Anda di halaman 1dari 31

Tugas Makalah

CARA MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN DENGAN


METODE PENINGKATAN KUALITAS & EBP UNTUK
PENINGKATAN KESELAMATAN PASIEN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Keselamatan Pasien


dan Keselamatan Kesehatan Kerja Dalam Keperawatan yang diampuh Ns. Nur
Ayun R. Yusuf, M.Kep.

Disusun Oleh:

Kelas A Kelompok 2

Ibrahim Yasin 841418022


Rosida Fadri Rasyid 841418005
Sumiyati Moo 841418010
Hairunnisa Gobel 841418014
Susfiyanti R. Asala 841418019
Rayhan Binti Hasan 841418025
Fitriyanti Pohiyalu 841418029
Hartin S. Apia 841418033
Anggi Abdullah 841418048

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas sega
la rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini terwujud berkat partisispasi berbagai pihak. Oleh Karena itu, kami m
enyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari harapan, yang mana di
dalamnya masih terdapat berbagai kesalahan baik dari segi penyusunan
bahasanya, sistem penulisan maupun isinya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dalam
makalah berikutnya dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya. Adapun harap
an penulis semoga makalah ini dapat diterima dengan semestinya dan bermanfaat
bagi kita semua dan semoga Allah SWT meridhai kami. Aamiin.

Gorontalo, Juni 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................5

PENDAHULUAN...................................................................................................5

1.1. Latar Belakang..........................................................................................5

1.2. Rumusana Masalah....................................................................................7

1.3. Tujuan........................................................................................................7

BAB II......................................................................................................................8

PEMBAHASAN......................................................................................................8

2.1. Cara Meningkatkan Keselamatan Pasien Dengan Metode Peningkatan


Kualitas.................................................................................................................8

2.1.1 Definisi Keselamatan Pasien..............................................................8

2.1.2 Cara Untuk Meningkatkan Keselamatan Pasien Dengan


Menggunakan Metode Peningkatan Kualitas...................................................8

2.2. EBP Untuk Peningkatan Keselamatan Pasien.........................................11

2.2.1 Definisi.............................................................................................11

2.2.2 Tingkatan Evidence..........................................................................12

2.2.3 Langkah-langkah Implementasi EBP..................................................12

2.2.4 Pengkajian dan Alat untuk Evidence Based Practice......................13

2.2.5 Model Implementasi Evidence Based Practice................................15

2.3. Evidence Based Practice Dan Clinical Research Dalam Keperawatan...17

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Implementasi EBP..............................17

2.3.2 Isu Etik dalam Nursing Clinical Research.......................................19

2.3.3 Penerapan EBN dalam Proses Keperawatan....................................20

3
2.3.4 Kaitan Ebp Dengan Peningkatan Keselamatan Pasien....................21

2.3.5 Contoh Kondisi Pasien Di Rs Yang Membutuhkan Intervensi


Keperawatan Berdasar Bukti Ilmiah...............................................................22

BAB III..................................................................................................................24

PENUTUP..............................................................................................................24

3.1. Kesimpulan..............................................................................................24

3.2. Saran........................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Puskesmas sebagai sebuah fasilitas pelayanan kesehatan melakukan
kegiatanpelayanan kesehatan yang beragam, dimana melibatkanberbagai tenaga
profesi dan non profesi, serta melibatkan berbagai obat, tes dan prosedur dengan
teknologi dan peralatan kedokteran. Secara alamiah, berbagai pelayanan yang ada
di puskesmas tersebut pasti memiliki risiko terjadinya kesalahan dan kecelakaan.
Berbagai risiko tersebut sangat mungkin terjadi sebagai bagian dari pelayanan
kepada pasien. Dilihat dari kompleksitas kegiatan pelayanan yang dilakukan,
penyelenggaraan keselamatan pasien sudah seharusnya menjadi sebuah kewajiban
yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan bagi seluruh pelayanan kesehatan, baik
pelayanan kesehatan primer, sekunder maupun tersier. Hal ini sesuai dengan
amanah Permenkes No.11 tahun 2017 tentang keselamatan pasien yang
menyebutkan bahwa di setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus
menyelenggarakan keselamatan pasien.
Pada Permenkes No.11 tahun 2017 untuk menjamin pelaksanaan
keselamatan pasien, diatur didalamnya Standar keselamatan Pasien. Standar
keselamatan pasien ini merupakan acuan bagi fasilitas kesehatan dalam
melaksanakan kegiatan pelayanannya yang terdiri dari 7 standar yaitu : hak
pasien, mendidik pasien dan keluarga, keselamatan pasien dan kesinambungan
pelayanan, penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningktakan keselamatan pasien, peran kepemimpinan
dalam meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang keselamatan
pasien, dan komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien. Dengan penerapan tujuh standar keselamatan pasen ini, diharapkan
puskesmas dapat menyelenggaraan asuhan pasien lebih aman dan bisa dijadikan
tolok ukur keberhasilan.(Kemenkes, 2017)
Keselamatan pasien merupakan salah satu indikator manajemen mutu di
institusi pelayanan kesehatan. Dimana keselamatan pasien berhubungan dengan
banyak hal, baik secara langsung maupun tidak langsung, mulai dari infeksi

