Anda di halaman 1dari 178

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Penugasan Profesi

Departemen Kesehatan Jiwa

Disusun oleh:

ROSSYTA
NIM. 190070300011038

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA

PADA IBU HAMIL

A. Pengertian
Kehamilan adalah suatu rangkaian dari pertemuan sel sperma dengan sel telur yang
sehat dan dilanjutkan dengan fertilisasi, nidasi dan implantasi (Sulistiyowati, 2012).
Kehamilan diawali adanya janin dalam rahim seorang perempuan sebagai hasil
konsepsi yang berlangsung sejak peristiwa tertanamnyahasil konsepsi pada dinding
endometrium di dalam uterus sampai lahirnya janin (Keliat, 2015). Pada masa ini
seorang ibu belajar untuk memahami dan memberikan respons positif terhadap
perubahan fisiologis, psikologis dan sosial selama usia kehamilannya.
Kehamilan adalah suatu proses yang normal akan tetapi kebanyakan wanita
akan mengalami perubahan baik dari segi psikologis maupun emosional selama
kehamilan. Sering kali kita mendengar betapa bahagianya dia karena akan menjadi
seorang ibu tetapi tidak jarang ada wanita yang merasa khawatir kalau terjadi
masalah selama kehamilannya misalnya ibu takut dengan anak yang akan
dilahirkannya apakah normal ataukah tidak atau mungkin ibu takut kehilangan
kecantikannya.
Sedangkan gangguan psikologis adalah Perubahan psikologi pada ibu hamil
merupakan hal yang normal dan merupakan hal yang individual. Didasarkan pada
teori Revarubin. Teori ini menekankan pada pencapaian peran sebagai ibu, dimana
untuk mencapai peran ini diperlukan proses belajar melalui serangkaian aktifitas.

B. Perubahan dan Adaptasi Psikologis selama Masa Kehamilan


Perubahan peran selama kehamilanSeiring dengan bertambahnya usia
kehamilan, ibu akan mengalami perubahan psikologis dan pada saat ini pula wanita
akan mencoba untuk beradaptasi terhadap peran barunya melalui tahapan sebagai
berikut :

1. Tahap Antisipasi
Dalam tahap ini wanita akan mengawali adaptasi perannya dengan
merubah peran sosialnya melalui latihan formal (misalnya kelas-kelas khusus
kehamilan) dan informal melalui model peran (role model). Meningkatnya frekuensi
interaksi dengan wanita hamil dan ibu muda lainnya akan mempercepat proses
adaptasi untuk mencapai penerimaan peran barunya sebagai seorang ibu.
2. Tahap Honeymoon (menerima peran, mencoba menyesuaikan diri)
Pada tahap ini wanita sudah mulai menerima peran barunya dengan cara
mencoba menyesuaikan diri. Secara internal wanita akan mengubah posisinya
sebagai penerima kasih sayang dari ibunya menjadi pemberi kasih sayang
terhadap bayinya. Untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, wanita akan
menuntut dari pasangannya. Ia akan mencoba menggambarkan figur ibunya
dimasa kecilnya dan membuat suatu daftar hal-hal yang positif dari ibunya untuk
kemudian ia daptasi dan terapkan kepada bayinya nanti. Aspek lain yang
berpengaruh dalam tahap ini adalah seiring dengan sudah mapannya beberapa
persiapan yang berhubungan dengan kelahiran bayi, termasuk dukungan
semangat dari orang-orang terdekatnya.
3. Tahap Stabil (bagaimana mereka dapat melihat penampilan dalam peran)
Tahap sebelumnya mengalami peningkatan sampai ia mengalami suatu
titik stabil dalam penerimaan peran barunya. Ia akan melakukan aktivitas-aktivitas
yang bersifat positif dan berfokus untuk kehamilannya, seperti mencari tahu
tentang informasi seputar persiapan kelahiran, cara mendidik dan merawat anak,
serta hal yang berguna untuk menjaga kondisi kesehatan keluarga.
4. Tahap Akhir (perjanjian)
Meskipun ia sudah cukup stabil dalam menerima perannya, namun ia tetap
mengadakan“perjanjian” dengan dirinya sendiri untuk sedapat mungkin “menepati
janji” mengenai kesepakatan-kesepakatan internal yang telah ia buat berkaitan
dengan apa yang akan ia perankan sejak saat ini sampai bayinya lahir kelak.

C. Masalah Emosi Selama Kehamilan


Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan
psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian
besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan merupakan peristiwa kodrat yang
harus dilalui tetapi sebagian lagi menganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat
menentukan kehidupan selanjutnya.

Perubahan kondisi fisik dan emosional yang komplek, memerlukan adaptasi


terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik
antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma – norma
sosiokultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri, dapat merupakan pencetus
berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ketingkat
gangguan jiwa yang berat.

Dukungan psikologik dan perhatian akan memberi dampak terhadap pola


kegiatan sosial   ( keharmonisan, penghargaan, pengorbanan, kasih sayang dan
empati) pada wanita hamil dan dari aspek teknis, dapat mengurangi aspek sumber
daya (tenaga ahli), cara penyelesaian persalinan normal, akselerasi, kendali nyeri
dan asuhan neonatal),

Hubungan episode kehamilan dengan reaksi psikologis yang terjadi.:

a. Trimester 1 :
Sering terjadi fluktuasi lebar aspek emosional sehingga perode ini 
mempunyai resiko tinggi untuk terjadi pertengkaran atau rasa tidak nyaman.
b. Trimester II :
Fluktuasi emosional sudah mulai mereda dan perhatian wanita hamil lebih
terfokus pada berbagai  perubahan tubuh yang terjadi saat kehamilan,
kehidupan seksual keluarga dan hubungan bathiniah dengan bayi yang
dikandungannya.
c. Trimester III :
Berkaitan dengan bayangan resiko kehamilan dan proses persalinan
sehingga wanita hamil sangat emosional dalam upaya mempersiapkan atau
mewaspadai segala sesuatu yang akan dihadapi.

Reaksi cemas
 Gangguan ini ditandai dengan rasa cemas dan ketakutan yang berlebihan, terutama
sekali terhadap hal-hal yang masih tergolong wajar.
 Kecemasan baru terlihat apabila wanita tersebut mengungkapkannya karena gejala
klinik yang ada, sangat tidak spesifik (twitchung, tremor, berdebar-debar, kaku otot,
gelisah dan mudah lelah, insomnia)
 Timbul gejala-gejala somatik akibat hiperaktifitas otonom (palpitasi, sesak nafas,
rasa dingin ditelapak tangan, berkeringat dingin, pusing, rasa terganjal pada leher).
 Tenangkan dengan psikoterapi. Walau kadang-kadang upaya ini kurang memberi
hasil tetapi prosedur ini sebaiknya paling pertama dilakukan.
 Hanya pada pasien dengan reaksi cemas berat, berikan diazepam 3 x 2 mg per hari.
 Bila pasien tidak mampu untuk melakukan kegiatan sehari-hari atau kekurangan
asupan kalori/gizi maka harus dilakukan rawat inap di rumah sakit.

Reaksi panik
 Ditandai dengan rasa takut dan gelisah yang hebat, terjadi dalam periode yang relatif
singkat dan tanpa sebab-sebab yang jelas.
 Pasien mengeluhkan nafas sesak atau rasa tercekik, telinga berdenging, jantung
berdebar, mata kabur, rasa melayang, takut mati atau merasa tidak akan tergolong
lagi.
 Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien gelisah dan ketakutan, muka pucat
pandangan liar, pernafasan pendek dan cepat dan takhikardi.
 Tenangkan secara verbal, sebelum psikoterapi atau medikamentosaa. Sebaiknya
pasien dirawat untuk observasi tehadap reaksi panik ulangan dan pemberian terapi.
 Karena reaksi panik hanya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat, cukup
diberikan dosis tunggal diazepam 5 mg IV.

Reaksi Obsesif-Kompulsif
 Gambaran spesifik dari gangguan ini adalah selalu timbulnya perasaan, rangsangan
ataupun pikiran untuk melakukan sesuatu, tanpa objek yang jelas, diikuti dengan
perbuatan yang dilakukan secara berulang kali.
 Pengulangan perbuatan tersebut dapat mencelakai dirinya, bayi yang dikandung
atau orang lain.
 Adanya potensi gawat darurat pada wanita hamil dengan reaksi obsesif-kompulsif
menjadi alasan untuk dirawat di rumah  sakit atau dalam pengawasan tim medis
yang memadai. Psikoterapi cukup membantu untuk mengembalikan wanita ini pada
status emosional yang normal.
 Pada kasus yang berat, beri diazepam 5 mg IV dan observasi ketat.

Depresi berat
 Depresi pada wanita hamil, ditandai oleh perasaan sedih, tidak bergairah,
menyendiri, penurunan berat badan, insomnia, kelemahan, rasa tidak dihargai dan
pada kasus yang berat, ada keinginan untuk melakukan bunuh diri.
 Penelitian di RS Dr. Sutomo, Surabaya (1990) menunjukkan angka kejadian Depresi
Pascapersalinan (Postpartum Blues) sebesar 15,2 % (persalinan fisiologis) dan 46,2
% (persalinan patologis).
 Sulit untuk melakukan komunikasi karena mereka cenderung menarik diri, tidak
mampu berkonsentrasi, kurang perhatian dan sulit untuk mengingat sesuatu .
 Gunakan anti depresan Amitryptyline 2 x 10 mg oral.
 Terapi kejutan listrik (ECT) digunakan apabila psikofarmaka gagal dan reaksi depresi
membahayakan pasien.

Perasaan panik/ gelisah


     Berkaitan dengan kemampuanya untuk menjaga kehamilan sampai saat persalinan
sebagai   seorang ibu hamil yang baik. Respon-respon psikologis tersebut terjadi
karena ibu merasa bahwa kehamilannya ini merupakan suatu ancaman, kegawatan,
ketakutan dan bahaya bagi dirinya dan sebagai akibat yang akan terjadi pada dirinya,
sehingga mereka akan bersikap tidak hanya menolak kehamilannya tetapi juga akan
berusaha menggugurkan kehamilannya bahkan kadang-kadang mencoba bunuh diri.

D. Gambaran Kondisi Psikologis pada Wanita Hamil


Selama kehamilan banyak wanita yang mengalami perasaan – perasaan :
•    Marah
•    Tertekan
•    Bersalah
•    Bingung
•    Was – was
•    Kesal
•    Pilu
•    Khawatir
Hal ini biasanya ditandai dengan gejala – gejala :
•    Kehabisan tenaga atau kebanyakan gerak.
•    Tidak bisa tidur walaupun mempunyai kesempatan.
•    Menangis tidak tertahan dan mata terasa berlinang.
•    Menyadari bahwa perasaan amat cepat berubah.
•    Sangat judes atau peka terhadap bunyi dan sentuhan. 
•    Senantiasa berfikiran negatif.
•    Tanpa berwujud merasa tidak mampu.
•    Tiba-tiba takut atau gugup.
•    Tidak bisa memusatkan perhatian.
•    Lebih sering lupa.
•    Rasa bingung dan bersalah.
•    Makan amat sedikit atau amat banyak.
•    Asik dengan fikiran yang menghantui dan mengerikan.
•    Kehilangan kepercayaan dan harga diri.
  Apabila kondisi - kondisi ini terjadi secara beruntun sedikitnya selama 2
minggu maka akan menimbulkan kondisi psikologis yang bermasalah yang sifatnya
memerlukan adanya pengobatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi psikis pada masa hamil : 
1.   Sudah punya banyak anak 
Banyak anak sebagian orang merasakan sebagai beban finansial yang
harus di tanggung, belum lagi di tambah kerepotan - kerepotan lainnya, apalagi
jika dalam keluarga sudah ada anak dengan jumlah lebih daricukup.          
2.  Khawatir berubah penampilan      
Bagi sebagian perempuan, penampilan merupakan nilai jual, perubahan
bentuk wajah dan tubuh akibat kehamilan dan persalinan dianggap akan
mengurangi keindahan penampilan.
3. Kemampuan finansial dirasa tidak memadai.       
Jika si kecil lahir di saat kondisi keuangan keluarga tengah morat marit
memang merepotkan, kondisi ini merupakan hal yang sangat menganggu kondisi
psikologis seorang ibu hamil.         
4. Keluhan sulit tidur 
Sulit tidur di malam hari dapat membuat kondisi ibu hamil menurun,
konsentrasi berkurang, mudah lelah, badan terasa pegal, tidak mood bekerja dan
cenderung emosional. Keluhan tidur umumnya muncul saat usia kandungan
memasuki trimester ketiga dimana janin sudah tumbuh sedemikian besar sehingga
terasa menyesakkan. Ditrimester pertama, kadar hormon dalam tubuh ibu sedang
mengalami perubahan drastis yang sering memunculkan keluhan muntah –
muntah, sehubungan dengan itu, keluhan sulit tidur biasanya muncul  karena
sebab sebagai berikut : 
      
•   Stres           
•    Perubahan hormon 
•    Dihantui kecemasan          
•    Gangguan psikis   

E. Tanda dan Gejala


Trimester I
Subjektif:
a. Tidak menstruasi
b. Ingin selalu diperhatikan oleh suami dan keluarga
c. Merasa bahagia dengan kehamilan
d. Merasa nyaman dan bahagia bila disentuh,dibelai dan disayang oleh suami.
e. Merasakan perasaan yang berubah – ubah dari waktu ke waktu
f. Respons terhadap perubahan yang terjadi:
1) Mual dan muntah di pagi hari
2) Cepat lelah dan mengantuk
3) Sering buang air kecil
4) Payudara terasa penuh
5) Tidak menyukai bau makanan tertentu

Objektif:

1. Areola mamae menghitam


2. Tes kehamilan positif

Trimester II

Subjektif:

1. Takut jika suami meninggalkan rumah dalam waktu relatif lama


2. Mulai merasakan gerakan janin
3. Merasa senang dan bahagia dengan gerakan janin
4. Merasakan ada ikatan dengan janin

Objektif:

1. Perut mulai kelihatan buncit


2. Payudara membesar

Trimester III

Subjektif:

1. Merasakan ketidaknyamanan pada tubuh: sesak, mudah lelah, kram kaki


2. Merasa kepanasan, mudah berkeringat, sering berkemih, sesak nafas, mudah
lelah,kram kaki
3. Membayangkan hari kelahiran dengan gembira
4. Mencari informasi dari banyak sumber tentang kehamilan, kelahiran dan janin
5. Memutuskan tempat alternatif untuk melahirkan

Objektif:

1. Keluar cairan kuning dari puting susu


2. Mempersiapkan segala kebutuhan bayi baik material maupun spiritual (nama
terbaik, tempat melahirkan, upacara kelahiran, perlengkapan bayi dan ibu, dan
lain – lain).

1. Tujuan Asuhan Keperawatan


Pada ibu hamil
1. Kognitif: ibu hamil mampu memahami,
a. Perkembangan yang normal pada ibu hamil
b. Perkembangan yang menyimpang pada ibu hamil
c. Cara menyesuaikan diri terhadap perubahan biologis, psikologis dan sosial
selama masa kehamilan
2. Psikomotor: ibu hamil mampu
a. Melakukan adaptasi terhadap perubahan biologis, psikologis, dan sosial
b. Menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan janinnya
c. Melakukan pemeriksaan kehamilan dan persalinan pada fasilitas pelayanan
kesehatan
3. Afektif: ibu hamil merasa bahagia dan menerima kehamilannya

Pada Keluarga

1. Kognitif: keluarga mampu mengenal


a. Perkembangan ibu hamil yang normal
b. Perkembangan ibu hamil yang menyimpang
2. Psikomotor: keluarga mampu memberikan dukungan pada ibu hamil
3. Afektif: keluarga mampu memberikan kebahagiaan dan motivasi pada ibu hamil

2. Tindakan Keperawatan
Tindakan pada ibu hamil
a. Diskusikan tentang perkembangan yang normal yang dialami selama kehamilan.
b. Diskusikan tentang perkembangan yang menyimpang yang dialami selama
kahamilan
c. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial pada kehamilan
dan cara adaptasi
d. Diskusikan tentang cara mencapai pertumbuhan dan perkembangan janin yang
normal dengan bonding dan attachment tercapai:
1) Trimester I : menyentuh/mengelus perut, berusaha bersikap tenang saat
mengetahui kepastian kehamilan, menghindari stres, mulai mengajak janin
berbicara, banyak berdoa, meditasi atau ibadah lain, berusaha memenuhi
kebutuhan gizi janin, makan sedikit tapi sering, melakukan kegiatan yang
menyenangkan, selalu berfikir positif (berbaik sangka terhadap segala
sesuatu yang terjadi)
2) Terimester II : mengajak janin berbicara lebih sering sambil mengelus perut
ibu, kenalkan suara orang – orang di sekitar (ayak, kakak, nenek, kakek)
secara teratur, mendengar musik yang lembut, mendengarkan bacaan kitab
suci, tetap menjaga keseimbangan emosi, tidak mudah marah atau sedih,
menghindari berkata dan berbuat negatif, meyakini ada ikatan dengan janin,
merespons gerakan janin dengan mengusap, menekan dan sedikit
menggoyang perut.
3) Trimester III : laku semua tindakan yang dilakukan pada trimester I dan
II,sering jalan pagi, senam hamil, mengenalkan lingkungan sambil mengajak
janin berbicara, kenalkan janin dengan cahaya (menyenter/mengarahkan
lampu ke perut ibu), makan makanan yang bervariasi rasanya, melakukan
setiap kegiatan dengan hati yang tenang, senang dan ikhlas, lebih sering
melakukan latihan relaksasi, hindari rokok dan alkohol.

Tindakan pada keluarga


1. Jelaskan tentang perkembangan ibu hamil yang normal
2. Jelaskan tentang perkembangan ibu hamil yang menyimpang
3. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial ibu hamil serta
cara adaptasi
4. Bantu keluarga memberikan dukungan selama hamil dan setelah bersalin
5. Diskusikan dengan keluarga tentang pemeriksaan kesehatan selama kehamilan,
minimal empat kali selama kehamilan
6. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat
digunakan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan selama kehamilan dan
proses persalinan.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Kesiapan peningkatan menjadi orang tua
Rencana Intervensi Keperawatan
Kesiapan peningkatan menjadi orang tua (SDKI)

Perencanaan
Diagnosis Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional
keperawatan
Kesiapan Setelah 3 kali melakukan Dukungan penampilan peran
peningkatan interaksi dengan klien peran
Observasi
menjadi orang tua menjadi orang tua diharapkan
membaik dengan kriteria hasil 1. Identifikasi berbagai peran dan periode transisi 1. Mengidentifikasi peran dalam masa
sesuai dengan tingkat perkembangan transisi dapat membatu adaptasi
1. Keinginan meningkatkan
keluarga sesuai dengan tingkat
peran menjadi orang tua 2. Identifikasi peran yang ada dalam keluarga
perkembangannya
2. Verbalisasi kepuasan 3. Identifikasi jika ada peran dalam keluarga yang
2. Identifikasi peran dalam keluarga
memiliki bayi tidak terpenuhi
memudahkan pemberi asuhan dalam
3. Perilaku positif menjadi orang meyusun tindakan apa yang akan
tua diberikan kepada keluarga

3. Jika ada peran yang tidak terpenuhi


pemberi asuhan dapat memasukan
kedalam rencana intervensi untuk
keluarga.

1. Bantu keluarga dalam beradaptasi


Terapeutik dengan keadaan baru dalam hal ini
1. Fasilitasi adaptasi peran keluarga terhadap kesiapan peningkatan menjadi orang
perubahan peran yang tidak diinginkan tua.

2. Berdiskusi dengan pasien terkait


dengan bagaimana peran menjadi
2. Fasilitasi diskusi peran menjadi orang tua
orang tua dapat membantu klien
memahami dan beradaptasi tentang
peran orang tua

1. Berdiskusi dengan klien terkait


dengan perilaku yang dibutuhkan
Edukasi dalam mengembangkan peran
1. Diskusikan perilaku yang dibutuhkan untuk seperti bagaaimana perawatan bayi
mengembangkan peran dan diskusi tentang baru lahir teknik menyusui dan lain
strategi positif untuk mengelola perubahan sebagainya dapat membantu klien
peran dalam menghadapi perubahan
peran menjadi orang tua.

1. Berada dalam kelompok yang sama


memudahkan klien untuk
beradaptasi dengan peran yang
baru karena bertemu dengan orang
Kolaborasi
lain dengan kondisi yang sama
1. Rujuk dalam kelompok untuk mempelajari sehingga membantu klien dalam
peran baru. sharing tentang pengalaman dan
berbagi informasi
1. menentukan kesiapan klien dalam
menerima informasi yang akan
Edukasi perawatan kehamilan
disampaikan oleh pemberi asuhan
Observasi :
2. Membantu pemberi asuhan untuk
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan memberikan perawatan apa yang
menerima informasi dibutuhkan selama masa kehamilan

2. Identifikasi tentang perawatan masa kehamilan 3. Edukasi kepada klien dan keluarga
juga meningkatkan pengetahuan
Terapeutik : tentang perawatan kehamilan pada
1. Sediakan materi dan media pendidikan klien, bagaimana cara
kesehatan perawatannya, dan lain sebaginya
serta membantu keluarga dalam
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai mendapatkan informasi yang
kesepakatan adekuat dalam melaksanakan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya perawatan kehamilan klien.

Edukasi

1. Jelaskan perubahan fisik dan psikologis masa


kehamilan

2. Jelaskan perkembangan janin

3. Jelaskan ketidaknyamanan selama kehamilan

4. Jelaskan kebutuhan nurisi selama kehamilan

5. Jelaskan seksualitas selama kehamilan

6. Jelaskan kebutuhan aktivitas dan istirahat


1. Observasi menentukan tindakan
keperawatan apa yang akan
dilakukan serta rencana tindakan
Promosi citra tubuh : baik tindakan secara mandiri maupun
kolaborasi yang akan diberikan
Observasi : kepada klien.
1. Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan 2. Monitor frekuensi pernyataan kritik
tahap perkembangannya (masa kehamilan) dapat membantu kita
Terapeutik mengidentifikasi kondisi terkait
gangguan citra tubuh yang dialami
1. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya klien terkait dengan kehamilannya
pada saat kehamilan
3. Mendiskusikan perubahan bentuk
2. Diskusikan perubahan penampilan akibat tubuh pada saat kehamilan
kehamilan membantu klien dalam meningkatkan
3. Diskusikan kondisi stress yang penerimaan terhadap bentuk
memepengaruhi citra tubuh pada saat tubuhnya dan membantu klien untuk
kehamilan mengatasi ataupun mengurangi
penolakan akibat citra tubuh oleh
4. Diskusikan persepsi pasien dan keluarga dirinya sendiri.
tentang perubahan citra tubuh
4. Berdiskusi tentang gangguan citra
Edukasi : tubuh dengan keluarga dan klien
dapat pada saat kehamilan
1. Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan
meningkatkan dukungan keluarga
perubahan citra tubuh pada saat kehamilan
kepada klien karena keluarga
2. Latih peningkatan penampilan diri misal merupakan support system utama
(berdandan) klie dalam menjalankan terapi
pengobatan terkait kondisinya saat
3. Latih pengungkapan kemampuan diri terhadap
ini.
orang lain maupun kelompoK
Tindakan keperawatan pasien Tindakan keperawatan keluarga
1. Diskusikan tentang perkembangan yang 1. Jelaskan tentang perkembangan ibu
normal yang dialami selama kehamilan. hamil yang normal
2. Diskusikan tentang perkembangan yang 2. Jelaskan tentang perkembangan ibu
menyimpang yang dialami selama hamil yang menyimpang
kahamilan 3. Diskusikan tentang perubahan biologis,
3. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial ibu hamil serta
psikologis, dan sosial pada kehamilan dan cara adaptasi
cara adaptasi 4. Bantu keluarga memberikan dukungan
4. Diskusikan tentang cara mencapai selama hamil dan setelah bersalin
pertumbuhan dan perkembangan janin yang 5. Diskusikan dengan keluarga tentang
normal dengan bonding dan attachment pemeriksaan kesehatan selama
tercapai: kehamilan, minimal empat kali selama
1. Trimester I : menyentuh/mengelus perut, kehamilan
berusaha bersikap tenang saat mengetahui 6. Diskusikan dengan keluarga tentang
kepastian kehamilan, menghindari stres, mulai fasilitas pelayanan kesehatan yang
mengajak janin berbicara, banyak berdoa, dapat digunakan untuk melakukan
meditasi atau ibadah lain, berusaha pemeriksaan kesehatan selama
memenuhi kebutuhan gizi janin, makan sedikit kehamilan dan proses persalinan.
tapi sering, melakukan kegiatan yang
menyenangkan, selalu berfikir positif (berbaik
sangka terhadap segala sesuatu yang terjadi)
2. Terimester II :
mengajak janin berbicara lebih sering
sambil mengelus perut ibu, kenalkan
suara orang – orang di sekitar (ayak,
kakak, nenek, kakek) secara teratur,
mendengar musik yang lembut,
mendengarkan bacaan kitab suci,
tetap menjaga keseimbangan emosi,
tidak mudah marah atau sedih,
menghindari berkata dan berbuat
negatif, meyakini ada ikatan dengan
janin, merespons gerakan janin
dengan mengusap, menekan dan
sedikit menggoyang perut.
3. Trimester III :
Lakukan semua tindakan yang
dilakukan pada trimester I dan II,sering
jalan pagi, senam hamil, mengenalkan
lingkungan sambil mengajak janin
berbicara, kenalkan janin dengan
cahaya (menyenter/mengarahkan
lampu ke perut ibu), makan makanan
yang bervariasi rasanya, melakukan
setiap kegiatan dengan hati yang
tenang, senang dan ikhlas, lebih sering
melakukan latihan relaksasi, hindari
rokok dan alkohol.

1. Evaluasi kegiatan yang sudah dilakukan. 1. Evaluasi kegiatan yang sudah dilakukan
dirumah bersama keluarga
2. Beri pujian terhadap keberhasilan pasien
melakukan kegiatan 2. Memfasilitasi kegiatan yang dapat
dilaksanakan dirumah

3. Evaluasi kemampuan pasien dalam


keberhasilannya melaksanakan
perawatan kehamilan dirumah

4. Beri pujian yang realistis terhadap


keberhasilan keluarga.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien : dalam proses kehamilan


2. Tujuan : ibu hamil mampu memahami,

a. Perkembangan yang normal pada ibu hamil

b. Perkembangan yang menyimpang pada ibu hamil

c. Cara menyesuaikan diri terhadap perubahan biologis, psikologis dan sosial selama
masa kehamilan

d. Melakukan adaptasi terhadap perubahan biologis, psikologis, dan sosial

e. Menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan janinnya

f. Melakukan pemeriksaan kehamilan dan persalinan pada fasilitas pelayanan


kesehatan

g. ibu hamil merasa bahagia dan menerima kehamilannya

4.Tindakan Keperawatan

a. Diskusikan tentang perkembangan yang normal yang dialami selama kehamilan.


b. Diskusikan tentang perkembangan yang menyimpang yang dialami selama
kahamilan
c. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial pada kehamilan dan
cara adaptasi
d. Diskusikan tentang cara mencapai pertumbuhan dan perkembangan janin yang
normal dengan bonding dan attachment tercapai:

5. Tindakan Keperawatan pada Keluarga

a. Tujuan: keluarga mampu mengenal

a. Perkembangan ibu hamil yang normal

b. Perkembangan ibu hamil yang menyimpang

c. keluarga mampu memberikan dukungan pada ibu hamil

d. keluarga mampu memberikan kebahagiaan dan motivasi pada ibu hamil

b. Tindakan keperawatan Keluarga

1. Jelaskan tentang perkembangan ibu hamil yang normal


2. Jelaskan tentang perkembangan ibu hamil yang menyimpang
3. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial ibu hamil serta cara
adaptasi
4. Bantu keluarga memberikan dukungan selama hamil dan setelah bersalin
5. Diskusikan dengan keluarga tentang pemeriksaan kesehatan selama kehamilan,
minimal empat kali selama kehamilan
6. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat
digunakan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan selama kehamilan dan proses
persalinan.

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKANKEPERAWATAN

1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“ Selamat pagiIbu”.
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana keadaan Ibu hari ini ? bagaimana dengan kondisi kehamilan ibu
sekarang?”
c. Kontrak
 Topik
”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap mengenai kondisi bu terkait dengan kehamilan
ibu ?”
 Waktu
” Berapa lama ibu punya waktu untuk berbincang- bincang dengan saya ?Bagaimana
kalau 20 menit ?”
 Tempat
”Dimana kita bisa berbincang-bincang ? Bagaimana kalau di ruang tamu ?”
 Tujuan
”Agar ibu dapat memhami kondisi kehamilan ibu, bagaimana perubahan bentuk tubuh
yang akan ibu alami, kemudian nutrisinya dan perawatan selama kehamilan Ibu”
2. Fase Kerja

”Mari bu kita membicarakan tentang kondisi kehamilan ibudulu dan saat ini.
Bagaimana perasaan Ibu dan harapan ibu terhadap kondisi kehamilan dan
perubahan tubuh yang dirasakan saat ini?”
“baiklah bu, hal seperti itu memang sudah umum dan normal dialami oleh ibu hamil,
oleh karena itu kita perlu memahami penyebabnya agar ibu tidak salah memahami
tentang proses perubahan tubuh yang terjadi selama proses kehamilan”.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
  Subyektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berdiskusi tadi?”
 Obyektif
”Coba ibu sebutkan perubahan atau gejala apa saja yang biasa muncul
pada ibu hamil”?
b. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
”Baiklah Ibu, selanjutnya dipertemuan berikutnya kita akan membahas tentang
nutrisi selama kehamilan, bagaimana ibu?”
c. Kontrak yang akan datang
 Topik
”Baiklah Ibu, selanjutnya dipertemuan berikutnya kita akan membahas tentang
nutrisi selama kehamilan, bagaimana ibu?”
 Waktu
”Kalau begitu jam berapa kita akan bertemu untuk membahasnya?”
 Tempat
”Ibu mau dimana?”
Baik terimakasih sampaii jumpa dipertemuan yang akan datang..

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna dkk. 2011. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC: Jakarta.

Yusuf., Fitriyasari, R., & Nihayati, H.E. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba Medika:

Jakarta.

Mannawi, Juwita. 2016. Asuhan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh pada Pasien

Splenomegali. FKUI: Jakarta

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,

Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI.


PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPD PP

LAPORAN PENDAHULUAN

Sehat Jiwa Bayi 0 – 18 Bulan

A. DEFINISI
Bayi merupakan didefinisikan pada keperawatan anak yaitu individu yang berusia 0 – 18
bulan yang sedang dalam proses tumbuh – kembang (Supartini, 2004) dan Pada usia
tersebut, Errikson menambahkan terjadi perkembangan psikososial dimana padausia ini
bayi belajar terhadap kepercayaan dan ketidakpercayaan (Trust and Mistrust). Masa
inimerupakan krisis pertama yang dihadapi oleh bayi (Videbeck, 2008).

B. Karakteristik Perilaku
Karakteristik normal bayi : 0 – 18 bulan :

1. Menangis ketika ditinggalkan oleh ibunya


2. Menangis saat basah, lapar, haus, dingin, panas, sakit.
3. Menolak atau menangis saat digendong oleh orang yang tidak dikenalnya
4. Segera terdiam saat digendong, dipeluk atau dibuai
5. Saat menangis mudah dibujuk untuk diam kembali
6. Menyembunyikan wajah dan tidak langsung menangis saat bertemu dengan orang
yang tidak dikenalnya
7. Mendengarkan musik atau bernyanyi dengan senang
8. Menoleh mencari sumber suara saat namanya dipanggil
9. Saat diajak bermain memperlihatkan wajah senang
10. Saat diberikan mainan meraih mainan atau mendorong dan membantingnya.

C. Tahap Perkembangan
Menururt Whaley dan Wong (2000) dalam Supartini (2004) pertumbuhan sebagai
peningkatan jumlah dan ukuran sedangkan perkembangan adalah peningkatan secara
kualitas dimana terjadi peningkatan kapasitas individu untuk berfungsi yang dicapai melalui
proses pertumbuhan, pematangan, dan pembelajaran.
Perkembangan Psikososial Freud fase oral, fase anal, fase laten, dan fase genital, menururt
freud bayi usia 0 – 18 bulan masuk pada fase oral fase oral. Pada usia ini menurut Freud,
anak mulai sensitif terhadap seseorang yang memberikannya kasih sayang. Anak mulai
dapat mempercayai orang lain yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
Tahap perkembangan yang lain oleh Erikson dalam Supartini (2004), mengklasifikasikan
menjadi lima tahap perkembangan psikososial yaitu, percaya versus tidak percaya, otonomi
versus rasa malu dan ragu, inisiatif versus rasa bersalah, industry versus inferiority, dan
identitas dan kerancuan peran. Tahap infant (sampai dengan 1 tahun) dalam fase trust and
mistrust, pada fase ini merupakan tahapan perkembangan yang sangat penting karena
pertama kalinya anak terbentuk rasa percaya kepada orang lain, yaitu kepada orang tuanya
sehingga jika pada usia 0 – 1 tahun orang tua tidak memperhatikan tahap perkembangan
ini, akan terjadi ketidakpercayaan anak pada orang lain.

D. PROSES TERJADINYA
1. Presdiposisi
a. Biologi
Faktor biologi merupakan faktor fisik dari bayi baik selama kehamilan sampai
kelahiran. Faktor yang mempengaruhinya yaitu:
1) Latar belakang Genetik : latar belakang bawaan normal, tidak memiliki latar
belakang penyakit yang menurun secara genetik.
2) Tidak ada riwayat kembar monozygot.: tidak ada riwayat penyakit
keturunan, riwayat terjadi kelainan kromosom 6,4,8,5,22 (seperti sindrom
down, sindrom turner)
3) Riwayat Prenatal baik : ibu selalu melakukan pemeriksaan kehamilan,
melakukan suntik TT
4) Riwayat intranatal dan postnatal baik: lahir secara spontan, tidak terjadi
asfiksia pada bayi, IRDS dan penyulit saat melahirkan. Pada post natal bayi
memiliki reflek hisap yang baik, pemberian ASI tidak mengalami hambatan.
5) Status nutrisi : Berat badan lahir tidak kurang dari 2500 gram
6) Tidak ada kelainan hormone
7) Riwayat kehamilan dan persalinan: ibu saat hamil menderita preklamsia,
kejang, hipertensi, saat lahir bayi BBLR dan lahir sebelum waktunya
8) Status Gizi: BB 5 bulan < 2 x BB lahir, BB 1 tahun < 3 x BB lahir dan TB 1
tahun< 1,5 x TB lahir
9) Kondisi kesehatan secara umum: riwayat imunisasi dasar
10)Penyakit Infeksi
b. Psikologis
1) Intelegensi/ ketrampilan verbal
Mampu mengoceh dan tertawa saat dibunyikan suara kerincingan.
Menengok ke arah sumber suara pada saat dipanggil namanya.
Kecerdasan dimiliki anak sejak lahir, anak yang memiliki tingkat
kecerdasan yang tinggi dapat di dorong oleh stimulus lingkungan untuk
berprestasi secra cemerlang.
2) Moral
Perkembangan moral anak yang dikemukakan Kohlberg didasarkan pada
perkembangan kognitif anak, pada infant masuk kedalam fase
preconventional anak belajar baik, dan buruk atau benar dan salah melalui
budaya sebagai dasar dalam peletakan nilai moral (Supartini, 2004). Peran
orang tua yang menjadi panutan moral bayi saat berbicara dengan bayi.
3) Kepribadian
Infant memiliki respon dengan menangis saat terjadi ketidaknyamanan
pada dirinya, contohnya popok basah,lapar dan lain sebagainya.
4) Pengalaman masa lalu
Pengalaman saat intranatal, prenatal, dan post natal, pada fase ini apakah
kehamilan diinginkan, terjadi trauma, apakah bayi mendapat perhatian dari
ibunya seperti IMD
5) Konsep diri
Mulai tidak mempercayai, membedakan diri dari lingkungan.
6) Motivasi
Tersenyum saat ada yang mengajak bercanda, memeluk dan mencium
7) Self control
Bayi mulai mengenal orang – orang terdekatnya yang menjadi
kepercayaan, sehingga jika diajak oleh orang lain dia akan merespon
menangis, karena merasa asing.
c. Sosial budaya
1) Usia : 0 – 18 bulan
2) Gender : laki – laki / perempuan
3) Status sosial: anak kandung, anak adopsi
4) Latar belakang budaya: Ras/suku bangsa kulit putih mempunyai
pertumbuhan somatik lebih tinggi daripada bangsa Asia
5) Pengalaman sosial: digandeng, dipeluk dan dibuai saat menangis menjadi
senang, Diberi makan dan minum jika haus dan lapar, diselimuti jika
kedinginan, diajak bermain dan berbicara
6) Peran sosial: bayi diterima sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
7) Agama dan Keyakinan : apakah gama yang diikuti bayi sama dengan kedua
orang tuanya atau dengan orangtua yang berbeda agama
2. Presipitasi
a. Natural
1) Biologi
 Pemberian ASI Esklusif
 Nutrisi gizi seimbang
 Makanan tambahan diberikan setelah bayi berusia 6 bulan
 Makanan padat diberikan setelah usia 12 bulan
 BB bayi sesuai dengan TB: BB 5 bulan = 2 x BB lahir, BB 1 tahun 3 x BB
lahir
2) Psikologis
Keluarga memperlakukan bayi dengan penuh kasih sayang, menyebut
dengan panggilan sayang, memberikan respon saat bayi melakukan sesuatu
Menunjukkan rasa cinta, kasih sayang dan rasa aman pada bayi
 Sering mengajak anak berbicara dengan lembut, panggil bayi dengan
namanya
 Sering memeluk dan mencium anak’
 Membuai, menimang dan menidurkan anak dan membacakan cerita
 Membujuk ketika bayi rewel
 Sering mengajak anak bermain
 Memperlihatkan gambar yang lucu dan menarik
 Mengajak melihat dirinya dikaca
 Pada saat bayi menangis segera mencari tahu kebutuhan dasar yang
terganggu (lapar, haus, basah dan sakit)
3) Sosial budaya
 Eksternal : Cuaca, keadaan geografis, struktur bangunan, ventilasi baik
kepadatan hunian layak, lingkungan memberikan pengaruh terhadap
perkembangan anak
 Internal : Keluarga merasa bangga dan menerima bayi dalam
keluarganya dengan mengajaknya mengenal lingkungan, bersalaman,
dan mengenalkan dengan orang lain.
b. Origin
1) Internal: Anak senang dan gembira menerima stimulasi dan pertumbuhan
perkembangan sesuai usia
2) Eksternal: Pola asuh diikuti oleh fasilitas dan pelayanan yang memadai
c. Timing
Stimulasi disesuaikan dengan usia bayi, sehingga pencapaian perkembangannay
sesuai jangan sampai lebih lambat dalam menstimulasi.
d. Number
Semakin sering stimulasi dilakukan semakin baik bagi perkembangan anak, dan
disesuaikan dengan usia anak.

