Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS MIOMA UTERI


STASE KEPERAWATAN MATERNITAS

OLEH :

WULAN DESTARI
NIM 21.300.0242

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA
TAHUN 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
KASUS MIOMA UTERI
STASE KEPERAWATAN MATERNITAS

OLEH :
WULAN DESTARI
NIM 21.300.0242

Palangka Raya, 11 Februari 2023


Mengetahui,
Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(Adytia Suparna, S.Kep., Ns) (Tri Sulistyaningsih, S,ST)


UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA

LAMPIRAN
KEPERAWATAN MATERNITAS
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan karunia-Nya lah penyusun dapat menyelesaikan penyusunan LAPORAN
PENDAHULUAN KASUS MIOMA UTERI ini guna menyelesaikan perkuliahan pada Stase
Keperawatan Maternitas.
Demikian laporan pendahuluan ini dibuat, semoga bermanfaat bagi kita serta para
pembaca. Penyusun juga berharap kritik dan saran atas ketidaksempurnaannya laporan
pendahuluan ini, agar penyusun lebih baik lagi untuk proses kedepannya.
Kiranya laporan pendahuluan ini dapat menjadi sumber pembelajaran kita semua
dalam menambah ilmu pengetahuan.

Palangka Raya, 11 Februari 2022


Penyusun,

i
DAFTAR ISI

Hal

COVER
LEMBAR PENGESAHAN
LAMPIRAN
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. DEFINISI.............................................................................................1
B. ETIOLOGI...........................................................................................1
C. KLASIFIKASI.....................................................................................3
D. MANIFESTASI KLINIS.....................................................................3
E. TANDA DAN GEJALA......................................................................4
F. PATOFISIOLOGI...............................................................................5
G. KOMPLIKASI.....................................................................................7
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG........................................................7
I. PENATALAKSANAAN MEDIS.......................................................8

BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................11


A. PENGKAJIAN....................................................................................11
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.........................................................15
C. INTERVENSI KEPERAWATAN......................................................16
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN................................................34
E. EVALUASI.........................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................35

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Mioma Uteri yang disebut juga dengan fibroid uterus atau leiomioma
uterus adalah tumor jinak otot polos uterus yang terdiri dari sel-sel jaringan otot
polos, jaringan pengikat fibroid, dan kolagen (Surya and Muzakkar, 2017).
Mioma uteri merupakan penyakit tumor jinak pada otot rahim yang
disertai jaringan ikatnya. Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling
sering ditemukan, yaitu satu dari empat wanita selama masa reproduksi yang
aktif. Gejala terjadinya mioma uteri sukar dideteksi karena tidak semua mioma
uteri memberikan keluhan dan memperlukan tindakan operatif (Setiati, 2018).

B. ETIOLOGI
Penyebab pasti mioma uteri sampai saat ini belum diketahui. Para ahli
berpendapat bahwa salah satu faktor risiko mioma uteri terjadi akibat
ketidakseimbangan hormon dalam tubuh, terutama hormon estrogen. Kondisi
ketidakseimbangan sistem hormon ini yang sering memicu pertumbuhan sel-sel
abnormal dalam tubuh (Manuaba dalam Mendrofa, 2018).
Menurut Aspiani, 2017 terdapat beberapa faktor predisposisi yang
dapat meningkatkan pertumbuhan mioma uteri, yaitu:
1. Umur
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan sekitar
40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan
sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada
jaringan miometrium normal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan penderita
mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.

3|Page
4. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang (red
meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran
hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini
mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada pertumbuhan
mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor pertumbuhan lain.
Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, dan faktor
pertumbuhan epidermal.
6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan dengan
wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau 2 (2) kali.

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada


mioma, disamping faktor predisposisi genetik.
1. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Sering kali, pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen eksogen.
Mioma uteri akan mengecil pada saat menopouse dan oleh pengangkatan
ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi
ovarium dan wanita dengan sterilitas. Enzim hidroxydesidrogenase
mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen lemah.
Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga
mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada
miometrium normal.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada
tumor.
3. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon

4|Page
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL, terlihat
pada periode ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari
leimioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik
antara HPL dan estrogen.

C. KLASIFIKASI
Menurut ukuran dan lokasinya mioma uteri dibagi menjadi empat jenis,
yaitu :
1. Mioma uteri subserosal yaitu mioma yang terletak di permukaan luar uterus
dan tumbuh keluar.
2. Mioma uteri intramural yaitu mioma yang tumbuh di dalam uterus.
3. Mioma submukosa yaitu mioma yang berkembang di dekat endometrium
dan cenderung tumbuh menuju rongga uterus.
4. Mioma uteri bertangkai yaitu mioma yang tumbuh di tangkai dan dapat
dikelompokkan lebih lanjut sebagai mioma subserosal atau mioma
submukosa tergantung lokasinya (Heertum and Barmat dalam Tumaji dkk,
2020).

Gambar 1. Jenis-jenis mioma uteri

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik mioma uteri menurut Marmi dalam Istiani, 2019 adalah
sebagai berikut:
1. Perdarahan tidak normal
Gangguan kehamilan yang terjadi umumnya adalah hipermenore,
menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang terjadi

5|Page
penyebab perdarahan ini, antara lain adalah:

6|Page
a. Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium sampai
adenoma endometrium.
b. Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa.
c. Atrofi endometrium di atas mioma sub mukosa.
d. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
mioma di antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
e. Penekanan rahim yang besar. Penekanan rahim karena pembesaran
mioma uteri dapat terjadi:
1) Terasa berat di abdomen bagian bawah
2) Sukar miksi atau defekasi
3) Terasa nyeri karena penekanan urat perut.
2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan
Kehamilan dengan di sertai mioma uteri menimbulkan proses saling
mempengaruhi:
a. Kehamilan dapat mengalami keguguran persalinan prematuritas.
b. Gangguan saat proses persalinan tertutupnya saluran indung telur
menimbulkan infertilitas.
c. Kala tiga terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan.