5
nosokomial, jumlah hari perawatan, biaya perawatan, sampai kepuasan pasien.
Terjaminnya keselamatan pasien di sebuah pelayanan kesehatan, akan berdampak
pada minimnya penularan infeksi nosokomial. Minimnya kejadian infeksi
nosokomial, maka jumlah hari dan biaya perawatan juga akan berkurang. Jumlah
hari perawatan yang wajar dan biaya perawatan yang terjangkau, akan
memberikan nilai baik pada kepuasan pasien terhadap layanan kesehatan yang
diberikan. Kepuasan pasien akan memberikan pengaruh yang baik terhadap citra
dari sebuah fasilitas pelayanan kesehatan. Hal tersebut sesuai dengan teori dari
Tjiptono yang mengatakan bahwa kualitas pelayanan bermutu dapat memberikan
kepuasan.(Tjiptono, 2015 )
Perawat sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung
dengan pemberi asuhan kepada pasien sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Perawat sebagai ujung tombak sangat menentukan pemberian asuhan keperawatan
yang aman. World Health Organization (WHO) merekomendasikan agar asuhan
keperawatan yang aman bisa diberikan pada pasien, maka upaya penelitian dan
penerapan hasil penelitian perlu dilakukan. Upaya penerapan hasil/penelitian ini
dikenal dengan asuhan keperawatan berbasis Evidence Based Practice (EBP).
Tujuan dari penerapan EBNP mengidentifikasisolusi dari pemecahan masalah
dalam perawatan serta membantu penurunan bahaya pada pasien, Almaksari
(2017)
Evidence adalah kumpulan fakta yang diyakini kebenarannya. Ada dua
bukti yang dihasilkan oleh evidence yaitu bukti eksternal dan internal. Evidence-
Based Practice in Nursing adalah penggunaan bukti ekternal dan bukti internal
(clinical expertise), serta manfaat dan keinginan pasien untuk mendukung
pengambilan keputusan di pelayanan kesehatan, Chang, Jones, & Russell (2013).
Hal ini menuntut perawat untuk dapat menerapkan asuhan keperawatan
yang berbasis bukti empiris atau dikenal dengan Evidance Based Nursing Practice
(EBNP). Kebijakan penerapan EBNP di Indonesia terdapat dalam Undang-
Undang Keperawatan Nomor 38 Tahun 2014 Pasal 2 huruf b yang menyatakan
bahwa praktik keperawatan berasaskan nilai ilmiah sebagaimana dijelaskan bahwa
praktik keperawatan harus dilandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang

6
diperoleh baik melalui penelitian, pendidikan maupun pengalaman praktik.
Meskipun kebijakan penerapan EBNP telah tertuang dalan UU Keperawatan
namun fenomena keperawatan dalam menerapkan EBNP masih terbilang rendah
di Indonesia. Banyaknya hasil penelitian keperawatan yang sudah dihasilkan di
institusi pendidikan namun belum optimal penyerapannya ke pelayanan praktik
keperawatan sehingga banyak perawat yang belum
Praktik keperawatan, EBNP merupakan ciri khas dari praktik
keperawatan profesional untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. EBNP
digunakan oleh perawat sebagai pemberi pelayanan asuhan keperawatan yang
baik karena pengambilan keputusan klinis berdasarkan pembuktian. Mengambil
keputusan yang tepat dalam asuhan keperawatan yang dilakukan seorang perawat
profesional dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya pengalaman klinik yang
dimiliki dan hasil-hasil riset yang terbaik sehingga kualitas asuhan keperawatan
berbasis pembuktian terjaga. Selain itu, EBNP juga merupakan suatu proses yang
sistematik yang digunakan dalam membuat keputusan tentang perawatan pasien,
termasuk mengevaluasi kualitas dan penggunaan hasil penelitian, preferensi
pasien, pembiayaan, keahlian dan pengaturan klinis, Lagita (2012)

1.2. Rumusana Masalah


1. Bagaimana cara untuk meningkatkan keselamatan pasien dengan
menggunakan metode peningkatan kualitas?
2. Bagaimana EBP untuk peningkatan keselamatan pasien?

1.3. Tujuan
1. Agar Mahasiswa Dapat Mengetahui Cara Meningkatkan Keselamatan
Pasien Dengan Menggunakan Metode Peningkatan Kualitas
2. Aga Mahasiswa Dapat Mengetahui EBP Dalam Peningkatan Keselamatan
Pasien

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Cara Meningkatkan Keselamatan Pasien Dengan Metode


Peningkatan Kualitas

2.1.1 Definisi Keselamatan Pasien


Patient Safety atau keselamatan pasien (Hidayatulloh & Dwi, 2018)
adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi
lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
Keselamatan pasien merupakan prioritas dalam aspek pelayanan di
rumah sakit dan sudah menjadi tuntutan kebutuhan dalam pelayanan
kesehatan. Keselamatan pasien (patient safety) adalah permasalahan yang
sangat penting dalam setiap pelayanan kesehatan sehingga keselamatan
merupakan tanggungjawab dari pemberi jasa pelayanan kesehatan terutama
pelayanan keperawatan di setiap unit perawatan baik akut maupun kronis
harus berfokus pada keselamatan pasien baik dalam tatanan rumah sakit,
komunitas maupun perawatan di rumah (Harefa, 2019).
Keselamatan pasien juga merupakan salah satu indikator manajemen
mutu di institusi pelayanan kesehatan. Dimana keselamatan pasien
berhubungan dengan banyak hal, baik secara langsung maupun tidak
langsung, mulai dari infeksi nosokomial, jumlah hari perawatan, biaya
perawatan, sampai kepuasan pasien (Risanty, dkk., 2020).

2.1.2 Cara Untuk Meningkatkan Keselamatan Pasien Dengan


Menggunakan Metode Peningkatan Kualitas
Pada Permenkes No.11 tahun 2017 untuk menjamin pelaksanaan
keselamatan pasien, diatur didalamnya Standar keselamatan Pasien
(Permenkes RI, 2017). Standar keselamatan pasien ini merupakan acuan
bagi fasilitas kesehatan dalam melaksanakan kegiatan pelayanannya yang
terdiri dari 7 standar yaitu (Hidayatulloh & Dwi, 2018):
1. Hak Pasien

8
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriteria:
a Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
b Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
c Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga
tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur
untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD.
2. Mendidik Pasien Dan Keluarga
RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban &
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan
dgn keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena
itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien &
keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam
asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien &
keluarga dapat:
a Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur
b Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
d Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati 3
3. Keselamatan Pasien Dan Kesinambungan Pelayanan
RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
a Koordinasi pelayanan secara menyeluruh

9
b Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya
c Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan Metode-Metode Peningkatan Kinerja Untuk Melakukan
Evaluasi Dan Program Peningkatan Keselamatan Pasien
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg
ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta KP.
Kriteria:
a Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan
(design) yang baik, sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan
informasi hasil analisis
5. Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien
Standar:
a Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui
penerapan “7 Langkah Menuju KP RS ”.
b Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif
identifikasi risiko KP & program mengurangi KTD.
c Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar
unit & individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang KP
d Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk
mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta
tingkatkan KP.
e Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam
meningkatkan kinerja RS & KP.