E. Tanda dan Gejala


1. Aspek Motorik
a. Motorik Kasar
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Menggerakkan kepala kekiri/kanan.
 Mengangkat tangan kewajahnya
 Menendang dan meluruskan kaki jika telentang
 Mendekatkan kedua tangan
2) Usia 6 – 9 Bulan
 Duduk tanpa bantuan
 Mengangkat kepala
 Melonjak
 Berdiri dengan bantuan
3) Usia 9 – 12 Bulan
 Merangkak
 Berjalan dengan bimbingan
 Membungkuk
4) Usia 12 – 18 Bulan
 Menyusun dua kotak
 Memasukkan kubus dalam dua kotak
b. Motorik Halus
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Bereaksi terhadap bunyi
 Mengikuti benda dengan mata
 Senyum
2) Usia 6 – 9 Bulan
 Memegang dan memasukkan benda
 Membuat bunyi-bunyian
 Mencari mainan
3) Usia 9 – 12 Bulan
 Menggambar
 Menyusun balok
4) Usia 12 – 18 Bulan
 Menyusun dua kotak
 Memasukkan kubus dalam dua kotak

2. Aspek Kognitif
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Mengenal orang yang dekat/familiar
 Mulai berusaha mencari benda yang hilang
 Menendang saat lapar
2) Usia 6 – 12 Bulan
 Menunjukkan gambar
 Mengulang kata-kata
 Menunjuk bagian-bagian tubuhnya
3) Usia 12 – 18 Bulan
 Mengikuti perintah sederhana
 Meniru kegiatan orang lain
3. Aspek Bahasa
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Mengoceh spontan
 Mulai menggumam
2) Usia 6 – 12 Bulan
 Mengeluarkan suara tanpa arti
 Mencari sumber suara
 Menirukan kata-kata
3) Usia 12 – 18 Bulan
 Dapat mengatakan lima sampai sepuluh kata
4. Aspek Emosi
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Terpenuhinya kebutuhan rasa aman dan nyaman
 Mengenal lingkungan diluar rumah
2) Usia 6 – 12 Bulan
 Terpenuhinya rasa aman dan nyaman
 Mengenal lingkungan diluar rumah
3) Usia 12 – 18 Bulan
 Memperlihatkan rasa cemburu dan bersaing
5. Aspek Kepribadian
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Melihat diri didepan kaca
 Terpenuhinya kebutuhan rasa nyaman
2) Usia 6 – 12 Bulan
 Berusaha meraih mainan
 Terpenuhinya kebutuhan rasa nyaman
3) Usia 12 – 18 Bulan
 Mengekspresikan rasa takut dan malu
6. Aspek Moral
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Menggunakan tangan kanan dalam memberikan sesuatu dengan arahan orang
lain
 Menggunakan tangan kanan dalam menerima sesuatu dengan arahan orang
lain
2) Usia 6 – 12 Bulan
 Menggunakan tangan kanan saat makan
 Menggunakan tangan kanan saat memberikan sesuatu
 Menggunakan tangan akan saat menerima sesuatu
3) Usia 12 – 18 Bulan
 Menggunakan tangan kanan saat makan
 Menggunakan tangan kanan saat memberikan sesuatu
 Menggunakan tangan akan saat menerima sesuatu
7. Aspek Spiritual
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Tampak nyaman dan mendengarkan ketika ibunya membacakan kitab suci
 Tampak nyaman ketika dibacakan doa
2) Usia 6 – 12 Bulan
 Tampak memperhatikan dan mendengarkan ketika ibunya membacakan kitab
suci
 Tampak senang ketika dibacakan doa makan
3) Usia 12 – 18 Bulan
 Tampak memperhatikan dan mendengarkan ketika ibunya membacakan kitab
suci
 Tampak senang ketika dibacakan doa makan
8. Aspek Psikososial
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Tumbuhnya kemampuan sosialisasi
 Senang / nyaman ketika diberikan pujian
2) Usia 6 – 12 Bulan
 Bisa bermain ciluk ba
 Menoleh ketika dipanggil namanya
3) Usia 12 – 18 Bulan
 Mengeksplorasi sekeliling rumah

F. Sumber Koping
1. Personal
a. Masa intrauterin baik, tidak ada gangguan
b. perkembangan normal (sehnat)
c. Senang menerima stimulasi
d. Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
2. Sosial
a. Orangtua lengkap dan motivasi tinggi untuk stimulasi perkembangan.
b. Sanitasi lingkungan baik.
c. Masyarakat di sekitarnya baik (aturan, norma, agama dan pendidikan)
d. Orangtua mengetahui cara menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan
sesuai usia anak.
3. Materia Asset
a. Orangtua bekerja, sosial ekonomi memadai
b. Sarana dan prasarana tersedia sesuai dengan usia perkembangan
c. Positif belief : terhadap kesembuhannya dan layanan kesehatan

G. Mekanisme Koping
1. Konstruktif
Berespon terhadap stimulus yang datang secara tepat, menangis jika kebutuhan
dasar tidak terpenuhi
2. Destruktif
Sering menangis hingga berontak ketika digendong, dan regreasi dan sering
mengompol
H. Pathway
Rasa Percaya

Terpenuhinya tugas dan perkembangan usia 0 – 18 Bulan

Kesiapan peningkatan perkembangan rasa percaya pada anak usiainfant

Pengetahuan keluarga efektif

I. Pengkajian Asuhan Keperawatan


1. Identitas pasien. Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, agama, informan,
tanggal pengkajian , alamat pasien.
2. Keluhan utama
Kelihan utama bila ada, mungkin menangis terus dan sebagainya
3. Status pertumbuhan dan perkembangan
Dilihat sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan, apakah sudah sesuai
atau tidak sesuai dengan umurnya sekarang.
a. Fisik
b. Psikososial
c. Psikosexual
d. Kognitif
e. Moral
4. Faktor Presdiposisi
a. Faktor biologis
 Riwayat dan perilaku ibu selama dikandungan (ante, intra, post)
 Riwayat imunisasi
 Riwayat terpapar gas beracun
 Riwayat gangguan tidur/istirahat
 Riwayat status gizi
 Riwayat hospitalisasi
 Riwayat gangguan hormonal
 Riwayat penggunaan zat
 Riwayat kehamilan ibu
b. Faktor psikologis
 Motivasi keluarga
 Pertahanan psikologi bayi : menangis ?
 Pengalaman masala lalu ibu terkait bayi/anaknya (yang tidak
menyenangkan)
 Konsep diri ibu
c. Faktor-faktor sosialbudaya
 Riwayat pendidikan keluarga
 Pendapat keluarga
 Riwayat pekerjaan keluarga
 Riwayat interaksi sosial keluarga
 Peran sosial keluarga
 Latar belakang budaya keluarga
 Pertentangan nilai budaya yang berhubungan dengan perawatan
 Keyakinan/agama yang dianut keluarga
 Pandangan dan nilai yang dianut
 Kegiatan ibadah yang dilakukan
5. Faktor Presispitasi
a. Faktor biologis
Imuniassi, nutiris, latihan motorik kasar/halus
b. Faktor psikologis dan sosial budaya
 Psikosexual
(0-1,5 th) Pemenuhan kepuasan fase oral
 Psikososial
(0-1,5 th) Membangun rasa percaya: mambantu anak bila minta
pertolongan
c. Kognitif
0-2 th : Merangsang sensori
d. Moral
6. Penilaian Terhadap Stressor
a. Respon kognitif
b. Respon afektif
c. Respon fisiologi
d. Perilaku yang tampak
7. Sumber Koping
a. Kemampuan Personal
b. Dukungan sosial
c. Aset Materia
d. Keyakinan
8. Mekanisme Koping

J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :

1. Kesiapan Peningkatan perkembangan bayi


K. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
KEP.
Kesiapan TUM : Setelah diberikan askep selama Bina hubungan saling percaya dengan Pada penelitian Sumangkut
Peningkatan Kognitif : ... menit dalam ..x pertemuan mengungkapkan prinsip komunikasi (2019) menyatakan bahwa
perkembang komunikasi antarpribadi bagi
an bayi 1. Mengembangkan diharapkan TU dan TUK dapat therapeutic :
perawat sangat berperan
kemampuan tercapai dengan kriteria hasil : penting dalam menangani
1. Sapa pasien dengan ramah dan baik secara
berbicara/berbhas 1. bayi tidak menangis dan merawat pasien gangguan
verbal dan non verbal.
2. Berespon terhadap 2. Menunjukan rasa senang jiwa. Komunikasi antarpribadi
2. Perkenalkan diri dengan sopan.
bunyi atau suara 3. Ada kontak mata yang
3. Tunjukkan sikap empati dan menerima
3. Mengenal dan 4. Bayi dapat digendong dilakukan perawat dalam
pasien apa adanya.
embedakan orang- menangani dan merawat pasie
4. Beri perhatian pada pasien gangguan jiwa yaitu
orang di sekitarnya menggunakan komunikasi
5. Lakukan dengan halus dan lembut
Psikomotor& afektif : terapeutik sehingga akan
6. Berikan posisi mengendong yang nyaman
terjalan BHSP antara perawat
1. Bayi mampu dan aman dan pasien. bila BHSP sudah
mengembangkan terbentuk maka akan
bermanfaat dalam :
kemampuan
motoriknya 1. memberikan informasi
atau pesan antara
2. Bayi mampu
perawat dengan pasien
mengekspresikan gangguan jiwa yang
perasaan sebagai efektif
2. hubungan yang baik
respon terhadap
antara perawat dengan
stimulus pasien gangguan jiwa
TUK 1 : 3. kepercayaan antara
perawat dengan pasien
Pasiendapat membina
gangguan jiwa
hubungan saling 4. menghilangkan rasa
percaya kecurigaan pasien
terhadap perawat.
Sehingga asuhan keperawata
dapat efektif diberikan pada px

TUK 2 : Stimulasi sangat pentin


 Melatih kognitif dilakukan kepada ba
pasien Stumulasi biasa dilakukan pad
usia dini ini bertujuan untu
meningkatkan kognit
Setelah diberikan askep selama psikomotor, dan afektif ba
... menit dalam ..x pertemuan sesuai dengan usiany
1. Usia 0 – 6 Bulan
diharapkan TU dan TUK dapat sehingga perkembangan da
 Ajak bayi berbicara
tercapai dengan kriteria hasil : pertumbuhan tidak telat ata
 Panggil bayi sesuai dengan namanya
1. Bayi menjawab atau sesuai. Menurut Chamida
 Ajak bayi bermain (bersuara lucu,
berespon terhadap ajakan (2009) pertumbuhan da
benda berbunyi)
bicara perkembangan anak usia 0
2. Usia 6 – 12 Bulan
2. Bayi bermain tahun masuk dalam masa yan
 Latih bayi untuk mengucapkan
3. Bayi e=menoleh saat paling penting atau bias
perkataan yang terdiri dari 2 suku
dipanggil katayang sama disebut golden age perio
4. Bayi dapat berkata 2 suku  Segera menggendong, memeluk dan sehingga diperlukan adany
kata membuai bayi saat bayi menangis deteksi dini pertumbuhan da
 Ajak bayi berbicara perkembangan serta da
 Panggil bayi dengan namanya stimulasi perkembangan pad

 Ajak bayi bermain (suara lucu, anak usia 0-5 tahun. Stimula

bunyi”an) yang diberikan dap

3. Usia 12 – 18 Bulan menstimulasi otak anak untu

 Latih bayi untuk menyebutkan nama- menghasilkan hormon-hormo


nama bagian tubuhnya yang diperlukan dala
perkembangannya. Stimula
 Latih bayi untuk mengucapkan
TUK 3: yang diberikan dapat bersif
perkataan yang terdiri dari 2 suku kata
 Melatih Psikomotor mudah dan sederhana as
 Ajjak bayi berbicara
& afektif pasien rutin, seperti mengajak bicar
 Panggil bayi sesuai namanya
melatih bergerak, bermain da
 Ajak bermain (bersuara lucu, benda
sebagainya sesuai dengan us
berbunyi)
masing-masing anak.
Setelah diberikan askep selama
... menit dalam ..x pertemuan
diharapkan TU dan TUK dapat
1. Usia 0 – 6 Bulan
tercapai dengan kriteria hasil :
 Latih bayi megangkat kepala/melihat
1. Bayi dapat mmelakukan
perawat
sesuai dengan psikomotor
 Latih, bayi membalikkan badan dari
diusianya
2. Bayi dapat berekspresi telenntang ke telungkup sampai bayi
seperti menangis, memilih dapat membalikkan badannya sendiri
makanan/gambar/mainan  Latih bayi menggam benda/mainan
dsb  Segera menggendong, memeluk bayi
3. Bayi bermain saat bayi menangis
 Ajak bayi bermain (menggerakan
benda, memperlihatkan enda berwarna
menarik dan ajarkan untuk memilih)
2. Usia 6 – 12 Bulan
 Latih bayi membungkukkan badan
tanpa berpengangan
 Latih bayi merangkak, berdiri,
berkalan dengan berpengangan dan
berjalan sendiri
 Segera menggendong, memeluk
bati saat bayi menangis
 Ajak bayi bermain (menggerakan
benda, memperlihatkan enda
berwarna menarik dan ajarkan untuk
memilih)
 Pangku dan perhatikan saat
menyusui dan memberi makan
3. Usia 12 -18 Bulan
 Latih bayi berjjalan, menangkap
bola, menenda bola, berjalan naik
turun tangga
 Latih bayi menumpuk balok
 Ajak bayi bermain

TUK 4: Setelah diberikan askep selama 1. Jelaskan perkemangan bayang harus Keluarga merupakan oran
 Keluarga/pengasuh/ ... menit dalam ..x pertemuan dicapai bayi terdekat dengan pasie
care giver dapat diharapkan TU dan TUK dapat 2. Jelaskan cara memfasilitasi perkemabgan dikarenakan itu yang dap
mengerti, tercapai dengan kriteria hasil : rasa percaya diri bayi selalu memberikan stimula
memfasilitasi, 1. Keluarga mengerti 3. Latih cara menstimulasi perkembagan rasa dan deteksi dini pada ba
melatih/menstimulas perkembangan yang harus percaya diri bayi adalah ibunya sendiri ata
i perkembangan dicapai bayi 4. Latih keluarga menciptakan suasana keluarganya sendiri sehingg
bayi sesuai 2. Keluarga keluarga yang menstimulasi sangat pentin
umurnya memfasilitasi.melatih/mensti perkemabganan rasa percaya bayi eluarga/pengasuh untu
mulasi perkembaganan bayi 5. Diskusikan tanda penyimpangan mengetahui perkemangan da
3. Keluarga dekat dengan bayi perkemabgan dan cara mengatasinya pertumbuhan yang sesu
6. Motivasi kedekatan pengasuh/keluarga dengan umur serta melatih ata
dengan bayi menstimulasi perkemanga
bayi/anak sesuai dengan umur
L. Implementasi Keperawatan
1. Strategi Pelaksanaan (SP)

PASIEN KELUARGA
SP 1 SP 1
1. Melakukan pengkajian sesuai 1. Diskusikan masalah yang dihadapi oleh
dengan format pengkajian keluarga
2. Melihat pertumbuhan dan 2. Jelaskan perkembangan yang harus
perkembangan bayi dicapai bayi
3. Menentukan apakah terdapat 3. Diskusikan tanda penyimpangan
penyimpangan pertumbuhan dan perkemabganan dan cara mengatasinya
perkemangan bayi sesuai dengan 4. Latih cara menstimulasi perkembangan
usianya bayi dalam hal kognitif sesuai dengan
4. Melatih perkembangan bayi usia bayi sekarang
dalam hal kognitif sesuai dengan
usianya

SP 2 SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kegiatan yang sudah dilakukan
dilakukan. sebelumnya
2. Melatih psikomotor dan afektif 2. Latih cara menstimulasi perkemangan
bayi dalam hal psikomot dan afektif
bayi sesuai dengan usia bayi
sesuai dengan usia bayi
sekarang
STRATEGI PELAKSANAAN SP-1 KELUARGA : MENJELASKAN PERILAKU BAYI YANG
NORMAL DAN MENYIMPANG SERTA CARA MENSTIMULASINYA

A. Kondisi Pasien

B. Diagnosa Keperawatan

Kesiapan peningkatan perkembangan infant

C. Tujuan

1. Keluarga dapat menjelaskan perilaku yang menggambarkan perkembangan


normal dan menyimpang

2. Keluarga dapat menjelaskan cara menstimulasi perkembangan anaknya

3. Keluarga dapat mendemonstrasikan cara menstimulasi perkembangan anaknya

4. Keluarga mampu merencanakan tindakan untuk menstimulasi perkembangan


anaknya

D. Tindakan Keperawatan

Tugas perkembangan yang normal : rasa percaya

Tindakan keperawatan :

1. Jelaskan pengertian perkembangan psikososial, karakteristik perilaku bayi yang


normal dan menyimpang

2. Jelaskan cara memupuk rasa percaya bayi pada ibu/ keluarga

 Panggil bayi sesuai nama


 Berespon secara konsisten terhadap kebutuhan bayi
 Susui segera saat bayi nangis
 Ganti popok/ celana jika basah/ kotor
 Lindungi dari bahaya jatuh
 Kurangi stres bayi dengan cara merawat bayi dengan penuh kasih
sayang, memeluk, menggendong, mengeloni dengan tulus dan
sepenuh hati
 Berikan lingkungan yang aman dan nyaman bagi bayi
 Ajak bayi bermain
 Ajak bayi bicara saat merawatnya
 Segera bawa ke pelayanan kesehatan terdekat jika terdapat masalah
kesehata (sakit)

3. Demonstrasikan cara memupuk rasa percaya bayi

Jika ibu akan pergi, jelaskan dan katakan akan kembali. Pada saat kembali,
jelaskan bahwa ibu menepati janji

4. Rencanakan tindakan untuk memupuk rasa percaya bayi

Tugas penyimpangan pengembangan : rasa tidak percaya

Tindakan keperawatan :

1. Informasikan penyebab rasa tidak percaya bayi


2. Ajarkan cara menjalin hubungan saling percaya dengan bayi
 Penuhi kebutuhan dasar : makan, minum, kebersihan, BAB/BAK, istirahat/
tidur, bermain.
 Penuhi rasa aman dan nyaman : lindungi bayi dari rasa sakit atau panas,
cedera (jatuh), tidak membiarkan sendirian, berikan kasih sayang
3. Segera bawa ke pelayanan kesehatan saat bayi sakit

E. Strategi Pelaksanaan

1. Orientasi

“selamat pagi Ibu. Saya perawat Riri dari puskesmas Pauh. Saya merupakan
mahasiswa praktek profesi ners dari fkep Unand. Nama Ibu siapa? Biasa dipanggil
apa? Bagaimana kondisi bayi Ibu? Siapa namanya? Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang tentang perkembangan bayi Ibu? Berapa lama Ibu punya waktu?
Bagaimana kalau 30 menit? Dimana kita akan bicara? Di ruangan ini saja? Baiklah
bu.”

2. Kerja

“Apakah menurut Ibu merawat bayi itu penting? Mengapa? Betul sekali. Selain itu
dengan merawat bayi secara baik dan benar, bayi akan merasa nyaman dan nyaman
sehingga memupuk rasa percaya bayi terhadap lingkungan, karena jika tidak bayi
akan mengalami rasa tidak percaya dan akan menghambat perkembangan
seterusnya.

“Perkembangan utama bayi adalah dapat memupuk rasa percaya, artinya bayi harus
dapat memercayai orang sekitar, khususnya itu karena pada usia ini bayi sangat
bergantung pada orang lain. Beberapa perilaku yang menandakan bayi mempunyai
rasa percaya adalah bayi bereaksi senang ketika ibunya datang, memperhatikan/
memandang wajah orang yang mengajak bicara dan mencari suara orang yang
memanggil namanya, bayi tidak langsung menangis saat bertemu orang asing, atau
bayi akan menangis saat lapar, haus, sakit dan gerah. Apakah bayi Ibu berperilaku
seperti ini? Kalau begitu Ibu merawatnya dengan baik. Supaya perkembangan bayi
lebih baik lagi, Ibu harus selalu memenuhi kebutuhannya, seperti makan, minum,
tidur, kebersihan, tidak nyeri, tidak kepanasan, merasa dicintai dan disayangi oleh
ibunya. Ibu juga harus mengajaknya berbicara dan jangan memperhatikan hal lain
saat menyusui atau merawatnya karena dapat menyebabkan bayi merasa tidak
diperhatikan. “

“Apakah ibu memperhatikan bagaimana perilaku bayi setelah makan atau disusui? Itu
mennadakan ia sangat senang dan nyaman. Kalau itu berlangsung terus sampai
berusia 1,5 tahun, bayi akan mempunyai rasa percaya pada lingkungan. Rasa
percaya ini akan membuat bayi jadi mudah bergaul dengan orang lain setelah besar
nanti. Sebaliknya jika kebutuhan tadi tidak terpenuhi, bayi akan mudah rewel, sulit
berpisah dengan ibunya, dan menjerit-jerit jika berpisah dengan ibu atau sulit berhenti
menghisap jempol/ empeng. Jika hal itu terjadi ibu harus membuat bayi percaya lagi
dengan cara memenuhi semua kebutuhan dasar bayi, menjaga agar bayi merasa
nyaman, diperhatikan, dicintai, dan disayang oleh orang sekitar. Menurut ibu, bayi Ibu
termasuk yang mana? Bagus sekali, Ibu sudah dapat membuat bayi percaya.”
Mari kita coba lakukan ke anak ibu. Coba panggil namanya. Bagus, lihat bu, mukanya
gembira saat ibu panggil dan ibu gendong. Coba saya gendong. Mari dek sama ibu. :
(sambil mengulurkan tangan), “Lihat bu, dia lihat dulu muka saya dan tidak mau saya
gendong. Ini normal Bu karena dia baru pertama kali bertemu saya dan tidak boleh
dipaksa. Nanti kalau sudah kenal dan percaya pada saya, dia akan mau.”

3. Terminasi

a. Evaluasi

“Nah Bu, kita sudah berbincang-bincang tentang perkembangan bayi normal dan
menyimpang. Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Bermanfaat? Apakah Ibu
masih ingat bagaimana cara merawat bayi supaya ia berkembang lebih baik lagi?
Betul sekali. Bagus, Ibu sudah mengingat dengan baik. Apakah masih ada hal lain
yang ingin Ibu ketahui? Kalau begitu, Ibu dapat mencoba beberapa cara yang
belum dilakukan selama ini dan pada pertemuan berikutnya seritakan kepada
saya. Saya dapat kesini lagi besok. Adakah yang ingin Ibu ketahui lagi dan dapat
dibicarakan besok? Kalau begitu, besok kita akan bicarakan tindakan yang Ibu
lakukan dan bagaimana mempertahankannya. Baiklah, saya permisi dulu Bu.
Sampai jumpa.”
STRATEGI PELAKSANAAN SP-2 KELUARGA : MENDEMONSTRASIKAN DAN MELATIH
KELUARGA UNTUK MENGEMBANGKAN RASA PERCAYA BAYI TERHADAP ORANG
LAIN

A. Kondisi Pasien

B. Diagnosa Keperawatan

Kesiapan peningkatan perkembangan infant

C. Tujuan

1. Keluarga dapat menjelaskan perilaku yang menggambarkan perkembangan


normal dan menyimpang

2. Keluarga dapat menjelaskan cara menstimulasi perkembangan anaknya

3. Keluarga dapat mendemonstrasikan cara menstimulasi perkembangan anaknya

4. Keluarga mampu merencanakan tindakan untuk menstimulasi perkembangan


anaknya

D. Tindakan Keperawatan

Tugas perkembangan yang normal : rasa percaya

Tindakan keperawatan :

1. Jelaskan pengertian perkembangan psikososial, karakteristik perilaku bayi yang


normal dan menyimpang

2. Jelaskan cara memupuk rasa percaya bayi pada ibu/ keluarga

 Panggil bayi sesuai nama


 Berespon secara konsisten terhadap kebutuhan bayi
 Susui segera saat bayi nangis
 Ganti popok/ celana jika basah/ kotor
 Lindungi dari bahaya jatuh
 Kurangi stres bayi dengan cara merawat bayi dengan penuh kasih
sayang, memeluk, menggendong, mengeloni dengan tulus dan
sepenuh hati
 Berikan lingkungan yang aman dan nyaman bagi bayi
 Ajak bayi bermain
 Ajak bayi bicara saat merawatnya
 Segera bawa ke pelayanan kesehatan terdekat jika terdapat masalah
kesehata (sakit)

3. Demonstrasikan cara memupuk rasa percaya bayi

Jika ibu akan pergi, jelaskan dan katakan akan kembali. Pada saat kembali,
jelaskan bahwa ibu menepati janji

4. Rencanakan tindakan untuk memupuk rasa percaya bayi

Tugas penyimpangan pengembangan : rasa tidak percaya

Tindakan keperawatan :

1. Informasikan penyebab rasa tidak percaya bayi


2. Ajarkan cara menjalin hubungan saling percaya dengan bayi
 Penuhi kebutuhan dasar : makan, minum, kebersihan, BAB/BAK, istirahat/
tidur, bermain.
 Penuhi rasa aman dan nyaman : lindungi bayi dari rasa sakit atau panas,
cedera (jatuh), tidak membiarkan sendirian, berikan kasih sayang
3. Segera bawa ke pelayanan kesehatan saat bayi sakit

E. Strategi Pelaksanaan

1. Orientasi

“Selamat pagi Ibu. Apakah ibu sudah mencoba cara merawat anak yang kita
bicarakan minggu lalu? Bagaimana hasilnya? Hari ini kita akan membahas cara
menstimulasi anak, sekaligus mendemonstrasikannya. Dimana anak ibu? Dapatlah
dibawa kesini? Berapa lama kita akan berbincang-bincang? 15-20 menit? Dimana
enaknya bu? Disini saja? Baiklah kalau begitu.”

2. Kerja

“Sesuai dengan petunjuk di leaflet ini, cara menstimulasi perkembangan bayi adalah
memberi rasa aman dan nyaman bagi bayi. Cara yang dapat Ibu lakukan untuk
membuat bayi merasa aman dan nyaman adalah menyusui, memandikan secara
teratur, membersihkan kotoran atau kencing, menjaga agar tidak kegerahan,
memeluk menggendong, membuai, mengajaknya bicara, menjaga agar tidak jatuh
atau cedera. Apakah Ibu sudah melakukan semua itu? Tindakan mana yang belum
Ibu lakukan? Apakah ada kesulitan untuk melakukannya? Apa yang sudah Ibu
lakukan untuk mengatasinya? Dapatkah ibu perlihatkan bagaimana cara Ibu
menyusui bayi Ibu? Bagus. Cara Ibu menyusui sudah betul, hanya akan lebih baik
lagi jika perhatian dan konsentrasi Ibu hanya tertuju pada bayi atau sambil berbicara
perlahan. Coba sekarang fokuskan pikiran dan hati ibu pada bayi. Senyum dan ajak
bicara perlahan. Bagus, Ibu sudah melakukannya dengan baik. Jadi saat menyusui
kita fokus pada bayi, tidak sambil mengerjakan hal lain. Hal lain yang harus dilakukan
adalah lebih menjaga kebersihan dan kemanannya. Berkomunikasi baik verbal
maupun nonverbal juga sangat mempengaruhi rasa aman bayi.”

3. Terminasi

“Nah Bu, kita sudah berbincang-bincang tentang cara membuat bayi merasa percaya
pada lingkungan.. Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apakah bermanfaat?
Alhamdulillah kalau begitu. Apakah Ibu masih ingat bagaimana cara merawat bayi
supaya ia berkembang lebih baik lagi? Betul sekali. Bagus, Ibu sudah mengingat
dengan baik. Apakah masih ada hal lain yang ingin Ibu ketahui? Kalau begitu, Ibu
dapat mencoba beberapa cara yang belum dilakukan selama ini dan pada pertemuan
berikutnya ceritakan kepada saya. Saya dapat kesini lagi besok. Adakah yang ingin
1Ibu ketahui lagi dan dapat dibicarakan besok? Kalau begitu, besok kita akan
bicarakan tindakan yang Ibu lakukan dan bagaimana mempertahankannya. Baiklah,
saya permisi dulu Bu. Sampai jumpa.”
DAFTAR PUSTAKA

Chamidah, A. N. (2009). Pentingnya Stimulasi Dini Bagi Tumbuh Kembang Otak Anak.
Talkshow Tumbuh Kembang Dan Kesehatan Anak, 1–7.

Keliat, B.A, Wiyono, Akemat. P.W dan Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus Gangguan
Jiwa CMHN (Intermediate Course). Cetakan I. Jakarta: EGC

Stuart,Gail W. (2013). Priciples & Practice of Psychiatric Nursing ed.9. Philadelphia: Elsevier
Mosby

Sumangkut, C. E. (2019). Peran Komunikasi Antar Pribadi Perawat Dengan Pasien


Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Ratumbuysang Manado. E-Journal Universitas Sam
Ratulangi. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Supartini, Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC

Townsend. M.C, (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri Rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Videbeck, S.J.( 2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC

Wong, et all.(2002). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Ed.6, vol 1 alih bahasa :Agus
Sutarna, Netty Juniarti, H.Y.Kuncara. Jakarta:EGC
Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Perkembangan Psikososial
Masa Toddler (18 Bulan-3tahun)

A. Perkembangan Psikososial (Erik H Erikson)


1. Kepercayaan Dasar Vs Kecurigaan dasar (awal pra kanak-kanak (0-2 th)
Pada usia ini anak sangat tergantung pada ibu atau orang yang dianggap ibu.
Ibu menjadi sumber kasih sayang dan memenuhi kebutuhan anak. Ibu selalu
diharapkan keberadaannya pada saat dibutuhkan. Ibu menjadi figur dipercaya dan
diandalkan. Apabila fase ini berhasil dilalui dengan baik, anak akan mengembangkan
keperyaan kepada orang lain dan dirinya, dia akan belajar menerima dan pemberi.
Sebaliknya apabila ibu menarik diri, dia tidak ada saat dibutuhkan, atau ibu terlalu
cepat atau mendadak menyapih atau meninggalkan anak, ataupun sering
membentak, memaki, memukul, apalagi sampai menelantarkan anak akan
mengembangkan ketakutan akan isolasi; kecemasan kehilangan ibu, muncul
kecurigaan, ketidakpercayaan kepada diri dan lingkungan disekitarnya (distrust).

2. Otonomi Vs rasa malu dan ragu-ragu (akhir masa pra kanak-kanak, sekitar 2-4 th)
Pada fase ini anak mulai belajar untuk berdiri sendiri (otonomi). Untuk itu
orang tua diharapkan dapat bertindak tegas tetapi melindungi, mendukung dan
memberi kesempatan keinginan otonomi serta melindungi dari keraguan dan rasa
bersalah. Apabila fase ini berhasil dilalui dengan baik, anak akan mengembang
otonomi, dengan memandang diri sebagai pribadi yang terpisah dari orang tua, tapi
masih tergantung. Sebaliknya apabila gagal anak akan mengembangkan rasa malu
dan ragu, merasa diri tidak mampu dan meragukan diri sendiri. Enggan belajar
keterampilan dasar, seperti berjalan dan berbicara serta ada ingin menyembunyikan
ketidakmampuannya.
Menurut ki fudyartanta. 2012. Periode otonomi vs perasaan malu dan keragu-raguan
1. Kualitas ego yang timbul :
Teori psikososial menamakan tahap perkembangan manusia dengan tahap
maskular-anal dalam tema psikososial, yang intinya adalah tumbuhnya otonomi vs
perasaan malu dan keragu-raguan. Bandingkan dengan teori freudianisme adalah
fase anal. Pada tahap maskular-anal ini anak mempelajari :
a. Apakah yang diharapkan dari dirinya
b. Apakan kewajiban-kewajiban dan hak-haknya
c. Apakah pembatasan-pembatasan yang dikenakan pada dirinya

Dalam masa maskular-anal ini kanak-kanak menghadapi pengalaman-


pengalaman baru dan berorientasi pada kegiatan-kegiatan, maka ada sejenis
tuntutan ganda pada kanak-kanak, yakni :
a. Tuntutan untuk mengontrol dirinya sendiri
b. Tuntutan untuk menerima kontrol dari orang lain

Karena bayi sudah bertambah besar dan kuat, yakni telah menjadi kanak-kanak,
maka sudah kodrat bahwa anak-anak mempunyai banyak gerak dan kemauan-
kemauan. Untuk mengendalikan sifat penuh kemauan anak, maka orang tua dan
orang dewasa lainnya bertindak :
a. Akan memanfaatkan kecendrungan universal pada manusia untuk merasa
malu.
b. Mendorong anak untuk mengembangkan rasa otonomi dan akhirnya mandri.
c. Dalam mengontrol anak-anak orang-orang dewasa harus benar-benar bersikap
membombong, artinya memberi bimbingan sambil menberi pujian yang
membesarkan hari anak-anak untuk mampu berbuat sesuatu.
d. Mendorong anak-anak untuk mengalami situasi situasi yang menuntut otonomi
dalam melakukan pilihan bebas.
e. Tidak boleh terlalu berlebihan dalam menanamkan rasa malu. Hal ini penting
untuk menghindari :
1) Anak-anak tidak memiliki rasa malu atau memaksanya mencoba melarikan
diri dari hal-hal dengan berdiam diri.
2) Anak-anak tidak berterus terang, tidak suka berbohong.
3) Anak-anak senang bertindak serba diam-diam.
Dalam fase otonomy Vs rasa malu dan ragu, juga berkembang kebebasan
pengungkapan diri dan sifat penuh kasih sayang. Bangkitnya rasa mampu
pengendalian diri pada anak-anak untuk menumbuhkan rasa kemauan baik dan
bangga yang bersifat menetap pada diri anak.

2. Nilai yang menonjol :


Dalam fase maskular-anal ini muncullah nilai kemauan pada anak-anak.
Darimana sumber kemauan anak itu? sumbernya ialah : kemauan diri yang terlatih
pada anak itu sendiri.Contoh-contoh kemauan luhur yang diperlihatkan oleh orang
lain (dari ibu, ayah, kakek, nenek dan sebagainya).Bagaimana kemauan anak itu
berkembang ? caranya kemauan anak berkembang ialah:
a. Anak-anak belajar dari diri sendiri dan orang lain mengenai apa yang
diharapkan dan yang tidak diharapkan.
b. Dengan kemauan maka menyebabkan anak secara bertahap mampu menerima
peraturan-peraturan hukum dan kewajiban.
c. Unsur-unsur kemauan bertambah secara berangsur-angsur melalui
pengalaman pengalaman yang melibatkan kesadaran dan perhatian,
manipulasi, verbalisasi, dan gerak atau lokomosi.
Karena kemauan olah (belajar) kemampuan untuk :
1) Membuat pilihan-pilihan bebas.
2) Memutuskan sesuatu dari berbagai pilihan.
3) Bertindak untuk melaksanakan pilihan tadi.
Kemauan untuk memilih, memutuskan dan bertindak itu berkembang terus
meningkat pada tahapan seterusnya. Jadi, inti perkembangan psikososial tahap
kedua adalah, timbulnya rasa kontrol kemauan dan bangga sebagai rasa otonomi,
dan imbangi dengan tumbuhnya rasa malu dan ragu-ragu jika anak-anak kehilangan
atau berkurangnya kontrol, kemauan, kebanggaan dan otonominya. Inilah kualitas
ego baru yang timbul pada fase maskular-anal menurut teori erikson. Lalu
tahapannya disebutnya otonomi Vs rasa malu dan keragu-raguan.