E. TANDA DAN GEJALA


Gejala yang timbul bergantung pada lokasi dan besarnya tumor, namun
yang paling sering ditemukan adalah:
1. Perdarahan yang banyak dan lama selama haid ataupun di luar masa haid.
Bila perdarahan berlebihan akan menyebabkan anemia. Rasa nyeri karena
tekanan tumor dan terputarnya tungkai tumor, serta adanya infeksi di dalam
rahim.
2. Penekanan pada organ di sekitar tumor seperti kandung kemih, ureter,
rectum, atau organ rongga panggul lainnya. Menimbulkan gangguan buang
air besar dan buang air kecil, pelebaran pembuluh darah vena dalam
panggul, gangguan ginjal karena pembengkakan tungkai tumor.
3. Gangguan sulit hamil karena terjadi penekanan pada saluran indung telur
sehingga menghalangi pertumbuhan sperma dan sel telur.

7|Page
4. Pada bagian bawah perut dekat rahim terasa kenyal.
5. Pasangan suami istri sering kali sulit untuk punya anak infertelitas,
disebabkan gangguan pada tuba, gangguan implantasi pada endometrium,
penyumbatan, dan sebagainya.
6. Mioma uteri dapat menganggu kehamilan dengan dampak berupa kelahiran
letak bayi, dan plasenta, terhalangnya jalan lahir, kelemahan pada saat
kontraksi rahim, perdarahan yang banyak setelah melahirkan dan gangguan
pelepasan plasenta, bahkan biasa menyebabkan keguguran (Koes Iirianto
dalam Husnayeni, 2021).

F. PATOFISIOLOGI
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam
miometrium dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium
mendesak menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi
tumor didalam uterus mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya
banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka
korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan
uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan dan mendorong
kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi (Aspiani,
2017).
Tetapi masalah akan timbul jika terjadi berkurangnya pemberian
darah pada mioma uteri yang menyebabkan tumor membesar, sehingga
menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain itu masalah dapat timbul lagi jika
terjadi perdarahan abnormal pada uterus yang berlebihan sehingga terjadi
anemia. Anemia ini bisa mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh lemah,
sehingga kebutuhan perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain itu dengan
perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan seseorang mengalami kekurangan
volume cairan dan timbulnya resiko infeksi. Dan jika dilakukan operasi atau
pembedahan maka akan terjadi perlukaan sehingga dapat menimbulkan
kerusakan jaringan integritas kulit (Price dalam Putri, 2020).
Pada post operasi mioma uteri akan terjadi terputusnya integritas
jaringan kulit dan robekan pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri
akut. Terputusnya integritas jaringan kulit mempengaruhi proses epitalisasi dan
pembatasan aktivitas, maka terjadi perubahan pola aktivitas. Kerusakan jaringan

8|Page
mengakibatkan terpaparnya agen infeksius yang mempengaruhi resiko tinggi
infeksi. Pada pasien post operasi akan terpengaruh obat anestesi yang
mengakibatkan depresi pusat pernapasan dan penurunan kesadaran sehingga
pola nafas tidak efektif (Sarwono dalam Putri, 2020).

Gambar 2. Pathway Mioma Uteri

9|Page
G. KOMPLIKASI
Komplikasi mioma uteri terbagi mejadi beberapa bagian, yaitu :
1. Perdarahan sampai terjadi anemia
2. Degenerasi ganas mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan
hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma; serta merupakan 50- 75% dari
semua sarkoma uterus (Manuaba dalam Putri, 2020).
3. Torsi (putaran tangkai mioma) terdiri dari mioma uteri subserosa dan
mioma uteri submukosa. Sarang mioma dengan tangkai dapat mengalami
torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis.
Dengan demikian terjadi sindrom abdomen akut. Dimana sarang mioma
dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang disebabkan karena adanya
gangguan sirkulasi darah, misalnya pada mioma uteri terjadi perdarahan
berupa metroragia yang disertai leukore dan gangguan yang disebabkan
oleh infeksi dari uterus itu sendiri (Krismuna, 2020).
4. Nekrosis dan infeksi
5. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan yaitu timbulnya infeksi,
abortus, persalinan premature dan kelainan letak, infeksi uretra, gangguan
jalan persalinan, retensi plasenta.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) ada beberapa pemeriksaan
penunjang yang dapat digunakan untuk mendeteksi mioma uteri, antara lain:
1. Tes laboratorium
Menghitung darah lengkap dan apusan darah, pada penderita mioma uteri
sering ditemukan hemoglobin menurun, albumin menurun, leukosit dapat
menurun atau meningkat, eritrosit menurun, dan hematokrit menunjukkan
adanya kehilangan darah yang kronik.
2. USG (Ultrasonografi)
Pada penderita mioma uteri terlihat adanya massa pada daerah uterus. USG
dapat menentukan jenis tumor, lokasi mioma, dan ketebalan endometrium.
3. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin
Membantu dalam mengevaluasi adanya suatu pembesaran uterus yang
simetrik menyerupai kehamilan atau terdapat bersama dengan kehamilan.

10 | P a g e
4. Pap smear serviks
Pemeriksaan ini diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum
dilakukan histerektomi.
5. Vaginal toucher
Pemeriksaan ini didapatkan adanya perdarahan pervaginam, teraba massa,
ukuran, dan konsistensinya.
6. Laparoskopi
Untuk mengevaluasi massa pada pelvis
7. Histerosal pingogram
Pemeriksaan ini dianjurkan untuk klien yang masih ingin memilliki
keturunan dan untuk mengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan
tuba falopi.
8. Histeroskopi
Pemeriksaan ini dapat mendekteksi mioma uteri submukosa dan infertilitas.
Apabila tumor masih kecil dan bertangkai dapat segera diangkat.
9. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi
mioma, tetapi jarang diperlukan. Pada pemeriksaan MRI, mioma tampak
sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium
yang normal.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan
secara konservatif dan secara operatif (Manuaba dalam Krismuna, 2020).
1. Pentalaksanaan secara konservatif sebagai berikut :
a. Observasi dengan melakukan pemeriksaan pelvis secara periodic setiap
3-6 bulan
b. Bila anemia atau Hb < 8 g/dl dilakukan tranfusi PRC
c. Pemberian suplemen yang mengandung zat besi
d. Penggunaan agonis GnRH lenprotid asetat 3,75 mg 1M pada hari 1-3
menstruasi setiap minggu sebanyak 3 kali. Obat ini akan mengakibatkan
pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini juga menekan
sekresi genedropin dan menciptakan keadaan hipohistrogonik yang
serupa yang ditekankan pada periode postmenopause efek maksimum