10
Kriteria:
a Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien.
b Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden,
c Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
d Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas
untuk keperluan analisis.
e Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden,
f Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
g Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela
antar unit dan antar pengelola pelayanan
h Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
i Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien
Standar:
a RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara
jelas.
b RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan & memelihara kompetensi
staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan
pasien.
Kriteria:
a Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang
memuat topik keselamatan pasien

11
b Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas
tentang pelaporan insiden.
c Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai
Keselamatan Pasien
Standar:
a RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi
KP untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
b Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.
Kriteria:
a Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi
tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
b Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

2.2. EBP Untuk Peningkatan Keselamatan Pasien

2.2.1 Definisi
EBP merupakan landasan praktik keperawatan sebagai sarana
untuk meningkatkan kualitas perawatan pasien (American Academy of
Nursing, 2016).
Evidence Based Nursing Practice (EBNP) digunakan oleh
perawat sebagai pemberi pelayanan asuhan keperawatan yang baik
karena pengambilan keputusan klinis berdasarkan pembuktian. EBNP
juga merupakan suatu proses yang sistematik yang digunakan dalam
membuat keputusan tentang perawatan pasien, termasuk mengevaluasi
kualitas dan penggunaan hasil penelitian, preferensi pasien, pembiayaan,
keahlian dan pengaturan klinis (Ligita, 2012 dalam Irmayanti,dkk 2019)
Evidence Based Practice (EBP) keperawatan adalah proses

12
untuk menentukan, menilai, dan mengaplikasikan bukti ilmiah terbaik
dari literature keperawatan maupun medis untuk meningkatkan kualitas
pelayanan pasien. Dengan kata lain, EBP merupakan salah satu langkah
empiris untuk mengetahui lebih lanjut apakah suatu penelitian dapat
diimplementasikan pada lahan praktek yang berfokus pada metode
dengan critical thinking dan menggunakan data dan penelitian yang
tersedia secara maksimal.

2.2.2 Tingkatan Evidence


Tingkatan evidence disebut juga dengan hierarchy evidence yang
digunakan untuk mengukur kekuatan suatu evidence dari rentang bukti
terbaik sampai dengan bukti yang paling rendah. Tingkatan evidence ini
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam EBP. Hirarki untuk
tingkatan evidence yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Penelitian
dan Kualitas (AHRQ), sering digunakan dalam keperawatan (Titler,
2010). Adapun level of evidence tersebut adalah sebagai berikut :
a. Level 1 : Evidence berasal dari systematic review atau meta-
analysis dari RCT yang sesuai.
b. Level 2 : Evidence berasal dari suatu penelitian RCT dengan
randomisasi.
c. Level 3 : Evidence berasal dari suatu penelitian RCT tanpa
randomisasi.
d. Level 4 : Evidence berasal dari suatu penelitian dengan desain case
control dan kohort.
e. Level 5 : Evidence berasal dari systematic reviews dari penelitian
descriptive dan
qualitative.

f. Level 6 : Evidence berasal dari suatu penelitian descriptive atau


qualitative.
g. Level 7 : Evidence berasal dari suatu opini dan atau laporan dari para
ahli.

13
2.2.3Langkah-langkah Implementasi EBP
Terdapat tujuh langkah yang harus dilewati ketika akan
mengimplementasikan suatu Evidence Based Practice yaitu (Melnyk &
Fineout-Overholt, 2011):
a. Menumbuhkan semangat terhadap penelitian
Sebelum memulai dalam tahapan yang sebenarnya didalam EBP,
harus ditumbuhkan semangat dalam penelitian sehingga klinikan
akan lebih nyaman dan tertarik mengenai pertanyaan-pertanyaan
berkaitan dengan perawatan pasien.
b. Merumuskan pertanyaan klinis dalam format PICOT
Pertanyaan klinis dalam format PICOT untuk menghasilkan
evidence yang lebih baik dan relevan.
P : Patient Population (kelompok / populasi pasien)
I : Intervention or Issue of Interest (intervensi atau issue yang
menarik)
C : Comparison intervention of group (perbandingan
intervensi didalam populasi)
O : Outcome (tujuan)
T : Time frame (waktu)
c. Mencari dan mengumpulkan literatur evidence yang berhubungan
Mencari evidence yang baik adalah langkah pertama didalam
penelitian, untuk menjawab pertanyaan tindakan dengan
melakukan systematic reviews dengan mempertimbangkan level
kekuatan dari evidence yang digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan (Guyatt & Rennie, 2002).
d. Melakukan telaah atau penilaian kritis terhadap evidence
Langkah ini merupakan langkah vital, didalamnya termasuk
penilaian kritis terhadap evidence. Kegiatannya meliputi evaluasi
kekuatan dari evidence tersebut, yaitu tentang kevalidan dan
kegeneralisasiannya.
e. Mengintegrasikan evidence terbaik dengan pengalaman klinis dan
rujukan serta nilai-nilai pasien didalam pengambilan keputusan

14
atau perubahan.
Konsumen dari jasa pelayanan kesehatan menginginkan turut serta
dalam proses pengambilan keputusan klinis dan hal tersebut
merupakan tanggung jawab etik dari pemberi pelayanan kesehatan
dengan melibatkan pasien didalam pengambilan keputusan
terhadap tindakan (Melnyk & Fineout-Overholt, 2005).
f. Mengevaluasi tujuan di dalam keputusan praktis berdasarkan
evidence.
Pada tahap ini dievaluasi EBP yang dipakai, bagaimana atau
sejauh mana perubahan yang dilakukan berefek terhadap tujuan
pasien atau apakah efektif pengambilan keputusan yang dilakukan.
g. Menyebarluaskan tujuan EBP atau perubahan
Sangat penting menyebarluaskan EBP baik yang sesuai ataupun
yang tidak sesuai, dengan cara melakukan oral atau poster
presentation diwilayah local, regional, nasional atau internasional.

2.2.4 Pengkajian dan Alat untuk Evidence Based Practice


Penerapan konsep praktek klinis berbasis bukti menandai
pergeseran dari pelayanan tradisional menjadi pelayanan kesehatan
professional yang dalam pelaksanaannya berdasar pada pendapat dari
otoritas, data, studi klinis yang relevan, dan penelitian. Terdapat
beberapa kemampuan dasar yang harus dimiliki tenaga kesehatan
professional untuk dapat menerapkan praktek klinis berbasis bukti, yaitu
:
a. Mengindentifikasi gap/kesenjangan antara teori dan praktek,
b. Memformulasikan pertanyaan klinis yang relevan,
c. Melakukan pencarian literature yang efisien,
d. Mengaplikasikan peran dari bukti, termasuk tingkatan/hierarki dari
bukti tersebut untuk menentukan tingkat validitasnya,
e. Mengaplikasikan temuan literature pada masalah pasien, dan
f. Mengerti dan memahami keterkaitan antara nilai dan budaya
pasien dapat mempengaruhi keseimbangan antara potensial
keuntungan dan kerugian dari pilihan manajemen/terapi (Jette et

15
al., 2003).
Dalam penerapan praktek klinis berbasis bukti, perlu adanya
beberapa pengkajian awal, diantaranya kesiapan; kepercayaan; sikap;
pengetahuan; dan perilaku terhadap EBP, hingga implementasi dari EBP
sendiri. Beberapa instrument telah dikembangkan untuk membantu
mengkaji hal-hal tersebut.Kesiapan implementasi dapat dikaji
menggunakan Organizational Culture and Readiness for System-Wide
Implementation of EBP (OCRSIEP).Instrument ini dikembangkan oleh
Fineout-Overholt and Melnyk tahun 2006, terdiri dari 25 item yang
diukur dengan 5 point skala Likert. Semakin tinggi total skor yang
didapat, menunjukkan semakin tinggi pula kesiapan organisasi tersebut
dalam
implementasi EBP. Koefisien alpha Cronbach’s berada pada rentang
0.93 – 0.94 (Wallen & Mitchell, 2011).
Instrument lain yaitu EBP Beliefs Scale (EBPB) yang
dikembangkan oleh Fineout- Overholt and Melnyk tahun 2003, terdiri
dari 16 item yang diukur dengan 5 point skala Likert dengan rentang
sangat tidak setuju (1) sampai sangat setuju (5). Terdapat dua item yang
terdiri dari pernyataan negatif. Semakin tinggi total skor yang didapat,
menunjukkan semakin tinggi pula kepercayaan/keyakinan dan
kemampuan seseorang untuk mengimplementasikan EBP dan koefisien
alpha Cronbach’s berada pada rentang 0.90 –
0.92 (Wallen & Mitchell, 2011).
Implementasi dari EBP pun dapat dikaji pelaksanaannya, yaitu
dengan menggunakan EBP Implementation Scale (EBPI) yang juga
dikembangkan oleh Fineout- Overholt and Melnyk tahun 2003, terdiri
dari 18 item.Pada tiap item mengindikasikan seberapa sering individu
tersebut menggunakan EBP dalam waktu 8 minggu. Respon mulai dari
tidak pernah sama sekali dalam 8 minggu sampai lebih dari 8 kali dalam
8 minggu dengan koefisien alpha Cronbach’s berada pada rentang 0.92
– 0.94 (Wallen & Mitchell, 2011).

16
2.2.5 Model Implementasi Evidence Based Practice
a. Model Settler
Merupakan seperangkat perlengkapan/media penelitian untuk
meningkatkan penerapan Evidence based. 5 langkah dalam Model
Settler:
F
a
s
e

P
e
r
s
i
a
p
a
n

F
a
s
e

17
V
a
l
i
d
a
s
i
Fase 3 : Perbandingan evaluasi dan
pengambilan keputusan Fase 4 :
Translasi dan aplikasi
Fase 5 : Evaluasi
b. Model IOWA Model of Evidence Based Practice to Promote Quality
Care
Model EBP IOWA dikembangkan oleh Marita G. Titler, PhD,
RN, FAAN. Model IOWA diawali dari pemicu/masalah.
Pemicu/masalaih ini sebagai fokus ataupun fokus masalah. Jika
masalah mengenai prioritas dari suatu organisasi, tim segera
dibentuk. Tim terdiri dari stakeholders, klinisian, staf perawat, dan
tenaga kesehatan lain yang dirasakan penting untuk dilibatakan dalam
EBP. Langkah selanjutnya adalah mensintesis EBP. Perubahan terjadi
dan dilakukan jika terdapat cukup bukti yang mendukung untuk
terjadinya perubahan. Kemudian dilakukan evaluasi dan diikuti
dengan diseminasi (Jones & Bartlett, 2004; Bernadette Mazurek
Melnyk, 2011). Pendekatan EBP model IOWA dari perspektif
organisasi dan menggunakan berbagai evidence dengan fokus
padaevaluasidan menerapkan EBP untuk meningkatkan proses
perawatan (Eizenberg, 2010).
Model IOWA menyoroti pentingnya mempertimbangkan
seluruh sistem pelayanan kesehatan mulai dari pemberi layanan,
pasien, dan infrastruktur lainnya menggunakan riset dalam pedoman

18
pengambilan keputusan klinik. Model Iowa ini, penting sekali untuk
perawat klinik mempertimbangkan apakah masalah yang telah
diidentifikasi merupakan prioritas untuk ruangan/instansi.

Pi entu gum ain em


lo k p g en
Berikut ini adalah gambar bagan yang menggambarkan tahapan EBP

T en des pl
t p an ul ui ta
M n im

ro tu ka de sik
M eng ct alu as

je ju n lin an
ct an da e
e
model IOWA :
M oje ev ifik

:
pr eng od
M em

ya ta y EB uid
M

ng an P el
ak g a
an da
as g
i p uid

di
ca
ro el
i

pa
g
se in

i
sd ey
an an

in
ha g d

e
EB
sil ib

P
da
la
ua

m
t
pengetahuan yang baru
menerus kualitas pelayanan dan
Mengevaluasi secara terus

pi
Mengumpulkan bukti-bukti dan literature yang mendukung
lo
t

M ang ran ah insi


en la k li p s
y po ran pr

ca in as

lain
Cari trigger yang
La apa sip-

ri : u s
P rin

da
ta
P

da
Mensintesis dan mengkritisi bukti yang sesuai untuk aplikasi

ta
ev
praktis

id
en

Identifikasi masalah klinik


Data benchmark internal/eksternal
Data keuangan
Proses peningkatan data
Data managemen risiko
Trigger berupa problem focus:
de
ci
en
tif

Apakah bukti-bukti yang kita temukan sudah


ic

cukup

Tidak
Re n d
se uct
co
Ya

ar
ch
Tidak

bagi organisasi?
Apakah ini prioritas yang logis

Pertanyaan atau masukan dari standar komite


Filosofi pelayanan
nasional
Standart atau guideline organisasi atau agency
Penelitian atau literature terbaru
Trigger berupa knowledge focus:
Ya

Apakah perubahan yang kita lakukan


Mengidentifikasi masalah
sesuai diterapkan di klinik
yang ada
Ya

Tidak

Memonitor dan mnegevaluasi proses


dan data yang diperoleh:
Lingkungan
Staff
Diseminasi hasil Biaya
penelitian Keluarga dan pasien

c. Model Konseptual Rosswurm & Larrabee


Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice
Change yang terdiri dari 6 langkah yang digambarkan dalam bagan di
bawah ini. Model ini menjelaskan bahwa penerapan Evidence Based

19
Nursing ke lahan praktek harus memperhatikan latar belakang teori
yang ada, kevalidan dan kereliabilitasan metode yang digunakan,
serta penggunaan nomenklatur yang standar.
Model ini adalah revisi dari model dari Rosswurm dan
Laarabee (1999) dengan merevisi langkah-langkahnya sehingga lebih
sitematik. Model ini dikembangkan oleh pengalaman dari Laarrabee
dengan mendidik dan membimbing terhadap perawat didalam
mengaplikasikan model ini di West Virginia University Hospital dan
prioritas pengalaman dengan mengajar/mengajar dan membimbing
perawat didalam perbaikan kualitas (Bernadette Mazurek Melnyk,
2011).

Tahap1: Mengkaji kebutuhan untuk


perubahan praktis
Temasuk stakeholders Tahap 2: Tentukan evidence terbaik
Mengumpulkan internall data tentang Identifikasi tipe dan sumber evidence
praktek saat ini
Review konsep penelitian
Membandingkan data eksternal dengan
data internal Rencana pencarian
Identifikasi problem Melakuan pencarian
Hubungkan problem, intervensi dan
outcomes

Tahap 3 : Kritikal analisis


Tahap 6: Integrasikan dan maintain evidence
perubahan dalam praktek Critical appraisal dan pembobotan
Komunikasikan perubahan kepada setia evidence
stakeholder Sintesis evidence terbaik
Integrasikan sebagai SOP Kaji feasibility, benefits dan resiko
Monitoring proses dan outcomes secara terhadap pasien.
periodik
Kolaborasikan dan desimenasikan
project.

Tahap 4 : Design perubahan


dalam praktek
Langkah 5: Implementasi dan evaluasi Ajukan peoposal perubahan
perubahan Identifikasi sumber kebutuhan
Design evaluasi untuk percobaan
Implementasi percobaan
Design rencana implementasi
Evaluasi proses, outcomes dan pembiayaan
Kembangkan kesimpulan dan rekomendasi

20
2.3. Evidence Based Practice Dan Clinical Research Dalam Keperawatan

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Implementasi EBP


Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
implementasi hasil temuan penelitian di tatanan praktek keperawatan,
yaitu : karakteristik dari cara adopsi (nilai penelitian keperawatan,
kemampuan, dan kesadaran perawat), karakteristik organisasi
(setting, hambatan, dan keterbatasan), karakteristik dari inovasi
(kualitas penelitian), dan karakteristik dari pola komunikasi (cara
penyampaian dan akses ke penelitian) (Munten, Bogaard, Cox,
Garretsen, & Bongers, 2010).
Satu studi kualitatif dari Rapp, Doug, Callaghan, & Holter
(2010) menyatakan bahwa hambatan yang ada saat implementasi
EBP di tatanan klinis keperawatan adalah : sikap dari supervisor,
sikap dari praktisioner, sikap dari anggota lain dalam suatu
organisasi, stakeholder, dan pendanaan. Selain itu, suatu hasil
penelitian dapat diimplementasi ketika memenuhi hal-hal di bawah
ini (Munten et al., 2010; Gerrish, McDonnell, et al., 2011; Gerrish,
Guillaume, et al., 2011; Wilkinson, Nurs, Nutley, & Davies, 2011) :
a. Evidence tersebut bersifat ilmiah dan sesuai dengan konsensus
pihak professional ahli dan sesuai dengan pilihan pasien.
b. Evidence tersebut memiliki konteks fitur pembelajaran yang dapat
memberikan tranformasi pemikiran para pemimpin organisasi dan
memiliki mekanisme pemantauan umpan balik yang dapat
disesuaikan dengan kebutuhan.
c. Evidence tersebut sesuai dengan strategi, ketersediaan sumber
daya, nilai dan konteks budaya, serta gaya kepemimpinan dalam
organisasi.
d. Evidence dapat dievaluasi.
e. Terdapat masukan dari para fasilitator ahli.
Salah satu fasilitator yang dapat digunalan adalah perawat
senior dengan pengalaman klinis dan jenjang pendidikan yang

21
memadai. Tugasnya adalah memanajemen dan mempromosikan
penyerapan pengetahuan baru. Dalam hal memanajemen, fasilitator
bertugas mengumpulkan/menghasilkan berbagai temuan penelitian,
bertindak sebagai sumber informasi bagi perawat klinis, mensintesis
temuan penelitian, dan menyebarkan hasil tersebut naik secara formal
dan informal. Dalam hal mempromosikan, fasilitator
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan perawat klinis
melalui peran modeling, pengajaran, dan fasilitasi pemecahan
masalah klinis.
Selain itu, juga terdapat beberapa tipe pertanyaan berbeda
ketika membahas tentang penelitian intervensi klinis, yaitu apakah
intervensi tersebut bekerja (efficacy), apakah intervensi tersebut sama
jika digunakan di beberapa populasi klinis (effectiveness), apakah
intervensi ini baik jika dibandingkan dengan terapi lain (equivalence),
apakah intervensi ini aman, dan apakah intervensi ini bersifat efektif
dari segi pembiayaan (costeffective) (Forbes, 2009; Bulechek et al.,
2013).

2.3.2 Isu Etik dalam Nursing Clinical Research


Menurut Fouka & Marianna (2011), terdapat empat isu etik
utama dalam melakukan suatu penelitian keperawatan yaitu :
informed consent, beneficience-do no harm, respect for anonymity
and confidentiality, dan respect for privacy.

a. Informed Concent
Esensi dari sebuah lembar informed consent adalah seseorang
yang menjadi subjek penelitian mengetahui dan mendapatkan
informasi secara adekuat terkait penelitian yang akan dilakukan,
memiliki kemampuan untuk memilih, dan secara sukarela
(voluntarily) menjadi subjek penelitian tanpa paksaan (Polit &
Beck, 2004; Fouka & Marianna, 2011). Dijelaskan lebih lanjut
bahwa dalam penyampaian informasi, harus dijelaskan segala
bentuk ketidaknyamanan fisik, tindakan invasif yang mungkin

22
akan mengancam martabat, dan alternatif penyelesaiannya.
b. Beneficience-do no harm
Subjek penelitian dapat memiliki resiko bahaya dari berbagai
aspek (fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi), hal ini menutut
peneliti untuk dapat meminimalisir segala bentuk kemungkinan
bahaya dan ketidaknyamanan saat penelitian berlangsung.
c. Respect for anonymity and confidentiality
Aspek kerahasiaan, baik dari segi identitas maupun data hasil
penelitian harus menjadi perhatian penting dari tim peneliti.
d. Respect for privacy.
Beberapa penelitian klinis keperawatan terkadang
menggunakan tindakan yang bersifat invasive dan berpotensi
mengancam martabat, atau bahkan menghasilkan perasaan cemas,
rasa bersalah, atau malu. Hal ini juga yang harus diperhatikan oleh
tim peneliti.
Terkait isu etik dalam penelitian keperawatan, baik perawat
peneliti maupun perawat non-peneliti, memiliki peran yang sama
sebagai advokat pasien. Terlebih pada pasien yang tergolong dalam
vulnerable subjects (anak-anak, pasien dengan gangguan
mental atau emosional, orang dengan ketidakmampuan fisik, pasien
penyakit terminal, wanita hamil, dan narapidana). Perawat harus
memastikan bahwa pasien dapat mempertimbangkan untuk terlibat
dalam penelitian dan mampu memahami informasi yang telah
diberikan tim peneliti. Saat pasien mengekpresikan keraguan atau
kekhawatiran, atau beresiko dibujuk dalam penelitian percobaan,
maka perawat memiliki peran penting dan krusial dan harus
membawa topic ini untuk diperhatikan oleh tim peneliti (Polit &
Beck, 2004; Fouka & Marianna, 2011;Pick, Berry, Gilbert, &
McCaul, 2013).

2.3.3 Penerapan EBN dalam Proses Keperawatan


Proses keperawatan merupakan cara berpikir perawat tentang
bagaimana mengorganisir perawatan terhadap individu, keluarga dan

23
komunitas. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dalam proses ini,
antara lain membantu meningkatkan kolaborasi dengan tim
kesehatan, menurunkan biaya perawatan, membantu orang lain untuk
mengerti apa yang dilakukan oleh perawat, diperlukan untuk standar
praktek profesional, meningkatkan partisipasi klien dalam perawatan,
meningkatkan otonomi pasien, meningkatkan perawatan yang
spesifik untuk masing-masing individu, meningkatkan efisiensi,
menjaga keberlangsungan dan koordinasi perawatan, dan
meningkatkan kepuasan kerja (Wilkinson, 2007'). Dalam proses
keperawatan, terdapat banyak aktivitas pengamtilan keputusan dari
saat tahap pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan
evaluasi. Pada setiap fase proses keperawatan tersebut, hasil-hasil
penelitian dapat membantu perawat dalam membuat keputusan dan
melakukan tindakan yang mempunyai dasar/rasional hasil penelitian
yang kuat.
1. Tahap pengkajian
Pada tahap ini, perawat mengumpulkan informasi untuk
mengkaji kebutuhan pasien dari berbagai sumber. Informasi dapat
diperoleh melalui wawancara dengan pasien, anggota keluarga,
perawat yang lain, atau tenaga kesehatan yang lain dan juga dapat
melalui rekam medis, dan observasi. Masing-masing surnber
tersebut berkontribusi secara unik terhadap hasil pengkajian
secara keseluruhan. Hasil penelitian yang dapat digunakan dapat
berupa hal yang terkait dengan cara terbaik untuk mengumpulkan
informasi, tipe informasi apa yang perlu diperoleh, bagaimana
menggabungkan seluruh bagian data pengkajian, dan bagaimana
meningkatkan akurasi pengumpulan informasi.
Hasil penelitian juga dapat membantu perawat dalam memilih
alternative metode atau bentuk untuk tipe pasien, situasi maupun pada
tempat pelayanan tertentu.
2. Tahap penegakkan diagnosis keperawatan
Hasil penelitian yang dapat digunakan antara lain adalah hal yang

24
terkait membuat diagnosis keperawatan secara lebih akurat dan
frekuensi terjadinya masing- masing batasan karaktersitik yang terkait
dengan suatu diagnosis keperawatan.
3. Tahap perencanaan
Pada tahap ini, hasil penelitian yang dapat digunakan antara lain
hasil penelitian yang mengindikasikan intervensi keperawatan tertentu
yang efektif untuk diaplikasikan pada suatu budaya tertentu, tipe dan
masalah tertentu, dan pada pasien tertentu.
4. Tahap intervensi/implementasi
Idealnya, perawat yang bertanggung jawab akan melakukan
intervensi keperawatan yang sebanyak mungkin didasarkan pada hasil-
hasil penelitian.
5. Tahap evaluasi
Pada tahap ini, evaluasi dilakukan untuk menilai apakah intervensi
yang dilakukan berdasarkan perencanaan sudah berhasil dan apakah efektif
dari segi biaya. Hasil enelitian yang dapat digunakan pada tahap ini adalah
hal yang terkait keberhasilan ataupun kegagalan dalam suatu pemberian
asuhan keperawatan

2.3.4 Kaitan Ebp Dengan Peningkatan Keselamatan Pasien


1. Dalam rangka menjunjung tinggi hak pasien akan keselamatan dirinya 
( patient safety), perawat harus mampu memberikan pelayanan
keperawatan yang optimal dan melaksanakan intervensi keperawatan
berdasarkan bukti-bukti Ilmiah
2. Bukti-bukti ilmiah  didapatkan dari hasil penelitian yang dilakukan dalam
bidang keperawatan, medis maupun hasil penelitian kesehatan lain. 
3. Namun demikian perawat profesional harus mampu memilih hasil
penelitian yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan.  
Perawat juga dapat mengikuti 4 langkah Evidence-based Nursing
Practice berikut  untuk mendapatkan bukti ilmiah yang sesuai. Langkah –
langkah yang dimaksud adalah: 
a. Identifikasi dengan jelas masalah berdasarkan analisa yang akurat
dengan pengetahuan dan praktek klinis keperawatan

