Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KEPERAWATAN BENCANA II
“Pendidikan Bencana Dan Kesiapsiagaan Bencana”

OLEH :

Kelompok 6
Angga Rahmadana (183310798)

Famelya Syafrilina (183310806)

Hanifa putri (183310807)

Meliza Ella Qadrina (183310814)


Puja Junia Faselfa (183310818)

Yayang Mutiara Rahma (183310832)

DOSEN PEMBIMBING :

N.rachmadanur.S.Kp.MKM

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

PRODI SARJANA TERAPAN

KEPERAWATAN

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW.

saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah bencana II. Penulis tentu menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Demikian, Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih. Wassalamu’alaikum


warahmatullahi wabarakatuh.

Padang, 22 agustus 2021

Kelompok 6

2|Page
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................4

B. Rumusan Masalah...................................................................................4

C. Tujuan......................................................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Pendidikan Bencana...............................................................................6
B. Kesiapsiagaan Bencana........................................................................17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................................26
B. Saran.....................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA

3|Page
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Membangun budaya pengurangan bencana secara permanen dan integrative dapat
dilakukan melalui Pendidikan.Tujuan dari upaya pendidikan adalah untuk mengubah
perilakuseseorang.Pendidikan bencana berupaya meningkatkan tindakan perlindungan,
dengan menyajikan informasi tentang bahaya dan risiko yang ditimbulkannya. Jika
direncanakan dengan efektif dan diterapkan dengan baik, pada akhirnya, orang akan
terbiasa dengan praktik keselamatan dalam segala bentuk tindakan terkait kebencanaan.
Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana harus dirancang untuk
membangun budaya aman dan komunitas yang tangguh.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna
(Achora & Kamanyire, 2016). T'ujuannya adalah untuk mengurangi dampak negatif dari
bencana. Kesiapsiagaan bencana merupakan proses dari penilaian, perencanaan dan
pelatihan untuk mempersiapkan sebuah rencana tindakan yang terkoordinasi dengan baik.
Kesiapsiagaan bencana mencakup langkah-langkah untuk memprediksi, mencegah dan
merespon terhadap bencana. Koordinasi lintas sektoral diperlukan untuk mencapai tujuan-
tujuan berikut seperti yang telah disebutkan olch (BNPB, 2018) bahwa ruang lingkup
kesiapsiagaan dikelompokkan kedalam empat parameter yaitu: pengetahuan dan sikap
(enondede and attitude), perencanaan kedaruratan (emergeny planine), sistem peringatan
(wuraing Jystem), dan mobilisasi sumber daya. Pengetahuan lebih banyak untuk
mengukur pengetahuan dasar mengenai bencana alam seperti ciri-ciri, gejala dan
penyebabnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan bencana?
2. Apakah yang dimaksud dengan kesiapsiagaan bencana?

4|Page
C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami pendidikan bencana dan kesiapsiagaan


bencana.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui bagaimana bentuk pendidikan bencana.


b. Untuk mengetahui apa itu kesiapsiagaan bencana.

5|Page
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. PENDIDIKAN BENCANA
Pendidikan kebencanaan adalah salah satu solusi internal di masyarakat untuk mengurangi
dampak bencana, serta membiasakan masyarakat untuk tanggap dan sigap
terhadapbencana yang terjadi.Pendidikan kebencanaan bermacam-macam bentuknya
dimulai daripenangulangan bencana berbasis masyarakat, pendidikan kebencanaan untuk
menuju masyarakat sadar bencana, serta kearifan lokal masyarakat dalam menangani
bencana (Preston, 2012; Setyowati, 2007).

Pendidikan kebencanaan nasional merupakan gagasan besar yang banyak diinginkan oleh
banyak pihak tetapi sulit untuk dilembagakan.Para ahli pendidikan, pengelola, dan praktisi
pendidikan di lapangan semuanya menunggu.Walaupun demikian pendidikan
kebencanaanbelum diterapkan di sekolah maupun masyarakat.Pendekatan yang dilakukan
dengan mekanisme mengajak seluruh lapisan masyarakat di lokasi bencana, baik keluarga,
organisasi sosial maupun masyarakat lokal.Metode ini dilakukan dengan pendampingan
oleh universitas atau perguruan tinggi yang berkompeten di bidang kebencanaan, program
ini harus dilaksanakan secara berkesinambungan antar waktu dan antar generasi.

Penanggulangan bencana berbasis masyarakat dalam hal ini dipahami sebagai upaya
meningkatkan kapasitas masyarakat atau mengurangi kerentanan masyarakat, agar
mampumenolong diri sendiri dan kelompoknya dalam menghadapi ancaman dan bahaya
bencana.Metode ini meliputi seluruh kegiatan tahapan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan. Penanggulangan bencana berbasis
masyarakat intinya merupakan sebuah cara penanggulangan yag berbasis masyarakat
lokal. Cara ini mensyaratkan adanya sikap politik yang memberikan keberpihakan kepada
kepentingan komunitas lokal.pendekatan ini juga menggunakan pendekatan lokal dan
jenius lokal, di latar depan. Dalam praktiknya, pendekatan ini mengakomodasi potensi dan
modal sosial yang ada di masyarakat sebagai sumber daya dalam melaksanakan program
penanggulangan bencana. Sehingga diharapkan masyarakat akan tanggap dan sadar bahwa
mereka hidup di daerah rawan bencana (Retnowati, 2012; Nugroho, dkk., 2012).

