Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KOMUNIKASI TERAPEUTIK KEPERAWATAN


SEMESTER 1

Di Susun Oleh :Kelompok 2


1. Maria Magdalena Laly
Nim. 2017 0821024024
2. Indah Setiawati
Nim. 2017 0821024025
3. Ratna Sari
Nim. 2017 0821024017
4. Nelce .M. Simunapendi
Nim. 2017 0821024028
5. Marselinus Wamo
Nim. 2017 0821024014

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2017

i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................3
C. Tujuan....................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian.............................................................................................................4
2. Tujuan Komunikasi Teraupetik...............................................................4

3. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik.....................................................6

4. Tekhnik Komunikasi Terapeutik........................................................................11


5. Tahapan Dalam Komunikasi Terapeutik.................................................16

6. Sikap Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik....................................20

7. Kesadaran Intrapersonal.......................................................................21

8. Faktor-faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik.................................23

9. Kriteria Keberhasilan Komunikasi Teraupetik.........................................25

10. Penilaian Keberhasilan Komunikasi Terapeutik......................................26

BAB III DIALOG KOMUNIKASI TERAUPETIK PADA PERAWAT, PASIEN dan


KELUARGA
1. Fase Prainteraksi....................................................................................27
2. Fase Interaksi.........................................................................................27
3. Fase Kerja...............................................................................................29
4. Fase Terminasi........................................................................................30

BAB IV Penutup
A. Kesimpulan.............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung


pada konteks pada saat komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang,
komunikasi merupakan pertukaran informasi diantara dua orang atau
lebih, atau dengan kata lain; pertukaran ide atau pemikiran. Metodenya
antara lain: berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca,
melukis, menari, bercerita dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan
bahwa segala bentuk upaya penyampaian pikiran kepada orang lain, tidak
hanya secara lisan (verbal) atau tulisan tetapi juga gerakan tubuh atau
gesture (non-verbal) adalah komunikasi.

Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi


seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam
hal ini mempunyai dua tujuan, yaitu: mempengaruhi orang lain dan untuk
mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat digambarkan
sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi
informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki
kegunaan atau tidak berguna (menghambat / blok penyampaian informasi
atau perasaan). Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan
yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik itu
hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui
sapaan atau hanya sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang
dimiliki oleh seseorang menggambarkan secara utuh dirinya,
perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi
seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan
merasakan kebahagiaan.

Effendy O.U (2002) dalam Suryani (2005) menyatakan lima komponen


dalam komunikasi yaitu; komunikator, komunikan, pesan, media dan efek.
Komunikator (pengirim pesan) menyampaikan pesan baik secara
langsung atau melalui media kepada komunikan (penerima pesan)
sehingga timbul efek atau akibat terhadap pesan yang telah diterima.
Selain itu, komunikan juga dapat memberikan umpan balik kepada
komunikator sehingga terciptalah suatu komunikasi yang lebih lanjut.

1
Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus
dimiliki oleh perawat, karena komunikasi merupakan proses yang dinamis
yang digunakan untuk mengumpulkan data pengkajian, memberikan
pendidikan atau informasi kesehatan-mempengaruhi klien untuk
mengaplikasikannya dalam hidup, menunjukan caring, memberikan rasa
nyaman, menumbuhkan rasa percaya diri dan menghargai nilai-nilai klien.
Sehingga dapat juga disimpulkan bahwa dalam keperawatan, komunikasi
merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan. Seorang perawat
yang berkomunikasi secara efektif akan lebih mampu dalam
mengumpulkan data, melakukan tindakan keperawatan (intervensi),
mengevaluasi pelaksanaan dari intervensi yang telah dilakukan,
melakukan perubahan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah
terjadinya masalah- masalah legal yang berkaitan dengan proses
keperawatan.