11 | P a g e
dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. GnRH
dapat diberikan sebelum pembedahan.
2. Penatalaksanaan operatif apabila :
a. Apabila tumor lebih besar dari ukuran uterus
b. Pertumbuhan tumor cepat
c. Mioma subserosa bertangkai dan torsi
d. Apabila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya
e. Hipermenorea pada mioma submukosa
f. Terjadi penekanan pada organ sekitarnya

Jenis penanganan operasi yang dapat dilakukan yaitu :


1. Histerektomi
Histerektomi adalah suatu tidakan operatif dimana seluruh organ pada
uterus harus diangkat atau dengan kata lain histerektomi adalah operasi
pengangkatan rahim seorang wanita. Histerektomi dilakukan apabila pasien
tidak menginginkan anak lagi, dan bagi penderita yang memiliki mioma
yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Histerektomi dibagi menjadi
beberapa jenis, yaitu :
a. Histerektomi parsial (subtotal)
Pada histerektomi jenis ini, kandungan diangkat tetapi mulut rahim
(serviks) tetap ditinggal.
b. Histerektomi total
Pengangkatan kandungan termasuk mulut rahim.
c. Histerektomi dan salfingo-ooferektomi bilateral
Pengangkatan uterus, mulut rahim, kedua tuba fallopi, dan kedua
ovarium. Pengangkatan oavrium akan mengakibatkan menopause.
d. Histerektomi radikal
Pengangkatan bagian atas vagina serta jaringan dan kelenjar limfa pada
sekitar kandungan.

Kriteria untuk histerektomi adalah :


a. Terdapat 1 sampai 3 leimioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari
luar dan dikeluhkan oleh pasien.

12 | P a g e
b. Perdarahan pada uterus yang berlebihan Perdarahan yang terjadi secara
berulang dan dan menggumpal selama lebih dari 8 hari dan bisa
menyebabkan terjadinya anemia.
c. Rasa tidak nyaman di pelvis Rasa tidak nyaman di pelvis merupakan
dampak dari mioma meliputi: nyeri akut, rasa tertekan pada bagian
punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.
d. Penekanan buli-buli dan frekuensi saluran kemih yang berulang dan
tidak disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih
2. Radioterapi
a. Dilakukan hanya pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient)
b. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu
c. Bukan mioma jenis submukosa
d. Tidak disertai dengan adanya radang pelvis atau penekanan pada rectum
e. Tidak dilakukan pada wanita muda, karena dapat menyebabkan
menopause
f. Tujuan dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan
3. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus.
Tindakan ini dibatasi pada mioma dengan tangkai dan jelas sehingga mudah
dijepit dan diikat. Miomektomi sebaiknya tidak dilakukan apabila ada
kemungkinan dapat terjadi karsinoma endometrium dan juga pada saat
masa kehamilan. Apabila seorang wanita telah dilakukan miomektomi
kemungkinan dapat hamil sekitar 30-50% dan perlu disadari oleh penderita
bahwa setelah dilakukan miomektomi harus dilanjutkan histerektomi.
4. Penanganan secara kuretase
Prosedur kuretase adalah proses pelepasan jaringan yang melekat pada
dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan manipulasi instrumen
(sendok kuret) ke dalam kavum uteri. Sendok kuret akan melepaskan
jaringan dengan teknik pengerokan secara sistematik. (Saifuddin dalam
Krismuna, 2020).

13 | P a g e
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan, untuk mengkaji harus
memperlihatkan data dasar dari pasien agar mengetahui informasi yang
diharapkan dari pasien. Pengkajian yang dilakukan pada pasien yang
mengalami mioma uteri adalah :
1. Identitas (Putri, 2018)
Hal yang berkaitan dengan identitas klien untuk penderita myoma uteri
yang perlu diperhatikan dalam mengkaji adalah umur klien, karena kasus
myoma uteri banyak terjadi pada wanita dengan usia 35 - 45 tahun.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keadaan yang dirasakan oleh klien yang paling utama. Untuk masalah
post operasi myoma uteri yang paling banyak adalah nyeri di sekitar
luka.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa saja yang
telah dilakukan untuk mengatasi keadaan ini. Kaji dengan pendekatan
PQRST. P adalah paliatif (faktor pencetus), Q adalah quality of pain
(kualitas nyeri), R adalah region (lokasi), S adalah skala of pain (skala
nyeri), T adalah time (waktu).
c. Riwayat kesehatan dahulu
1) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus haid
berapa hari, lama haid, warna darah haid, HPHT tidak teratur,
terdapat sakit waktu haid atau tidak. Pada riwayat haid ini perlu
dikaji karena pada kasus myoma uteri, perdarahan yang terjadi
kebanyakan perdarahan diluar siklus haid. Maka dengan kita
mengetahui siklus haid klien, maka kita dapat membedakan dengan
jenis perdarahan yang lain sebagai akibat perjalanan myoma uteri.
2) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu, hamil dan

14 | P a g e
persalinan berapa kali, anak hidup atau mati, usia, sehat atau tidak,

15 | P a g e
penolong siapa, nifas normal atau tidak. Pada riwayat ini perlu
dikaji karena myoma uteri lebih sering terjadi pada wanita nultipara.
3) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang dipakai oleh klien apakah
menggunakan KB hormonal. Jika memakai KB jenis hormonal
khususnya estrogen mempengaruhi perkembangan myoma tersebut
menjadi lebih berbahaya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga untuk kasus myoma uteri
submukosum yang perlu dikaji adalah keluarga yang pernah atau
sedang menderita penyakit yang sama (myoma), karena kasus myoma
uteri submukosum dapat terjadi karena faktor keturunan.
e. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor-
faktor budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang
dimiliki pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas dan
perawatan yang pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri,
peran diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan
hubungan terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau
tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang di sukai pasien mioma
uteri, mekanisme pertahanan diri dan interaksi sosial pasien mioma
uteri dengan orang lain.
f. Pola Kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus
dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan yang
terjadi.
g. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB terakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan
bau.