6|Page
Pendidikan kebencanaan untuk menuju masyarakat sadar bencana adalah metode atau
pendekatan dengan pemahaman konsep-konsep yang berkaitan dengan kebencanaan,
dalam rangka mengembangkan pengertian dan kesadaran yang diperlukan untuk
mengambil sikap dalam melakukan adaptasi kehidupan di daerah rawan bencana. Arti dari
pendidikan kebencanaan yakni sebagai upaya sadar untuk menciptakan suatu masyarakat
yang peduli, memiliki pengetahuan, dan keterampilan dalam mengatasi permasalahan
kebencanaan, serta menghindari permasalahan kebencanaan yang mungkin akan muncul
di saat mendatang.

Pemahaman masyarakat akan karakter bencana merupakan modal awal keselamatan hidup
di masa depan, mengingat pengalaman sejarah dan peristiwa bencana lebih banyak
menyisakan kepiluan dan penderitaan. Kejadian bencana yang terjadi di Indonesia
merupakan kejadian yang berulang hampir tiap tahunnya, akan tetapi masyarakat mudah
untuk melupakan kejadian yang terkadang menghancurkan dan mengakibatkan kerugian
baik material, fisik, maupun korban jiwa. Agaknya masyarakat Indonesia belum mampu
menghadapi bencana dengan sadar dan terkesan panik serta tidak pernah siap untuk
menghadap bencana.Kesiapan menghadapi bencana di Indonesia harus telah terpatri oleh
seluruh lapisan masyarakat.

Pentingnya pemahaman tentang bencana untuk masa sekarang hingga masa yang akan
datang secara eksplisit menunjukkan bahwa manusia untuk menyelamatkan diri dari
ancaman bencana harus dilakukan secara berkesinambungan, dengan jaminan estafet antar
generasi yang dapat dipertanggungjwabkan. Dengan demikian fondasi awal kegiatan
pendidikan kebencanaan sejak dini menjadi bekal menuju masyarakat yang sadar akan
bencana dari masa ke masa, mengacu pendapat tentang pendidikan lingkungan,
pendidikan kebencanaan juga mampu disebut long life education.

Pendidikan kebencanaan merupakan aspek fundamental bangsa Indonesia untuk


membangun moral manusia Indonesia agar mampu menjunjung tinggi nilai etika
lingkungan,serta mau bertindak dan berpartisipasi dalam mencari jawab yang fundamental
tentang penanggulangan bencana. mengacu pada konsep pendidikan yang dikemukakan
oleh The Ministry of Education (2003) bahwa pendidikan kebencanaan tidak boleh
terlepas dari empat konsep kunci pendekatan, yaitu (1) Saling ketergantungan

7|Page
(Interdependency) (2) Keberlanjutan (Sustainability) (3) Keanekaragaman (Diversity) (4)
Tanggung jawab personal dan sosial aksi (Personal And Sosial Responsibility For Action.

Keempat kunci tersebut menyatakan bahwa ketika membahas lingkungan kehidupan,


harus berpijak pada basis ekosentris, yang menjunjung tinggi nilai interdependensi, yaitu
nilaiekologis yang menyatakan bahawa mahluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya
saling terkait satu sama lain. Salah satu teori ekosentrisme yang populer disebut dengan
deep ecology tidak hanya memusatkan perhatian pada kepentingan jangka pendek, tetapi
jangka panjang.Inilah kunci keberlanjutan, pemahaman dari ketiga konsep tersebut.Secara
bersama-sama menjadi bekal manusia sebagai nilai etik dalam bertindak dan bertangung
jawab dengan antisipasi terhadap resiko terjadinya bencana.

Pendidikan kebencanaan pada hakikatnya merupakan salah satu aspek dari kehidupan
lingkungan. Konsepsi dari pendidikan kebencanaan merupakan proses pendidikan tentang
hubungan manusia dengan alam dan lingkungan binaan, termasuk tata hubungan manusia
dengan dinamika alam, pencemaran, alokasi pengurasan sumber daya alam, pelestarian
alam, transportasi, teknologi perencanaan kota dan pedesaan. Adapun sasaran pendidikan
kebencanaan sesuai dengan yang disampaikan Resolusi Belgrad International Conference
On Environmental Education, diuraikan sebagai berikut :
1. Kesadaran, membantu individu ataupun kelompok untuk memiliki kesadaran
dan kepekaan terhadap lingkungan keseluruhan berikut permasalahan yang
terkait.
2. Pengetahuan, membantu individu atau kelompok sosial memiliki pemahanam
terhadap lingkungan total, permasalahan yang terkait serta kehadiran, manusia
yang menyandang peran dan tanggung jawab penting di dalamnya.
3. Sikap, membantu individu atau kelompok sosial memiliki nilai-nilai sosial,
rasa kepedulian, yang kuat terhadap lingkungannya, serta motivasi untuk
berperan aktif dalam upaya perlindungan dan pengembangan lingkungan.
4. Keterampilan, membantu individu atau kelompok sosial mengevaluasi
persyaratan-persyaratanlingkungan dengan program pendidikan dari segi
ekologi, politik, ekonomi, sosial, estetika dan pendidikan.
5. Peran serta, membantu individu atau kelompok sosial untuk dapat
mengembangkan rasa tanggng jawab, dan urgensi terhadapa suatu

8|Page
permasalahan lingkungan sehingga dapat mengambil tindakan relevan untuk
pemecahannya.

Bagi para pemerhati kebencanaan, pendidikan kebencanaan merupakan bagian dari


gerakan guna mengatasi efek bencana, di antaranya dengan cara mempersiapkan
generasi yang sadar dan arif melalui sebuah proses pendidikan yang memiliki muatan-
muatan penyadaranterhadap bencana. Sosialisasi sebagai media pendidikan
kebencanaan bagi masyarakat.Salah satu upaya yang dilakukan untuk menyampaikan
informasi mengenai bencana dan pendidikankebencanaan adalah sosialisasi bencana.
Kegiatan ini mempunyai kunci yakni dengan adanya komunikasi massa, yang
melibatkan interaksi antara komunikator dan media komunikan.

Menurut Sitepu, dkk., (2009) melalui komunikasi dapat ditampilkan gambaran


mengenani keadaan lingkungan lengkap dengan segala argumen ilmiah. Argumentasi
legal dan argumentasi moral. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi perubahan
perilaku manusia yang lebih baik. Bagaimanapun manusia dan masyarakat memiliki
nilai-nilai dan akal sehat yang mampu diajak bekerja sama memikirkan dan
mempratekkan pola perilaku yang lebih kondusif di dalam lingkungannya yang rawan
akan bencana. hal-hal yang perlu diperhatikan agar sosialisasi efektif adalah :

1. Kenali setiap sasaran dengan baik: hal ini dimaksudkan bahwa ketika kegiatan
sosialisasi akan dilakukan hendaknya kita mengenali subjek dan objek yang
akan kita beri informasi, ini penting karena semakin kita mengenalinya maka
akan mempermudah dilakukan kegiatan
sosialisasi. Tentunya ini akan berbeda jika kita tidak mengenal objek dan
subjek sasaran sosialisasi.
2. Fokuskan pada upaya merubah perilaku: sosialisai yang baik adalah berusaha
untuk merubah perilaku dari yang sebelumnya kurang atau belum baik menuju
ke perilaku yang lebih baik dari senbelumnya, kaitannya dengan kebencanaan
yakni perubahan perilaku ke arah sadar dan tanggap terhadap bencana.
3. Kembangkan pesan-pesan yang mudah dimengerti, dalam sosialisasi
hendaknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh semua kalangan,
hal ini akan mempermudah penyampaian pesan, karena dengan bahasa yang
mudah dimengerti mereka subjek sasaran sosialisasi juga akan semakin mudah

9|Page
faham dan akhirnya mampu menafsirkan isi sosialisasi dan melaksanakan
pesan tersebut.
4. Sampaikan pesan terus-menerus, penyampaian pesan dan informasi mengenani
bencana dan pendidikan bencana hendaknya dilakukan secara kontinu dan
berkesinambungan, hal ini dimaksudkan agar sasaran sosialiasi tidak mudah
lupa yang akan mengakibatkan pengulangan sosialisasi.
5. Gunakan keanekaragaman media, keanekaragaman media dapat membantu
terlaksananya sosialisasi dengan lancar, karena dengan penggunaan media
yang beragam maka sasaran sosialiasi akan tidak mudah bosan.

Cakupan dimensi yang ada di pendidikan kebencanaan sangatlah luas dan merupakan
pendidikan seumur hidup, serta menyangkut kepentingan semua orang.Maka
sebenarnya sosialiasi bencana merupakan kegiatan membentuk peran serta atau
partisipasi publik dalam upaya penanggulangan bencana.hal penting selajutnya adalah
upaya mencari cara-cara untuk.
menciptakan serta memberi ruang publik sebagai wadah pemberdayaan
penanggulangan bencana yang berkelanjutan . Maka kegiatan sosialisasi ini diarahkan
untuk memotivasi masyarakat agar lahirnya ruang publik yang memunculkan suatu
lembaga komunitas masyarakat tangguh bencana.

Berangkat dari tingginya tingkat kerawanan bencana yang dihadapi oleh masyarakat,
menarik untuk dilakukan kajian bagaimana masyarakat mampu beradaptasi dengan
alam dan lingkungan sekitarnya.pada titik ini, kearifan lokal dijadikan objek kajian
yang mempunyai peran besar di masyarakat. Kearifan lokal masyarakat di dalam
perancangan penanganan bencana sangatlah penting, karena transfer pengetahuan
mengenai kebencanaan akan sangat mudah jika memanfaatkan kearifan lokal.
Berbagai macam perubahan lingkungan sebagai akibat dari bencana akan memberikan
dampak terhadap keberlangsungan hidup mereka, baik positif maupun negatif. Maka
kearifan lokal muncul sebagai upaya mengelola perubahan yang mungkin akan
dihadapi, baik memperbesar peluang memperoleh keuntungan maupun memperkecil
dampak negatif yang diperoleh.