Proses komunikasi dibangun berdasarkan hubungan saling percaya


dengan klien dan keluarganya. Komunikasi efektif merupakan hal yang
esensial dalam menciptakan hubungan antara perawat dan klien. Addalati
(1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menegaskan bahwa seorang
perawat yang beragama, tidak dapat bersikap masa bodoh, tidak peduli
terhadap pasien, seseorang (perawat) yang tidak care dengan orang lain
(pasien) adalah berdosa. Seorang perawat yang tidak menjalankan
profesinya secara professional akan merugikan orang lain (pasien), unit
kerjanya dan juga dirinya sendiri. Komunikasi seorang perawat dengan
pasien pada umumnya menggunakan komunikasi yang berjenjang yakni
komunikasi intrapersonal, interpersonal dan komunal/kelompok. Demikian
pula ditegaskan dalam Poter dan Perry (1993) bahwa komunikasi dalam
prosesnya terjadi dalam tiga tahapan yakni komunikasi intrapersonal
(terjadi dalam diri individu sendiri), interpersonal (interaksi antara dua
orang atau kelompok kecil) dan publik (interaksi dalam kelompok besar.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Gambaran Komunikasi Terapeutik Dalam Ilmu


Keperawatan.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

2
Mampu mengetahui gambaran tentang Komunikasi Terapeutik
Dalam Ilmu keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu memahami pengertian komunikasi terapeutik.

b. Mampu memahami tujuan komunikasi terapeutik.

c. Mampu memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik.

d. Mampu memahami teknik komunikasi terapeutik.

e. Mampu memahami tahapan dalam komunikasi terapeutik.

f. Mampu memahami Faktor- Faktor penghambat dalam komunikasi


terapeutik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien (Stuart G.W, 1998). Komunikasi terapeutik adalah
kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien
beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis, belajar
dan bagaimana berhubungan dengan orang lain (Northouse, 1998).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses
penyembuhan klien (Depkes RI, 1997).

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi
klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan
pada pertumbuhan klien yang meliputi:
a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan
diri.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan
dalam diri klien. Klien yang menderita penyakit kronis ataupun
terminal umumnya mengalami perubahan dalam dirinya, ia tidak
mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami
gangguan gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak
berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi.
3
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak
superfisial dan saling bergantung dengan orang lain. Melalui
komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan
diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan
menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan
kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya
(Hibdon, 2000). Rogers (1974) dalam Abraham dan
Shanley (1997) mengemukakan bahwa hubungan mendalam
yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan klien
merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan,
memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan koping.
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan
kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien
menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Taylor, Lilis dan La Mone (1997) mengemukakan
bahwa individu yang merasa kenyataan dirinya mendekati ideal
diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan individu
yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan
merasa rendah diri.
d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas
diri.
Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya
tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri
rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat
membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas
diri yang jelas.

Tujuan lainnya ialah :


a. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang
diperlukan.
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan
yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Tujuan terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki


karakteristik sebagai berikut (Hamid, 1999):

a. Kesadaran diri.
b. Klarifikasi nilai.

4
c. Eksplorasi perasaan.

d. Kemampuan untuk menjadi model peran.

e. Motivasi altruistik.

f. Rasa tanggung jawab dan etik.

3. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

Beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun


hubungan dan mempertahankan hubungan yang terapeutik :

a. Hubungan dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling


menguntungkan, didasarkan pada prinsip “Humanity of Nursing
and Clients”.
b. Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar
belakang keluarga, budaya dan keunikan tiap individu.
c. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik
pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus
mampu menjga harga dirinya dan harga diri klien.
d. Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus
dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan
memberikan alternative pemecahan masalahnya.

Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart


(1998) adalah : Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
a. Tingkah laku professional mengatur hubungna terapeutik.
b. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
c. Kerahasiaan klien harus dijaga.
d. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan
pemahaman.
e. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat
penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi nasehat.
f. Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali
pengalamannya secar rasional.
g. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan
hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak
merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
h. Implementasi intervensi berdasarkan teori.
i. Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri
mempunyai tujuan terapeutik.

5
 Hubungan Perawat dan Klien/Helping Relationship

Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika


seseorang melakukan komunikasi terhadap orang lain maka akan
tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain itu komunikasi
bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya
membentuk suatu hubungan ‘helping relationship’. Helping
relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua (atau lebih)
individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima
bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
sepanjang kehidupan. Pada konteks keperawatan hubungan yang
dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien. Ketika hubungan
antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper)
membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk
mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien.

Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa


karakteristik seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi
tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:

a. Kejujuran

Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran


mustahil bisa terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan
menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan
mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan
berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering
menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata
atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam
Suryani,2005).). Sangat penting bagi perawat untuk menjaga
kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal
tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa
dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh
terhadap perawat.

b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif

Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya


menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan
tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi
nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan
6
verbalnya karena ketidaksesuaian akan menimbulkan
kebingungan bagi klien.

c. Bersikap positif

Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan


disampaikan lewat komunikasi nonverbal sangat penting baik
dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam
membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif
ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan
penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan
ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan
kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan
klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien
merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan
pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).

d. Empati bukan simpati

Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan


keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu
merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang
dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam
Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat dapat
memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat
tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak
berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya
mencari penyelesaian masalah secara objektif.

e. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien

Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus


berorientasi pada klien (Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh
karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan
yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk
mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan
memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh
perhatian. Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti
mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa
7
melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar
mendengarkan dan menyampaikan respon yang di inginkan oleh
pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara.
Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap
caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau
menyampaikan perasaannya.

f. Menerima klien apa adanya

Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk


menerima klien apa adanya. Jika seseorang merasa diterima
maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan
interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam
Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat
terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal
ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima
klien apa adanya.

g. Sensitif terhadap perasaan klien

Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien


untuk dapat menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan
efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap
perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau
melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan
klien.

h. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri


perawat sendiri

Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien


sebagai individu yang ada pada saat ini, bukan atas masa
lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.

4. Tekhnik Komunikasi Terapeutik


Menurut Stuart & Sundeen tahun (1995), tekhin komunikasi terdiri dari:

8
a. Mendengarkan (Listening)
Mendengarkan merupakan dasar dalam komunikasi yang
akan mengetahui perasaan klien. Teknik mendengarkan dengan
cara memberi kesempatan klien untuk berbicara banyak dan
perawat sebagai pendengar aktif. Menurut Ellis (1998),
menjelaskan bahwa mendengarkan orang lain dengan penuh
perhatian akan menunjukkan pada orang lain bahwa apa yang
dikatakannya adalah penting dan dia adalah orang yang penting.
Mendengarkan juga menunjukkan pesan “anda bernilai untuk
saya” dan “saya tertarik padamu”. Mendengarkan dengan penuh
perhatian Perawat berusaha mengerti klien dengan cara
mendengarkan masalah yang disampaikan klien Sikap perawat ;
▫ Pandang klien saat sedang berbicara ▫ Tidak menyilangkan
kaki dan tangan ▫ Hindari gerakan yang tidak perlu ▫ Anggukkan
kepala jika klien membicarakan hal yang penting atau
memerlukan umpan balik ▫ Condongkan tubuh kearah lawan
bicara

b. Pertanyaan terbuka ( Broad Opening)


Memberikan inisiatif kepada klien, mendorong klien untuk
menyeleksi topic yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai
terapeutik apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari
inisiatif klien dan menjadi non terapeutik apabila perawat
mendominasikan interaksi dan menolak respon klien (Stuart &
Sundeen, 1995)

c. Mengulang ( Restating)
Merupakan teknik yang digunakan dengan cara mengulang
pokok pikiran yang diungkapkan klien, yang berguna untuk
menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat
untuk mengikuti pembicaraan. Teknik ini bernilai terapeutik
ditandai dengan perawat mendengarkan dan melakukan validasi,
mendukung klien dan memberikan respon terhadap apa yang
baru saja dikatakan oleh klien.

d. Penerimaan ( Acceplance)
Penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi
dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak
menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Menunjukkan
penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa menunjukkan
keraguan atau ketidaksetujuan. Dikarenakan hal tersebut,

9
perawat harus sadar terhadap ekspresi non verbal. Bagi perawat
perlu menghindari memutar mata ke atas, menggelengkan
kepala, mengerutkan atau memendang dengan muka masam
pada saat berinteraksi dengan klien. Menunjukkan penerimaan 
Untuk membangun rasa percaya dan mengembangkan empati
Perawat harus waspada terhadap ekspresi wajah dan gerakan
tubuh yang menyatakan tidak setuju : mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala Sikap : ▫ Mendengarkan tanpa
memutuskan pembicaraan ▫ Memberikan umpan balik verbal
tanpa memutuskan pembicaraan ▫ Menghindari perdebatan,
ekspresi keraguan atau usaha untuk mengubah pikiran klien
Misalnya : Klien : “ Saya telah melakukan beberapa kesalahan “
Perawat : “ Saya ingin mendengarkannya. Tidak apa-apa jika
anda ingin mendiskusikan hal ini dengan saya “.

e. Klarifikasi
Klarifikasi merupakan teknik yang digunakan bila perawat
ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien malu
mengemukakan informasi dan perawat mencoba memahami
situasi yang digambarkan klien.

f. Refleksi
Refleksi ini dapat berupa reflex isi dengan cara
memvalidasikan apa yang didengar, refleksi perasaan dengan
cara memberi respon pada perasaan klien terhadap isi
pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya.
Teknik ini akan membantu perawat untuk memelihara
pendekatan yang tidak menilai (Boyd &Nihart, 1998), dikutip
oleh Nurjanah (2001).

g. Asertif
Menurut smith(1992) dalam Nurjanah (2001) asertif adalah
kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap
menghargai hak orang lain. Tahap – tahap menjadi lebih asertif
menurut Lindberg (1998) dalam Nurjanah (2001) antara lain
menggunakan kata “tidak” sesuai dengan kebutuhan ,
mengkomunikasikan maksud dengan jelas, mengembangkan
kemampuan mendengar, pengungkapan komunikasi disertai
dengan Bahasa tubuh yang tepat, meningkatkan kepercayaan
diri dan gambaran diri dan menerima kritikan dengan ramah.
10
h. Memfokuskan
Cara ini dengan memilih topik yang penting atau yang
telah dipilih dengan menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan
yang lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus pada reakitas.
Memfokuskan juga untuk membatasi bahan pembicaraan
sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti
Usahakan untuk tidak memutuskan pembicaraan ketika klien
menyampaikan masalah yang penting Misalnya : “ Hal ini
tampak penting, mari kita bicarakan lebih dalam lagi “ Apa yang
sudah kita sepakai untuk dibicarakan “

i. Membagi persepsi
Merupakan teknik komunikasi dengan cara meminta
pendapat klien tentang hal-hal yang dirasakan dan dipikirkan.

j. Identifikasi “tema”
Merupakan teknik dengan mencari latar belakang masalah
klien yang muncul dan berguna untuk meningkatkan pengertian
dan eksplorasi maslah yang penting.

k. Diam
Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir
pemikiran, memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat
bersedia untuk menunggu respon. Diam tidak dilakukan dalam
waktu yang lama karena akan mengakibatkan klien menjadi
khawatir. Diam juga dapat diartikan sebagai mengerti atau
marah. Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang
untuk menanti orang lain untuk berpikir, meskipun begitu diam
yang tidak tepat dapat menyebabkan orang lain merasa cemas
(Myers, 1999), dikutip oleh Nurjanah (2001).

l. Informing
Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk
mendapatkan respon lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari
menawarkan informasi adalah akan memfasilitasi komunikasi,
mendorong pendidikan kesehatan dan memfasilitasi klien untuk
mengmbil keputusan (stuart & Sundeen, 1995). Kurangnya
pemberi informasi yang dilakukan saat klien membutuhkan akan
mengakibatkan klien tidak percaya. Hal yang tidak boleh

11
dilakukan adalah menasehati klien pada saat memberikan
informasi.

m. Humor
Dugan (1998) mengatakan bahwa tertawa membantu
mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh
stress, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam
memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan
Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi
catecholamines dan hormone yang menimbulkan perasaan
sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengirangi
ansietas, menfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan
humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
Sedangkan menurut Nurjanah (2001) humor sebagai hal yang
penting dalam komunikasi verbal dikarenakan tertawa
mengurangi stress ketegangan dan rasa sakit akibat stress, serta
meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan.

n. Saran
Teknik yang bertujuan memberi alternative ide untuk
pemecahan masalah. Teknik ini tidak tepat dipakai pada fase
kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan.

5. Tahapan Dalam Komunikasi Terapeutik


Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi yang terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W,
1998 menjelaskan bahwa dalam prosesnya komunikasi terapeutik terbagi
menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap pra-interaksi,
tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.

a. Tahap Persiapan/Pra-interaksi

Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik


dirinya dengan cara mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya.
Pada tahap ini juga perawat mencari informasi tentang klien sebagai
lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat merancang strategi
untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini dilakukan oleh
perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang

12
mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi
terapeutik dengan klien.

Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi


interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 2000
dalam Suryani, 2005). Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan dalam
menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat
perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa
yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 1993 dalam Suryani,
2005) sehingga tidak mampu melakukan active listening
(mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian).

Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:

1. Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan


mengidentifikasi kecemasan.
2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.

3. Mengumpulkan data tentang klien.

4. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.

b. Tahap Perkenalan/Orientasi

Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan


klien dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan
data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat
ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart.G.W,
1998).

Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:

1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan


komunikasi terbuka.
2. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik
pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau
mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati bersama.

13
3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien
yang umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi
pertanyaan terbuka.

4. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.

Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini


dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan
terapeutik antara perawat dan klien.

c. Tahap Kerja

Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi


terapeutik (Stuart,G.W,1998). Tahap kerja merupakan tahap yang
terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat
dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan
perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons ataupun
pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien.
Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan
penuh perhatian sehingga mampu membantu klien untuk
mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien, mencari
penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.

Dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu


menyimpulkan percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini
merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting
dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki pikiran
dan ide yang sama (Murray,B. & Judith,P,1997 dalam Suryani,2005).
Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien
dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah
disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh
perawat.

d. Tahap Terminasi

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien.


Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi
akhir (Stuart,G.W,1998). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap
pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan
klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai
dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan

14
terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh
proses keperawatan.

Tugas perawat dalam tahap ini adalah:

1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah


dilaksanakan (evaluasi objektif). Brammer dan McDonald (1996)
menyatakan bahwa meminta klien untuk menyimpulkan tentang
apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat
berguna pada tahap ini.
2. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan
klien setelah berinteraksi dengan perawat.

3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.


Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang
baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan
selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada
pertemuan berikutnya.

6. Sikap Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik

Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima


cara yang spesifik untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika
melaksanakan komunikasi terapeutik, yang ia definisikan sebagai sikap
atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika sedang
berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang
dilakukan ketika menunjukkan kehadiran secara fisik :

1. Berhadapan dengan lawan bicara

Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap


untuk anda”).

2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)


15
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia
untuk mendukung terciptanya komunikasi.

3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan


bicara

Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon


dalam komunikasi (berbicara-mendengar).

4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural

Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya


untuk mempertahankan komunikasi.

5. Bersikap tenang

Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan


menggunakan gerakan/bahasa tubuh yang natural.

7. Kesadaran Intrapersonal
1. Kesadaran Diri

Sebagai kemampuan seseorang untuk memahami dirinya


sendiri, baik prilaku, perasaan dan pikirannya sendiri.

2. Klarifikasi Nilai

Perawat harus mampu menjawab, apa yang penting untuk saya ?

Kesadaran membentu perawat untuk sayang dan tidak menjauhi


pasien dan membantu sesuai dengan kebutuhannya.

3. Eksplorasi Perasaan

16
Perawat perlu terbuka dan sadar terhadap perasaannya, dan
mengontrolnya agar ia dapat menggunakan dirinya secara
terapeutik (Stuart & Sundeen, 1987, h.102).

4. Kemampuan Menjadi Model ( Role Model)

Perawat mempunya masalah pribadi , serta ketergantungan obat


, hubungan interpersonal yang terganggu, akan mempengaruhi
hubungan dengan klien (Stuart &Sundeen, h.102).

5. Atruisme

Perawat harus dapat menjawab, mengapa kamu ingin menolong


orang lain ? Helper yang baik harus interes dengan orang lain dan
siap menolong dengan cara mencintai dari manusia tersebut.

6. Etika dan Tanggung Jawab

Keyakinan diri pada seseorang dan masyarakat dapat


memberikan, berupa kesadaran akan petunjuk untuk melakukan
tindakan.

8. Faktor-faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik

Menurut Purwanto (1994) ada beberapa hal yang dapat menghambat


komunikasi terapeutik antara lain : kemampuan pemahaman yang
berbeda, pengamatan atau penafsiran yang berbeda karena pengalaman
masa lalu, komunikasi yang berbeda dan mengalihkan topik pembicaraan.

Sedangkan menurut Dewit (2001), ada beberapa factor yang dapat


menghambat terciptanya komunikasi yang efektif diantaranya adalah:

a. Mengubah subjek atau topic (Changing The Subject)

Mengubah objek pembicaraan akan menunjukkan empati yang


kurang terhadap klien. Hal ini akan menjadikan klien merasa tidak
nyaman, tidak tertarik dan cemas, sehingga idenya menjadi kacau dan
informasi yang ingin didapatka dari klien tidak tercukupi.

b. Mengungkapkan keyakinan palsu (Offering False Reassurance)


17
Memberikan keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan
yang akan sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan rasa tidak
percaya klie terhadap perawat.

c. Memberi nasihat (Giving Advice)

Memberi nasihat menunujukkan bahwa perawat tahu yang


terbaik dan bahwa klien tdk dapat berpikir untuk diri sendiri. Klien juga
merasa bahwa dia harus melakukan apa yang dipertahankan perawat.
Hal ini akan mengakibatkan penolakan klien karena klien merasa lebih
berhak menentukan masalah mereka sendiri.

d. Komentar yang bertahan (Defensive Commens)

Perawat yang menjadi defensif dapat mengakibatkan klien tidak


mempunyai hak untuk berpendapat, sehingga klien menjadi tidak
peduli. Sikap defensif ini muncul karena perawat merasa terancam
yang disebabkan hubungan dengan klien. Agar tidak defensif perawat
perlu mendengarkan klien walaupun mendengarkan belum tentu
setuju.

e. Pernyataan Penyelidikan ( Praying or Probing Questions)

Pertanyaan penyelidikan akan membuat klien bersifat defensive.


Karena klien merasa digunakan dan dinilai hanya untuk informasi yang
mereka dapat berikan. Banyak klien yang marah karena pertanyaan
bersifat pribadi.

f. Menggunakan kata klise (Using Cliches)

Kata –kata klise menunjukkan kurangnya penilaian pada


hubungan perawat dank lien. Klien akan merasa bahwa klien tidak
perduli dengan situasinya.

g. Mendengarkan dengan tidak memperhatikan (In Attentive Listening)

Perawat menunjukkan sikap tidak tertarik ketika klien sedang


mencoba mengeksplorasikan perasaannya, maka klien akan merasa
bahwa dirinya tidak penting dan perawat sudah bosan dengannya.

18
9. Kriteria Keberhasilan Komunikasi Terapeutik (potter dan
perry,1992)

Evaluasi komunikasi yang telah dilakukan sudah teraupetik atau


belum dapat ditandai dengan meningkatnya komunikasi dan hubunngan
perawat klien. Evaluasi didasarka pada tujuan yang ditentukan
sebelumnya, keefektifan tindakan dan perubahan kliaen akibat tindakan
yang dilakukan. Keberhasilan komunikasi juga dapat ditandai dengan
kepuasan yang di tunjukan klien terhadap pesan yang diterima.
Kenyamanan klien secara fisik,klien bersedia mengungkapkan perasaan
dan pikirannya saat berkomunikasi, klien merasa cocok untuk
berkonsultasi dengan tim perawat dapat dijadikan sebagai evaluasi
keberhasilan komunikasi teraupetik.

Keberhasilan suatu tindakan dilihat dengan membandingkan hasil


yang diharapkan. Hal ini juga digunakan untuk mengevaluasi efektivitas
dari komunikasi termasuk gaya dan teknik komunikasi.

Beberapa pertanyaan yang dapat dijawab untuk menevaluasi


perawat sendiri antara lain:

a. Apakah membuka diri atau bersedia mendengar saat klien


mengekspresikan perasaanya
b. Apakah perawat berespon supportif ataukah kritis dalam
menyampaikan idenya atau tampak hambar.

c. Apakah pertanyaan yang digunakan berupa pertanyaan terbuka


atau tertutup.