16 | P a g e
h. Pola aktifitas, latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekuensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian,
eliminasi, makan minum, mobilisasi
i. Pola Istirahat dan Tidur
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan
malam hari, masalah yang ada waktu tidur.
j. Pemeriksaan fisik (Head to Toe) (Krismuna, 2020)
1) Kepala
Inspeksi : Mengkaji keadaan kepala, warna rambut, kondisi rambut,
dan penyebaran rambut, dan kebersihan rambut
Palpasi : Mengkaji apakah ada benjolan serta ada tidaknya nyeri
tekan pada kepala
2) Muka
Inspeksi : Pada klien mioma uteri muka akan terlihat tegang, wajah
memerah atau bisa pucat dan tampak gelisah
Palpasi : Mengkaji ada tidaknya nyeri tekan
3) Mata
Inspeksi : Pada klien dengan mioma uteri biasanya ditemukan
kontak mata yang buruk, mata bisa juga anemis, dapat dikaji juga
keadaan pupil, sclera, dan konjungtiva
Palpasi : Mengkaji ada tidaknya nyeri tekan
4) Telinga
Inspeksi : Mengkaji kondisi telinga, kebersihan telinga, dan ada
tidaknya lesi
Palpasi : Mengkaji ada tidaknya nyeri tekan
5) Hidung
Inspeksi : Mengkaji kondisi hidung, ada tidaknya lesi, ada tidaknya
polip, dan kebersihan hidung
Palpasi : Mengkaji ada tidaknya nyeri tekan
6) Mulut dan faring
Inspeksi : Mengkaji keadaan bibir tampak kering dan pucat atau
tidak, ada tidaknya stomatitis, dan kebersihan mulut
Palpasi : Mengkaji ada tidaknya nyeri tekan
7) Leher
17 | P a g e
Inspeksi : Mengkaji bentuk leher simetris atau tidak dan ada
tidaknya lesi
Palpasi : Mengkaji ada tidaknya pembesaran vena jugularis,
kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid
8) Payudara dan ketiak
Inspeksi : Mengkaji bentuk payudara simetris atau tidak, ada
tidaknya lesi, tampak adanya benjolan atau tidak, dan keadaan
penyebaran rambut ketiak
Palpasi : Mengkaji ada tidaknya nyeri tekan
9) Thorak
a) Jantung
Inspeksi : Mengkaji ictus cordis tampak atau
tidak Palpasi : Dimana Ictus cordis teraba
Perkusi : Mengkaji pekak atau tidak
Auskultasi : Mengkaji apakah BJ I dan BJ II terdengar tunggal
atau tidak
b) Paru-paru
Inspeksi : Mengkaji bentuk dada simetris atau tidak, bentuk
dada normal atau tidak, ekspansi paru simetris atau tidak
Palpasi : Mengkaji ada tidaknya nyeri tekan, vocal fremitus sama
kanan dan kiri atau tidak
Perkusi : Mengkaji apakah sonor atau hipersonor
Auskultasi : Mengkaji ada tidaknya suara nafas tambahan
10) Abdomen
Inspeksi : Pada mioma uteri akan tampak adanya pembesaran pada
bagian uterus
Auskultasi : Mengkaji bising usus
Perkusi : Mengkaji apakah timpani atau hipertimpani
Palpasi : Pada mioma uteri biasanya teraba tumor pada perut bagian
bawah, teraba lunak atau keras, berbatas tegas, kenyal dan berbeda
dengan jaringan disekitarnya serta adanya nyeri tekan pada lokasi
tumor

11) Sistem integument


18 | P a g e
Inspeksi : Mengkaji warna atau penyebaran kulit merata atau tidak
Palpasi : Mengkaji kadaan turgor kulit normal atau tidak, Capillary
Refill Time (CRT) normal atau tidak, akral teraba hangat atau
dingin
12) Ekstremitas
Inspeksi : Mengkaji kekuatan otot normal atau tidak, ada edema
atau tidak, dan ada fraktur atau tidak
Palpasi : Mengkaji ada tidaknya nyeri tekan
13) Genitalia dan sekitarnya
Inspeksi : Adanya perdarahan pervaginam (menoragie,
hypermenore, metroragie) karena penekanan mioma pada rectum
dapat menyebabkan hemoroid akibat pengerasan feses. Keadaan
bersih atau kotor
Palpasi : Mengkaji adakah nyeri tekan pada genitalia dan sekitarnya

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder akibat tumor
2. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
3. Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat
gangguan hematologis (perdarahan)
4. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan
neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
5. Risiko konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum (prolaps
rectum)
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman pada
status kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait penyakit)
7. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

19 | P a g e
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Tabel Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


N Diagnosa Keperawatan Intervensi
O NOC NIC
1. Nyeri akut berhubungan NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
dengan nekrosis atau trauma selama 1 x 24 jam, pasien mioma uteri 1) Lakukan pengkajian nyeri
jaringan dan refleks spasme mampu mengontrol nyeri dibuktikan komprehensip yang meliputi lokasi,
otot sekunder akibat tumor dengan kriteria hasil: karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
dan faktor pencetus
Definisi: Mengontrol Nyeri
2) Observasi adanya pentunjuk nonverbal
Pengalaman sensori dan 1) Mengenali kapan nyeri terjadi
mengenai ketidak nyamanan terutama
emosional tidak menyenangkan 2) Menggambarkan faktor penyebab nyeri
pada mereka yang tidak dapat
yang muncul akibat kerusakan 3) Menggunakan tindakan pencegahan nyeri
berkomunikasi secara efektif
jaringan aktual atau 4) Menggunakan tindakan pengurangan nyeri
3) Pastikan perawatan analgesik bagi
potensialatau yang digambarkan (nyeri) tanpa analgesik
pasien dilakukan dengan pemantauan
sebagai kerusakan (International 5) Menggunakan analgesik yang
yang ketat
Association for the Study of direkomendasikan
4) Gunakan strategi komunikasi
6) Melaporkan perubahan terhadap gejala

20 | P a g e
pain) awitan yang tiba-tiba atau nyeri pada profesional kesehatan terapeutik untuk mengetahui
lambat dari intensitas ringan 7) Melaporkan gejalah yang tidak terkontrol pengalaman nyeri dan sampaikan
hingga berat dengan akhir yang pada profesional kesehatan penerimaan pasien terhadap nyeri
dapat diantisipasi atau 8) Menggunakan sumber daya yang tersedia 5) Gali pengetahuan dan kepercayaan
diprediksi. untuk menangani nyeri pasien mengenai nyeri
9) Mengenali apa yang terkait dengan gejala 6) Pertimbangkan pengaruh budaya
Batasan karakteristik: nyeri terhadap respon nyeri
a) Bukti nyeri dengan 10) Melaporkan nyeri yang terkontrol 7) Tentukan akibat dari pengalaman nyeri
menggunakan standar daftar terhadap kualitas hidup pasien
periksa nyeri untuk pasien (misalnya, tidur, nafsu makan,
yang tidak dapat pengertian, perasaan, performa kerja
mengungkapannya dan tanggung jawab peran)
b) Ekspresi wajah nyeri (misal: 8) Gali bersama pasien faktor-faktor yang
mata kurang bercahaya, dapat menurunkan atau memperberat
tampak kacau, gerakan mata nyeri
berpencar atau tetap padasatu 9) Evaluasi pengalaman nyeri dimasa lalu
fokus, meringis) yang meliputi riwayat nyeri kronik
c) Fokus menyempit (misal: individu atau keluarga atau nyeri yang
persepsi waktu, proses menyebabkan disability/ketidak

21 | P a g e
berpikir, interaksi dengan mampuan/kecatatan, dengan tepat
orang dan lingkungan) 10) Evaluasi bersama pasien dan tim
d) Fokus pada diri sendiri kesehatan lainnya, mengenai
e) Keluhan tentang intensitas efektifitas, pengontrolan nyeri yang
menggunakan standars kala pernah digunakan sebelumnya
nyeri 11) Bantu keluarga dalam mencari dan
f) Keluhan tentang menyediakan dukungan
karakteristik nyeri dengan 12) Gunakan metode penelitian yang sesuai
menggunakan standar dengan tahapan perkembangan yang
instrumen nyeri memungkinkan untuk memonitor
g) Laporan tentang perilaku perubahan nyeri dan akan dapat
nyeri/ perubahan aktivitas membantu mengidentifikasi faktor
h) Perubahan posisi untuk pencetus aktual dan potensial
menghindari nyeri (misalnya, catatan perkembangan,
i) Putus asa catatan harian)
j) Sikap melindungi area nyeri 13) Tentukan kebutuhan frekuensi untuk
melakukan pengkajian ketidak
Faktor yang berhubungan: nyamanan pasien dan
a) Agens cidera biologis mengimplementasikan rencana monitor

22 | P a g e
b) Agens cidera fisik 14) Berikan informasi mengenai nyeri,
Agens cidera kimiawi seperti penyebab nyeri, berapa nyeri
yang dirasakan, dan antisipasi dari
ketidak nyamanan akibat prosedur
15) Kendalikan faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon pasien dari
ketidaknyamanan (misalnya, suhu
ruangan, pencahayaan, suara bising)
16) Ajarkan prinsip manajemen nyeri
17) Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri
ketika memilih strategi penurunan
nyeri
18) Kolaborasi dengan pasien, orang
terdekat dan tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan
penurunan nyeri nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan
19) Gunakan tindakan pengontrolan nyeri

23 | P a g e
sebelum nyeri bertambah berat
20) Pastikan pemberian analgesik dan atau
strategi nonfarmakologi sebelum
prosedur yang menimbulkan nyeri
21) Periksa tingkat ketidaknyamanan
bersama pasien, catat perubahan dalam
cacatan medis pasien, informasikan
petugas kesehatan lain yang merawat
pasien
22) Mulai dan modifikasi tindakan
pengontrolan nyeri berdasarkan respon
pasien
23) Dukung istirahat/tidur yang adekuat
untuk membantu penurunan nyeri
24) Dorong pasien untuk mendiskusikan
pengalaman nyerinya, sesuai
kebutuhan
25) Beritahu dokter jika tindakan tidak
berhasil atau keluhan pasien saat ini

24 | P a g e
berubah signifikan dari pengalaman
nyeri sebelumnya
26) Gunakan pendekatan multi disiplin
untuk menajemen nyeri, jika sesuai

Pemberian analgesik
1) Tentukan lokasi, karakteris, kualitas
dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
2) Cek perintah pengobatan meliputi obat,
dosis, dan frekuesi obat analgesik yang
diresepkan
3) Cek adanya riwayat alergi obat
4) Pilih analgesik atau kombinasi
analgesik sesuai lebih dari satu kali
pemberian
5) Monitor tanda vital sebelum dan
setelah memberikan analgesik pada
pemberian dosis pertama kali atau jika

25 | P a g e
ditemukan tanda-tanda yang tidak
biasanya
6) Berikan kebutuhan kenyamanan dan
aktivitas lain yang dapat membantu
relaksasi untuk memfasilitasi penuruna
nyeri
7) Berikan analgesik sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri yang
berat
8) Dokumentasikan respon terhadap
analgesik dan adanya efek samping
9) Lakukan tindakan-tindakan yang
menurunkan efek samping analgesik
(misalnya, konstipasi dan iritasi
lambung)
10) Kolaborasikan dengan dokter apakah
obat, dosis, rute, pemberian, atau
perubahan interval dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus bedasarkan

