
Learning.
Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Jilid 1.
Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Katona, C., Cooper C., dan Robertson M, 2012. At a Glance Psikiatri 4th. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Maslim, Rusdi. 2002. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III). Jakarta : FK Unika
Atmajaya.
Notosoedirjo, M. Latipun. 2001. Kesehatan Mental; Konsep dan Penerapan. Malang: UMM
Press.
Stuart dan Laraia. 2008. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th Edition. St Louis:
Mosby
World Health Organization. 2008. Investing in Mental Health. Geneva: WHO

13

Anda mungkin juga menyukai