Kearifan lokal mempunyai tiga proses adaptasi yaitu; (1) mewariskan pengetahuan
mengenai bencana; (2) kontrol sosial masyarakat; (3) tindakan nyata. Ketiga proses
tersebut beriringan dan saling melengkapi, dan menjadi catatan yang menyertai

10 | P a g
kehidupan masyarakat. (Marfai, 2012). Selain melalui transfer pengalaman,
pengetahuan bencana dan fenomena alam yang dimiliki oleh masyarakat seringkali
dibingkai dalam sebuah konsensus atau kesepakatan. Kesepakatan-kesepakatan
tertentu disepakati bersama oleh komponen masyarakat, munculnya kesepakatan
secara tidak langsung memunculkan kontrol sosial di dalam masyarakat, baik norma
yang secara formal dilembagaan maupun sekedar nilai yang harus ditaati bersama.
Berbagai pihak dapat berperan dalam proses tersebut, bukan hanya wewenang tokoh
tertentu yang diberikan mandat, kontrol sosial juga seringkali dilakukan secara
langsung antar anggota masyarakat. Hal ini berdasarkan pada keyakinan bahwa
mereka hidup di alam dan lingkungan yang sama. Pelanggaran terhadap alam tidak
hanya berdampak pada individu yang melanggar akan tetapi juga dialami oleh
masyarakat sekitar secara keseluruhan.

Urgensi kajian budaya dalam memahami bencana, seperti kearifan lokal, didasarkan
pada fakta bahwa bencana merupaka proses panjang, pengurangan risiko bencana
tidak semata-mata dimaknai sebagi upaya-upaya preventif atau tanggap darurat
semata, namun juga sampai pada tahap perencanaan dan rekonstruksi dan rehabilitasi
fisik, ekonomi, lain-lain yang kesemuanya mebutuhkan pertimbangan-pertimbangan
sosial budaya (Winarna, 2012).

Bencana dalam hal ini dibagi kedalam 6 tahap yang berurutan dimana setiap tahapnya
terdapat pertanyaan-pertanyaan penting terkait keadaan sosial budaya masyarakat
yang harus dilihat (Marsella et all, 2008) :

1. Tahap prabencana, dibutuhkan pengetahuan mengenai sejarah bencana


disebuah daerah. Hal tersebut tidak hanya berhenti pada catatan sejarah
bencana yang pernah terjadi, namun bagaimana bencana tersebut berpengaruh
terhadap lingkungan, masyarakat, dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
2. Tahap peringatan dan ancaman bencana, dalam kejadian bencana dibutuhkan
pengetahuan seberapa cepat bencana akan datang, dalam proses ini dibutuhkan
analisis tentang peluang mengoptimalkan segenap sumber daya yang ada.
Selain itu, tahap ini dibutuhkan pula pengetahuan mengenai sistem sosial yang
dipercaya oleh masyarakat. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap sikap dan
tanggapan masyarakat atas peringatan bencana yang akan diberikan.

11 | P a g
3. Kejadian bencana dan dampaknya, pengetahuan yang dibutuhkan dalam hal ini
adalah kemampuan untuk mengidentifikasi jenis bencana yang dihadapi,
bagaimana dampak yang diperoleh, seberapa besar sumber daya manusia,
sosial, teknis dan ekonomi yang dimiliki. Serta pengetahuan masyarakat
terhadap bencana dan dampaknya.
4. Tanggap darurat, perlu untuk melakukan analisis mengenai respons apa yang
pertama kali harus dilakukan, seberapa besar sumber daya masyarakat yang
tersedia, apakah respons yang diberikan oleh masyarakat cukup untuk
menciptakan respons positif terhadap bencana, ataukah mereka mebutuhkan
bantuan pada pihak luar.
5. Tahap rekonstruksi, dalam proses ini, pertanyaan penting yang harus dijawab
adalah bagaimana mengimplementasikan kebijakan rekonstruksi harus
dijalankan. Seringkali kegagalan dalam penanganan bencana akibat gagalnya
rekonstruksi dan rehabilitasi.
6. Tahap pembelajaran bencana, Kejadian bencana akan memberikan pengalaman
terhadap suatu masyarakat di suatu wilayah. Dibutuhkan usaha untuk
mengembangkan aktifitas mitigasi bencana yang beroientasi pada masa depan,
dengan melibatkan peran serta masyarakat.

Pemahaman bencana tidak hanya dimaknai sebatas bagaimana bencana itu terjadi, apa
dampaknya, dan bagaimana harus mengatasinya, namun perlu melihat juga faktor
yang ada dimasyarakat. Dalam konteks ini masyarakat tidak dapat terhenti dan harus
menempatkan mereka sebagai korban saja, melainkan mereka harus ikut diberdayakan
untuk memegang peranan penting dalam menangulangi bencana (Paton, 2003;
Setyowati, 2017).oleh itu strategi yang komprehensif yang mampu merangkul kearifan
lokal dan pengetahuan pemerintah menjadi penting untuk rumusan sebagai usaha
pengurangan risiko bencana, maka sinergi antara pemerintah, masyarakat dan
stakeholder lainnya akan mempunyai dampak signifikan dalam penanggulangan
bencana.

Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana atau lebih sering disebut
sebagai Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) merupakan sebuah kegiatan
jangka panjang dan merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan.Melalui
pendidikan diharapkan agar upaya pengurangan risiko bencana dapat mencapai
sasaran yang lebih luas dan dapat dikenalkan secara lebih dini kepada seluruh peserta

12 | P a g
didik, yang pada akhirnya dapat berkontribusi terhadap kesiapsiagaan individu
maupun masyarakat terhadap bencana.

PRB perlu dimasukkan ke dalam sektor pendidikan, di mana setiap orang berhak
mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan
penaggulangan bencana, baik dalam situasi tidak terjadi bencana maupun situasi
terdapat potensi bencana.Melalui pendidikan dan pelatihan penanggulangan bencana
baik secara formal dan non formal, diharapkan budaya aman dan kesiapsiagaan
menghadapi bencana dapat terus dikembangkan.

Dengan memiliki kesiapsiagaan menghadapi bencana diharapkan setiap orang mampu


untuk mengurangi ancaman dan kerentanan dalam menghadapi bencana melalui: a)
pengenalan dan pemantauan risiko bencana; b) partisipatisi dalam perencanaan
penanggulangan bencana; c) pengembangan budaya sadar bencana: d) peningkatan
komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana; dan e) penerapan upaya fisik,
non-fisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.

Pendidikan kesiapsiagaan menghadapi bencana di sekolah diartikan sebagai pemikiran


dan upaya praktis untuk mengurangi atau menghilangkan segala bentuk risiko bencana
dengan mengedepankan dan/atau mengutamakan proses pembelajaran atau kegiatan
edukatif lainnya agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan budaya
kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bahaya dari suatu bencana.

Pendidikan bencana untuk semua kalangan termasuk anak-anak adalah suatu


keharusan, karena anak-anak adalah kelompok yang paling rentan selama kejadian
bencana, terutama yang sedang bersekolah pada saat berlangsungnya kejadian. Pada
saat bencana, gedung sekolah hancur, mengurangi usia hidup murid sekolah dan guru
yang sangat berharga dan terganggunya hak memperoleh pendidikan sebagai dampak
bencana.

Beberapa media yang dapat digunakan untuk melakukan pendidikan kebencanaan


meliputi: poster, brosur, buku panduan, komik, alat permainan (konvensional atau
elektronik), lembar balik, video, maupun berbagai alat peraga edukasi kebencanaan.
Berikut ini disajikan beberap gambar media edukasi kebencanaan yang dapat
digunakan (Puspitawati, dkk., 2017).

1. Konsep Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB)

13 | P a g
Mekanisme penerapan SPAB di sekolah-sekolah rawan bencana dilakukan

menggunakan skema sebagai berikut.


2. Poster SPAB
Poster berisi gambar dan tulisan yang singkat, jelas, padat, dan langsung tepat
sasaran serta mudah dimengerti.Poster juga dirancang agar dapat dibaca orang
yang sedang bergerak (berkendara atau berjalan kaki) dan menarik
perhatian.Ukuran konvensional dari poster adalah kertas ukuran A3 sampai
dengan A0. Di lingkungan sekolah, poster dapat digunakan sebagai sarana agar
peserta didik mengenali jenis-jenis bencana, tanda-tanda kejadian bencana,
bagaimana cara melakukan evakuasi, dll. Contoh poster sebagai berikut.

3. Komik Edukasi; merupakan salah satu jenis komik yang kini sedang
berkembang di masyarakat. Salah satu keunikan jenis komik ini adalah selain
memiliki konten cerita dan narasi komik pada umumnya, komik edukasi juga
memiliki konten edukasi dan informasi terkait subjek pelajaran yang
disampaikannya, sehingga cocok digunakan untuk media pembelajaran. Cerita
bergambar merupakan media yang tepat untuk anak bermain sambil belajar.
Ketika anak melihat gambar, anak dilatih bermain motorik halusnya untuk
berimajinasi. Komik biasanya memiliki tokoh cerita yang menyampaikan
pesan dan informasi sesuai dengan alur cerita yang ada di dalam komik.
Contoh komik kebencanaan disajikan sebagai berikut.

14 | P a g
4. Brosur, merupakan media komunikasi dalam ukuran kertas A4 atau A5 yang
dapat dilipat menjadi 3 atau 4 dan memiliki susunan headline, gambar dan
informasi.

5. Buku Panduan, dalam buku panduan berisi tentang cara mengembangkan


SMAB di suatu sekolah. Buku ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu manual
dan penjelasannya. Dalam manualnya berisi dua bagian modul dan yang kedua
panduan untuk fasilitatornya. Judul 3 buku, yaitu : 1) Modul manual Ayo Siaga
Bencana, 2) Panduan fasilitator Ayo Siaga Bencana, 3) Pengurangan risiko
berbasis remaja.
6. Lembar Balik, merupakan bahan pembelajaran yang dapat digunakan oleh
tenaga pendidik dalam sosialisasi dan implementasi kegiatan SPAB.

15 | P a g
16 | P a g
B. KESIAPSIAGAAN BENCANA
1. Konsep Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorgani- sasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya
guna (BNPB, 2017). Kesiapsiagaan berarti merencanakan tindakan untuk merespons
jika terjadi bencana. Kesiapsiagaan juga didefinisikan sebagai suatu keadaan siap
siaga dalam menghadapi krisis, bencana atau keadaan darurat lainnya (Utomo et al,
2018; Kusumasari, 2014). Kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna. (Yanuarto, 2019)

Banyak upaya kesiapsiagaan bermanfaat dalam berbagai situasi bencana. Beberapa


upaya penting untuk kesiapsiagaan adalah:

a. Memahami bahaya di sekitar Anda. Memahami sistem peringatan dini


setempat.
b. Mengetahui rute evakuasi dan rencana pengungsian.
c. Memiliki keterampilan untuk mengevaluasi situasi secara cepat dan
mengambil inisiatif tindakan untuk melindungi diri.
d. Memiliki rencana antisipasi bencana untuk keluarga dan mempraktekkan
rencana tersebut dengan latihan.
e. Mengurangi dampak bahaya melalui latihan mitigasi.
f. Melibatkan diri dengan berpartisipasi dalam pelatihan.

2. Parameter Kesiapasiagaan
Parameter Kesiapsiagaan Masyarakat Menurut LIPI – UNESCO/ISDR (2006) ada
lima parameter yang digunakan dalam mengkaji tingkat kesiapsiagaan masyarakat
dalam kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana yaitu : 1) Pengetahuan dan
sikap tentang risiko bencana; 2) Kebijakan dan panduan; 3) Rencana tanggap
darurat; 4) Sistem peringatan bencana; 5) Mobilisasi sumber daya (Hidayati dkk,
2017)
a. Pengetahuan tentang risiko bencana yang dimiliki oleh masyarakat akan
memengaruhi sikap dan kepedulian untuk siap dan siaga dalam
mengantisipasi bencana, terutama penduduk yang tinggal di daerah pesisir
yang rentan terhadap gempa dan tsunami.

17 | P a g
b. Kebijakan dan panduan merupakan upaya konkret untuk melaksanakan
kegiatan siaga bencana. Kebijakan dan panduan yang berpengaruh terhadap
kesiapsiagaanmeliputi pendidikan publik, emergency planning, sistem
peringatan bencana, dan mobilisasi sumber daya, termasuk pendanaan,
organisasi pengelola, SDM dan fasilitas-fasilitas penting untuk kondisi
darurat bencana. Kebijakan dapat dituangkan dalam berbagai bentuk, tetapi
lebih konkret apabila berbentuk peraturan, seperti SK dan Perda.
c. Rencana tanggap darurat terkait dengan evakuasi, pertolongan dan
penyelamatan agar korban bencana dapat diminimalkan. Berbagai tindakan
tanggap darurat sangat penting untuk meminimalkan jatuhnya korban,
terutama pada saat terjadi bencana dari hari pertama sampai hari ketiga
sebelum bantuan datang.
d. Parameter peringatan bencana yang meliputi tanda peringatan dan distribusi
informasi akan terjadinya bencana tidak kalah pentingnya dengan
parameter lainnya. Adanya peringatan dini dapat mengurangi korban jiwa,
harta benda, dan kerusakan lingkungan. Berkaitan dengan hal tersebut,
diperlukan latihan dan simulasi apa yang harus dilakukan apabila
mendengar peringatan, ke mana dan bagaimana harus menyelamatkan diri
dalam waktu tertentu sesuai dengan lokasi di mana masyarakat sedang
berada saat terjadi bencana.
e. Parameter mobilisasi sumber daya baik sumber daya manusia (SDM),
pendanaan, dan prasarana-sarana penting untuk keadaan darurat merupakan
potensi yang dapat mendukung kesiapsiagaan. Namun sebaliknya,
mobilisasi sumber daya juga dapat menjadi kendala apabila mobilisasi
tidak dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, mobilisasi sumber daya
merupakan parameter kesiapsiagaan yang cukup penting.

3. Parameter Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah


Menurut LIPI - UNESCO/ISDR (2006) Kajian kesiapsiagaan komunitas sekolah
didasarkan atas lima parameter yaitu : 1) pengetahuan tentang fenomena gempa
dan tsunami serta risiko bencana; 2) kebijakan dan panduan; 3) rencana tanggap
darurat ; 4) sistem peringatan bencana; dan 5) mobilisasi sumber daya.
a. Pengetahuan tentang gempa dan tsunami serta risiko bencana mencakup
pengertian bencana alam, kejadian yang menimbulkan bencana,

18 | P a g
penyebab gempa, ciri-ciri gempa kuat dan bangunan tahan gempa serta
tindakan yang dilakukan apabila terjadi gempa. Sedangkan pengetahuan
tentang tsunami mencakup penyebab dan tanda-tanda terjadinya
tsunami, bangunan tahan tsunami dan tindakan yang dilakukan ketika air
laut tiba-tiba surut.
b. Kebijakan dan panduan meliputi kebijakan pendidikan yang terkait
dengan kesiapsiagaan komunitas sekolah, UU No.24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, Peraturan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Surat Edaran 70a/MPN/2010), peraturan Dinas Pendidikan
Kabupaten/ Kota, Surat Keputusan Kepala Sekolah tentang Gugus Siaga
Bencana di sekolah, dan kebijakan sekolah tentang pengintegrasian
materi kesiapsiagaan dalam mata pelajaran yang relevan atau kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah serta mobilisasi sumber daya di sekolah untuk
peningkatan kesiapsiagaan komunitas sekolah.
c. Rencana tanggap darurat terkait dengan evakuasi, pertolongan dan
penyelamatan agar korban bencana dapat diminimalkan. Rencana yang
berkaitan dengan evakuasi mencakup tempat-tempat evakuasi, peta dan
jalur evakuasi, peralatan dan perlengkapan, latihan/simulasi dan
prosedur tetap (protap) evakuasi. Penyelamatan dokumen-
dokumenpenting sekolah juga perlu dilakukan, seperti copy atau salinan
dokumen perlu disimpan di tempat yang aman.
d. Parameter peringatan bencana yang meliputi tanda peringatan dan
distribusi informasi akan terjadinya bencana. Peringatan dini bertujuan
untuk mengurangi korban jiwa, karena itu pengetahuan tentang
tanda/bunyi peringatan, pembatalan dan kondisi aman dari bencana
sangat diperlukan. Penyiapan peralatan dan perlengkapan untuk
mengetahui peringatan sangat diperlukan, demikian juga dengan latihan
dan simulasi apa yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan,
ke mana dan bagaimana harus menyelamatkan diri dalam waktu tertentu
sesuai dengan lokasi di mana masyarakat sedang berada saat terjadi
bencana.
e. Parameter mobilisasi sumber daya adalah kemampuan sekolah dalam
memobilisasi sumber daya manusia (SDM) guru dan siswa, pendanaan,
dan prasarana-sarana penting untuk keadaan darurat. Mobilisasi sumber

19 | P a g
daya ini sangat diperlukan untuk mendukung kesiapsiagaan. Mobilisasi
SDM berupa peningkatan kesiapsiagaan guru dan siswa yang diperoleh
melalui berbagai pelatihan, workshop atau ceramah serta penyediaan
materi-materi kesiapsiagaan di sekolah yang dapat diakses oleh semua
komponen komunitas sekolah. Penyiapan dan peningkatan kemampuan
gugus siaga bencana juga sangat diperlukan, termasuk kelompok
peringatan bencana, kelompok pertolongan pertama, kelompok evakuasi
dan penyelamatan serta kelompok logistik yang dibutuhkan oleh
komunitas sekolah.

4. Rencana Kesiapsiagaan
Bencana sering terjadi tanpa peringatan sehingga Anda membutuhkan
pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapinya. Salah satu kebutuhan yang
diperlukan untuk menghadapi bencana adalah rencana kesiapsiagaan. Tiga upaya
utama dalam menyusun rencana kesiapsiagaan menghadapi bencana.
a. Miliki sebuah rencana darurat keluarga. Rencana ini mencakup:
1) Analisis ancaman di sekitar.
2) Identifikasi titik kumpul.
3) Nomor kontak penting.
4) Ketahui rute evakuasi.
5) Identifikasi lokasi untuk mematikan air, gas dan listrik.
6) Identifikasi titik aman di dalam bangunan atau rumah.
7) Identifikasi anggota keluarga yang rentan (anak-anak, lanjut usia,
ibu hamil, dan penyandang disabilitas).

b. Tas Siaga Bencana (TSB)


Tas Siaga Bencana (TSB) merupakan tas yang dipersiapkan anggota
keluarga untuk berjaga-jaga apabila terjadi suatu bencana atau kondisi
darurat lain. Tujuan TSB sebagai persiapan untuk bertahan hidup saat
bantuan belum datang dan memudahkan kita saat evakuasi menuju tempat
aman. Berikut Contoh Kebutuhan Dasar Tas Siaga Bencana Untuk 3 Hari :
1) Surat-Surat Penting seperti: surat tanah, surat kendaraan, ijasah,
akte kelahiran, dsb.

20 | P a g
2) Alat Bantu Penerangan seperti: senter, lampu kepala (headlamp),
korek api, lilin, dsb.
3) Pakaian Untuk 3 Hari seperti: pakaian dalam, celana panjang, jaket,
selimut, handuk, jas hujan, dsb.
4) Uang siapkan uang cash secukupnya untuk perbekalan selama
kurang lebih 3 hari
5) Makanan Ringan Tahan Lama seperti: mie instant, biskuit, abon,
coklat, dsb.
6) Peluit alat bantu untuk meminta pertolongan saat darurat
7) Air Minum setidaknya bisa mendukung kebutuhan selama kurang
lebih 3 hari
8) Masker alat bantu pernafasan untuk menyaring udara
kotor/tercemar
9) Perlengkapan Mandi seperti: sabun mandi, sikat gigi + odol, sisir,
cotton bud, dsb
10) Kotak Obat-Obatan/P3K Radio/Ponsel seperti obat-obatan pribadi
dan obat-obatan umum lainnya
11) Radio/ponsel beserta baterai/ charger/powerbank untuk memantau
informasi bencana

c. Menyimak informasi dari berbagai media, seperti radio, televisi, media online,
maupun sumber lain yang resmi.
Anda dapat memperoleh informasi resmi terhadap penanganan darurat dari
BPBD, BNPB, dan kementerian/lembaga terkait. Apabila sudah terbentuk
posko, informasi lanjutan akan diberikan oleh posko setempat.

Berikut ini beberapa daftar untuk melihat upaya perlindungan yang perlu
Anda kenali.

1) Kaji situasi. ldentifikasi tipe bencana dan kondisi sekitar Anda.


2) Putuskan untuk tinggal atau berpindah tempat. Dalam beberapa situasi,
Anda mungkin harus tetap diam dan di situasi lain Anda harus
berpindah tempat.
3) Tinggal atau berpindah tempat adalah keputusan penting dalam
bencana. Apabila Anda tidak dalam kondisi bahaya, Anda harus tetap

21 | P a g
tinggal dan berupaya untuk mendapatkan informasi situasi terkini.
Apabila Anda harus berpindah, buatlah keputusan secara cepat. Sangat
penting untuk mendengarkan pemerintah setempat ketika ada instruksi.
4) Cari air bersih dan pastikan untuk dapat bernafas. Apa pun jenis
bencana, udara yang baik merupakan kebutuhan yang penting.
Upayakan lindungi diri Anda dan cari udara bersih mungkin dengan
menutup mulut dengan kain atau masker.
5) Lindungi diri Anda dari reruntuhan dan beri sinyal kepada penolong.
Apabila Anda berada di reruntuhan, cari celah untuk bernafas. Lempar
sesuatu atau tiup peluit untuk pertolongan. Upayakan untuk membuat
suara dengan benda sekitar Anda.
6) Pastikan higienitas. Penting untuk memastikan air yang layak minum
dan sanitasi.

22 | P a g
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pendidikan kebencanaan adalah salah satu solusi internal di masyarakat untuk
mengurangi dampak bencana, serta membiasakan masyarakat untuk tanggap dan sigap
terhadapbencana yang terjadi.Pendidikan kebencanaan bermacam-macam bentuknya
dimulai daripenangulangan bencana berbasis masyarakat, pendidikan kebencanaan untuk
menuju masyarakat sadar bencana, serta kearifan lokal masyarakat dalam menangani
bencana (Preston, 2012; Setyowati, 2007). Beberapa media yang dapat digunakan untuk
melakukan pendidikan kebencanaan meliputi: poster, brosur, buku panduan, komik, alat
permainan (konvensional atau elektronik), lembar balik, video, maupun berbagai alat
peraga edukasi kebencanaan. Kesiapsiagaan berarti merencanakan tindakan untuk
merespons jika terjadi bencana. Kesiapsiagaan juga didefinisikan sebagai suatu keadaan
siap siaga dalam menghadapi krisis, bencana atau keadaan darurat lainnya (Utomo et al,
2018; Kusumasari, 2014).

B. SARAN
Bagi para pemerhati kebencanaan, pendidikan kebencanaan merupakan bagian dari
gerakan guna mengatasi efek bencana, di antaranya dengan cara mempersiapkan
generasi yang sadar dan arif melalui sebuah proses pendidikan yang memiliki muatan-
muatan penyadaranterhadap bencana..Salah satu upaya yang dilakukan untuk
menyampaikan informasi mengenai bencana yaitu Sosialisasi sebagai media pendidikan
kebencanaan bagi masyarakat.

23 | P a g
Daftar pustaka

BUKU AJAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT “KESIAPSIAGAAN BENCANA


BANJIR” - Istihora, S.Kep., Ners,. M.Kep. , Ahmad Hasan Basri, S.Kep., Ners,.
M.Kep. - Google Buku. (n.d.). Retrieved August 18, 2021, from
https://books.google.co.id/books?
id=QxALEAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=kesiapsiagaan
%2Bbencana&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=kesiapsiagaan
%2Bbencana&f=false

Marsella, A., Johnson, J., Watson, P., and Gryczynski, J., editors.2008. Ethnocultural
Perspectives on Disaster and Trauma – Foundation, Issues, and Application.Springer
Scinece.Business Media.LLC, 2008.

Nugroho Kharisma, Kristanto Endro, Andari Bekti Dwi, Kridanta Setyawan J. 2012. Modul
Peatihan Dasar Penanggulangan Bencana. Jakarta Pusat: PNPB.

Paton, D. (2003). Disaster preparedness: a social-cognitive perspective. Disaster Prevention


and Management: An International Journal, 12(3), 210-216.

Preston, J. (2012). What is disaster education.In Disaster Education (pp. 1-10).Sense


Publishers : Rotterdam.

Puspitawati, PD., Pantjastuti, SR., Kurniawan, L, Praptono, Tebe Yusra. 2017. Pendidikan
tangguh Bencana (mewujudkan Satuan Pendidikan Aman Bencana Indonesia).
Jakarta: Dirjendikdasmen, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Retnowati, Arry. 2012. Menuju Masyarakat Tangguh Bencana. Jogjakarta: Mizan.

Setyowati, Dewi Liesnoor. 2017. Pendidikan Kebencanaan (Bencana Banjir, Longsor, Gempa
dan Tsunami). Buku Referensi, Semarang: CV Sanggar Krida Aditama.

Sitepu, Apallidya. Armansyah, Cut. Saary, Rina S. dan Rahayu, Rochani Nani.
2009.Kesiapsiagaan dalam Mengantisipasi Bencana di Perpustakaan dan Pusat
Arsip.Jurnal.No. 1.Hal.2-3.

Winarna, Aris. 2012. Optimalisasi Potensi Kecerdasan Individu Dan Kolektif. Jogjakarta:
Mizan.

24 | P a g
Yanuarto, T. (2019). Buku Saku Tanggap Tangkas Tanguh Menghadapi Bencana (Issue 48).
www.bnpb.go.id

25 | P a g

Anda mungkin juga menyukai