3. Bahayanya :
Sebaliknya, jika anak-anak kehilangan kontrol diri dapat menyebabkan
perasaan malu dan ragu-ragu, yang juga dapat bersifat menetap.
4. Ritualisasi tahap kedua :
Erikson menyebut ritualisasi tahap kedua dari perkembangan psikososial anak
adalah bersifat kebajikan atau judicious. Hal ini disebabkan oleh :
a. Anak mulai menilai diri sendiri
b. Anak mulai menilai orang lain
c. Anak mengembangkan kemampuan menghayati suatu rasa benar atau salah
pada tindakan-tindakan dan kata-kat tertentu
d. Hal tersebut menyiapkan anak untuk mengalami perasaan bersalah dalam
tahap berikutnya
e. Anak juga belajar membedakan antara “ jenis kami” dan orang-orang lain yang
dinilai berbeda
f. Orang-orang lain yang tidak sama dengan jenisnya sendiri secara otomatis
dinilai salah atau buruk
Hal tersebut merupakan dasar ontogenese dari keterasingan yang melanda
seluruh dunia yang disebut spesies yang terpecah atau disebut juga oleh erikson
sebagai pseudospesies, yang menjadi sumber prasangkan didalam diri manusia.
Dalam siklus kehidupan, tahap retualisasi bersifat bijaksana pada masa kanak-
kanak menjadi sumber untuk pengadilan pada orang dewasa yang tercermin dalam
pemeriksaan diruang pengadilan dan prosedur-prosedur dengan mana putusan-
putusan salah dan benar ditetapkan.
5. Ritualisme :
Jika terjadi penyimpangan dari ritualisasi tahap kedua ini, ritualismenya disebut
legalisme, yakni :
a. Mengagung-agungkan huruf ketentuan hukum dari pada semangat hukumnya
sendiri
b. Mengutamakan hukuman dari pada balas kasihan

6. Karakteristik toddler normal :


a. Berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekelilingnya
b. Memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing terhadap temannya
c. Memperlihatkan minat terhadap apa yang dikerjakan anak lain dan bermain
dengan mereka.
d. Bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya lingkungan lain
diluar keluarganya.
e. Pada usia todler, mereka memperlihatkan ketakutan dan ketidaksukaan kepada
orang yang tidak dikenal dengan menghindar dan menangis jika orang tersebut
mendekati mereka.
f. Todler lebih suka meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa
g. Menciptakan dunianya sendiri
h. Sejak umur 3 sampai 4 tahun anak mulai belajar bermain seara bersama dalam
kelompok, berbicara satu sama lain didalam kelompok

7. Pola perilaku Anak : (dalam Elizabeth, 2002 )


Pola perilaku sosial anak :
a. Meniru. agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan perilaku orang
yang sangat ia kagum
b. Persaingan.Keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang-orang lain
sudah tampak pada usia 4tahun. Ini dimulai dirumah dan kemudian
berkembang dalam bermain dengan anak diluar rumah.
c. Kerja sama.Pada akhir tahun ketiga bermain kooperatif dan kegiatan kelompok
mulai nerkembang dan meningkat baik dalam frequensi maupun lamanya
berlangsung, bersamaan dengan meningkatnya kesempatan untuk bermain
dengan anak lain.
d. Simpati.Karena simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan-perasaan
dan emosi orang lain maka hal ini hanya kadang-kadang timbul sebelum
3tahun. Semakin banyak kontak bermain, semakin cepat simpati akan
berkembang.
e. Empati.Seperti halnya simpati, empati membutuhkan pengertian tentang
perasaan dan emosi orang-orang lain tetapi disamping itu juga membutuhkan
kemampuan untuk membayangkan diri sendiri ditempat orang lain. Relatif
hanya sedikit anak yang dapat melakukan hal ini sampai awal masa kanak-
kanak berakhir.
f. Dukungan Sosial.Menjelang berakhirnya awal masa kanak-kanak, dukungan
dari teman-teman menjadi lebih penting dari pada persetujuan orang-orang
dewasa. Anak beranggapan bahwa perilaku nakal dan perilaku mengganggu
merupakan cara untuk memperoleh dukungan dari teman-teman sebaya.
g. Membagi.Dari pengalaman bersama orang-orang lain, anak mengatahui bahwa
salah satu cara untuk memperoleh persetujuan sosial adalah dengan membagi
miliknya terutama mainan untuk anak-anak lain. Lambat laun sifat
mementingkan diri sendiri berubah menjadi sifat murah hati. Anak yang pada
waktu bayi memperoleh kepuasan dari hubungan yang hangat, erat, dan
personal dengan orang lain berangsur-angsur memberikan kasih sayang
kepada orang diluar rumah, seperti guru atau benda-benda mati seperti mainan
kegemarannya atau bahkan selimut. Benda-benda ini disebut objek
kesayangan.

8. Pola perilaku anak yang tidak sesuai :


a. Negativisme. Negativisme adalah perlawanan terhadap tekanan dari pihak
lainuntuk berperilaku tertentu. Biasanya hal itu dimulai pada usia 2 tahun dan
mencapai puncaknya antara umur 3 dan 6 tahun. Ekspresi fisik nya mirip
dengan ledakan kemarahan, tetapi secara setahap demi setahap diganti
dengan penolakan lisan untuk menuruti perintah.
b. Agresi. Agresi adalah tindakan permusuhan yang nyata atau ancaman
permusuhan, bisanya tidak ditimbulkan oleh orang lain. Anak-anak mungkin
mengekspresikan sikap agresif mereka berupa penyerangan secara fisik atau
lisan terhadap pihak lain, biasanya terhadap anak yang lebih kecil.
c. Pertengkaran. Pertengkarang merupakan perselisihan pendapat yang
mengandung kemaraahan yang umumnya dimulai apabila seseorang
melakukan penyerangan yang tidak beralasan. Pertengkaran berbeda dari
agresi; pertama karena pertengkaran melibatkan 2 orang atau lebih sedangkan
agresi merupakan tindakan individu, dan kedua karena salah seorang yang
terlibat didalam pertengkaran memainkan peran bertahan sedangkan dalam
agresi peran selalu agresif.
d. Mengejek dan menggertak. Mengejek merupakan serangan secara lisan
terhadap orang lain, tetapi menggertak merupakan serangan yang bersifat fisik.
Dalam kedua hal tersebut si penyerang memperoleh keputusan dengan
menyaksikan ketidakenakan korban dan usahanya untuk membalas dendam.
e. Perilaku yang sok kuasa. Perilaku sok kuasa adalah kecenderungan untuk
mendominasi orang lain atau menjadi “majikan”. Jika diarahkan secaera tepat
hal ini dapat menjadi sifat kepemimpinan, tetapi umumnya tidak demikian, dan
biasanya hal ini mengakibatkan timbulnya penolakan dari kelompok sosial.
f. Egosentrisme. Hampir semua anak keil bersifat egosentrik dalam arti bahwa
mereka cenderung berfikir dan berbicara tentang diri mereka sendiri. Apakah
kecenderungan ini akan hilang, menetap, atau akan berkembang, semakin kuat,
sebagian bergantung pada kesadaran anak bahwa hal itu membuat mereka
tidak populer dan sebagian lagi bergantung pada kuat lemahnya keinginan
mereka untuk menjadi populer.
g. Prasangka. Landasan prasangka terbentuk pada masa kanak-kanak awal yaitu
takkala anak menyadari bahwa sebagian orang berbeda dari mereka dalam hal
penampilan dan perilaku. Bahwa perbedaan ini oleh kelompok sosial dianggap
sebagai tanda kerendahan. Bagi anak kecil tidak lah umum mengekspresikan
prasangka dengan sikap membedakan orang-orang yangg mereka kenal.
h. Antagonisme jenis kelamin. ketika masa kanak-kanak berakhir banyak anak
laki-laki ditekan oleh keluarga laki-laki dan teman sebaya untuk menghindari
pergaulan dengan anak perempuan atau memainkan “permainan anak
perempuan”. Mereka juga mengetahui bahwa kelompokj sosial memandang
laki-laki lebih tinggi derajatnya dari pada perempuan. Walaupun demikian, pada
umur ini anak laki-laki tidak melakukan perbedaan terhadap anak perempuan,
tetapi menghindari mereka dan menghindarti aktifitas yang dianggap sebagai
aktifitas anak perempuan.

B. Pohon Masalah

kemandirian

Simulasi tumbang (18 bulan –


3 tahun) optimal

Pengetahuan keluarga yang efektif

C. Askep
1. Pengkajian
a. Bergaul dan mandiri :
 Mengenal dan mengakui namanya
 Sering menggunakan kata “jangan/tidak/nggak”
 Banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya (api, air, ketinggian,
warna dan bentuk benda)
 Mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah misalnya minum
sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri.
 Bertindak semaunya sendiri dan tidak mau diperintah
 Mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
 Mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar keluarganya.
 Hanya sebentar mau berpisah dengan orangtua.
 Menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
 Mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
 Mampu menyatakan akan buar air besar dan buang air kecil
b. Motorik kasar
Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan selama paling sedikit 2 hitungan

c. Motorik halus
Mampu membuat garis lurus

d. Berbicara, berbahasa dan kecerdasan


Mampu menyatakan keinginan paling sedikit dengan 2 kata.

2. Analisa Data
a. Data Subjektif :
 Klien mengenal dan mengakui namanya
 Klien sering mengatakan : “jangan/tidak/nggak”
 Klien banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya (api, air,
ketinggian, warna dan bentuk benda)
 Klien mampu menyatakan akan buang air besar dan buang air kecil
b. Data Objektif :
 Klien mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah misalnya
minum sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri.
 Klien mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
 Klien mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar keluarganya.
 Klien mau berpisah dengan orangtua hanya sebentar
 Klien menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
 Klien mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
 Klien suka membantah dan tidak menurut perintah

3. Masalah Keperawatan
Potensial mengembangkan kemandirian

4. Intervensi Keperawatan
a. Tujuan :
Untuk anak
1) Mengembangkan rasa kemandirian dalam melakukan kegiatan sehari – hari
2) Bekerjasama dan memperlihatkan kelebihan diri diantara orang lain.

Tindakan keperawatan bagi usia toddler


Tugas Tindakan keperawatan
Perkembangan
Perkembangan a. Latih anak-anak melakukan kegiatan secara
yang normal mandiri.
kemandirian b. Puji keberhasilan yang dicapai anak
c. Tidak menggunakan kata yang memerintah
tetapi memberikan alternatif untuk memilih.
d. Hindari suasana yang membuatnya bersikap
negatif (memisahkan dengan orangtuanya,
mengambil mainannya, memerintah untuk
melakukan sesuatu)

e. Tidak menakut-nakuti dengan kata-kata


maupun perbuatan.
f. Berikanan mainan sesuai usianya (boneka,
mobil-mobilan, balon, bola, kertas gambar
dan pensil warna )
g. Saat anak mengamuk (temper tantrum)
pastikan ia aman dari bahaya cedera
kemudian tinggalkan, awasi dari jauh.
h. Beritahu tindakan-tindakan yang boleh dan
tidak boleh dilakukan, yang baik dan yang
buruk dengan kalimat positif.
Contoh :
 Mau tidak permen Nonik diambil orang?
Kalau begitu Nonik juga tidak boleh
mengambil permen Tono.
 Supaya cantik bila akan pergi Nonik
harus memakai baju yang rapi.
i. Libatkan anak dalam kegiaatan-kegiatan
keagamaan

b. Tujuan
Untuk keluarga
1) Menjelaskan perilaku yang menggambarkan perkembangan psikososial
2) Menjelaskan cara menstimulasi perkembangan anaknya (kemandirian)
3) Mendemonstrasikan dan melatih cara memfasilitasi perkembangan
kemandirian anak
4) Merencanakan tindakan untuk menstimulasi perkembangan kemandirian
anaknya.
5) Tindakan keperawatan untuk keluarga
Tugas Tindakan Keperawatan
Perkembangan
Perkembangan Informasikan pada keluarga cara yang dapat
yang normal : dilakukan untuk :
Kemandirian a) Memfasilitasi perkembangan psikososial
anaknya.
 Berikan aktivitas bermain yang menggali
rasa ingin tahu anak seperti bermain tanah,
pasir, lilin, membuat mainan kertas,
mencampur warna, menggunakana cat air,
melihat barang/binatang/tanaman/orang
yang menarik perhatiannya dengan tetap
menjaga keamanannya.
 Berikan kebebasan pada anak untuk
melakukan sesuatu yang diinginkan tetapi
tetap memberi batasan. Misalnya
membolehkan anak memanjat dengan
syarat ada yang mendampingi/mengawasi
atau mengajarkan cara agar tidak jatuh
b) Menstimulasi /latihan perkembangannya :
 Melatih anak melompat ke depan dengan
kedua kaki diangkat bersamaan.
 Mengajak anak bermain menumpuk dan
menyusun balok /kubus/ kotak menjadi
“menara”, “jembatan” dan lain-lain.
 Melatih anak memilih dan
mengelompokkan benda menurut jenisnya.
(kancing, kelereng, uang logam dan lain-
lain)
 Melatih anak menghitung jumlah benda
 Melatih anak mencocokan gambar dengan
benda sesungguhnya, bicaralah tentang
sifatnya, bentuk , warna dan sebagainya
 Melatih anak menyebut namanya
 Melatih anak menyebut nama benda dan
mengenal sifatnya
 Melatih mencuci tangan/kaki dan
mengeringkannya sendiri.
 Memberi kesempatan kepada anak, untuk
memilih baju yang akan dipakai
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi pasien
Anak S, 2 tahun laki-laki, merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Rudy
( 23 tahun ) pekerjaan Satpam dan Ibu Siti (21 tahun) sebagai ibu rumah tangga.
Berat badan Anak S 12 kg dan tinggi badan 100 cm. Dari hasil wawancara : ibu
Siti mengeluh perilaku Anak S yang tidak bisa diatur dan sering membantah.

2. Diagnosa Keperawatan
Potensial mengembangkan kemandirian

3. Tujuan ( keluarga )
Kelarga mengerti tentang perkembangan psikososial pada usia toddler (usia 18
bulan – 3 tahun) yang normal dan menyimpang serta cara menstimulasi
perkembangan anak.

4. Tindakan keperawatan :
a. Menjelaskan karakteristik perilaku usia toddler normal :
 Mengenal dan mengakui namanya
 Sering menggunakan kata “jangan/tidak/nggak”
 Banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya (api, air,
ketinggian, warna dan bentuk benda)
 Mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah misalnya
minum sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri.
 Bertindak semaunya sendiri dan tidak mau diperintah
 Mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
 Mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar keluarganya.
 Hanya sebentar mau berpisah dengan orangtua.
 Menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
 Mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
 Mampu menyatakan akan buang air besar dan buang air kecil
 Motorik kasar : Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan selama
paling sedikit 2 hitungan
 Motorik halus : Mampu membuat garis lurus
 Berbicara, berbahasa dan kecerdasan : Mampu menyatakan keinginan
paling sedikit dengan 2 kata.

b. Menjelaskan kepada orang tua cara-cara menstimulasi perkembangan anak


usia toddler.
1) Informasikan pada keluarga cara yang dapat dilakukan untuk
memfasilitasi perkembangan psikososial usia toddler.
 Berikan aktivitas bermain yang menggali rasa ingin tahu anak seperti
bermain tanah, pasir, lilin, membuat mainan kertas, mencampur
warna,menggunakan cat air, melihat barang / binatang / tanaman /
orang yang menarik perhatiannya dengan tetap menjaga
keamanannya.
 Berikan kebebasan pada anak untuk melakukan sesuatu yang
diinginkan tetapi tetap memberi batasan. Misalnya membolehkan anak
memanjat dengan syarat ada yang mendampingi / mengawasi atau
mengajarkan cara agar tidak jatuh.
 Sampaikan aturan umum yang dapat dimengerti oleh anak seperti
masuk rumah harus memberi salam, bila akan pergi cium tangan dulu,
sebelum dan sesudah makan cuci tangan.
 Gunakan kata larangan yang bersifat positif contoh : main hujan-
hujanan menyebabkan pilek, bila rambut dan bajunya berantakan S
menjadi tidak ngganteng.
 Berikan pilihan perilaku yang ingin dilakukan anak seperti mau mandi
atau makan dulu ?
 Latih anak mengerjakan kegiatan yang dapat dilakukan sendiri : pakai
baju, kaus kaki, makan.
 Melatih anak melompat ke depan dengan kedua kaki diangkat
bersamaan.
 Mengajak anak bermain menumpuk dan menyusun balok /kubus/ kotak
menjadi “menara”, “jembatan” dan lain-lain.
 Melatih anak memilih dan mengelompokkan benda menurut jenisnya.
(kancing, kelereng, uang logam dan lain-lain)
 Melatih anak menghitung jumlah benda
 Melatih anak mencocokan gambar dengan benda sesungguhnya,
bicaralah tentang sifatnya, bentuk , warna dan sebagainya.
 Melatih anak menyebut namanya
 Melatih anak menyebut nama benda dan mengenal sifatnya.
 Melatih mencuci tangan/kaki dan mengeringkannya sendiri.
 Memberi kesempatan kepada anak, untuk memilih baju yang akan
dipakai
2) Diskusikan dengan keluarga cara apa yang akan digunakan keluarga
untuk menstimulasi perkembangan psikososial usia toddler.
3) Latih keluarga melakukan metode tersebut dan mendampingi saat
keluarga melakukan stimulasi perkembangan anaknya.
4) Bersama keluarga menyusun tindakan yang akan dilakukan dalam
menstimulasi perkembangan anaknya.
B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN

SP1 – keluarga :
Menjelaskan perkembangan psikososial usia toddler yang normal dan menyimpang
dan cara menstimulasi perkembangan anak.

Orientasi
Selamat pagi Bu, saya…. mahasiswa keperawatan – UB, Bagaimana
perasaan ibu hari ini ? Nama ibu siapa ? Biasa dipanggil apa..? O.. Bu
Siti, Bagaimana kondisi kesehatan si kecil Bu Siti ? Siapa namanya ?
O.. Satrio Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang
perkembangan Satrio Bu Siti, usianya 2 tahun ya bu ? Berapa lama Bu
Siti mau berbincang – bincang dengan saya ? Bagaimana kalau 30
menit ?. Dimana kita akan bicara ? Diruangan ini saja ? Baiklah.., kita
akan berbincang-bincang kurang lebih selama 30 menit.

Kerja
Bu Siti, ini brosur / leaflet tentang perkembangan anak usia 18 bulan –
3 tahun, Mari kita lihat perkembangan yang normal dan menyimpang.,
saya akan jelaskan satu persatu. Anak usia 1,5 – 3 tahun kemampuan
utamanya adalah mengatur keinginannya, tetapi tahu batasannya
sehingga anak tidak merasa dirinya tidak dihargai, artinya dia akan tahu
mana yang bisa dan boleh dilakukannya serta merasa percaya diri
bahwa dia mampu mengatur keinginannya. Jadi kalau Satrio tidak mau
diatur oleh kita, itu adalah hal yang wajar. Tugas kita adalah membantu
mencapai kemampuan seperti yang tertulis di brosur / leaflet ini.”
 Lakukan permainan yang bersifat menggali rasa ingin tahunya
selama kegiatan tersebut aman bagi anak, misalnya main pasir,
main lilin.
 Memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan aktivitas
yang diinginkan anak dengan tetap memberi sedikit batasan-
batasan, misalnya diijinkan naik tangga tetapi dijelaskan agar tidak
jatuh dan dijaga.
 Melarang dengan kata-kata yang bersifat positip ( tangganya licin
nanti kalau naik Satrio bisa jatuh, masih ingat..waktu kemarin
hujan-hujanan Satrio jadi batuk dan pilek.
 Memberikan pilihan perilaku yang ingin dilakukan anak : pakai baju
beritahu langkah-langkahnya dan beri pujian kalau berhasil.

“ Apakah Satrio sudah sama kemampuannya seperti yang tertulis di


leaflet itu ? ” Sebagian besar sudah ? Bagus itu, ibu tinggal membantu
supaya kemampuan lain bisa tercapai. Anak yang tidak bisa mencapai
kemampuan itu akan merasa selalu ragu-ragu atau malu sehingga dia
akan bergantung terus pada orang lain dan nanti setelah besar akan
akan merasa minder ”.

Terminasi
“ Nah Bu Siti, kita sudah diskusi tentang perkembangan anak usia 18
bulan – 3 tahun yang normal dan menyimpang, bagaimana perasaan
ibu sekarang?
Adakah manfaatnya ? ” Syukurlah kalau begitu, apakah Bu Siti masih
ingat bagaimana cara merawat Satrio supaya ia berkembang lebih baik
lagi ?
Betul sekali..bagus.., ibu sudah mengingat dengan baik. Kalau begitu
ibu dapat mencoba beberapa cara yang belum ibu lakukan selama
ini...dan pada pertemuan berikutnya ceritakan pada saya.”
“ Bagaimana kalau minggu depan saya kesini lagi ? Adakah yang ingin
ibu ketahui lagi? kita bisa diskusikan minggu depan?
Kalau begitu minggu depan kita akan mempraktekkan cara-cara yang
telah kita diskusikan kepada anak ibu..
Baiklah..,Saya permisi dulu Bu..Selamat pagi.”
DAFTAR PUSTAKA

Ki fudyartanta. 2012. Psikologi keperibadian paradigma filosofis, tipologis, psikodinamik dan


organismik-holistik. Yogyakarta : pustaka pelajar.

Indiarti Mt. 2007. A to z the golden age merawat, membesarkan dan mencerdaskan bayi
anda sejak dalam masa kandungan hingga usia 3 tahun. Edisi 1. Yogyakarta : ANDI

Rahmad H Pardede. 2009. Ilmu perilaku manusia pengantar psikologi untuk tenaga
kesehatan. Jakarta : TIM

Elizabeth B hurlock. Pekembangan anak. Jakarta :


LAPORAN PENDAHULUAN
SEHAT JIWA

USIA PRA–SEKOLAH (3-6 TAHUN)

1. PENGERTIAN
Usia pra sekolah menurut PMK no. 66 tahun 2014 tentang Pemantauan
Pertumbuhan, Perkembangan, dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak adalah usia 3-
6 tahun. Anak pada usia ini disebut juga anak usia dini. Perry dan Potter dalam Ahyani
(2018) menyebutkan usia anak prasekolah merupakan masa kanak-kanak awal, yaitu
berada pada usia 3 sampai 6 tahun.
Awal masa kanak-kanak dimulai sebagai penutup masa bayi, usia dimana
ketergantungan secara praktis sudah dilewati, diganti dengan tumbuhnya kemandirian
dan berakhir di sekitar usia masuk sekolah dasar. Anak mulai memiliki kesadaran
tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam buang air (toilet
training), dan mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya (mencelakakan
dirinya). Potensial mengembangkan rasa inisiatif adalah tahap perkembangan anak
usia 3-6 tahun dimana pada usia ini anak akan belajar berinteraksi dengan orang lain,
berfantasi dan berinisiatif, pengenalan identitas kelamin, meniru (yahya, 2011).
Perkembangan psikososialadalah proses perkembangan kemampuan anak
dalam berinisiatif menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai dengan pengetahuannya.
Kemampuan ini diperoleh jika konsep diri anak positif karena anak mulai berkhayal dan
kreatif serta meniru peran-peran di sekelilingnya. Anak berinisiatif melakukan sesuatu
dan memberi hasil. Anak merasa bersalah jika tindakannya berdampak negatif. Sikap
lingkungan yang suka melarang dan menyalahkan, membuat anakn kehilangan inisiatif.
Pada saat dewasa, anak akan mudah mengalami rasa bersalah jika melakukan
kesalahan dan tidak kreatif (Keliat et.al, 2011).
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan tahap perkembangan pra
sekolah merupakan tahap perkembangan anak usia 3-6 tahun dimana pada usia ini
merupakan penutup masa bayi dan awal dari masa anak-anak. anak pada masa ini
akan belajar berinteraksi dengan orang lain, berfantasi dan berinisiatif, pengenalan
identitas kelamin, meniru serta berfantasi, berkhayal, kreatif dan berinisiatif
menyelesaikan masalahnya sendiri dengan meniru peran-peran di sekitarnya.

2. Perkembangan Anak Usia Pra sekolah


a. Perkembangan fisik
Anak bertambah tinggi rata rata 2,5 inci dan bertambah berat antara 5-7 pon
pertahun. Meskipun demikian, pola pertumbuhan bervariasi secara
individual.Perbandingan tubuh sangat berubah dan penampilan bayi tidak tampak
lagi.Wajah tetap kecil tetapi dagu tampak lebih jelas dan leher lebih
memanjang.Gumpalan pada bagian-bagian tubuh berangsur berkurang dan tubuh
cenderung berbentuk kerucut, dengan perut yang rata (tidak buncit), dada yang
lebih bidang dan bahu lebih luas dan lebih persegi.Lengan dan kaki lebih panjang
dan lebih lurus, tangan dan kaki tumbuh lebih besar.Postur tubuh ada yang
posturnya gemuk lembek (endomorfik), ada yang kuat berotot (mesomorfik) dan
ada lagi yang relatif kurus (ektomorfik).
Kebiasaan fisiologis meliputi nafsu makan, kebiasaan tidur, toileting.Nafsu
makan anak sering diwarnai dengan perkembangan minat terhadap makanan yang
disukai dan yang tidak disukai.Jumlah tidur yang dibutuhkan sehari-hari berbeda,
tergantung pada berbagai faktor tertentu, misal banyaknya latihan di siang hari dan
macam kegiatan yang dilakukan. Pada usia 3 atau 4 tahun anak sudah harus dapat
mengendalikan kantung kemih meski belum sempurna, sehingga sekalipun merasa
lelah dan mengalami ketegangan emosi, anak-anak akan tetap tidak mengompol.

b. Perkembangan Motorik
Ketrampilan motorik kasar meningkat secara dramatis selama masa awal anak
anak.Anak anak menjadi lebih berani ketika keterampilan motorik kasar mereka
meningkat.Kehidupan anak anak sangat aktif, lebih aktif daripada titik lain mana
pun pada siklus kehidupan. Ketrampilan motorik halus juga meningkat secara
substansial selama masa pra sekolah. Penguasaan keterampilan yang umum pada
masa ini adalah (Ahyani, 2018) :
1) Keterampilan tangan
Antara usia 5 dan 6 tahun, sebagian besar anak-anak sudah pandai melempar
dan menangkap bola. Mereka dapat menggunakan gunting, dapat membentuk
tanah liat, membuat kue-kue dan menjahit. Dengan krayon, pensil dan cat anak-
anak dapat mewarnai gambar, menggambar atau mengecat gambarnya sendiri
dan dapat menggambar orang
2) Keterampilan kaki
Pada usia antara 3 dan 4 tahun ia mulai naik sepeda roda tiga. Pada usia 5
atau 6 tahun ia belajar melompat dan berlari cepat. Mereka juga sudah dapat
memanjat, lompat tali, keseimbangan tubuh dalam berjalan di atas dinding atau
pagar, sepatu roda, menari dan sebagainya.

c. Perkembangan kognitif
Pada masa ini, anak mulai memperhatikan hal-hal kecil yang tadinya tidak
diperhatikan. Dengan demikian, anak-anak tidak lagi bingung kalau menghadapi
benda-benda, situasi atau orang-orang yang memilki unsur-unsur yang sama.
Piaget menamakan tahap berpikir praoperasional, suatu tahap yang berlangsung
dari usia 2 atau 3 tahun sampai 7 atau 8 tahun. Piaget dalam Ahyani (2018)
membagi perkembangan kognitif tahap praoperasi dalam dua bagian yaitu umur 2-
4 tahun dicirikan oleh perkembangan pemikiran simbolis.dan umur 4-7 tahu
dicirikan oleh perkembangan intuitif.
Karakteristik anak pada tahap praoperasional adalah mereka menanyakan
serentetan pertanyaan. Pertanyaan mereka memberi petunjuk akan perkembangan
mental mereka dan mencerminkan rasa ingin tahu intelektual. Pertanyaan ini
menandai munculnya minat anak anak akan penalaran dan penggambaran
mengapa sesuatu seperti itu.

d. Perkembangan bahasa
Keterampilan bahasa pada anak usia pra sekolah mengalami perkembangan yang
pesat, dimensi perkembangan bahasa pada usia ini mencakup (Ahyani, 2018):
1) Peningkatan dalam keterampilan berbicara
Pada usia pra sekolah merupakan saat berkembang pesatnya penguasaan
tugas pokok dalam belajar berbicara, yaitu menambah kosa kata, menguasai
pengucapan kata-kata dan menggabungkan kata-kata menjadi kalimat
2) Isi pembicaraan
Pada mulanya, pembicaraan anak-anak bersifat egosentris dalam arti ia
terutama bicara tentang dirinya sendiri, berkisar pada minat, keluarga dan
miliknya. Menjelang akhir awal masa kanak-kanak mulailah pembicaraan yang
bersifat sosial dan anak berbicara tentang orang lain di samping dirinya sendiri
3) Jumlah bicara
Awal masa kanak-kanak terkenal sebagai masa tukang ngobrol, karena sekali
anak dapat berbicara dengan mudah, ia tak putusputusnya bicara. Sebaliknya,
ada anak-anak lain yang relatif diam, yang tergolong pendiam.

e. Perkembangan psikososial
a) Perkembangan emosi
Emosi yang umum pada awal masa pra sekolah adalah (Ahyani, 2018) :
1) Amarah
Penyebabnya adalah pertengkaran mengenai permainan, tidak tercapainya
keinginan dan serangan yang hebat dari anak lain. Ia mengungkapkan rasa
marah dengan ledakan marah yang ditandai menangis, berteriak,
menggertak, menendang, atau memukul.
2) Takut
Pada mulanya reaksi anak terhadap rasa takut adalah panik, kemudian
berlari, menghindar dan bersembunyi, menangis dan menghindari situasi
yang menakutkan. Hal-hal yang menimbulkan rasa takut yang umum adalah
pengalaman yang kurang menyenangkan, seperti cerita-cerita, gambar,
acara radio,televisi dan sebagainya
3) Cemburu
Anak menjadi cemburu jika ia mengira bahwa minat dan perhatian orang tua
beralih kepada orang lain, misalnya adiknya yang baru lahir. Anak
mengungkapkan kecemburuannya dengan mengompol, pura-pura sakit,
nakal dan sebagainya yang semuanya itu bertujuan untuk menarik perhatian.
4) Ingin tahu
Reaksi pertama adalah dalam bentuk penjelajahan sensorimotorik, kemudian
sebagai akibat dari tekanan sosial dan hukuman ia bereaksi dengan
bertanya
5) Iri hati
Hal ini diungkapkan dengan berbagai cara, dan yang paling umum adalah
mengeluh tentang benda miliknya, dengan mengungkapkan keinginan untuk
memiliki barang seperti dimiliki orang lain. Atau dengan mengambil benda
orang lain yang menimbulkan iri hatinya tersebut
6) Gembira
Ia mengungkapkan kegembiraannya dengan tersenyum dan tertawa,
bertepuk tangan, melompat-lompat atau memeluk benda atau orang yang
membuatnya bahagia
7) Sedih
Anak mengungkapkan kesedihannya dengan menangis atau kehilangan
selera makan, maupun kegiatan lain yang biasa ia lakukan. Anak biasanya
merasa sedih jika ia kehilangan seseorang atau sesuatu yang dianggap
berarti bagi dirinya
8) Kasih saying
Ia mengungkapkan kasih sayang dengan fisik, misalnya memeluk, menepuk
dan mencium objek kasih sayangnya.

b) Perkembangan social
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosiopsikologis
keluarganya (Yahya, 2011). Jika di lingkungan keluarga tercipta suasana yang
harmonis, saling memperhatikan, saling membantu dalam menyelesaikan tugas
keluarga, terjalin komunikasi antar anggota keluarga dan konsisten dalam
melaksanakan aturan, maka anak akan memilki kemampuan atau penyelesaian
sosial dalam hubungan dengan orang lain.
Pola perilaku sosial pada anak antara lain: meniru, persaingan, kerja
sama, simpati (kadang-kadang timbul sebelum usia 3 tahun), empati (mengerti
perasaan dan emosi orang lain dan membayangkan dirinya pada kondisi orang
lain). Sedangkan perilaku tidak sosial antara lain: negativisme (melawan
otoritas orang dewasa, perlawanan fisik berubah menjadi perlawaanan verbal
dan pura-pura tidak mendengar atau tidak mengerti), agresif (dari bentuk
serangan fisik berubah menjadi serangan verbal atau memaki/menyalahkan
orang lain), perilaku berkuasa, mementingkan diri sendiri, merusak,
pertentangan seks (sering kali laki-laki berperilaku agresif yang melawan anak
perempuan), prasangka (prasangka sosial timbul pertama-tama dari prasangka
agama atau sosial ekonomi, tetapi lebih lambat dari prasangka seks).

c) Perkembangan Moral
Menurut Piaget dalam Ahyani (2018) pada masa ini pengertian anak
tentang baik dan buruk, tentang keadilan, menjadi lebih beragam dan lentur.
Dalam hal penilaian baik-buruk ia mulai mempertimbangkan dampak dari situasi
khusus. Ia mulai memahami bahwa penilaian tentang baik dan buruk dapat
berubah, tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku itu. Piaget
percaya bahwa masa anak-anak awal ditandai oleh moralitas heteronom, tetapi
pada usia 10 tahun mereka beralih ke suatu tahap yang lebih tinggi yang
disebut moralitas otonom. Menurut Piaget, anak anak yang lebih tua
memperhitungkan maksud individu, percaya bahwa aturan dapat berubah, dan
sadar bahwa hukuman tidak selalu menyertai suatu perbuatan yang salah.
Pada usia ini anak sudah dapat mengikuti tuntutan dari orang tua atau
lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan
yang mendasari suatu peraturan. Disamping itu anak sudah dapat
mengelompokkan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah.

Menurut Keliat et.al (2011) karakteristik perilaku psikososial anak pra sekolah
antara lain:
a. Perkembangan normal : inisiatif
1) Perkembangan motorik halus : bisa mengikat tali sepatu, menggunakan
gunting, meniru gambar, menulis beberapa huruf dan angka.
2) Perkembangan motorik kasar : bisa mengendarai sepeda roda tiga, naik
tangga, melompat dengan satu kaki, menangkap bola, melompati tali.
3) Anak mengenal jenis kelaminnya.
4) Anak mengalami kecemburuan dan persaingan terhadap orang tua sesama
jenis.
5) Anak merasakan cinta terhadap orang tua lain jenis.
6) Anak sering meniru ibu dan ayahnya seperti dalam hal berpakaian.
7) Anak suka menghayal dan kreatif.
8) Orang terdekat anak adalah keluarga.
9) Kesadaran moral mulai berkembang.
10) Anak suka bermain dengan teman sebaya.
11) Mulai berkembang superego dan berkurang egosentrisnya.

b. Penyimpangan perkembangan : rasa bersalah


1) Tidak percaya diri, malu untuk tampil
2) Pesimis, tidak memiliki minat dan keinginan
3) Takut salah dalam melakukan sesuatu
4) Sangat membatasi aktifitasnya sehingga terkesan malas dan tidak
mempunyai inisiatif

3. Proses Terjadinya
Inisiatif adalah kelanjutan autonomi. Parameternya adalah kualitas usaha,
perencanaan, dan kegiatan dengan tujuan motorik melakukan sesuatu. Melalui cara
ini, anak belajar menguasai dunia di sekitarnya, mempelajari keterampilan dasar dan
hukum alam. Contohnya: benda jatuh ke bawah, bola dan roda menggelinding,
aritmatika sederhana seperti tambah dan kurang, bertanya dan menjawab pertanyan
dengan baik dan lain-lain. Setelah penguasaan pada hal-hal ini mulai berkembang,
anak mulai beraktivitas dengan tujuan nyata. Contohnya: anak berusia 3 tahun mulai
menyusun pasir di pantai untuk membuat rumah. Suatu emosi baru yaitu rasa
bersalah (guilt) mulai timbul dan dapat membingungkan anak bila upayanya gagal.
Pengertian guilt tersebut sangat berbeda dengan konsep rasa bersalah pada orang
dewasa, yang selain bersifat emosional juga bernuansa kognitif, sedangkan pada
tingkat perkembangan ini, pemahaman guilt lebih mendekati pemahaman emosi
“kecewa” pada orang dewasa. Karena itu, bila ia menyusun pasir terlalu tinggi
sehingga “rumah” tersebut runtuh, ia merasa bersalah dan marah atau menangis.
Karena itu, kita tidak boleh mengatakan kepada si anak, itulah, karena tidak mau
mendengar perkataan orang tua, rumahnya runtuh.” Rasa bersalah yang sangat kuat
akan timbul pada anak. Ia merasa bahwa dirinya anak nakal karena rumah tersebut
runtuh. Ia tidak berani lagi berinisiatif menyusun pasir tinggi-tinggi untuk membuat
rumah yang tinggi. Ia terhambat dalam mengembangkan jeberanian dan kemandirian.
Ia bergantung pada ide orang lain. Ia tidak mengembangkan kompetensi menjadi
orang berprestasi, konseptor, atau pemimpin dan tidak bercita-cita tinggi (Nurdin,
2011).
Pada tahap perkembangan ini, kompetensi penilaian (judgement) mulai
berkembang melalui krisis initiative versus guilt. Berdasarkan penilaian awal tersebut,
anak mulai mengembangkan perilaku kepemimpinan, konseptor, dan pencapaian
tujuan (goal oriented behaviour). Namun, perilaku tersebut harus kita kendalikan agar
tidak menjadi risk taking behavior. Contohnya: nekad menyeberang jalan raya,
memanjat di tempat berbahaya, bermain api, dan sebagainya. Anak tetap harus
merasakan rasa bersalah bila ia melakukan aktivitas yang tidak dapat ditoleransi.
Karena itu, keseimbangan antara inisiatif dan rasa bersalah sangat penting pada
tahap perkembangan ini (Nurdin, 2011).
.
4. Faktor predisposisi
1) Biologis
 Imunisasi lengkap
 Tidak ada riwayat sakit fisik/cacat
 Tidak ada riwayat trauma kepala
 Tidak ada riwayat genetic gangguan jiwa
2) Psikologis
 Pencapaian 8 aspek perkembangan: kognitif, bahasa, komunikasi, emosi,
moral, spiritual, psikososial, fisik (motorik kasar dan halus)
 Kemampuan toilet training (pada usia 1-3 tahun)
3) Sosiokultural
 Dukungan keluarga dalam menstimulasi tumbang di usia 1-3 tahun
 Anak yang diinginkan
 Tidak ada labeling diri negative dari keluarga
 Tidak ada kekerasan fisik, verbal, emosi
 Dilibatkan dalam mengambil keputusan sederhana
 Keluarga menstimulasi tumbuhnya inisiatif anak
 Belajar konsep benar-salah, baik-buruk
 Dilibatkan dalam kegiatan ibadah

5. Faktor presipitasi
1) Biologis
 Pertumbuhan fisik sesuai usia
 tidak ada keluhan fisik saat ini
 status nutrisi baik
 tidak ada gangguan tidur
 belajar keterampilan fisik baru.
2) Psikologis
 diberi kesempatan bertanya
 diberi kesempatan bercerita tentang pengalamannya
 diberi kesempatn bermain dengan teman sebayanya
 diberi kesempatan berlatih mewarnai, membaca, menulis
3) Sosiokultural
 mendapatkan kesempatan berteman, berinteraksi dengan orang lain
 mudah adaptasi dengan lingkungan baru
 mengenal jenis kelamin
 mendapat kesempatan terlibat dalm pekerjaan rumah tangga sederhana
 diterima dan disayangi oleh lingkungan keluarga
 mendapat kesempatan mengenal hal baru
 mendapat feedback dari lingkungan sekitar

6. Penilaian stressor
1) Kognitif
Mampu menunjukkan inisiatif, banyak bertanya, kritis terhadap informasi, mampu
menilai konsep benar-salah, sebab-akibat, mampu berbicara dengan kalimat
panjang, mengenal warna (minimal 4 warna)
2) Afektif
Amarah, takut, iri hati, sedih, cemburu, kasih sayang, gembira, ingin tahu.
3) Fisiologis
Tidak nafsu makan, perubahan kebiasaan tidur, kebiasaan latihan/aktifitas harian
anak, toileting : mengompol.
4) Perilaku
Tidak percaya diri, malu untuk tampil, pesimis, tidak memiliki minat dan keinginan,
takut salah dalam melakukan sesuatu, sangat membatasi aktifitasnya sehingga
terkesan malas dan tidak mempunyai inisiatif
5) Respon sosial
Tidak mau bermain, tidak mau keluar rumah, menarik diri.

7. Sumber koping
1) Personal ability
Kemampuan anak mengetahui identitas dirinya, menunjukkan minat pada hal yang
disenangi, mudah berpisah dengan orang tua
2) Social support
Kemampuan orang tua dalam mengetahui perkembangan anak usia prasekolah,
penyimpangan tugas perkembangan, cara menstimulasi, mencari informasi yankes
3) Material Asset
Asuransi kesehatan: jamkesmas, dll; penghasilah keluarga: mencukupi kebutuhan
keluarga, keluarga memiliki tabungan dan asset pribadi, punya akses ke yankes
4) Positif belief
Orang tua percaya dengan yankes, persepsi yang baik terhadap nakes, selalu
menggunakan yankes, keyakinan agama yang berhubungan dengan kesehatan,
keyakinan budaya keluarga yang berhubungan dengan kesehatan

8. Mekanisme koping
1) Konstruktif
Mudah berpisah dengan orangtua, menghayal dan kreatif, bermain dengan
menggunakan alat-alat yang ada di rumah, belajar keterampilan fisik baru,
melakukan prilaku yang benar misal: mengikuti disiplin orangtua, mengidentifikasi
jenis kelamin, mengenal warna (minimal 4 warna), berbicara dalam kalimat
panjang
2) Destruktif
Tidak percaya diri, malu untuk tampil, pesimis, tidak memiliki minat dan keinginan,
takut salah dalam melakukan sesuatu, sangat membatasi aktifitas sehingga
terkesan malas dan tidak punya inisiatif

9. Pengkajian

a. Identitas
Nama anak ,usia dan jenis Kelamin, nama dan pekerjaan orang tua/wali.
b. Keluhan
Keluhan utama saat pengkajian, keluhan yang paling sering muncul / dominan
dirasakan oleh anak maupun keluhan yang disampaikan orang tua tentang kesehatan
fisik maupun perilaku anaknya.
c. Status pertumbuhan dan perkembangan saat ini
Aspek yang dikaji berupa perkembangan fisik, psikoseksual, kognitif dan moral sesuai
tahapan usia anak pra sekolah.
d. Faktor predisposisi
Biologis :
 Imunisasi lengkap
 Tidak ada riwayat sakit fisik/cacat
 Tidak ada riwayat trauma kepala
 Tidak ada riwayat genetic gangguan jiwa
Psikologis
 Pencapaian 8 aspek perkembangan: kognitif, bahasa, komunikasi, emosi,
moral, spiritual, psikososial, fisik (motorik kasar dan halus)
 Kemampuan toilet training (pada usia 1-3 tahun)

Sosiokultural

 Dukungan keluarga dalam menstimulasi tumbang di usia 1-3 tahun


 Anak yang diinginkan
 Tidak ada labeling diri negative dari keluarga
 Tidak ada kekerasan fisik, verbal, emosi
 Dilibatkan dalam mengambil keputusan sederhana
 Keluarga menstimulasi tumbuhnya inisiatif anak
 Belajar konsep benar-salah, baik-buruk
 Dilibatkan dalam kegiatan ibadah
e. Faktor presipitasi
Biologis
 Pertumbuhan fisik sesuai usia
 tidak ada keluhan fisik saat ini
 status nutrisi baik
 tidak ada gangguan tidur
 belajar keterampilan fisik baru.

Psikologis

 diberi kesempatan bertanya


 diberi kesempatan bercerita tentang pengalamannya
 diberi kesempatn bermain dengan teman sebayanya
 diberi kesempatan berlatih mewarnai, membaca, menulis

Sosiokultural

 mendapatkan kesempatan berteman, berinteraksi dengan orang lain


 mudah adaptasi dengan lingkungan baru
 mengenal jenis kelamin
 mendapat kesempatan terlibat dalm pekerjaan rumah tangga sederhana
 diterima dan disayangi oleh lingkungan keluarga
 mendapat kesempatan mengenal hal baru
 mendapat feedback dari lingkungan sekitar
f. Penilaian terhadap stressor
Respon anak dalam menghadapi stressor baik respon kognitif, afektif, fisiologis dan
sosial
g. Sumber koping
Kemampuan yang dimiliki oleh anak dan orang tua untuk menghadapi
masalah/stressor, sumber daya lingkungan, dan asset material yang bisa digunakan
untuk mempertahankan kesehatan fisik dan mental anak.
h. Mekanisme koping
 Konstruktif
Mudah berpisah dengan orangtua, menghayal dan kreatif, bermain dengan
menggunakan alat-alat yang ada di rumah, belajar keterampilan fisik baru,
melakukan prilaku yang benar misal: mengikuti disiplin orangtua,
mengidentifikasi jenis kelamin, mengenal warna (minimal 4 warna), berbicara
dalam kalimat panjang
 Destruktif
Tidak percaya diri, malu untuk tampil, pesimis, tidak memiliki minat dan
keinginan, takut salah dalam melakukan sesuatu, sangat membatasi aktifitas
sehingga terkesan malas dan tidak punya inisiatif

10. Diagnosa Keperawatan


 Kesiapan peningkatan perkembangan anak pra sekolah

11. Rencana Tindakan Keperawatan

1) Tujuan Asuhan Keperawatan


a. Kognitif, anak mampu:
 Berinisiatif untuk bermain pada alat – alat rumah tangga
 Menciptakan kreatifitas dan senang berhayal
 Memahami perbedaan benar dan salah
 Mengenal beberapa warna
 Merangkai kata dan kalimat
 Mengenal jenis kelamin
b. Psikomotor, anak mampu:
 Mempertahankan kesehatan fisik
 Melakukan kegiatan fisik sesuai usianya
 Membantu pekerjaan rumah tangga yang sederhana
 Melakukan permainan yang diajarkan
 Mencoba hal baru dan pantang menyerah
c. Afektif, klien:
 Senang bermain dengan teman sebaya
 Mampu mengekspresikan rasa senang, sedih, marah secara wajar
2) Tindakan
Tindakan pada anak :
a. Latih anak kebersihan diri
b. Bantu anak mengembangkan keterampilan motorik: bermain dengan
melibatkan aktifitas fisik, ciptakan lingkungan yang aman bagi anak, beri
kesempatan sukses
c. Latih anak mengembangkan keterampilan bahasa: ajak anak nerkomunikasi
dengan sopan santun, beri contoh yang benar
d. Latih anak mengembangkan keterampilan psikososial: motivasi anak untuk
bermain dengan teman sebaya dan mengikuti perlombaan
e. Latih anak memahami identitas dan peran sesuai jenis kelamin: ajari anak
mengenal bagian tubuh dan fungsinya, ajari anak mengenal perbedaan jenis
kelamin
f. Bantu anak mengembangkan kecerdasan: bantu anak menggali kreatifitasnya,
bimbing anak mengembangkan keterampilan baru, latih anak mengenal huruf,
angka, warna dan benda, serta latih anak membaca, menggambar dan
berhitung.
g. Bantu anak mengenal dan memahami nilai moral: terapkan nilai agama dan
budaya positif pada anak, latih kedisiplinan pada anak
h. Beri pujian pada pencapaian anak terhadap tugas rumah/tugas sekolah
i. Ajak anak berdiskusi tentang pengalaman yang menyenangkan,
rencana/gagasan/ide
j. Latih disiplin: waktu belajar, waktu bermain, dan lain – lain.

Tindakan pada keluarga

a. Jelaskan perkembangan yang harus dicapai anak pra – sekolah


b. Latih cara memfasilitasi inisiatif anak pra – sekolah, hindarkan menyalahkan
tetapi lebih kepada membimbing
c. Sediakan permainan dan kegiatan yang mendorong inisiatif
d. Ajarkan cara mendorong inisiatif: bertanya ide/gagasan/keinginan anak:
fasilitasi dan dampingi serta beri pujian
e. Menyepakati waktu penggunaan smartpone dan media sosial
f. Diskusikan tanda penyimpangan dan cara mengatasinya serta pelayanan
kesehatan
N
DIAGNOSA
O TUJUAN INTERVENSI Rasional
KEPERAWATAN
DX
1 Kesiapan 1. Kongnitif, anak mampu : 1. Latih anak kebersihan diri yang belum  Pada masa ini anak belum
peningkatan  Berinisiatif untuk bermain rutin dilakukan melalui metode menyadari apa yang disebut baik
perkembangan pada alat-alat rumah pembiasaan: dan tidak dalam arti susila,
usia pra sekolah tangga  sikat gigi sesudah makan dan ingatan anak belum kuat,
 Menciptakan kreatifitas sebelum tidur, perhatian mereka mudah teralih,
dan senang berkhayal  BAK sebelum tidur dalam kondisi ini perlu dilakukan
 Memahami perbedaan 2. Bantu anak mengembangkan pembiasaan tingkah
benar dan salah kemampuan motoric kasar dan laku/kebiasaan diri yang positif
 Mengenal beberapa halus : agar anak dapat secara mandiri
warna  menggambar, melakukan kebiasaan tersebut.
 Merangkai kata dan  origami Berdasarkan hasil penelitian,
kalimat  memberikan jenis mainan metode pembiasaan terbukti
 Mengenal jenis kelamin konstruksi transformasi (mis. dapat meningkatkan kemandirian
2. Afektif anak mampu : Sepeda lipat, skuter rangkai) anak Lampiran jurnal 1).
 Senang bermain dengan 3. Latih anak mengembangkan  Perkembangan motorik kasar dan
teman sebayannya keterampilan bahasa : halus sangat berkembang pesat
 Mampu mengekspresikan  Biasakan meminta anak bercerita saat usia prasekolah untuk itu
rasa senang, sedih, pengalaman bermain bersama dibutuhkan stimulasi yang tepat
marah secara wajar teman-temannya sesuai usia anak. Hasil penelitian
3. Psikomotor anak mampu :  Bacakan cerita pendek sebelum menyebutkan bahwa mainan
tidur jenis konstruksi bertransformasi
 Melakukan kegiatan fisik
4. Latih anak mengembangkan cocok untuk anak usia pra sekolah
sesuai usianya
keterampilan psikososial: dimana terdapat 3 unsur dalam
 Membantu pekerjaan
 Biasakan anak untuk membantu jenis mainan tersebut yaitu : fun
rumah tangga yang
learning (menciptakan pola
sederhana pekerjaan rumah yang sederhana
permainan yang tidak hanya
 Melakukan permainan (mis. merapikan buku, membuang
menghibur namun juga dapat
yang diajarkan sampah)
memberikan nilai edukasi pada
N
DIAGNOSA
O TUJUAN INTERVENSI Rasional
KEPERAWATAN
DX
 Mencoba hal baru dan  Ajarkan anak berbagi anak) , knock down (mainan dapat
pantang menyerah permainan/makanan dengan dibongkar sehingga dapat
teman sebayanya menstimulasi kreativitas anak),
5. Latih anak memahami identitas dan moveable (mainan yang
peran sesuai dengan jenis kelamin: mendorong anak untuk lebih
 Ajarkan cara berdandan/berhias bergerak aktif). (lampiran jurnal 2)
laki-laki  Berdasarkan hasil penelitian
 Berikan jenis permainan untuk metode yang tepat untuk
anak laki-laki mengembangkan keterampilan
6. Bantu anak mengembangkan bahasa usia anak prasekolah
kecerdasan diantaranya adalah metode
 Fasilitasi keinginan belajar sesuai cerita, metode bermain melalui
minatnya permainan, metode bercakap-
 Berikan tontonan yang bersifat cakap, metode tanya jawab,
edukatif metode bermain peran dan
 Berikan pujian atas capaian metode sosio drama (jurnal 3)
belajarnya
7. Bantu anak mengenal dan memahami
nilai moral
 Ciptakan lingkungan keluarga yang
mendukung perkembangan moral
anak (mis. minimalkan konflik,
komunikasi antar anggota keluarga
baik)
 Biasakan anak untuk meminta
maaf jika melakukan kesalahan
 Ajarkan nilai baik buruk dengan
cara sederhana (menonton film
N
DIAGNOSA
O TUJUAN INTERVENSI Rasional
KEPERAWATAN
DX
anak islami)
8. Beri pujian pada pencapaian anak
terhadap tugas rumah, tugas sekolah,
dan perilaku positif lainnya
9. Latih disiplin dalam hal kebersihan
diri, bermain, istirahat dan tidur, pola
makan dan kegiatan belajar.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
KESIAPAN PENINGKATAN PERKEMBANGAN USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN)
SP-1

A. PROSES KEPERAWATAN
1. KondisiKlien
Klien An. L usia 4 tahun saat ini menempuh pendidikan di pendidikan anak
usia dini (PAUD). Keluhan fisik tidak ada.

2. DiagnosaKeperawatan
Kesiapan Peningkatan Perkembangan Anak Usia Prasekolah

B. STRATEGIKOMUNIKASIPELAKSANAANTINDAKAN KEPERAWATAN

SP 1Keluarga: Menjelaskan perkembangan psikososial anak prasekolah

1. FaseOrientasi
a. Salam Terapeutik:
“ Assalamu’alaikum, Selamat sore Bu. Perkenalkan saya Enah Bu, mahasiswa
praktik profesi brawijaya. Nama Ibu siapa?
Senang dipanggil apa?
b. EvaluasiValidasi
“ Bagaimana perasaan ibu hari ini, apakah sehat?
c. Kontrak
Topik : “Baiklah bu, hari ini kita akan berbincang-bincang tentangcara
merawat anak Bapak/Ibu yang berusia 3-6 tahun”
Waktu : “ kita akan berbincang-bincang kurang lebih 30 menit yabu”
Tempat : “ Dimana ibu ingin kita berbincang-bincang bu? Di ruangtamu?
Baiklah bu”
Tujuan : “tujuan kita berbincang- bincang hari ini yaitu agar ibu
mengetahui perkembangan perilaku anak yang normal dan
menyimpang”
2. FaseKerja
“ Bu, ini leaflet tentang perkembangan anak di usia prasekolah. Mari kita
pelajari bersama mengenai ciri perkembangan anak prasekolah yang normal
seperti apa dan yang menyimang seperti apa, kemudian apa dampaknya dan
bagaimana cara menstimulasi perkembangan anak. Baiklah bu, saya akan
jelaskan satu per satu. Kemampuan utama anak di usia 3-6 tahun secara normal
adalah berinisiatif menggunakan situasi di rumah untuk bermain (menyusun kursi
jadi kereta api, mengumpulkan batuan, dll), mengerjakan pekerjaan sederhana:
buang sampah, lipatan-lipat pakaian, meletakkan sepatu pada tempatnya, senang
bermain dengan teman sebaya, cerita berkhayal, mudah pisah dengan orangtua,
banyak bertanya dan
mengkuti ritual keagamaan dalam keluarga.
Apakah An. L sudah sama kemapuannya sepeti yang kita pelajari ini Bu?
Sebagian besar sudah? Waah, bagus ya Bu. Untuk itu Ibu tinggal menstimulasinya
supaya kemampuan lain dapat tercapai. Anak yang tidak dapat mencapai
kemampuan tersebut maka ia akan tidak percaya diri, malu untuk tampil di depan
umum, pesimis, tidak memiliki cita-cita, takut salah melakukan sesuatu dan malas
melakukan kegiatan serta tidak mempunyai inisiatif”. Ditakutkan, anak dengan
perkembangan yang menyimpang seperti itu pada saat dewasa akan mengalami
rendah diri dan tidak dapat bergaul”.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan
keperawatan Evaluasi subjektif :
bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita
berdiskusi tadi Evaluasi Objektif :
Coba Bapak/ Ibu sebutkan lagi apa saja perkembangan normal pada anak
usia 3-6 tahun, perkembangan yang menyimpang lalu apa saja dampak
penyimpangannya? Nah, apa saja yang bisa kita ajarkan bu?
b. Rencana tindaklanjut
Selanjutnya besok saya akan kembali mengunjungi Bapak/Ibu dan An. L untuk

menjelaskan cara mengembangkan keterampilan motoric anak.”


c. Kontrak yang akandatang
Topik : “Baik bu, untuk pertemuan besok kita akan membahascara
mengembangkan keterampilan motoric anak”
Waktu : “ jam berapa besok ibu ada waktu? Bagaimana kalau siang jam
2bu?

baiklah
Tempat : “ untuk tempat bagaimana kalau disini saja di ruang tamu yabu”

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


KESIAPAN PENINGKATAN PERKEMBANGAN USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN)

SP-2
A. PROSES KEPERAWATAN
1. KondisiKlien
Klien an. L usia 4 tahun saat ini menempuh pendidikan di pendidikan anak usia
dini ( PAUD).

2. Diagnosa keperawatan
Kesiapan perkembangan anak usia pra sekolah

B. STRATEGIKOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN

SP 2 keluarga : Mendemonstrasikan dan melatih keluarga untuk


menstimulasiperkembangan motoric anak

1. FaseOrientasi
a. Salam Terapeutik:
“ Assalamu’alaikum, Selamat sore Bu?bagaimana kabarnya hari ini ?
b. EvaluasiValidasi
“ Bagaimana perasaan ibu hari ini, apakah sehat?
c. Kontrak
Topik : “Baiklah bu, hari ini kita akan berbincang-bincang tentangcara

merawat anak Bapak/Ibu yang berusia 3-6 tahun”


Waktu : “ kita akan berbincang-bincang kurang lebih 30 menit ya bu”
Tempat : “ Dimana ibu ingin kita berbincang-bincang bu? Di
ruangtamu?

Baiklah bu”
Tujuan : “tujuan kita berbincang- bincang hari ini yaitu cara
Menstimulasi perkembangan motoric anak“

2. FaseKerja
“Baiklah Bu, saya akan mengajarkan Ibu tentang bagaimana menstimulasi
perkembangan anak di usia 3-6 tahun. Kali ini kita akan stimulasi perkembangan
motorik kasarnya ya bu yaitu dengan bermain tangkap bola. Nah untuk itu saya
akan langsung melakukannya pada An.L.
“Selamat sore An. L, Sehat? Sedang apa Wah, pintar. An. L suka bermain?
Suka main apa? Oh bermain bola. Suka nya main bersama teman-temannya ya?
Bagaimana kalau sekarang main bersama kakak? Boleh pinjam bolanya?
Wah, terimakasih, baik sekali! Nah, sekarang kakk ingin mengajak an. L untuk
bermain tangkap bola. Nanti, bola ini akan kakk lempar kepada An. L, kamu harus
siap menangkap ya? Lau, nanti jika bolanya telah sampai pada an. L, kamu lempar
kembali blanya kepada kakk. Begitu seterusnya. Mengerti? Bagus sekali. Nah, ayo
sekarang coba tangkap bolanya. Ia, bagus. Nah, lempar sini. Waah pintar. Baiklah,
An. L, Kakak akan berbicara lagi dengan dan Ibu, An. L terus bermain dengan
teman/abangnya ya.”
“Tadi Bapak/Ibu sudah melihat bagaimana cara menstimulasi inisiatif anak
Bapak/Ibu. Sekarang Bapak/Ibu coba melakukannya. Bagus sekali Pak/Bu. Jadi,
kalau An. L mau melakukan sesuatu, jangan langsung dilarang, bahkan dapat
disuruh melakukan sesuatu. Pertahankan cara Bapak/Ibu mengasuh An. L,
semoga perkembangannya akan bagus. Agar perkembangan An. L lebih baik lagi,
mari kita rencanakan kegiatan kita selanjutnya. kalau begitu, Apakah masih ada
yang ingin Bapak/Ibu tanyakan ?

4) Fase Terminasi
a. Evaluasi
bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita
latihan tadi ?
Coba Bapak/ Ibu sebutkan lagi cara menstimulasi perkembangan motoric
yang telah saya sampaikan tadi ?”
b. Rencana tindaklanjut
Selanjutnya besok saya akan kembali mengunjungi Bapak/Ibu dan An. L
untuk

menjelaskan perkembangan moral anak usia 2-6 tahun dan cara


mestimulasinya.
c. Kontrak yang akandatang
Topik : “Baik bu, untuk pertemuan besok kita akan
membahasperkembangan

moral anak usia 3-6 tahun dan cara menstimulasinya”


Waktu : “ jam berapa besok ibu ada waktu? Bagaimana kalau siang
jam 2bu?
Tempat : “ untuk tempat bagaimana kalau disini saja di ruang tamu
yabu”
Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu Pak/Bu dan An.L terimakasih
atas waktu nya. Assalamu’alaikum
DAFTAR PUSTAKA

Ahyani, N.L, Astuti, D. (2018). Buku Ajar Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja.Penerbit : Badan Penerbit Universitas Muria Kudus. ISBN: 9 789021
180761.

Damayanti, R., Keliat. B.A.K., Hastono, S.P. (2010). Pengaruh Terapi Kelompok
Terapeutik (TKT) Terhadap Kemampuan Ibu dalam Memberikan Stimulasi
Perkembangan Inisiatif Anak Usia Pra Sekolah di Kelurahan Kedaung Bandar
Lampung. FIK UI : Jakarta

Depkes.(2006). Pedoman Pelaksanaan Simualsi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh


Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Direktorat Bina Kesehatan
Anak Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat: Depkes RI

Keliat, B.A., Daulima, N.C.H., & Farida, P. (2011).Manajemen Keperawatan Psikososial


dan Kader Kesehatan Jiwa: CMHN (Intermediate Course).Jakarta: EGC

Muhmila M., Hardisana., dan Indria Dini. 2010. Psikologi Umum dan Anak: AKBID
YPSDMI GARUT;

Nurdin, A.E.(2011). Tumbuh kembang Perilaku Manusia. Cetakan I. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 tahun 2014tentang Pemantauan Pertumbuhan,


Perkembangan, dan gangguan tumbuh Kembang Anak.

PPNI (2016).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI.

Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta.


Erlangga; Jahja Yurdik. 2011.

.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA
ANAK USIA SEKOLAH (6-12 TAHUN)

1. Pengertian
Perkembangan kemampuan psikososial anak usia sekolah (6-12 tahun) adalah
kemampuan menghasilkan karya, berinteraksi, dan berprestasi dalam belajar
berdasarkan kemampuan diri sendiri. Pencapaian kemampuan ini akan membuat anak
bangga terhadap dirinya. Hambatan atau kegagalan dalam mencapai kemampuan ini
menyebabkan anak merasa rendah diri sehingga pada masa dewasa, anak dapat
mengalami hambatan dalam bersosialisasi (Keliat et.al, 2015). Dalam istilah freudian
periode perkembangan psikososial ini digambarkan sebagai periode laten. Tenaga anak
disalurkanm ke dalam pembelajaran keterampilan tertentu, bermain aktif, dan
memperoleh pengetahuan. Erikson (1963) menguraikan hal ini sebagai suatu masa
untuk perkembangan kerajinan. Pada usia ini, anak belajar untuk bekerja dengan orang
lain, hubungan sosial menjadi menonjol, dan terjadi rasa persaingan. Aturan-aturan
dipelajari dan anak menginginkan dan mengembangkan keberhasilan. Banyak
pembelajaran terjadi melalui guru dan teman sebaya daripada terutama melalui
keluarga (stolte, 2004). Plaget (1975) menguraikan tahap ini sebagai masa operasional
konkret. Proses berpikir meningkat menjadi kompleks dan logis. Anak ini dapat memilah
dan mengelola fakta-fakta. Pemecahan masalah tetap konkret dan merefleksikan
pengalaman anak itu sendiri. Akan tetapi, pikiran menjadi kurang berpusat pada diri
sendiri dan anak ini dapat mempertimbangkan pandangan orang lain (stolte, 2004).
Anak usia sekolah dikenal dengan fase berkarya vs rasa rendah diri,kemampuan
menghasilkan karya, berinteraksi, dan berprestasi dalam belajar berdasarkan
kemampuan diri sendiri. Pencapaian kemampuan ini akan membuat anak bangga
terhadap dirinya.masa ini berada diantara usia 6-12 tahun adalah masa anak mulai
memasuki dunia sekolah yang lebih formal, pada anak usia sekolah tumbuh rasa
kemandirian anak, anak ingin terlibat dalam tugas yang dapat dilakukan sampai selesai,
erik erikson (1950 dalam wong, 2009). Anak usia sekolah memiliki ciri-ciri mempunyai
rasa bersaing, senang berkelompok dengan teman sebaya, berperan dalam kegiatan
kelompok, menyelesaikan tugas (sekolah atau rumah ) yang diberikan (keliat, helena &
farida, 2011). Pada tahap ini anak berusaha untuk merebut perhatian dan penghargaan
atas karyanya. Anak belajar untuk menyelesaikan tugas yang diberikan padanya, rasa
tanggung jawab mulai timbul, dan ia mulai senang untuk belajar bersama. Anak-anak
memperoleh kepuasan yang sangat besar dari perilaku mandiri dalam menggali dan
memanipulasi lingkungannya termasuk sekolah dan interaksi dengan teman sebaya.
Hambatan atau kegagalan dalam mencapaikemampuan tugas perkembangan di atas
dapat menyebabkan anak merasa rendah diri sehingga pada masa dewasa, anak dapat
mengalami hambatan dalam bersosialisasi (keliat,helena, & farida, 2011).
Menurut Keliat et.al (2015) karakteristik perilaku anak usia sekolah (produktif),
antara lain: menyelesaikan tugas (sekolah dan rumah) yang diberikan, mempunyai rasa
bersaing (kompetisi) , senang berkelompok dengan teman sebaya dan mempunyai
sahabat karib, berperan dalam kegiatan kelompok. Sedangkan penyimpangan
perkembangan (harga diri rendah), antara lain: tidak mau mengerjakan tugas sekolah,
membangkang pada orang tua untuk mengerjakan tuga, tidak ada kemauan untuk
bersaing dan terkesan mala, tidak mau terlibat dalam kegiatan kelompok, memisahkan
diri dari teman sepermainan dan teman sekolah. Batasan karakteristik (subyektifitas):
mengenali keberdayaan, menjelaskan bahwa stressor dapat ditangani, memiliki
kesadaran adanya kemungkinan perubahan lingkungan, (obyektifitas): mencari
pengetahuan mengenai strategi baru, mencari dukungan sosial, menggunakan strategi
berfokus pada masalah, menggunakan sumber spiritual.

2. Proses Terjadinya
2.1 Predisposisi dan Presipitasi
2.1.1 Faktor Predisposisi
a. Biologis
 Riwayat pre natal, intra natal, post natal
 Riwayat imunisasi lengkap
 Riwayat status gizi baik
 Tidak ada riwayat penyakit fisik kronis/cacat
 Tidak ada riwayat trauma kepala
 Tidak ada riwayat genetik gangguan jiwa

b. Psikologis
 Intelengensi: normal
 Sudah dapat mengidentifikasi peran gender
 Sudah dapat mengidentifikasi peran di keluarga
 Pencapaian 8 aspek perkembangan: kognitif, bahasa, komunikasi, moral,
emosi, spiritual

c. Sosial budaya
 Dukungan keluarga dalam stimulasi tumbang
 Anak yang diinginkan
 Tidak ada labeling negativ dari keluarga
 Tidak ada kekerasan fisik, verbal & emosi
 Dilibatkan dalam mengambil keputusan sederhana
 Keluarga menstimulasi terbentuknya kemampuan berkarya anak
 Belajar benar-salah
 Dilibatkan dalam kegiatan ibadah

2.1.2 Faktor Presipitasi


a. Nature
Biologi
 Bb & TB sesuai usia
 Keluhan fisik saat ini
 Status nutrisi
 Suka olah raga
 Gangguan tidur saat ini
 Belajar keterampilan fisik baru

Psikologis:
 Mendapatkan bimbingan PR
 Kesempatan cerita pengalaman
 Kesempatan cerita perasaan
 Kesempatan bertanya
Sosial:
 Kesempatan bermain sebaya
 Kesempatan ikut kompetisi
 Mengembangkan bakat & hobi
 Kesempatan bantu orang lain
 Diterima & di sayangi keluarga
 Mendapat feedback positif dari lingkungan (keluarga, guru, teman)

b. Origin
Internal: kreatifitas tinggi, percaya diri, perasaan bersaing
Eksternal: pola asuh & stimulasi dari keluarga baik, masyarakat menerima &
mendukung keberadaanya

c. Timing
 Waktu terjadinya stimulasi diberikan usia 6-12 th
 Lamanya stressor terjadi: optimal
 Frekuensi: optimal

d. Number
Jumlah dan kualitas stressor: tidak berlebihan, stimulus tumbang optimal (bio-
psikososio spiritual)

2.2 Penilaian stressor


2.2.1 Motorik kasar dan halus
a. Lompat tali atau karet
b. Permainan engklek
c. Menangkap dan melempar bola
d. Menulis tulisan sambung
e. Menggunting kertas dengan mengikuti pola yang sudah ada
f. Menggambar atau melukis dengan pencil warna

2.2.2 Kognitif
a. Menerima nasehat dari orang lain
b. Menerima perbedaan pendapat
c. Kritis terhadap informasi
d. Menceritakan kelebihan diri
e. Berpikir dirinya orang yang sehat dan menyenangkan
f. Menyebutkan bentuk benda dan fungsinya
g. Menjawab pertanyaan sebab akibat
h. Menjawab soal penjumlahan

2.2.3 Bahasa
a. Perkenalan diri dan cerita pengalaman yang disenangi
b. Menceritakan kembali cerita pendek
c. Mengisi teka-teki silang

2.2.4 Emosi dan kepribadian


a. Berani mengekspresikan perasaan
b. Menyampaikan perasaan marah, senang, takut sedih.
c. Menyampaikan pendapat dan keinginan
d. Mengatasi masalah yang sedang dihadapi
e. Puas dengan keberhasilan yang dicapai
f. Menceritakan kebaikan yang pernah dilakukan.
g. Mengungkapkan kesalahan
h. Menyelesaikan tugas dan tanggung jawab

2.2.5 Moral dan spiritual


a. Menepati janji pada kelompok
b. Melakukan kewajiban dan menepati janji
c. Mengikuti peraturan
d. Mengikuti kegiatan keagamaan
e. Melakukan doa secara rutin
f. Membaca kitab suci.

2.2.6 Psikososial
a. Permainan dalam kelompok
b. Mengerkajakan tugas kelompok
c. Permainan dengan gotong royong dan tolong menolong.
d. Bermain dan bercerita dengan teman akbar
e. Tanggung jawab tugas kelompok
f. Menghargai hak orang lain yang berdeda dengan diri sendiri

2.3 Sumber koping


2.3.1 Personal Ability
a) Tahu kemampuan/ kelebihan diri
b) Tahu pencapaian tugas sekolah/rumah
c) Dapat menerima tugas yg diberikan
d) Dapat menilai keberhasilan dirinya
e) Dapat menggunakan fasilitas alat yang diberikan kepadanya

2.3.2 Social Support


a) Caregiver
b) Kemampuan caregiver dalam menstimulasi
c) Keberadaan kelompok anak usia sekolah
d) Keberadaan kader kesehatan jiwa

2.3.3 Material Asset


a) Ada jaminan kesehatan,Asuransi, JKM, JKD/SKTM, BPJS
b) Penghasilan keluarga mencukupi kebutuhan
c) Keluarga punya tabungan
d) Keluarga punya asset pribadi
e) Punya akses pelayanan kesehatan (PKM, klinik, bidan, dokter)
f) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan

2.3.4 Positive Belief


a) Percaya dengan pelayanan kesehatan
b) Persepsi yang baik terhadap tenaga kesehatan
c) Selalu menggunakan pelayanan kesehatan
d) Keyakinan agama yang berhubungan dengan kesehatan
e) Keyakinan budaya klien & keluarga yang berhubungan dengan kesehatan

2.4 Mekanisme koping


2.4.1 Adaptif
a) Berteman dengan sesama jenis & mempunyai teman bermain
tetap/sahabat karib
b) Ikut berperan serta dalam kegiatan kelompok
c) Berinteraksi secara baik dengan orang tua
d) Dapat mengendalikan keinginan/dorongan yang kuat
e) Berkompetisi dengan teman/saudara sebaya
f) Berusaha menyelesaikan tugas rumah/sekolah yang diberikan
g) Mengetahui nilai mata uang
h) Melakukan hobi
i) Berpikir bahwa dirinya adalah orang yang menyenangkan dan sehat

2.4.2 Destruktif
a) Tidak mau mengerjakan tugas sekolah/rumah
b) Membangkang orang tua untuk mengerjakan tugas
c) Tidak ada kemauan untuk bersaing dan terkesan malas
d) Tidak mau terlibat dalam kegiatan kelompok
e) Memisahkan diri dengan teman sepermainan dan teman sekolah

3. Pohon Diagnosa Keperawatan

Perkembangan industri (produktif) anak optimal

Kesiapan peningkatan perkembangan anak usia sekolah

Pengetahuan keluarga efektif status nutrisi anak baik


4. Tanda dan Gejala:
a. Subyektif:
1) Menyebutkan nama dan jenis kelamin
2) Menjelaskan nama dan fungsi benda
3) Membaca do’a
4) Mengungkapkan perasaan marah, senang, takut , dan sedih
5) Menyampaikan pendapat dan keinginan, puas dengan keberhasilan
6) Menceritakan kebaikan dan mengungkapkan kesalahan
b. Obyektif:
1) Membaca, menulis, berhitung
2) Mempunyai prestasi akademik
3) Mempunyai teman sebaya

5. Tujuan Asuhan keperawatan


a. Kognitif, anak mampu:
1) Mengembangkan kecerdasan
2) Memahami nilai-nilai moral
3) Mempelajari pelajaran sekolah
4) Menyelesaikan tugas sekolah
5) Beradaptasi
6) Memiliki rasa bersahabat dan bersaing
7) Senang berkelompok

b. Psikomotor, anak mampu:


1) Mempertanhan kesehatan fisik
2) Melakukan kegiatan fisik sesuai usianya
3) Melakukan hobi
4) Menyelesaikan kegiatan rumah tangga yang sederhana

c. Afektif, anak mampu:


1) Mengekspresikan perasaan
2) Mengungkapkan kesalahan
3) Merasakan bahagia terhadap kebaikan yang pernah dilakukan
4) Merasakan kepuasan terhadapkeberhasilan yang dicapai

6. Tindakan Keperawatan:
a. Tindakan pada anak sekolah
1) Bantu anak mengembangkan kecerdasan: mendiskusikan kelebihan dan
kemampuan anak, menjelaskan dan melatih ketrampilan, memberi bacaan
dan permainan yang meningkatkan kemampuan, melibatkan anak dalam
pekerjaan rumah tangga sederhana, latih anak sesuai dengan pelajaran di
sekolah dan kembangkan hobi yang dimiliki anak.
2) Bantu anak mengenal dan memahami nilai moral: terapkan nilai agama dan
budaya positif pada anak
3) Latih anak mengembangkan ketrampilan sosial: beri waktu bermain diluar
rumah bersama teman dan kelompoknya, motivasi anak untuk mengikuti
perlombaan untuk melatih bersaing dan bersahabat, latih anak berinteraksi
dengan orang lain
4) Latih kedisiplinan pada anak, bimbing anak saat menonton televisi,
membaca buku cerita, bermain gadget, dan menilai manfaatnya
5) Ajarkan kebersihan diri
6) Beri pujian pada setiap pencapaian anak

b. Tindakan pada keluarga:


Tindakan keperawatan dilakukan kepada orang tua dan pengasuh (care giver)
dari anak sekolah, kegiatan meliputi:
1) Jelaskan perkembangan yang harus dicapai anak sekolah
2) Latih cara memfasilitasi anak sekolah untuk berkarya, produktif, kompetena,
dan berhasil dalam belajar
3) Ajarkan cara mendorong anak berkarya: mendiskusikankeberhasilan,
jalankeluar kegagalan, dampingi dan beri semangat, serta pujian.
4) Ciptakan suasana keluarga yang mendukung anak berkarya dengan
memberi motivasi positif
5) Melatih keluarga mendampingi anak sekolah:
 Belajar, mengerjakan tugas sekolah dengan gembira dan semangat
 Memberi tugas rumah tangga yang disukai
 Memfasilitasi bermain dengan kelompok sebaya
6) Menyepakati waktu penggunaan smartphone dan media sosial
7) Diskusikan tanda penyimpangan dan cara mengatasinya serta serta
pelayanan kesehatan

c. Tindakan pada kelompok


1) Tindakan Ners: Edukasi kelompok anak sekolah dan kelompok orang tua
2) Tindakan keperawatan spesialis : terapi kelompok terapeutik anak sekolah,
merupakan salah satu jenis dari terapi kelompok yang memberi
kesempatan kepada anggotanya untuk saling berbagi pengalaman, saling
membantu satu dengan lainnya, untuk menemukan cara menyelesaikan
masalah dan mengantisipasi masalah yang akan dihadapi dengan
mengajarkan cara yang efektif untuk mengendalikan stres. Kelompok
terapeutik lebih berfokus pada hubungan didalam kelompok, interaksi
antara anggota kelompok dan mempertimbangkan isu yang selektif
(Townsend, 2009).
a) sesi satu : stimulasi perkembangan aspek motorik
b) sesi dua : stimulasi aspek kognitif dan bahasa
c) sesi tiga : stimulasi perkembangan aspek emosional dan kepribadian
d) sesi empat : stimulasi perkembangan aspek moral dan spiritual
e) sesi lima : stimulasi perkembangan aspek psikososial
f) sesi enam : monitoring dan evaluasi pengalaman dan manfaat latihan
Daftar Pustaka

Keliat,B.A., Dkk.(2011).Manajemen keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan


Jiwa.Jakarta EGC

Keliat,B.A., Dkk.(2019). Asuhan Keperawatan Jiwa.Jakarta EGC

........................(2011).Draf Standard Asuhan Keperawatan Program Pendidikan Kekhususan


Keperwatan Jiwa Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Nurdin, A.E.(2011). Tumbuh kembang Perilaku Manusia. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Stuart,(2009)Principle and Practice of Psychiatric Nursing.9th edition.Mosby

Suliswati Dkk.(2005).Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta EGC

Stolte, K.M. (2004). Diagnosa Keperawatan Sejahtera (Wellness Nursing Diagnosis). Cetakan
1. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
LAPORAN PENDAHULUAN SEHAT JIWA

PADA USIA 12-18 TAHUN

A. PENGERTIAN KESEHATAN JIWA

Kesehatan adalah keadaaan sejahtera dari fisik, mental dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No 23 tahun
1992 tentang kesehatan). Sedangkan menurut WHO (2005) kesehatan adalah suatu
keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari
penyakit atau kecacatan. Dari dua defenisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
untuk dikatakan sehat, seseorang harus berada pada suatu kondisi fisik, mental dan
sosial yang bebas dari gangguan, seperti penyakit atau perasaan tertekan yang
memungkinkan seseorang tersebut untuk hidup produktif dan mengendalikan stres yang
terjadi sehari-hari serta berhubungan sosial secara nyaman dan berkualitas.

Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan atau
bagian integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas
hidup manusia yang utuh. Kesehatan jiwa menurut UU No 23 tahun 1996 tentang
kesehatan jiwa sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan
secara selaras dengan keadaan orang lain. Selain dengan itu pakar lain mengemukakan
bahwa kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental yang sejahtera (mental
wellbeing) yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif, sebagai bagian yang utuh
dan kualitas hidup seseorang dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia.
Dengan kata lain, kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi
merupakan sesuatu yang dmas dimastuhkan oleh semua orang, mempunyai perasaan
sehat dan bahagia serta mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang
lain sebagaimana adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang
lain (Sumiati dkk, 2009).
Gangguan kesehatan jiwa bukan seperti penyakit lain yang bisa datang secara
tiba-tiba tetapi lebih kearah permasalahan yang terakumulasi dan belum dapat
diadaptasi atau terpecahkan. Dengan demikian akibat pasti atau sebab yang melatar
belakangi timbulnya suatu gangguan. Pengetahuan dan pengalaman yang cukup dapat
membantu seseorang untuk menangkap adanya gejala-gejala tersebut. Semakin dini
kita menemukan adanya gangguan maka akan semakin mudah penanganannya.
Dengan demikian deteksi dini masalah kesehatan jiwa anak usia sekolah dasar sangat
membantu mencegah timbulnya masalah yang lebih berat. Masalah kesehatan jiwa
yang sifatnya ringan dapat dilakukan penanganan di sekolah oleh guru atau kerjasama
antara guru dan orang tua anak karena penyebab permasalahan dapat berkaitan
dengan masalah dalam keluarga yang tidak ingin dibicarakan oleh orang tua, mungkin
pula anak mempunyai masalah dengan teman (Noviana, 2010).

Lingkup masalah kesehatan jiwa yang dihadapi individu sangat kompleks


sehingga perlu penanganan oleh suatu program kesehatan jiwa yang bersifat kompleks
pula. Masalah-masalah kesehatan jiwa dapat meliputi: 1) perubahan fungsi jiwa
sehingga menimbulkan penderitaan pada individu (distres) dan atau hambatan dalam
melaksanakan fungsi sosialnya; 2) masalah psikososial yang diartikan sebagai setiap
perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis maupun sosial yang
memberi pengaruh timbal balik dan dianggap mempunyai pengaruh cukup besar.
Sebagai faktor penyebab timbulnya berbagai gangguan jiwa.

Psikososial yang dapat berupa masalah perkembangan manusia yang harmonis,


peningkatan kualitas hidup, upaya-upaya kesehatan jiwa diperlukan untuk mengatasi
masalah tersebut yang meliputi upaya primer, sekunder dan tersier yang ditujukan untuk
meningkatkan taraf kesehatan jiwa manusia agar dapat hidup lebih sehat, harmonis, dan
produktif (Dalami, 2010).

B. PENGERTIAN REMAJA
Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa
Latin adolescare yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”.
Bangsa primitif dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja
tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah
dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (Ali & Asrori, 2006).

World Health Organization (2017), mendefinisikan remaja sebagai periode


pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa kanak-kanak
dan sebelum dewasa dengan rentang usia 10-19 tahun, sedangkan dalam peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 25 pada tahun 2014, remaja merupakan
individu dengan usia antara 10 sampai 19 tahun dan belum menikah. Masa remaja
adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia, menghubungkan masa kanak-
kanak dan masa dewasa (Santrock, 2003).

Keliat, Helena & Farida (2011), menyatakan bahwa pada tahap perkembangan
usia 12-18 tahun, remaja harus mampumencapai
identitasdirimeliputiperan,tujuanpribadi,keunikandancirikhasdiri.Bilahalinitidaktercapai
maka remaja akan mengalami kebingungan peran yang berdampak pada
rapuhnyakepribadian sehingga akan terjadi gangguan konsep diri. Selama proses
tersebut, terjadi perubahan yang saling berkaitan pada aspek fisik, kognitif, serta aspek
psikososial, hal tersebut lalu dikenal dengan masa remaja (Papalia, et. al., 2011). Masa
remaja merupakan periode ketika individu menjadi matur secara fisik maupun psikologis
dan memperoleh identitas personal, yang dimulai saat usia 10 atau 12 tahun dan
berakhir pada usia 18 atau 20 tahun (Kozier, et. al., 2010).
Masa remaja juga dikatakan sebagai masa pencarian identitas diri. Identitas
adalah potret diri yang tersusun atas berbagai aspek, antara lain, identitas
pekerjaan/karir, identitas politik, identitas spiritual, identitas relasi (lajang, menikah,
bercerai), identitas prestasi/intelektual, identitas seksual, identitas budaya/etnik, minat,
kepribadian dan identitas fisik (Santrock, 2012). Menurut Erikson, tugas remaja adalah
mengatasi krisis identitas diri versus kebingungan identitas (Papalia, et al., 2011).

Remaja yang mampu mencapai tugas perkembangannya, akan memiliki


identitas diri yang positif. Identitas diri yang positif akan menjadikan remaja mampu
menilai perannya di masyarakat, mampu menentukan jenis pekerjaan sesuai dengan
minat, berperilaku sesuai dengan norma agama yang dianut, mampu mengambil
keputusan tanpa melibatkan orang lain, memiliki prestasi yang baik, mempunyai cita-
cita, memiliki hobi yang positif, dan mampu bersosialisasi baik dengan keluarga, teman
sebaya dan lingkungan sekitar. Sebaliknya remaja yang tidak mampu menyelesaikan
tugas perkembangannya, akan mengalami kekacauan identitas. Kekacauan identitas
yang dialami remaja akan berdampak pada ketidakmampuan remaja menilai perannya
di masyakat, memiliki kepribadian yang labil, tidak memiliki cita-cita, hobi dan rencana
untuk masa depan, serta memiliki sikap dan perilaku yang buruk, bahkan remaja tidak
menunjukkan ketertarikan dalam berbagai hal (Marcia, 1980). Erikson dalam Santrock
(2012), menyatakan bahwa remaja yang memiliki identitas diri positif dapat menerima
keadaan dirinya dan memahami diri sendiri dengan sangat baik. Sebaliknya remaja
yang mengalami kekacauan identitas diri akan menarik diri, mengisolasi diri atau
meleburkan diri dalam kelompok sebaya sehingga kehilangan identitas dirinya.

Kesiapan peningkatan perkembangan remaja adalahremaja usia 12-18 tahun.


Perkembangan kemampuan psikososial remaja dlam mencapai identitas diri meliputi
peran, tujuan pribadi, keunikan dan ciri khas diri, persahabatan dan setia kawan
berkembang pada usia remaja. Bila hal ini tidak tercapai maka remaja akan mengalami
kebingungan peran yang berdampak pada rapuhnya kepribadian sehingga akan terjadi
gangguan konsep diri (keliat,dkk. 2015).

C. TANDA DAN GEJALA MENJADI REMAJA

WHO (WorldHealthOrganization) memberikan definisi tentang remaja yang lebih


bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis,
psikologis, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi
sebagai berikut. Remaja adalah suatu masa di mana:

1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tandatanda


seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual.
2) Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri (Muangman dalam Sarwono, 2010).
Dalam tahapan perkembangan remaja menempati posisi setelah masa anak dan
sebelum masa dewasa. Adanya perubahan besar dalam tahap perkembangan remaja
baik perubahan fisik maupun perubahan psikis (pada perempuan setelah mengalami
menarche dan pada laki-laki setelah mengalami mimpi basah) menyebabkan masa
remaja relatif bergejolak dibandingkan dengan masa perkembangan lainnya. Hal ini
menyebabkan masa remaja menjadi penting untuk diperhatikan. Selain itu tanda dan
gejala dari kesiapan perkembangan remaja, sebagai berikut

Subyektif Obyektif
 Remaja dapat menilai secara obyektif  Bertanggung jawab terhadap tugas
kelebihan dan kekurangan yang diberikan
 Memiliki sahabat  Menemukan identitas diri yang obyektif
 Merasa tertarik pada lawan jenis  Memiliki cita cita masa depan
 Mengembangkan bakat yang disukas  Mempunyai prestasi akademik
 Memunyai teman sebaya

D. RENTANG RESPON

Adaptif Maladaptif
1. Remaja yang aktiv kegiatan 1. Memberontak
positif 2. Minum alcohol
2. Memiliki banyak tema 3. Pemakai napza
3. Memiliki prestasi/potensi 4. Menjadi anak jalanan
akademik 5. Tidak taat pada aturan
4. Mengembangkan hobi rumah/social/sekolah
5. Taat pada aturan
rumah/social/sekolah

E. BATASAN USIA REMAJA

Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa bayi hingga masa tua akhir
menurut Erickson, masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan yakni masa remaja awal,
masa remaja pertengahan, dan masa remaja akhir. Adapun kriteria usia masa remaja
awal pada perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada laki-laki yaitu 15-17 tahun. Kriteria
usia masa remaja pertengahan pada perempuan yaitu 15-18 tahun dan pada laki-laki
yaitu 17-19 tahun. Sedangkan kriteria masa remaja akhir pada perempuan yaitu 18-21
tahun dan pada laki-laki 19-21 tahun (Thalib, 2010). Menurut Papalia & Olds (dalam
Jahja, 2012), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-
kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan
berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.

Jahja (2012) menambahkan, karena laki-laki lebih lambat matang daripada anak
perempuan, maka laki-laki mengalami periode awal masa remaja yang lebih singkat,
meskipun pada usia 18 tahun ia telah dianggap dewasa, seperti halnya anak
perempuan. Akibatnya, seringkali laki-laki tampak kurang untuk usianya dibandingkan
dengan perempuan. Namun adanya status yang lebih matang, sangat berbeda dengan
perilaku remaja yang lebih muda.

Menurut Mappiare masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan
21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia
remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan
17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun
adalah remaja akhir (Ali & Asrori, 2006).

Menurut hukum di Amerika Serikat saat ini, individu dianggap telah dewasa apabila
telah mencapai usia 18 tahun, dan bukan 21 tahun seperti pada ketentuan sebelumnya.
Pada usia ini, umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menengah (Hurlock
dalam Ali & Asrori, 2006). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa usia
remaja pada perempuan relatif lebih muda dibandingkan dengan usia remaja pada laki-
laki. Hal ini menjadikan perempuan memiliki masa remaja yang lebih panjang
dibandingkan dengan laki-laki.

F. TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA


Hurlock (1980) menjelaskan bahwa semua tugas perkembangan pada masa
remaja dipusatkan pada pusaka penanggulangan sikap dan pola perilaku yang
kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa.
Tugas-tugas tersebut antara lain:

1) Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik
pria maupun wanita.
2) Mencapai peran sosial pria, dan wanita.
3) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
4) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
5) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa
lainnya.
6) Mempersiapkan karir ekonomi.
7) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
8) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku mengembangkan ideologi.
Ali & Asrori (2006) menambahkan bahwa tugas perkembangan masa remaja
difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta
berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa.
Hurlock (dalam Ali & Asrori, 2006) juga menambahkan bahwa tugastugas
perkembangan masa remaja adalah berusaha:

1) Mampu menerima keadaan fisiknya;


2) Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa;
3) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis;
4) Mencapai kemandirian emosional;
5) Mencapai kemandirian ekonomi;
6) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat;
7) Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang
tua;
8) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
memasuki dunia dewasa;
9) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan;
10) Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga.
Kay (dalam Jahja, 2012) mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja
adalah sebagai berikut:
1) Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.
2) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang
mempunyai otoritas.
3) Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul
dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun
kolompok.
4) Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.
5) Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya
sendiri.
6) Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala
nilai, psinsip-psinsip, atau falsafah hidup. (Weltan-schauung).
7) Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku)
kekanak-kanakan.

G. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI

BIOLOGIS PSIKOLOGIS SOSIAL


1. Riwayat Imunisasi 1. Intelengensi: Normal 1. Mampu bergaul di luar
lengkap 2. Terbiasa menceritakan rumah
2. Riwayat Status Gizi baik masalahnya 2. Punya hobi dengan
3. Tidak ada Riwayat 3. Tidak ada riwayat sebaya
penyakit fisik kronis/cacat kehilangan 3. Mampu membina
4. Tidak ada riwayat trauma 4. Tidak ada riwayat hubungan dengan
kepala kegagalan sekolah/putus sebaya
5. Tidak pernah merokok, sekolah 4. Patuh terhadap
narkoba, minum norma/aturan
5. Tidak ada riwayat KDRT
minuman keras
6. Semangat bersekolah 5. Pola komunikasi dua arah
6. Tidak ada riwayat genetik
7. Punya rasa optimis dalam 6. Memiliki tugas &
gangguan jiwa
beraktivitas tanggung jawab dalam
7. Memiliki tubuh ideal
8. Senang beraktivitas & keluarga
8. Tidak ada sakit fisik
berkompetisi 7. Tidak ada labeling negatif
9. Tidak merokok, narkoba
9. Senang mendapatkan di lingkungan keluarga &
10. Suka olahraga
menghargaan masyarakat
11. Lakukan perawatan tubuh
10. Punya cita-sita 8. Berpartisipasi dalam
12. Tidak alami gangguan
11. Senang menceritakan
tidur pengalamannya kegiatan kemasyarakatan
12. Memandang diri positif 9. Membina hubungan
13. Mengetahui identitas dengan lawan jenis
dirinya 10. Punya setiakawan yang
14. Menjalankan peran tinggi
sebagi anak, pelajar 11. Memilih sendiri teman
15. Senang dengan dekatnya tanpa campur
perubahan fisiknya tangan orang tua
16. Mendapatkan dukungan 12. Diberi kesempatan
teman sebaya berteman
17. Kreatif & memiliki inisiatif 13. Diberi kesempatan

18. Menerima arahan akan menjalankan hobi dg

rencana masa depan teman sebaya

19. Menerima perubahan fisik 14. Bebas menentukan

20. Diberi kepercayaan pilihan tanpa campur

menerima tugas & tangan

tanggung jawab
21. Diberi kesempatan
menyukai tokoh idoda
22. Diberi kesempatan
berpendapat
23. Dilibatkan dalam
pengambilan keputusan

H. PERKEMBANGAN REMAJA

Menurut Widyastuti dkk (2009) terdapat 3 perubahan pada Remaja, meliputi


Seksualitas, Psikis, Kognitif dan Emosi.

1 Seksualitas
a. Rambut. Rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh seperti halnya remaja

laki-laki. Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi setelah pinggul dan

payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah tampak

setelah haid. Semua rambut kecuali rambut wajah mula-mula lurus dan

terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar, lebih gelap dan

agak keriting.

b. Pinggul. Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal ini

sebagai akibat membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak di

bawah kulit.

c. Payudara. Seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar dan

puting susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula dengan

berkembang dan makin besarnya kelenjar susu sehingga payudara menjadi

lebih besar dan lebih bulat.

d. Kulit. Kulit, seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar, lebih tebal, pori-

pori membesar. Akan tetapi berbeda dengan laki-laki kulit pada wanita tetap

lebih lembut.

e. Kelenjar lemak dan kelenjar keringat. Kelenjar lemak dan kelenjar keringat

menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat.

Kelenjar keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama masa haid.

f. Otot. Menjelang akhir masa puber, otot semakin membesar dan kuat.

Akibatnya akan membentuk bahu, lengan dan tungkai kaki.

g. Suara. Suara berubah semakin merdu. Suara serak jarang terjadi pada

wanita.

2. Perkembangan Psikis
Widyastuti dkk (2009) menjelaskan tentang perubahan kejiwaan pada masa
remaja. Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada remaja
adalah:

a Perubahan emosi. Perubahan tersebut berupa kondisi:

 Sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan


sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering terjadi
pada remaja putri, lebih-lebih sebelum menstruasi.
 Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan luar
yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya mudah terjadi perkelahian.
Suka mencari perhatian dan bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu.
 Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua, dan lebih senang pergi
bersama dengan temannya daripada tinggal di rumah.
b. Perkembangan intelegensia, pada remaja perkembangan ini
menyebabkan:
 Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka
memberikan kritik.
 Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul
perilaku ingin mencoba-coba.
2. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti


belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa (Jahja, 2012). Menurut Piaget
(dalam Santrock, 2001; dalam Jahja, 2012), seorang remaja termotivasi untuk
memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam
pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di
mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam
skema kognitif mereka. Remaja telah mampu membedakan antara hal-hal atau
ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga
mengembangkan ide-ide ini. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa
yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengholah cara berpikir mereka
sehingga memunculkan suatu ide baru.
Kekuatan pemikiran remaja yang sedang berkembang membuka
cakrawala kognitif dan cakrawala sosial baru. Pemikiran mereka semakin abstrak
(remaja berpikir lebih abstrak daripada anak-anak), logis (remaja mulai berpikir
seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-
masalah dan menguji secara sistematis pemecahan-pemecahan masalah), dan
idealis (remaja sering berpikir tentang apa yang mungkin. Mereka berpikir
tentang ciriciri ideal diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia); lebih mampu
menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang orang lain
pikirkan tentang diri mereka; serta cenderung menginterpretasikan dan
memantau dunia sosial (Santrock, 2002).

3. Perkembangan Emosi

Masa Remaja adalah masa peralihan antara masa anak-anak dan masa
dewasa, status remaja remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun bagi
lingkungannya. Perkembangan emosi seseorang pada umumnya tampak jelas
pada perubahan tingkah lakunya. Perkembangan emosi remaja juga demikian
halnya. Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat
tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada pada individu tersebut. Dalam
kehidupan sehari-hari sering kita lihat beberapa tingkah laku emosional,
misalnya agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku
menyakiti diri, seperti melukai diri sendiri dan memukul-mukul kepala sendiri (Ali
& Asrori, 2006).

Sejumlah faktor menurut Ali & Asrori (2006) yang dapat mempengaruhi
perkembangan emosi remaja adalah sebagai berikut:

a. Perubahan jasmani.
b. Perubahan pola interaksi dengan orang tua. Pola asuh orang tua
terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada yang pola
asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja
sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak
acuh, tetapi ada juga yang dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola
asuh orang tua seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan
perkembangan emosi remaja. Cara memberikan hukuman misalnya,
kalau dulu anak dipukul karena nakal, pada masa remaja cara
semacam itu justru dapat menimbulkan ketegangan yang lebih berat
antara remaja dengan orang tuanya.
c. Perubahan pola interaksi dengan teman sebaya. Remaja seringkali
membangun interaksi sesama teman sebayanya secara khas dengan
cara berkumpul untuk melakukan aktifitas bersama dengan
membentuk semacam geng. Interksi antaranggota dalam suatu
kelompok geng biasanya sangat intens serta memiliki kohesivitas dan
solidaritas yang sangat tinggi. Pembentukan kelompok dalam bentuk
geng seperti ini sebaiknya diusahakan terjadi pada masa remaja awal
saja karena biasanya bertujuan positif, yaitu untuk memenuhi minat
mereka bersama.
d. Perubahan pandangan luar. Ada sejumlah pandangan dunia luar
yang dapat menyebabkan konflik-konflik emosional dalam diri remaja,
yaitu sebagai berikut:
1) Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten.
Kadangkadang mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka
tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang wajar
sebagaimana orang dewasa. Seringkali mereka masih dianggap
anak kecil sehingga menimbulkan kejengkelan pada diri remaja.
Kejengkelan yang mendalam dapat berubah menjadi tingkah laku
emosional.
2) Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang
berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan. Kalau remaja
lakilaki memiliki banyak teman perempuan, mereka mendapat
predikat populer dan mendatangkan kebahagiaan. Sebaliknya,
apabila remaja putri mempunyai banyak teman laki-laki sering
sianggap tidak baik atau bahkan mendapat predikat yang kurang
baik. Penerapan nilai yang berbeda semacam ini jika tidak disertai
dengan pemberian pengertian secara bijaksana dapat
menyebabkan remaja bertingkah laku emosional.
3) Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang
tidak bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja
tersebut ke dalam kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan
melanggar nilai-nilai moral.
e. Perubahan interaksi dengan sekolah. Pada masa anak-anak,
sebelum menginjak masa remaja, sekolah merupakan tempat
pendidikan yang diidealkan oleh mereka. Para guru merupakan tokoh
yang sangat penting dalam kehidupan mereka karena selain tokoh
intelektual, guru juga merupakan tokoh otoritas bagi para peserta
didiknya. Oleh karena itu, tidak jarang anak-anak lebih percaya, lebih
patuh, bahkan lebih takut kepada guru daripada kepada orang
tuanya. Posisi guru semacam ini sangat strategis apabila digunakan
untuk pengembangan emosi anak melalui penyampaian materi-materi
yang positif dan konstruktif.
I. PATHWAY PERKEMBANGAN REMJA

Kesiapan peningkatan perkembangan usia remaja

Mekanisme koping remaja

Sumber koping remaja

(kemampuan personal positif, dukugan social, kognitif, keyakinan)

Penilaian terhadap stresoor

(kognitif, afektif, fisiologis, respon social)

Faktor presipitas

(kognitif, origin, timing, number)

Faktro predisposisi

(biologis, psikologis, sosio cultural)


A. PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN

1. Identitas klien

Identitas Nama,Usia, Jenis Kelamin, Nomor Rekam Medik (CM) dan Diagnosa
Medis

2. Keluhan

Keluhan utama saat pengkajian yang paling sering muncul / dominan dirasakan
klien dan intervensi yan telah klien/keluarga berikan untuk meringankan keluhan.

3. Status Perkembangan

Untuk mengetaui klien berasa distatus perkembangan infant/toddler/ preschool/


school/ adolenses/ youngadult/adult/old. Form ini juga digunakan untuk mengkaji
gangguan fisik/psikosexual/psikososial/kohnitif/moral pasien.

4. Faktor Presipitasi

Data yang dikaji berupa riwayat perkembangan kesehatan 6 bulan terakhir terdiri
dari bio, psiko, sosial, spritual untuk mengetahui stimulasi dan perkembangan pasien
sesuai dengan umur pasien.

5. Faktor predisposisi

Faktor Predisposisi adalah faktor pendukung (bio, psiko, sosial) yang berkontrmas
dimassi timbulnya gangguan perkembangan. Faktor predisposisi yang harus dikaji
meliputi: kapan terjadinya, keluhan/tanda gejala, penyebab/faktor faktor yang melatar
belakangi, apa yang sudah dilakukan.

6. Pengkajian Psikososial

Data yang dikaji adalah penulusuran genetik yang berupa genogram, riwayat
penakit pasien/ keluarga beserta penatalaksanaannya, data tentang konsep diri klien (citra
tubuh, identitas diri, peran, ideal diri, harga diri), hubungan sosial dan aspek spiritual serta
pemknaan dalam spiritual.

7. Penilaian terhadap stressor

Pengkajian yang digunakan untuk mellihat respon individu jika berhadapan dengan
stressor, terdiri dari respon kogitif, afektif,fisiologis, dan respon sosial.
8. Sumber koping
Mengkaji kemampuan personal untuk meneglaola koping jika berhadapan
dengan stressor, mulai dari penyelesaian masalah, status kesehatan, kemamuan
social, intelegensi, pengetahuan, tumbuh kembang, sampai ke konsep diri
pasien(citra diri, ideal diri identitas, peran, harga diri). Serta mengkaji dukungan social
yang didapatkan pasien, asset material untuk kebutuhan pasien, keyakinan pasien.
9. Mekanisme koping
Kaji respon klien dalam menghadapi suatu permasalahan, apakah
menggunakan cara-cara yang adaptif (konstruktif) atau maladaptive (distruktif)
B. DIAGNOSIS
Kesiapan peningkatan perkembangan remaja
C. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Kognitif, remaja mampu:
 Mengetahui aspek positif dan kekurangan diri
 Mengetahui identitas diri, tujuan dan cita-cita masa depan
 Memahami norma dan peraturan yang berlaku
 Berprestasi dalam bidang akademik
2. Psikomotor, remaja mampu:
 Mengembangkan kemampuan diri
 Meraih prestasi pada kegiatan positif
 Beraktivitas dengan aktif
3. Afektif, remaja mampu:
 Menyampaikan pendapat dengan asertif
 Mengendalikan emosi

D. INTERVENSI PADA REMAJA


1. Diskusikan kemampuan, karya, dan prestasi yang positif dan yang kurang. Berikan
pujian dan diskusikan cara mempertahankan dan meningkatkannya.
2. Diskusikan identitas diri yang dimiliki secara fisik, psikologi (kebahagiaan, cita cita, dan
prestasi) dan social (keluarga, sahabat).
3. Diskusikan norma dan pengaturan yang berlaku dalam keluarga, sekolah dan tempat
umum.
4. Diskusikan bahaya pergaulan bebas, narkoba, bulliying, gadget dan cara-cara
menghindarinya.
5. Motivasi mengembangkan hal-hal positif dalam kehidupan sebagai identitas diri remaja.
6. Berikan pujian pada tiap keberhasilan yang diraih remaja.
E. INTERVENSI PADA KELUARGA
1. Jelaskan perkembangan yang harus dicapai remaja
2. Latih cara memfasilitasi remaja untuk mengembangkan identitas dan kekhassannya.
3. Latih keluarga untuk mendampingi remaja:
 Diskusikan tentang keberhasilan yang dicapai dan memeberi pujian
 Mendorong pengembangan bakat yang menjadi identitas dari remaja
 Memfasilitasi persahabatan dengan teman sebaya
 Menjadi teman diskusi dalam menyelesaikan masalah yan dihadapi
 Menyediakan waktu bersama kelurga, kelompok social, dan kegiatan social
lainnya.
 Perhatikan dan mendampingi agara terhindar dari pergaulan bebas, narkoba,
dan kekerasan.
 Menyepakati waktu penggunaan smartphone dan media social dengan bijaksana
dan terhindar dari ketergantungan gadget.
4. Ciptakan suasana keluarga yang melibatkan remaja
5. Diskusikan penyimpangan dan cara mengatasinya serta pelayanan kesehatan.
F. INTERVENSI PADA KELOMPOK
1. Edukasi kelompok remaja dan kelompok orang tua
G. INTERENSI PADA REMAJA

Perencanaan
Dx Kep Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

Kesiapan Tum: Setelah 1x Membina hubungan saling percaya Komunikasi memiliki salah satu
peningkatan pertemuan dengan prinsip komunikasi peranan yang penting dalam
 Remaja mampu
perkembanga diharapkan pasien terapeutik yaitu: kehidupan manusia, salah satu unsur
memenuhi
n remaja dapat menunjukka 1. Sapapasien dengan rama secara dalam komunikasi yaitu untuk
perkembangan
tanda tanda dapa verbal maupun nonverbal. menyampaikan informasi. Dalam
kognitif,
membina hubungan 2. Perkenalkan diri dengan sopan merawat dan membimbing proses
psikomotor dan
saling percaya 3. Tanyakan nama lengkap pasien pemulihan terhadap pasien gangguan
afektifnya sebagai
dengan perawat, dan nama panggilannya jiwa, perawat mempunyai resiko yang
remaja serta
dengan kriteria hasil: 4. Jelaskan tujuan pertemuan sangat besar, sehingga perawat harus
terhindar dari hal
5. Jujur dan menepati jani memiliki kemampuan dalam
hal negative.  Ekspresi
6. Tunjukkan sikap empati dan menangani pasien gangguan jiwa.
bersahabat.
TUK I menerma pasien apa adanya Salah satu kemampuan yang harus
 Pasien
7. Beri perhatian pada pemenuhan perawat miliki yaitu komunikasi.
 Pasien dapat meunjuukan rasa
kebutuhan pasien. Komunikasi merupakan pelekat antara
membina senang
perawat dalam melakukan proses
hubungan saling  Pasien bersedia
perawatan atau pemulihan kepada
percaya berjabat tangan.
pasien Komunikasi yang tidak efektif
 Pasien bersedia
akan mengarahkan kepada proses
menyebutkan
perawatan atau pemulihan yang tidak
nama
tepat dan pengembangan rencana
 Ada kontak mata. asuhan tidak akan memenuhi pasien.
 Pasien bersedia Komunikasi yang digunakan oleh
duduk perawat harus efektif, sehingga
berdampingan perawat dalam menyampaikan pesan
dengan perawat kepada pasien gangguan jiwa bisa
 Pasien bersedia diterima dan dimengerti, dan juga
mengutarakan dalam proses perawatan dan

masalah yang pemulihan kepada pasien gangguan


dihadapinya jiwa bisa dilakukan dengan baik.
Komuikasi yang dilakukan dinamakan
bina hubungan saling percaya adalah
dasar dalam melakukan tindakan
keperawatan selanjutnya hal ini akan
membeikan dapak positif untuk
melanjutan interaksi dengan pasien.
Selain itu BHSP yang baik
mempengaruhi sifat keterbukaan
pasien terhadap kondisinya, dapat
juga digunakan untuk mengidentifikasi
apa yang sedang dialami dan
dirasakan pasien.

[ CITATION Boh19 \l 1033 ].


TUK I: Setelah 1x 1. Memfasilitasi remaja untuk Komunikasi keluarga yang baik akan
pertemuan menunjang remaja dalam
Remaja dapat
mencapai tumbuh diharapkan pasien mengikuti kegiatan yang positif menemukan kegiatan positif,
dapat menunjukka membuat lingkungn rumah semakin
kembang secara dan bermanfaat
tanda tanda dapa nyaman, menjadikean keluarga yang
optimal
membina hubungan 2. Tidak membatasi atau terlau demokratis tidak ada pengekangan
saling percaya mengekang remaja melainkan maupun perbedaan derajat dalam
dengan perawat, rumah. Hal ini menunjukkan bahwa
membimbingnya
dengan kriteria hasil: komunikasi merupakan suatu kunci
3. Menciptakan suasana rumah dalam keluarga. Seperti study kasus
1. Remaja dapat
yang nyaman untuk yang dilakukan [ CITATION Mul19 \l
memilih dan
1033 ] mengungkapkan bahwa
mengikuti kegiatan pengembangan bakat dan
dengan komunikasi yang benar maka
positif
kepribadian diri
dapat menanggulangi kenakalan
2. Remaja dapat
4. Menyediakan waktu untuk remaja, teknik komunikasi yang
merasa nyaman
dilakukan dengan komunikasi pribadi
saat dirumah diskusi, mendengarkan keluhan,
secara tatap muka sehingga pesan
3. Remaja dapat harapan dan cita-cita remaja yang disampaikan mudah dimengerti,
menemukan
5. Tidak menganggap remaja jelas, dan tepat sasaran. Sehingga
bakatnya
menghasilkan keterbukaan serta
4. Remaja dpat sebagai junior yang tidak
menguatkan hubungan emosional
mulai menyiapkan
memiliki kemampuan apapun antara anak dan orang tua. Metode
masa depannya
yang sapat digunakan dalam
(cita-cita)
komunikasi tatap muka seperti:

1. Metode dialog/diskusi
2. Metode teladan
3. Metode pembiasaan
4. Metode perhatian
5. Metode nasihat.
[ CITATION Mul19 \l 1033 ]
TUK II: Setelah 1x 1. Memfasilitasi remaja untuk Remaja pada umumnya meiliki banyak
pertemuan komunitas hobi maupun komunitas
Remaja dapat mengikuti kegiatan yang positif
diharapkan pasien belajar. Di Komunitas terdapat istilah
kembali mencapai dapat menunjukka bersama komunitas remaja sense of community adalah suatu

tahap kepahaman dalam (olah raga, seni, bela diri, perasaan yang dimiliki oleh individu
mencapai tahap bahwa dirinya adalah bagian dari
perkembangannya pramuka, pengajian,dll)
perkembangan suatu kelompok, penting bagi satu
secara normal secara optimal 2. Berperan sebagai teman curhat sama lain dan untuk kelompoknya,
dengan kriteria hasil: atau mendorong remaja untuk serta kepercayaan (Goodwin et al.,
2009).Menurut Arnett (dalam Lane,
1. remaja dapat bergaul dengan teman / orang
2015), pada tahap emerging
mengikuti
lain adulthood, self-efficacy yang dimiliki
kegiatan positif
2. remaja dapat 3. Berikan lingkungan yang oleh individu masih belum stabil
karena individu berada dalam masa
bergaul dengan nyaman bagi remaja untuk
peralihan dan mengalami banyak
teman sebayanya
melakukan aktifitas bersama perubahan. Akan tetapi, Sense of
3. remaja dapat
kelompoknya community dapat membantu individu
bersosialisasi
untuk mengerjakan tugas yang
dengan 4. Membimbing remaja secara
diberikan oleh komunitasnya karena,
kelompoknya
bijak bila remaja terlibat individu yang memiliki sense of
4. remaja dapat
menghindari kriminal, narkoba, perkelahian community akan lebih berusaha untuk
kegiatan negatif mengerjakan tugasnya dengan baik
dan tindak asusila
karena ia menganggap bahwa
5. Sediakan waktu dan sesering kelompok adalah hal yang penting

mungkin diskusi dengan remaja bagi dirinya dikarenakan sense of


community memiliki hubungan positif
dengan self-efficacy karena kelompok
memberikan ekspektasi yang harus
dicapai oleh anggota kelompok
lainnya. Selain itu, hubungan yang
terjadi di dalam kelompok dapat
meningkatkan kepercayaan diri
individu dalam mencapai ekspektasi
yang diberikan oleh kelompok.Sumber
informasi yang didapatkan oleh
individu melalui komunitasnya dapat
meningkatkan ketahanan individu
dalam menyelesaikan tugas. Hal ini
disebabkan karena dalam
menyelesaikan sebuah tugas yang
diberikan, individu membutuhkan
referensireferensi yang berguna untuk
menjadi bekalnya. Selain itu,
pengalaman orang lain dapat menjadi
suatu acuan ataupun bahan
pembelajaran bagi individu. Sehingga,
ketika individu menemukan suatu hal
yang menghambat penyelesaian
tugas tersebut, individu dapat
menjadikan pengalaman orang lain
sebagai referensinya untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan
hingga selesai[ CITATION Luk18 \l
1033 ].

Pendidikan kesehatan pada


remaja tentang bahaya napza juga
dinilai sangat penting. Pendidikan
kesehatan yang diberikan dengan
baik dan benar maka akan membantu
meningkatkan pengetahuan
seseorang, kelompok, maupun
masyarakat selain itu dengan
pemberian pendidikan kesehatan
sebagai informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk
memperoleh pengetahuan yang baru
Setelah diberikan pendidikan
kesehatan sebagian besar responden
mengalami peningkatan pengetahuan,
mereka tidak hanya telah mengetahui
namun juga telah mampu memahami
tentang pencegahan penyalahgunaan
NAPZA dengan baik dan secara
keseluruhannya seperti dampak bagi
individu, lingkungan sosial, dan
masyarakat. [ CITATION Car19 \l 1033 ]

TUK III: Setelah 1x 1. Jelaskan ciri perkembangan Pada masa remaja terdapat
pertemuan perubahanperubahan dalam proses
1) Keluarga mampu remaja yang normal dan
diharapkan keluarga pertumbuhan dan juga
memahami menyimpang
dapat membantu perkembangan sehingga remaja
perilaku yang remaja dalam 2. Jelaskan cara yang dapat perluberadaptasi terhadap perubahan
mencapai tahap yang terjadi.Dalam hal ini, rasa
menggambarkan dilakukan keluarga untuk
perkembangan percaya diri yang dimiliki remaja
perkembangan memfasilitasi perkembangan
dengan kriteria hasil: dapat menimbulkan pandangan hidup
remaja yang remaja yang normal yang positif pada remaja dalam
1. Mengetahui
menghadapi permasalahan dalam
normal dan perkembangan 3. Fasilitasi remaja untuk
hidupnya. Oleh karena itulah
remaja normal berinteraksi dengan kelompok
menyimpang dan pentingnya meningkatkan koping
dan negative
mengembangkan sebay pada remaja supaya dapat digunakan
2. Memfasilitasi
dalam menghadapi permasalahan
kemampuan interaksi remaja 4. Anjurkan keluarga agar
yang terjadi dalam hidupnya.Remaja
3. Keluarga dapat memotivasi remaja untuk bergaul
psikososial remaja perlu diimbangi dengan dukungan
memotivasi
dengan orang lain yang sistem pada remaja untuk
remaja dalam
keoptimlah kesehatan jiwa remaja
bersosialisasi membuatnya nyaman
(emosional, psikologis dan sosial)
4. Keluarga dapat mencurahkan perasaan,
diantaranya:
menjadi tempat
perhatian, dan kekhawatiran
yang nyaman 5. Berperan sebagai teman curhat 1. Keluarga
untuk bercerita 2. Sekolah
bagi remaja
5. Keluarga dapat 3. Teman sekelas
6. Berperan sebagai contoh bagi
menjadi role 4. Teman dekat
model yang baik remaja daam melakukan Dalam jurnal yang berujudul
untuk remaja Gambaran Dukungan Sosial
interaksi sosial yang baik
Terhadap Kesejahteraan Emosional,
Psikologi Dan Sosial Pada
Kesehatan Jiwa Remaja
mengungkapkan bahwa dukungan
social tersebut mempengaruhi
kesejahteraan emosional, psikologi
dan social remaja, dan factor yang
paling berkontribusi adalah factor
dukungan social orang tua
[ CITATION Sul18 \l 1033 ].
H. STRATEGI PELAKSANAAN DAN SPTK PADA REMAJA

SP PASIEN KELUARGA
1. 1. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti 1. Jelaskan ciri perkembangan remaja yang normal
kegiatan yang positif dan bermanfaat dan menyimpang
2. Tidak membatasi atau terlau mengekang 2. Jelaskan cara yang dapat dilakukan keluarga untuk
remaja melainkan membimbingnya memfasilitasi perkembangan remaja yang normal

3. Menciptakan suasana rumah yang nyaman 3. Fasilitasi remaja untuk berinteraksi dengan

untuk pengembangan bakat dan kelompok sebay

kepribadian diri 4. Anjurkan keluarga agar memotivasi remaja untuk

4. Menyediakan waktu untuk diskusi, bergaul dengan orang lain yang membuatnya

mendengarkan keluhan, harapan dan cita- nyaman mencurahkan perasaan, perhatian, dan

cita remaja kekhawatiran


5. Berperan sebagai teman curhat bagi remaja
5. Tidak menganggap remaja sebagai junior
6. Berperan sebagai contoh bagi remaja daam
yang tidak memiliki kemampuan apapun
melakukan interaksi sosial yang baik

2. 1. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti


kegiatan yang positif bersama komunitas
remaja (olah raga, seni, bela diri,
pramuka, pengajian,dll)
2. Berperan sebagai teman curhat atau
mendorong remaja untuk bergaul dengan
teman / orang lain
3. Berikan lingkungan yang nyaman bagi
remaja untuk melakukan aktifitas bersama
kelompoknya
4. Membimbing remaja secara bijak bila
remaja terlibat kriminal, narkoba,
perkelahian dan tindak asusila
5. Sediakan waktu dan sesering mungkin
diskusi dengan remaja
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK) 1

KESIAPAN PENINGKATAN PERKEMBANGAN REMAJA

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
Saudara Dimas Ariyo remaja berusia 17 tahun, pelajar kelas 3 SMA. Sdr Dimas tinggal
bersama kedua orang tua dan 2 kakaknya. Sehari-hari dimas berangkat ke sekolah
bersama teman dekatnya. Dimas merupakan seorang siswa SMA yang aktif disekolah
2. Diagnosa Keperawatan: Kesiapan peningkatan perkembangan remaja
3. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja
b. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti kegiatan yang positif dan bermanfaat
c. Tidak membatasi atau terlau mengekang remaja melainkan membimbingnya
d. Menyediakan waktu untuk diskusi, mendengarkan keluhan, harapan dan cita-cita
remaja
e. Tidak menganggap remaja sebagai junior yang tidak memiliki kemampuan apapun
4. Tindakan keperawatan
5. Membina hubungan saling percaya
a. Mendiskusikan dengan remaja factor-factor yang melatarbelakangi perkembangan
remaja
b. Memotivasi remaja untuk melakukan kegiatan yang positif
c. Memberikan reward kepada remaja atas kegiatan positif yang telh dilakukan
d. Memasukkan kejadwal kegiatan harian remaja

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


Orientasi:
1. Salam terapeutik
“Selamat pagi mas, perkenalkan. nama saya Venty mahasiswi Profesi Keperawatan UB
yang bertugas untuk membantu warga dalam mendiskusikan masalah kesehatan yang
dialami wrga di RW ini selama 2 minggu, kalua boleh tau nama mas siapa? Suka dipanggil
siapa?”
2. Evaluasi/validasi.
“Bagaimana kabar Mas dimas hari ini? Apa yang Mas dimas rasakan hari ini?adakah yang
mas pikirkan ”
3. Kontrak : topik, waktu, tempat
“Bagaimana kalau Mas dimas menceritakan pada saya bagaimana perasaan dan keadaan
mas dimas? Boleh tentng kegiatan dirumah/kegiatan disekolah.“

“Kira-kira mas dimas mau berapa lama kita akan berbincang?baik 30 menit ya mas??”

“Mas dimas mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Baiklah.”

Kerja:

“Apa saja kegiatan yang sering mas dimas lakukan di sekolah? Ooh, bermain basket ya,kalau
dirumah? Kegiatan mana yang paling mas dimas sukai? Apa yang mas dimas rasakan kalau
mas dimas sedang mengikuti kegiatan di sekolah? Senang dan semangat ya. Bagaimana
dengan kondisi fisik mas dimas dengan banyaknya kegiatan yang mas dimas ikuti? Apa tujuan
mas dimas mengikuti kegiatan – kegiatan tersebut?”

“Sejak kapan mas dimas merasa senang mengikuti kegiatan bersama teman – teman mas
dimas? Siapa yang menginspirasi mas dimas untuk aktif di berbagai kegiatan? Apakah hal
tersebut merupakan keinginan mas dimas secara pribadi atau ada orang lain yang menyuruh
mas dimas? Seberapa sering dalam seminggu mas dimas ikut kegiatan di luar rumah?
Pernahkah ada masalah yang terjadi antara mas dimas dengan teman sepermainan atau di
organisasi tempat mas dimas beraktivitas? Kalau pernah apa yang mas dimas lakukan ketika
ada masalah? Apakah cara yang mas dimas lakukan mampu menyelesaikan masalah? Adakah
cara lain yang mas dimas lakukan? Bagus sekali jawaban mas dimas…. “

“Bagaimana dengan orangtua, apakah mas dimas sering menceritakan masalah mas dimas ke
orangtua? Pernahkah mas dimas mengalami trauma terkait dengan pertemanan di masa lalu?
Kapan? Bagaimana ceritanya? Oiya tadi mas dimas bilang kalau salah satu tujuan mas dimas
berorganisasi adalah untuk memotivasi mas dimas meraih cita – cita. Apa harapan dan cita –
cita mas dimas? Ohh menjadi tentara ya. Apa saja selain berorganisasi yang sudah mas dimas
siapkan untuk meraih cita- cita mas dimas? Berllatih berenang dan memperbaiki fisik dan
mental ya. Bagus,… bagaimana kalau sekarang kita buat agenda kegiatan harian mas dimas,
agar dapat lebih rapi”

Terminasi

1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan


a. Penilaian subjektif :
“Bagaimana perasaan Mas dimas sekarang? Apa Mas dimasmerasa senang setelah
kita bercakap-cakap?”
b. Penilaian objektif :
“Kalau begitu, coba Mas dimas jelaskan lagi, hal-hal yang Mas dimas dapatkan dari
perbincangan kita tadi”
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang telah
dilakukan)
“Baik, karena kegiatan mas dimas yang banyak bagaimana kalau kita membuat jadwal
kegiatan harian?gunanya unuk melatih kedisiplinan dan agar kegiatan mas dimas dapat
tertata rapi? Mau ya? Kalau begitu kita mulai menyusun kegiatan tersebut ya. Nah
setelah mas mempunyai jadwal kegiatan ini, mas dimas bias menerapkan kegiatan
sesuai jadwal dan akan kita evaluasi keefektifan penjadwalan ini terhadap waktu mas
dimas minggu depan, jangan lupa dicatat ya kegiatannya”

3. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat)

“Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang selama 30 menit dan
sekarang sudah 30 menit mas. Mas dimas,, Bagaimana minggu depan pada hari
yang sama saya akan maen lagi kesini dan kita lihat bagaimana
pelaksanaannya?setuju? kalau minggu depan jam berapa mas dimas ada waktu
luang untuk ketemu dengan kakak? Dimana?” Sampai ketemu minggu depan
ya, ditempat ini,OK? Assalamu’alaikum.”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK) 2

KESIAPAN PENINGKATAN PERKEMBANGAN REMAJA

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
Saudara Dimas Ariyo remaja berusia 17 tahun, pelajar kelas 3 SMA. Sdr Dimas tinggal
bersama kedua orang tua dan 2 kakaknya. Sehari-hari dimas berangkat ke sekolah
bersama teman dekatnya. Dimas merupakan seorang siswa SMA yang aktif disekolah
2. Diagnosa Keperawatan: Kesiapan peningkatan perkembangan remaja
3. Tujuan khusus
a. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti kegiatan yang positif (olah raga, seni, bela
diri, pramuka, pengajian,dll)
b. Berikan lingkungan yang nyaman bagi remaja untuk melakukan aktifitas bersama
kelompoknya
c. Membimbing remaja secara bijak bila remaja terlibat kriminal, narkoba,
perkelahian dan tindak asusila
d. Sediakan waktu dan sesering mungkin diskusi dengan remaja
4. Tindakan keperawatan
a. Mendiskusikan kegiatan positif untuk menunjang cita cita
b. Mediskusikan tentang lingkugan nyman untuk pelajar
c. Memberikan penkes untuk menjauhi tindakan kriminal, narkoba, atau perkelahian
d. Memotivasi untuk membentu SHG pada remaja remaja yang memiliki cita” sama

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


Orientasi:

4. Salam terapeutik
“Selamat pagi mas dimas, masih ingat dengan saya? Iya benar saya venty mahasiswi dari
universitas brawijaya”
5. Evaluasi/validasi.
“Bagaimana kabar Mas dimas hari ini? Apakah mas dimas masih aktiv min basker? Wahh
bagus, kalua jadwal yang kita bikin kemarin, apakah mas dimas melakukan kegiatan
sesuai jadwal? Apa manfaat yang mas rasakan jika melakukan kegiatan sesuai jadwal?
Wahh iya, lebih mudah mengatur waktu ya ”
6. Kontrak : topik, waktu, tempat
“Bagaimana kalau Mas dimas hari ini kita ngobrol” tentang kegiatan yang bias dilakukan
untuk menunjang cita cita mas dimas dan juga bercerita tentang bahaya criminal diusia
remaja?.“

“Kira-kira mas dimas mau berapa lama kita akan berbincang?baik 30 menit ya mas??”

“Mas dimas mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Baiklah.”

Kerja:

“baik mas dimas, hari ini kita akan berbicara perihal hal positive yang bias mas dimas lakukan
utuk menunjang cita cita mas dimas, kira kira mas dimas suka aktivitas apalagi? Ohh olahraga
pull up ya mas, menurut mas dimas apakah olah raga tsbt bias menunjang cita-cita mas dimas
ohh bias ya, untuk mempermudah test masuk tentara, pintar sekali mas dimas”

“selain olah raga mas dimas juga harus mempersiapkan secara test tulis, apakah mas dimas
sudah menyiapkannya? Kalua dirumah apakah mas dimas bias belajar? Ohh dirumah kurang
nyaman ya, karena berisik. Lalu bagaimana mas mensiasati hal tersebut? Ohh belajar di rumah
teman yang lebih tenang ya, baguss mas tidak apa-apa agar bias sharing pemikiran saat
menemukan soal yang sulit ya.”

“oh iya mas dimas, di era milenial ini banyak hal negative yang aksesnya sangat mudah seperti
membeli alcohol/ narkoba, apakah mas dimas tau hal tersebut? Tau ya, banyak teman mas
dimas yang melakukan hal tersebut? Saran saya mas dimas tidak usah mengikuti hal tersebut
karena dapat menghalangi cita” mas dimas dan masih banyak kerugian yang didapatkan jika
mengkonsumsi alcohol/napza. Apakah mas dimas paham? Wahh pintar”
“selain menjalankan hobi bersama, apakah mas dimas ada grub senidir dengan remaja remaja
lain yang bercita” menjadi tentara? Wah ada ya? Kegiatannya biasanya apa saja mas? Apa
manfaat yang mas dapatkan jika bergabung dalam grub tersebut? Apakah kegiatan di grub
tersebut selalu positif? Ahh sangat banyak ya manfaat jika kita berkumpul dengan orang” yang
memiliki tujuan yang sama”

Terminasi

1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan


a. Penilaian subjektif :
“Bagaimana perasaan Mas dimas sekarang? Apa Mas dimas merasa senang setelah
kita bercakap-cakap?”
b. Penilaian objektif :
“Kalau begitu, coba Mas dimas jelaskan lagi, hal-hal yang Mas dimas dapatkan dari
perbincangan kita tadi, wahh pintar”
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang telah
dilakukan)
“Baik, jangan lupa memasukkan semua kegiatan ke jadwal harian, agar lebih teratur dan
tepat waktu ya mas…”

3. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat)

“Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang selama 30 menit dan
sekarang sudah 30 menit mas. saya berpesan semoga mas dimas menjauhi
pergaulan negative dan cita-“nya bias tercapai. Assalamu’alaikum.”
I. DOKUMENTASI KEPERAWATAN

Dokumentasi merupakan suatu dokumen yang berisi data lengkap, nyata, dan tercatat
bukan hanya tentang tingkat kesakitan pasien tetapi juga jenis dan kualitas pelayanan
kesehatan yang di berikan (Nurhafni, 2013). Perry & potter (2005) juga menjelaskan tujuan
pendokumentasian yaitu sebagai alat komunikasi tim kesehanan untuk menjelaskan
perawatan klien termaksuk perawatan individual, edukasi klien dan penggunaan rujukan
untuk rencana pemulangan. Dalam melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan harus
mengikuti tujuh standar dokumentasi asuhan keperawatan yaitu harus sabar, harus berisi
pekerjaan yang sebenarnya dari perawat pendidikan dan dokungan psikososial, ditulis harus
mencerminkan klinis perawat, harus logis dan berurutan, harus ditulis coteemporameously
(segera setelah peristiwa terjadi), catatan harus lengkap tentang keperawatan dan tentang
hal diluar keperawatan, harus memenuhi persyaratan hukum (Johnson, Jefferis & Landon,
2010). Tahapan dokumentasi:
1. Dokumentasi pengkajian askep
2. Dokuemtasi diagnosis askep
3. Dokumentasi rencana askep
4. Dokumentasi implementasi askep
5. Dokumentasi evaluasi askep
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M & Asrori, M., (2016). PSIKOLOGI REMAJA: PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK.

Jakarta :Bumi Aksara

Carolina, P., & Taringan, Y. U. (2019). PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP


TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN
NAFZA DI SMA KATOLIK ST. PETRUS KANISIUS PALANGKA RAYA. Jurnal Surya
Medika volume 4 no 2, 79-87.

Dalami, Ermawati. 2010. KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA. Jakarta : Trans Info

Media.

Harahaf, Nurhafni. PENGEMBANGAN DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG


PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LANGSA. 2013

Jahja, Yudrik. (2012). PSIKOLOGI PERKEMBANGAN. Jakarta: Prenadamedia Group

Johnson, M., Jefferies, D. & Langdon, R. THE NURSING AND MIDWIFERY CONTENT AUDIT
TOOL (NMCAT): A SHORT NURSING DOCUMENTATION AUDIT TOOL. JOURNAL
OF NURSING MANAGEMENT, 18, 832-845. 2010
Keliat, B. A. dkk. 2011. KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA KOMUNITAS : CMHN

(BASIC COURSE). Jakarta : EGC.

Keliat.,Daulima,N,H.,C.,&Farida(2011).MANAJEMENKEPERAWATANPSIKOSOSIALDAN
KADER KESEHATAN JIWA: CMHN (INTERMEDIATE COURSE). Jakarta:EGC

Keliat, B. A., Soimah, Mulia, M., Wibawa, I. R., Triyaspodo, K., Rasmawati, &
Khoirunnissa, M. L. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Jakarta: EGC.

Kozier. (2010). BUKU AJAR PRAKTIK KEPERAWATAN KLINIS. Edisi 5. Jakarta : EGC

Lukito, A. C., Lidiawati, K. R., & Matahari, D. (2018). SENSE OF COMMUNITY DAN
SELF-EFFICACY PADA MAHASISWA YANG MENGIKUTI KOMUNITAS
KESENIAN . Jurnal Psikologi Talenta Volume 04, No 01.

Muliaty, A., Shuhufi, M., & Arif, M. (2019). STUDI KASUS DALAM MENANGGULANGI
KENAKALAN REMAJA MELALUI KOMUNIKASI KELUARGA . Jurnal Idaarah, Vol
3, No 1, 8-19.

Papalia, et. al. (2011) HUMAN DEVELOPMENT, 10th ed. Salemba humanika: Jakarta

Potter, P., & Perry, A., G., P. BUKU AJAR FUNDAMENTAL KEPERAWATAN KONSEP,
PROSES DAN PRAKTIK, Edisi 4. Volume 1,. Jakarta: EGC, 2005.

PSulistiowati, N. D., Keliat, B. A., Bersal, & Wakhid, A. (2018). GAMBARAN DUKUNGAN
SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN EMOSIONAL, PSIKOLOGI DAN
SOSIAL PADA KESEHATAN JIWA REMAJA. Jurnal Ilmu Permas: Jurnal Ilmiah
STIKES Kendal Volume 8 No 2, 116-122.
Santrock (2003) John W. ADOLESCENCE. PERKEMBANGAN REMAJA. EDISI
KEENAM. Jakarta: Erlangga.

Sarwono, Sarlito (2014) PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA. Indonesia: Rajawali Pers.

Sumiati & Asra. (2009). METODE PEMBELAJARAN. Bandung: CV Wacana Prima.


LAPORAN PENDAHULUAN

MASA DEWASA

1. PERKEMBANGAN MASA DEWASA


Perkembangan masa dewasa dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Dewasa awal
Dewasa awal merupakan masa dewasa atau satu tahap yang
dianggap kritikal selepas alam remaja yang berumur dua puluhan (20-
an)sampai tiga puluhan (30-an). Ia dianggap kritikal karena disebabkan pada
masa ini manusia berada pada tahap awal pembentukan karir dan keluarga.
Pada peringkat ini, sesorang perlu membuat pilihan yang tetap demi menjamin
masa depannya terhadap pekerjaan dan keluarga. Pada masa ini juga
seseorang akan menhadapi dilemma antara pekerjaan dan keluarga. Berbagai
masalah mulai timbul terutama dalam perkembangan karir dan juga hubungan
dalam keluarga.dan masalah yang timbul tersebut merupakan salah satu
bagian dari perkembangan.
Sosio-emosional adalah perubahan yang terjadi pada diri setiap
individu dalam warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku
individu.
Menurut teori Erikson, tahap dewasa awal yaitu mereka di dalam
lingkunganumur 20 an ke 30an. Pada tahap ini manusia mulai menerima dan
memikul tanggung jawab yang lebih berat. Pada tahap ini juga hubungan intim
mulai berlaku dan berkembang.
Tahap perkembangan Psikososial pada usai dewasa muda yaitu
Keintiman vs isolasi pada tahap ini adalah tantangan pada hubungan
(Erickson 1902-1994, dalam Wade & Tarvis. Pada tahap ini individu sudah
mulai selektif membina hubungan yang intim, hanya dengan orang-orang
tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk
hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau
renggang dengan orang lainnya.
Pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti
adanya kerjasama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini
akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak
mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik
sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi. Adanya kecenderungan
maladaptif yang muncul dalam periode ini ialah rasa cuek, dimana seseorang
sudah merasa terlalu bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati
tanpa memedulikan dan merasa tergantung pada segala bentuk hubungan
misalnya dalam hubungan dengan sahabat, tetangga, bahkan dengan orang
kekasih kita. Sementara dari segi lain (malignansi) akan terjadi keterkucilan,
yaitu kecenderungan orang untuk mengisolasi atau menutup diri sendiri dari
cinta, persahabatan, dan masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa benci
dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian yang dirasakan.
Orang dewasa muda perlu membentuk hubungan dekat dan cinta
dengan orang lain. Cinta yang dimakdsud tidak hanya mencakup hubungan
dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat,
dan lain-lain. Ritualisasi yang terjadi pada tahap ini yaitu adanya afilisiasi dan
elitism. Afilisiasi menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan
sikap untuk mempertahankan cinta yang dibangun dengan sahabat, dan
kekasih. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang kurang terbuka dan
selalu menaruh curiga terhadap orang lain. Keberhasilan
memunculkan hubungan kuat, sedangkan kegagalan menghasilkan
kesepian dan kesendirian (Erikson dalam Sumanto, 2014).
2. Dewasa madya
Masa dewasa madya adalah masa peralihan dewasa yang berawal
dari masa dewasa muda yang berusia 40-65 tahun. Pada masa dewasa
madya, ada aspek-aspek tertentu yang berkembang secara normal,aspek-
aspek tertentu yang berkembang secara normal, aspek-aspek lainnya
berjalanlambatatau berhenti. Bahkan ada aspek-aspek yang mulai
menujukkan terjadinya kemunduran-kemunduran.
Aspek jasmaniah mulai berjalan lamban, berhenti dan secara
berangsur menurun. Aspek-aspek psikis(intelektual-sosial-emosional-nilai)
masih terus berkembang,walaupun tidak dalam bentuk penambahan atau
peningkatan kemampuan tetapi berupa perluasan dan pematangan
kualitas.pada akhir masa dewasa madya(sekitar usia 40 tahun),kekuatan
aspek-aspekp psikis ini pun secara berangsur ada yang mulai menurun, dan
penurunannya cukup drastic pada akhir usia dewasa.untuk lebih
jelasnya,berikut ini akan disajikan uraian secara lebih rinci tentang
perkembangan fisik,intelektual,moral, dan karir pada masa dewasa.
Menurut Lavinson, masa dewasa Madya berusia 40-50 tahun. Masa
dewasa Madya adalah masa peralihan dari masa dewasa awal. Pada usia 40
tahun tercapailah puncak masa dewasa. Setelah itru mulailah peralihan ke
masa madya (tengah baya antara usia 40-45 tahun), dalam masa ini
seseorang memiliki 3 macam tugas:
1. Penilaian kembali pada masa lalu
2. Perubahan struktur kehidupan
3. Proses individuasi

Artinya seseorang menilai masa lalu dengan kenyataan yang ada saat
ini, dan dengan pandangan kedepan seseorang merubah struktur
kehidupannya dengan penyesuaian pemikiran rasional pada zaman ini pula.
Proses individuasi akan membangun struktur kehidupan baru yang langsung
sampai fase penghidupan yang berikutnya yaitu pemulaan masa madya (45-50
tahun)

Perkembangan psikososial pada dewasa madya adalah Generativitas


vs stagnasiadalah tantangan pada masa paruh baya. Generativitas adalah
perluasan cinta ke masa depan (Erikson 1902- 1994 dalam Wade & Tavris,
2008). Pada tahap ini salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan
diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan
tidak berbuat apa-apa (stagnansi).

Orang dewasa perlu menciptakan atau memelihara hal-hal yang akan


menjadi penerus hidup mereka, kerap dengan memiliki anak atau menciptakan
suatu perubahan positif yang memberi manfaat bagi orang lain. Melalui
generativitas akan dapat dicerminkan sikap memerdulikan orang lain,
sedangkan stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri atau digambarkan
dengan tidak perduli dengan siapa pun.

Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu perduli, sehingga


mereka tidak punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain itu malignansi
yang ada adalah penolakan, dimana seseorang tidak dapat berperan secara
baik dalam lingkungan kehidupannya akibat dari semua itu kehadirannya di
tengah-tengah area kehidupannya kurang mendapat sambutan yang baik.

Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya


keseimbangan antara generativitas dan stagnasi guna mendapatkan nilai
positif. Ritualisasi dalam tahap ini
meliputi generasional dan otoritisme. Generasional ialah suatu
interaksi/hubungan yang terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-
orang yang berada pada usia dewasa dan para penerusnya. Sedangkan
otoritisme yaitu apabila orang dewasa merasa memiliki kemampuan yang lebih
berdasarkan pengalaman yang mereka alami serta memberikan segala
peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara memaksa, sehingga hubungan
di antara orang dewasa dan penerusnya tidak akan berlangsung dengan baik
dan menyenangkan (Erikson dalam Sumanto, 2014). Keberhasilan mendorong
perasaan kebergunaan dan pencapaian, sedangkan kegagalan menghasilkan
keterlibatan yang rendah di dunia (Upton, 2012).

3. Dewasa Akhir
Masa dewasa lanjut usia merupakan masa lanjutan atau masa dewasa
akhir (60 keatas). Perlu memperhatikan khusus bagi orangtuanya yang sudah
menginjak lansia dan anaknya yang butuh dukungan juga untuk menjadi
seorang dewasa yang bertanggung jawab. Di samping itu permasalahan dari
diri sendiri yang berubah fisik, mulai tanda penuaan yang cukup menyita
perhatian.
Saat individu memasuki dewasa akhir mulai terlihat gejala penurunan
fisik dan psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya gerak
motorik,pencarian makna hidup selanjutnya. Menurut Erikson tahap dewasa
akhir memasuki tahap integriti vs despair yaitu kemampuan perkembangan
lansia mengatasi krisis psikososialnya. Banyak stereotip positif dan negative
yang mampu mempengaruhi kepribadian lansia. Integritas ego penting dalam
menghadapi kehidupan dengan puas dan bahagia. Hal ini berdampak pada
hubungan sosialnya dan produktifitasnya yang puas. Lawannya adalah
Despair yaitu rasa takut mati dan hidup terlalu singkat, rasa kekecewaan.
Beberapa cara hadapi krisis dimasa lansia adalah tetap produktif dalam peran
sosial, gaya hidup sehat dan kesehatan fisik.
Akibat perubahan fisik yang semakin menua maka perubahan ini akan
sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan
lingkungannya. Dengan semakin lanjut usia seseorang secara berangsur-
angsur ia mulai melepaskan dirinya dari kehidupan sosialnya Karen berbagai
keterbatasan yang dimiliknya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial para
lansia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga hal ini
secara perlahan mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal
yaitu: kehilangan peran ditengah masyarakat, hambatan kontak fisik dan
berkurangnya komitmen.
Menurut Erikson, perkembangan psikososial masa dewasa akhir
ditandai dengan tiga gejala penting, yaitu keintiman, generative dan integritas.
a. Perkembangan keintiman
Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan
memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka.
orang-orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan orang lain
akan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan inti mini
merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki
masa dewasa akhir.
b. Perkembangan Generatif
Generativitas adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh yang
dialami individu selama masa pertengahan masa dewasa. Ketika
seseorang mendekati usia dewasa akhir, pandangan mereka mengenai
jarak kehidupan cenderung berubah. Mereka tidak lagi memandang
kehidupan dan pengertian waktu masa anak-anak, seperti cara anak muda
memandang kehidupan, tetapi mereka mulai memikirkan mengenai tahun
yang tersisa untuk hidup. Pada masa ini, banyak orang yang membangun
kembali kehidupan mereka dalam pengertian prioritas, menentukan apa
yang penting untuk dilakukan dalam waktu yang masih tersisa
c. Perkembangan integritas
Integritas merupaka tahap perkembangan psikososial Erikson yang
terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai keadaan yang dicapai
seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk
dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan
berbegai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Lawan dari
integritas adalah keputusan tertentu dalam menghadapi perubahan-
perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi social dan
historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian.
Tahap integritas ini dimulai kira-kira usia sekitar 65 tahun, dimana
orang-orang yang tengah berada pada usia itu sering disebut sebagai usia
tua atau orang usia lanjut. Usia ini banyak menimbulkan masalah baru
dalam kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak waktu luang yang
dapat dinikmati, namun karena penurunan fisik atau penyakit yang
melemahkan telah membatasi kegiatan dan membuat orang tidak merasa
berdaya
Terdapat beberapa tekanan yang membuat orang usia tua ini
menarik diri dari keterlibatan social:
1) Ketika masa pensiun tiba dan lingkungan berubah, orang mungkin
lepas dari peran dan aktifitas selama ini
2) Penyakit dan menurunya kemampuan fisik dan mental, membuat ia
terlalumemikirkan sendiri secara berlebihan
3) Orang-orang lebih muda disekitarnya cenderung menjauh darinya
4) Pada saat kematian semakin mendekat, orang lain seperti ingin
membuang semua hal bagi dirinya tidak bermanfaat lagi.
Jadi, tumbuh kembang dewasa muda, menengah dan akhir berbeda.
Persamaannya dilihat dari tanda-tanda memasuki usia dewasa seseorang/
individu, yaitu:
a. Membuat keputusan penting dalam menunjang karir, kesehatan dan
hubungan personalnya
b. Memiliki kedudukan dan peran sebagai orang penting seperti pekerja,
orang tua dan pasangan hidup
c. Mencapai kematangan psikologis sebagai orang dewasa dan segala
macam tanggung jawabnya serta sistematis dan analitis
Menurut Lavinson, dewasa akhir mulai berumur 50-55 tahun
sering kali merupakan krisis bila sesorang tidak sepenuhnya berhasil
dalam penstrukturan kembali hidupnya pada peralihan ke dewasa
madya. Sesudah itu langkah puncak (55-60 tahun) sekaligus menandai
masa dewasa akhir
Penelitian Levinson mengemukakan tahun-tahun usia yang
eksak dengan pergeseran maksimum lima tahun, hal ini cenderung
nenuju pada eksak semu, pengertian struktur kehidupan harus diteliti
akan ketetapan penggunaannya. Namun Lavinson menitik beratkan
bahwa pandangan akan siklus penghidupan yang terlalu kaku atau
terlambat tidak dapat dipertahankan lagi.
2. KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ORANG DEWASA
Karakteristik perkembangan orang dewasa ada 4, yaitu:
1) Perkembangan fisik masa dewasa awal
a. Perkembangan fisik masa dewasa awal
Dewasa awal adalah masa kematangan fisik dan psikologis.
b. Menurut Anderson (dalam Mappiare: 17) terdapat tujuh ciri kematangan
psikologis dengan ringkasan sebagai berikut:Berorientasi pada tugas,
bukan pada diri atau ego, minat orang matang berorientasi pada tugas-
tugas yang dikerjakannya dan tidak condong pada perasaan-perasaan diri
sendiri atau untuk kepentingan pribadi.Tujuan-tujuan yang jelas dan
kebiasaan-kebiasaan kerja efisien: seseorang yang matang melihat tujuan-
tujuan yang ingin dicapainya secara jelas dan tujuan-tujuan itu dapat
didefinisikanya secara cermat dan tahu mana pantas dan tidak serta
bekerja secara terbimbing menuju arahnya.
c. Mengendalikan perasaan pribadi: seseorang yang matang dapat menyetir
perasaan-perasaannya dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan
dengan orang lain. Dia tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi
mempertimbangkan pula perasaan-perasaan oranglain
d. Keobjektifan: orang matang memiliki sikap objektif yaitu berusaha
mencapai keputusan dalam keadaan yangbersesuaian dengan kenyataan
e. Menerima kritik dan saran: orang matang memiliki kemauan yang realistis,
paham bahwa dirinya tidak selalu benar, sehingga terbuka terhadap kritik-
kritik dan saran-saran orang lain demi peningkatan dirinya
f. Pertanggungjawaban terhadap usaha-usaha pribadi: orang yang matang
mau memberi kesempatan pada orang lain membantu usaha-usahanya
untuk mencapai tujuan. Secara realiatis diakuinya bahwa beberapa hal
tentang usahanya tidak selalu dapat dinilainya secara sungguh-sungguh,
sehingga untuk itu dia butuh bantuan oranglain, tetapi tetap dia
bertanggung jawab secara pribadi terhadap usaha-usahanya
g. Penyesuaian yang realistis terhadap situasi-situasi baru: orang matang
memiliki ciri fleksibel dan dapat menempatkan diri dengan kenyataan-
kenyataanyang dihadapkan dengan situasi-situasi baru.

Ciri-ciri perkembangan dewasa awal adalah:

a. Usia reproduksi (Reproductive Age)


Masa dewasa adalah masa usia reproduktif, masa ini bisa ditunda dengan
membentuk rumah tangga, tetapi masa ini bisa ditunda dengan beberapa
alasan. Ada beberapa orang dewasa belum membentuk keluarga sampai
mereka menyelesaikan dan memulai karir mereka dalam suatu lapangan
tertentu
b. Usia memantapkan letak kedudukan (setting Down age)
Dengan pemantapan kedudukan (settle down), seseorang berkembang
pola hidupnya secara individual, yang mana dapat menjadi ciri khas
seseorang sampai akhir hayat. Situasi yang lain yang membutuhkan
perubahan-perubahan dalam pola hidup tersebut, dalam masa setengah
baya atau masa tua, yang dapat menimbulkan kesukaran dan gangguan-
gangguan emosi bagi orang-orang yang bersangkutan.
Ini adalah masa dimana seseorang mengatur hidup dan bertanggungjawab
sebagai ibu dan pengurus rumah tangga
c. Usia banyak masalah (Problem Age)
Masa ini adalah masa yang penuh dengan masalah. Jika seseorang tidak
siap memasuki tahap ini, dia akan kesulitan dalam menyelesaikan tahap
perkembangannya. Persoalan yang dihadapi seperti persoalan pekerjaan/
penjabatan, persoalan teman hidup maupun persoalan keuangan,
semuanya memerlukan penyesuaian didalamnya.
d. Usia tegang dalam hal emosi (Emotional tension)
Banyak orang dewasa muda mengalami kegagalan emosi yang
berhubungan dengan persoalan-persoalan yang dialaminya seperti
persoalan jabatan, perkawinan keuangan dan sebagainya. Ketegangan
emosional seringkali ditampakkan dalam ketakutan-ketakutan atau
kekhawatiran-kekhawatiran. Ketakakutan atau kekhawatiran yang timbul ini
pada umumnya bergantung pada ketercapaiannya penyesuaian terhadap
persoalan-persoalan yang dihadapi pada suatu saat tertentu, atau sejauh
mana sukses atau kegagalan yang dialami dalam penggumulan persoalan.
e. Masa keterasingan sosial
Dengan berakhirnya pendididkan formal dan terjunnya seseorang kedalam
pola kehidupan orang dewasa yaitu karir, perkawinan dan rumah tangga
hubungan dengan kelompo-kelompok sebaya semakin terjadi renggang,
dan berbarengan dengan itu keterlibatan dalam kegiatan kelompok diluar
rumah akan terus berkurang. Sebagai akibatnya, untuk pertama kali sejak
bayi semua orang muda, bahkan yang populerpun akan mengalami
keterpencilan soal atau apa yang disebut krisis keterasingan (Erikson, 34)
f. Masa komitmen
Mengenai komitmen, Bardwick (dalam Harlock: 250) mengatakan:
“Nampak tidak mungkin orang mnengadakan komitmen untuk selama-
lamanya. Hal ini tidak akan terjadi suatu tanggung jawab yang terlalu berat
untuk dipikul. Namunbanyak komitmen yang mempunyai sifat demikian:
jika anda menjadi orang tua untuk selamanya; jika anda menjadi dokter
gigi, dapat dipastiekan bahwa pekerjaan anda yang terkait dengan mulut
orang untuk selamanya; jika anda mencapai gelar dokter, karena ada
prestasi baik disekolah sewaktu anda muda, besar kemungkinan anda
sampai akhir anda akan berkarir sebagai guru besar”
g. Masa ketergantungan
Masa dewasa awal ini adalah masa dinamakanketergantungan pada masa
dewasa biasanya berlanjut. Ketergantungan ini mungkin pada orang tua
membawa pendidikan yang memberikan beasiswa sebagian atau sepenuh
atau pada pemerintah karena mereka memperoleh pinjaman untuk
membiayai mereka.
h. Masa perubahan nilai
Beberapa alasan terjadinya perubahan nilai pada orang dewasa adalah
ingin diterima pada kelompok orang dewasa, kelompok kelompok sosial
dan ekonomi orang dewasa.
i. Masa kreatif
Bentuk kreatif yang ajkan terlihat sesudah orang dewasa akan tergantung
pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan
keinginan dan kegiatan-kagiatan yang memberikan kepuasan sebesar-
besarnya. Ada yang menyalurkan kreatifitasnya ini melalui hobi ada yang
menyalurkannya melalui pekerjannya yang memungkinkan ekspresi
kreatifitas.

2) Perkembangan fisik masa dewasa madya


Rentang dewasa madya atau yang disebut juga usia setengah baya pada
umumnya berkisar antara usia 40-60 tahun, dimana pada usia ini ditandai
dengan berbagai perubahan fisik maupun mental (Hurlock,1980: 320). Masa
usia dewasa madya diartikan sebagai suatu masa menerima keterampilan fisik
dan semakin besar tanggung jawab, suatu periode dimana orang menjadi
sabar akan popularitas muda tua dan semakin berkurang jumlah waktu yang
tersiisa dalam kehidupan, suatu masa ketika orang mencapai dan
mempertahankan kepuasan dalam karir, dansuatu titik ketika individu
meneruskan sesuatu yang berarti pada generasi berikutnya. Perkembangan
fisik menurut Hurlock (1980), baik pria maupun wanita selalu terdapat
ketakutan, diman penampilannya pada masa ini akan menghambat
kemampuannya untuk mempertahankan pasangan mereka, atau mengurangi
daya tarik lawan jenis. Selain itu, sebuah penelitian dalam Nowark (1977)
sebagaimana yang dikutip oleh Jhon F. Santrock (1995), menemukan bahwa
perempuan usia deewasa madya lebih memfokuskan perhatiannya pada daya
tarik wajah daripada perempuan yang lebih muda atau lebih tua. Dalam
penelitian ini, wanita dewasa madya lebih mungkion menganggap tanda-tanda
penuaan sebagai pengaruh negative terhadap penampilan fisiknya dan
adapun beberapa perubahan fisik maupun tampak lebih awal seperti diusia 30
tahun, tetapi pada beberapa titik atau bagian terjadi diusia 40 tahun,
menurunya perkembangan fisik mennjjukkan bahwa masa dewasa madya
telah datang. Beberapa perubahan fisik pada masa dewasa madya antara lain:
1. Timbulnya uban
2. Kulit mulai keriput
3. Gigi menguning
4. Tubuh semakin pendek karena otot-otot melemah
5. Punggung orang dewasa melemah karena piringan sendi ditulang
belakang megalami penurunan
6. Tulang-tulang bergeser lebih dekat antara yang satu dengan yang lainnya,
misalnya seorang laki-laki yang tingginya 5 kaki 10 inci pada usia 30
kemungkinan akan menjadi 5 kaki 9 7/8 inci diusia 50 tahun, dan mungkin
akan menjadi 5 kaki 9 ¼ pada usia 60 tahun.
7. Sulit melihat objek-objek yang dekat. Daya akomodasi mata, kemampuan
untuk memfokuskan dan mempertahankan gambar pada retina mengalami
penurunan paling tajam pada usia 40 dan 59 tahun
8. Penurunan pada sensitivitas pendengaran
9. Menopause, pada usia dewasa madya ini mereka akan mengalami
menopause, diman apda periode ini haidndan kemampuan bereproduksi
akan berhenti secara keseluruhan, sehingga dapat menyebabkan gejala
yang tidak menyenangkan bagi wanita, seperti hot fluses, mual, letih dan
cepatnya denyut jantung. Hal ini disebabkan oleh menurunnya produksi
hormon ekstrogen oleh indung telur
10. Penurunan kebugaran fisik. Masalah kesehatan utama pada masa dewasa
madya antar alain penyakit kanker, kardiovaskuler dan obesitas
3) Perkembangan fisik masa dewasa akhir
Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa penurunan fisik
yang lebih besar dibandingkan dengan periode-periode usia sebelumnya. Kita
akan mencatat rentetan perubahan dalam penurunan fisik yang terkait dengan
penuaan, dengan penekanan pentingnya perkembangan baru dalam
penelitian proses penuaan yang mencatat bahwa kekuatan tubuh perlahan
lahan menurun dan hilangnya fungsi tubuh kadangkala dapat diperbaiki.
Dalam buku psikologi perkembangan anak: Mengenal Sifat, Bakat dan
Kemampuan Anak oleh Reni Hawadi Akbar pada tahun 2001, berikut adalah
beberapa penurunan dan hilangnya fungsi tubuh dalam hal fisiologis masa
perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut:
 Otak dan sistem syaraf
Saat kita tua akan kehilangan sejumlah neuron, unit unit sel dasar
darinsistem syaraf. Beberapa peneliti memperkirakan kehilangan itu
mungkin sampai 50% selama tahun tahun dewasa. Walaupun penelitian
lain percaya bahwa kehilangan itu lebih sedikit dan bahwa penyelidikan
yang tepat terhadap penyelidikan hilangnya neuron belum dibuat di dalam
otak
 Perkembangan sensoriperubahab sensori fisik masa dewasa akhir
melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasa, pembau dan indera
peraba. Pada masa dewasa akhir penurunan indera penglihatan bisa mulai
dirasakandan terjadi mulai awal dewasa madya. Adaptasi terhadap gelap
lebih menjadi lambat, yang berarti bahwa orang yang lanjut usia
membutuhkan waktu lama untuk memulihkan kembali penglihatan mereka
ketika keluar dari ruangan yang terang menuju ke tempat yang agak gelap
 System peredaran darah
Tidak lama berselang terjadi penurunan jumlah darah yang dipompa oleh
jantung dengan seiringnya pertambahan usia. Sekalipun pada orang
dewasa yang sehat. Bagaimanapun kita mengetahui bahwa ketika sakit
jantung tidak muncul, jumlah dara yang dipompa sama tanpa
mempertimbangkan usia pada masa dewasa, kenyataanya para ahli
penuaan berpendapat bahwa jantung yang sehat dapat menjadi lebih kuat
selama kita menua dengan kapasitas meningkat bukan menurun
 System pernafasan
Kapasitas akan menurun pada usia 20 hingga 80 tahun sekalipun tanpa
penyakit. Paru-paru kehilangan elastisitasnya, dada menyusut dan
diafragma melemah. Meskipun begitu berita baiknya adalah bahwa orang
dewasa lanjut dapat memperbaiki fungsi paru paru dengan latihan latihan
mempetkuat diafragma
 Seksualitas
penuaan menyebabkan beberapa perubahan penurunan dalam hal
seksualitas manusia, lebuh banyak pada laki-laki dari pada perempuan.
Orgasme menjadi lebih jarang pada laki-laki, terjadi dalam setiap 2 sampai
3 kali hubungan seksual bukan setiap kali. Rangsangan yang lebih
langsung biasanya sdibutuhkan untuk ereksi. Sekalipun hubungan seksual
terganggua oleh kelemahan, relasi lainnya harus dipertahankan,
diantaranya kedekatan sensualitas dan nilai sebagai seorang laki-laki
maupunwanita
4) Perkembangan intelektual
a. Perkembangan intelektual dewasa awal
Menurut anggapan Piaget (dalam Grain, 1992; Miler, 1993; Santrock,
1999; Papalia, Olds & Feldman, 1998), kapasitas kognitif dewasa muda
tergolong masa operasional formal, bahkan kadang-kadang mencapai
masa post-operasi formal (Turner & Helms,1995).
Taraf ini menyebabkan, dewasa muda mampu memecahkan masalah
yang komples dengan kapasitas berfikir abstrak, logis, dan rasional. Dari
sisi intelektual, sebagai besar dari mereka telah lulus dari smu dan masuk
ke perguruan tinggi (Universitas/ Akademi).
b. Ciri-ciri masa dewasa madya
1. Usia madya merupakan periode yang sangat di takuti
Diakui bahwa semakin mendekati usia tua, periode usia madya
semakin lebih terasa menakutkan. Pria dan wanita banyak yang
mempunyai alasan untuk takut memasuki usia madya. Diantaranya
adalah: banyaknya stereotip yang tidak menyenangkan tentang usia
madya yaitu: kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan
fisik yang diduga disertai dengan berhentinya reproduksi.
2. Usia madya merupakan masa transmisi
Usia ini merupakan masa transmisi seperti halnya masa puber, yang
merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.
Dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku
masanya dan memasuki periode dalam kehidupan yang akan diliputi
oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku jasmani baru
3. Usia madya adalah masa stres
Bahwa usia ini merupakan masa stres. Penyesuaian secara radikal
terhadap peran dan pola hidup berubah, khususnya bila disertai
dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak
nomeostatis fisik dan psikologis membawa kemasa stress, suatu masa
bila sejumlah penyesuaian yang pokok harus dilakukan dirumah, bisnis
dan aspek seosial kehidupan mereka
4. Usia madya adalah usia yang berbahaya
Cara biasa menginterprestasi “usia berbahaya” ini berasal dari
kalangan pria yang ingin melakukan pelampiasan untuk kekerasan
yang berakhir sebelum memasuki masa usia lanjut. Usia madya dapat
menjadi dan merupakan berbahay dalam beberapa hal lain juga. Saat
ini merupakan suatu masa dimana seseorang mengalami kesulitan fisik
sebagai akibat dari terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang
berlebihan, ataupun kurangnya memperhatian kehidupan. Timbulnya
penyakit jiwa datang dngan cepat dikalangan pria dan wanita dan
gangguan ini berpuncak pada suicide. Khususnya suicide. Khususnya
dikalangan pria.
5. Usia madya adalah usia canggung
Sama seperti pada remaja, bukan anak-anak bukan juga dewasa.
Demikian juga pada pria dan wanita berusia madya, mereka bukan
muda lagi, tetapi juga bukan tua
6. Usia madya adalah masa berprestasi
7. Usia madya merupakan masa kritiss
Menurut Erikson, usia madya meripakan masa kritis dimana baik
generativitas/ kecenderungan untuk menghasilkan stagnasi atau
kecenderungan untuk tetap berhenti akan dominan. Menurut Erikson
pada masa usia madya orang akan menjadi lebih sukses atau
sebaliknya mereka berhenti (tetap) tidakmengerjakan sesuatu apapun
lagi. Menurutnya apabila orang pada masa usia madya memiliki
keinginan yang kuat maka ia akan berhasil, sebaliknya dia memiliki
keinginan yang lemah, dia akan stag (menetapkan) pada hidupnya.
8. Usia madya adalah masa evaluasi
Pada usia ini pada umumnya manusia mencapai puncak prestasinya,
maka sangatlah logis jika pada masa ini juga merupakan saat yang pas
untuk mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka
semula dan harapan-harapan orang lain, khususnya teman dan
keluarga-keluarga terdekat.
9. Usia madya di evaluasi dengan srtandar ganda
Bahwa pada masa ini dievaluasi dengan standar ganda, satu standar
bagi wanita. Walaupun perkembangan cenderung mengarah ke
persamaan peran antara pria dan wanita baik dirumah, perusahaan
perindustrian, profesi maupun dalam kehidupan social namun masih
terdapat standar ganda terhadap usia. Meskipun standar ganda ini
mempengaruhi banyak aspek terhadap kehidupan pria maupun wanita
usia madya tetapi ada dua aspek yang perlu diperhatikan:
Pertama aspek yang berkaitan dengan perubahan jasmani
Kedua bagaimana cara pria dan wanita menyatakan sikap pada usia
tua
10. Usia madya merupakan masa sepi
Dimana masa ketika anak-anak yiodak lagi tinggal bersama orang tua,
contonya anak yang mulai beranjak dewasa yang telah bekerja dan
tinggal diluar kota sehingga orang tua yang terbiasa dengan kehadiran
mereka dirumah akan merasa kesepian dengan kepergian mereka
11. Usia madya merupakan masa jenuh
Banyak pria dan wanita yang memasuki masa ini mengalami
kejenuhan yakni pada sekitar usia 40 akhir. Para pria merasa jenuh
dengan kegiatan rutinitas sehari-hari dan kehidupan keluarga yang
hanya sedikit memberi hiburan. Wanita yang menghabiskan waktunya
untuk memelihara rumah dan membesarkan anak-anak mereka.
sehingga ada yang merasa kehidupannya tidak ada variasi dan
monoton yang membuat merasa jenuh
c. Perkembangan intelektual dewasa akhir
Salah satu pertanyaan yang paling banyak menimbulkan kontroversial
dalam studi tentang perkembangan rentang hidup manusia adalah
kemampuan kognitiforang dewasa, seperti memori, kreatifitas, intelegensi
dan kemampuan belajar, paralele dengan penurunan kemampuan fisik.
Pada umumnya orang percaya bahwa proses belajar, memori dan
intelegensi mengalami kemerosotan bersamaam dengan terus
bertambahnya usia.
Kecepatan dalam memproses informasi mengalami penurunan pada masa
dewasa akhir. Selain itu orang-orang dewasa lanjut kurang mampu
mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan dalam ingatannya.
Kecepatan memproses informasi secara pelan-pelan memang akan
mengalami penurunan pada mas dewasa akhir, namun faktor individual
differences juga berperan dalam hal ini. Nancy Denney (1986) menyatakan
bahwa kebanyakan tes kemampuan mengingat dan memecahkan masalah
mengukur bagaimana orang-orang dewasa lanjut melakukan aktifitas-
aktifitas yang abstrak atau sederhana
3. KARAKTER PERILAKU
A. Karakter perilaku normal
1) . Menjalin interaksi yang hangat dan akrab dengan orang lain
2) Mempunyai hubungan dekat dengan orang-orang tertentu (pacar, sahabat)
3) Membentuk keluarga
4) Mempunyai komitmen yang jelas dalam bekerja dan berinteraksi
5) Merasa mampu mandiri karena sudah bekerja
6) Memperlihatkan tanggungjawab secara ekonomi, sosial dan emosional
7) Mempunyai konsep diri yang realistis
8) Menyukai diri dan mengetahui tujuan hidup
9) Berinteraksi baik dengan keluarga
10) Mampu mengatasi stress akibat perubahan dirinya
11) Menganggap kehidupan sosialnya bermakna.
12) Mempunyai nilai yang menjadi pedoman hidupnya.

B. Karakteristik penyimpangan perilaku


1) Tidak mempunyai hubungan akrab
2) Tidak mandiri dan tidak mempunyai komitmen hidup
3) Konsep diri tidak realistis
4) Tidak menyukai diri sendiri
5) Tidak mengetahui arah hidup
6) Tidak mampu mengatasi stress
7) Hubungan dengan orang tua tidak harmonis
8) Bertindak semaunya sendiri dan tidak bertanggung jawab
9) Tidak memiliki nilai dan pedoman hidup yang jelas, mudah terpengaruh
10) Menjadi pelaku tindak antisosial (kriminal, narkoba, tindak asusila)

4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN ORANG


DEWASA DALAM KEHIDUPANNYA
Adapun faktor-faktor tertentu dalam kehidupan orang dewasa yang akan
mempermudah perkembangan orang dewasa. Faktor-faktor yang paling
berpengaruh adalah:
1. Kekuatan fisik
Bagi banyak individu, puncak kekuatan fisik dicapai dalam usia pertengahan
duapulauhan. Kekuatan fisik yang prima dapat mengatasi atau memecahkan
persoalan-persoalan yang timbul pada masa orang dewasa. Untuk
meemelihara kekuatan fisik yang prima perlu dijaga kesehatan. Ada 6
kebiasaan hidup sehat yang perlu dilakukan oleh orang dewasa untuk
memelihara kekuatan fisik, yaitu:
1) Sarapan pagi
2) Makan secara teratur
3) Makan secukupnya untuk memelihara badan yang normal
4) Tidak merokok
5) Olahraga secukupnya
6) Tidur secara teratur 7-8 jam setiap malam

Kekuatan fisik yang prima pada orang dewasa, memungkinkan mereka untuk
optimal dalam bekerja, berkeluarga, memperoleh keturunan dan mengelola
kehidupan keluarganya. Sebaliknya kekuatan fisik yang tidak prima
menghambat orang dewasa dan dapat menggagalkan sebagian atau secara
total tugas-tugas perkembangan orang dewasa

2. Kemampuan motorik
Kemampuan motorik orang dewasa mencapai kekuatannya antara usia 20-an
dan 30-an. Kecepatan respon maksimal terdapat antara usia 20-an dan 25-an
dan sesudah itu kemampuan ini sedikit demi sedikit menurun. Kemampuan
motoric ini mempunyai hubungan yang positif dengan kondisik fisik yang baik
dan kesehatan yang baik. Kondisi fisik yang kuat dan lkesehatan yang baik
memungkinkan orang dewasa melatih keterampilan-keterampilannya secara
lebih baik. Disamping itu, orang dewasa yang mempunyai kemampuan motorik
yang baik cenderung akan dapat mnyelesaikan dengan baik pekerjaan yang
menuntut kemampuan fisik. Dalam pembelajaran keterampilan-keterampilan
motorik, orang dewasa yang berusia 20-an menunjukkan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan hasil merek yang mempelajarinya dalam usia mendekati
masa usia baya
3. Kemampuan mental
Kemampuan mental yang diperlukan untuk menyesuaikan diri pada situasi
situasi baru adalah mengingat kembali hal-hal yang pernah dipelajari,
penalaran dan analogis dan berfikir kreatif. Kemampuan mental ini mencapai
puncak pada usia 20-an, kemudian sedikit demi sedikit menurun. Kemampuan
mental yang dimiliki orang dewasa ini sangat penting kedudukannya dalam
menyesuaikan diri terhadap tugas-tugas. Perkembangan, jauh melebihi
pntingnya kemampuan motori. Kemampuan mental seperti penalaran dengan
menggunakan analogis, meningkat kembali informasi yang telah dipelajari,
dan berfikir yerhadap keterampilan-keterampilan dan kecakapan-kecakapan
yang dituntut oleh tugas-tugas perkembanganmorang dewasa. Baik pria
maupun wanita pada umumnya memiliki kemampuan berfikir dalam usaha-
usaha mereka memiliki teman-teman bergaul sebagai calon istri maupun calon
suami.
PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN DEWASA

PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
 Inisial klienusia, Jenis kelamin, Tanggal Pengkajian, No RM Diagnosa medis
Alamat, Pekerjaan, Pendidikan, suku bangsa.
 Nama orang tua/penanggungjawab, Pekerjaan, pendidikan
B. KELUHAN
Keluhan utama yang muncul dan dominan dirasakan klien saat dilakukan
pengkajian dan intervensi yang dilakukan oleh klien ataupun keluarga dalam
mengurangi atau menringankan keluhan
C. STATUS PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN (sekarang)
Menilai dan mengetahui klien masuk dalam tabel perkembangan: infant, toddler,
preschool, school,adolescence, youngadult, adult atau old. Form ini juga masuk
komponen pengkajian Fisik, Psikosexual, psikososial, kognitif dan moral.
D. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor biologis, psikologis dansocial budaya (Psikosexual, psikososial, kognitif,
moral), spiritual, dikaji dalam riwayat perkembangan kesehatan 6 bulan terakhir,
dan juga untuk mengetahui stimulasi dan perkembangan pasien sesuai dengan
umur pasien.
E. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor Predisposisi adalah faktor pendukung (biologis, psikologis) yang
berkontribusi timbulnya gangguan perkembangan
F. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Data yang dikaji adalah penulusuran genetik yang berupa genogram, riwayat
penakit pasien/ keluarga beserta penatalaksanaannya, data tentang konsep diri
klien (citra tubuh, identitas diri, peran, ideal diri, harga diri), hubungan sosial dan
aspek spiritual serta pemaknaan dalam spiritual.
G. PENGKAJIAN PENILAIAN TERHADAP STRESSOR
Data yang didapatkan dari: respon kognitif, respon Afektif, respon fisiologi, gejala
fisik, perilaku yang tampak, respon sosial
H. SUMBER KOPING
Data yang dikaji adalah:
Kemampuan persona (problem solving skill, status kesehatan, social skill,
intelegensia, tumbuh kembang, system pendukung, koping, pola asuh, konsep
diri, citra diri, ideal diri, identitas, peran, harga diri
Dukungan sosial (dukungan, jaringan social, stabilitas budaya)
Aset material (kecukupan penghasilan, kekayaan yang dimiliki, pelayanan
kesehatan)
Keyakinan (keyakinan dan nilai, motivasi, orientasi kesehatan)
I. MEKANISME KOPING
Penilaian sikap mekanisme koping (seperti: bicara dengan orang lain,
membandingkan, mekanisme pertahanan ego, aktivitas konstruktif, negosiasi dan
lain-lain)
Diagnose keperawatan
 Kesiapan peningkatan perkembangan dewasa awal
Rencana tindakan keperawatan
1. Intervensi generalis: diskusikan tentang
a. Perkembangan usia dewasa awal yang normal dan menyimpang
b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada
d. Mngetahua peran sebagai suami/ istri
e. Menciptakan lingkungan rumah yang dijadikan contoh untuk anak-anaknya
f. Peningkatan komunikasi dengan pasangan
g. Mengatasi masalah dalam hal transisi peran sebagai suami/ istri
h. Mengantisipasi munculnya masalah kesehatan yang bersifat kronis dan
perubahan fisik (obesitas/ kegemukan)
i. Mengubah gaya hidup yang perlu mendapatkan perhatian seperti kebiasaan
minum alkohol, merokok dll)
 Kesiapan peningkatan perkembangan dewasa madya
Rencana tindakan keperawatan
1. Intervensi generalis
a. Diskusikan tentang perkembangan usia dewasa pertengahan yang normal
dan perkembangan yang menyimpang
b. Menerima proses penuaan
c. Berinteraksi dengan baik dengan pasangan dan menikmati kebersamaan
dengan keluarga
d. Memperluas dan memperbaharui minat/ kesenangan
e. Memanfaatkan kemandirian dan kemampuan/ potensi diri secara positif
2. Intervensi spesialis
Terapi stimulasi perkembangan psikososial usia 30-60 tahun
 Kesiapan peningkatan perkembangan usia dewasa tua
Rencana intervensi
Intervensi general: Diskusikan tentang
a. Perkembangan usia dewasa tua yang normal dan menyimpang
b. Cara mencapai perkembangan usia dewasa tua
c. Penyimpangan perkembangan dan cara mengatasinya melalui pelayanan
kesehatan
Intervensi keluarga: Diskusikan tentang
a. Tahap perkembangan yang harus dicapai usia dewasa tua
b. Cara memfasilitasi dewasa tua mencintai keluarga
c. Cara bekerja agar berhasil
d. Peran serta di masyarakat

Daftar pustaka

Abin Syamsuddin Makmun. 1998. Buku Psikologis Kependidikan. Bandung:


Rosda Karya
Anderson, JE. 1951. Buku The Psychology of Development and Personal
Adjustment. New York: Henry Holt
Andi Mappire. 1983. Buku Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional
Becker, H.S. 1980. Buku Human Development anda Education. New York:
Longman
Capernito, Lynda jual. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC,
Jakarta
Hurlock, E.B. 1980. Buku Development Psychology. New York: Mc Graw-
Hill,Inc
Juntika Nurihsan. 2000. Buku Bimbingan dan Konseling untuk Orang Dewasa.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Keliat, Budi Anna. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC. Jakarta
Muhibbin Syah. 1997 Buku Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya
Santrock, jhonW. 2002. Buku Life Span Development: Perkembangan Masa
Hidup. Edisi 5 jilid 2. Jakarta: Erlangga
Stuart dan Sadeen. (1995). Buku saku Diagnosa keperawatan jiwa edisi 3.
EGC. Jakarta
Internet:
http://www.masbow.com/2010/09/perkembangan-dewasa-akhir.html
http://belajarpsikologi.com/perkembangan-kognitif-masa-dewasa-akhir/
http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/12/psikologi-
perkembangan-dewasa-awal/
http://www.psikologizone.com/teori-teori-fase-dewasa/06511569
http://aprillianpravitasari.blog.com/2011/07/06/perkembangan-psikososal-
dewasa-awal/
http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/masa-dewasa-madya-40-60-tahun
http://ratunisaindriasari.blogspot.com/2010/03/perubahan-fisik-dewasa-
madya.htm
http://rawapening.wordpress.com/2009/04/16/santrock-memandang-
perkembangan-dewasa/
LAPORAN PENDAHULUAN
SEHAT JIWA USIA LANSIA

I. KONSEP DASAR
A. Definisi
Usia lanjut menurut World Health Organisation (WHO) ialah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang
telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupan. Kelompok yang dikategorikan lansia
ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Usia lanjutadalahseseorang yang mengalamiperubahanbiologis, fisik, kejiwaan, dan
sosial, haliniakanmemberikan
pengaruhpadasemuaaspekkehidupanpadausialanjuttermasukkesehatan (Fatimah, 2010).
Seseorang dikatakan lanjut usia apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor
tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun
sosial ( Nugroho, 2012 ). Lansia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut
dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh
beradaptasi dengan stress lingkungan.
MenurutKemenkesRepublik Indonesia, seseorangdikatakanusialanjutjikaiaberusia
60 tahunkeatas, halinitercantumdalam UU No. 13 tahun 1998 (Kemenkes RI,
2013).Seoranglansiadikatakansehatjikamampuhidupdanberfungsisecaraefektifdalamkehid
upanmasyarakat, diantaranyamampumelatih rasa
percayadiridanotonominyasehinggadapatmencapaiderajatkesehatanmaksimum yang
dapatdicapainya.
Klasifikasi Lansia menurut Depkes RI, 2013:
1. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan
4. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan
yang dapat menghasilkan barang atau uang jasa
5. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri,
yaitu :
1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
a. Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain).
b. Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai
sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan
lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
4. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga
membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif
terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis
dan sebagainya. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang
paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat,
terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.

B. Teori proses menua


Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu sebagai berikut.
1. Teori Biologi
- Teori genetik dan mutase.
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh
molekulmolekul (DNA) dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi,
sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel). Teori ini merupakan teori intrinsik yang
menjelaskan bahwa tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan
menentukan jalannya penuaan.
- Teori nongenetic.
Teori ini merupakan teori ekstrinsik dan terdiri atas berbagai teori, di antaranya
adalah sebagai berikut :
a. Teori rantai silang (cross link) Teori ini menjelaskan bahwa molekul kolagen
dan zat kimia mengubah fungsi jaringan, mengakibatkan jaringan yang kaku
pada proses penuaan. Sel yang tua atau usang menyebabkan ikatan reaksi
kimianya menjadi lebih kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini
menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan, dan hilangnya fungsi.
b. Teori fisiologis Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik, yang terdiri
atas teori oksidasi stres dan pemakaian dan rusak (wear and tear theory).
c. Pemakaian dan rusak Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah (terpakai).
d. Reaksi dari kekebalan sendiri (autoimmune theory) Metabolisme di dalam
tubuh memproduksi suatu zat khusus. Saat dijumpai jaringan tubuh tertentu
yang tidak tahan terhadap zat khusus, maka jaringan tubuh menjadi lemah
dan sakit.
e. Teori immunology slow virus Sistem imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat
menyebabkan kerusakan organ tubuh. Teori ini menjelaskan bahwa
perubahan pada jaringan limfoid mengakibatkan tidak adanya
keseimbangan di dalam sel T sehingga produksi antibodi dan kekebalan
menurun.
f. Teori stres Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres menyebabkan sel-sel tubuh
lelah terpakai.
g. Teori radikal bebas Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas. Tidak
stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen
bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi. Radikal bebas terdapat di
lingkungan seperti asap kendaraan bermotor dan rokok, zat pengawet
makanan, radiasi, dan sinar ultraviolet, yang mengakibatkan terjadinya
perubahan pigmen dan kolagen pada proses penuaan.
h. Teori program Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.

2. Teori Sosial
- Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada situasi
tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Pokok-pokok
interaksi sosial adalah sebagai berikut (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 43):
a. Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai tujuan
masing-masing.
b. Dalam upaya tersebut, maka terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya
dan waktu.
c. Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seseorang memerlukan biaya.
d. Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah terjadinya
kerugian.
e. Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.
- Teori penarikan diri
Kemiskinan yang diderita lanjut usia dan menurunnya derajat kesehatan
mengakibatkan seseorang lanjut usia secara perlahan menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas. Pada lanjut usia sekaligus
terjadi kehilangan ganda (triple loss), yaitu sebagai berikut (Hardywinoto dan
Setiabudi, 1999: 45):
a. Kehilangan peran (loss of role).
b. Hambatan kontak sosial (restriction of contact and relationship).
c. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and values).
- Teori aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon, dkk. (1972) yang
menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung pada bagaimana
seseorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin. Adapun kualitas aktivitas
tersebut lebih penting dibandingkan dengan kuantitas aktivitas yang dilakukan
(Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 46).
- Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan di dalam siklus kehidupan
lanjut usia, sehingga pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan
gambarannya kelak pada saat menjadi lanjut usia. Hal ini dapat terlihat bahwa
gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tak berubah walaupun ia
menjadi lanjut usia (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 47).
- Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh
lanjut usia pada saat muda hingga dewasa. Menurut Havighurst dan Duval,
terdapat tujuh tugas perkembangan selama hidup yang harus dilaksanakan
oleh lanjut usia yaitu sebagai berikut:

a. Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis.


b. Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan.
c. Menemukan makna kehidupan.
d. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
e. Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.
f. Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.
g. Menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia.

3. Teori Psikologis
Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang berespons pada tugas
perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus berjalan
meskipun orang tersebut telah menua.
- Teori hierarki kebutuhan dasar manusia Maslow (Maslow’s hierarchy of human
needs)
Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar manusia dibagi dalam lima tingkatan
mulai dari yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang, harga
diri sampai pada yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Seseorang akan
memenuhi kebutuhan kebutuhan tersebut. Menurut Maslow, semakin tua usia
individu maka individu akan mulai berusaha mencapai aktualisasi dirinya. Jika
individu telah mencapai aktualisasi diri, maka individu tersebut telah mencapai
kedewasaan dan kematangan dengan semua sifat yang ada di dalamnya,
otonomi, kreatif, independen, dan hubungan interpersonal yang positif.
- Teori individualisme Jung (Jung’s theory of individualism)
Menurut Carl Jung, sifat dasar manusia terbagi menjadi dua yaitu ekstrovert
dan introvert. Individu yang telah mencapai lanjut usia cenderung introvert. Dia
lebih suka menyendiri seperti bernostalgia tentang masa lalunya. Menua yang
sukses adalah jika dia bisa menyeimbangkan antara sisi introvert dan
ekstrovertnya, tetapi lebih condong ke arah introvert. Dia senang dengan
dirinya sendiri, serta melihat orang dan bergantung pada mereka.
- Teori delapan tingkat perkembangan Erikson (Erikson’s eigth stages of life)
Menurut Erikson, tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai individu
adalah integritas ego vs menghilang (ego integrity vs disappear). Jika individu
tersebut sukses mencapai tugas perkembangan ini, maka dia akan
berkembang menjadi individu yang arif dan bijaksana. Namun jika individu
tersebut gagal mencapai tahap ini, maka dia akan hidup penuh dengan
keputusasaan.
- Optimalisasi selektif dengan kompensasi (selective optimisation with
compensation) Menurut teori ini, kompensasi penurunan tubuh ada tiga elemen
yaitu sebagai berikut:
a. Seleksi Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses penuaan maka
mau tidak mau harus ada peningkatan pembatasan terhadap aktivitas
sehari-hari.
b. Optimalisasi Lanjut usia tetap mengoptimalkan kemampuan yang masih
dimilikinya untuk meningkatkan kehidupannya.
c. Kompensasi Berbagai aktivitas yang sudah tidak dapat dijalankan karena
proses penuaan diganti dengan aktivitas lain yang mungkin bisa dilakukan
dan bermanfaat bagi lanjut usia.

C. TandaGejala Usia Lanjut


1. PerubahanAspekBiologi
Seseorangakanmengalamiperubahanfisikmaupunbiologisketikamerekamemasukiu
sialanjut. Perubahanfisik yang dialamilansiaberupa turgor kulit yang tidakelastis,
penurunaninderapenglihatan, penurunaninderapenghidu,
penurunanfungsipengecapan, pendengaranmulaiberkurangsertaadanya gangguan
musculoskeletal. Perubahanlain yang munculadalahpada system
termoregulasidan hormonal. Perubahan-perubahaniniterjadikarena proses
degeneratifotak, (Rahayu, 2016).
2. PerubahanAspekPsikologi
Tahapperkembangan yang
harusdicapaipadalansiadiantaranyamampumenyesuaikanterhadap proses
perubahankehilangan, kemudianmempertahankanintegritashargadiri,
danmempersiapkankematian, (Stuart, 2015).
3. PerubahanAspekSosial
Lansiamampuuntukberpartisipasidalamkegiatan social,melakukaninteraksi,
menstimulasifungsikognitif, sehinggamemperlambatproses terjadinyademensia,
(Videbeck, 2008). Proses perubahan social yang
terjadipadalansiadiantaranyalansiamengalamiketerbatasandalam proses
merawatdiri, (Rahayu, 2016).
4. PerubahanAspekSeksual
Perubahanseksual yang
nampakpadalansiasepertipenurunanaktivitasseksualdiakibatkankarena factor
hormonal dandoronganseksual, akantetapihalinitidakhilangsamasekali,(Aspiani,
2014).
5. Perubahan Aspek Spiritual
Lansiaakansemakinmeningkatkankehidupankeagamaannya,
sehinggadapatmemberikanartihidupdan rasa berartidalammengatasimasalah yang
terjadiakibat proses penuaan, (Nugroho, 2008).

Tabel ciri perubahan pada usia lanjut

Fisik psikologis
Pancaindera Paranoid Gangguan tingkah laku Keluyuran
(wandering)
Otak
Sun downing
Gastrointestinal Depresi

Saluran kemih Demensia


Sindrom pascakekuasaan (postpower
Otot dan tulang
syndrome), dan lain-lain.
Kardiovaskular

Endokrin, dan lain-lain.

D. Gangguan pada Kesehatan Jiwa Lansia


Gangguan yang paling banyak diderita adalah gangguan depresi, demensia,
fobia, dan gangguan terkait penggunaan alkohol. Lansia dengan usia di atas 75 tahun
juga beresiko tinggi melakukan bunuh diri. Banyak gangguan mental pada lansia dapat
dicegah, diperbaiki, bahkan dipulihkan.
1. Gangguan demensia
Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat keluarga, dan
jenis kelamin wanita. Perubahan khas pada demensia terjadi pada kognisi,
memori, bahasa, dan kemampuan visuospasial, tapi gangguan perilaku juga
sering ditemui, termasuk agitasi, restlessness, wandering, kemarahan, kekerasan,
suka berteriak, impulsif, gangguan tidurdan waham.
2. Gangguan depresi
Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah menurunnya
konsentrasi dan fisik, gangguan tidur (khususnya bangun pagi terlalu cepat dan
sering terbangun [multiple awakenings]), nafsu makan menurun, penurunan berat
badan, dan masalah-masalah pada tubuh.
3. Gangguan kecemasan
a. Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan kecemasan yang menyeluruh, gangguan stres akut, dan gangguan
stres pasca trauma.
b. Tanda dan gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada yang
lebih muda, tetapi efeknya sama. Gangguan kecemasan mulai muncul pada
masa remaja awal atau pertengahan, tetapi beberapa dapat muncul pertama
kali setelah usia 60 tahun.
c. Pengobatan harus disesuaikan dengan penderita dan harus diperhitungkan
pengaruh biopsikososial yang menghasilkan gangguan. Farmakoterapi dan
psikoterapi dibutuhkan dalam penanganannya.

E. KarakteriktikPerilaku Normal
1. Mempunyaihargadiritinggi
2. Menilaikehidupannyaberarti
3. Menerima nilai dan keunikan orang lain
4. Menerima dan menyesuaikan kematian pasangan
5. Menyiapkan diri menerima datangnya kematiasn
6. Melaksanakan kegiatan agama secara rutin
7. Merasa dicintai dan berarti dalam keluarga
8. Berpartisipasi dalam kegiaan sosial dan kelompok masyarakat
9. Menyiapkan diri ditinggalkan anak yang telah mandiri

F. Penatalaksanaan keperawatan jiwa usia lanjut


Penatalaksanaan secara holistik meliputi penatalaksanaan fisik, psikologis, serta
sosial yang termasuk keluarga dan lingkungan. Secara fisik, perhatikan asupan nutrisi
baik secara kuantitas maupun kualitas, serta hindari makanan pantangan yang dapat
memperparah penyakit yang diderita. Apabila harus menggunakan obat-obatan harus
dimulai dari dosis rendah dan ditinggalkan secara perlahan (start low go slow).
Secara psikologis, perhatikan kegemaran intelektual (intellectual interest), seperti
keterkaitan hobi lama dengan kesibukan baru, pekerjaan sejenis yang berguna, hindari
waktu luang, serta kesendirian dan pikiran kosong. Perhatikan peningkatan kualitas
hidup, cita-cita, tujuan hidup, makna kehidupan, dan pengembangan spiritualitas agar
lansia bisa menjadi lebih terhormat. Lingkungan dan keluarga harus disiapkan dan
harus tahu bahwa lansia banyak mengalami perubahan, sehingga berikan aktivitas
sesuai kemampuan dan hobinya. Selain itu, jangan harap lansia untuk membantu
memasak, mengasuh anak, dan sebagainya. Jangan kucilkan lansia dan bantulah
sesuai kebutuhan. Bila perlu, berikan gelang identitas.
Perhatikan desain interior rumah, dapur, serta kamar mandi diusahakan ada
pegangan dinding sampai tempat tidur dan gunakan kloset duduk. Usahakan rumah
menjadi tempat yang nyaman untuk lansia. Selain itu, perhatikan fasilitas kesehatan
yang diperlukan untuk lansia. Perhatikan penanganan masalah secara umum terkait
dengan proses penuaan yang meliputi hal berikut :
1. Penanggulangan masalah akibat perubahan fungsi tubuh.
a. Perawatan diri sehari-hari.
b. Senam atau latihan pergerakan secara teratur.
c. Pemeriksaan kesehatan secara rutin.
d. Mengikuti kegiatan yang masih mampu dilakukan.
e. Minum obat secara teratur jika sakit.
f. Memakan makanan bergizi.
g. Minum paling sedikit delapan gelas setiap hari.
2. Penanggulangan masalah akibat perubahan psikologis.
a. Mengenal masalah yang sedang dihadapi.
b. Memiliki keyakinan dalam memandang masalah.
c. Menerima proses penuaan.
d. Memberi nasihat dan pandangan.
e. Beribadah secara teratur.
f. Terlibat dalam kegiatan sosial dan keagamaan.
g. Sabar dan tawakal.
h. Mempertahankan kehidupan seksual.
3. Penanggulangan masalah akibat perubahan sosial/masyarakat.
a. Saling mengunjungi.
b. Memiliki pandangan atau wawasan.
c. Melakukan kegiatan rekreasi.

G. Terapi Kognitif pada Keperawatan Kesehatan Jiwa Lansia


Terapi perilaku kognitif merupakan terapi andalan untuk mengobati gangguan
kecemasan pada orang dewasa muda. Namun efek terapi tersebut hasilnya lebih
rendah atau bahkan tidak mempan ketika diterapkan pada orang lanjut usia (lansia).
Terapi bicara yang disebut terapi perilaku kognitif digunakan untuk membantu
orang dewasa untuk mengobati gangguan kecemasan sedikit lebih baik daripada
pendekatan terapi lainnya. Namun nyatanya pada lansia, tidak seefektif jika diterapkan
pada orang dewasa muda. Sementara studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa
terapi perilaku kognitif bekerja dengan baik untuk orang dewasa muda dan setengah
baya. Namun, sebelumnya belum ada banyak penelitian mengenai pengobatan
gangguan kecemasan pada lansia.
Terapi perilaku kognitif sering melibatkan pertemuan secara pribadi dengan
terapis dengan tujuan akhir untuk menyelesaikan proses berpikir yang cacat yang
menyebabkan gangguan tersebut. Rata-rata dalam studi, peserta penelitian melalui 12
sesi terapi. Dibandingkan dengan jika tidak menjalani terapi sama sekali, terapi
perilaku kognitif memiliki efek sedang untuk membantu mengobati kecemasan.
Dibandingkan dengan obat atau diskusi kelompok, terapi perilaku kognitif memiliki efek
sedikit lebih baik. Tim peneliti mencatat perbaikan atas perlakuan lainnya cukup kecil.
"Terapi mungkin bekerja lebih baik dibandingkan obat karena berusaha untuk
memperbaiki penyebab kecemasan bukan gejalanya. Jika dapat mengatasi penyebab
dari gejala kecemasan, misalnya dengan mengubah cara berpikir mengenai sesuatu
atau menafsirkan suatu hal, maka dapat menghentikan kecemasan datang lagi di
masa depan. Jika hanya mengatasi gejala kecemasan maka suatu saat kecemasan
tersebut dapat muncul kembali. Tidak diketahui mengapa terapi tampaknya kurang
efektif pada lansia, tetapi mungkin karena terapi bicara dapat memakan waktu lebih
lama untuk lansia," kata Gould.
Terapi kognitif pada lansia antara lain :
1. Latihan kemampuan sosial meliputi : menanyakan pertanyaan, memberikan salam,
berbicara dengan suara jelas, menghindari kiritik diri atau orang lain
2. Aversion therapy : therapy ini menolong menurunkan perilaku yang tidak diinginkan
tapi terus dilakukan. Terapi ini memberikan stimulasi yang membuat cemas atau
penolakan pada saat tingkah laku maladaptive dilakukan klien.
3. Contingency therapy: Meliputi kontrak formal antara klien dan terapis tentang apa
definisi perilaku yang akan dirubah atau konsekuensi terhadap perilaku itu jika
dilakukan. Meliputi konsekuensi positif untuk perilaku yang diinginkan dan
konsekuensi negative untuk perilaku yang tidak diinginkan.

H. PohonMasalah

Kesiapan Peningkatan Perkembangan Usia Lanjut.


Potensialberkembangnyaintegritasdiri

Stimulasi Tum- Bang


( > 65 Tahun) optimal

PengetahuanKeluarga/individuEfektif
II. ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA PADA LANSIA
A. Pengkajian
1. Identitas
2. Keluhan
3. Status pertumbuhan dan perkembangan sesuai kategori saat pengkajian dengan
komponen : fisik, psikososial, psikoseksual, kognitif dan moral
4. Faktor predisposisi dengan komponen : faktor biologis, psikologis, social budaya
5. Faktor presipitasi dengan komponen : faktor biologis, psikologis dan sosioudaya
sesuai tahap perkembangan klien.
6. Penilaian terhadap stressor dengan komponen : respon kognitif, afektif, fisiologis
dan respon sosial.
7. Sumber koping dengan komponen : kemampuan personal, dukungan social, aset
material dan keyakinan.
8. Mekanisme koping

B. DiagnosaKeperawatan
1. Kesiapan Peningkatan Perkembangan Usia Lanjut.
2. Potensial berkembangnya integritas diri

C. Rencana Intervensi Keperawatan


Diagnosa keperawatan : Kesiapan Peningkatan Perkembangan Usia Lanjut.
1. Tujuan asuhan keperawatan
Tujuan:
Kognitif, lansia mampu:
a. Memahami ciri perkembangan usia lanjut
b. Menilai makna kehidupan
c. Memahami nilai dan keunikan orang lain
Psikomotor, lansia mampu:
a. Melakukan kegiatan sehari – hari sesuai dengan kemampuan
b. Melakukan kegiatan sosial dan spiritual
c. Menuntun generasi berikut dengan bijaksana
Afektif, lansia mampu:
a. Merasa berarti dalam hidup dan merasa dicintai
b. Menerima ditinggal oleh orang yang dicintai
c. Menerima perubahan kehidupan.
2. Tindakan Keperawatan Untuk Klien
a. Diskusikan perkembangan dan perubahan pada lansia
b. Diskusikan makna dan perubahan fisik
- Makna kesehatan fisik yang telah dirasakan
- Perubahan fisik yang dirasakan saat ini dan adaptasi yang perlu dilakukan.
Misalnya: penglihatan berkurang diatasi dengan memakai kacamata;
pendengaran berkurang diatasi dengan alat bantu dengar; mobilisasi yang
berkurang diatasi dengan alat bantu jalan, pegangan dikamar dan kamar
mandi; cara berpakaian yang aman; cara bangun dari tempat tidur yang
aman.
- Pemeriksaan fisik teratur, olahraga lansia, makanan sehat.
c. Diskusikan makna dan perubahan pikiran
- Prestasi yang pernah dicapai melalui akademik pekerjaan, dan keluarga.
- Perubahan daya ingat: cepat lupa atasi dengan menempatkan segala
sesuatu pada tempat tertentu(jangan berubah – ubah); konsentrasi
berkurang atasi dengan membaca, bermain catur/halma/teka – teki
silang; daya orientasi yang berkurang atasi dengan menempatkan
kalender, jam dengan angka yang besar.
d. Diskusikan makna dan perubahan fungsi sosial
- Perubahan aspek sosial yaitu berkurangnya sahabat, hal ini dapat diatasi
dengan mengenang masa lalu; mengingat keluarga dan sahabat, melihat
album foto, membentuk kelompok sosial lansia.
- Perubahan pekerjaan yaitu pensiun. Hal ini dapat diatasi dengan
mengembangkan bakat yang dapat dilakukan dirumah misalnya membuat
telur asin dan berkebun.
e. Diskusikan makna dan perubahan aspek spiritual
- Kenang masa – masa aktif dalam kegiatan spiritual
- Sesuaikan kegiatan spiritual dengan kondisi fisik
- Membentuk kegiatan ibadah lansia; pengajian, penelaahan alkitab,
berdoa bersama.
3. Tindakan pada Keluarga
a. Jelaskan tahap perkembangan dan perubahan yang terjadi pada lansia
b. Jelaskan cara memfasilitasi integritas diri lansia
c. Sediakan waktu bercakap – cakap dengan lansia tentang makna hidup yang
dialami dan berikan pujian
d. Sediakan tempat yang aman dan nyaman bagi lansia; terang, tidak licin, ada
alat bantu berpegangan, tanda – tanda tempat yang jelas dan lain – lain
e. Fasilitasi pertemuan antar generasi dan beri kesempatan menyampaikan
pengalaman
f. Diskusikan tentang rencana pembagian warisan dan pemakaman
g. Diskusikan masalah kerekatan yang mungkin terjadi dan pelayanan
kesehatan yang tersedia.
4. Tindakan Untuk Kelompok
a. Sesi I: identifikasi masalah dan sumber pendukung di dalam dan diluar
keluarga
b. Sesi II: latih menggunakan system pendukung dalam keluarga
c. Sesi III: latih menggunakan system pendukung luar keluarga
d. Sesi IV: evaluasi hasil dan hambatan penggunaan sumber
pendukung[ CITATION Kel19 \l 1033 ].
5. Tindakan Kolaborasi
a. Melakukan kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain terkait
monitoring kesehatan di rumah, misalkan saat kunjugan yandu lansia
b. Memberikan program terapi dokter (obat) vitamin, suplemen ataupun terapi
rutin penyakit sekunder yang diderita: edukasi 8 benar pemberian obat dan
memberikan sesuai dengan konsep safety pemberian obat
c. Mengobservasi manfaat dan efek samping obat[ CITATION Kel19 \l
1033 ].

Diagnosa keperawatan : Potensial berkembangnya integritas diri


1. Tujuan asuhan keperawatan
a. Lansia dapat menyebutkan karakteristik perkembangan psikososial yang
normal, merasa disayangi dan dibutuhkan keluarganya dan mampu mengikuti
kegiatan social dan keagamaan di lingkungannya.
b. Lansia dapat menjelaskan cara mencapai perkembangan psikososialnya yang
normal dan merasa hidupnya bermakna
c. Lansia melakukan tindakan untuk mencapai perkembangan psikososial yang
normal
2. Tindakan keperawatan untuk klien (lansia)
a. Jelaskan ciri perilaku perkembangan yang normal dan
menyimpang
b. mendiskusikan cara yang dapat dilakukanuntuk mencapai
integritas diri yang utuh
c. mendiskusikan makna hidup lansia selama ini
d. melakukan life review (menceritakan kembali masa
lalunya, mis:keberhasilannya)
e. mendiskusikan keberhasilan yang telah dicapai lansia
f. mengikuti kegiatan sosial dilingkungannya and melakukan
kegiatan kelompok 
g. membimbing lansia membuat rencana kegiatan
untuk mencapai integritas diri
h. memotivasi lansia untuk menjalankan rencana yang telah
dibuat
3. Tindakan keperawatan untuk keluarga :
Tujuan :
a. keluarga dapat menjelaskan perilaku lansia yang
menggambarkan perkembangan psikososial yang normal dan menyimpang
b. keluarga dapat menjelaskan cara memfasilitasi perkembangan lansia
c. keluarga melakukan tindakan untuk memfasilitasi perkembanganlans
ia
d. keluarga merencanakan stimulasi untuk mengembangkan kemampuan
psikososial lansia
Tindakan keperawatan:
a. mendiskusikan cara memfasilitasi perkembangan lansia yang nirmal dengan
keluarga
b. bersama lansia mendiskusikan makna hidup selama ini
c. mendiskusikan keberhasilan yang telah dicapai lansia
d. mendorong lansia untuk ikut kegiatan social (arisan, menengok yang sakit, dll)
e. mendorong lansia untuk ikut kegiatan:,….
f. Mendoromng lansia untuk melakukan life review ( menceritakan kembali masa
lalunya terutama keberhasilannya)
g. Melatih keluarga untuk memfasilitasi perkembangan psikososial lansia
h. Membuat stimulasi perkembangan psikososial lansia
4. Tindakan Untuk Kelompok
e. Sesi I: identifikasi masalah dan sumber pendukung di dalam dan diluar
keluarga
f. Sesi II: latih menggunakan system pendukung dalam keluarga
g. Sesi III: latih menggunakan system pendukung luar keluarga
h. Sesi IV: evaluasi hasil dan hambatan sumber pendukung[ CITATION Kel19 \l 1033
].
5. Tindakan Kolaborasi
d. Melakukan kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain terkait
monitoring kesehatan di rumah, misalkan saat kunjugan yandu lansia
e. Memberikan program terapi dokter (obat) vitamin, suplemen ataupun terapi
rutin penyakit sekunder yang diderita: edukasi 8 benar pemberian obat dan
memberikan sesuai dengan konsep safety pemberian obat
f. Mengobservasi manfaat dan efek samping obat [ CITATION Kel19 \l
1033 ].
D. Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan : Kesiapan Peningkatan Perkembangan Lansia

Perencanaan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
TUM: Setelah dilakukan intervensi 1. Bina hubungan saling percaya dengan Dengan membina hubungan saling
keperawatan selama 1 X pertemuan mengemukan prinsip komunikasi terapeutik: percaya akan membantu
Lansia mampu
lansia dapat membina hubungan a. Sapa lansia dengan ramah baik verbal dan non mempermudah kerjasama agar klien
memahami
saling percaya, dengan kriteria verbal lebih kooperatif
perkembangan
hasil: b. Perkenalkan diri dengan sopan
usia lanjut yang
c. Jelaskan tujuan pertemuan
utuh dan mampu - Ekspresi wajah bersahabat,
d. Tunjukkan sikap empati dan menerima lansia
menuntun - Lansia menunjukkan rasa apa adanya.
generasi senang, ada kontak mata, e. Beri perhatian kepada lansia.
berikutnya dengan - Mau menjawab salam dan
bijaksana - Duduk santai berdampingan
TUK 1: dengan perawat saat pengkajian

Lansia dapat
membina
hubungan saling
percaya
TUK 2 Setelah dilakukan intervensi 1. Adakan pertemuan dengan lansia Informasi tentang perubahan-
keperawatan selama 1 X pertemuan 2. Diskusikan makna kesehatan fisik yang dirasakan perubahan yang terjadi pada lansia
Lansia dapat
lansia dapat mengetahui perubahan 3. Diskusikan perubahan fisik yang terkait dengan adalah normal dan fisiologis sesuai
mengenal makna
fisik yang dirasakan saat ini dan lansia teori perubahan biologis lansia
dan perubahan
mengetahui cara mengatasinya, a. Penglihatan berkurang diatasi dengan kacamata (Hernawati, 2006)), informasi ini
fisiknya
dengan kriteria hasil: b. Mobilisasi yang kurang diatasi dengan alat bantu bagian dari pemberian afirmasi
Lansia dapat menyebutkan tanda- jalan, pegangan di kamar dan kamar mandi positif kepada klien.
tanda perubahan fisik dan dapat c. Cara berpakaian yang aman
menyebutkan cara mengatasinya d. Cara bangun dari tempat tidur yang aman.
4. Diskusikan manfaat pemeriksaan fisik secara
teratur, olahraga lansia, dan makanan sehat.

TUK 3 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan perkembangan dan perubahan pada Memori merupakan salah satu
keperawatan selama 1 – 2 X lansia bagian terpenting dari fungsi kognitif
Lansia dapat
pertemuan, lansia dapat mengenal 2. Diskusikan prestasi yang pernah dicapai melalui manusia, penting untuk selalu
mengenal makna
makna dan perubahan pikiran dan akademik, pekerjaan, dan keluarga memberi stimulasi kognitif yang
dan perubahan
menyebutkan cara mengatasinya, 3. Diskusikan perubahan daya ingat: terdiri dari reality orientation dan
pikiran (fungsi
dengan kriteria hasil: a. Cepat lupa atasi dengan menempatkan segala reminiscence therapy
kognitif)
sesuatu pada tempat tertentu (jangan
- Lansia mampu menyebutkan ( Dara, 2013 )
berubah- ubah)
makna dan perubahan pikiran
b. Konsentrasi berkurang atasi dengan Salah satu jenis stimulai kognitif
- Lansia mampu menyebutkan membaca, bermain catur/halma dan mengisi dengan brain gym.
cara mengatasinya teka teki silang.
c. Daya orientasi berkurang atasi dengan
menempatkan kalender, jam dengan angka
yang besar.

TUK 4 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan perkembangan dan perubahan pada Fungsi sosial berhubungan dengan
keperawatan selama 1 – 2 X lansia fungsi fisik dan mental. Peningkatan
Lansia dapat
pertemuan, lansia dapat mengenal 2. Diskusikan aspek sosial yaitu berkurangnya dalam pola aktivitas dapat secara
mengenal makna
makna dan perubahan fungsi sosial sahabat, hal ini dapat diatasi dengan mengenang negatif mempengaruhi kesehatan
dan perubahan
serta menyebutkan cara masa lalu, mengingat keluarga dan sahabat, fisik dan mental, dan sebaliknya.
fungsi sosial
mengatasinya, dengan kriteria hasil: melihat album foto, membentuk kelompok. Dukungan untuk orang-orang di luar
3. Perubahan pekerjaan yaitu pensiun, hal ini dapat keluarga memainkan peran
- Lansia mampu menyebutkan
diatasi dengan mengembangkan bakat yang signifikan. Dukungan komunitas
makna dan perubahan fungsi dapat dilakukan dirumah, misalnya membuat telur berbasis kepercayaan, khususnya
sosial asin, memelihara ayam/bebek dan berladang dalam bentuk program perawatan,
- Lansia mampu menyebutkan merupakan sumber bantuan yang
cara mengatasinya bermakna bagi orang tua yang tidak
memiliki keluarga, atau memiliki
keluarga di tempat yang terpisah
secara geografis. ( Sisilia, 2017 )
TUK 5 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan perkembangan dan perubahan pada Kondisi spiritual lansia harus dikaji
keperawatan selama 1 – 2 X lansia untuk mengetahui permasalahan
Lansia dapat
pertemuan, lansia dapat mengenal 2. Kenang masa – masa aktif dalam kegiatan yang sebenarnya. Pemberian Terapi
mengenal makna
makna dan perubahan aspek spiritual Spiritual dapat menurunkan tingkat
dan perubahan
spiritual serta menyebutkan cara 3. Diskusikan kegiatan spiritual dan sesuaikan depresi lansia. Perawat dapat
aspek spiritual
mengatasinya, dengan kriteria hasil: dengan kondisi fisik. melakukan asuhan keperawatan
4. Membentuk kegiatan ibadah lansia: pengajian, spiritualitas atau religiusitas pada
- Lansia mampu menyebutkan
penelaahan Alkitab, berdoa bersama. lansia yang dapat membantu
makna dan perubahan aspek
mempertahankan serta
spiritual
memperbesar semangat hidup klien
- Lansia mampu menyebutkan lansia termasuk kesehatan mental
cara mengatasinya depresi. (Nur Ilmi, 2018)

TUK 6 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan dengan keluarga tahap perkembangan Dalam teori kepribadian menurut
keperawatan selama 1 – 2 X dan perubahan yang terjadi pada lansia Ericson menyatakan lansia (usianya
Keluarga dapat
pertemuan, keluarga dapat 2. Jelaskan cara memfasilitasi integritas diri lansia diatas 60 tahun) merasa hidup
mengenal makna
mengenal makna dan perubahan 3. Sediakan waktu untuk bercakap – cakap dengan mereka sudah dekat dengan akhir
dan perubahan
pada lansia dan menyebutkan cara lansia tentang makna hidup yang dialami dan hayat dan pada masa ini kasih
pada lansia
mengatasinya, dengan kriteria hasil: berikan pujian. sayang dari lingkup keluarga
4. Sediakan tempat yang aman dan nyaman buat terdekat merupakan kenikmatan
- Keluarga mampu menyebutkan
lansia: terang, tidak licin, ada alat bantu tersendiri.
makna dan perubahan pada
lansia pegangan, dll
- Keluarga mampu menyebutkan 5. Fasilitasi pertemuan antar generasi dan beri
cara mengatasi perubahan pada kesempatan lansia untuk menyampaikan
lansia. pengalamannya
6. Diskusikan rencana pembagian warisan dan
pemakaman
7. Diskusikan masalah keeratan yang mungkin
terjadi dan pelayanan kesehatan yang tersedia
SRATEGI PELAKSANAAN LANSIA DAN KELUARGA

SP KLIEN USIA LANJUT SP KELUARGA


SP. 1 : SP 1.
Membina Hubungan Saling Percaya - Membina hubungan saling percaya
- Menanyakan pengalaman keluarga
selama merawat lansia
- Menjelaskan makna dan perubahan
pada lansia
- Menjelaskan cara mengatasi
perubahan pada lansia.
- Menganjurkan keluarga untuk
menyediakan waktu bercakap-cakap
dengan lansia

SP 2. :
Menjelaskan makna dan perubahan fisik dan
cara mengatasinya

SP 3 :
Lansia dapat mengenal makna dan perubahan
pikiran (kognitif) :
- Lansia mampu menyebutkan makna dan
perubahan fungsi kognitif
- Lansia mampu menyebutkan cara
mengatasinya

SP 4 :
lansia dapat mengenal makna dan perubahan
fungsi sosial serta menyebutkan cara
mengatasinya

SP 5 :
lansia dapat mengenal makna dan perubahan
aspek spiritual serta menyebutkan cara
mengatasinya, dengan kriteria hasil:

- Lansia mampu menyebutkan makna dan


perubahan aspek spiritual
- Lansia mampu menyebutkan cara
mengatasinya.

STARTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


PADA LANSIA SEHAT JIWA

1. Strategi Pelaksanaan 1 (Sp 1) Lansia


a. Orientasi
- Salam Terapeutik : “selamat pagi, Boleh saya kenalan dengan nenek? Nama
saya Sirila, nenek bisa panggil saya Lala. Saya Mahasiswa Keperawatan
Brawijaya, saya sedang praktik di RT /nenek. Kalau boleh saya tau nama
nenek siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?”.”
- Evaluasi/validasi: Bagaimana perasaan nenekhari ini? Bagaimana tidurnya
tadi malam?
- Kontrak :
 Topik : “Apakah nenek tidak keberatan ngobrol dengan saya? Bagaimana
kalau ngobrol tentang perkembangan nenek? nenek setuju?”
 Waktu : “Berapa lama kira – kira kita bisa ngobrol? nenek maunya berapa
menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
 Tempat : “Dimana kita akan berbincang-bincang?“Bagaimana kalau disini
saja?
b. Kerja
“ Nenek, kalau boleh tau perubahan apa saja yang nenek rasakan saat ini?”
“ Baik, jadi nenek sudah mulai memahami perubahan-perubahan yang terjadi
setelah memasuki masa usia lanjut ya. “
“ Jika nenek tidak keberatan saya akan membuat jadwal kegiatan untuk
mengajak nenek mengenai perubahan fisik, perbahan fungsi kognitif atau
berpikir, perubahan fungsi social serta perubahan spiritual yang memang normal
terjadi pada usia lanjut dan acara mengatasinya. Ada banyak hal yang bisa kita
diskusikan, mulai besok kita akan berdiskusi ya nek. Bagaimana nenek dengan
gambaran penjelasan yang sudah saya sampaikan, Apakah nenek ada yang
ingin disampaikan?
c. Terminasi:
 Evaluasi : “Bagaimana perasaan nenek setelah kita ngobrol?”
 Tindak lanjut ; “Baiklah nek, pertemuan berikutnya kita akan membahas
mengenai makna dan perubahan fisik yang perlu nenek ketahui dalam
menjalani perkembangan usia lanjut.”
 Kontrak yang akan datang
“Kalau begitu bagaimana jika besok saya kembali untuk menemuinenek?
Apakah nenek bersedia?”“ Bagaimana jam 10.00 apakah nenek bisa?”
“ Baik, jika tidak ada yang ingin nenek sampaikan, saya permisi dulu yanek.
Sampai jumpa besok ya nek?”

2. Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2)


a. Orientasi
- Salam Terapeutik : “selamat pagi, Nek, salam selalu sehat nenek .”
- Evaluasi/validasi: Bagaimana perasaan nenekhari ini? Bagaimana tidurnya
semalam?
- Kontrak :
 Topik : Bagaimana kalau kita mulai ngobrol tentang perkembangan dan
perubahan fisik nenek? nenek setuju?”
 Waktu : “Berapa lama kira – kira kita bisa ngobrol? nenek maunya berapa
menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
 Tempat : “Dimana kita akan berbincang-bincang?“Bagaimana kalau
diterassaja?

b. Kerja
“ Nenek, kalau boleh tau perubahan fisik apa yang nenek rasakan saat ini?”
“ Ternyata nenek suka melihat televisi ya, acara apa nek ?”
“ Jika nenek tidak keberatan saya akan membuat jadwal kegiatan untuk
mengajak nenek berdiskusi untuk mengisi waktu luang seperti ini, saya ingin
mengajak nenek untuk berdiskusi mengenai perubahan fisik pada usia lanjut dan
acara mengatasinya. Perubahan fisik yang dialami usia lanjut misalnya
penglihatan berkurang cara mengatasinya dengan memakai kacamata,
pendengaran berkurang bisa diatasi dengan alat bantu dengar, bila tidak bisa
jalan atau tidak kuat bisa diatasi dengan alat bantu tongkat/kursi roda.”
Bagaimana nenek dengan penjelasan yang sudah saya sampaikan, apakah
cukup jelas? Apakah nenek ada yang ingin disampaikan?

c. Terminasi:
 Evaluasi : “Bagaimana perasaan nenek setelah kita ngobrol?”
 Tindak lanjut ; “Baiklah nek, pertemuan berikutnya kita akan membahas
mengenai makna dan perubahan pikiran yang perlu nenek ketahui dalam
menjalani perkembangan usia lanjut.”
 Kontrak yang akan datang
“Kalau begitu bagaimana jika dua hari lagi saya kembali untuk
menemuinenek? Apakah nenek bersedia?”“ Bagaimana jam 10.00 apakah
nenek bisa?”
“ Baik, jika tidak ada yang ingin nenek sampaikan, saya permisi dulu yanek.
Sampai jumpa besok lusa ya nek?”

3. Strategi Pelaksanaan 3 (SP 3)


a. Orientasi
 Salam Terapeutik: “ selamat paginenek”
 Evaluasi/validasi: “ Apa nenek masih mengingat saya? Ya, benar saya
Lala....”
 Bagaimana perasaan nenek hari ini setelah kita ngobrol dua kali?”
 Kontrak waktu:
- Topik : “ Nah untuk hari ini kita akan membahas mengenai makna dan
perubahan fungsi kognitif atau perubahan kemampuan berpikir,apakah
nenek bersedia?”
- Waktu : “ Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Bagaimana kalau 20-30
menit? Bisa?
- Tempat : “ Dimana kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
teras agar lebih santai ?
b. Kerja
“ baik nek, sebelum saya melanjutkan pembicaraan kita, apakah ada yang ingin
nenek sampaikan? Saya siap mendengarkan....
“ baiklah nek jika tidak ada yang ingin disampaikan, saya akan menjelaskan
beberapa hal terkait makna dan perubahan pikiran pada lansia yang normal,
nenek boleh bertanya apabila ada hal yang kurang jelas”
“ Jika boleh tau perubahan daya ingat apa yang nenek rasakan saat ini. Saya
akan mengajak nenek ngobrol mengenai perubahan dayaingat dan cara
mengatasinya. Perubahan daya ingat yang dialami lansia, misalnya cepat lupa
atasi dengan menempatkan segalasesuatu pada tempat tertentu (jangan
berubah-ubah), konsentrasi berkurang atasi dengan membaca, saat memasak
pasang alarm dengan hp mencegah masakan gosong saat ditinggal.”
“Bagaimana nenek dengan penjelasan yang sudah saya sampaikan, apakah
cukup jelas? Apakah nenek ada yang ingin disampaikan?
c. Terminasi
 Evaluasi : “Bagaimana perasaan nenek setelah kita ngobrol dan diskusi hari
ini ?”
 Tindak lanjut : “Baiklah nek, pertemuan berikutnya kita akan membahas
mengenai makna dan perubahan fungsi sosial yang perlunenek ketahui
dalam menjalani perkembangan usia lanjut.”
 Kontrak yang akan datang : “Kalau begitu bagaimana jika besok saya
menemui nenek? Apakah nenek bersedia?”
“ Bagaimana kalau saya datang jam 10.00 apakah nenek bisa?”“ Baik, jika
tidak ada yang ingin nenek sampaikan, saya permisi dulu ya nek.
Sampai jumpa besok ya nek?”

4. Strategi Pelaksanaan 4 (SP 4)


a. Orientasi
 Salam Terapeutik: “ selamat paginenek”
 Evaluasi/validasi: “ “ Apa nenek masih mengingat saya? Ya, benar saya
Lala..., Bagaimana perasaan nenek hari ini setelah kita ngobrol beberapa
hari ini ?”
 Kontrak waktu:
- Topik : “ Nah untuk hari ini kita akan membahas mengenai makna dan
perubahan fungsi sosial,apakah nenek bersedia?”
- Waktu : “ Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Bagaimana kalau 10
menit? Bisa?
- Tempat : “ Dimana kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
teras aja, agar lebih variasi ya nek ?
b. Kerja
“ baik nek, sebelum saya melanjutkan pembicaraan kita, apakah ada yang
ingin nenek sampaikan terkait obrolan kita sebelumnya? Saya siap
mendengarkan....“ baiklahnek jika tidak ada yang ingin disampaikan, saya
akan menjelaskan beberapa hal terkait makna dan perubahan fungsi sosial
pada lansia yang normal, nenek boleh bertanya apabila ada hal yang kurang
jelas”
“ Jika boleh tau perubahan fungsi sosial apa yang nenek rasakan saat ini.
Saya akan mengajak nenek ngobrol mengenai perubahan fungsi sosial dan
cara mengatasinya. Perubahan fungsisosial yang dialami lansia ada 2
macam yaitu perubahan aspek sosial dan perubahan pekerjaan. Perubahan
aspek sosial yaitu akan berkurangnya sahabat, Baik nek, hal ini dapat diatasi
dengan mengenang masa lalu yang menyenangkan, nenek bisa melihat
album foto yang berisi foto-foto mereka, cara lain adalah dengan ikut kegiatan
di masyarakat tentu sudah nenek lakukan, itu sangat baik namun demikian
harus tetap menjaga kondisi fisik dan disesuaikan dengan kekuatan fisiknya
ya nek. Untuk perubahan pekerjaan karena pensiun, hal ini dapat diatasi
dengan mengembangkan bakat yang dapat dilakukan dirumah, misalnya
berkebun atau memasak makanan kesukaan. “Bagaimana nenek dengan
penjelasan yang sudah saya sampaikan, apakah cukup jelas? Apakah nenek
ada yang ingin disampaikan?
c. Terminasi
 Evaluasi : “Bagaimana perasaan nenek setelah kita ngobrol?”
 Tindak lanjut : “Baiklah nek, pertemuan berikutnya kita akan
membahasmakna dan perubahan aspek spiritual ya.”
 Kontrak yang akan datang
“Kalau begitu bagaimana jika besok saya kembali untuk menemui nenek?
Apakah nenek bersedia?”“ Bagaimana kalau saya datang sore hari
apakah nenek bisa?”“ Baik, jika tidak ada yang ingin nenek sampaikan,
saya permisi dulu ya nek.Sampai jumpa besok ya nek?”
5. Strategi Pelaksanaan 5 (SP 5)
a. Orientasi
 Salam Terapeutik: “ selamat sore nenek”
 Evaluasi/validasi: “ Bagaimana perasaan nenek hari ini setelah kita
ngobrol kemarin ?”
 Kontrak waktu:
- Topik : “ Nah untuk hari ini kita akan membahas mengenai makna
dan perubahan aspek spiritual,apakah nenek bersedia?”
- Waktu : “ Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Bagaimana kalau
10 menit? Bisa?
- Tempat : “ Dimana kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau
di sini saja?
b. Kerja
“ Baik nek, sebelum saya melanjutkan pembicaraan kita, apakah ada yang
inginnenek sampaikan terkait obrolan kita sebelumnya? Saya siap
mendengarkan....“ baiklah nek jika tidak ada yang ingin disampaikan, saya
akan menjelaskan beberapa hal terkait dengan makna dan perubahan aspek
spiritual pada lansia yang normal, nenek boleh bertanya apabila ada hal yang
kurang jelas”
“ Jika boleh tau perubahan aspek spiritual apa yang nenek rasakan saat ini.
Saya akan mengajak nenek ngobrol mengenai perubahan aspek spiritual.
Perubahan aspek spiritual yang dialami lansia, misalnya jika saat ini tidak
bisa melakukan ibadah dengan maksimal karena perubahan fisik, atasi
dengan mengenang masa-masa aktif dalam kegiatan spiritual, mengikuti
kegiatan spiritual sesuaikan dengan kondisi fisik saat ini, dengan mengikuti
kegiatan keagamaan di lingkungan itu bagus sekali karena dapat memenuhi
kebutuhan spiritual sekaligus kebutuhan bersosialisasi sehingga tidak merasa
bosan atau jenuh dengan kondisi yang dihadapi. “Bagaimana nenek dengan
penjelasan yang sudah saya sampaikan, apakah cukup jelas? Apakah nenek
ada yang ingin disampaikan?

c. Terminasi
 Evaluasi : “Bagaimana perasaan nenek setelah kita ngobrol dan
berdiskusi dalam beberapa hari ini ? ”
 Tindak lanjut : “Baiklah nek, semoga hasil dari diskusi kita dapat
bermanfaat untuk menjaga kesehatan nenek ya.”
 Kontrak yang akan datang
“Kalau begitu bagaimana jika 2 hari lagi saya kembali, Apakah nenek
bersedia?”“ Bagaimana kalau saya datang jam 09.00 bertemu dengan
anggota keluarga yang lain ? sehingga kita bisa diskusi bersama?”“ Baik,
jika tidak ada yang ingin nenek sampaikan, saya permisi dulu ya nek.
Sampai jumpa besok ya nek?”
1. Strategi Pelaksanaan 1 (Sp 1) Keluarga
a. Orientasi
- Salam Terapeutik : “selamat pagi semuanya, semoga kita semua
senantiasa diberikan kesehatan ya, amin. “
- Evaluasi/validasi: “ Bagaimana perasaan bapak/ibuhari ini? “
- Kontrak waktu
 Topik
“hari ini saya akan menyampaikan informasi terkait perkembangan dan
perubahan yang di alami orang dengan usia lanjut, karena bapak/ibu
adalah anggota keluyarga terdekat dengan nenek, maka diharapkan
dapat menambah pengetahuan saat mendampingi dan merawat nenek.
Apakah bapak/ibusetuju ?
 Waktu : “Berapa lama kira – kira kita bisa ngobrol pak/bu ?Bagaimana
kalau 10 menit? “
 Tempat : “Dimana kita akan berbincang-bincang?“Bagaimana kalau
diterassaja?

b. Kerja:
“nah saya akan mulai menjelaskan tentang tahapan perkembangan dan
perubahan yang terjadi pada usia lanjut, jika ada pertanyaan silahkan
bapak /ibu langsung saja bertanya nggeh ?”“bagaimana pak dari penjelasan
saya tadi apakah ada yang ingin bapak /ibu tanyakan?
"baik jika tidak ada yang ditanyakan saya berharap bapak/ibu dapat
memahaminya”

c. Terminasi:
 Evaluasi
“Bagaimana perasaan atau pendapat bapak/ibusetelah kita ngobrol?”
“bisa bapak/ibu sebutkan apa saja tahapan perkembangan dan perubahan
pada usia lanjut ?”
“baik pak/bu jawaban sudah lumayan bagus, untuk pertemuan hari ini saya
rasa cukup sekian”
 Tindak lanjut
“saya harap bapak/ibu bisa meluangkan waktu untuk bercakap-cakap
dengan nenek, dan juga saya berharap nenek dapat disediakan tempat
aman dan nyaman seperti pencahayaan yang cukup dan lantai yang tidak
licin”
 Kontrak yang akan datang
“jika tidak ada lagi yang bapak/ibu tanyakan saya rasa cukup sekian,
terimakasih atas waktunya bapak/ibu, kita akan bersama-sama membantu
nenek untuk tetap sehat dan bahagia di usia lanjut ini. “
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R.,Y. (2014). AsuhanKeperawatanGerontik, Aplikasi NANDA, NIC dan NOC – jilid
I.,Cetakan I. Jakarta : CV.Trans Info Media

FakultasKeperawatanKekhususanKeperawatanJiwa. Universitas Indonesia.(2016). Draft


Scanning danStandartAsuhanKeperawatan.(tidakdipublikasikan).

Fatimah. (2010). MerawatManusiaLanjutUsiaSuatuPendekatan Proses KeperawatanGerontik.


Jakarta :CV.Trans Info Media

Jazmi, 2016. Askep lansia, repository.ump.ac.id/1268/3 diakses tgl.12 April 2020

Keliat, B.A., Soimah, Mulia, M., Wibawa, I. R., Truyaspodo, K., rasmawati dan Khoirunissa,
M.L. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

KementrianKesehatan RI. (2013). GambaranKesehatanLanjutUsia di Indonesia. Jakarta


:Pusat Data danInformasiKementrianKesehatan RI.

Nugroho, W. (2008).KeperawatanGerontikdanGeriatrik, Edisi 3.Jakarta : EGC

Rahayu, Septirina. (2016). PengalamanLansiaTinggal di PantiSosialTresnaWerdha (PSTW)


dalamMenjalaniKehidupanMasaTuaStudiFenomenologi.Tesis.Program Magister
IlmuKeperawatanFakultasIlmuKeperawatanUniversitas Indonesia.

Stuart, G.W.(2009). Principles and Practice Of Psychiatric Nursing (9th ed). Canada: Mosby,
Inc

Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar KeperawatanJiwa (Psychiatric Mental Health


Nursing).Alihbahasa :Komalasari, R. &Hany, A. Jakarta : EGC.

Yusuf, A., PK, R.F., & Nihayati. H.E. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa 1. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai