Disusun oleh:
ROSSYTA
NIM. 190070300011038
A. Pengertian
Kehamilan adalah suatu rangkaian dari pertemuan sel sperma dengan sel telur yang
sehat dan dilanjutkan dengan fertilisasi, nidasi dan implantasi (Sulistiyowati, 2012).
Kehamilan diawali adanya janin dalam rahim seorang perempuan sebagai hasil
konsepsi yang berlangsung sejak peristiwa tertanamnyahasil konsepsi pada dinding
endometrium di dalam uterus sampai lahirnya janin (Keliat, 2015). Pada masa ini
seorang ibu belajar untuk memahami dan memberikan respons positif terhadap
perubahan fisiologis, psikologis dan sosial selama usia kehamilannya.
Kehamilan adalah suatu proses yang normal akan tetapi kebanyakan wanita
akan mengalami perubahan baik dari segi psikologis maupun emosional selama
kehamilan. Sering kali kita mendengar betapa bahagianya dia karena akan menjadi
seorang ibu tetapi tidak jarang ada wanita yang merasa khawatir kalau terjadi
masalah selama kehamilannya misalnya ibu takut dengan anak yang akan
dilahirkannya apakah normal ataukah tidak atau mungkin ibu takut kehilangan
kecantikannya.
Sedangkan gangguan psikologis adalah Perubahan psikologi pada ibu hamil
merupakan hal yang normal dan merupakan hal yang individual. Didasarkan pada
teori Revarubin. Teori ini menekankan pada pencapaian peran sebagai ibu, dimana
untuk mencapai peran ini diperlukan proses belajar melalui serangkaian aktifitas.
1. Tahap Antisipasi
Dalam tahap ini wanita akan mengawali adaptasi perannya dengan
merubah peran sosialnya melalui latihan formal (misalnya kelas-kelas khusus
kehamilan) dan informal melalui model peran (role model). Meningkatnya frekuensi
interaksi dengan wanita hamil dan ibu muda lainnya akan mempercepat proses
adaptasi untuk mencapai penerimaan peran barunya sebagai seorang ibu.
2. Tahap Honeymoon (menerima peran, mencoba menyesuaikan diri)
Pada tahap ini wanita sudah mulai menerima peran barunya dengan cara
mencoba menyesuaikan diri. Secara internal wanita akan mengubah posisinya
sebagai penerima kasih sayang dari ibunya menjadi pemberi kasih sayang
terhadap bayinya. Untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, wanita akan
menuntut dari pasangannya. Ia akan mencoba menggambarkan figur ibunya
dimasa kecilnya dan membuat suatu daftar hal-hal yang positif dari ibunya untuk
kemudian ia daptasi dan terapkan kepada bayinya nanti. Aspek lain yang
berpengaruh dalam tahap ini adalah seiring dengan sudah mapannya beberapa
persiapan yang berhubungan dengan kelahiran bayi, termasuk dukungan
semangat dari orang-orang terdekatnya.
3. Tahap Stabil (bagaimana mereka dapat melihat penampilan dalam peran)
Tahap sebelumnya mengalami peningkatan sampai ia mengalami suatu
titik stabil dalam penerimaan peran barunya. Ia akan melakukan aktivitas-aktivitas
yang bersifat positif dan berfokus untuk kehamilannya, seperti mencari tahu
tentang informasi seputar persiapan kelahiran, cara mendidik dan merawat anak,
serta hal yang berguna untuk menjaga kondisi kesehatan keluarga.
4. Tahap Akhir (perjanjian)
Meskipun ia sudah cukup stabil dalam menerima perannya, namun ia tetap
mengadakan“perjanjian” dengan dirinya sendiri untuk sedapat mungkin “menepati
janji” mengenai kesepakatan-kesepakatan internal yang telah ia buat berkaitan
dengan apa yang akan ia perankan sejak saat ini sampai bayinya lahir kelak.
a. Trimester 1 :
Sering terjadi fluktuasi lebar aspek emosional sehingga perode ini
mempunyai resiko tinggi untuk terjadi pertengkaran atau rasa tidak nyaman.
b. Trimester II :
Fluktuasi emosional sudah mulai mereda dan perhatian wanita hamil lebih
terfokus pada berbagai perubahan tubuh yang terjadi saat kehamilan,
kehidupan seksual keluarga dan hubungan bathiniah dengan bayi yang
dikandungannya.
c. Trimester III :
Berkaitan dengan bayangan resiko kehamilan dan proses persalinan
sehingga wanita hamil sangat emosional dalam upaya mempersiapkan atau
mewaspadai segala sesuatu yang akan dihadapi.
Reaksi cemas
Gangguan ini ditandai dengan rasa cemas dan ketakutan yang berlebihan, terutama
sekali terhadap hal-hal yang masih tergolong wajar.
Kecemasan baru terlihat apabila wanita tersebut mengungkapkannya karena gejala
klinik yang ada, sangat tidak spesifik (twitchung, tremor, berdebar-debar, kaku otot,
gelisah dan mudah lelah, insomnia)
Timbul gejala-gejala somatik akibat hiperaktifitas otonom (palpitasi, sesak nafas,
rasa dingin ditelapak tangan, berkeringat dingin, pusing, rasa terganjal pada leher).
Tenangkan dengan psikoterapi. Walau kadang-kadang upaya ini kurang memberi
hasil tetapi prosedur ini sebaiknya paling pertama dilakukan.
Hanya pada pasien dengan reaksi cemas berat, berikan diazepam 3 x 2 mg per hari.
Bila pasien tidak mampu untuk melakukan kegiatan sehari-hari atau kekurangan
asupan kalori/gizi maka harus dilakukan rawat inap di rumah sakit.
Reaksi panik
Ditandai dengan rasa takut dan gelisah yang hebat, terjadi dalam periode yang relatif
singkat dan tanpa sebab-sebab yang jelas.
Pasien mengeluhkan nafas sesak atau rasa tercekik, telinga berdenging, jantung
berdebar, mata kabur, rasa melayang, takut mati atau merasa tidak akan tergolong
lagi.
Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien gelisah dan ketakutan, muka pucat
pandangan liar, pernafasan pendek dan cepat dan takhikardi.
Tenangkan secara verbal, sebelum psikoterapi atau medikamentosaa. Sebaiknya
pasien dirawat untuk observasi tehadap reaksi panik ulangan dan pemberian terapi.
Karena reaksi panik hanya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat, cukup
diberikan dosis tunggal diazepam 5 mg IV.
Reaksi Obsesif-Kompulsif
Gambaran spesifik dari gangguan ini adalah selalu timbulnya perasaan, rangsangan
ataupun pikiran untuk melakukan sesuatu, tanpa objek yang jelas, diikuti dengan
perbuatan yang dilakukan secara berulang kali.
Pengulangan perbuatan tersebut dapat mencelakai dirinya, bayi yang dikandung
atau orang lain.
Adanya potensi gawat darurat pada wanita hamil dengan reaksi obsesif-kompulsif
menjadi alasan untuk dirawat di rumah sakit atau dalam pengawasan tim medis
yang memadai. Psikoterapi cukup membantu untuk mengembalikan wanita ini pada
status emosional yang normal.
Pada kasus yang berat, beri diazepam 5 mg IV dan observasi ketat.
Depresi berat
Depresi pada wanita hamil, ditandai oleh perasaan sedih, tidak bergairah,
menyendiri, penurunan berat badan, insomnia, kelemahan, rasa tidak dihargai dan
pada kasus yang berat, ada keinginan untuk melakukan bunuh diri.
Penelitian di RS Dr. Sutomo, Surabaya (1990) menunjukkan angka kejadian Depresi
Pascapersalinan (Postpartum Blues) sebesar 15,2 % (persalinan fisiologis) dan 46,2
% (persalinan patologis).
Sulit untuk melakukan komunikasi karena mereka cenderung menarik diri, tidak
mampu berkonsentrasi, kurang perhatian dan sulit untuk mengingat sesuatu .
Gunakan anti depresan Amitryptyline 2 x 10 mg oral.
Terapi kejutan listrik (ECT) digunakan apabila psikofarmaka gagal dan reaksi depresi
membahayakan pasien.
Objektif:
Trimester II
Subjektif:
Objektif:
Trimester III
Subjektif:
Objektif:
Pada Keluarga
2. Tindakan Keperawatan
Tindakan pada ibu hamil
a. Diskusikan tentang perkembangan yang normal yang dialami selama kehamilan.
b. Diskusikan tentang perkembangan yang menyimpang yang dialami selama
kahamilan
c. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial pada kehamilan
dan cara adaptasi
d. Diskusikan tentang cara mencapai pertumbuhan dan perkembangan janin yang
normal dengan bonding dan attachment tercapai:
1) Trimester I : menyentuh/mengelus perut, berusaha bersikap tenang saat
mengetahui kepastian kehamilan, menghindari stres, mulai mengajak janin
berbicara, banyak berdoa, meditasi atau ibadah lain, berusaha memenuhi
kebutuhan gizi janin, makan sedikit tapi sering, melakukan kegiatan yang
menyenangkan, selalu berfikir positif (berbaik sangka terhadap segala
sesuatu yang terjadi)
2) Terimester II : mengajak janin berbicara lebih sering sambil mengelus perut
ibu, kenalkan suara orang – orang di sekitar (ayak, kakak, nenek, kakek)
secara teratur, mendengar musik yang lembut, mendengarkan bacaan kitab
suci, tetap menjaga keseimbangan emosi, tidak mudah marah atau sedih,
menghindari berkata dan berbuat negatif, meyakini ada ikatan dengan janin,
merespons gerakan janin dengan mengusap, menekan dan sedikit
menggoyang perut.
3) Trimester III : laku semua tindakan yang dilakukan pada trimester I dan
II,sering jalan pagi, senam hamil, mengenalkan lingkungan sambil mengajak
janin berbicara, kenalkan janin dengan cahaya (menyenter/mengarahkan
lampu ke perut ibu), makan makanan yang bervariasi rasanya, melakukan
setiap kegiatan dengan hati yang tenang, senang dan ikhlas, lebih sering
melakukan latihan relaksasi, hindari rokok dan alkohol.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Kesiapan peningkatan menjadi orang tua
Rencana Intervensi Keperawatan
Kesiapan peningkatan menjadi orang tua (SDKI)
Perencanaan
Diagnosis Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional
keperawatan
Kesiapan Setelah 3 kali melakukan Dukungan penampilan peran
peningkatan interaksi dengan klien peran
Observasi
menjadi orang tua menjadi orang tua diharapkan
membaik dengan kriteria hasil 1. Identifikasi berbagai peran dan periode transisi 1. Mengidentifikasi peran dalam masa
sesuai dengan tingkat perkembangan transisi dapat membatu adaptasi
1. Keinginan meningkatkan
keluarga sesuai dengan tingkat
peran menjadi orang tua 2. Identifikasi peran yang ada dalam keluarga
perkembangannya
2. Verbalisasi kepuasan 3. Identifikasi jika ada peran dalam keluarga yang
2. Identifikasi peran dalam keluarga
memiliki bayi tidak terpenuhi
memudahkan pemberi asuhan dalam
3. Perilaku positif menjadi orang meyusun tindakan apa yang akan
tua diberikan kepada keluarga
2. Identifikasi tentang perawatan masa kehamilan 3. Edukasi kepada klien dan keluarga
juga meningkatkan pengetahuan
Terapeutik : tentang perawatan kehamilan pada
1. Sediakan materi dan media pendidikan klien, bagaimana cara
kesehatan perawatannya, dan lain sebaginya
serta membantu keluarga dalam
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai mendapatkan informasi yang
kesepakatan adekuat dalam melaksanakan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya perawatan kehamilan klien.
Edukasi
1. Evaluasi kegiatan yang sudah dilakukan. 1. Evaluasi kegiatan yang sudah dilakukan
dirumah bersama keluarga
2. Beri pujian terhadap keberhasilan pasien
melakukan kegiatan 2. Memfasilitasi kegiatan yang dapat
dilaksanakan dirumah
A. PROSES KEPERAWATAN
c. Cara menyesuaikan diri terhadap perubahan biologis, psikologis dan sosial selama
masa kehamilan
4.Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“ Selamat pagiIbu”.
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana keadaan Ibu hari ini ? bagaimana dengan kondisi kehamilan ibu
sekarang?”
c. Kontrak
Topik
”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap mengenai kondisi bu terkait dengan kehamilan
ibu ?”
Waktu
” Berapa lama ibu punya waktu untuk berbincang- bincang dengan saya ?Bagaimana
kalau 20 menit ?”
Tempat
”Dimana kita bisa berbincang-bincang ? Bagaimana kalau di ruang tamu ?”
Tujuan
”Agar ibu dapat memhami kondisi kehamilan ibu, bagaimana perubahan bentuk tubuh
yang akan ibu alami, kemudian nutrisinya dan perawatan selama kehamilan Ibu”
2. Fase Kerja
”Mari bu kita membicarakan tentang kondisi kehamilan ibudulu dan saat ini.
Bagaimana perasaan Ibu dan harapan ibu terhadap kondisi kehamilan dan
perubahan tubuh yang dirasakan saat ini?”
“baiklah bu, hal seperti itu memang sudah umum dan normal dialami oleh ibu hamil,
oleh karena itu kita perlu memahami penyebabnya agar ibu tidak salah memahami
tentang proses perubahan tubuh yang terjadi selama proses kehamilan”.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
Subyektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berdiskusi tadi?”
Obyektif
”Coba ibu sebutkan perubahan atau gejala apa saja yang biasa muncul
pada ibu hamil”?
b. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
”Baiklah Ibu, selanjutnya dipertemuan berikutnya kita akan membahas tentang
nutrisi selama kehamilan, bagaimana ibu?”
c. Kontrak yang akan datang
Topik
”Baiklah Ibu, selanjutnya dipertemuan berikutnya kita akan membahas tentang
nutrisi selama kehamilan, bagaimana ibu?”
Waktu
”Kalau begitu jam berapa kita akan bertemu untuk membahasnya?”
Tempat
”Ibu mau dimana?”
Baik terimakasih sampaii jumpa dipertemuan yang akan datang..
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna dkk. 2011. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC: Jakarta.
Yusuf., Fitriyasari, R., & Nihayati, H.E. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba Medika:
Jakarta.
Mannawi, Juwita. 2016. Asuhan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh pada Pasien
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Bayi merupakan didefinisikan pada keperawatan anak yaitu individu yang berusia 0 – 18
bulan yang sedang dalam proses tumbuh – kembang (Supartini, 2004) dan Pada usia
tersebut, Errikson menambahkan terjadi perkembangan psikososial dimana padausia ini
bayi belajar terhadap kepercayaan dan ketidakpercayaan (Trust and Mistrust). Masa
inimerupakan krisis pertama yang dihadapi oleh bayi (Videbeck, 2008).
B. Karakteristik Perilaku
Karakteristik normal bayi : 0 – 18 bulan :
C. Tahap Perkembangan
Menururt Whaley dan Wong (2000) dalam Supartini (2004) pertumbuhan sebagai
peningkatan jumlah dan ukuran sedangkan perkembangan adalah peningkatan secara
kualitas dimana terjadi peningkatan kapasitas individu untuk berfungsi yang dicapai melalui
proses pertumbuhan, pematangan, dan pembelajaran.
Perkembangan Psikososial Freud fase oral, fase anal, fase laten, dan fase genital, menururt
freud bayi usia 0 – 18 bulan masuk pada fase oral fase oral. Pada usia ini menurut Freud,
anak mulai sensitif terhadap seseorang yang memberikannya kasih sayang. Anak mulai
dapat mempercayai orang lain yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
Tahap perkembangan yang lain oleh Erikson dalam Supartini (2004), mengklasifikasikan
menjadi lima tahap perkembangan psikososial yaitu, percaya versus tidak percaya, otonomi
versus rasa malu dan ragu, inisiatif versus rasa bersalah, industry versus inferiority, dan
identitas dan kerancuan peran. Tahap infant (sampai dengan 1 tahun) dalam fase trust and
mistrust, pada fase ini merupakan tahapan perkembangan yang sangat penting karena
pertama kalinya anak terbentuk rasa percaya kepada orang lain, yaitu kepada orang tuanya
sehingga jika pada usia 0 – 1 tahun orang tua tidak memperhatikan tahap perkembangan
ini, akan terjadi ketidakpercayaan anak pada orang lain.
D. PROSES TERJADINYA
1. Presdiposisi
a. Biologi
Faktor biologi merupakan faktor fisik dari bayi baik selama kehamilan sampai
kelahiran. Faktor yang mempengaruhinya yaitu:
1) Latar belakang Genetik : latar belakang bawaan normal, tidak memiliki latar
belakang penyakit yang menurun secara genetik.
2) Tidak ada riwayat kembar monozygot.: tidak ada riwayat penyakit
keturunan, riwayat terjadi kelainan kromosom 6,4,8,5,22 (seperti sindrom
down, sindrom turner)
3) Riwayat Prenatal baik : ibu selalu melakukan pemeriksaan kehamilan,
melakukan suntik TT
4) Riwayat intranatal dan postnatal baik: lahir secara spontan, tidak terjadi
asfiksia pada bayi, IRDS dan penyulit saat melahirkan. Pada post natal bayi
memiliki reflek hisap yang baik, pemberian ASI tidak mengalami hambatan.
5) Status nutrisi : Berat badan lahir tidak kurang dari 2500 gram
6) Tidak ada kelainan hormone
7) Riwayat kehamilan dan persalinan: ibu saat hamil menderita preklamsia,
kejang, hipertensi, saat lahir bayi BBLR dan lahir sebelum waktunya
8) Status Gizi: BB 5 bulan < 2 x BB lahir, BB 1 tahun < 3 x BB lahir dan TB 1
tahun< 1,5 x TB lahir
9) Kondisi kesehatan secara umum: riwayat imunisasi dasar
10)Penyakit Infeksi
b. Psikologis
1) Intelegensi/ ketrampilan verbal
Mampu mengoceh dan tertawa saat dibunyikan suara kerincingan.
Menengok ke arah sumber suara pada saat dipanggil namanya.
Kecerdasan dimiliki anak sejak lahir, anak yang memiliki tingkat
kecerdasan yang tinggi dapat di dorong oleh stimulus lingkungan untuk
berprestasi secra cemerlang.
2) Moral
Perkembangan moral anak yang dikemukakan Kohlberg didasarkan pada
perkembangan kognitif anak, pada infant masuk kedalam fase
preconventional anak belajar baik, dan buruk atau benar dan salah melalui
budaya sebagai dasar dalam peletakan nilai moral (Supartini, 2004). Peran
orang tua yang menjadi panutan moral bayi saat berbicara dengan bayi.
3) Kepribadian
Infant memiliki respon dengan menangis saat terjadi ketidaknyamanan
pada dirinya, contohnya popok basah,lapar dan lain sebagainya.
4) Pengalaman masa lalu
Pengalaman saat intranatal, prenatal, dan post natal, pada fase ini apakah
kehamilan diinginkan, terjadi trauma, apakah bayi mendapat perhatian dari
ibunya seperti IMD
5) Konsep diri
Mulai tidak mempercayai, membedakan diri dari lingkungan.
6) Motivasi
Tersenyum saat ada yang mengajak bercanda, memeluk dan mencium
7) Self control
Bayi mulai mengenal orang – orang terdekatnya yang menjadi
kepercayaan, sehingga jika diajak oleh orang lain dia akan merespon
menangis, karena merasa asing.
c. Sosial budaya
1) Usia : 0 – 18 bulan
2) Gender : laki – laki / perempuan
3) Status sosial: anak kandung, anak adopsi
4) Latar belakang budaya: Ras/suku bangsa kulit putih mempunyai
pertumbuhan somatik lebih tinggi daripada bangsa Asia
5) Pengalaman sosial: digandeng, dipeluk dan dibuai saat menangis menjadi
senang, Diberi makan dan minum jika haus dan lapar, diselimuti jika
kedinginan, diajak bermain dan berbicara
6) Peran sosial: bayi diterima sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
7) Agama dan Keyakinan : apakah gama yang diikuti bayi sama dengan kedua
orang tuanya atau dengan orangtua yang berbeda agama
2. Presipitasi
a. Natural
1) Biologi
Pemberian ASI Esklusif
Nutrisi gizi seimbang
Makanan tambahan diberikan setelah bayi berusia 6 bulan
Makanan padat diberikan setelah usia 12 bulan
BB bayi sesuai dengan TB: BB 5 bulan = 2 x BB lahir, BB 1 tahun 3 x BB
lahir
2) Psikologis
Keluarga memperlakukan bayi dengan penuh kasih sayang, menyebut
dengan panggilan sayang, memberikan respon saat bayi melakukan sesuatu
Menunjukkan rasa cinta, kasih sayang dan rasa aman pada bayi
Sering mengajak anak berbicara dengan lembut, panggil bayi dengan
namanya
Sering memeluk dan mencium anak’
Membuai, menimang dan menidurkan anak dan membacakan cerita
Membujuk ketika bayi rewel
Sering mengajak anak bermain
Memperlihatkan gambar yang lucu dan menarik
Mengajak melihat dirinya dikaca
Pada saat bayi menangis segera mencari tahu kebutuhan dasar yang
terganggu (lapar, haus, basah dan sakit)
3) Sosial budaya
Eksternal : Cuaca, keadaan geografis, struktur bangunan, ventilasi baik
kepadatan hunian layak, lingkungan memberikan pengaruh terhadap
perkembangan anak
Internal : Keluarga merasa bangga dan menerima bayi dalam
keluarganya dengan mengajaknya mengenal lingkungan, bersalaman,
dan mengenalkan dengan orang lain.
b. Origin
1) Internal: Anak senang dan gembira menerima stimulasi dan pertumbuhan
perkembangan sesuai usia
2) Eksternal: Pola asuh diikuti oleh fasilitas dan pelayanan yang memadai
c. Timing
Stimulasi disesuaikan dengan usia bayi, sehingga pencapaian perkembangannay
sesuai jangan sampai lebih lambat dalam menstimulasi.
d. Number
Semakin sering stimulasi dilakukan semakin baik bagi perkembangan anak, dan
disesuaikan dengan usia anak.
2. Aspek Kognitif
1) Usia 0 – 6 Bulan
Mengenal orang yang dekat/familiar
Mulai berusaha mencari benda yang hilang
Menendang saat lapar
2) Usia 6 – 12 Bulan
Menunjukkan gambar
Mengulang kata-kata
Menunjuk bagian-bagian tubuhnya
3) Usia 12 – 18 Bulan
Mengikuti perintah sederhana
Meniru kegiatan orang lain
3. Aspek Bahasa
1) Usia 0 – 6 Bulan
Mengoceh spontan
Mulai menggumam
2) Usia 6 – 12 Bulan
Mengeluarkan suara tanpa arti
Mencari sumber suara
Menirukan kata-kata
3) Usia 12 – 18 Bulan
Dapat mengatakan lima sampai sepuluh kata
4. Aspek Emosi
1) Usia 0 – 6 Bulan
Terpenuhinya kebutuhan rasa aman dan nyaman
Mengenal lingkungan diluar rumah
2) Usia 6 – 12 Bulan
Terpenuhinya rasa aman dan nyaman
Mengenal lingkungan diluar rumah
3) Usia 12 – 18 Bulan
Memperlihatkan rasa cemburu dan bersaing
5. Aspek Kepribadian
1) Usia 0 – 6 Bulan
Melihat diri didepan kaca
Terpenuhinya kebutuhan rasa nyaman
2) Usia 6 – 12 Bulan
Berusaha meraih mainan
Terpenuhinya kebutuhan rasa nyaman
3) Usia 12 – 18 Bulan
Mengekspresikan rasa takut dan malu
6. Aspek Moral
1) Usia 0 – 6 Bulan
Menggunakan tangan kanan dalam memberikan sesuatu dengan arahan orang
lain
Menggunakan tangan kanan dalam menerima sesuatu dengan arahan orang
lain
2) Usia 6 – 12 Bulan
Menggunakan tangan kanan saat makan
Menggunakan tangan kanan saat memberikan sesuatu
Menggunakan tangan akan saat menerima sesuatu
3) Usia 12 – 18 Bulan
Menggunakan tangan kanan saat makan
Menggunakan tangan kanan saat memberikan sesuatu
Menggunakan tangan akan saat menerima sesuatu
7. Aspek Spiritual
1) Usia 0 – 6 Bulan
Tampak nyaman dan mendengarkan ketika ibunya membacakan kitab suci
Tampak nyaman ketika dibacakan doa
2) Usia 6 – 12 Bulan
Tampak memperhatikan dan mendengarkan ketika ibunya membacakan kitab
suci
Tampak senang ketika dibacakan doa makan
3) Usia 12 – 18 Bulan
Tampak memperhatikan dan mendengarkan ketika ibunya membacakan kitab
suci
Tampak senang ketika dibacakan doa makan
8. Aspek Psikososial
1) Usia 0 – 6 Bulan
Tumbuhnya kemampuan sosialisasi
Senang / nyaman ketika diberikan pujian
2) Usia 6 – 12 Bulan
Bisa bermain ciluk ba
Menoleh ketika dipanggil namanya
3) Usia 12 – 18 Bulan
Mengeksplorasi sekeliling rumah
F. Sumber Koping
1. Personal
a. Masa intrauterin baik, tidak ada gangguan
b. perkembangan normal (sehnat)
c. Senang menerima stimulasi
d. Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
2. Sosial
a. Orangtua lengkap dan motivasi tinggi untuk stimulasi perkembangan.
b. Sanitasi lingkungan baik.
c. Masyarakat di sekitarnya baik (aturan, norma, agama dan pendidikan)
d. Orangtua mengetahui cara menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan
sesuai usia anak.
3. Materia Asset
a. Orangtua bekerja, sosial ekonomi memadai
b. Sarana dan prasarana tersedia sesuai dengan usia perkembangan
c. Positif belief : terhadap kesembuhannya dan layanan kesehatan
G. Mekanisme Koping
1. Konstruktif
Berespon terhadap stimulus yang datang secara tepat, menangis jika kebutuhan
dasar tidak terpenuhi
2. Destruktif
Sering menangis hingga berontak ketika digendong, dan regreasi dan sering
mengompol
H. Pathway
Rasa Percaya
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :
Ajak bayi bermain (suara lucu, anak usia 0-5 tahun. Stimula
TUK 4: Setelah diberikan askep selama 1. Jelaskan perkemangan bayang harus Keluarga merupakan oran
Keluarga/pengasuh/ ... menit dalam ..x pertemuan dicapai bayi terdekat dengan pasie
care giver dapat diharapkan TU dan TUK dapat 2. Jelaskan cara memfasilitasi perkemabgan dikarenakan itu yang dap
mengerti, tercapai dengan kriteria hasil : rasa percaya diri bayi selalu memberikan stimula
memfasilitasi, 1. Keluarga mengerti 3. Latih cara menstimulasi perkembagan rasa dan deteksi dini pada ba
melatih/menstimulas perkembangan yang harus percaya diri bayi adalah ibunya sendiri ata
i perkembangan dicapai bayi 4. Latih keluarga menciptakan suasana keluarganya sendiri sehingg
bayi sesuai 2. Keluarga keluarga yang menstimulasi sangat pentin
umurnya memfasilitasi.melatih/mensti perkemabganan rasa percaya bayi eluarga/pengasuh untu
mulasi perkembaganan bayi 5. Diskusikan tanda penyimpangan mengetahui perkemangan da
3. Keluarga dekat dengan bayi perkemabgan dan cara mengatasinya pertumbuhan yang sesu
6. Motivasi kedekatan pengasuh/keluarga dengan umur serta melatih ata
dengan bayi menstimulasi perkemanga
bayi/anak sesuai dengan umur
L. Implementasi Keperawatan
1. Strategi Pelaksanaan (SP)
PASIEN KELUARGA
SP 1 SP 1
1. Melakukan pengkajian sesuai 1. Diskusikan masalah yang dihadapi oleh
dengan format pengkajian keluarga
2. Melihat pertumbuhan dan 2. Jelaskan perkembangan yang harus
perkembangan bayi dicapai bayi
3. Menentukan apakah terdapat 3. Diskusikan tanda penyimpangan
penyimpangan pertumbuhan dan perkemabganan dan cara mengatasinya
perkemangan bayi sesuai dengan 4. Latih cara menstimulasi perkembangan
usianya bayi dalam hal kognitif sesuai dengan
4. Melatih perkembangan bayi usia bayi sekarang
dalam hal kognitif sesuai dengan
usianya
SP 2 SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kegiatan yang sudah dilakukan
dilakukan. sebelumnya
2. Melatih psikomotor dan afektif 2. Latih cara menstimulasi perkemangan
bayi dalam hal psikomot dan afektif
bayi sesuai dengan usia bayi
sesuai dengan usia bayi
sekarang
STRATEGI PELAKSANAAN SP-1 KELUARGA : MENJELASKAN PERILAKU BAYI YANG
NORMAL DAN MENYIMPANG SERTA CARA MENSTIMULASINYA
A. Kondisi Pasien
B. Diagnosa Keperawatan
C. Tujuan
D. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan :
Jika ibu akan pergi, jelaskan dan katakan akan kembali. Pada saat kembali,
jelaskan bahwa ibu menepati janji
Tindakan keperawatan :
E. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
“selamat pagi Ibu. Saya perawat Riri dari puskesmas Pauh. Saya merupakan
mahasiswa praktek profesi ners dari fkep Unand. Nama Ibu siapa? Biasa dipanggil
apa? Bagaimana kondisi bayi Ibu? Siapa namanya? Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang tentang perkembangan bayi Ibu? Berapa lama Ibu punya waktu?
Bagaimana kalau 30 menit? Dimana kita akan bicara? Di ruangan ini saja? Baiklah
bu.”
2. Kerja
“Apakah menurut Ibu merawat bayi itu penting? Mengapa? Betul sekali. Selain itu
dengan merawat bayi secara baik dan benar, bayi akan merasa nyaman dan nyaman
sehingga memupuk rasa percaya bayi terhadap lingkungan, karena jika tidak bayi
akan mengalami rasa tidak percaya dan akan menghambat perkembangan
seterusnya.
“Perkembangan utama bayi adalah dapat memupuk rasa percaya, artinya bayi harus
dapat memercayai orang sekitar, khususnya itu karena pada usia ini bayi sangat
bergantung pada orang lain. Beberapa perilaku yang menandakan bayi mempunyai
rasa percaya adalah bayi bereaksi senang ketika ibunya datang, memperhatikan/
memandang wajah orang yang mengajak bicara dan mencari suara orang yang
memanggil namanya, bayi tidak langsung menangis saat bertemu orang asing, atau
bayi akan menangis saat lapar, haus, sakit dan gerah. Apakah bayi Ibu berperilaku
seperti ini? Kalau begitu Ibu merawatnya dengan baik. Supaya perkembangan bayi
lebih baik lagi, Ibu harus selalu memenuhi kebutuhannya, seperti makan, minum,
tidur, kebersihan, tidak nyeri, tidak kepanasan, merasa dicintai dan disayangi oleh
ibunya. Ibu juga harus mengajaknya berbicara dan jangan memperhatikan hal lain
saat menyusui atau merawatnya karena dapat menyebabkan bayi merasa tidak
diperhatikan. “
“Apakah ibu memperhatikan bagaimana perilaku bayi setelah makan atau disusui? Itu
mennadakan ia sangat senang dan nyaman. Kalau itu berlangsung terus sampai
berusia 1,5 tahun, bayi akan mempunyai rasa percaya pada lingkungan. Rasa
percaya ini akan membuat bayi jadi mudah bergaul dengan orang lain setelah besar
nanti. Sebaliknya jika kebutuhan tadi tidak terpenuhi, bayi akan mudah rewel, sulit
berpisah dengan ibunya, dan menjerit-jerit jika berpisah dengan ibu atau sulit berhenti
menghisap jempol/ empeng. Jika hal itu terjadi ibu harus membuat bayi percaya lagi
dengan cara memenuhi semua kebutuhan dasar bayi, menjaga agar bayi merasa
nyaman, diperhatikan, dicintai, dan disayang oleh orang sekitar. Menurut ibu, bayi Ibu
termasuk yang mana? Bagus sekali, Ibu sudah dapat membuat bayi percaya.”
Mari kita coba lakukan ke anak ibu. Coba panggil namanya. Bagus, lihat bu, mukanya
gembira saat ibu panggil dan ibu gendong. Coba saya gendong. Mari dek sama ibu. :
(sambil mengulurkan tangan), “Lihat bu, dia lihat dulu muka saya dan tidak mau saya
gendong. Ini normal Bu karena dia baru pertama kali bertemu saya dan tidak boleh
dipaksa. Nanti kalau sudah kenal dan percaya pada saya, dia akan mau.”
3. Terminasi
a. Evaluasi
“Nah Bu, kita sudah berbincang-bincang tentang perkembangan bayi normal dan
menyimpang. Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Bermanfaat? Apakah Ibu
masih ingat bagaimana cara merawat bayi supaya ia berkembang lebih baik lagi?
Betul sekali. Bagus, Ibu sudah mengingat dengan baik. Apakah masih ada hal lain
yang ingin Ibu ketahui? Kalau begitu, Ibu dapat mencoba beberapa cara yang
belum dilakukan selama ini dan pada pertemuan berikutnya seritakan kepada
saya. Saya dapat kesini lagi besok. Adakah yang ingin Ibu ketahui lagi dan dapat
dibicarakan besok? Kalau begitu, besok kita akan bicarakan tindakan yang Ibu
lakukan dan bagaimana mempertahankannya. Baiklah, saya permisi dulu Bu.
Sampai jumpa.”
STRATEGI PELAKSANAAN SP-2 KELUARGA : MENDEMONSTRASIKAN DAN MELATIH
KELUARGA UNTUK MENGEMBANGKAN RASA PERCAYA BAYI TERHADAP ORANG
LAIN
A. Kondisi Pasien
B. Diagnosa Keperawatan
C. Tujuan
D. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan :
Jika ibu akan pergi, jelaskan dan katakan akan kembali. Pada saat kembali,
jelaskan bahwa ibu menepati janji
Tindakan keperawatan :
E. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
“Selamat pagi Ibu. Apakah ibu sudah mencoba cara merawat anak yang kita
bicarakan minggu lalu? Bagaimana hasilnya? Hari ini kita akan membahas cara
menstimulasi anak, sekaligus mendemonstrasikannya. Dimana anak ibu? Dapatlah
dibawa kesini? Berapa lama kita akan berbincang-bincang? 15-20 menit? Dimana
enaknya bu? Disini saja? Baiklah kalau begitu.”
2. Kerja
“Sesuai dengan petunjuk di leaflet ini, cara menstimulasi perkembangan bayi adalah
memberi rasa aman dan nyaman bagi bayi. Cara yang dapat Ibu lakukan untuk
membuat bayi merasa aman dan nyaman adalah menyusui, memandikan secara
teratur, membersihkan kotoran atau kencing, menjaga agar tidak kegerahan,
memeluk menggendong, membuai, mengajaknya bicara, menjaga agar tidak jatuh
atau cedera. Apakah Ibu sudah melakukan semua itu? Tindakan mana yang belum
Ibu lakukan? Apakah ada kesulitan untuk melakukannya? Apa yang sudah Ibu
lakukan untuk mengatasinya? Dapatkah ibu perlihatkan bagaimana cara Ibu
menyusui bayi Ibu? Bagus. Cara Ibu menyusui sudah betul, hanya akan lebih baik
lagi jika perhatian dan konsentrasi Ibu hanya tertuju pada bayi atau sambil berbicara
perlahan. Coba sekarang fokuskan pikiran dan hati ibu pada bayi. Senyum dan ajak
bicara perlahan. Bagus, Ibu sudah melakukannya dengan baik. Jadi saat menyusui
kita fokus pada bayi, tidak sambil mengerjakan hal lain. Hal lain yang harus dilakukan
adalah lebih menjaga kebersihan dan kemanannya. Berkomunikasi baik verbal
maupun nonverbal juga sangat mempengaruhi rasa aman bayi.”
3. Terminasi
“Nah Bu, kita sudah berbincang-bincang tentang cara membuat bayi merasa percaya
pada lingkungan.. Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apakah bermanfaat?
Alhamdulillah kalau begitu. Apakah Ibu masih ingat bagaimana cara merawat bayi
supaya ia berkembang lebih baik lagi? Betul sekali. Bagus, Ibu sudah mengingat
dengan baik. Apakah masih ada hal lain yang ingin Ibu ketahui? Kalau begitu, Ibu
dapat mencoba beberapa cara yang belum dilakukan selama ini dan pada pertemuan
berikutnya ceritakan kepada saya. Saya dapat kesini lagi besok. Adakah yang ingin
1Ibu ketahui lagi dan dapat dibicarakan besok? Kalau begitu, besok kita akan
bicarakan tindakan yang Ibu lakukan dan bagaimana mempertahankannya. Baiklah,
saya permisi dulu Bu. Sampai jumpa.”
DAFTAR PUSTAKA
Chamidah, A. N. (2009). Pentingnya Stimulasi Dini Bagi Tumbuh Kembang Otak Anak.
Talkshow Tumbuh Kembang Dan Kesehatan Anak, 1–7.
Keliat, B.A, Wiyono, Akemat. P.W dan Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus Gangguan
Jiwa CMHN (Intermediate Course). Cetakan I. Jakarta: EGC
Stuart,Gail W. (2013). Priciples & Practice of Psychiatric Nursing ed.9. Philadelphia: Elsevier
Mosby
Supartini, Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC
Townsend. M.C, (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri Rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Wong, et all.(2002). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Ed.6, vol 1 alih bahasa :Agus
Sutarna, Netty Juniarti, H.Y.Kuncara. Jakarta:EGC
Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Perkembangan Psikososial
Masa Toddler (18 Bulan-3tahun)
2. Otonomi Vs rasa malu dan ragu-ragu (akhir masa pra kanak-kanak, sekitar 2-4 th)
Pada fase ini anak mulai belajar untuk berdiri sendiri (otonomi). Untuk itu
orang tua diharapkan dapat bertindak tegas tetapi melindungi, mendukung dan
memberi kesempatan keinginan otonomi serta melindungi dari keraguan dan rasa
bersalah. Apabila fase ini berhasil dilalui dengan baik, anak akan mengembang
otonomi, dengan memandang diri sebagai pribadi yang terpisah dari orang tua, tapi
masih tergantung. Sebaliknya apabila gagal anak akan mengembangkan rasa malu
dan ragu, merasa diri tidak mampu dan meragukan diri sendiri. Enggan belajar
keterampilan dasar, seperti berjalan dan berbicara serta ada ingin menyembunyikan
ketidakmampuannya.
Menurut ki fudyartanta. 2012. Periode otonomi vs perasaan malu dan keragu-raguan
1. Kualitas ego yang timbul :
Teori psikososial menamakan tahap perkembangan manusia dengan tahap
maskular-anal dalam tema psikososial, yang intinya adalah tumbuhnya otonomi vs
perasaan malu dan keragu-raguan. Bandingkan dengan teori freudianisme adalah
fase anal. Pada tahap maskular-anal ini anak mempelajari :
a. Apakah yang diharapkan dari dirinya
b. Apakan kewajiban-kewajiban dan hak-haknya
c. Apakah pembatasan-pembatasan yang dikenakan pada dirinya
Karena bayi sudah bertambah besar dan kuat, yakni telah menjadi kanak-kanak,
maka sudah kodrat bahwa anak-anak mempunyai banyak gerak dan kemauan-
kemauan. Untuk mengendalikan sifat penuh kemauan anak, maka orang tua dan
orang dewasa lainnya bertindak :
a. Akan memanfaatkan kecendrungan universal pada manusia untuk merasa
malu.
b. Mendorong anak untuk mengembangkan rasa otonomi dan akhirnya mandri.
c. Dalam mengontrol anak-anak orang-orang dewasa harus benar-benar bersikap
membombong, artinya memberi bimbingan sambil menberi pujian yang
membesarkan hari anak-anak untuk mampu berbuat sesuatu.
d. Mendorong anak-anak untuk mengalami situasi situasi yang menuntut otonomi
dalam melakukan pilihan bebas.
e. Tidak boleh terlalu berlebihan dalam menanamkan rasa malu. Hal ini penting
untuk menghindari :
1) Anak-anak tidak memiliki rasa malu atau memaksanya mencoba melarikan
diri dari hal-hal dengan berdiam diri.
2) Anak-anak tidak berterus terang, tidak suka berbohong.
3) Anak-anak senang bertindak serba diam-diam.
Dalam fase otonomy Vs rasa malu dan ragu, juga berkembang kebebasan
pengungkapan diri dan sifat penuh kasih sayang. Bangkitnya rasa mampu
pengendalian diri pada anak-anak untuk menumbuhkan rasa kemauan baik dan
bangga yang bersifat menetap pada diri anak.
3. Bahayanya :
Sebaliknya, jika anak-anak kehilangan kontrol diri dapat menyebabkan
perasaan malu dan ragu-ragu, yang juga dapat bersifat menetap.
4. Ritualisasi tahap kedua :
Erikson menyebut ritualisasi tahap kedua dari perkembangan psikososial anak
adalah bersifat kebajikan atau judicious. Hal ini disebabkan oleh :
a. Anak mulai menilai diri sendiri
b. Anak mulai menilai orang lain
c. Anak mengembangkan kemampuan menghayati suatu rasa benar atau salah
pada tindakan-tindakan dan kata-kat tertentu
d. Hal tersebut menyiapkan anak untuk mengalami perasaan bersalah dalam
tahap berikutnya
e. Anak juga belajar membedakan antara “ jenis kami” dan orang-orang lain yang
dinilai berbeda
f. Orang-orang lain yang tidak sama dengan jenisnya sendiri secara otomatis
dinilai salah atau buruk
Hal tersebut merupakan dasar ontogenese dari keterasingan yang melanda
seluruh dunia yang disebut spesies yang terpecah atau disebut juga oleh erikson
sebagai pseudospesies, yang menjadi sumber prasangkan didalam diri manusia.
Dalam siklus kehidupan, tahap retualisasi bersifat bijaksana pada masa kanak-
kanak menjadi sumber untuk pengadilan pada orang dewasa yang tercermin dalam
pemeriksaan diruang pengadilan dan prosedur-prosedur dengan mana putusan-
putusan salah dan benar ditetapkan.
5. Ritualisme :
Jika terjadi penyimpangan dari ritualisasi tahap kedua ini, ritualismenya disebut
legalisme, yakni :
a. Mengagung-agungkan huruf ketentuan hukum dari pada semangat hukumnya
sendiri
b. Mengutamakan hukuman dari pada balas kasihan
B. Pohon Masalah
kemandirian
C. Askep
1. Pengkajian
a. Bergaul dan mandiri :
Mengenal dan mengakui namanya
Sering menggunakan kata “jangan/tidak/nggak”
Banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya (api, air, ketinggian,
warna dan bentuk benda)
Mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah misalnya minum
sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri.
Bertindak semaunya sendiri dan tidak mau diperintah
Mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
Mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar keluarganya.
Hanya sebentar mau berpisah dengan orangtua.
Menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
Mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
Mampu menyatakan akan buar air besar dan buang air kecil
b. Motorik kasar
Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan selama paling sedikit 2 hitungan
c. Motorik halus
Mampu membuat garis lurus
2. Analisa Data
a. Data Subjektif :
Klien mengenal dan mengakui namanya
Klien sering mengatakan : “jangan/tidak/nggak”
Klien banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya (api, air,
ketinggian, warna dan bentuk benda)
Klien mampu menyatakan akan buang air besar dan buang air kecil
b. Data Objektif :
Klien mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah misalnya
minum sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri.
Klien mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
Klien mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar keluarganya.
Klien mau berpisah dengan orangtua hanya sebentar
Klien menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
Klien mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
Klien suka membantah dan tidak menurut perintah
3. Masalah Keperawatan
Potensial mengembangkan kemandirian
4. Intervensi Keperawatan
a. Tujuan :
Untuk anak
1) Mengembangkan rasa kemandirian dalam melakukan kegiatan sehari – hari
2) Bekerjasama dan memperlihatkan kelebihan diri diantara orang lain.
b. Tujuan
Untuk keluarga
1) Menjelaskan perilaku yang menggambarkan perkembangan psikososial
2) Menjelaskan cara menstimulasi perkembangan anaknya (kemandirian)
3) Mendemonstrasikan dan melatih cara memfasilitasi perkembangan
kemandirian anak
4) Merencanakan tindakan untuk menstimulasi perkembangan kemandirian
anaknya.
5) Tindakan keperawatan untuk keluarga
Tugas Tindakan Keperawatan
Perkembangan
Perkembangan Informasikan pada keluarga cara yang dapat
yang normal : dilakukan untuk :
Kemandirian a) Memfasilitasi perkembangan psikososial
anaknya.
Berikan aktivitas bermain yang menggali
rasa ingin tahu anak seperti bermain tanah,
pasir, lilin, membuat mainan kertas,
mencampur warna, menggunakana cat air,
melihat barang/binatang/tanaman/orang
yang menarik perhatiannya dengan tetap
menjaga keamanannya.
Berikan kebebasan pada anak untuk
melakukan sesuatu yang diinginkan tetapi
tetap memberi batasan. Misalnya
membolehkan anak memanjat dengan
syarat ada yang mendampingi/mengawasi
atau mengajarkan cara agar tidak jatuh
b) Menstimulasi /latihan perkembangannya :
Melatih anak melompat ke depan dengan
kedua kaki diangkat bersamaan.
Mengajak anak bermain menumpuk dan
menyusun balok /kubus/ kotak menjadi
“menara”, “jembatan” dan lain-lain.
Melatih anak memilih dan
mengelompokkan benda menurut jenisnya.
(kancing, kelereng, uang logam dan lain-
lain)
Melatih anak menghitung jumlah benda
Melatih anak mencocokan gambar dengan
benda sesungguhnya, bicaralah tentang
sifatnya, bentuk , warna dan sebagainya
Melatih anak menyebut namanya
Melatih anak menyebut nama benda dan
mengenal sifatnya
Melatih mencuci tangan/kaki dan
mengeringkannya sendiri.
Memberi kesempatan kepada anak, untuk
memilih baju yang akan dipakai
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi pasien
Anak S, 2 tahun laki-laki, merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Rudy
( 23 tahun ) pekerjaan Satpam dan Ibu Siti (21 tahun) sebagai ibu rumah tangga.
Berat badan Anak S 12 kg dan tinggi badan 100 cm. Dari hasil wawancara : ibu
Siti mengeluh perilaku Anak S yang tidak bisa diatur dan sering membantah.
2. Diagnosa Keperawatan
Potensial mengembangkan kemandirian
3. Tujuan ( keluarga )
Kelarga mengerti tentang perkembangan psikososial pada usia toddler (usia 18
bulan – 3 tahun) yang normal dan menyimpang serta cara menstimulasi
perkembangan anak.
4. Tindakan keperawatan :
a. Menjelaskan karakteristik perilaku usia toddler normal :
Mengenal dan mengakui namanya
Sering menggunakan kata “jangan/tidak/nggak”
Banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya (api, air,
ketinggian, warna dan bentuk benda)
Mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah misalnya
minum sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri.
Bertindak semaunya sendiri dan tidak mau diperintah
Mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
Mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar keluarganya.
Hanya sebentar mau berpisah dengan orangtua.
Menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
Mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
Mampu menyatakan akan buang air besar dan buang air kecil
Motorik kasar : Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan selama
paling sedikit 2 hitungan
Motorik halus : Mampu membuat garis lurus
Berbicara, berbahasa dan kecerdasan : Mampu menyatakan keinginan
paling sedikit dengan 2 kata.
SP1 – keluarga :
Menjelaskan perkembangan psikososial usia toddler yang normal dan menyimpang
dan cara menstimulasi perkembangan anak.
Orientasi
Selamat pagi Bu, saya…. mahasiswa keperawatan – UB, Bagaimana
perasaan ibu hari ini ? Nama ibu siapa ? Biasa dipanggil apa..? O.. Bu
Siti, Bagaimana kondisi kesehatan si kecil Bu Siti ? Siapa namanya ?
O.. Satrio Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang
perkembangan Satrio Bu Siti, usianya 2 tahun ya bu ? Berapa lama Bu
Siti mau berbincang – bincang dengan saya ? Bagaimana kalau 30
menit ?. Dimana kita akan bicara ? Diruangan ini saja ? Baiklah.., kita
akan berbincang-bincang kurang lebih selama 30 menit.
Kerja
Bu Siti, ini brosur / leaflet tentang perkembangan anak usia 18 bulan –
3 tahun, Mari kita lihat perkembangan yang normal dan menyimpang.,
saya akan jelaskan satu persatu. Anak usia 1,5 – 3 tahun kemampuan
utamanya adalah mengatur keinginannya, tetapi tahu batasannya
sehingga anak tidak merasa dirinya tidak dihargai, artinya dia akan tahu
mana yang bisa dan boleh dilakukannya serta merasa percaya diri
bahwa dia mampu mengatur keinginannya. Jadi kalau Satrio tidak mau
diatur oleh kita, itu adalah hal yang wajar. Tugas kita adalah membantu
mencapai kemampuan seperti yang tertulis di brosur / leaflet ini.”
Lakukan permainan yang bersifat menggali rasa ingin tahunya
selama kegiatan tersebut aman bagi anak, misalnya main pasir,
main lilin.
Memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan aktivitas
yang diinginkan anak dengan tetap memberi sedikit batasan-
batasan, misalnya diijinkan naik tangga tetapi dijelaskan agar tidak
jatuh dan dijaga.
Melarang dengan kata-kata yang bersifat positip ( tangganya licin
nanti kalau naik Satrio bisa jatuh, masih ingat..waktu kemarin
hujan-hujanan Satrio jadi batuk dan pilek.
Memberikan pilihan perilaku yang ingin dilakukan anak : pakai baju
beritahu langkah-langkahnya dan beri pujian kalau berhasil.
Terminasi
“ Nah Bu Siti, kita sudah diskusi tentang perkembangan anak usia 18
bulan – 3 tahun yang normal dan menyimpang, bagaimana perasaan
ibu sekarang?
Adakah manfaatnya ? ” Syukurlah kalau begitu, apakah Bu Siti masih
ingat bagaimana cara merawat Satrio supaya ia berkembang lebih baik
lagi ?
Betul sekali..bagus.., ibu sudah mengingat dengan baik. Kalau begitu
ibu dapat mencoba beberapa cara yang belum ibu lakukan selama
ini...dan pada pertemuan berikutnya ceritakan pada saya.”
“ Bagaimana kalau minggu depan saya kesini lagi ? Adakah yang ingin
ibu ketahui lagi? kita bisa diskusikan minggu depan?
Kalau begitu minggu depan kita akan mempraktekkan cara-cara yang
telah kita diskusikan kepada anak ibu..
Baiklah..,Saya permisi dulu Bu..Selamat pagi.”
DAFTAR PUSTAKA
Indiarti Mt. 2007. A to z the golden age merawat, membesarkan dan mencerdaskan bayi
anda sejak dalam masa kandungan hingga usia 3 tahun. Edisi 1. Yogyakarta : ANDI
Rahmad H Pardede. 2009. Ilmu perilaku manusia pengantar psikologi untuk tenaga
kesehatan. Jakarta : TIM
1. PENGERTIAN
Usia pra sekolah menurut PMK no. 66 tahun 2014 tentang Pemantauan
Pertumbuhan, Perkembangan, dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak adalah usia 3-
6 tahun. Anak pada usia ini disebut juga anak usia dini. Perry dan Potter dalam Ahyani
(2018) menyebutkan usia anak prasekolah merupakan masa kanak-kanak awal, yaitu
berada pada usia 3 sampai 6 tahun.
Awal masa kanak-kanak dimulai sebagai penutup masa bayi, usia dimana
ketergantungan secara praktis sudah dilewati, diganti dengan tumbuhnya kemandirian
dan berakhir di sekitar usia masuk sekolah dasar. Anak mulai memiliki kesadaran
tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam buang air (toilet
training), dan mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya (mencelakakan
dirinya). Potensial mengembangkan rasa inisiatif adalah tahap perkembangan anak
usia 3-6 tahun dimana pada usia ini anak akan belajar berinteraksi dengan orang lain,
berfantasi dan berinisiatif, pengenalan identitas kelamin, meniru (yahya, 2011).
Perkembangan psikososialadalah proses perkembangan kemampuan anak
dalam berinisiatif menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai dengan pengetahuannya.
Kemampuan ini diperoleh jika konsep diri anak positif karena anak mulai berkhayal dan
kreatif serta meniru peran-peran di sekelilingnya. Anak berinisiatif melakukan sesuatu
dan memberi hasil. Anak merasa bersalah jika tindakannya berdampak negatif. Sikap
lingkungan yang suka melarang dan menyalahkan, membuat anakn kehilangan inisiatif.
Pada saat dewasa, anak akan mudah mengalami rasa bersalah jika melakukan
kesalahan dan tidak kreatif (Keliat et.al, 2011).
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan tahap perkembangan pra
sekolah merupakan tahap perkembangan anak usia 3-6 tahun dimana pada usia ini
merupakan penutup masa bayi dan awal dari masa anak-anak. anak pada masa ini
akan belajar berinteraksi dengan orang lain, berfantasi dan berinisiatif, pengenalan
identitas kelamin, meniru serta berfantasi, berkhayal, kreatif dan berinisiatif
menyelesaikan masalahnya sendiri dengan meniru peran-peran di sekitarnya.
b. Perkembangan Motorik
Ketrampilan motorik kasar meningkat secara dramatis selama masa awal anak
anak.Anak anak menjadi lebih berani ketika keterampilan motorik kasar mereka
meningkat.Kehidupan anak anak sangat aktif, lebih aktif daripada titik lain mana
pun pada siklus kehidupan. Ketrampilan motorik halus juga meningkat secara
substansial selama masa pra sekolah. Penguasaan keterampilan yang umum pada
masa ini adalah (Ahyani, 2018) :
1) Keterampilan tangan
Antara usia 5 dan 6 tahun, sebagian besar anak-anak sudah pandai melempar
dan menangkap bola. Mereka dapat menggunakan gunting, dapat membentuk
tanah liat, membuat kue-kue dan menjahit. Dengan krayon, pensil dan cat anak-
anak dapat mewarnai gambar, menggambar atau mengecat gambarnya sendiri
dan dapat menggambar orang
2) Keterampilan kaki
Pada usia antara 3 dan 4 tahun ia mulai naik sepeda roda tiga. Pada usia 5
atau 6 tahun ia belajar melompat dan berlari cepat. Mereka juga sudah dapat
memanjat, lompat tali, keseimbangan tubuh dalam berjalan di atas dinding atau
pagar, sepatu roda, menari dan sebagainya.
c. Perkembangan kognitif
Pada masa ini, anak mulai memperhatikan hal-hal kecil yang tadinya tidak
diperhatikan. Dengan demikian, anak-anak tidak lagi bingung kalau menghadapi
benda-benda, situasi atau orang-orang yang memilki unsur-unsur yang sama.
Piaget menamakan tahap berpikir praoperasional, suatu tahap yang berlangsung
dari usia 2 atau 3 tahun sampai 7 atau 8 tahun. Piaget dalam Ahyani (2018)
membagi perkembangan kognitif tahap praoperasi dalam dua bagian yaitu umur 2-
4 tahun dicirikan oleh perkembangan pemikiran simbolis.dan umur 4-7 tahu
dicirikan oleh perkembangan intuitif.
Karakteristik anak pada tahap praoperasional adalah mereka menanyakan
serentetan pertanyaan. Pertanyaan mereka memberi petunjuk akan perkembangan
mental mereka dan mencerminkan rasa ingin tahu intelektual. Pertanyaan ini
menandai munculnya minat anak anak akan penalaran dan penggambaran
mengapa sesuatu seperti itu.
d. Perkembangan bahasa
Keterampilan bahasa pada anak usia pra sekolah mengalami perkembangan yang
pesat, dimensi perkembangan bahasa pada usia ini mencakup (Ahyani, 2018):
1) Peningkatan dalam keterampilan berbicara
Pada usia pra sekolah merupakan saat berkembang pesatnya penguasaan
tugas pokok dalam belajar berbicara, yaitu menambah kosa kata, menguasai
pengucapan kata-kata dan menggabungkan kata-kata menjadi kalimat
2) Isi pembicaraan
Pada mulanya, pembicaraan anak-anak bersifat egosentris dalam arti ia
terutama bicara tentang dirinya sendiri, berkisar pada minat, keluarga dan
miliknya. Menjelang akhir awal masa kanak-kanak mulailah pembicaraan yang
bersifat sosial dan anak berbicara tentang orang lain di samping dirinya sendiri
3) Jumlah bicara
Awal masa kanak-kanak terkenal sebagai masa tukang ngobrol, karena sekali
anak dapat berbicara dengan mudah, ia tak putusputusnya bicara. Sebaliknya,
ada anak-anak lain yang relatif diam, yang tergolong pendiam.
e. Perkembangan psikososial
a) Perkembangan emosi
Emosi yang umum pada awal masa pra sekolah adalah (Ahyani, 2018) :
1) Amarah
Penyebabnya adalah pertengkaran mengenai permainan, tidak tercapainya
keinginan dan serangan yang hebat dari anak lain. Ia mengungkapkan rasa
marah dengan ledakan marah yang ditandai menangis, berteriak,
menggertak, menendang, atau memukul.
2) Takut
Pada mulanya reaksi anak terhadap rasa takut adalah panik, kemudian
berlari, menghindar dan bersembunyi, menangis dan menghindari situasi
yang menakutkan. Hal-hal yang menimbulkan rasa takut yang umum adalah
pengalaman yang kurang menyenangkan, seperti cerita-cerita, gambar,
acara radio,televisi dan sebagainya
3) Cemburu
Anak menjadi cemburu jika ia mengira bahwa minat dan perhatian orang tua
beralih kepada orang lain, misalnya adiknya yang baru lahir. Anak
mengungkapkan kecemburuannya dengan mengompol, pura-pura sakit,
nakal dan sebagainya yang semuanya itu bertujuan untuk menarik perhatian.
4) Ingin tahu
Reaksi pertama adalah dalam bentuk penjelajahan sensorimotorik, kemudian
sebagai akibat dari tekanan sosial dan hukuman ia bereaksi dengan
bertanya
5) Iri hati
Hal ini diungkapkan dengan berbagai cara, dan yang paling umum adalah
mengeluh tentang benda miliknya, dengan mengungkapkan keinginan untuk
memiliki barang seperti dimiliki orang lain. Atau dengan mengambil benda
orang lain yang menimbulkan iri hatinya tersebut
6) Gembira
Ia mengungkapkan kegembiraannya dengan tersenyum dan tertawa,
bertepuk tangan, melompat-lompat atau memeluk benda atau orang yang
membuatnya bahagia
7) Sedih
Anak mengungkapkan kesedihannya dengan menangis atau kehilangan
selera makan, maupun kegiatan lain yang biasa ia lakukan. Anak biasanya
merasa sedih jika ia kehilangan seseorang atau sesuatu yang dianggap
berarti bagi dirinya
8) Kasih saying
Ia mengungkapkan kasih sayang dengan fisik, misalnya memeluk, menepuk
dan mencium objek kasih sayangnya.
b) Perkembangan social
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosiopsikologis
keluarganya (Yahya, 2011). Jika di lingkungan keluarga tercipta suasana yang
harmonis, saling memperhatikan, saling membantu dalam menyelesaikan tugas
keluarga, terjalin komunikasi antar anggota keluarga dan konsisten dalam
melaksanakan aturan, maka anak akan memilki kemampuan atau penyelesaian
sosial dalam hubungan dengan orang lain.
Pola perilaku sosial pada anak antara lain: meniru, persaingan, kerja
sama, simpati (kadang-kadang timbul sebelum usia 3 tahun), empati (mengerti
perasaan dan emosi orang lain dan membayangkan dirinya pada kondisi orang
lain). Sedangkan perilaku tidak sosial antara lain: negativisme (melawan
otoritas orang dewasa, perlawanan fisik berubah menjadi perlawaanan verbal
dan pura-pura tidak mendengar atau tidak mengerti), agresif (dari bentuk
serangan fisik berubah menjadi serangan verbal atau memaki/menyalahkan
orang lain), perilaku berkuasa, mementingkan diri sendiri, merusak,
pertentangan seks (sering kali laki-laki berperilaku agresif yang melawan anak
perempuan), prasangka (prasangka sosial timbul pertama-tama dari prasangka
agama atau sosial ekonomi, tetapi lebih lambat dari prasangka seks).
c) Perkembangan Moral
Menurut Piaget dalam Ahyani (2018) pada masa ini pengertian anak
tentang baik dan buruk, tentang keadilan, menjadi lebih beragam dan lentur.
Dalam hal penilaian baik-buruk ia mulai mempertimbangkan dampak dari situasi
khusus. Ia mulai memahami bahwa penilaian tentang baik dan buruk dapat
berubah, tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku itu. Piaget
percaya bahwa masa anak-anak awal ditandai oleh moralitas heteronom, tetapi
pada usia 10 tahun mereka beralih ke suatu tahap yang lebih tinggi yang
disebut moralitas otonom. Menurut Piaget, anak anak yang lebih tua
memperhitungkan maksud individu, percaya bahwa aturan dapat berubah, dan
sadar bahwa hukuman tidak selalu menyertai suatu perbuatan yang salah.
Pada usia ini anak sudah dapat mengikuti tuntutan dari orang tua atau
lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan
yang mendasari suatu peraturan. Disamping itu anak sudah dapat
mengelompokkan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah.
Menurut Keliat et.al (2011) karakteristik perilaku psikososial anak pra sekolah
antara lain:
a. Perkembangan normal : inisiatif
1) Perkembangan motorik halus : bisa mengikat tali sepatu, menggunakan
gunting, meniru gambar, menulis beberapa huruf dan angka.
2) Perkembangan motorik kasar : bisa mengendarai sepeda roda tiga, naik
tangga, melompat dengan satu kaki, menangkap bola, melompati tali.
3) Anak mengenal jenis kelaminnya.
4) Anak mengalami kecemburuan dan persaingan terhadap orang tua sesama
jenis.
5) Anak merasakan cinta terhadap orang tua lain jenis.
6) Anak sering meniru ibu dan ayahnya seperti dalam hal berpakaian.
7) Anak suka menghayal dan kreatif.
8) Orang terdekat anak adalah keluarga.
9) Kesadaran moral mulai berkembang.
10) Anak suka bermain dengan teman sebaya.
11) Mulai berkembang superego dan berkurang egosentrisnya.
3. Proses Terjadinya
Inisiatif adalah kelanjutan autonomi. Parameternya adalah kualitas usaha,
perencanaan, dan kegiatan dengan tujuan motorik melakukan sesuatu. Melalui cara
ini, anak belajar menguasai dunia di sekitarnya, mempelajari keterampilan dasar dan
hukum alam. Contohnya: benda jatuh ke bawah, bola dan roda menggelinding,
aritmatika sederhana seperti tambah dan kurang, bertanya dan menjawab pertanyan
dengan baik dan lain-lain. Setelah penguasaan pada hal-hal ini mulai berkembang,
anak mulai beraktivitas dengan tujuan nyata. Contohnya: anak berusia 3 tahun mulai
menyusun pasir di pantai untuk membuat rumah. Suatu emosi baru yaitu rasa
bersalah (guilt) mulai timbul dan dapat membingungkan anak bila upayanya gagal.
Pengertian guilt tersebut sangat berbeda dengan konsep rasa bersalah pada orang
dewasa, yang selain bersifat emosional juga bernuansa kognitif, sedangkan pada
tingkat perkembangan ini, pemahaman guilt lebih mendekati pemahaman emosi
“kecewa” pada orang dewasa. Karena itu, bila ia menyusun pasir terlalu tinggi
sehingga “rumah” tersebut runtuh, ia merasa bersalah dan marah atau menangis.
Karena itu, kita tidak boleh mengatakan kepada si anak, itulah, karena tidak mau
mendengar perkataan orang tua, rumahnya runtuh.” Rasa bersalah yang sangat kuat
akan timbul pada anak. Ia merasa bahwa dirinya anak nakal karena rumah tersebut
runtuh. Ia tidak berani lagi berinisiatif menyusun pasir tinggi-tinggi untuk membuat
rumah yang tinggi. Ia terhambat dalam mengembangkan jeberanian dan kemandirian.
Ia bergantung pada ide orang lain. Ia tidak mengembangkan kompetensi menjadi
orang berprestasi, konseptor, atau pemimpin dan tidak bercita-cita tinggi (Nurdin,
2011).
Pada tahap perkembangan ini, kompetensi penilaian (judgement) mulai
berkembang melalui krisis initiative versus guilt. Berdasarkan penilaian awal tersebut,
anak mulai mengembangkan perilaku kepemimpinan, konseptor, dan pencapaian
tujuan (goal oriented behaviour). Namun, perilaku tersebut harus kita kendalikan agar
tidak menjadi risk taking behavior. Contohnya: nekad menyeberang jalan raya,
memanjat di tempat berbahaya, bermain api, dan sebagainya. Anak tetap harus
merasakan rasa bersalah bila ia melakukan aktivitas yang tidak dapat ditoleransi.
Karena itu, keseimbangan antara inisiatif dan rasa bersalah sangat penting pada
tahap perkembangan ini (Nurdin, 2011).
.
4. Faktor predisposisi
1) Biologis
Imunisasi lengkap
Tidak ada riwayat sakit fisik/cacat
Tidak ada riwayat trauma kepala
Tidak ada riwayat genetic gangguan jiwa
2) Psikologis
Pencapaian 8 aspek perkembangan: kognitif, bahasa, komunikasi, emosi,
moral, spiritual, psikososial, fisik (motorik kasar dan halus)
Kemampuan toilet training (pada usia 1-3 tahun)
3) Sosiokultural
Dukungan keluarga dalam menstimulasi tumbang di usia 1-3 tahun
Anak yang diinginkan
Tidak ada labeling diri negative dari keluarga
Tidak ada kekerasan fisik, verbal, emosi
Dilibatkan dalam mengambil keputusan sederhana
Keluarga menstimulasi tumbuhnya inisiatif anak
Belajar konsep benar-salah, baik-buruk
Dilibatkan dalam kegiatan ibadah
5. Faktor presipitasi
1) Biologis
Pertumbuhan fisik sesuai usia
tidak ada keluhan fisik saat ini
status nutrisi baik
tidak ada gangguan tidur
belajar keterampilan fisik baru.
2) Psikologis
diberi kesempatan bertanya
diberi kesempatan bercerita tentang pengalamannya
diberi kesempatn bermain dengan teman sebayanya
diberi kesempatan berlatih mewarnai, membaca, menulis
3) Sosiokultural
mendapatkan kesempatan berteman, berinteraksi dengan orang lain
mudah adaptasi dengan lingkungan baru
mengenal jenis kelamin
mendapat kesempatan terlibat dalm pekerjaan rumah tangga sederhana
diterima dan disayangi oleh lingkungan keluarga
mendapat kesempatan mengenal hal baru
mendapat feedback dari lingkungan sekitar
6. Penilaian stressor
1) Kognitif
Mampu menunjukkan inisiatif, banyak bertanya, kritis terhadap informasi, mampu
menilai konsep benar-salah, sebab-akibat, mampu berbicara dengan kalimat
panjang, mengenal warna (minimal 4 warna)
2) Afektif
Amarah, takut, iri hati, sedih, cemburu, kasih sayang, gembira, ingin tahu.
3) Fisiologis
Tidak nafsu makan, perubahan kebiasaan tidur, kebiasaan latihan/aktifitas harian
anak, toileting : mengompol.
4) Perilaku
Tidak percaya diri, malu untuk tampil, pesimis, tidak memiliki minat dan keinginan,
takut salah dalam melakukan sesuatu, sangat membatasi aktifitasnya sehingga
terkesan malas dan tidak mempunyai inisiatif
5) Respon sosial
Tidak mau bermain, tidak mau keluar rumah, menarik diri.
7. Sumber koping
1) Personal ability
Kemampuan anak mengetahui identitas dirinya, menunjukkan minat pada hal yang
disenangi, mudah berpisah dengan orang tua
2) Social support
Kemampuan orang tua dalam mengetahui perkembangan anak usia prasekolah,
penyimpangan tugas perkembangan, cara menstimulasi, mencari informasi yankes
3) Material Asset
Asuransi kesehatan: jamkesmas, dll; penghasilah keluarga: mencukupi kebutuhan
keluarga, keluarga memiliki tabungan dan asset pribadi, punya akses ke yankes
4) Positif belief
Orang tua percaya dengan yankes, persepsi yang baik terhadap nakes, selalu
menggunakan yankes, keyakinan agama yang berhubungan dengan kesehatan,
keyakinan budaya keluarga yang berhubungan dengan kesehatan
8. Mekanisme koping
1) Konstruktif
Mudah berpisah dengan orangtua, menghayal dan kreatif, bermain dengan
menggunakan alat-alat yang ada di rumah, belajar keterampilan fisik baru,
melakukan prilaku yang benar misal: mengikuti disiplin orangtua, mengidentifikasi
jenis kelamin, mengenal warna (minimal 4 warna), berbicara dalam kalimat
panjang
2) Destruktif
Tidak percaya diri, malu untuk tampil, pesimis, tidak memiliki minat dan keinginan,
takut salah dalam melakukan sesuatu, sangat membatasi aktifitas sehingga
terkesan malas dan tidak punya inisiatif
9. Pengkajian
a. Identitas
Nama anak ,usia dan jenis Kelamin, nama dan pekerjaan orang tua/wali.
b. Keluhan
Keluhan utama saat pengkajian, keluhan yang paling sering muncul / dominan
dirasakan oleh anak maupun keluhan yang disampaikan orang tua tentang kesehatan
fisik maupun perilaku anaknya.
c. Status pertumbuhan dan perkembangan saat ini
Aspek yang dikaji berupa perkembangan fisik, psikoseksual, kognitif dan moral sesuai
tahapan usia anak pra sekolah.
d. Faktor predisposisi
Biologis :
Imunisasi lengkap
Tidak ada riwayat sakit fisik/cacat
Tidak ada riwayat trauma kepala
Tidak ada riwayat genetic gangguan jiwa
Psikologis
Pencapaian 8 aspek perkembangan: kognitif, bahasa, komunikasi, emosi,
moral, spiritual, psikososial, fisik (motorik kasar dan halus)
Kemampuan toilet training (pada usia 1-3 tahun)
Sosiokultural
Psikologis
Sosiokultural
A. PROSES KEPERAWATAN
1. KondisiKlien
Klien An. L usia 4 tahun saat ini menempuh pendidikan di pendidikan anak
usia dini (PAUD). Keluhan fisik tidak ada.
2. DiagnosaKeperawatan
Kesiapan Peningkatan Perkembangan Anak Usia Prasekolah
B. STRATEGIKOMUNIKASIPELAKSANAANTINDAKAN KEPERAWATAN
1. FaseOrientasi
a. Salam Terapeutik:
“ Assalamu’alaikum, Selamat sore Bu. Perkenalkan saya Enah Bu, mahasiswa
praktik profesi brawijaya. Nama Ibu siapa?
Senang dipanggil apa?
b. EvaluasiValidasi
“ Bagaimana perasaan ibu hari ini, apakah sehat?
c. Kontrak
Topik : “Baiklah bu, hari ini kita akan berbincang-bincang tentangcara
merawat anak Bapak/Ibu yang berusia 3-6 tahun”
Waktu : “ kita akan berbincang-bincang kurang lebih 30 menit yabu”
Tempat : “ Dimana ibu ingin kita berbincang-bincang bu? Di ruangtamu?
Baiklah bu”
Tujuan : “tujuan kita berbincang- bincang hari ini yaitu agar ibu
mengetahui perkembangan perilaku anak yang normal dan
menyimpang”
2. FaseKerja
“ Bu, ini leaflet tentang perkembangan anak di usia prasekolah. Mari kita
pelajari bersama mengenai ciri perkembangan anak prasekolah yang normal
seperti apa dan yang menyimang seperti apa, kemudian apa dampaknya dan
bagaimana cara menstimulasi perkembangan anak. Baiklah bu, saya akan
jelaskan satu per satu. Kemampuan utama anak di usia 3-6 tahun secara normal
adalah berinisiatif menggunakan situasi di rumah untuk bermain (menyusun kursi
jadi kereta api, mengumpulkan batuan, dll), mengerjakan pekerjaan sederhana:
buang sampah, lipatan-lipat pakaian, meletakkan sepatu pada tempatnya, senang
bermain dengan teman sebaya, cerita berkhayal, mudah pisah dengan orangtua,
banyak bertanya dan
mengkuti ritual keagamaan dalam keluarga.
Apakah An. L sudah sama kemapuannya sepeti yang kita pelajari ini Bu?
Sebagian besar sudah? Waah, bagus ya Bu. Untuk itu Ibu tinggal menstimulasinya
supaya kemampuan lain dapat tercapai. Anak yang tidak dapat mencapai
kemampuan tersebut maka ia akan tidak percaya diri, malu untuk tampil di depan
umum, pesimis, tidak memiliki cita-cita, takut salah melakukan sesuatu dan malas
melakukan kegiatan serta tidak mempunyai inisiatif”. Ditakutkan, anak dengan
perkembangan yang menyimpang seperti itu pada saat dewasa akan mengalami
rendah diri dan tidak dapat bergaul”.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan
keperawatan Evaluasi subjektif :
bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita
berdiskusi tadi Evaluasi Objektif :
Coba Bapak/ Ibu sebutkan lagi apa saja perkembangan normal pada anak
usia 3-6 tahun, perkembangan yang menyimpang lalu apa saja dampak
penyimpangannya? Nah, apa saja yang bisa kita ajarkan bu?
b. Rencana tindaklanjut
Selanjutnya besok saya akan kembali mengunjungi Bapak/Ibu dan An. L untuk
baiklah
Tempat : “ untuk tempat bagaimana kalau disini saja di ruang tamu yabu”
SP-2
A. PROSES KEPERAWATAN
1. KondisiKlien
Klien an. L usia 4 tahun saat ini menempuh pendidikan di pendidikan anak usia
dini ( PAUD).
2. Diagnosa keperawatan
Kesiapan perkembangan anak usia pra sekolah
1. FaseOrientasi
a. Salam Terapeutik:
“ Assalamu’alaikum, Selamat sore Bu?bagaimana kabarnya hari ini ?
b. EvaluasiValidasi
“ Bagaimana perasaan ibu hari ini, apakah sehat?
c. Kontrak
Topik : “Baiklah bu, hari ini kita akan berbincang-bincang tentangcara
Baiklah bu”
Tujuan : “tujuan kita berbincang- bincang hari ini yaitu cara
Menstimulasi perkembangan motoric anak“
2. FaseKerja
“Baiklah Bu, saya akan mengajarkan Ibu tentang bagaimana menstimulasi
perkembangan anak di usia 3-6 tahun. Kali ini kita akan stimulasi perkembangan
motorik kasarnya ya bu yaitu dengan bermain tangkap bola. Nah untuk itu saya
akan langsung melakukannya pada An.L.
“Selamat sore An. L, Sehat? Sedang apa Wah, pintar. An. L suka bermain?
Suka main apa? Oh bermain bola. Suka nya main bersama teman-temannya ya?
Bagaimana kalau sekarang main bersama kakak? Boleh pinjam bolanya?
Wah, terimakasih, baik sekali! Nah, sekarang kakk ingin mengajak an. L untuk
bermain tangkap bola. Nanti, bola ini akan kakk lempar kepada An. L, kamu harus
siap menangkap ya? Lau, nanti jika bolanya telah sampai pada an. L, kamu lempar
kembali blanya kepada kakk. Begitu seterusnya. Mengerti? Bagus sekali. Nah, ayo
sekarang coba tangkap bolanya. Ia, bagus. Nah, lempar sini. Waah pintar. Baiklah,
An. L, Kakak akan berbicara lagi dengan dan Ibu, An. L terus bermain dengan
teman/abangnya ya.”
“Tadi Bapak/Ibu sudah melihat bagaimana cara menstimulasi inisiatif anak
Bapak/Ibu. Sekarang Bapak/Ibu coba melakukannya. Bagus sekali Pak/Bu. Jadi,
kalau An. L mau melakukan sesuatu, jangan langsung dilarang, bahkan dapat
disuruh melakukan sesuatu. Pertahankan cara Bapak/Ibu mengasuh An. L,
semoga perkembangannya akan bagus. Agar perkembangan An. L lebih baik lagi,
mari kita rencanakan kegiatan kita selanjutnya. kalau begitu, Apakah masih ada
yang ingin Bapak/Ibu tanyakan ?
4) Fase Terminasi
a. Evaluasi
bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita
latihan tadi ?
Coba Bapak/ Ibu sebutkan lagi cara menstimulasi perkembangan motoric
yang telah saya sampaikan tadi ?”
b. Rencana tindaklanjut
Selanjutnya besok saya akan kembali mengunjungi Bapak/Ibu dan An. L
untuk
Ahyani, N.L, Astuti, D. (2018). Buku Ajar Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja.Penerbit : Badan Penerbit Universitas Muria Kudus. ISBN: 9 789021
180761.
Damayanti, R., Keliat. B.A.K., Hastono, S.P. (2010). Pengaruh Terapi Kelompok
Terapeutik (TKT) Terhadap Kemampuan Ibu dalam Memberikan Stimulasi
Perkembangan Inisiatif Anak Usia Pra Sekolah di Kelurahan Kedaung Bandar
Lampung. FIK UI : Jakarta
Muhmila M., Hardisana., dan Indria Dini. 2010. Psikologi Umum dan Anak: AKBID
YPSDMI GARUT;
.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA
ANAK USIA SEKOLAH (6-12 TAHUN)
1. Pengertian
Perkembangan kemampuan psikososial anak usia sekolah (6-12 tahun) adalah
kemampuan menghasilkan karya, berinteraksi, dan berprestasi dalam belajar
berdasarkan kemampuan diri sendiri. Pencapaian kemampuan ini akan membuat anak
bangga terhadap dirinya. Hambatan atau kegagalan dalam mencapai kemampuan ini
menyebabkan anak merasa rendah diri sehingga pada masa dewasa, anak dapat
mengalami hambatan dalam bersosialisasi (Keliat et.al, 2015). Dalam istilah freudian
periode perkembangan psikososial ini digambarkan sebagai periode laten. Tenaga anak
disalurkanm ke dalam pembelajaran keterampilan tertentu, bermain aktif, dan
memperoleh pengetahuan. Erikson (1963) menguraikan hal ini sebagai suatu masa
untuk perkembangan kerajinan. Pada usia ini, anak belajar untuk bekerja dengan orang
lain, hubungan sosial menjadi menonjol, dan terjadi rasa persaingan. Aturan-aturan
dipelajari dan anak menginginkan dan mengembangkan keberhasilan. Banyak
pembelajaran terjadi melalui guru dan teman sebaya daripada terutama melalui
keluarga (stolte, 2004). Plaget (1975) menguraikan tahap ini sebagai masa operasional
konkret. Proses berpikir meningkat menjadi kompleks dan logis. Anak ini dapat memilah
dan mengelola fakta-fakta. Pemecahan masalah tetap konkret dan merefleksikan
pengalaman anak itu sendiri. Akan tetapi, pikiran menjadi kurang berpusat pada diri
sendiri dan anak ini dapat mempertimbangkan pandangan orang lain (stolte, 2004).
Anak usia sekolah dikenal dengan fase berkarya vs rasa rendah diri,kemampuan
menghasilkan karya, berinteraksi, dan berprestasi dalam belajar berdasarkan
kemampuan diri sendiri. Pencapaian kemampuan ini akan membuat anak bangga
terhadap dirinya.masa ini berada diantara usia 6-12 tahun adalah masa anak mulai
memasuki dunia sekolah yang lebih formal, pada anak usia sekolah tumbuh rasa
kemandirian anak, anak ingin terlibat dalam tugas yang dapat dilakukan sampai selesai,
erik erikson (1950 dalam wong, 2009). Anak usia sekolah memiliki ciri-ciri mempunyai
rasa bersaing, senang berkelompok dengan teman sebaya, berperan dalam kegiatan
kelompok, menyelesaikan tugas (sekolah atau rumah ) yang diberikan (keliat, helena &
farida, 2011). Pada tahap ini anak berusaha untuk merebut perhatian dan penghargaan
atas karyanya. Anak belajar untuk menyelesaikan tugas yang diberikan padanya, rasa
tanggung jawab mulai timbul, dan ia mulai senang untuk belajar bersama. Anak-anak
memperoleh kepuasan yang sangat besar dari perilaku mandiri dalam menggali dan
memanipulasi lingkungannya termasuk sekolah dan interaksi dengan teman sebaya.
Hambatan atau kegagalan dalam mencapaikemampuan tugas perkembangan di atas
dapat menyebabkan anak merasa rendah diri sehingga pada masa dewasa, anak dapat
mengalami hambatan dalam bersosialisasi (keliat,helena, & farida, 2011).
Menurut Keliat et.al (2015) karakteristik perilaku anak usia sekolah (produktif),
antara lain: menyelesaikan tugas (sekolah dan rumah) yang diberikan, mempunyai rasa
bersaing (kompetisi) , senang berkelompok dengan teman sebaya dan mempunyai
sahabat karib, berperan dalam kegiatan kelompok. Sedangkan penyimpangan
perkembangan (harga diri rendah), antara lain: tidak mau mengerjakan tugas sekolah,
membangkang pada orang tua untuk mengerjakan tuga, tidak ada kemauan untuk
bersaing dan terkesan mala, tidak mau terlibat dalam kegiatan kelompok, memisahkan
diri dari teman sepermainan dan teman sekolah. Batasan karakteristik (subyektifitas):
mengenali keberdayaan, menjelaskan bahwa stressor dapat ditangani, memiliki
kesadaran adanya kemungkinan perubahan lingkungan, (obyektifitas): mencari
pengetahuan mengenai strategi baru, mencari dukungan sosial, menggunakan strategi
berfokus pada masalah, menggunakan sumber spiritual.
2. Proses Terjadinya
2.1 Predisposisi dan Presipitasi
2.1.1 Faktor Predisposisi
a. Biologis
Riwayat pre natal, intra natal, post natal
Riwayat imunisasi lengkap
Riwayat status gizi baik
Tidak ada riwayat penyakit fisik kronis/cacat
Tidak ada riwayat trauma kepala
Tidak ada riwayat genetik gangguan jiwa
b. Psikologis
Intelengensi: normal
Sudah dapat mengidentifikasi peran gender
Sudah dapat mengidentifikasi peran di keluarga
Pencapaian 8 aspek perkembangan: kognitif, bahasa, komunikasi, moral,
emosi, spiritual
c. Sosial budaya
Dukungan keluarga dalam stimulasi tumbang
Anak yang diinginkan
Tidak ada labeling negativ dari keluarga
Tidak ada kekerasan fisik, verbal & emosi
Dilibatkan dalam mengambil keputusan sederhana
Keluarga menstimulasi terbentuknya kemampuan berkarya anak
Belajar benar-salah
Dilibatkan dalam kegiatan ibadah
Psikologis:
Mendapatkan bimbingan PR
Kesempatan cerita pengalaman
Kesempatan cerita perasaan
Kesempatan bertanya
Sosial:
Kesempatan bermain sebaya
Kesempatan ikut kompetisi
Mengembangkan bakat & hobi
Kesempatan bantu orang lain
Diterima & di sayangi keluarga
Mendapat feedback positif dari lingkungan (keluarga, guru, teman)
b. Origin
Internal: kreatifitas tinggi, percaya diri, perasaan bersaing
Eksternal: pola asuh & stimulasi dari keluarga baik, masyarakat menerima &
mendukung keberadaanya
c. Timing
Waktu terjadinya stimulasi diberikan usia 6-12 th
Lamanya stressor terjadi: optimal
Frekuensi: optimal
d. Number
Jumlah dan kualitas stressor: tidak berlebihan, stimulus tumbang optimal (bio-
psikososio spiritual)
2.2.2 Kognitif
a. Menerima nasehat dari orang lain
b. Menerima perbedaan pendapat
c. Kritis terhadap informasi
d. Menceritakan kelebihan diri
e. Berpikir dirinya orang yang sehat dan menyenangkan
f. Menyebutkan bentuk benda dan fungsinya
g. Menjawab pertanyaan sebab akibat
h. Menjawab soal penjumlahan
2.2.3 Bahasa
a. Perkenalan diri dan cerita pengalaman yang disenangi
b. Menceritakan kembali cerita pendek
c. Mengisi teka-teki silang
2.2.6 Psikososial
a. Permainan dalam kelompok
b. Mengerkajakan tugas kelompok
c. Permainan dengan gotong royong dan tolong menolong.
d. Bermain dan bercerita dengan teman akbar
e. Tanggung jawab tugas kelompok
f. Menghargai hak orang lain yang berdeda dengan diri sendiri
2.4.2 Destruktif
a) Tidak mau mengerjakan tugas sekolah/rumah
b) Membangkang orang tua untuk mengerjakan tugas
c) Tidak ada kemauan untuk bersaing dan terkesan malas
d) Tidak mau terlibat dalam kegiatan kelompok
e) Memisahkan diri dengan teman sepermainan dan teman sekolah
6. Tindakan Keperawatan:
a. Tindakan pada anak sekolah
1) Bantu anak mengembangkan kecerdasan: mendiskusikan kelebihan dan
kemampuan anak, menjelaskan dan melatih ketrampilan, memberi bacaan
dan permainan yang meningkatkan kemampuan, melibatkan anak dalam
pekerjaan rumah tangga sederhana, latih anak sesuai dengan pelajaran di
sekolah dan kembangkan hobi yang dimiliki anak.
2) Bantu anak mengenal dan memahami nilai moral: terapkan nilai agama dan
budaya positif pada anak
3) Latih anak mengembangkan ketrampilan sosial: beri waktu bermain diluar
rumah bersama teman dan kelompoknya, motivasi anak untuk mengikuti
perlombaan untuk melatih bersaing dan bersahabat, latih anak berinteraksi
dengan orang lain
4) Latih kedisiplinan pada anak, bimbing anak saat menonton televisi,
membaca buku cerita, bermain gadget, dan menilai manfaatnya
5) Ajarkan kebersihan diri
6) Beri pujian pada setiap pencapaian anak
Nurdin, A.E.(2011). Tumbuh kembang Perilaku Manusia. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Stolte, K.M. (2004). Diagnosa Keperawatan Sejahtera (Wellness Nursing Diagnosis). Cetakan
1. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
LAPORAN PENDAHULUAN SEHAT JIWA
Kesehatan adalah keadaaan sejahtera dari fisik, mental dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No 23 tahun
1992 tentang kesehatan). Sedangkan menurut WHO (2005) kesehatan adalah suatu
keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari
penyakit atau kecacatan. Dari dua defenisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
untuk dikatakan sehat, seseorang harus berada pada suatu kondisi fisik, mental dan
sosial yang bebas dari gangguan, seperti penyakit atau perasaan tertekan yang
memungkinkan seseorang tersebut untuk hidup produktif dan mengendalikan stres yang
terjadi sehari-hari serta berhubungan sosial secara nyaman dan berkualitas.
Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan atau
bagian integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas
hidup manusia yang utuh. Kesehatan jiwa menurut UU No 23 tahun 1996 tentang
kesehatan jiwa sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan
secara selaras dengan keadaan orang lain. Selain dengan itu pakar lain mengemukakan
bahwa kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental yang sejahtera (mental
wellbeing) yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif, sebagai bagian yang utuh
dan kualitas hidup seseorang dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia.
Dengan kata lain, kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi
merupakan sesuatu yang dmas dimastuhkan oleh semua orang, mempunyai perasaan
sehat dan bahagia serta mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang
lain sebagaimana adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang
lain (Sumiati dkk, 2009).
Gangguan kesehatan jiwa bukan seperti penyakit lain yang bisa datang secara
tiba-tiba tetapi lebih kearah permasalahan yang terakumulasi dan belum dapat
diadaptasi atau terpecahkan. Dengan demikian akibat pasti atau sebab yang melatar
belakangi timbulnya suatu gangguan. Pengetahuan dan pengalaman yang cukup dapat
membantu seseorang untuk menangkap adanya gejala-gejala tersebut. Semakin dini
kita menemukan adanya gangguan maka akan semakin mudah penanganannya.
Dengan demikian deteksi dini masalah kesehatan jiwa anak usia sekolah dasar sangat
membantu mencegah timbulnya masalah yang lebih berat. Masalah kesehatan jiwa
yang sifatnya ringan dapat dilakukan penanganan di sekolah oleh guru atau kerjasama
antara guru dan orang tua anak karena penyebab permasalahan dapat berkaitan
dengan masalah dalam keluarga yang tidak ingin dibicarakan oleh orang tua, mungkin
pula anak mempunyai masalah dengan teman (Noviana, 2010).
B. PENGERTIAN REMAJA
Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa
Latin adolescare yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”.
Bangsa primitif dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja
tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah
dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (Ali & Asrori, 2006).
Keliat, Helena & Farida (2011), menyatakan bahwa pada tahap perkembangan
usia 12-18 tahun, remaja harus mampumencapai
identitasdirimeliputiperan,tujuanpribadi,keunikandancirikhasdiri.Bilahalinitidaktercapai
maka remaja akan mengalami kebingungan peran yang berdampak pada
rapuhnyakepribadian sehingga akan terjadi gangguan konsep diri. Selama proses
tersebut, terjadi perubahan yang saling berkaitan pada aspek fisik, kognitif, serta aspek
psikososial, hal tersebut lalu dikenal dengan masa remaja (Papalia, et. al., 2011). Masa
remaja merupakan periode ketika individu menjadi matur secara fisik maupun psikologis
dan memperoleh identitas personal, yang dimulai saat usia 10 atau 12 tahun dan
berakhir pada usia 18 atau 20 tahun (Kozier, et. al., 2010).
Masa remaja juga dikatakan sebagai masa pencarian identitas diri. Identitas
adalah potret diri yang tersusun atas berbagai aspek, antara lain, identitas
pekerjaan/karir, identitas politik, identitas spiritual, identitas relasi (lajang, menikah,
bercerai), identitas prestasi/intelektual, identitas seksual, identitas budaya/etnik, minat,
kepribadian dan identitas fisik (Santrock, 2012). Menurut Erikson, tugas remaja adalah
mengatasi krisis identitas diri versus kebingungan identitas (Papalia, et al., 2011).
Subyektif Obyektif
Remaja dapat menilai secara obyektif Bertanggung jawab terhadap tugas
kelebihan dan kekurangan yang diberikan
Memiliki sahabat Menemukan identitas diri yang obyektif
Merasa tertarik pada lawan jenis Memiliki cita cita masa depan
Mengembangkan bakat yang disukas Mempunyai prestasi akademik
Memunyai teman sebaya
D. RENTANG RESPON
Adaptif Maladaptif
1. Remaja yang aktiv kegiatan 1. Memberontak
positif 2. Minum alcohol
2. Memiliki banyak tema 3. Pemakai napza
3. Memiliki prestasi/potensi 4. Menjadi anak jalanan
akademik 5. Tidak taat pada aturan
4. Mengembangkan hobi rumah/social/sekolah
5. Taat pada aturan
rumah/social/sekolah
Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa bayi hingga masa tua akhir
menurut Erickson, masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan yakni masa remaja awal,
masa remaja pertengahan, dan masa remaja akhir. Adapun kriteria usia masa remaja
awal pada perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada laki-laki yaitu 15-17 tahun. Kriteria
usia masa remaja pertengahan pada perempuan yaitu 15-18 tahun dan pada laki-laki
yaitu 17-19 tahun. Sedangkan kriteria masa remaja akhir pada perempuan yaitu 18-21
tahun dan pada laki-laki 19-21 tahun (Thalib, 2010). Menurut Papalia & Olds (dalam
Jahja, 2012), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-
kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan
berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
Jahja (2012) menambahkan, karena laki-laki lebih lambat matang daripada anak
perempuan, maka laki-laki mengalami periode awal masa remaja yang lebih singkat,
meskipun pada usia 18 tahun ia telah dianggap dewasa, seperti halnya anak
perempuan. Akibatnya, seringkali laki-laki tampak kurang untuk usianya dibandingkan
dengan perempuan. Namun adanya status yang lebih matang, sangat berbeda dengan
perilaku remaja yang lebih muda.
Menurut Mappiare masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan
21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia
remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan
17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun
adalah remaja akhir (Ali & Asrori, 2006).
Menurut hukum di Amerika Serikat saat ini, individu dianggap telah dewasa apabila
telah mencapai usia 18 tahun, dan bukan 21 tahun seperti pada ketentuan sebelumnya.
Pada usia ini, umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menengah (Hurlock
dalam Ali & Asrori, 2006). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa usia
remaja pada perempuan relatif lebih muda dibandingkan dengan usia remaja pada laki-
laki. Hal ini menjadikan perempuan memiliki masa remaja yang lebih panjang
dibandingkan dengan laki-laki.
1) Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik
pria maupun wanita.
2) Mencapai peran sosial pria, dan wanita.
3) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
4) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
5) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa
lainnya.
6) Mempersiapkan karir ekonomi.
7) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
8) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku mengembangkan ideologi.
Ali & Asrori (2006) menambahkan bahwa tugas perkembangan masa remaja
difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta
berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa.
Hurlock (dalam Ali & Asrori, 2006) juga menambahkan bahwa tugastugas
perkembangan masa remaja adalah berusaha:
tanggung jawab
21. Diberi kesempatan
menyukai tokoh idoda
22. Diberi kesempatan
berpendapat
23. Dilibatkan dalam
pengambilan keputusan
H. PERKEMBANGAN REMAJA
1 Seksualitas
a. Rambut. Rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh seperti halnya remaja
payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah tampak
setelah haid. Semua rambut kecuali rambut wajah mula-mula lurus dan
terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar, lebih gelap dan
agak keriting.
b. Pinggul. Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal ini
bawah kulit.
puting susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula dengan
d. Kulit. Kulit, seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar, lebih tebal, pori-
pori membesar. Akan tetapi berbeda dengan laki-laki kulit pada wanita tetap
lebih lembut.
e. Kelenjar lemak dan kelenjar keringat. Kelenjar lemak dan kelenjar keringat
Kelenjar keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama masa haid.
f. Otot. Menjelang akhir masa puber, otot semakin membesar dan kuat.
g. Suara. Suara berubah semakin merdu. Suara serak jarang terjadi pada
wanita.
2. Perkembangan Psikis
Widyastuti dkk (2009) menjelaskan tentang perubahan kejiwaan pada masa
remaja. Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada remaja
adalah:
3. Perkembangan Emosi
Masa Remaja adalah masa peralihan antara masa anak-anak dan masa
dewasa, status remaja remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun bagi
lingkungannya. Perkembangan emosi seseorang pada umumnya tampak jelas
pada perubahan tingkah lakunya. Perkembangan emosi remaja juga demikian
halnya. Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat
tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada pada individu tersebut. Dalam
kehidupan sehari-hari sering kita lihat beberapa tingkah laku emosional,
misalnya agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku
menyakiti diri, seperti melukai diri sendiri dan memukul-mukul kepala sendiri (Ali
& Asrori, 2006).
Sejumlah faktor menurut Ali & Asrori (2006) yang dapat mempengaruhi
perkembangan emosi remaja adalah sebagai berikut:
a. Perubahan jasmani.
b. Perubahan pola interaksi dengan orang tua. Pola asuh orang tua
terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada yang pola
asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja
sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak
acuh, tetapi ada juga yang dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola
asuh orang tua seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan
perkembangan emosi remaja. Cara memberikan hukuman misalnya,
kalau dulu anak dipukul karena nakal, pada masa remaja cara
semacam itu justru dapat menimbulkan ketegangan yang lebih berat
antara remaja dengan orang tuanya.
c. Perubahan pola interaksi dengan teman sebaya. Remaja seringkali
membangun interaksi sesama teman sebayanya secara khas dengan
cara berkumpul untuk melakukan aktifitas bersama dengan
membentuk semacam geng. Interksi antaranggota dalam suatu
kelompok geng biasanya sangat intens serta memiliki kohesivitas dan
solidaritas yang sangat tinggi. Pembentukan kelompok dalam bentuk
geng seperti ini sebaiknya diusahakan terjadi pada masa remaja awal
saja karena biasanya bertujuan positif, yaitu untuk memenuhi minat
mereka bersama.
d. Perubahan pandangan luar. Ada sejumlah pandangan dunia luar
yang dapat menyebabkan konflik-konflik emosional dalam diri remaja,
yaitu sebagai berikut:
1) Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten.
Kadangkadang mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka
tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang wajar
sebagaimana orang dewasa. Seringkali mereka masih dianggap
anak kecil sehingga menimbulkan kejengkelan pada diri remaja.
Kejengkelan yang mendalam dapat berubah menjadi tingkah laku
emosional.
2) Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang
berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan. Kalau remaja
lakilaki memiliki banyak teman perempuan, mereka mendapat
predikat populer dan mendatangkan kebahagiaan. Sebaliknya,
apabila remaja putri mempunyai banyak teman laki-laki sering
sianggap tidak baik atau bahkan mendapat predikat yang kurang
baik. Penerapan nilai yang berbeda semacam ini jika tidak disertai
dengan pemberian pengertian secara bijaksana dapat
menyebabkan remaja bertingkah laku emosional.
3) Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang
tidak bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja
tersebut ke dalam kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan
melanggar nilai-nilai moral.
e. Perubahan interaksi dengan sekolah. Pada masa anak-anak,
sebelum menginjak masa remaja, sekolah merupakan tempat
pendidikan yang diidealkan oleh mereka. Para guru merupakan tokoh
yang sangat penting dalam kehidupan mereka karena selain tokoh
intelektual, guru juga merupakan tokoh otoritas bagi para peserta
didiknya. Oleh karena itu, tidak jarang anak-anak lebih percaya, lebih
patuh, bahkan lebih takut kepada guru daripada kepada orang
tuanya. Posisi guru semacam ini sangat strategis apabila digunakan
untuk pengembangan emosi anak melalui penyampaian materi-materi
yang positif dan konstruktif.
I. PATHWAY PERKEMBANGAN REMJA
Faktor presipitas
Faktro predisposisi
1. Identitas klien
Identitas Nama,Usia, Jenis Kelamin, Nomor Rekam Medik (CM) dan Diagnosa
Medis
2. Keluhan
Keluhan utama saat pengkajian yang paling sering muncul / dominan dirasakan
klien dan intervensi yan telah klien/keluarga berikan untuk meringankan keluhan.
3. Status Perkembangan
4. Faktor Presipitasi
Data yang dikaji berupa riwayat perkembangan kesehatan 6 bulan terakhir terdiri
dari bio, psiko, sosial, spritual untuk mengetahui stimulasi dan perkembangan pasien
sesuai dengan umur pasien.
5. Faktor predisposisi
Faktor Predisposisi adalah faktor pendukung (bio, psiko, sosial) yang berkontrmas
dimassi timbulnya gangguan perkembangan. Faktor predisposisi yang harus dikaji
meliputi: kapan terjadinya, keluhan/tanda gejala, penyebab/faktor faktor yang melatar
belakangi, apa yang sudah dilakukan.
6. Pengkajian Psikososial
Data yang dikaji adalah penulusuran genetik yang berupa genogram, riwayat
penakit pasien/ keluarga beserta penatalaksanaannya, data tentang konsep diri klien (citra
tubuh, identitas diri, peran, ideal diri, harga diri), hubungan sosial dan aspek spiritual serta
pemknaan dalam spiritual.
Pengkajian yang digunakan untuk mellihat respon individu jika berhadapan dengan
stressor, terdiri dari respon kogitif, afektif,fisiologis, dan respon sosial.
8. Sumber koping
Mengkaji kemampuan personal untuk meneglaola koping jika berhadapan
dengan stressor, mulai dari penyelesaian masalah, status kesehatan, kemamuan
social, intelegensi, pengetahuan, tumbuh kembang, sampai ke konsep diri
pasien(citra diri, ideal diri identitas, peran, harga diri). Serta mengkaji dukungan social
yang didapatkan pasien, asset material untuk kebutuhan pasien, keyakinan pasien.
9. Mekanisme koping
Kaji respon klien dalam menghadapi suatu permasalahan, apakah
menggunakan cara-cara yang adaptif (konstruktif) atau maladaptive (distruktif)
B. DIAGNOSIS
Kesiapan peningkatan perkembangan remaja
C. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Kognitif, remaja mampu:
Mengetahui aspek positif dan kekurangan diri
Mengetahui identitas diri, tujuan dan cita-cita masa depan
Memahami norma dan peraturan yang berlaku
Berprestasi dalam bidang akademik
2. Psikomotor, remaja mampu:
Mengembangkan kemampuan diri
Meraih prestasi pada kegiatan positif
Beraktivitas dengan aktif
3. Afektif, remaja mampu:
Menyampaikan pendapat dengan asertif
Mengendalikan emosi
Perencanaan
Dx Kep Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Kesiapan Tum: Setelah 1x Membina hubungan saling percaya Komunikasi memiliki salah satu
peningkatan pertemuan dengan prinsip komunikasi peranan yang penting dalam
Remaja mampu
perkembanga diharapkan pasien terapeutik yaitu: kehidupan manusia, salah satu unsur
memenuhi
n remaja dapat menunjukka 1. Sapapasien dengan rama secara dalam komunikasi yaitu untuk
perkembangan
tanda tanda dapa verbal maupun nonverbal. menyampaikan informasi. Dalam
kognitif,
membina hubungan 2. Perkenalkan diri dengan sopan merawat dan membimbing proses
psikomotor dan
saling percaya 3. Tanyakan nama lengkap pasien pemulihan terhadap pasien gangguan
afektifnya sebagai
dengan perawat, dan nama panggilannya jiwa, perawat mempunyai resiko yang
remaja serta
dengan kriteria hasil: 4. Jelaskan tujuan pertemuan sangat besar, sehingga perawat harus
terhindar dari hal
5. Jujur dan menepati jani memiliki kemampuan dalam
hal negative. Ekspresi
6. Tunjukkan sikap empati dan menangani pasien gangguan jiwa.
bersahabat.
TUK I menerma pasien apa adanya Salah satu kemampuan yang harus
Pasien
7. Beri perhatian pada pemenuhan perawat miliki yaitu komunikasi.
Pasien dapat meunjuukan rasa
kebutuhan pasien. Komunikasi merupakan pelekat antara
membina senang
perawat dalam melakukan proses
hubungan saling Pasien bersedia
perawatan atau pemulihan kepada
percaya berjabat tangan.
pasien Komunikasi yang tidak efektif
Pasien bersedia
akan mengarahkan kepada proses
menyebutkan
perawatan atau pemulihan yang tidak
nama
tepat dan pengembangan rencana
Ada kontak mata. asuhan tidak akan memenuhi pasien.
Pasien bersedia Komunikasi yang digunakan oleh
duduk perawat harus efektif, sehingga
berdampingan perawat dalam menyampaikan pesan
dengan perawat kepada pasien gangguan jiwa bisa
Pasien bersedia diterima dan dimengerti, dan juga
mengutarakan dalam proses perawatan dan
1. Metode dialog/diskusi
2. Metode teladan
3. Metode pembiasaan
4. Metode perhatian
5. Metode nasihat.
[ CITATION Mul19 \l 1033 ]
TUK II: Setelah 1x 1. Memfasilitasi remaja untuk Remaja pada umumnya meiliki banyak
pertemuan komunitas hobi maupun komunitas
Remaja dapat mengikuti kegiatan yang positif
diharapkan pasien belajar. Di Komunitas terdapat istilah
kembali mencapai dapat menunjukka bersama komunitas remaja sense of community adalah suatu
tahap kepahaman dalam (olah raga, seni, bela diri, perasaan yang dimiliki oleh individu
mencapai tahap bahwa dirinya adalah bagian dari
perkembangannya pramuka, pengajian,dll)
perkembangan suatu kelompok, penting bagi satu
secara normal secara optimal 2. Berperan sebagai teman curhat sama lain dan untuk kelompoknya,
dengan kriteria hasil: atau mendorong remaja untuk serta kepercayaan (Goodwin et al.,
2009).Menurut Arnett (dalam Lane,
1. remaja dapat bergaul dengan teman / orang
2015), pada tahap emerging
mengikuti
lain adulthood, self-efficacy yang dimiliki
kegiatan positif
2. remaja dapat 3. Berikan lingkungan yang oleh individu masih belum stabil
karena individu berada dalam masa
bergaul dengan nyaman bagi remaja untuk
peralihan dan mengalami banyak
teman sebayanya
melakukan aktifitas bersama perubahan. Akan tetapi, Sense of
3. remaja dapat
kelompoknya community dapat membantu individu
bersosialisasi
untuk mengerjakan tugas yang
dengan 4. Membimbing remaja secara
diberikan oleh komunitasnya karena,
kelompoknya
bijak bila remaja terlibat individu yang memiliki sense of
4. remaja dapat
menghindari kriminal, narkoba, perkelahian community akan lebih berusaha untuk
kegiatan negatif mengerjakan tugasnya dengan baik
dan tindak asusila
karena ia menganggap bahwa
5. Sediakan waktu dan sesering kelompok adalah hal yang penting
TUK III: Setelah 1x 1. Jelaskan ciri perkembangan Pada masa remaja terdapat
pertemuan perubahanperubahan dalam proses
1) Keluarga mampu remaja yang normal dan
diharapkan keluarga pertumbuhan dan juga
memahami menyimpang
dapat membantu perkembangan sehingga remaja
perilaku yang remaja dalam 2. Jelaskan cara yang dapat perluberadaptasi terhadap perubahan
mencapai tahap yang terjadi.Dalam hal ini, rasa
menggambarkan dilakukan keluarga untuk
perkembangan percaya diri yang dimiliki remaja
perkembangan memfasilitasi perkembangan
dengan kriteria hasil: dapat menimbulkan pandangan hidup
remaja yang remaja yang normal yang positif pada remaja dalam
1. Mengetahui
menghadapi permasalahan dalam
normal dan perkembangan 3. Fasilitasi remaja untuk
hidupnya. Oleh karena itulah
remaja normal berinteraksi dengan kelompok
menyimpang dan pentingnya meningkatkan koping
dan negative
mengembangkan sebay pada remaja supaya dapat digunakan
2. Memfasilitasi
dalam menghadapi permasalahan
kemampuan interaksi remaja 4. Anjurkan keluarga agar
yang terjadi dalam hidupnya.Remaja
3. Keluarga dapat memotivasi remaja untuk bergaul
psikososial remaja perlu diimbangi dengan dukungan
memotivasi
dengan orang lain yang sistem pada remaja untuk
remaja dalam
keoptimlah kesehatan jiwa remaja
bersosialisasi membuatnya nyaman
(emosional, psikologis dan sosial)
4. Keluarga dapat mencurahkan perasaan,
diantaranya:
menjadi tempat
perhatian, dan kekhawatiran
yang nyaman 5. Berperan sebagai teman curhat 1. Keluarga
untuk bercerita 2. Sekolah
bagi remaja
5. Keluarga dapat 3. Teman sekelas
6. Berperan sebagai contoh bagi
menjadi role 4. Teman dekat
model yang baik remaja daam melakukan Dalam jurnal yang berujudul
untuk remaja Gambaran Dukungan Sosial
interaksi sosial yang baik
Terhadap Kesejahteraan Emosional,
Psikologi Dan Sosial Pada
Kesehatan Jiwa Remaja
mengungkapkan bahwa dukungan
social tersebut mempengaruhi
kesejahteraan emosional, psikologi
dan social remaja, dan factor yang
paling berkontribusi adalah factor
dukungan social orang tua
[ CITATION Sul18 \l 1033 ].
H. STRATEGI PELAKSANAAN DAN SPTK PADA REMAJA
SP PASIEN KELUARGA
1. 1. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti 1. Jelaskan ciri perkembangan remaja yang normal
kegiatan yang positif dan bermanfaat dan menyimpang
2. Tidak membatasi atau terlau mengekang 2. Jelaskan cara yang dapat dilakukan keluarga untuk
remaja melainkan membimbingnya memfasilitasi perkembangan remaja yang normal
3. Menciptakan suasana rumah yang nyaman 3. Fasilitasi remaja untuk berinteraksi dengan
4. Menyediakan waktu untuk diskusi, bergaul dengan orang lain yang membuatnya
mendengarkan keluhan, harapan dan cita- nyaman mencurahkan perasaan, perhatian, dan
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
Saudara Dimas Ariyo remaja berusia 17 tahun, pelajar kelas 3 SMA. Sdr Dimas tinggal
bersama kedua orang tua dan 2 kakaknya. Sehari-hari dimas berangkat ke sekolah
bersama teman dekatnya. Dimas merupakan seorang siswa SMA yang aktif disekolah
2. Diagnosa Keperawatan: Kesiapan peningkatan perkembangan remaja
3. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja
b. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti kegiatan yang positif dan bermanfaat
c. Tidak membatasi atau terlau mengekang remaja melainkan membimbingnya
d. Menyediakan waktu untuk diskusi, mendengarkan keluhan, harapan dan cita-cita
remaja
e. Tidak menganggap remaja sebagai junior yang tidak memiliki kemampuan apapun
4. Tindakan keperawatan
5. Membina hubungan saling percaya
a. Mendiskusikan dengan remaja factor-factor yang melatarbelakangi perkembangan
remaja
b. Memotivasi remaja untuk melakukan kegiatan yang positif
c. Memberikan reward kepada remaja atas kegiatan positif yang telh dilakukan
d. Memasukkan kejadwal kegiatan harian remaja
“Kira-kira mas dimas mau berapa lama kita akan berbincang?baik 30 menit ya mas??”
Kerja:
“Apa saja kegiatan yang sering mas dimas lakukan di sekolah? Ooh, bermain basket ya,kalau
dirumah? Kegiatan mana yang paling mas dimas sukai? Apa yang mas dimas rasakan kalau
mas dimas sedang mengikuti kegiatan di sekolah? Senang dan semangat ya. Bagaimana
dengan kondisi fisik mas dimas dengan banyaknya kegiatan yang mas dimas ikuti? Apa tujuan
mas dimas mengikuti kegiatan – kegiatan tersebut?”
“Sejak kapan mas dimas merasa senang mengikuti kegiatan bersama teman – teman mas
dimas? Siapa yang menginspirasi mas dimas untuk aktif di berbagai kegiatan? Apakah hal
tersebut merupakan keinginan mas dimas secara pribadi atau ada orang lain yang menyuruh
mas dimas? Seberapa sering dalam seminggu mas dimas ikut kegiatan di luar rumah?
Pernahkah ada masalah yang terjadi antara mas dimas dengan teman sepermainan atau di
organisasi tempat mas dimas beraktivitas? Kalau pernah apa yang mas dimas lakukan ketika
ada masalah? Apakah cara yang mas dimas lakukan mampu menyelesaikan masalah? Adakah
cara lain yang mas dimas lakukan? Bagus sekali jawaban mas dimas…. “
“Bagaimana dengan orangtua, apakah mas dimas sering menceritakan masalah mas dimas ke
orangtua? Pernahkah mas dimas mengalami trauma terkait dengan pertemanan di masa lalu?
Kapan? Bagaimana ceritanya? Oiya tadi mas dimas bilang kalau salah satu tujuan mas dimas
berorganisasi adalah untuk memotivasi mas dimas meraih cita – cita. Apa harapan dan cita –
cita mas dimas? Ohh menjadi tentara ya. Apa saja selain berorganisasi yang sudah mas dimas
siapkan untuk meraih cita- cita mas dimas? Berllatih berenang dan memperbaiki fisik dan
mental ya. Bagus,… bagaimana kalau sekarang kita buat agenda kegiatan harian mas dimas,
agar dapat lebih rapi”
Terminasi
“Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang selama 30 menit dan
sekarang sudah 30 menit mas. Mas dimas,, Bagaimana minggu depan pada hari
yang sama saya akan maen lagi kesini dan kita lihat bagaimana
pelaksanaannya?setuju? kalau minggu depan jam berapa mas dimas ada waktu
luang untuk ketemu dengan kakak? Dimana?” Sampai ketemu minggu depan
ya, ditempat ini,OK? Assalamu’alaikum.”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK) 2
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
Saudara Dimas Ariyo remaja berusia 17 tahun, pelajar kelas 3 SMA. Sdr Dimas tinggal
bersama kedua orang tua dan 2 kakaknya. Sehari-hari dimas berangkat ke sekolah
bersama teman dekatnya. Dimas merupakan seorang siswa SMA yang aktif disekolah
2. Diagnosa Keperawatan: Kesiapan peningkatan perkembangan remaja
3. Tujuan khusus
a. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti kegiatan yang positif (olah raga, seni, bela
diri, pramuka, pengajian,dll)
b. Berikan lingkungan yang nyaman bagi remaja untuk melakukan aktifitas bersama
kelompoknya
c. Membimbing remaja secara bijak bila remaja terlibat kriminal, narkoba,
perkelahian dan tindak asusila
d. Sediakan waktu dan sesering mungkin diskusi dengan remaja
4. Tindakan keperawatan
a. Mendiskusikan kegiatan positif untuk menunjang cita cita
b. Mediskusikan tentang lingkugan nyman untuk pelajar
c. Memberikan penkes untuk menjauhi tindakan kriminal, narkoba, atau perkelahian
d. Memotivasi untuk membentu SHG pada remaja remaja yang memiliki cita” sama
4. Salam terapeutik
“Selamat pagi mas dimas, masih ingat dengan saya? Iya benar saya venty mahasiswi dari
universitas brawijaya”
5. Evaluasi/validasi.
“Bagaimana kabar Mas dimas hari ini? Apakah mas dimas masih aktiv min basker? Wahh
bagus, kalua jadwal yang kita bikin kemarin, apakah mas dimas melakukan kegiatan
sesuai jadwal? Apa manfaat yang mas rasakan jika melakukan kegiatan sesuai jadwal?
Wahh iya, lebih mudah mengatur waktu ya ”
6. Kontrak : topik, waktu, tempat
“Bagaimana kalau Mas dimas hari ini kita ngobrol” tentang kegiatan yang bias dilakukan
untuk menunjang cita cita mas dimas dan juga bercerita tentang bahaya criminal diusia
remaja?.“
“Kira-kira mas dimas mau berapa lama kita akan berbincang?baik 30 menit ya mas??”
Kerja:
“baik mas dimas, hari ini kita akan berbicara perihal hal positive yang bias mas dimas lakukan
utuk menunjang cita cita mas dimas, kira kira mas dimas suka aktivitas apalagi? Ohh olahraga
pull up ya mas, menurut mas dimas apakah olah raga tsbt bias menunjang cita-cita mas dimas
ohh bias ya, untuk mempermudah test masuk tentara, pintar sekali mas dimas”
“selain olah raga mas dimas juga harus mempersiapkan secara test tulis, apakah mas dimas
sudah menyiapkannya? Kalua dirumah apakah mas dimas bias belajar? Ohh dirumah kurang
nyaman ya, karena berisik. Lalu bagaimana mas mensiasati hal tersebut? Ohh belajar di rumah
teman yang lebih tenang ya, baguss mas tidak apa-apa agar bias sharing pemikiran saat
menemukan soal yang sulit ya.”
“oh iya mas dimas, di era milenial ini banyak hal negative yang aksesnya sangat mudah seperti
membeli alcohol/ narkoba, apakah mas dimas tau hal tersebut? Tau ya, banyak teman mas
dimas yang melakukan hal tersebut? Saran saya mas dimas tidak usah mengikuti hal tersebut
karena dapat menghalangi cita” mas dimas dan masih banyak kerugian yang didapatkan jika
mengkonsumsi alcohol/napza. Apakah mas dimas paham? Wahh pintar”
“selain menjalankan hobi bersama, apakah mas dimas ada grub senidir dengan remaja remaja
lain yang bercita” menjadi tentara? Wah ada ya? Kegiatannya biasanya apa saja mas? Apa
manfaat yang mas dapatkan jika bergabung dalam grub tersebut? Apakah kegiatan di grub
tersebut selalu positif? Ahh sangat banyak ya manfaat jika kita berkumpul dengan orang” yang
memiliki tujuan yang sama”
Terminasi
“Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang selama 30 menit dan
sekarang sudah 30 menit mas. saya berpesan semoga mas dimas menjauhi
pergaulan negative dan cita-“nya bias tercapai. Assalamu’alaikum.”
I. DOKUMENTASI KEPERAWATAN
Dokumentasi merupakan suatu dokumen yang berisi data lengkap, nyata, dan tercatat
bukan hanya tentang tingkat kesakitan pasien tetapi juga jenis dan kualitas pelayanan
kesehatan yang di berikan (Nurhafni, 2013). Perry & potter (2005) juga menjelaskan tujuan
pendokumentasian yaitu sebagai alat komunikasi tim kesehanan untuk menjelaskan
perawatan klien termaksuk perawatan individual, edukasi klien dan penggunaan rujukan
untuk rencana pemulangan. Dalam melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan harus
mengikuti tujuh standar dokumentasi asuhan keperawatan yaitu harus sabar, harus berisi
pekerjaan yang sebenarnya dari perawat pendidikan dan dokungan psikososial, ditulis harus
mencerminkan klinis perawat, harus logis dan berurutan, harus ditulis coteemporameously
(segera setelah peristiwa terjadi), catatan harus lengkap tentang keperawatan dan tentang
hal diluar keperawatan, harus memenuhi persyaratan hukum (Johnson, Jefferis & Landon,
2010). Tahapan dokumentasi:
1. Dokumentasi pengkajian askep
2. Dokuemtasi diagnosis askep
3. Dokumentasi rencana askep
4. Dokumentasi implementasi askep
5. Dokumentasi evaluasi askep
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M & Asrori, M., (2016). PSIKOLOGI REMAJA: PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK.
Dalami, Ermawati. 2010. KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA. Jakarta : Trans Info
Media.
Johnson, M., Jefferies, D. & Langdon, R. THE NURSING AND MIDWIFERY CONTENT AUDIT
TOOL (NMCAT): A SHORT NURSING DOCUMENTATION AUDIT TOOL. JOURNAL
OF NURSING MANAGEMENT, 18, 832-845. 2010
Keliat, B. A. dkk. 2011. KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA KOMUNITAS : CMHN
Keliat.,Daulima,N,H.,C.,&Farida(2011).MANAJEMENKEPERAWATANPSIKOSOSIALDAN
KADER KESEHATAN JIWA: CMHN (INTERMEDIATE COURSE). Jakarta:EGC
Keliat, B. A., Soimah, Mulia, M., Wibawa, I. R., Triyaspodo, K., Rasmawati, &
Khoirunnissa, M. L. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Jakarta: EGC.
Kozier. (2010). BUKU AJAR PRAKTIK KEPERAWATAN KLINIS. Edisi 5. Jakarta : EGC
Lukito, A. C., Lidiawati, K. R., & Matahari, D. (2018). SENSE OF COMMUNITY DAN
SELF-EFFICACY PADA MAHASISWA YANG MENGIKUTI KOMUNITAS
KESENIAN . Jurnal Psikologi Talenta Volume 04, No 01.
Muliaty, A., Shuhufi, M., & Arif, M. (2019). STUDI KASUS DALAM MENANGGULANGI
KENAKALAN REMAJA MELALUI KOMUNIKASI KELUARGA . Jurnal Idaarah, Vol
3, No 1, 8-19.
Papalia, et. al. (2011) HUMAN DEVELOPMENT, 10th ed. Salemba humanika: Jakarta
Potter, P., & Perry, A., G., P. BUKU AJAR FUNDAMENTAL KEPERAWATAN KONSEP,
PROSES DAN PRAKTIK, Edisi 4. Volume 1,. Jakarta: EGC, 2005.
PSulistiowati, N. D., Keliat, B. A., Bersal, & Wakhid, A. (2018). GAMBARAN DUKUNGAN
SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN EMOSIONAL, PSIKOLOGI DAN
SOSIAL PADA KESEHATAN JIWA REMAJA. Jurnal Ilmu Permas: Jurnal Ilmiah
STIKES Kendal Volume 8 No 2, 116-122.
Santrock (2003) John W. ADOLESCENCE. PERKEMBANGAN REMAJA. EDISI
KEENAM. Jakarta: Erlangga.
MASA DEWASA
Artinya seseorang menilai masa lalu dengan kenyataan yang ada saat
ini, dan dengan pandangan kedepan seseorang merubah struktur
kehidupannya dengan penyesuaian pemikiran rasional pada zaman ini pula.
Proses individuasi akan membangun struktur kehidupan baru yang langsung
sampai fase penghidupan yang berikutnya yaitu pemulaan masa madya (45-50
tahun)
3. Dewasa Akhir
Masa dewasa lanjut usia merupakan masa lanjutan atau masa dewasa
akhir (60 keatas). Perlu memperhatikan khusus bagi orangtuanya yang sudah
menginjak lansia dan anaknya yang butuh dukungan juga untuk menjadi
seorang dewasa yang bertanggung jawab. Di samping itu permasalahan dari
diri sendiri yang berubah fisik, mulai tanda penuaan yang cukup menyita
perhatian.
Saat individu memasuki dewasa akhir mulai terlihat gejala penurunan
fisik dan psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya gerak
motorik,pencarian makna hidup selanjutnya. Menurut Erikson tahap dewasa
akhir memasuki tahap integriti vs despair yaitu kemampuan perkembangan
lansia mengatasi krisis psikososialnya. Banyak stereotip positif dan negative
yang mampu mempengaruhi kepribadian lansia. Integritas ego penting dalam
menghadapi kehidupan dengan puas dan bahagia. Hal ini berdampak pada
hubungan sosialnya dan produktifitasnya yang puas. Lawannya adalah
Despair yaitu rasa takut mati dan hidup terlalu singkat, rasa kekecewaan.
Beberapa cara hadapi krisis dimasa lansia adalah tetap produktif dalam peran
sosial, gaya hidup sehat dan kesehatan fisik.
Akibat perubahan fisik yang semakin menua maka perubahan ini akan
sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan
lingkungannya. Dengan semakin lanjut usia seseorang secara berangsur-
angsur ia mulai melepaskan dirinya dari kehidupan sosialnya Karen berbagai
keterbatasan yang dimiliknya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial para
lansia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga hal ini
secara perlahan mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal
yaitu: kehilangan peran ditengah masyarakat, hambatan kontak fisik dan
berkurangnya komitmen.
Menurut Erikson, perkembangan psikososial masa dewasa akhir
ditandai dengan tiga gejala penting, yaitu keintiman, generative dan integritas.
a. Perkembangan keintiman
Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan
memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka.
orang-orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan orang lain
akan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan inti mini
merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki
masa dewasa akhir.
b. Perkembangan Generatif
Generativitas adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh yang
dialami individu selama masa pertengahan masa dewasa. Ketika
seseorang mendekati usia dewasa akhir, pandangan mereka mengenai
jarak kehidupan cenderung berubah. Mereka tidak lagi memandang
kehidupan dan pengertian waktu masa anak-anak, seperti cara anak muda
memandang kehidupan, tetapi mereka mulai memikirkan mengenai tahun
yang tersisa untuk hidup. Pada masa ini, banyak orang yang membangun
kembali kehidupan mereka dalam pengertian prioritas, menentukan apa
yang penting untuk dilakukan dalam waktu yang masih tersisa
c. Perkembangan integritas
Integritas merupaka tahap perkembangan psikososial Erikson yang
terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai keadaan yang dicapai
seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk
dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan
berbegai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Lawan dari
integritas adalah keputusan tertentu dalam menghadapi perubahan-
perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi social dan
historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian.
Tahap integritas ini dimulai kira-kira usia sekitar 65 tahun, dimana
orang-orang yang tengah berada pada usia itu sering disebut sebagai usia
tua atau orang usia lanjut. Usia ini banyak menimbulkan masalah baru
dalam kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak waktu luang yang
dapat dinikmati, namun karena penurunan fisik atau penyakit yang
melemahkan telah membatasi kegiatan dan membuat orang tidak merasa
berdaya
Terdapat beberapa tekanan yang membuat orang usia tua ini
menarik diri dari keterlibatan social:
1) Ketika masa pensiun tiba dan lingkungan berubah, orang mungkin
lepas dari peran dan aktifitas selama ini
2) Penyakit dan menurunya kemampuan fisik dan mental, membuat ia
terlalumemikirkan sendiri secara berlebihan
3) Orang-orang lebih muda disekitarnya cenderung menjauh darinya
4) Pada saat kematian semakin mendekat, orang lain seperti ingin
membuang semua hal bagi dirinya tidak bermanfaat lagi.
Jadi, tumbuh kembang dewasa muda, menengah dan akhir berbeda.
Persamaannya dilihat dari tanda-tanda memasuki usia dewasa seseorang/
individu, yaitu:
a. Membuat keputusan penting dalam menunjang karir, kesehatan dan
hubungan personalnya
b. Memiliki kedudukan dan peran sebagai orang penting seperti pekerja,
orang tua dan pasangan hidup
c. Mencapai kematangan psikologis sebagai orang dewasa dan segala
macam tanggung jawabnya serta sistematis dan analitis
Menurut Lavinson, dewasa akhir mulai berumur 50-55 tahun
sering kali merupakan krisis bila sesorang tidak sepenuhnya berhasil
dalam penstrukturan kembali hidupnya pada peralihan ke dewasa
madya. Sesudah itu langkah puncak (55-60 tahun) sekaligus menandai
masa dewasa akhir
Penelitian Levinson mengemukakan tahun-tahun usia yang
eksak dengan pergeseran maksimum lima tahun, hal ini cenderung
nenuju pada eksak semu, pengertian struktur kehidupan harus diteliti
akan ketetapan penggunaannya. Namun Lavinson menitik beratkan
bahwa pandangan akan siklus penghidupan yang terlalu kaku atau
terlambat tidak dapat dipertahankan lagi.
2. KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ORANG DEWASA
Karakteristik perkembangan orang dewasa ada 4, yaitu:
1) Perkembangan fisik masa dewasa awal
a. Perkembangan fisik masa dewasa awal
Dewasa awal adalah masa kematangan fisik dan psikologis.
b. Menurut Anderson (dalam Mappiare: 17) terdapat tujuh ciri kematangan
psikologis dengan ringkasan sebagai berikut:Berorientasi pada tugas,
bukan pada diri atau ego, minat orang matang berorientasi pada tugas-
tugas yang dikerjakannya dan tidak condong pada perasaan-perasaan diri
sendiri atau untuk kepentingan pribadi.Tujuan-tujuan yang jelas dan
kebiasaan-kebiasaan kerja efisien: seseorang yang matang melihat tujuan-
tujuan yang ingin dicapainya secara jelas dan tujuan-tujuan itu dapat
didefinisikanya secara cermat dan tahu mana pantas dan tidak serta
bekerja secara terbimbing menuju arahnya.
c. Mengendalikan perasaan pribadi: seseorang yang matang dapat menyetir
perasaan-perasaannya dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan
dengan orang lain. Dia tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi
mempertimbangkan pula perasaan-perasaan oranglain
d. Keobjektifan: orang matang memiliki sikap objektif yaitu berusaha
mencapai keputusan dalam keadaan yangbersesuaian dengan kenyataan
e. Menerima kritik dan saran: orang matang memiliki kemauan yang realistis,
paham bahwa dirinya tidak selalu benar, sehingga terbuka terhadap kritik-
kritik dan saran-saran orang lain demi peningkatan dirinya
f. Pertanggungjawaban terhadap usaha-usaha pribadi: orang yang matang
mau memberi kesempatan pada orang lain membantu usaha-usahanya
untuk mencapai tujuan. Secara realiatis diakuinya bahwa beberapa hal
tentang usahanya tidak selalu dapat dinilainya secara sungguh-sungguh,
sehingga untuk itu dia butuh bantuan oranglain, tetapi tetap dia
bertanggung jawab secara pribadi terhadap usaha-usahanya
g. Penyesuaian yang realistis terhadap situasi-situasi baru: orang matang
memiliki ciri fleksibel dan dapat menempatkan diri dengan kenyataan-
kenyataanyang dihadapkan dengan situasi-situasi baru.
Kekuatan fisik yang prima pada orang dewasa, memungkinkan mereka untuk
optimal dalam bekerja, berkeluarga, memperoleh keturunan dan mengelola
kehidupan keluarganya. Sebaliknya kekuatan fisik yang tidak prima
menghambat orang dewasa dan dapat menggagalkan sebagian atau secara
total tugas-tugas perkembangan orang dewasa
2. Kemampuan motorik
Kemampuan motorik orang dewasa mencapai kekuatannya antara usia 20-an
dan 30-an. Kecepatan respon maksimal terdapat antara usia 20-an dan 25-an
dan sesudah itu kemampuan ini sedikit demi sedikit menurun. Kemampuan
motoric ini mempunyai hubungan yang positif dengan kondisik fisik yang baik
dan kesehatan yang baik. Kondisi fisik yang kuat dan lkesehatan yang baik
memungkinkan orang dewasa melatih keterampilan-keterampilannya secara
lebih baik. Disamping itu, orang dewasa yang mempunyai kemampuan motorik
yang baik cenderung akan dapat mnyelesaikan dengan baik pekerjaan yang
menuntut kemampuan fisik. Dalam pembelajaran keterampilan-keterampilan
motorik, orang dewasa yang berusia 20-an menunjukkan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan hasil merek yang mempelajarinya dalam usia mendekati
masa usia baya
3. Kemampuan mental
Kemampuan mental yang diperlukan untuk menyesuaikan diri pada situasi
situasi baru adalah mengingat kembali hal-hal yang pernah dipelajari,
penalaran dan analogis dan berfikir kreatif. Kemampuan mental ini mencapai
puncak pada usia 20-an, kemudian sedikit demi sedikit menurun. Kemampuan
mental yang dimiliki orang dewasa ini sangat penting kedudukannya dalam
menyesuaikan diri terhadap tugas-tugas. Perkembangan, jauh melebihi
pntingnya kemampuan motori. Kemampuan mental seperti penalaran dengan
menggunakan analogis, meningkat kembali informasi yang telah dipelajari,
dan berfikir yerhadap keterampilan-keterampilan dan kecakapan-kecakapan
yang dituntut oleh tugas-tugas perkembanganmorang dewasa. Baik pria
maupun wanita pada umumnya memiliki kemampuan berfikir dalam usaha-
usaha mereka memiliki teman-teman bergaul sebagai calon istri maupun calon
suami.
PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN DEWASA
PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
Inisial klienusia, Jenis kelamin, Tanggal Pengkajian, No RM Diagnosa medis
Alamat, Pekerjaan, Pendidikan, suku bangsa.
Nama orang tua/penanggungjawab, Pekerjaan, pendidikan
B. KELUHAN
Keluhan utama yang muncul dan dominan dirasakan klien saat dilakukan
pengkajian dan intervensi yang dilakukan oleh klien ataupun keluarga dalam
mengurangi atau menringankan keluhan
C. STATUS PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN (sekarang)
Menilai dan mengetahui klien masuk dalam tabel perkembangan: infant, toddler,
preschool, school,adolescence, youngadult, adult atau old. Form ini juga masuk
komponen pengkajian Fisik, Psikosexual, psikososial, kognitif dan moral.
D. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor biologis, psikologis dansocial budaya (Psikosexual, psikososial, kognitif,
moral), spiritual, dikaji dalam riwayat perkembangan kesehatan 6 bulan terakhir,
dan juga untuk mengetahui stimulasi dan perkembangan pasien sesuai dengan
umur pasien.
E. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor Predisposisi adalah faktor pendukung (biologis, psikologis) yang
berkontribusi timbulnya gangguan perkembangan
F. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Data yang dikaji adalah penulusuran genetik yang berupa genogram, riwayat
penakit pasien/ keluarga beserta penatalaksanaannya, data tentang konsep diri
klien (citra tubuh, identitas diri, peran, ideal diri, harga diri), hubungan sosial dan
aspek spiritual serta pemaknaan dalam spiritual.
G. PENGKAJIAN PENILAIAN TERHADAP STRESSOR
Data yang didapatkan dari: respon kognitif, respon Afektif, respon fisiologi, gejala
fisik, perilaku yang tampak, respon sosial
H. SUMBER KOPING
Data yang dikaji adalah:
Kemampuan persona (problem solving skill, status kesehatan, social skill,
intelegensia, tumbuh kembang, system pendukung, koping, pola asuh, konsep
diri, citra diri, ideal diri, identitas, peran, harga diri
Dukungan sosial (dukungan, jaringan social, stabilitas budaya)
Aset material (kecukupan penghasilan, kekayaan yang dimiliki, pelayanan
kesehatan)
Keyakinan (keyakinan dan nilai, motivasi, orientasi kesehatan)
I. MEKANISME KOPING
Penilaian sikap mekanisme koping (seperti: bicara dengan orang lain,
membandingkan, mekanisme pertahanan ego, aktivitas konstruktif, negosiasi dan
lain-lain)
Diagnose keperawatan
Kesiapan peningkatan perkembangan dewasa awal
Rencana tindakan keperawatan
1. Intervensi generalis: diskusikan tentang
a. Perkembangan usia dewasa awal yang normal dan menyimpang
b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada
d. Mngetahua peran sebagai suami/ istri
e. Menciptakan lingkungan rumah yang dijadikan contoh untuk anak-anaknya
f. Peningkatan komunikasi dengan pasangan
g. Mengatasi masalah dalam hal transisi peran sebagai suami/ istri
h. Mengantisipasi munculnya masalah kesehatan yang bersifat kronis dan
perubahan fisik (obesitas/ kegemukan)
i. Mengubah gaya hidup yang perlu mendapatkan perhatian seperti kebiasaan
minum alkohol, merokok dll)
Kesiapan peningkatan perkembangan dewasa madya
Rencana tindakan keperawatan
1. Intervensi generalis
a. Diskusikan tentang perkembangan usia dewasa pertengahan yang normal
dan perkembangan yang menyimpang
b. Menerima proses penuaan
c. Berinteraksi dengan baik dengan pasangan dan menikmati kebersamaan
dengan keluarga
d. Memperluas dan memperbaharui minat/ kesenangan
e. Memanfaatkan kemandirian dan kemampuan/ potensi diri secara positif
2. Intervensi spesialis
Terapi stimulasi perkembangan psikososial usia 30-60 tahun
Kesiapan peningkatan perkembangan usia dewasa tua
Rencana intervensi
Intervensi general: Diskusikan tentang
a. Perkembangan usia dewasa tua yang normal dan menyimpang
b. Cara mencapai perkembangan usia dewasa tua
c. Penyimpangan perkembangan dan cara mengatasinya melalui pelayanan
kesehatan
Intervensi keluarga: Diskusikan tentang
a. Tahap perkembangan yang harus dicapai usia dewasa tua
b. Cara memfasilitasi dewasa tua mencintai keluarga
c. Cara bekerja agar berhasil
d. Peran serta di masyarakat
Daftar pustaka
I. KONSEP DASAR
A. Definisi
Usia lanjut menurut World Health Organisation (WHO) ialah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang
telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupan. Kelompok yang dikategorikan lansia
ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Usia lanjutadalahseseorang yang mengalamiperubahanbiologis, fisik, kejiwaan, dan
sosial, haliniakanmemberikan
pengaruhpadasemuaaspekkehidupanpadausialanjuttermasukkesehatan (Fatimah, 2010).
Seseorang dikatakan lanjut usia apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor
tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun
sosial ( Nugroho, 2012 ). Lansia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut
dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh
beradaptasi dengan stress lingkungan.
MenurutKemenkesRepublik Indonesia, seseorangdikatakanusialanjutjikaiaberusia
60 tahunkeatas, halinitercantumdalam UU No. 13 tahun 1998 (Kemenkes RI,
2013).Seoranglansiadikatakansehatjikamampuhidupdanberfungsisecaraefektifdalamkehid
upanmasyarakat, diantaranyamampumelatih rasa
percayadiridanotonominyasehinggadapatmencapaiderajatkesehatanmaksimum yang
dapatdicapainya.
Klasifikasi Lansia menurut Depkes RI, 2013:
1. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan
4. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan
yang dapat menghasilkan barang atau uang jasa
5. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri,
yaitu :
1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
a. Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain).
b. Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai
sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan
lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
4. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga
membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif
terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis
dan sebagainya. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang
paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat,
terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
2. Teori Sosial
- Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada situasi
tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Pokok-pokok
interaksi sosial adalah sebagai berikut (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 43):
a. Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai tujuan
masing-masing.
b. Dalam upaya tersebut, maka terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya
dan waktu.
c. Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seseorang memerlukan biaya.
d. Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah terjadinya
kerugian.
e. Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.
- Teori penarikan diri
Kemiskinan yang diderita lanjut usia dan menurunnya derajat kesehatan
mengakibatkan seseorang lanjut usia secara perlahan menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas. Pada lanjut usia sekaligus
terjadi kehilangan ganda (triple loss), yaitu sebagai berikut (Hardywinoto dan
Setiabudi, 1999: 45):
a. Kehilangan peran (loss of role).
b. Hambatan kontak sosial (restriction of contact and relationship).
c. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and values).
- Teori aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon, dkk. (1972) yang
menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung pada bagaimana
seseorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin. Adapun kualitas aktivitas
tersebut lebih penting dibandingkan dengan kuantitas aktivitas yang dilakukan
(Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 46).
- Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan di dalam siklus kehidupan
lanjut usia, sehingga pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan
gambarannya kelak pada saat menjadi lanjut usia. Hal ini dapat terlihat bahwa
gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tak berubah walaupun ia
menjadi lanjut usia (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 47).
- Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh
lanjut usia pada saat muda hingga dewasa. Menurut Havighurst dan Duval,
terdapat tujuh tugas perkembangan selama hidup yang harus dilaksanakan
oleh lanjut usia yaitu sebagai berikut:
3. Teori Psikologis
Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang berespons pada tugas
perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus berjalan
meskipun orang tersebut telah menua.
- Teori hierarki kebutuhan dasar manusia Maslow (Maslow’s hierarchy of human
needs)
Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar manusia dibagi dalam lima tingkatan
mulai dari yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang, harga
diri sampai pada yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Seseorang akan
memenuhi kebutuhan kebutuhan tersebut. Menurut Maslow, semakin tua usia
individu maka individu akan mulai berusaha mencapai aktualisasi dirinya. Jika
individu telah mencapai aktualisasi diri, maka individu tersebut telah mencapai
kedewasaan dan kematangan dengan semua sifat yang ada di dalamnya,
otonomi, kreatif, independen, dan hubungan interpersonal yang positif.
- Teori individualisme Jung (Jung’s theory of individualism)
Menurut Carl Jung, sifat dasar manusia terbagi menjadi dua yaitu ekstrovert
dan introvert. Individu yang telah mencapai lanjut usia cenderung introvert. Dia
lebih suka menyendiri seperti bernostalgia tentang masa lalunya. Menua yang
sukses adalah jika dia bisa menyeimbangkan antara sisi introvert dan
ekstrovertnya, tetapi lebih condong ke arah introvert. Dia senang dengan
dirinya sendiri, serta melihat orang dan bergantung pada mereka.
- Teori delapan tingkat perkembangan Erikson (Erikson’s eigth stages of life)
Menurut Erikson, tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai individu
adalah integritas ego vs menghilang (ego integrity vs disappear). Jika individu
tersebut sukses mencapai tugas perkembangan ini, maka dia akan
berkembang menjadi individu yang arif dan bijaksana. Namun jika individu
tersebut gagal mencapai tahap ini, maka dia akan hidup penuh dengan
keputusasaan.
- Optimalisasi selektif dengan kompensasi (selective optimisation with
compensation) Menurut teori ini, kompensasi penurunan tubuh ada tiga elemen
yaitu sebagai berikut:
a. Seleksi Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses penuaan maka
mau tidak mau harus ada peningkatan pembatasan terhadap aktivitas
sehari-hari.
b. Optimalisasi Lanjut usia tetap mengoptimalkan kemampuan yang masih
dimilikinya untuk meningkatkan kehidupannya.
c. Kompensasi Berbagai aktivitas yang sudah tidak dapat dijalankan karena
proses penuaan diganti dengan aktivitas lain yang mungkin bisa dilakukan
dan bermanfaat bagi lanjut usia.
Fisik psikologis
Pancaindera Paranoid Gangguan tingkah laku Keluyuran
(wandering)
Otak
Sun downing
Gastrointestinal Depresi
E. KarakteriktikPerilaku Normal
1. Mempunyaihargadiritinggi
2. Menilaikehidupannyaberarti
3. Menerima nilai dan keunikan orang lain
4. Menerima dan menyesuaikan kematian pasangan
5. Menyiapkan diri menerima datangnya kematiasn
6. Melaksanakan kegiatan agama secara rutin
7. Merasa dicintai dan berarti dalam keluarga
8. Berpartisipasi dalam kegiaan sosial dan kelompok masyarakat
9. Menyiapkan diri ditinggalkan anak yang telah mandiri
H. PohonMasalah
PengetahuanKeluarga/individuEfektif
II. ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA PADA LANSIA
A. Pengkajian
1. Identitas
2. Keluhan
3. Status pertumbuhan dan perkembangan sesuai kategori saat pengkajian dengan
komponen : fisik, psikososial, psikoseksual, kognitif dan moral
4. Faktor predisposisi dengan komponen : faktor biologis, psikologis, social budaya
5. Faktor presipitasi dengan komponen : faktor biologis, psikologis dan sosioudaya
sesuai tahap perkembangan klien.
6. Penilaian terhadap stressor dengan komponen : respon kognitif, afektif, fisiologis
dan respon sosial.
7. Sumber koping dengan komponen : kemampuan personal, dukungan social, aset
material dan keyakinan.
8. Mekanisme koping
B. DiagnosaKeperawatan
1. Kesiapan Peningkatan Perkembangan Usia Lanjut.
2. Potensial berkembangnya integritas diri
Perencanaan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
TUM: Setelah dilakukan intervensi 1. Bina hubungan saling percaya dengan Dengan membina hubungan saling
keperawatan selama 1 X pertemuan mengemukan prinsip komunikasi terapeutik: percaya akan membantu
Lansia mampu
lansia dapat membina hubungan a. Sapa lansia dengan ramah baik verbal dan non mempermudah kerjasama agar klien
memahami
saling percaya, dengan kriteria verbal lebih kooperatif
perkembangan
hasil: b. Perkenalkan diri dengan sopan
usia lanjut yang
c. Jelaskan tujuan pertemuan
utuh dan mampu - Ekspresi wajah bersahabat,
d. Tunjukkan sikap empati dan menerima lansia
menuntun - Lansia menunjukkan rasa apa adanya.
generasi senang, ada kontak mata, e. Beri perhatian kepada lansia.
berikutnya dengan - Mau menjawab salam dan
bijaksana - Duduk santai berdampingan
TUK 1: dengan perawat saat pengkajian
Lansia dapat
membina
hubungan saling
percaya
TUK 2 Setelah dilakukan intervensi 1. Adakan pertemuan dengan lansia Informasi tentang perubahan-
keperawatan selama 1 X pertemuan 2. Diskusikan makna kesehatan fisik yang dirasakan perubahan yang terjadi pada lansia
Lansia dapat
lansia dapat mengetahui perubahan 3. Diskusikan perubahan fisik yang terkait dengan adalah normal dan fisiologis sesuai
mengenal makna
fisik yang dirasakan saat ini dan lansia teori perubahan biologis lansia
dan perubahan
mengetahui cara mengatasinya, a. Penglihatan berkurang diatasi dengan kacamata (Hernawati, 2006)), informasi ini
fisiknya
dengan kriteria hasil: b. Mobilisasi yang kurang diatasi dengan alat bantu bagian dari pemberian afirmasi
Lansia dapat menyebutkan tanda- jalan, pegangan di kamar dan kamar mandi positif kepada klien.
tanda perubahan fisik dan dapat c. Cara berpakaian yang aman
menyebutkan cara mengatasinya d. Cara bangun dari tempat tidur yang aman.
4. Diskusikan manfaat pemeriksaan fisik secara
teratur, olahraga lansia, dan makanan sehat.
TUK 3 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan perkembangan dan perubahan pada Memori merupakan salah satu
keperawatan selama 1 – 2 X lansia bagian terpenting dari fungsi kognitif
Lansia dapat
pertemuan, lansia dapat mengenal 2. Diskusikan prestasi yang pernah dicapai melalui manusia, penting untuk selalu
mengenal makna
makna dan perubahan pikiran dan akademik, pekerjaan, dan keluarga memberi stimulasi kognitif yang
dan perubahan
menyebutkan cara mengatasinya, 3. Diskusikan perubahan daya ingat: terdiri dari reality orientation dan
pikiran (fungsi
dengan kriteria hasil: a. Cepat lupa atasi dengan menempatkan segala reminiscence therapy
kognitif)
sesuatu pada tempat tertentu (jangan
- Lansia mampu menyebutkan ( Dara, 2013 )
berubah- ubah)
makna dan perubahan pikiran
b. Konsentrasi berkurang atasi dengan Salah satu jenis stimulai kognitif
- Lansia mampu menyebutkan membaca, bermain catur/halma dan mengisi dengan brain gym.
cara mengatasinya teka teki silang.
c. Daya orientasi berkurang atasi dengan
menempatkan kalender, jam dengan angka
yang besar.
TUK 4 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan perkembangan dan perubahan pada Fungsi sosial berhubungan dengan
keperawatan selama 1 – 2 X lansia fungsi fisik dan mental. Peningkatan
Lansia dapat
pertemuan, lansia dapat mengenal 2. Diskusikan aspek sosial yaitu berkurangnya dalam pola aktivitas dapat secara
mengenal makna
makna dan perubahan fungsi sosial sahabat, hal ini dapat diatasi dengan mengenang negatif mempengaruhi kesehatan
dan perubahan
serta menyebutkan cara masa lalu, mengingat keluarga dan sahabat, fisik dan mental, dan sebaliknya.
fungsi sosial
mengatasinya, dengan kriteria hasil: melihat album foto, membentuk kelompok. Dukungan untuk orang-orang di luar
3. Perubahan pekerjaan yaitu pensiun, hal ini dapat keluarga memainkan peran
- Lansia mampu menyebutkan
diatasi dengan mengembangkan bakat yang signifikan. Dukungan komunitas
makna dan perubahan fungsi dapat dilakukan dirumah, misalnya membuat telur berbasis kepercayaan, khususnya
sosial asin, memelihara ayam/bebek dan berladang dalam bentuk program perawatan,
- Lansia mampu menyebutkan merupakan sumber bantuan yang
cara mengatasinya bermakna bagi orang tua yang tidak
memiliki keluarga, atau memiliki
keluarga di tempat yang terpisah
secara geografis. ( Sisilia, 2017 )
TUK 5 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan perkembangan dan perubahan pada Kondisi spiritual lansia harus dikaji
keperawatan selama 1 – 2 X lansia untuk mengetahui permasalahan
Lansia dapat
pertemuan, lansia dapat mengenal 2. Kenang masa – masa aktif dalam kegiatan yang sebenarnya. Pemberian Terapi
mengenal makna
makna dan perubahan aspek spiritual Spiritual dapat menurunkan tingkat
dan perubahan
spiritual serta menyebutkan cara 3. Diskusikan kegiatan spiritual dan sesuaikan depresi lansia. Perawat dapat
aspek spiritual
mengatasinya, dengan kriteria hasil: dengan kondisi fisik. melakukan asuhan keperawatan
4. Membentuk kegiatan ibadah lansia: pengajian, spiritualitas atau religiusitas pada
- Lansia mampu menyebutkan
penelaahan Alkitab, berdoa bersama. lansia yang dapat membantu
makna dan perubahan aspek
mempertahankan serta
spiritual
memperbesar semangat hidup klien
- Lansia mampu menyebutkan lansia termasuk kesehatan mental
cara mengatasinya depresi. (Nur Ilmi, 2018)
TUK 6 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan dengan keluarga tahap perkembangan Dalam teori kepribadian menurut
keperawatan selama 1 – 2 X dan perubahan yang terjadi pada lansia Ericson menyatakan lansia (usianya
Keluarga dapat
pertemuan, keluarga dapat 2. Jelaskan cara memfasilitasi integritas diri lansia diatas 60 tahun) merasa hidup
mengenal makna
mengenal makna dan perubahan 3. Sediakan waktu untuk bercakap – cakap dengan mereka sudah dekat dengan akhir
dan perubahan
pada lansia dan menyebutkan cara lansia tentang makna hidup yang dialami dan hayat dan pada masa ini kasih
pada lansia
mengatasinya, dengan kriteria hasil: berikan pujian. sayang dari lingkup keluarga
4. Sediakan tempat yang aman dan nyaman buat terdekat merupakan kenikmatan
- Keluarga mampu menyebutkan
lansia: terang, tidak licin, ada alat bantu tersendiri.
makna dan perubahan pada
lansia pegangan, dll
- Keluarga mampu menyebutkan 5. Fasilitasi pertemuan antar generasi dan beri
cara mengatasi perubahan pada kesempatan lansia untuk menyampaikan
lansia. pengalamannya
6. Diskusikan rencana pembagian warisan dan
pemakaman
7. Diskusikan masalah keeratan yang mungkin
terjadi dan pelayanan kesehatan yang tersedia
SRATEGI PELAKSANAAN LANSIA DAN KELUARGA
SP 2. :
Menjelaskan makna dan perubahan fisik dan
cara mengatasinya
SP 3 :
Lansia dapat mengenal makna dan perubahan
pikiran (kognitif) :
- Lansia mampu menyebutkan makna dan
perubahan fungsi kognitif
- Lansia mampu menyebutkan cara
mengatasinya
SP 4 :
lansia dapat mengenal makna dan perubahan
fungsi sosial serta menyebutkan cara
mengatasinya
SP 5 :
lansia dapat mengenal makna dan perubahan
aspek spiritual serta menyebutkan cara
mengatasinya, dengan kriteria hasil:
b. Kerja
“ Nenek, kalau boleh tau perubahan fisik apa yang nenek rasakan saat ini?”
“ Ternyata nenek suka melihat televisi ya, acara apa nek ?”
“ Jika nenek tidak keberatan saya akan membuat jadwal kegiatan untuk
mengajak nenek berdiskusi untuk mengisi waktu luang seperti ini, saya ingin
mengajak nenek untuk berdiskusi mengenai perubahan fisik pada usia lanjut dan
acara mengatasinya. Perubahan fisik yang dialami usia lanjut misalnya
penglihatan berkurang cara mengatasinya dengan memakai kacamata,
pendengaran berkurang bisa diatasi dengan alat bantu dengar, bila tidak bisa
jalan atau tidak kuat bisa diatasi dengan alat bantu tongkat/kursi roda.”
Bagaimana nenek dengan penjelasan yang sudah saya sampaikan, apakah
cukup jelas? Apakah nenek ada yang ingin disampaikan?
c. Terminasi:
Evaluasi : “Bagaimana perasaan nenek setelah kita ngobrol?”
Tindak lanjut ; “Baiklah nek, pertemuan berikutnya kita akan membahas
mengenai makna dan perubahan pikiran yang perlu nenek ketahui dalam
menjalani perkembangan usia lanjut.”
Kontrak yang akan datang
“Kalau begitu bagaimana jika dua hari lagi saya kembali untuk
menemuinenek? Apakah nenek bersedia?”“ Bagaimana jam 10.00 apakah
nenek bisa?”
“ Baik, jika tidak ada yang ingin nenek sampaikan, saya permisi dulu yanek.
Sampai jumpa besok lusa ya nek?”
c. Terminasi
Evaluasi : “Bagaimana perasaan nenek setelah kita ngobrol dan
berdiskusi dalam beberapa hari ini ? ”
Tindak lanjut : “Baiklah nek, semoga hasil dari diskusi kita dapat
bermanfaat untuk menjaga kesehatan nenek ya.”
Kontrak yang akan datang
“Kalau begitu bagaimana jika 2 hari lagi saya kembali, Apakah nenek
bersedia?”“ Bagaimana kalau saya datang jam 09.00 bertemu dengan
anggota keluarga yang lain ? sehingga kita bisa diskusi bersama?”“ Baik,
jika tidak ada yang ingin nenek sampaikan, saya permisi dulu ya nek.
Sampai jumpa besok ya nek?”
1. Strategi Pelaksanaan 1 (Sp 1) Keluarga
a. Orientasi
- Salam Terapeutik : “selamat pagi semuanya, semoga kita semua
senantiasa diberikan kesehatan ya, amin. “
- Evaluasi/validasi: “ Bagaimana perasaan bapak/ibuhari ini? “
- Kontrak waktu
Topik
“hari ini saya akan menyampaikan informasi terkait perkembangan dan
perubahan yang di alami orang dengan usia lanjut, karena bapak/ibu
adalah anggota keluyarga terdekat dengan nenek, maka diharapkan
dapat menambah pengetahuan saat mendampingi dan merawat nenek.
Apakah bapak/ibusetuju ?
Waktu : “Berapa lama kira – kira kita bisa ngobrol pak/bu ?Bagaimana
kalau 10 menit? “
Tempat : “Dimana kita akan berbincang-bincang?“Bagaimana kalau
diterassaja?
b. Kerja:
“nah saya akan mulai menjelaskan tentang tahapan perkembangan dan
perubahan yang terjadi pada usia lanjut, jika ada pertanyaan silahkan
bapak /ibu langsung saja bertanya nggeh ?”“bagaimana pak dari penjelasan
saya tadi apakah ada yang ingin bapak /ibu tanyakan?
"baik jika tidak ada yang ditanyakan saya berharap bapak/ibu dapat
memahaminya”
c. Terminasi:
Evaluasi
“Bagaimana perasaan atau pendapat bapak/ibusetelah kita ngobrol?”
“bisa bapak/ibu sebutkan apa saja tahapan perkembangan dan perubahan
pada usia lanjut ?”
“baik pak/bu jawaban sudah lumayan bagus, untuk pertemuan hari ini saya
rasa cukup sekian”
Tindak lanjut
“saya harap bapak/ibu bisa meluangkan waktu untuk bercakap-cakap
dengan nenek, dan juga saya berharap nenek dapat disediakan tempat
aman dan nyaman seperti pencahayaan yang cukup dan lantai yang tidak
licin”
Kontrak yang akan datang
“jika tidak ada lagi yang bapak/ibu tanyakan saya rasa cukup sekian,
terimakasih atas waktunya bapak/ibu, kita akan bersama-sama membantu
nenek untuk tetap sehat dan bahagia di usia lanjut ini. “
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, R.,Y. (2014). AsuhanKeperawatanGerontik, Aplikasi NANDA, NIC dan NOC – jilid
I.,Cetakan I. Jakarta : CV.Trans Info Media
Keliat, B.A., Soimah, Mulia, M., Wibawa, I. R., Truyaspodo, K., rasmawati dan Khoirunissa,
M.L. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Stuart, G.W.(2009). Principles and Practice Of Psychiatric Nursing (9th ed). Canada: Mosby,
Inc
Yusuf, A., PK, R.F., & Nihayati. H.E. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa 1. Jakarta: Salemba
Medika.