Jika hasil yang diharapkan belum tercapai dan pasien merasa tidak
puas perawat harus menevaluasi rencana yan telah dibuat dan
memodifikasinya.

10. Penilaian Keberhasilan Komunikasi Terapeutik

Menurut standar asuhan keperawatan / SAK dari Depkes 1994


pelaksanaan komunikasi terapeutik dapat dinilai dengan cara observasi.

19
Item –item yang terdapat dalam instrument observasi pelaksanaan
komunikasi terapeutik menurut SAK antara lain ;

a. Kriteria Persiapan : menciptakan situasi lingkungan yang nyaman.


b. Kriteria pelaksanaan

1) Perawat menampilkan sikap yang ramah dan sopan,

2) Memperkenalkan diri.

3) Menyampaikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah


dipahami pasien.

4) Menyapa klien dengan ramah.

5) Mengamati respon pasien.

6) Mencatat hasil komunikasi.

BAB III
DIALOG KOMUNIKASI TERAUPETIK PADA PERAWAT, PASIEN dan
KELUARGA

1. Fase Prainteraksi :
Pada Rumah sakit X kamar > terdapat seorang pasien yang
bernama : Nn. Ratna.umur 21 Tahun, dimana ia sekarang sedang
menempuh pendidikan tinggi di salah satu Universitas Swasta yang
berada di daerah Z, dirumah sakit tersebut ia ditemani oleh ibunya
yang bernama indah, dimana Nn. Ratna tersebut sedang menjalani
perawatan luka kecelakaan,di sana dia di rawat oleh Zr.Mia.

20
2. Fase Orientasi :
Pagi hari pukul 07.30 Wit

Perawat : Selamat pagi…(tersenyum)


Keluarga : Ia Selamat pagi suster (tersenyum)
Perawat : Permisi ibu..
Apa betul ibu ini,keluarga dari pasien atas nama Nn.Ratna
Keluarga : ia,benar saya ibu dari Nn.Ratna
Perawat : emm baik kalau begitu,saya akan memeriksa Nn.Ratna…
Sebelumnya apakah Nn. Ratna sering megneluh sesuatu
di ibu..?
Keluarga : Selama saya disini anak saya tidak mengeluhkan sesuatu
di saya,
Mungkin lebih jelasnya lagi,suster bisa langsung
memeriksa
Keadaan anak saya.
Perawat : ohh, baik lah ibu
Kalau begitu saya akan langsung memeriksa keadaan
anak ibu
Sekarang.
Perawat : permisi…….. selamat pagi nona (tersenyum)
Pasien : ia selamat pagi suster (tersenyum)
Perawat : perkenalkan nona nama saya Suster mia, saya
mahasiswa dari keperawatan Uncen fakultas
kedokteran,mulai pagi ini saya akan merawat nona dari
jam 07:00 – 14:00 Wit. Kalau boleh saya tau nama
lengkap nona siapa?
Paien : Ia salam kenal juga suster,Nama saya Ratna sari,suster
bisa dipanggil saya dengan pannggilan nona Ratna.
Perawat : Baik nona Ratna ,Bagaimana keadaan nona sekarang :
Apa yang nona rasakan ?
Pasien : Sejak kecelakaan kemarin luka dibagian lutut saya masih
agak sedikit Nyri suster. (Menyentuh lutut dan merenung)
Perawat : mmm… (menganggukan kepala ),iya nona Ratna itu
memang efek dari luka yang nona Ratna alami,karena
pada luka nona Ratna terjadi respon peradangan.
Pasien : Apakah itu berbahaya suster?
Perawat : Tidak nona Ratna,peradangan itu merupakan gejala yang
menguntungkan dan merupakan pertahanan tubuh yang
bekerja untuk menetralisir dan menghancurkan agen
pencedera dalam persiapan penyembuhan luka.jadi nona
Ratna tidak usah begitu khawatir.(menjelaskan)
Pasien : ohh… begitu (sedikit lega)

21
Perawat : Iya nona Ratna baiklah saya permisi dulu, silahkan nona
Ratna beristirahat kembali, nanti saya akan dating lagi
sekitar jam 08:00 pagi untuk melakukan tindakan
perawatan luka, mengganti perban yang membalut luka
ade Ratna dengan yang baru,tidak lama nona Ratna kira-
kira 5 menit saja dan kita mel;akukannya disini……
Apakah nona bersedia :
Pasien : Iya suster ( menganggukan kepala)
Perawat : nona Ratna tenang saja,kerahasiaan tentang apa yang
nona Ratna Alami juga tetap saya jaga.
Pasien : Iya suster terima kasih (merasa lega).
Perawat : Apabila nona Ratna memerlukan bantuan saya silahkan
nona panggil saya di ruang perawat.
Baik terimkasih, selamat pagi (tersenyum)
Pasien : Iya , selamat pagi (tersenyum)
Keluarga : (masuk menghampiri pasien),menanyakan keadaan
anaknya

3. Fase Kerja :
Tidak lama kemudian perawat mengahampiri pasien kembali

Perawat : Selamat Pagi (tersenyum)


Pasien : Pagi suster.
Perawat : Nona Ratna,sesuai perjanjian telah disepakati
tadi,sekarang saya akan melakukan tindakan perawatan
luka,apakah nona Ratna bersedia?
Pasien : iya,saya bersedia suster.
Perawat : baiklah saya akan menyiapkan alat – alatnya dahulu.

Disaat perawat melakukan tindakan perawatan luka tiba – tiba pasien


teriak kesakitan,disaat perawat membuka pembalut luka pasien.

Pasien : adddoooooooohhhh….. sakit


(dengan keluarga : tiba-tiba masuk marah kepada perawat
untuk bekerja dengan hati-hati:
Perawat :terus bekerja sambal menjelaskan kepada pihak keluarga
dengan pasien (dengan tenang dan sabar)
Setelah proses tindakan perawatan luka.

4. Fase Terminasi :

Perawat : nona Ratna, saya sudah selesai melakukan tindakan


perawatan luka ,dijaga kesehatan ya nona ratna…..
Semoga cepat sembuh (tersenyum)
22
Pasien : Iya terimakasih suster (tersenyum)
Perawat : sama – sama,selamat pagi sampai jumpa kembali !
Jangan lupa membereskan Alkes dan cuci tangan…..
Perawat : menjelaskan kepada keluarga.
Keluarga : menerima penjelasan perawat.
Perawat : baik ibu saya permisi untuk kembali keruangan perawat
dan nanti jika butuh bantuan bisa langsung hubungi saya
diruang perawat yang ada disana.
(sambal tunjuk kea rah ruang perawat)
Keluarga : Iya suster.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses keperawatan merupakan suatu metode untuk
mengorganisasikan dan memberikan tindakan keperawatan dari perawat
kepada klien. Komponen proses keperawatan (pengkajian, diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi) sebagai sarana untuk mencapai
tujuan yang hendak dicapai melalui pendekatan proses keperawatan.
Komunikasi merupakan suatu bentuk kegiatan yang selalu dan dapat
dilakukan pada setiap tahap atau komponen proses keperawatan. Perawat
tidak dapat melakukanproses keperawatan dengan baik tanpa
mengetahui kebutuhan klien. Disinilah komunikasi dibutuhkan sebagai
sarana untuk menggali kebutuhan klien.
Komunikasi melalui sentuhan kepada klien merupakan metode dalam
mendekatkan hubungan antara klien dan perawat. Sentuhan yang
diberikan oleh perawat juga dapat sebagai therapy bagi klien khususnya
klien dengan depresi, kecemasan, dan kebingungan dalam mengambil
keputusan.

DAFTAR PUSTAKA

Taylor, Lilis & LeMone.(1993). Fundamental of Nursing; the art and science of nursing
care. Third edition. Philadelphia: Lippincot-Raven Publication

23
Stuart, G.W & Sundeen S.J.(1995). Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St.
Louis: Mosby Year Book

Stuart, Gail Wiscarz., Sundeen, Sandra.J. 1998. Pocket Guide to Psychiatric Nursing. Edisi 3.
EGC. Jakarta

24

Anda mungkin juga menyukai