25
b. Cari literatur dari riset keperawatan / kesehatan yang relevan
c. Evaluasi bukti-bukti ilmiah dengan menggunakan kriteria yang
baku
d. Tentukan  intervensi dan dasar pemilihan bukti ilmiah yang valid

2.3.5 Contoh Kondisi Pasien Di Rs Yang Membutuhkan Intervensi


Keperawatan Berdasar Bukti Ilmiah
Perawat di ruang X tidak pernah memperhatikan kondisi pasien
dan resiko pasien mengalami dekubitus. Perawat hanya memberikan
perhatian pada pasien yang benar-benar tidak mampu mobilisasi
 Patient Care Question
a) Apakah pasien yang dirawat di RS dengan defisit neurologik,
penurunan kesadaran dan immobilisasi mempunyai resiko
mengalami dekubitus?
b) Apakah perawat mengetahui faktor resiko dekubitus dan seberapa
banyak pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami
dekubitus selama perawatan di RS?
c) Apakah perawat tahu tindakan yang diperlukan untuk mengatasi
dekubitus?
 Clinical Research Topic
a) Apakah ada bukti ilmiah terkait dengan resiko terjadinya dekubitus
dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dekubitus?
b) Apakah ada bukti ilmiah tentang  angka kejadian dekubitus di RS? 
 Where is the Evidence?
Penelitian Keperawatan pada jurnal-jurnal kesehatan
Hasil penelitian yg dapat digunakan
1). Penelitian oleh E Ivana (2017) gambaran peran perawat dalam
pencegahan dekubitus di bangsal wijaya kusuma RSUD wates kulon
progo.
Kesimpulan : sebagian besar perawat mempunyai peran yang baik
dalam pencegahan dekubitus 10(66,7%), peran perawat dilihat dari
karakteristik yaitu, perempuan 13 (86,7 %) dengan rentang usia 3
tahun yaitu 9 (60,0%), dan mayoritas berpendidikan DIII yaitu 13

26
(86,7%), peran perawat dalam pengkajian faktor resiko dekubitus ada
kategori baik 9 (60,0%), peran perawat dalam perawatan kulit pasien
pada kategori baik 9(60,0%), peran perawat memperbaiki status nutrisi
pasien pada kategori baik 10 (66,7%), peran perawat dalam support
surface pada kategori cukup 12 (80,0%), dan peran perawat dalam
memberikan edukasi pada kategori baik 13 (86,7%).
2). Penelitian oleh W Faswita (2017) pada pasien tirah baring di RSUD
dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar.
Untuk menentukan intervensi yang sesuai berdasarkan bukti ilmiah
yang diperoleh, perawat dapat menggunakan metode PICO dengan
bantuan pertanyaan seperti dibawah ini :
 Ask a Clinical Question
Apakah pasien yang yang dirawat di RS mempunyai resiko
terjadinya dekubitus?
P (Patient Problem) = immobilisasi
I (Intervention) = perubahan posisi tidur( mobilisasi)
C (Comparison) = massage bony prominence
O (Outcome) = pencegahan dekubitus
Berdasarkan contoh kasus tersebut, perawat dapat membuktikan bahwa
intervensi keperawatan dapat dilakukan dengan menggunakan bukti-bukti ilmiah
sebagai dasar pemilihan / penentuan intervensi keperawatan.
Dengan menggunakan intervensi keperawatan berdasarkan bukti-bukti
ilmiah, maka perawat dapat berperan serta dalam upaya melaksanakan gerakan
nasional “ patient safety” yaitu dengan cara mencegah kejadian dekubitus setelah
diperoleh bukti ilmiah bahwa immobilisasi sebagai salah satu faktor resiko
dekubitus sehingga perawat dapat menentukan bahwa perubahan posisi tidur
secara teratur merupakan tindakan/intervensi yang tepat untuk mencegah
dekubitus ( meningkatkan keselamatan pasien).

27
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Patient Safety atau keselamatan pasien (Hidayatulloh & Dwi, 2018) adalah
suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil. Standar keselamatan pasien ini merupakan acuan bagi fasilitas kesehatan
dalam melaksanakan kegiatan pelayanannya yang terdiri dari 7 standar yaitu
(Hidayatulloh & Dwi, 2018) ; Hak Pasien; Mendidik Pasien Dan Keluarga;
Keselamatan Pasien Dan Kesinambungan Pelayanan; Penggunaan Metode-
Metode Peningkatan Kinerja Untuk Melakukan Evaluasi Dan Program
Peningkatan Keselamatan Pasien; Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan
Keselamatan Pasien; Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien; Komunikasi
Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai Keselamatan Pasien.
EBP merupakan landasan praktik keperawatan sebagai sarana untuk
meningkatkan kualitas perawatan pasien (American Academy of Nursing,
2016). Perawat juga dapat mengikuti 4 langkah Evidence-based Nursing
Practice berikut  untuk mendapatkan bukti ilmiah yang sesuai.

3.2. Saran
Dalam memberika pelayanan kesehatan kepada pasien perlu diperhatikan
dan diutamakan keselamatan dari si pasien. Semoga dengan adanya makalah ini
dapat memberikan ilmu yang bermanfaat kepada para pembaca terlebih tenaga
kesehatan. Upaya meningkatkan keselamatan pasien dengan menggunakan
metode peningkatan kualitas tentunya akan berjalan maksimal jika dilaksanakan
dengan baik dan oleh seluruh tenaga kesehatan yang ada di Negeri ini.

28
DAFTAR PUSTAKA

Almaskari, M. (2017). Omani Staff Nurses’ and Nurse Leaders’ Attitudes toward and
Perceptions of Barriers and Facilitators to the Implementation ofEvidence -
Based Practice.

American Academy of Nursing. (2016). Transforming health policy and


practice through nursing knowledge: Strategic goals 2014–2017.
Retrieved April 12, 2018, from http://www.aannet.org

Banning, M. 2008. Clinical reasoning and its application to nursing: concepts


and research studies. Nurse education in practice, 8(3), 177–83.
doi:10.1016/j.nepr.2007.06.004

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. 2013.


Nursing Interventions Classification (NIC) (Sixth Edit.). St. Louis,
Missouri: Elsevier.

Chang, H. C., Jones, M. K., & Russell, C. (2013). Exploring attitudes and barriers toward
the use of evidence-based nursing among nurse managers in Taiwanese
residential aged care facilities. Journal of Gerontological Nursing.

Currey, J., Considine, J., & Khaw, D. 2011. Clinical nurse research
consultant: a clinical and academic role to advance practice and the
discipline of nursing. Journal of advanced nursing, 67(10), 2275–83.
doi:10.1111/j.1365-2648.2011.05687.x

Dicenso, A., Cullum, N., & Ciliska, D. 1998. Implementing evidence-


based nursing : some misconceptions. Evidence-Based Nursing -
Implementation Forum, 1(2), 38–41.

Facchiano, L., & Snyder, C. H. 2012. Evidence-based practice for the busy
nurse practitioner: part one: relevance to clinical practice and clinical
inquiry process. Journal of the American Academy of Nurse
Practitioners, 24(10), 579–86. doi:10.1111/j.1745- 7599.2012.00748.

Forbes, A. 2009. Clinical intervention research in nursing. International


journal of nursing studies, 46(4), 557–68.
doi:10.1016/j.ijnurstu.2008.08.012

Fouka, G., & Marianna, M. 2011. What are the Major Ethical Issues in
Conducting Research?Is there a Conflict between the Research Ethics
and the Nature of Nursing? Health Science Journal, 5(1), 3–14.

Gerrish, K., Guillaume, L., Kirshbaum, M., McDonnell, A., Tod, A., & Nolan,
M. 2011. Factors influencing the contribution of advanced practice
nurses to promoting evidence-based practice among front-line nurses:

29
findings from a cross-sectional survey. Journal of advanced nursing,
67(5), 1079–90. doi:10.1111/j.1365-2648.2010.05560.x

Gerrish, K., McDonnell, A., Nolan, M., Guillaume, L., Kirshbaum, M., &
Tod, A. 2011. The role of advanced practice nurses in knowledge
brokering as a means of promoting evidence-based practice among
clinical nurses. Journal of advanced nursing, 67(9), 2004– 14.
doi:10.1111/j.1365-2648.2011.05642.x

Harefa, E. I. J. 2019. Peningkatan Pelaksanaan Keselamatan Pasien Dalam


Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit. INA-Rxiv.

Hidayatulloh, A., & Dwi H. 2018. Modul Pembelajaran : Keselamatan Pasien


dan K3. Jombang: Icme press.

Hockenberry, M., Brown, T., Walden, M., & Barrera, P. 2009. Teaching
Evidence-Based Practice Skills in a Hospital. The Journal of
Continuing Education in Nursing, 40(1), 28– 32.

Irmayanti,dkk 2019. Persepsi Perawat Tentang Evidence Based Nursing


Practice (EBNP) di Rumah Sakit. Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah
Problema Kesehatan. Vol 4(3)

Jette, D. U., Bacon, K., Batty, C., Ferland, A., Hemingway, R. D., Hill, J. C.,
… Volk, D. 2003. Research Report Evidence-Based Practice :
Beliefs , Attitudes , Knowledge , and Behaviors. Journal of the
American Physical Therapy Association, 83, 786–805.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Peraturan Menteri Kesehatan No.11


Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI;
2017.

Kim-Godwin, Y. S., Baek, H. C., & Wynd, C. a. 2010. Factors influencing


professionalism in nursing among Korean American registered nurses.
Journal of professional nursing : official journal of the American
Association of Colleges of Nursing, 26(4), 242–9.
doi:10.1016/j.profnurs.2009.12.007

Lagita, T. (2012). Pengetahuan , Sikap dan Kesiapan Perawat Klinisi Dalam


Implementasi Evidence Based Practice. Ners Jurnal Keperawatan,

Majid, S., Foo, S., Luyt, B., Zhang, X., Theng, Y.-L., Chang, Y.-K., &
Mokhtar, I. a. 2011. Adopting evidence-based practice in clinical
decision making: nurses’ perceptions, knowledge, and barriers.
Journal of the Medical Library Association : JMLA, 99(3), 229– 36.
doi:10.3163/1536-5050.99.3.010

Munten, G., Bogaard, J. Van Den, Cox, K., Garretsen, H., & Bongers, I. 2010.
Implementation of Evidence-Based Practice in Nursing Using Action

30
Research : A Review, 135–158.

Permenkes RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11


Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien. Jakarta: Depkes RI.

Pick, A., Berry, S., Gilbert, K., & McCaul, J. 2013. Informed consent in
clinical research. Nursing standard (Royal College of Nursing
(Great Britain) : 1987), 27(49), 44–7. Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24256527

Polit, D. F., & Beck, C. T. 2004. Nursing Research : Principles and Methods.
(M. Zuccarini, Ed.) (7th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Rapp, C. A., Doug, Æ. D. E. Æ., Callaghan, J., & Holter, Æ. M. 2010.


Barriers to Evidence- Based Practice Implementation : Results of a
Qualitative Study. Community Mental Health Journal, 46, 112–118.
doi:10.1007/s10597-009-9238-z

Risanty, S. A., dkk. 2020. Hubungan Status Akreditasi Puskesmas dengan


Kepatuhan Pegawai dalam Pelaksanaan Standar Keselamatan Pasien.
Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, volume 19(3).

Tjiptono F. Strategi Pemasaran. 4th ed. Yogyakarta: s.n.; 2015

Wallen, G. R., & Mitchell, S. A. 2011. Implementing evidence-based practice:


effectiveness of a structured multifaceted mentorship programme.
Journal of Advanced Nursing, 66(12), 2761–2771. doi:10.1111/j.1365-
2648.2010.05442.x.Implementing

Wilkinson, J. E., Nurs, B. A., Nutley, S. M., & Davies, H. T. O. 2011. An


Exploration of the Roles of Nurse Managers in Evidence-Based
Practice Implementation. Worldviews on Evidence-Based Nursing, 4,
236–246. doi:10.1111/j.1741-6787.2011.00225

31

Anda mungkin juga menyukai