26 | P a g e
prinsip analgesik

2. Resiko syok hipovolemik NOC: Setelah dilakukan perawatan selama 1x Pencegahan Syok
berhubungan dengan 24 jam diharapkan tidak terjadi syok 1) Monitor adanya respon konpensasi
perdarahan hipovolemik dengan kriteria: terhadap syok (misalnya, tekanan darah
1) Tanda vital dalam batas normal. normal, tekanan nadi melemah,
Definisi: beresiko terhadap 2) Tugor kulit baik. perlambatan pengisian kapiler, pucat/
ketidak cukupan aliran darah 3) Tidak ada sianosis. dingin pada kulit atau kulit kemerahan,
kejaringan tubuh, yang dapat 4) Suhu kulit hangat. takipnea ringan, mual dan munta,
mengakibatkan disfungsi seluler 5) Tidak ada diaporesis. peningkatan rasa haus, dan kelemahan)
yang mengancam jiwa. 6) Membran mukosa kemerahan. 2) Monitor adanya tanda-tanda respon
Faktor resiko sindroma inflamasi sistemik (misalnya,
1) Hipotensi. peningkatan suhu, takikardi, takipnea,
2) Hipovolemi hipokarbia, leukositosis, leukopenia)
3) Hipoksemia 3) Monitor terhadap adanya tanda awal
4) Hipoksia reaksi alergi (misalnya, rinitis, mengi,
5) Infeksi stridor, dipnea, gatal-gatal disertai
6) Sepsis kemerahan, gangguan saluran
7) Sindrom respon inflamasi pencernaan, nyeri abdomen, cemas dan
sestemik

27 | P a g e
gelisa)
4) Monitor terhadap adanya tanda ketidak
adekuatan perfusi oksigen kejaringan
(misalnya, peningkatan stimulus,
peningkatan kecemasan, perubahan
status mental, egitasi, oliguria dan
akral teraba dingin dan warna kulit
tidak merata)
5) Monitor suhu dan status respirasi
6) Periksa urin terhadap adanya darah dan
protein sesuai kebutuhan
7) Monitor terhadap tanda/gejalah asites
dan nyeri abdomen atau punggung.
8) Lakukan skin-test untuk mengetahui
agen yang menyebabkan anaphiylaxis
atau reaksi alergi sesuai kebutuhan
9) Berikan saran kepada pasien yang
beresiko untuk memakai atau
membawa tanda informasi kondisi

28 | P a g e
medis
10) Anjurkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala syok yang
mengancam jiwa
11) Anjurkan pasien dan keluarga
mengenai langkah-langkah timbulnya
gejala syok

3. Resiko infeksi berhubungan NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Alat terapi per vaginam
dengan penurunan imun selama 1 x 24 jam, pasien mioma uteri 1) Kaji ulang riwayat kontraindikasi
tubuh sekunder akibat menunjukkan pasien mampu melakukan pemasangan alat pervaginam pada
gangguan hematologis pencegahan infeksi secara mandiri, pasien (misalnya, infeksi pelvis,
(perdarahan) ditandai dengan kriteria hasil: laserasi, atau adanya massa sekitar
1) Kemerahan tidak ditemukan pada vagina)
Definisi: tubuh 2) Diskusikan mengenai aktivitas-
Mengalami peningkatan resiko 2) Vesikel yang tidak mengeras aktivitas seksual yang sesuai sebelum
terserang organisme patogenik permukaannya memilih alat yang dimasukan
3) Cairan tidak berbauk busuk 3) Lakukan pemeriksaan pelvis
Faktor yang berhubungan: 4) Piuria/nanah tidak ada dalam urin 4) Intruksikan pasien untuk melaporkan

29 | P a g e
1) Penyakit kronis 5) Demam berkurang ketidaknyamanan, disuria, perubahan
a. Diabetes melitus 6) Nyeri berkurang warna, konsistensi, dan frekuensi
b. Obesitas 7) Nafsu makan meningkat cairan vagina
2) Pengetahuan yang tidak 5) Berikan obat-obat berdasarkan resep
cukup untuk menghindari dokter untuk mengurangi iritasi
pemanjanan patogen 6) Kaji kemampuan pasien untuk
3) Pertahanan tubuh primer melakukan perawatan secara mandiri
yang tidak adekuat 7) Observasi ada tidaknya cairan vagina
a. Gangguan peritalsis yang tidak normal dan berbau
b. Kerusakan integritas 8) Infeksi adanya lubang, laserasi, ulserasi
kulit (pemasangankateter pada vagina
intravena, prosedur
invasif) Kontrol Infeksi
c. Perubahan sekresi PH 1) Bersihkan lingkungan dengan baik
d. Penurunan kerja siliaris setelah digunakan untuk setiap pasien
e. Pecah ketuban dini 2) Isolasi orang yang terkena penyakit
f. Pecah ketuban lama menular
g. Merokok 3) Batasi jumlah pengunjung
h. Stasis cairan tubuh 4) Anjurkan pasien untuk mencuci tangan

30 | P a g e
i. Trauma jaringan yang benar
(misalnya, trauma 5) Anjurkan pengunjung untuk mencuci
destruksi jaringan) tangan pada saat memasuki dan
4) Ketidakadekuatan jaringan meninggalkan ruangan pasien
sekunder 6) Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
a. Penurunan hemoglobin tangan yang sesuai
b. Supresi respon inflamasi 7) Cuci tangan sebelum dan sesudah
5) Vaksinasi tidak adekuat kegiatan perawatan pasien
6) Pemajanan terhadap patogen 8) Pakai sarung tangan sebagaimana
lingkungan meningkat dianjurkan oleh kebijakan pencegahan
7) Prosedur invasif universal
8) Malnutrisi 9) Pakai sarung tangan steril dengan tepat
10) Cukur dan siapkan untuk daerah
persiapan prosedur invasif atau opersai
sesuai indikasi
11) Pastikan teknik perawatan luka yang
tepat
12) Tingkatkan inteke nutrisi yang tepat
13) Dorong intake cairan yang sesuai

31 | P a g e
14) Dorong untuk beristirahat
15) Berikan terapi antibiotik yang sesuai
16) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
tanda dan gejalah infeksi dan kapan
harus melaporkannya kepada penyedia
perawatan kesehatan
17) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
bagaimana menghindari infeksi

4. Retensi urine berhubungan NOC: setelah dilakukan tindakan keperawatan1x Manajemen eliminasi urin:
dengan penekanan oleh massa 24 jam diharapkan eliminasi urin kembali normal 1) Monitor eliminasi urin termasuk
jaringan neoplasma pada dengan kriteria hasil: frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
organ sekitarnya, gangguan 1) Pola eliminasi kembali normal warna urin sesuai kebutuhan.
sensorik motorik. 2) Bau urin tidak ada 2) Monitor tanda dan gejala retensio urin.
3) Jumlah urin dalam batas normal 3) Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi
Definisi: pengosongan kantung 4) Warna urin normal saluran kemih.
kemih tidak komplit 5) Intake cairan dalam batas normal 4) Anjurkan pasien atau keluarga untuk
6) Nyeri saat kencing tidak ditemukan melaporkan urin uotput sesuai
Batasan karakteristik: kebutuhan.

32 | P a g e
1) Tidak ada keluaran urin 5) Anjurkan pasien untuk banyak minum
2) Distensi kandung kemih saat makan dan waktu pagi hari.
3) Menetes 6) Bantu pasien dalam mengembangkan
4) Disuria rutinitas toileting sesuai kebutuhan.
5) Sering berkemih 7) Anjurkan pasien untuk memonitor
6) Inkontinensia aliran berlebih tanda dan gejalah infeksi saluran
7) Residu urin kemih.
8) Sensasi kandung kemih
penuh Kateterisasi Urin
9) Berkemih sedikit 1) Jelaskan prosedur dan alasan dilakukan
kateterisasi urin.
2) Pasang kateter sesuai kebutuhan.
Faktor yang berhubungan 3) Pertahankan teknik aseptik yang ketat.
1) Sumbatan 4) Posisikan pasien dengan tepat
2) Tekanan ureter tinggi (misalnya, perempuan terlentang
3) Inhibishi arkus reflex dengan kedua kaki diregangkan atau
fleksi pada bagian panggul dan lutut).
5) Pastikan bahwa kateter yang
dimasukan cukup jauh kedalam

33 | P a g e
kandung kemih untuk mencegah
trauma pada jaringan uretra dengan
inflasi balon
6) Isi balon kateter untuk menetapkan
kateter, berdasarkan usia dan ukuran
tubuh sesuai rekomendasi pabrik
(misalnya, dewasa 10 cc, anak 5 cc)
7) Amankan kateter pada kulit dengan
plester yang sesuai.
8) Monitor intake dan output.
9) Dokumentasikan perawatan termasuk
ukuran kateter, jenis, dan pengisian
bola kateter
5. Konstipasi berhubungan NOC: setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 Manajemen saluran cerna
dengan penekanan pada jam pasien diharapkan konstipasi tidak 1) Monitor bising usus
rectum (prolaps rectum) adadengan kriteria hasil: 2) Lapor peningkatan frekuensi dan bising
1) Tidak ada iritabilitas usus bernada tinggi
Definisi: penurunan pada 2) Mual tidak ada 3) Lapor berkurangnya bising usus
frekuensi normal defekasi yang 3) Tekanan darah dalam batas normal 4) Monitor adanya tanda dan gejalah

34 | P a g e
disertai oleh kesulitan atau 4) Berkeringat diare, konstipasi dan impaksi
pengeluaran tidak lengkap feses 5) Catat masalah BAB yang sudah ada
atau pengeluaran feses yang sebelumnya, BAB rutin, dan
kering, keras, dan banyak. Keparahan Gejalah penggunaan laksatif
Batasan karakteristik 1) Intensitas gejala 6) Masukan supositorial rektal, sesuai
1) Nyeri abdomen 2) Frekuensi gejala dengan kebutuhan
2) Nyeri tekan abdomen dengan 3) Terkait ketidaknyamanan 7) Intruksikan pasien mengenai makanan
teraba resistensi otot 4) Gangguan mobilitas fisik tinggi serat, dengan cara yang tepat
3) Nyeri tekan abdomen tanpa 5) Tidur yang kurang cukup 8) Evaluasi profil medikasi terkait dengan
teraba resistensi otot 6) Kehilangan nafsu makan efek samping gastrointestinal
4) Anoraksia
5) Penampilan tidak khas pada Manajemen konstipasi/inpaksi
lansia 1) Monitor tanda dan gejala konstipasi
6) Darah merah pada feses 2) Monitor tanda dan gejala impaksi
7) Perubahan pola defekasi 3) Monitor bising usus
8) Penurunan frekuensi 4) Jelaskan penyebab dari masalah dan
9) Penurunan volume feses rasionalisasi tindakan pada pasien
10) Distensia abdomen 5) Dukung peningkatan asupan cairan,
11) Rasa rektal penuh jika tidak ada kontraindikasi

35 | P a g e
12) Rasa tekanan rektal 6) Evaluasi pengobatan yang memiliki
13) Keletihan umum efek samping pada gastrointestinal
14) Feses keras dan berbentuk 7) Intruksikan pada pasien dan atau
15) Sakit kepala keluarga untuk mencatat
16) Bising usus hiperaktif warna,volume, frekuensi dan
17) Bising usus hipoaktif konsistensi dari feses
18) Peningkatan tekanan 8) Intruksikan pasien atau keluarga
abdomen mengenai hubungan antara diet latihan
19) Tidak dapat makan, mual dan asupan cairan terhadap kejadian
20) Rembesan feses cair konstipasi atau impaksi
21) Nyeri pada saat defekasi 9) Evaluasi catatan asupan untuk apa saja
22) Massa abdomen yang dapat nutrisi yang telah dikonsumsi
diraba 10) Berikan petunjuk kepada pasien untuk
Faktor yang berhubungan dapat berkonsultasi dengan dokter jika
1) Funfsional konstipasi atau impaksi masih tetap
a. Kelemahan otot abdomen terjadi
b. Ketidakadekuatan 11) Informasukan kepada pasien mengenai
toileting prosedur untuk mengeluarkan feses
c. Kurang aktifitas fisik secara manual jika di perlukan

36 | P a g e
d. Kebiasaan defekasi tidakteratur 12) ajarkan pasien atau keluarga mengenai
2) Psikologis proses pencernaan normal
a. Defresi, stres, emosi
b. Konfusi mental
3) Farmakologi
4) Mekanis
5) fiologis

6 Kekurangan volume cairan berhubungan NOC: Manajemen cairan


dengan perdarahan pervaginam Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien 1) Jaga intake atau asupan yang akurat
Defenisi : penurunan cairan intravaskuler, menunjukkan keseimbangan cairan dengan dengan catat output pasien
intertisial, dan atau intarselular. Ini mengacu kriteria hasil : 2) Monitor status hidrasi (misalnya,
pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa 1) Tekanan darah dalam rentang normal ( membran mukosa lembab,denyut nadi
perubahan kadar natrium 110- 130 mmHg) adekuat)
Batasan karakteristik : 2) Keseimbangan intake dan output dalam 24 3) Monitor hasil laboratorium yang
1) Kelemahan jam tidak terganggu relevan dengan retensi cairan
2) Kulit kering 3) Hematokrit dalam rentang normal ( 37- (misalnya penurunan hematokrit)
3) Membran mukosa kering 43%) 4) Monitor tanda-tanda vital pasien
4) Peningkatan hematokrit 4) Turgor kulit baik 5) Monitor makanan atau cairan yang
5) Penurunan tekanan darah 5) Membran mukosa lembab dikonsumsi dan hitung asupan kalori

37 | P a g e
6) Penurunan turgor kulit harian
6) Berikan terapi IV
7) Dukung pasien dan keluarga untuk
membantu dalam pemberian makan
dengan baik

Pencegahan perdarahan
1) Catat nilai hemoglobin dan hemtokrit
sebelum dan setelah pasien
kehilangan darah sesuai indikasi
2) Monitor tanda dan gejala perdarahan
menetap (contoh : cek smua sekresi
darah yang terlihat jelas maupun yang
tersembunyi)
3) Monitor komponen koagulasi darah
(termasuk protrombin time (PT),
Partial Thromboplastin Time (PTT),
fibrinogen, degradasi fibrin, dan
trombosit hitung dengan cepat.
4) Monitor tanda-tanda vital
5) Pertahankan agar pasien tetap tirah

38 | P a g e
baring jika terjadi perdarahan aktif
6) Instruksikan pasien untuk
meningkatkan makanan yang kaya
vitamin K

Sumber : NANDA International, (2015-2017), NIC-NOC (2013) dalam Armantius, 2017 dan NIC-NOC (2016 dalam Sari, 2017)

39 | P a g e
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi atau tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
keperawatan yang telah disusun.

E. EVALUASI
Evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan dari tindakan keperawatan.
Evaluasi dibuat untuk mencapai kriteria hasil yang diharapkan.

40 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Armantius. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Mioma Uteri Di Ruang


Ginekologi Kebidanan RSUP DR. Djamil Padang. Karya Tulis Ilmiah. Padang :
Poltekkes Kemenkes Padang. (Online),
http://pustaka.poltekkes-
pdg.ac.id/repository/ARMAN_143110206.pdf diakses tanggal 24 Februari 2022

Aspiani, Y. R. 2017. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM

Husnayeni, St. 2021. Manajemen Asuhan Kebidanan Gangguan Sistem Reproduksi


Dengan Mioma Uteri. Karya Tulis Ilmiah. Makassar : Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar. (Online), http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/19830/1/ST%20HUSNAYENI_70400117065.pdf diakses tanggal
24 Februari 2022

Istiani. 2019. Asuhan Kebidanan Gangguan Reproduksi Dengan Mioma Uteri Di UPT
Puskesmas Jaken Kabupaten Pati. Laporan Tugas Akhir. Semarang : Universitas
Muhammadiyah Semarang. (Online), http://repository.unimus.ac.id/4119/ diakses
tanggal 24 Februari 2022

Krismuna, Y. D. 2020. Studi Literatur : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Pre Operasi
Mioma Uteri Dengan Masalah Keperawatan Ansietas. Karya Tulis Ilmiah.
Ponorogo : Universitas Muhammadiyah Ponorogo. (Online),
http://eprints.umpo.ac.id/6199/ diakses tanggal 24 Februari 2022

Mendrofa, K. O. 2018. Hubungan Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian Mioma


Uteri Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2017.
Skripsi. Medan : Unversitas Sumatera Utara.
(Online),
https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/13494/150100044.pdf?se
quence=1&isAllowed=y diakses tanggal 25 Februari 2022

Nurarif, A. H dan Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Jakarta: MediAction

Putri, Dian. R. 2020. Studi Literatur : Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi
Mioma Uteri Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut. Karya Tulis Ilmiah.
Ponorogo : Universitas Muhammadiyah Ponorogo. (Online),
http://eprints.umpo.ac.id/6124/ diakses tanggal 24 Februari 2022

Sari, L. P. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Mola Hidatidosa Di

41 | P a g e
Ruangan Gynekologi-Onkologi Di RSUP DR. M. Djamil Padang. Karya Tulis
Ilmiah. Padang : Poltekkes Kemenkes Padang. (Online), http://pustaka.poltekkes-

42 | P a g e
pdg.ac.id/repository/Lady_Permata_Sari%281%29.pdf diakses tanggal 24
Februari 2022

Setiati Eni. 2018. Waspada 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yogyakarta: C.V Andi
Offset.

Surya, E., Muzakkar, M.. 2017. Mioma Servikal. Cermin Dunia Kedokt. 118–120

Tumaji, T., Rukmini, R., Oktarina, O., & Izza, N. (2020). Pengaruh Riwayat Kesehatan
Reproduksi Terhadap Kejadian Mioma Uteri pada Perempuan di Perkotaan
Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 23(2), 89-98.

43 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai