LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA
Oleh:
DIMAS DWI ADI PRAKOSO
190070300011042
A. Pengertian
Kehamilan adalah suatu rangkaian dari pertemuan sel sperma dengan sel
telur yang sehat dan dilanjutkan dengan fertilisasi, nidasi dan implantasi
(Sulistiyowati, 2012). Kehamilan diawali adanya janin dalam rahim seorang
perempuan sebagai hasil konsepsi yang berlangsung sejak peristiwa tertanamnya
hasil konsepsi pada dinding endometrium di dalam uterus sampai lahirnya janin
(Keliat, 2015). Pada masa ini seorang ibu belajar untuk memahami dan memberikan
respons positif terhadap perubahan fisiologis, psikologis dan sosial selama usia
kehamilannya.
Kehamilan adalah suatu proses yang normal akan tetapi kebanyakan wanita
akan mengalami perubahan baik dari segi psikologis maupun emosional selama
kehamilan. Sering kali kita mendengar betapa bahagianya dia karena akan menjadi
seorang ibu tetapi tidak jarang ada wanita yang merasa khawatir kalau terjadi
masalah selama kehamilannya misalnya ibu takut dengan anak yang akan
dilahirkannya apakah normal ataukah tidak atau mungkin ibu takut kehilangan
kecantikannya.
Sedangkan gangguan psikologis adalah Perubahan psikologi pada ibu hamil
merupakan hal yang normal dan merupakan hal yang individual. Didasarkan pada
teori Revarubin. Teori ini menekankan pada pencapaian peran sebagai ibu, dimana
untuk mencapai peran ini diperlukan proses belajar melalui serangkaian aktifitas.
• Stres
• Perubahan hormon
• Dihantui kecemasan
• Gangguan psikis
Objektif:
1. Areola mamae menghitam
2. Tes kehamilan positif
Trimester II
Subjektif:
1. Takut jika suami meninggalkan rumah dalam waktu relatif lama
2. Mulai merasakan gerakan janin
3. Merasa senang dan bahagia dengan gerakan janin
4. Merasakan ada ikatan dengan janin
Objektif:
1. Perut mulai kelihatan buncit
2. Payudara membesar
Trimester III
Subjektif:
1. Merasakan ketidaknyamanan pada tubuh: sesak, mudah lelah, kram kaki
2. Merasa kepanasan, mudah berkeringat, sering berkemih, sesak nafas, mudah
lelah,kram kaki
3. Membayangkan hari kelahiran dengan gembira
4. Mencari informasi dari banyak sumber tentang kehamilan, kelahiran dan janin
5. Memutuskan tempat alternatif untuk melahirkan
Objektif:
1. Keluar cairan kuning dari puting susu
2. Mempersiapkan segala kebutuhan bayi baik material maupun spiritual (nama
terbaik, tempat melahirkan, upacara kelahiran, perlengkapan bayi dan ibu, dan
lain – lain).
Pada Keluarga
1. Kognitif: keluarga mampu mengenal
a. Perkembangan ibu hamil yang normal
b. Perkembangan ibu hamil yang menyimpang
2. Psikomotor: keluarga mampu memberikan dukungan pada ibu hamil
3. Afektif: keluarga mampu memberikan kebahagiaan dan motivasi pada ibu hamil
2. Tindakan Keperawatan
Tindakan pada ibu hamil
a. Diskusikan tentang perkembangan yang normal yang dialami selama kehamilan.
b. Diskusikan tentang perkembangan yang menyimpang yang dialami selama
kahamilan
c. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial pada kehamilan
dan cara adaptasi
d. Diskusikan tentang cara mencapai pertumbuhan dan perkembangan janin yang
normal dengan bonding dan attachment tercapai:
1) Trimester I : menyentuh/mengelus perut, berusaha bersikap tenang saat
mengetahui kepastian kehamilan, menghindari stres, mulai mengajak janin
berbicara, banyak berdoa, meditasi atau ibadah lain, berusaha memenuhi
kebutuhan gizi janin, makan sedikit tapi sering, melakukan kegiatan yang
menyenangkan, selalu berfikir positif (berbaik sangka terhadap segala
sesuatu yang terjadi)
2) Terimester II : mengajak janin berbicara lebih sering sambil mengelus perut
ibu, kenalkan suara orang – orang di sekitar (ayak, kakak, nenek, kakek)
secara teratur, mendengar musik yang lembut, mendengarkan bacaan kitab
suci, tetap menjaga keseimbangan emosi, tidak mudah marah atau sedih,
menghindari berkata dan berbuat negatif, meyakini ada ikatan dengan janin,
merespons gerakan janin dengan mengusap, menekan dan sedikit
menggoyang perut.
3) Trimester III : laku semua tindakan yang dilakukan pada trimester I dan
II,sering jalan pagi, senam hamil, mengenalkan lingkungan sambil mengajak
janin berbicara, kenalkan janin dengan cahaya (menyenter/mengarahkan
lampu ke perut ibu), makan makanan yang bervariasi rasanya, melakukan
setiap kegiatan dengan hati yang tenang, senang dan ikhlas, lebih sering
melakukan latihan relaksasi, hindari rokok dan alkohol.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Kesiapan peningkatan menjadi orang tua
Rencana Intervensi Keperawatan
Kesiapan peningkatan menjadi orang tua (SDKI)
Perencanaan
Diagnosis Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional
keperawatan
Kesiapan Setelah 3 kali melakukan Dukungan penampilan peran
peningkatan interaksi dengan klien peran Observasi
menjadi orang tua menjadi orang tua diharapkan 1. Identifikasi berbagai peran dan periode transisi 1. Mengidentifikasi peran dalam masa
membaik dengan kriteria hasil sesuai dengan tingkat perkembangan transisi dapat membatu adaptasi
1. Keinginan meningkatkan 2. Identifikasi peran yang ada dalam keluarga keluarga sesuai dengan tingkat
peran menjadi orang tua 3. Identifikasi jika ada peran dalam keluarga yang perkembangannya
2. Verbalisasi kepuasan tidak terpenuhi 2. Identifikasi peran dalam keluarga
memiliki bayi memudahkan pemberi asuhan dalam
3. Perilaku positif menjadi orang meyusun tindakan apa yang akan
tua diberikan kepada keluarga
3. Jika ada peran yang tidak terpenuhi
pemberi asuhan dapat memasukan
kedalam rencana intervensi untuk
keluarga.
Terapeutik
1. Fasilitasi adaptasi peran keluarga terhadap
perubahan peran yang tidak diinginkan 1. Bantu keluarga dalam beradaptasi
dengan keadaan baru dalam hal ini
kesiapan peningkatan menjadi orang
2. Fasilitasi diskusi peran menjadi orang tua
tua.
2. Berdiskusi dengan pasien terkait
dengan bagaimana peran menjadi
orang tua dapat membantu klien
memahami dan beradaptasi tentang
Edukasi peran orang tua
1. Diskusikan perilaku yang dibutuhkan untuk
mengembangkan peran dan diskusi tentang 1. Berdiskusi dengan klien terkait
strategi positif untuk mengelola perubahan dengan perilaku yang dibutuhkan
peran dalam mengembangkan peran
seperti bagaaimana perawatan bayi
baru lahir teknik menyusui dan lain
sebagainya dapat membantu klien
dalam menghadapi perubahan
peran menjadi orang tua.
Kolaborasi
1. Rujuk dalam kelompok untuk mempelajari
peran baru. 1. Berada dalam kelompok yang sama
memudahkan klien untuk
beradaptasi dengan peran yang
baru karena bertemu dengan orang
lain dengan kondisi yang sama
sehingga membantu klien dalam
sharing tentang pengalaman dan
Edukasi perawatan kehamilan
berbagi informasi
Observasi :
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
2. Identifikasi tentang perawatan masa kehamilan
1. menentukan kesiapan klien dalam
Terapeutik :
menerima informasi yang akan
1. Sediakan materi dan media pendidikan
disampaikan oleh pemberi asuhan
kesehatan
2. Membantu pemberi asuhan untuk
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
memberikan perawatan apa yang
kesepakatan
dibutuhkan selama masa kehamilan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
3. Edukasi kepada klien dan keluarga
Edukasi juga meningkatkan pengetahuan
tentang perawatan kehamilan pada
1. Jelaskan perubahan fisik dan psikologis masa klien, bagaimana cara
kehamilan perawatannya, dan lain sebaginya
2. Jelaskan perkembangan janin serta membantu keluarga dalam
3. Jelaskan ketidaknyamanan selama kehamilan mendapatkan informasi yang
4. Jelaskan kebutuhan nurisi selama kehamilan adekuat dalam melaksanakan
5. Jelaskan seksualitas selama kehamilan perawatan kehamilan klien.
6. Jelaskan kebutuhan aktivitas dan istirahat
Terapeutik
1.Observasi menentukan tindakan
1. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
keperawatan apa yang akan
pada saat kehamilan
dilakukan serta rencana tindakan
2. Diskusikan perubahan penampilan akibat
baik tindakan secara mandiri maupun
kehamilan
kolaborasi yang akan diberikan
3. Diskusikan kondisi stress yang
kepada klien.
memepengaruhi citra tubuh pada saat
2.Monitor frekuensi pernyataan kritik
kehamilan
dapat membantu kita
4. Diskusikan persepsi pasien dan keluarga
mengidentifikasi kondisi terkait
tentang perubahan citra tubuh
gangguan citra tubuh yang dialami
Edukasi : klien terkait dengan kehamilannya
1. Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan 3.Mendiskusikan perubahan bentuk
perubahan citra tubuh pada saat kehamilan tubuh pada saat kehamilan
2. Latih peningkatan penampilan diri misal membantu klien dalam meningkatkan
(berdandan) penerimaan terhadap bentuk
3. Latih pengungkapan kemampuan diri terhadap tubuhnya dan membantu klien untuk
orang lain maupun kelompok mengatasi ataupun mengurangi
penolakan akibat citra tubuh oleh
dirinya sendiri.
4. Berdiskusi tentang gangguan citra
tubuh dengan keluarga dan klien
dapat pada saat kehamilan
meningkatkan dukungan keluarga
kepada klien karena keluarga
merupakan support system utama
klie dalam menjalankan terapi
pengobatan terkait kondisinya saat
ini.
Tindakan keperawatan pasien Tindakan keperawatan keluarga
1. Diskusikan tentang perkembangan yang 1.Jelaskan tentang perkembangan ibu
normal yang dialami selama kehamilan. hamil yang normal
2. Diskusikan tentang perkembangan yang 2.Jelaskan tentang perkembangan ibu
menyimpang yang dialami selama hamil yang menyimpang
kahamilan 3.Diskusikan tentang perubahan biologis,
3. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial ibu hamil serta
psikologis, dan sosial pada kehamilan dan cara adaptasi
cara adaptasi 4.Bantu keluarga memberikan dukungan
4. Diskusikan tentang cara mencapai selama hamil dan setelah bersalin
pertumbuhan dan perkembangan janin yang 5.Diskusikan dengan keluarga tentang
normal dengan bonding dan attachment pemeriksaan kesehatan selama
tercapai: kehamilan, minimal empat kali selama
1. Trimester I : kehamilan
menyentuh/mengelus perut, berusaha 6.Diskusikan dengan keluarga tentang
bersikap tenang saat mengetahui fasilitas pelayanan kesehatan yang
kepastian kehamilan, menghindari dapat digunakan untuk melakukan
stres, mulai mengajak janin berbicara, pemeriksaan kesehatan selama
banyak berdoa, meditasi atau ibadah kehamilan dan proses persalinan.
lain, berusaha memenuhi kebutuhan
gizi janin, makan sedikit tapi sering,
melakukan kegiatan yang
menyenangkan, selalu berfikir positif
(berbaik sangka terhadap segala
sesuatu yang terjadi)
2. Terimester II :
mengajak janin berbicara lebih sering
sambil mengelus perut ibu, kenalkan
suara orang – orang di sekitar (ayak,
kakak, nenek, kakek) secara teratur,
mendengar musik yang lembut,
mendengarkan bacaan kitab suci,
tetap menjaga keseimbangan emosi,
tidak mudah marah atau sedih,
menghindari berkata dan berbuat
negatif, meyakini ada ikatan dengan
janin, merespons gerakan janin
dengan mengusap, menekan dan
sedikit menggoyang perut.
3. Trimester III :
Lakukan semua tindakan yang
dilakukan pada trimester I dan II,sering
jalan pagi, senam hamil, mengenalkan
lingkungan sambil mengajak janin
berbicara, kenalkan janin dengan
cahaya (menyenter/mengarahkan
lampu ke perut ibu), makan makanan
yang bervariasi rasanya, melakukan
setiap kegiatan dengan hati yang
tenang, senang dan ikhlas, lebih sering
melakukan latihan relaksasi, hindari
rokok dan alkohol.
4. Tindakan Keperawatan
a. Diskusikan tentang perkembangan yang normal yang dialami selama kehamilan.
b. Diskusikan tentang perkembangan yang menyimpang yang dialami selama kahamilan
c. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial pada kehamilan dan
cara adaptasi
d. Diskusikan tentang cara mencapai pertumbuhan dan perkembangan janin yang normal
dengan bonding dan attachment tercapai:
1. Fase Orientasi
a. Salam
Terapeutik “
Selamat pagi Ibu”.
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana keadaan Ibu hari ini ? bagaimana dengan kondisi kehamilan ibu sekarang?”
c. Kontrak
□ Topik
”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap mengenai kondisi bu terkait dengan kehamilan ibu ?”
□ Waktu
” Berapa lama ibu punya waktu untuk berbincang- bincang dengan saya ? Bagaimana kalau 20
menit ?”
□ Tempat
”Dimana kita bisa berbincang-bincang ? Bagaimana kalau di ruang tamu ?”
□ Tujuan
”Agar ibu dapat memhami kondisi kehamilan ibu, bagaimana perubahan bentuk tubuh yang akan
ibu alami, kemudian nutrisinya dan perawatan selama kehamilan Ibu”
2. Fase Kerja
”Mari bu kita membicarakan tentang kondisi kehamilan ibu dulu dan saat ini. Bagaimana
perasaan Ibu dan harapan ibu terhadap kondisi kehamilan dan perubahan tubuh yang
dirasakan saat ini?”
“baiklah bu, hal seperti itu memang sudah umum dan normal dialami oleh ibu hamil, oleh
karena itu kita perlu memahami penyebabnya agar ibu tidak salah memahami tentang
proses perubahan tubuh yang terjadi selama proses kehamilan”.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
Subyektif
”Coba ibu sebutkan perubahan atau gejala apa saja yang biasa muncul pada
ibu hamil”?
b. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
”Baiklah Ibu, selanjutnya dipertemuan berikutnya kita akan membahas tentang
nutrisi selama kehamilan, bagaimana ibu?”
c. Kontrak yang akan datang
□ Topik
”Baiklah Ibu, selanjutnya dipertemuan berikutnya kita akan membahas tentang
nutrisi selama kehamilan, bagaimana ibu?”
□ Waktu
”Kalau begitu jam berapa kita akan bertemu untuk membahasnya?”
□ Tempat
”Ibu mau dimana?”
Baik terimakasih sampaii jumpa dipertemuan yang akan datang..
us pada suatu waktu terhadap sejumlah kejadian (F.T Fisch Bach, 1991)
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna dkk. 2011. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC: Jakarta.
Yusuf., Fitriyasari, R., & Nihayati, H.E. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba Medika:
Jakarta.
Mannawi, Juwita. 2016. Asuhan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh pada Pasien
Splenomegali. FKUI: Jakarta
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA
USIA BAYI (0 – 1,5 TAHUN)
A. DEFINISI
Bayi merupakan didefinisikan pada keperawatan anak yaitu individu yang berusia 0 –
18 bulan yang sedang dalam proses tumbuh – kembang (Supartini, 2004) dan Pada usia
tersebut, Errikson menambahkan terjadi perkembangan psikososial dimana pada usia ini
bayi belajar terhadap kepercayaan dan ketidakpercayaan (Trust and Mistrust). Masa ini
merupakan krisis pertama yang dihadapi oleh bayi (Videbeck, 2008).
B. Karakteristik Perilaku
Karakteristik normal bayi : 0 – 18 bulan :
1. Menangis ketika ditinggalkan oleh ibunya
2. Menangis saat basah, lapar, haus, dingin, panas, sakit.
3. Menolak atau menangis saat digendong oleh orang yang tidak dikenalnya
4. Segera terdiam saat digendong, dipeluk atau dibuai
5. Saat menangis mudah dibujuk untuk diam kembali
6. Menyembunyikan wajah dan tidak langsung menangis saat bertemu dengan orang
yang tidak dikenalnya
7. Mendengarkan musik atau bernyanyi dengan senang
8. Menoleh mencari sumber suara saat namanya dipanggil
9. Saat diajak bermain memperlihatkan wajah senang
10. Saat diberikan mainan meraih mainan atau mendorong dan membantingnya.
C. Tahap Perkembangan
Menururt Whaley dan Wong (2000) dalam Supartini (2004) pertumbuhan sebagai
peningkatan jumlah dan ukuran sedangkan perkembangan adalah peningkatan secara
kualitas dimana terjadi peningkatan kapasitas individu untuk berfungsi yang dicapai melalui
proses pertumbuhan, pematangan, dan pembelajaran.
Perkembangan Psikososial Freud fase oral, fase anal, fase laten, dan fase genital,
menururt freud bayi usia 0 – 18 bulan masuk pada fase oral fase oral. Pada usia ini menurut
Freud, anak mulai sensitif terhadap seseorang yang memberikannya kasih sayang. Anak
mulai dapat mempercayai orang lain yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya. Tahap perkembangan yang lain oleh Erikson dalam Supartini (2004),
mengklasifikasikan menjadi lima tahap perkembangan psikososial yaitu, percaya versus
tidak percaya, otonomi versus rasa malu dan ragu, inisiatif versus rasa bersalah, industry
versus inferiority, dan identitas dan kerancuan peran. Tahap infant (sampai dengan 1 tahun)
dalam fase trust and mistrust, pada fase ini merupakan tahapan perkembangan yang sangat
penting karena pertama kalinya anak terbentuk rasa percaya kepada orang lain, yaitu
kepada orang tuanya sehingga jika pada usia 0 – 1 tahun orang tua tidak memperhatikan
tahap perkembangan ini, akan terjadi ketidakpercayaan anak pada orang lain.
D. PROSES TERJADINYA
1. Presdiposisi
a. Biologi
Faktor biologi merupakan faktor fisik dari bayi baik selama kehamilan sampai kelahiran.
Faktor yang mempengaruhinya yaitu:
1) Latar belakang Genetik : latar belakang bawaan normal, tidak memiliki latar
belakang penyakit yang menurun secara genetik.
2) Tidak ada riwayat kembar monozygot.: tidak ada riwayat penyakit
keturunan, riwayat terjadi kelainan kromosom 6,4,8,5,22 (seperti sindrom
down, sindrom turner)
3) Riwayat Prenatal baik : ibu selalu melakukan pemeriksaan kehamilan,
melakukan suntik TT
4) Riwayat intranatal dan postnatal baik: lahir secara spontan, tidak terjadi
asfiksia pada bayi, IRDS dan penyulit saat melahirkan. Pada post natal bayi
memiliki reflek hisap yang baik, pemberian ASI tidak mengalami hambatan.
5) Status nutrisi : Berat badan lahir tidak kurang dari 2500 gram
6) Tidak ada kelainan hormone
7) Riwayat kehamilan dan persalinan: ibu saat hamil menderita preklamsia,
kejang, hipertensi, saat lahir bayi BBLR dan lahir sebelum waktunya
8) Status Gizi: BB 5 bulan < 2 x BB lahir, BB 1 tahun < 3 x BB lahir dan TB 1
tahun< 1,5 x TB lahir
9) Kondisi kesehatan secara umum: riwayat imunisasi dasar
10)Penyakit Infeksi
b. Psikologis
1) Intelegensi/ ketrampilan verbal
Mampu mengoceh dan tertawa saat dibunyikan suara kerincingan.
Menengok ke arah sumber suara pada saat dipanggil namanya.
Kecerdasan dimiliki anak sejak lahir, anak yang memiliki tingkat
kecerdasan yang tinggi dapat di dorong oleh stimulus lingkungan untuk
berprestasi secra cemerlang.
2) Moral
Perkembangan moral anak yang dikemukakan Kohlberg didasarkan pada
perkembangan kognitif anak, pada infant masuk kedalam fase
preconventional anak belajar baik, dan buruk atau benar dan salah melalui
budaya sebagai dasar dalam peletakan nilai moral (Supartini, 2004). Peran
orang tua yang menjadi panutan moral bayi saat berbicara dengan bayi.
3) Kepribadian
Infant memiliki respon dengan menangis saat terjadi ketidaknyamanan
pada dirinya, contohnya popok basah,lapar dan lain sebagainya.
4) Pengalaman masa lalu
Pengalaman saat intranatal, prenatal, dan post natal, pada fase ini apakah
kehamilan diinginkan, terjadi trauma, apakah bayi mendapat perhatian dari
ibunya seperti IMD
5) Konsep diri
Mulai tidak mempercayai, membedakan diri dari lingkungan.
6) Motivasi
Tersenyum saat ada yang mengajak bercanda, memeluk dan mencium
7) Self control
Bayi mulai mengenal orang – orang terdekatnya yang menjadi
kepercayaan, sehingga jika diajak oleh orang lain dia akan merespon
menangis, karena merasa asing.
c. Sosial budaya
1) Usia : 0 – 18 bulan
2) Gender : laki – laki / perempuan
3) Status sosial: anak kandung, anak adopsi
4) Latar belakang budaya: Ras/suku bangsa kulit putih mempunyai
pertumbuhan somatik lebih tinggi daripada bangsa Asia
5) Pengalaman sosial: digandeng, dipeluk dan dibuai saat menangis menjadi
senang, Diberi makan dan minum jika haus dan lapar, diselimuti jika
kedinginan, diajak bermain dan berbicara
6) Peran sosial: bayi diterima sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
7) Agama dan Keyakinan : apakah gama yang diikuti bayi sama dengan kedua
orang tuanya atau dengan orangtua yang berbeda agama
2. Presipitasi
a. Natural
1) Biologi
Pemberian ASI Esklusif
Nutrisi gizi seimbang
Makanan tambahan diberikan setelah bayi berusia 6 bulan
Makanan padat diberikan setelah usia 12 bulan
BB bayi sesuai dengan TB: BB 5 bulan = 2 x BB lahir, BB 1 tahun 3 x BB
lahir
2) Psikologis
Keluarga memperlakukan bayi dengan penuh kasih sayang, menyebut
dengan panggilan sayang, memberikan respon saat bayi melakukan sesuatu
Menunjukkan rasa cinta, kasih sayang dan rasa aman pada bayi
Sering mengajak anak berbicara dengan lembut, panggil bayi dengan
namanya
Sering memeluk dan mencium anak’
Membuai, menimang dan menidurkan anak dan membacakan cerita
Membujuk ketika bayi rewel
Sering mengajak anak bermain
Memperlihatkan gambar yang lucu dan menarik
Mengajak melihat dirinya dikaca
Pada saat bayi menangis segera mencari tahu kebutuhan dasar yang
terganggu (lapar, haus, basah dan sakit)
3) Sosial budaya
Eksternal : Cuaca, keadaan geografis, struktur bangunan, ventilasi baik
kepadatan hunian layak, lingkungan memberikan pengaruh terhadap
perkembangan anak
Internal : Keluarga merasa bangga dan menerima bayi dalam
keluarganya dengan mengajaknya mengenal lingkungan, bersalaman,
dan mengenalkan dengan orang lain.
b. Origin
1) Internal: Anak senang dan gembira menerima stimulasi dan pertumbuhan
perkembangan sesuai usia
2) Eksternal: Pola asuh diikuti oleh fasilitas dan pelayanan yang memadai
c. Timing
Stimulasi disesuaikan dengan usia bayi, sehingga pencapaian perkembangannay
sesuai jangan sampai lebih lambat dalam menstimulasi.
d. Number
Semakin sering stimulasi dilakukan semakin baik bagi perkembangan anak, dan
disesuaikan dengan usia anak.
F. Sumber Koping
1. Personal
a. Masa intrauterin baik, tidak ada gangguan
b. perkembangan normal (sehnat)
c. Senang menerima stimulasi
d. Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
2. Sosial
a. Orangtua lengkap dan motivasi tinggi untuk stimulasi perkembangan.
b. Sanitasi lingkungan baik.
c. Masyarakat di sekitarnya baik (aturan, norma, agama dan pendidikan)
d. Orangtua mengetahui cara menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan
sesuai usia anak.
3. Materia Asset
a. Orangtua bekerja, sosial ekonomi memadai
b. Sarana dan prasarana tersedia sesuai dengan usia perkembangan
c. Positif belief : terhadap kesembuhannya dan layanan kesehatan
G. Mekanisme Koping
1. Konstruktif
Berespon terhadap stimulus yang datang secara tepat, menangis jika kebutuhan
dasar tidak terpenuhi
2. Destruktif
Sering menangis hingga berontak ketika digendong, dan regreasi dan sering
mengompol
H. Pathway
Rasa Percaya
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :
1. Kesiapan Peningkatan perkembangan bayi
K. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
KEP.
Kesiapan TUM : Setelah diberikan askep selama Bina hubungan saling percaya dengan Pada penelitian Sumangkut
Peningkatan Kognitif : ... menit dalam ..x pertemuan mengungkapkan prinsip komunikasi (2019) menyatakan bahwa
perkembang 1. Mengembangka diharapkan TU dan TUK dapat therapeutic : komunikasi antarpribadi bagi
an bayi n kemampuan tercapai dengan kriteria hasil : 1. Sapa pasien dengan ramah dan baik secara perawat sangat berperan
berbicara/berbh 1. bayi tidak menangis verbal dan non verbal. penting dalam menangani
as 2. Menunjukan rasa senang 2. Perkenalkan diri dengan sopan. dan merawat pasien gangguan
2. Berespon 3. Ada kontak mata 3. Tunjukkan sikap empati dan menerima jiwa. Komunikasi antarpribadi
terhadap bunyi 4. Bayi dapat digendong pasien apa adanya. yang
atau suara 4. Beri perhatian pada pasien dilakukan perawat dalam
3. Mengenal dan 5. Lakukan dengan halus dan lembut menangani dan merawat pasie
embedakan 6. Berikan posisi mengendong yang nyaman gangguan jiwa yaitu
orang-orang di dan aman menggunakan komunikasi
sekitarnya terapeutik sehingga akan
Psikomotor & terjalan BHSP antara perawat
afektif : dan pasien. bila BHSP sudah
1. Bayi mampu terbentuk maka akan
mengembangka bermanfaat dalam :
n kemampuan 1. memberikan informasi
motoriknya atau pesan antara
2. Bayi mampu perawat dengan pasien
mengekspresika gangguan jiwa yang
n perasaan efektif
sebagai respon 2. hubungan yang baik
terhadap antara perawat dengan
stimulus pasien gangguan jiwa
TUK 1 : 3. kepercayaan antara
Pasiendapat membina perawat dengan pasien
hubungan saling gangguan jiwa
percaya Setelah diberikan askep selama 1. Usia 0 – 6 Bulan 4. menghilangkan rasa
... menit dalam ..x pertemuan Ajak bayi berbicara kecurigaan pasien
diharapkan TU dan TUK dapat Panggil bayi sesuai dengan namanya terhadap perawat.
tercapai dengan kriteria hasil : Ajak bayi bermain (bersuara lucu, Sehingga asuhan keperawat
1. Bayi menjawab atau benda berbunyi) dapat efektif diberikan pada px
TUK 2 : berespon terhadap ajakan 2. Usia 6 – 12 Bulan
Melatih kognitif bicara Latih bayi untuk mengucapkan Stimulasi sangat penti
pasien 2. Bayi bermain perkataan yang terdiri dari 2 suku dilakukan kepada ba
3. Bayi e=menoleh saat katayang sama Stumulasi biasa dilakukan pa
dipanggil Segera menggendong, memeluk dan usia dini ini bertujuan unt
4. Bayi dapat berkata 2 suku membuai bayi saat bayi menangis meningkatkan kogni
kata Ajak bayi berbicara psikomotor, dan afektif b
Panggil bayi dengan namanya sesuai dengan
usiany sehingga
Ajak bayi bermain (suara lucu,
perkembangan d
bunyi”an)
pertumbuhan tidak telat at
3. Usia 12 – 18 Bulan
sesuai. Menurut
Latih bayi untuk menyebutkan nama-
Chamid (2009)
nama bagian tubuhnya
pertumbuhan d
Latih bayi untuk mengucapkan
perkembangan anak usia 0
perkataan yang terdiri dari 2 suku kata
tahun masuk dalam masa ya
Ajjak bayi berbicara
paling penting atau bia
Panggil bayi sesuai namanya
disebut goldenage perio
Ajak bermain (bersuara lucu, benda sehingga diperlukan adan
berbunyi) deteksi dini pertumbuhan d
perkembangan serta
Setelah diberikan askep selama d stimulasi
... menit dalam ..x pertemuan 1. Usia 0 – 6 Bulan perkembangan pa anak usia
diharapkan TU dan TUK dapat Latih bayi megangkat kepala/melihat 0-5 tahun. Stimul yang
tercapai dengan kriteria hasil : perawat diberikan dap
menstimulasi otak anak unt
menghasilkan hormon-horm
yang diperlukan dala
TUK 3: 1. Bayi dapat mmelakukan Latih, bayi membalikkan badan dari perkembangannya. Stimul
Melatih sesuai dengan psikomotor telenntang ke telungkup sampai bayi yang diberikan dapat bersi
Psikomotor & diusianya dapat membalikkan badannya sendiri mudah dan sederhana a
afektif pasien 2. Bayi dapat berekspresi Latih bayi menggam benda/mainan rutin, seperti mengajak bica
seperti menangis, memilih Segera menggendong, memeluk bayi melatih bergerak, bermain d
makanan/gambar/mainan saat bayi menangis sebagainya sesuai dengan u
dsb Ajak bayi bermain (menggerakan masing-masing anak.
3. Bayi bermain benda, memperlihatkan enda berwarna
menarik dan ajarkan untuk memilih)
2. Usia 6 – 12 Bulan
Latih bayi membungkukkan badan
tanpa berpengangan
Latih bayi merangkak, berdiri,
berkalan dengan berpengangan dan
berjalan sendiri
Segera menggendong, memeluk
bati saat bayi menangis
Ajak bayi bermain (menggerakan
benda, memperlihatkan enda
berwarna menarik dan ajarkan untuk
memilih)
Pangku dan perhatikan saat
menyusui dan memberi makan
3. Usia 12 -18 Bulan
Latih bayi berjjalan, menangkap
bola, menenda bola, berjalan naik
turun tangga
Latih bayi menumpuk balok
Ajak bayi bermain
TUK 4: Setelah diberikan askep selama 1. Jelaskan perkemangan bayang harus Keluarga merupakan ora
Keluarga/penga ... menit dalam ..x pertemuan dicapai bayi terdekat dengan pasi
suh/care giver diharapkan TU dan TUK dapat 2. Jelaskan cara memfasilitasi perkemabgan dikarenakan itu yang
dapat mengerti, tercapai dengan kriteria hasil : rasa percaya diri bayi dap selalu memberikan
memfasilitasi, 1. Keluarga mengerti 3. Latih cara menstimulasi perkembagan rasa stimul dan deteksi
melatih/menstim perkembangan yang harus percaya diri bayi dini pada b adalah
ulasi dicapai bayi 4. Latih keluarga menciptakan suasana ibunyasendiri at
perkembangan 2. Keluarga keluarga yang menstimulasi keluarganya sendiri sehing
bayi sesuai memfasilitasi.melatih/mensti perkemabganan rasa percaya bayi sangat penti
umurnya mulasi perkembaganan bayi 5. Diskusikan tanda penyimpangan eluarga/pengasuh unt
3. Keluarga dekat dengan bayi perkemabgan dan cara mengatasinya mengetahui perkemangan d
6. Motivasi kedekatan pengasuh/keluarga pertumbuhan yang sesu
dengan bayi dengan umur serta melatih at
menstimulasi perkemang
bayi/anak sesuai dengan umur
L. Implementasi Keperawatan
1. Strategi Pelaksanaan (SP)
PASIEN KELUARGA
A. Kondisi Pasien
B. Diagnosa Keperawatan
D. Tindakan Keperawatan
Jika ibu akan pergi, jelaskan dan katakan akan kembali. Pada saat kembali,
jelaskan bahwa ibu menepati janji
4. Rencanakan tindakan untuk memupuk rasa percaya bayi
Tugas penyimpangan pengembangan : rasa tidak percaya
Tindakan keperawatan :
1. Informasikan penyebab rasa tidak percaya bayi
2. Ajarkan cara menjalin hubungan saling percaya dengan bayi
Penuhi kebutuhan dasar : makan, minum, kebersihan, BAB/BAK, istirahat/
tidur, bermain.
Penuhi rasa aman dan nyaman : lindungi bayi dari rasa sakit atau panas,
cedera (jatuh), tidak membiarkan sendirian, berikan kasih sayang
3. Segera bawa ke pelayanan kesehatan saat bayi sakit
E. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
“selamat pagi Ibu. Saya perawat Riri dari puskesmas Pauh. Saya merupakan
mahasiswa praktek profesi ners dari fkep Unand. Nama Ibu siapa? Biasa dipanggil
apa? Bagaimana kondisi bayi Ibu? Siapa namanya? Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang tentang perkembangan bayi Ibu? Berapa lama Ibu punya waktu?
Bagaimana kalau 30 menit? Dimana kita akan bicara? Di ruangan ini saja? Baiklah
bu.”
2. Kerja
“Apakah menurut Ibu merawat bayi itu penting? Mengapa? Betul sekali. Selain itu
dengan merawat bayi secara baik dan benar, bayi akan merasa nyaman dan nyaman
sehingga memupuk rasa percaya bayi terhadap lingkungan, karena jika tidak bayi
akan mengalami rasa tidak percaya dan akan menghambat perkembangan
seterusnya.
“Perkembangan utama bayi adalah dapat memupuk rasa percaya, artinya bayi harus
dapat memercayai orang sekitar, khususnya itu karena pada usia ini bayi sangat
bergantung pada orang lain. Beberapa perilaku yang menandakan bayi mempunyai
rasa percaya adalah bayi bereaksi senang ketika ibunya datang, memperhatikan/
memandang wajah orang yang mengajak bicara dan mencari suara orang yang
memanggil namanya, bayi tidak langsung menangis saat bertemu orang asing, atau
bayi akan menangis saat lapar, haus, sakit dan gerah. Apakah bayi Ibu berperilaku
seperti ini? Kalau begitu Ibu merawatnya dengan baik. Supaya perkembangan bayi
lebih baik lagi, Ibu harus selalu memenuhi kebutuhannya, seperti makan, minum,
tidur, kebersihan, tidak nyeri, tidak kepanasan, merasa dicintai dan disayangi oleh
ibunya. Ibu juga harus mengajaknya berbicara dan jangan memperhatikan hal lain
saat menyusui atau merawatnya karena dapat menyebabkan bayi merasa tidak
diperhatikan. “
“Apakah ibu memperhatikan bagaimana perilaku bayi setelah makan atau disusui?
Itu mennadakan ia sangat senang dan nyaman. Kalau itu berlangsung terus sampai
berusia 1,5 tahun, bayi akan mempunyai rasa percaya pada lingkungan. Rasa
percaya ini akan membuat bayi jadi mudah bergaul dengan orang lain setelah besar
nanti. Sebaliknya jika kebutuhan tadi tidak terpenuhi, bayi akan mudah rewel, sulit
berpisah dengan ibunya, dan menjerit-jerit jika berpisah dengan ibu atau sulit
berhenti menghisap jempol/ empeng. Jika hal itu terjadi ibu harus membuat bayi
percaya lagi dengan cara memenuhi semua kebutuhan dasar bayi, menjaga agar
bayi merasa nyaman, diperhatikan, dicintai, dan disayang oleh orang sekitar.
Menurut ibu, bayi Ibu termasuk yang mana? Bagus sekali, Ibu sudah dapat membuat
bayi percaya.”
Mari kita coba lakukan ke anak ibu. Coba panggil namanya. Bagus, lihat bu,
mukanya gembira saat ibu panggil dan ibu gendong. Coba saya gendong. Mari dek
sama ibu. : (sambil mengulurkan tangan), “Lihat bu, dia lihat dulu muka saya dan
tidak mau saya gendong. Ini normal Bu karena dia baru pertama kali bertemu saya
dan tidak boleh dipaksa. Nanti kalau sudah kenal dan percaya pada saya, dia akan
mau.”
3. Terminasi
a. Evaluasi
“Nah Bu, kita sudah berbincang-bincang tentang perkembangan bayi normal dan
menyimpang. Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Bermanfaat? Apakah Ibu
masih ingat bagaimana cara merawat bayi supaya ia berkembang lebih baik lagi?
Betul sekali. Bagus, Ibu sudah mengingat dengan baik. Apakah masih ada hal
lain yang ingin Ibu ketahui? Kalau begitu, Ibu dapat mencoba beberapa cara
yang belum dilakukan selama ini dan pada pertemuan berikutnya seritakan
kepada saya. Saya dapat kesini lagi besok. Adakah yang ingin Ibu ketahui lagi
dan dapat dibicarakan besok? Kalau begitu, besok kita akan bicarakan tindakan
yang Ibu lakukan dan bagaimana mempertahankannya. Baiklah, saya permisi
dulu Bu. Sampai jumpa.”
STRATEGI PELAKSANAAN SP-2 KELUARGA : MENDEMONSTRASIKAN DAN
MELATIH KELUARGA UNTUK MENGEMBANGKAN RASA PERCAYA BAYI TERHADAP
ORANG LAIN
A. Kondisi Pasien
B. Diagnosa Keperawatan
D. Tindakan Keperawatan
Jika ibu akan pergi, jelaskan dan katakan akan kembali. Pada saat kembali,
jelaskan bahwa ibu menepati janji
4. Rencanakan tindakan untuk memupuk rasa percaya bayi
Tugas penyimpangan pengembangan : rasa tidak percaya
Tindakan keperawatan :
1. Informasikan penyebab rasa tidak percaya bayi
2. Ajarkan cara menjalin hubungan saling percaya dengan bayi
Penuhi kebutuhan dasar : makan, minum, kebersihan, BAB/BAK, istirahat/
tidur, bermain.
Penuhi rasa aman dan nyaman : lindungi bayi dari rasa sakit atau panas,
cedera (jatuh), tidak membiarkan sendirian, berikan kasih sayang
3. Segera bawa ke pelayanan kesehatan saat bayi sakit
E. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
“Selamat pagi Ibu. Apakah ibu sudah mencoba cara merawat anak yang kita
bicarakan minggu lalu? Bagaimana hasilnya? Hari ini kita akan membahas cara
menstimulasi anak, sekaligus mendemonstrasikannya. Dimana anak ibu? Dapatlah
dibawa kesini? Berapa lama kita akan berbincang-bincang? 15-20 menit? Dimana
enaknya bu? Disini saja? Baiklah kalau begitu.”
2. Kerja
“Sesuai dengan petunjuk di leaflet ini, cara menstimulasi perkembangan bayi adalah
memberi rasa aman dan nyaman bagi bayi. Cara yang dapat Ibu lakukan untuk
membuat bayi merasa aman dan nyaman adalah menyusui, memandikan secara
teratur, membersihkan kotoran atau kencing, menjaga agar tidak kegerahan,
memeluk menggendong, membuai, mengajaknya bicara, menjaga agar tidak jatuh
atau cedera. Apakah Ibu sudah melakukan semua itu? Tindakan mana yang belum
Ibu lakukan? Apakah ada kesulitan untuk melakukannya? Apa yang sudah Ibu
lakukan untuk mengatasinya? Dapatkah ibu perlihatkan bagaimana cara Ibu
menyusui bayi Ibu? Bagus. Cara Ibu menyusui sudah betul, hanya akan lebih baik
lagi jika perhatian dan konsentrasi Ibu hanya tertuju pada bayi atau sambil berbicara
perlahan. Coba sekarang fokuskan pikiran dan hati ibu pada bayi. Senyum dan ajak
bicara perlahan. Bagus, Ibu sudah melakukannya dengan baik. Jadi saat menyusui
kita fokus pada bayi, tidak sambil mengerjakan hal lain. Hal lain yang harus dilakukan
adalah lebih menjaga kebersihan dan kemanannya. Berkomunikasi baik verbal
maupun nonverbal juga sangat mempengaruhi rasa aman bayi.”
3. Terminasi
“Nah Bu, kita sudah berbincang-bincang tentang cara membuat bayi merasa
percaya pada lingkungan.. Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apakah bermanfaat?
Alhamdulillah kalau begitu. Apakah Ibu masih ingat bagaimana cara merawat bayi
supaya ia berkembang lebih baik lagi? Betul sekali. Bagus, Ibu sudah mengingat
dengan baik. Apakah masih ada hal lain yang ingin Ibu ketahui? Kalau begitu, Ibu
dapat mencoba beberapa cara yang belum dilakukan selama ini dan pada
pertemuan berikutnya ceritakan kepada saya. Saya dapat kesini lagi besok. Adakah
yang ingin 1Ibu ketahui lagi dan dapat dibicarakan besok? Kalau begitu, besok kita
akan bicarakan tindakan yang Ibu lakukan dan bagaimana mempertahankannya.
Baiklah, saya permisi dulu Bu. Sampai jumpa.”
DAFTAR PUSTAKA
Chamidah, A. N. (2009). Pentingnya Stimulasi Dini Bagi Tumbuh Kembang Otak Anak.
Talkshow Tumbuh Kembang Dan Kesehatan Anak, 1–7.
Keliat, B.A, Wiyono, Akemat. P.W dan Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus Gangguan
Jiwa CMHN (Intermediate Course). Cetakan I. Jakarta: EGC
Stuart,Gail W. (2013). Priciples & Practice of Psychiatric Nursing ed.9. Philadelphia: Elsevier
Mosby
Supartini, Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC
Townsend. M.C, (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri Rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Wong, et all.(2002). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Ed.6, vol 1 alih bahasa :Agus
Sutarna, Netty Juniarti, H.Y.Kuncara. Jakarta:EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA
USIA BALITA (1,5 – 3 TAHUN)
2. Otonomi Vs rasa malu dan ragu-ragu (akhir masa pra kanak-kanak, sekitar 2-4 th)
Pada fase ini anak mulai belajar untuk berdiri sendiri (otonomi). Untuk itu
orang tua diharapkan dapat bertindak tegas tetapi melindungi, mendukung dan
memberi kesempatan keinginan otonomi serta melindungi dari keraguan dan rasa
bersalah. Apabila fase ini berhasil dilalui dengan baik, anak akan mengembang
otonomi, dengan memandang diri sebagai pribadi yang terpisah dari orang tua, tapi
masih tergantung. Sebaliknya apabila gagal anak akan mengembangkan rasa malu
dan ragu, merasa diri tidak mampu dan meragukan diri sendiri. Enggan belajar
keterampilan dasar, seperti berjalan dan berbicara serta ada ingin menyembunyikan
ketidakmampuannya.
3. Bahayanya :
Sebaliknya, jika anak-anak kehilangan kontrol diri dapat menyebabkan
perasaan malu dan ragu-ragu, yang juga dapat bersifat menetap.
4. Ritualisasi tahap kedua :
Erikson menyebut ritualisasi tahap kedua dari perkembangan psikososial anak
adalah bersifat kebajikan atau judicious. Hal ini disebabkan oleh :
a. Anak mulai menilai diri sendiri
b. Anak mulai menilai orang lain
c. Anak mengembangkan kemampuan menghayati suatu rasa benar atau salah
pada tindakan-tindakan dan kata-kat tertentu
d. Hal tersebut menyiapkan anak untuk mengalami perasaan bersalah dalam
tahap berikutnya
e. Anak juga belajar membedakan antara “ jenis kami” dan orang-orang lain yang
dinilai berbeda
f. Orang-orang lain yang tidak sama dengan jenisnya sendiri secara otomatis
dinilai salah atau buruk
Hal tersebut merupakan dasar ontogenese dari keterasingan yang melanda
seluruh dunia yang disebut spesies yang terpecah atau disebut juga oleh erikson
sebagai pseudospesies, yang menjadi sumber prasangkan didalam diri manusia.
Dalam siklus kehidupan, tahap retualisasi bersifat bijaksana pada masa kanak-
kanak menjadi sumber untuk pengadilan pada orang dewasa yang tercermin dalam
pemeriksaan diruang pengadilan dan prosedur-prosedur dengan mana putusan-
putusan salah dan benar ditetapkan.
5. Ritualisme :
Jika terjadi penyimpangan dari ritualisasi tahap kedua ini, ritualismenya disebut
legalisme, yakni :
a. Mengagung-agungkan huruf ketentuan hukum dari pada semangat hukumnya
sendiri
b. Mengutamakan hukuman dari pada balas kasihan
B. Pohon Masalah
kemandirian
2. Analisa Data
a. Data Subjektif :
Klien mengenal dan mengakui namanya
Klien sering mengatakan : “jangan/tidak/nggak”
Klien banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya (api, air,
ketinggian, warna dan bentuk benda)
Klien mampu menyatakan akan buang air besar dan buang air kecil
b. Data Objektif :
Klien mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah misalnya
minum sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri.
Klien mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
Klien mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar keluarganya.
Klien mau berpisah dengan orangtua hanya sebentar
Klien menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
Klien mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
Klien suka membantah dan tidak menurut perintah
3. Masalah Keperawatan
Potensial mengembangkan kemandirian
4. Intervensi Keperawatan
a. Tujuan :
Untuk anak
1) Mengembangkan rasa kemandirian dalam melakukan kegiatan sehari – hari
2) Bekerjasama dan memperlihatkan kelebihan diri diantara orang lain.
b. Tujuan
Untuk keluarga
1) Menjelaskan perilaku yang menggambarkan perkembangan psikososial
2) Menjelaskan cara menstimulasi perkembangan anaknya (kemandirian)
3) Mendemonstrasikan dan melatih cara memfasilitasi perkembangan
kemandirian anak
4) Merencanakan tindakan untuk menstimulasi perkembangan kemandirian
anaknya.
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi pasien
Anak S, 2 tahun laki-laki, merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Rudy
( 23 tahun ) pekerjaan Satpam dan Ibu Siti (21 tahun) sebagai ibu rumah tangga.
Berat badan Anak S 12 kg dan tinggi badan 100 cm. Dari hasil wawancara : ibu
Siti mengeluh perilaku Anak S yang tidak bisa diatur dan sering membantah.
2. Diagnosa Keperawatan
Potensial mengembangkan kemandirian
3. Tujuan ( keluarga )
Kelarga mengerti tentang perkembangan psikososial pada usia toddler (usia 18
bulan – 3 tahun) yang normal dan menyimpang serta cara menstimulasi
perkembangan anak.
4. Tindakan keperawatan :
a. Menjelaskan karakteristik perilaku usia toddler normal :
Mengenal dan mengakui namanya
Sering menggunakan kata “jangan/tidak/nggak”
Banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya (api, air,
ketinggian, warna dan bentuk benda)
Mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah misalnya
minum sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri.
Bertindak semaunya sendiri dan tidak mau diperintah
Mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
Mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar keluarganya.
Hanya sebentar mau berpisah dengan orangtua.
Menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
Mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
Mampu menyatakan akan buang air besar dan buang air kecil
Motorik kasar : Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan selama
paling sedikit 2 hitungan
Motorik halus : Mampu membuat garis lurus
Berbicara, berbahasa dan kecerdasan : Mampu menyatakan keinginan
paling sedikit dengan 2 kata.
SP1 – keluarga :
Menjelaskan perkembangan psikososial usia toddler yang normal dan menyimpang
dan cara menstimulasi perkembangan anak.
Orientasi
Selamat pagi Bu, saya…. mahasiswa keperawatan – UB, Bagaimana perasaan
ibu hari ini ? Nama ibu siapa ? Biasa dipanggil apa..? O.. Bu Siti, Bagaimana
kondisi kesehatan si kecil Bu Siti ? Siapa namanya ? O.. Satrio Bagaimana kalau
kita berbincang-bincang tentang perkembangan Satrio Bu Siti, usianya 2 tahun ya
bu ? Berapa lama Bu Siti mau berbincang – bincang dengan saya ? Bagaimana
kalau 30 menit ?. Dimana kita akan bicara ? Diruangan ini saja ? Baiklah.., kita
akan berbincang-bincang kurang lebih selama 30 menit.
Kerja
Bu Siti, ini brosur / leaflet tentang perkembangan anak usia 18 bulan – 3 tahun,
Mari kita lihat perkembangan yang normal dan menyimpang., saya akan jelaskan
satu persatu. Anak usia 1,5 – 3 tahun kemampuan utamanya adalah mengatur
keinginannya, tetapi tahu batasannya sehingga anak tidak merasa dirinya tidak
dihargai, artinya dia akan tahu mana yang bisa dan boleh dilakukannya serta
merasa percaya diri bahwa dia mampu mengatur keinginannya. Jadi kalau Satrio
tidak mau diatur oleh kita, itu adalah hal yang wajar. Tugas kita adalah membantu
mencapai kemampuan seperti yang tertulis di brosur / leaflet ini.”
Lakukan permainan yang bersifat menggali rasa ingin tahunya selama
kegiatan tersebut aman bagi anak, misalnya main pasir, main lilin.
Memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan aktivitas yang
diinginkan anak dengan tetap memberi sedikit batasan-batasan, misalnya
diijinkan naik tangga tetapi dijelaskan agar tidak jatuh dan dijaga.
Melarang dengan kata-kata yang bersifat positip ( tangganya licin nanti
kalau naik Satrio bisa jatuh, masih ingat..waktu kemarin hujan-hujanan Satrio
jadi batuk dan pilek.
Memberikan pilihan perilaku yang ingin dilakukan anak : pakai baju
beritahu langkah-langkahnya dan beri pujian kalau berhasil.
“ Apakah Satrio sudah sama kemampuannya seperti yang tertulis di leaflet itu ?
” Sebagian besar sudah ? Bagus itu, ibu tinggal membantu supaya kemampuan
lain bisa tercapai. Anak yang tidak bisa mencapai kemampuan itu akan merasa
selalu ragu-ragu atau malu sehingga dia akan bergantung terus pada orang lain
dan nanti setelah besar akan akan merasa minder ”.
Terminasi
“ Nah Bu Siti, kita sudah diskusi tentang perkembangan anak usia 18 bulan – 3
tahun yang normal dan menyimpang, bagaimana perasaan ibu sekarang?
Adakah manfaatnya ? ” Syukurlah kalau begitu, apakah Bu Siti masih ingat
bagaimana cara merawat Satrio supaya ia berkembang lebih baik lagi ?
Betul sekali..bagus.., ibu sudah mengingat dengan baik. Kalau begitu ibu dapat
mencoba beberapa cara yang belum ibu lakukan selama ini...dan pada
pertemuan berikutnya ceritakan pada saya.”
“ Bagaimana kalau minggu depan saya kesini lagi ? Adakah yang ingin ibu
ketahui lagi? kita bisa diskusikan minggu depan?
Kalau begitu minggu depan kita akan mempraktekkan cara-cara yang telah kita
diskusikan kepada anak ibu..
Baiklah..,Saya permisi dulu Bu..Selamat pagi.”
DAFTAR PUSTAKA
1. PENGERTIAN
Usia pra sekolah menurut PMK no. 66 tahun 2014 tentang Pemantauan
Pertumbuhan, Perkembangan, dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak adalah usia 3-
6 tahun. Anak pada usia ini disebut juga anak usia dini. Perry dan Potter dalam Ahyani
(2018) menyebutkan usia anak prasekolah merupakan masa kanak-kanak awal, yaitu
berada pada usia 3 sampai 6 tahun.
Awal masa kanak-kanak dimulai sebagai penutup masa bayi, usia dimana
ketergantungan secara praktis sudah dilewati, diganti dengan tumbuhnya kemandirian
dan berakhir di sekitar usia masuk sekolah dasar. Anak mulai memiliki kesadaran
tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam buang air (toilet
training), dan mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya (mencelakakan
dirinya). Potensial mengembangkan rasa inisiatif adalah tahap perkembangan anak
usia 3-6 tahun dimana pada usia ini anak akan belajar berinteraksi dengan orang lain,
berfantasi dan berinisiatif, pengenalan identitas kelamin, meniru (yahya, 2011).
Perkembangan psikososial adalah proses perkembangan kemampuan anak
dalam berinisiatif menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai dengan pengetahuannya.
Kemampuan ini diperoleh jika konsep diri anak positif karena anak mulai berkhayal dan
kreatif serta meniru peran-peran di sekelilingnya. Anak berinisiatif melakukan sesuatu
dan memberi hasil. Anak merasa bersalah jika tindakannya berdampak negatif. Sikap
lingkungan yang suka melarang dan menyalahkan, membuat anakn kehilangan inisiatif.
Pada saat dewasa, anak akan mudah mengalami rasa bersalah jika melakukan
kesalahan dan tidak kreatif (Keliat et.al, 2011).
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan tahap perkembangan pra
sekolah merupakan tahap perkembangan anak usia 3-6 tahun dimana pada usia ini
merupakan penutup masa bayi dan awal dari masa anak-anak. anak pada masa ini
akan belajar berinteraksi dengan orang lain, berfantasi dan berinisiatif, pengenalan
identitas kelamin, meniru serta berfantasi, berkhayal, kreatif dan berinisiatif
menyelesaikan masalahnya sendiri dengan meniru peran-peran di sekitarnya.
b. Perkembangan Motorik
Ketrampilan motorik kasar meningkat secara dramatis selama masa awal anak
anak. Anak anak menjadi lebih berani ketika keterampilan motorik kasar mereka
meningkat. Kehidupan anak anak sangat aktif, lebih aktif daripada titik lain mana
pun pada siklus kehidupan. Ketrampilan motorik halus juga meningkat secara
substansial selama masa pra sekolah. Penguasaan keterampilan yang umum pada
masa ini adalah (Ahyani, 2018) :
1) Keterampilan tangan
Antara usia 5 dan 6 tahun, sebagian besar anak-anak sudah pandai melempar dan
menangkap bola. Mereka dapat menggunakan gunting, dapat membentuk
tanah liat, membuat kue-kue dan menjahit. Dengan krayon, pensil dan cat anak-
anak dapat mewarnai gambar, menggambar atau mengecat gambarnya sendiri
dan dapat menggambar orang
2) Keterampilan kaki
Pada usia antara 3 dan 4 tahun ia mulai naik sepeda roda tiga. Pada usia 5 atau 6
tahun ia belajar melompat dan berlari cepat. Mereka juga sudah dapat
memanjat, lompat tali, keseimbangan tubuh dalam berjalan di atas dinding atau
pagar, sepatu roda, menari dan sebagainya.
c. Perkembangan kognitif
Pada masa ini, anak mulai memperhatikan hal-hal kecil yang tadinya tidak
diperhatikan. Dengan demikian, anak-anak tidak lagi bingung kalau menghadapi
benda-benda, situasi atau orang-orang yang memilki unsur-unsur yang sama.
Piaget menamakan tahap berpikir praoperasional, suatu tahap yang berlangsung
dari usia 2 atau 3 tahun sampai 7 atau 8 tahun. Piaget dalam Ahyani (2018)
membagi perkembangan kognitif tahap praoperasi dalam dua bagian yaitu umur 2-
4 tahun dicirikan oleh perkembangan pemikiran simbolis. dan umur 4-7 tahu
dicirikan oleh perkembangan intuitif.
Karakteristik anak pada tahap praoperasional adalah mereka menanyakan
serentetan pertanyaan. Pertanyaan mereka memberi petunjuk akan perkembangan
mental mereka dan mencerminkan rasa ingin tahu intelektual. Pertanyaan ini
menandai munculnya minat anak anak akan penalaran dan penggambaran
mengapa sesuatu seperti itu.
d. Perkembangan bahasa
Keterampilan bahasa pada anak usia pra sekolah mengalami perkembangan yang pesat,
dimensi perkembangan bahasa pada usia ini mencakup (Ahyani, 2018):
1) Peningkatan dalam keterampilan berbicara
Pada usia pra sekolah merupakan saat berkembang pesatnya penguasaan tugas
pokok dalam belajar berbicara, yaitu menambah kosa kata, menguasai
pengucapan kata-kata dan menggabungkan kata-kata menjadi kalimat
2) Isi pembicaraan
Pada mulanya, pembicaraan anak-anak bersifat egosentris dalam arti ia terutama
bicara tentang dirinya sendiri, berkisar pada minat, keluarga dan miliknya.
Menjelang akhir awal masa kanak-kanak mulailah pembicaraan yang bersifat
sosial dan anak berbicara tentang orang lain di samping dirinya sendiri
3) Jumlah bicara
Awal masa kanak-kanak terkenal sebagai masa tukang ngobrol, karena sekali anak
dapat berbicara dengan mudah, ia tak putusputusnya bicara. Sebaliknya, ada
anak-anak lain yang relatif diam, yang tergolong pendiam.
e. Perkembangan psikososial
a) Perkembangan emosi
Emosi yang umum pada awal masa pra sekolah adalah (Ahyani, 2018) :
1) Amarah
Penyebabnya adalah pertengkaran mengenai permainan, tidak tercapainya
keinginan dan serangan yang hebat dari anak lain. Ia mengungkapkan rasa
marah dengan ledakan marah yang ditandai menangis, berteriak,
menggertak, menendang, atau memukul.
2) Takut
Pada mulanya reaksi anak terhadap rasa takut adalah panik, kemudian berlari,
menghindar dan bersembunyi, menangis dan menghindari situasi yang
menakutkan. Hal-hal yang menimbulkan rasa takut yang umum adalah
pengalaman yang kurang menyenangkan, seperti cerita-cerita, gambar,
acara radio,televisi dan sebagainya
3) Cemburu
Anak menjadi cemburu jika ia mengira bahwa minat dan perhatian orang tua beralih
kepada orang lain, misalnya adiknya yang baru lahir. Anak mengungkapkan
kecemburuannya dengan mengompol, pura-pura sakit, nakal dan
sebagainya yang semuanya itu bertujuan untuk menarik perhatian.
4) Ingin tahu
Reaksi pertama adalah dalam bentuk penjelajahan sensorimotorik, kemudian
sebagai akibat dari tekanan sosial dan hukuman ia bereaksi dengan
bertanya
5) Iri hati
Hal ini diungkapkan dengan berbagai cara, dan yang paling umum adalah mengeluh
tentang benda miliknya, dengan mengungkapkan keinginan untuk memiliki
barang seperti dimiliki orang lain. Atau dengan mengambil benda orang lain
yang menimbulkan iri hatinya tersebut
6) Gembira
Ia mengungkapkan kegembiraannya dengan tersenyum dan tertawa, bertepuk
tangan, melompat-lompat atau memeluk benda atau orang yang
membuatnya bahagia
7) Sedih
Anak mengungkapkan kesedihannya dengan menangis atau kehilangan selera
makan, maupun kegiatan lain yang biasa ia lakukan. Anak biasanya merasa
sedih jika ia kehilangan seseorang atau sesuatu yang dianggap berarti bagi
dirinya
8) Kasih saying
Ia mengungkapkan kasih sayang dengan fisik, misalnya memeluk, menepuk dan
mencium objek kasih sayangnya.
b) Perkembangan social
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosiopsikologis
keluarganya (Yahya, 2011). Jika di lingkungan keluarga tercipta suasana yang
harmonis, saling memperhatikan, saling membantu dalam menyelesaikan tugas
keluarga, terjalin komunikasi antar anggota keluarga dan konsisten dalam
melaksanakan aturan, maka anak akan memilki kemampuan atau penyelesaian
sosial dalam hubungan dengan orang lain.
Pola perilaku sosial pada anak antara lain: meniru, persaingan, kerja
sama, simpati (kadang-kadang timbul sebelum usia 3 tahun), empati (mengerti
perasaan dan emosi orang lain dan membayangkan dirinya pada kondisi orang
lain). Sedangkan perilaku tidak sosial antara lain: negativisme (melawan
otoritas orang dewasa, perlawanan fisik berubah menjadi perlawaanan verbal
dan pura-pura tidak mendengar atau tidak mengerti), agresif (dari bentuk
serangan fisik berubah menjadi serangan verbal atau memaki/menyalahkan
orang lain), perilaku berkuasa, mementingkan diri sendiri, merusak,
pertentangan seks (sering kali laki-laki berperilaku agresif yang melawan anak
perempuan), prasangka (prasangka sosial timbul pertama-tama dari prasangka
agama atau sosial ekonomi, tetapi lebih lambat dari prasangka seks).
c) Perkembangan Moral
Menurut Piaget dalam Ahyani (2018) pada masa ini pengertian anak
tentang baik dan buruk, tentang keadilan, menjadi lebih beragam dan lentur.
Dalam hal penilaian baik-buruk ia mulai mempertimbangkan dampak dari situasi
khusus. Ia mulai memahami bahwa penilaian tentang baik dan buruk dapat
berubah, tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku itu. Piaget
percaya bahwa masa anak-anak awal ditandai oleh moralitas heteronom, tetapi
pada usia 10 tahun mereka beralih ke suatu tahap yang lebih tinggi yang
disebut moralitas otonom. Menurut Piaget, anak anak yang lebih tua
memperhitungkan maksud individu, percaya bahwa aturan dapat berubah, dan
sadar bahwa hukuman tidak selalu menyertai suatu perbuatan yang salah.
Pada usia ini anak sudah dapat mengikuti tuntutan dari orang tua atau
lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan
yang mendasari suatu peraturan. Disamping itu anak sudah dapat
mengelompokkan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah.
Menurut Keliat et.al (2011) karakteristik perilaku psikososial anak pra sekolah antara lain:
a. Perkembangan normal : inisiatif
1) Perkembangan motorik halus : bisa mengikat tali sepatu, menggunakan
gunting, meniru gambar, menulis beberapa huruf dan angka.
2) Perkembangan motorik kasar : bisa mengendarai sepeda roda tiga, naik
tangga, melompat dengan satu kaki, menangkap bola, melompati tali.
3) Anak mengenal jenis kelaminnya.
4) Anak mengalami kecemburuan dan persaingan terhadap orang tua sesama
jenis.
5) Anak merasakan cinta terhadap orang tua lain jenis.
6) Anak sering meniru ibu dan ayahnya seperti dalam hal berpakaian.
7) Anak suka menghayal dan kreatif.
8) Orang terdekat anak adalah keluarga.
9) Kesadaran moral mulai berkembang.
10) Anak suka bermain dengan teman sebaya.
11) Mulai berkembang superego dan berkurang egosentrisnya.
3. Proses Terjadinya
Inisiatif adalah kelanjutan autonomi. Parameternya adalah kualitas usaha,
perencanaan, dan kegiatan dengan tujuan motorik melakukan sesuatu. Melalui cara
ini, anak belajar menguasai dunia di sekitarnya, mempelajari keterampilan dasar dan
hukum alam. Contohnya: benda jatuh ke bawah, bola dan roda menggelinding,
aritmatika sederhana seperti tambah dan kurang, bertanya dan menjawab pertanyan
dengan baik dan lain-lain. Setelah penguasaan pada hal-hal ini mulai berkembang,
anak mulai beraktivitas dengan tujuan nyata. Contohnya: anak berusia 3 tahun mulai
menyusun pasir di pantai untuk membuat rumah. Suatu emosi baru yaitu rasa
bersalah (guilt) mulai timbul dan dapat membingungkan anak bila upayanya gagal.
Pengertian guilt tersebut sangat berbeda dengan konsep rasa bersalah pada orang
dewasa, yang selain bersifat emosional juga bernuansa kognitif, sedangkan pada
tingkat perkembangan ini, pemahaman guilt lebih mendekati pemahaman emosi
“kecewa” pada orang dewasa. Karena itu, bila ia menyusun pasir terlalu tinggi
sehingga “rumah” tersebut runtuh, ia merasa bersalah dan marah atau menangis.
Karena itu, kita tidak boleh mengatakan kepada si anak, itulah, karena tidak mau
mendengar perkataan orang tua, rumahnya runtuh.” Rasa bersalah yang sangat kuat
akan timbul pada anak. Ia merasa bahwa dirinya anak nakal karena rumah tersebut
runtuh. Ia tidak berani lagi berinisiatif menyusun pasir tinggi-tinggi untuk membuat
rumah yang tinggi. Ia terhambat dalam mengembangkan jeberanian dan kemandirian.
Ia bergantung pada ide orang lain. Ia tidak mengembangkan kompetensi menjadi
orang berprestasi, konseptor, atau pemimpin dan tidak bercita-cita tinggi (Nurdin,
2011).
Pada tahap perkembangan ini, kompetensi penilaian (judgement) mulai
berkembang melalui krisis initiative versus guilt. Berdasarkan penilaian awal tersebut,
anak mulai mengembangkan perilaku kepemimpinan, konseptor, dan pencapaian
tujuan (goal oriented behaviour). Namun, perilaku tersebut harus kita kendalikan agar
tidak menjadi risk taking behavior. Contohnya: nekad menyeberang jalan raya,
memanjat di tempat berbahaya, bermain api, dan sebagainya. Anak tetap harus
merasakan rasa bersalah bila ia melakukan aktivitas yang tidak dapat ditoleransi.
Karena itu, keseimbangan antara inisiatif dan rasa bersalah sangat penting pada
tahap perkembangan ini (Nurdin, 2011).
.
4. Faktor predisposisi
1) Biologis
Imunisasi lengkap
Tidak ada riwayat sakit fisik/cacat
Tidak ada riwayat trauma kepala
Tidak ada riwayat genetic gangguan jiwa
2) Psikologis
Pencapaian 8 aspek perkembangan: kognitif, bahasa, komunikasi, emosi,
moral, spiritual, psikososial, fisik (motorik kasar dan halus)
Kemampuan toilet training (pada usia 1-3 tahun)
3) Sosiokultural
Dukungan keluarga dalam menstimulasi tumbang di usia 1-3 tahun
Anak yang diinginkan
Tidak ada labeling diri negative dari keluarga
Tidak ada kekerasan fisik, verbal, emosi
Dilibatkan dalam mengambil keputusan sederhana
Keluarga menstimulasi tumbuhnya inisiatif anak
Belajar konsep benar-salah, baik-buruk
Dilibatkan dalam kegiatan ibadah
5. Faktor presipitasi
1) Biologis
Pertumbuhan fisik sesuai usia
tidak ada keluhan fisik saat ini
status nutrisi baik
tidak ada gangguan tidur
belajar keterampilan fisik baru.
2) Psikologis
diberi kesempatan bertanya
diberi kesempatan bercerita tentang pengalamannya
diberi kesempatn bermain dengan teman sebayanya
diberi kesempatan berlatih mewarnai, membaca, menulis
3) Sosiokultural
mendapatkan kesempatan berteman, berinteraksi dengan orang lain
mudah adaptasi dengan lingkungan baru
mengenal jenis kelamin
mendapat kesempatan terlibat dalm pekerjaan rumah tangga sederhana
diterima dan disayangi oleh lingkungan keluarga
mendapat kesempatan mengenal hal baru
mendapat feedback dari lingkungan sekitar
6. Penilaian stressor
1) Kognitif
Mampu menunjukkan inisiatif, banyak bertanya, kritis terhadap informasi, mampu menilai
konsep benar-salah, sebab-akibat, mampu berbicara dengan kalimat panjang,
mengenal warna (minimal 4 warna)
2) Afektif
Amarah, takut, iri hati, sedih, cemburu, kasih sayang, gembira, ingin tahu.
3) Fisiologis
Tidak nafsu makan, perubahan kebiasaan tidur, kebiasaan latihan/aktifitas harian anak,
toileting : mengompol.
4) Perilaku
Tidak percaya diri, malu untuk tampil, pesimis, tidak memiliki minat dan keinginan, takut
salah dalam melakukan sesuatu, sangat membatasi aktifitasnya sehingga terkesan
malas dan tidak mempunyai inisiatif
5) Respon sosial
Tidak mau bermain, tidak mau keluar rumah, menarik diri.
7. Sumber koping
1) Personal ability
Kemampuan anak mengetahui identitas dirinya, menunjukkan minat pada hal yang
disenangi, mudah berpisah dengan orang tua
2) Social support
Kemampuan orang tua dalam mengetahui perkembangan anak usia prasekolah,
penyimpangan tugas perkembangan, cara menstimulasi, mencari informasi yankes
3) Material Asset
Asuransi kesehatan: jamkesmas, dll; penghasilah keluarga: mencukupi kebutuhan
keluarga, keluarga memiliki tabungan dan asset pribadi, punya akses ke yankes
4) Positif belief
Orang tua percaya dengan yankes, persepsi yang baik terhadap nakes, selalu
menggunakan yankes, keyakinan agama yang berhubungan dengan kesehatan,
keyakinan budaya keluarga yang berhubungan dengan kesehatan
8. Mekanisme koping
1) Konstruktif
Mudah berpisah dengan orangtua, menghayal dan kreatif, bermain dengan menggunakan
alat-alat yang ada di rumah, belajar keterampilan fisik baru, melakukan prilaku
yang benar misal: mengikuti disiplin orangtua, mengidentifikasi jenis kelamin,
mengenal warna (minimal 4 warna), berbicara dalam kalimat panjang
2) Destruktif
Tidak percaya diri, malu untuk tampil, pesimis, tidak memiliki minat dan keinginan, takut
salah dalam melakukan sesuatu, sangat membatasi aktifitas sehingga terkesan
malas dan tidak punya inisiatif
9. Pengkajian
a. Identitas
Nama anak ,usia dan jenis Kelamin, nama dan pekerjaan orang tua/wali.
b. Keluhan
Keluhan utama saat pengkajian, keluhan yang paling sering muncul / dominan dirasakan
oleh anak maupun keluhan yang disampaikan orang tua tentang kesehatan fisik
maupun perilaku anaknya.
c. Status pertumbuhan dan perkembangan saat ini
Aspek yang dikaji berupa perkembangan fisik, psikoseksual, kognitif dan moral sesuai
tahapan usia anak pra sekolah.
d. Faktor predisposisi
Biologis :
Imunisasi lengkap
Tidak ada riwayat sakit fisik/cacat
Tidak ada riwayat trauma kepala
Tidak ada riwayat genetic gangguan jiwa
Psikologis
Pencapaian 8 aspek perkembangan: kognitif, bahasa, komunikasi, emosi,
moral, spiritual, psikososial, fisik (motorik kasar dan halus)
Kemampuan toilet training (pada usia 1-3 tahun)
Sosiokultural
Dukungan keluarga dalam menstimulasi tumbang di usia 1-3 tahun
Anak yang diinginkan
Tidak ada labeling diri negative dari keluarga
Tidak ada kekerasan fisik, verbal, emosi
Dilibatkan dalam mengambil keputusan sederhana
Keluarga menstimulasi tumbuhnya inisiatif anak
Belajar konsep benar-salah, baik-buruk
Dilibatkan dalam kegiatan ibadah
e. Faktor
presipitasi
Biologis
Pertumbuhan fisik sesuai usia
tidak ada keluhan fisik saat ini
status nutrisi baik
tidak ada gangguan tidur
belajar keterampilan fisik baru.
Psikologis
diberi kesempatan bertanya
diberi kesempatan bercerita tentang pengalamannya
diberi kesempatn bermain dengan teman sebayanya
diberi kesempatan berlatih mewarnai, membaca, menulis
Sosiokultural
mendapatkan kesempatan berteman, berinteraksi dengan orang lain
mudah adaptasi dengan lingkungan baru
mengenal jenis kelamin
mendapat kesempatan terlibat dalm pekerjaan rumah tangga sederhana
diterima dan disayangi oleh lingkungan keluarga
mendapat kesempatan mengenal hal baru
mendapat feedback dari lingkungan sekitar
f. Penilaian terhadap stressor
Respon anak dalam menghadapi stressor baik respon kognitif, afektif, fisiologis dan sosial
g. Sumber koping
Kemampuan yang dimiliki oleh anak dan orang tua untuk menghadapi masalah/stressor,
sumber daya lingkungan, dan asset material yang bisa digunakan untuk
mempertahankan kesehatan fisik dan mental anak.
h. Mekanisme koping
Konstruktif
Mudah berpisah dengan orangtua, menghayal dan kreatif, bermain dengan
menggunakan alat-alat yang ada di rumah, belajar keterampilan fisik baru,
melakukan prilaku yang benar misal: mengikuti disiplin orangtua,
mengidentifikasi jenis kelamin, mengenal warna (minimal 4 warna), berbicara
dalam kalimat panjang
Destruktif
Tidak percaya diri, malu untuk tampil, pesimis, tidak memiliki minat dan keinginan, takut
salah dalam melakukan sesuatu, sangat membatasi aktifitas sehingga terkesan
malas dan tidak punya inisiatif
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien An. L usia 4 tahun saat ini menempuh pendidikan di pendidikan anak usia
dini (PAUD). Keluhan fisik tidak ada.
2. Diagnosa Keperawatan
Kesiapan Peningkatan Perkembangan Anak Usia Prasekolah
anak prasekolah
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik :
“ Assalamu’alaikum, Selamat sore Bu. Perkenalkan saya Enah Bu, mahasiswa
praktik profesi brawijaya. Nama Ibu siapa?
Senang dipanggil apa?
b. Evaluasi Validasi
“ Bagaimana perasaan ibu hari ini, apakah sehat?
c. Kontrak
Topik : “Baiklah bu, hari ini kita akan berbincang-bincang tentang cara
merawat anak Bapak/Ibu yang berusia 3-6 tahun”
Waktu : “ kita akan berbincang-bincang kurang lebih 30 menit ya bu”
Tempat : “ Dimana ibu ingin kita berbincang-bincang bu? Di ruang tamu?
Baiklah bu”
Tujuan : “tujuan kita berbincang- bincang hari ini yaitu agar ibu mengetahui
perkembangan perilaku anak yang normal dan menyimpang”
2. Fase Kerja
“ Bu, ini leaflet tentang perkembangan anak di usia prasekolah. Mari kita
pelajari bersama mengenai ciri perkembangan anak prasekolah yang normal
seperti apa dan yang menyimang seperti apa, kemudian apa dampaknya dan
bagaimana cara menstimulasi perkembangan anak. Baiklah bu, saya akan jelaskan
satu per satu. Kemampuan utama anak di usia 3-6 tahun secara normal adalah
berinisiatif menggunakan situasi di rumah untuk bermain (menyusun kursi jadi
kereta api, mengumpulkan batuan, dll), mengerjakan pekerjaan sederhana: buang
sampah, lipatan-lipat pakaian, meletakkan sepatu pada tempatnya, senang
bermain dengan teman sebaya, cerita berkhayal, mudah pisah dengan orangtua,
banyak bertanya dan
mengkuti ritual keagamaan dalam keluarga.
Apakah An. L sudah sama kemapuannya sepeti yang kita pelajari ini Bu?
Sebagian besar sudah? Waah, bagus ya Bu. Untuk itu Ibu tinggal menstimulasinya
supaya kemampuan lain dapat tercapai. Anak yang tidak dapat mencapai
kemampuan tersebut maka ia akan tidak percaya diri, malu untuk tampil di depan
umum, pesimis, tidak memiliki cita-cita, takut salah melakukan sesuatu dan malas
melakukan kegiatan serta tidak mempunyai inisiatif”. Ditakutkan, anak dengan
perkembangan yang menyimpang seperti itu pada saat dewasa akan mengalami
rendah diri dan tidak dapat bergaul”.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan
keperawatan Evaluasi subjektif :
bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita
berdiskusi tadi Evaluasi Objektif :
Coba Bapak/ Ibu sebutkan lagi apa saja perkembangan normal pada anak usia
3-6 tahun, perkembangan yang menyimpang lalu apa saja dampak
penyimpangannya? Nah, apa saja yang bisa kita ajarkan bu?
b. Rencana tindak lanjut
Selanjutnya besok saya akan kembali mengunjungi Bapak/Ibu dan An. L untuk
baiklah
Tempat : “ untuk tempat bagaimana kalau disini saja di ruang tamu ya bu”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
KESIAPAN PENINGKATAN PERKEMBANGAN USIA PRASEKOLAH (3-6
TAHUN) SP-2
1. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien an. L usia 4 tahun saat ini menempuh pendidikan di pendidikan anak usia
dini ( PAUD).
2. Diagnosa keperawatan
Kesiapan perkembangan anak usia pra sekolah
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik :
“ Assalamu’alaikum, Selamat sore Bu ? bagaimana kabarnya hari ini ?
b. Evaluasi Validasi
“ Bagaimana perasaan ibu hari ini, apakah sehat?
c. Kontrak
Topik : “Baiklah bu, hari ini kita akan berbincang-bincang tentang cara
Baiklah bu”
Tujuan : “tujuan kita berbincang- bincang hari ini yaitu cara
Menstimulasi perkembangan motoric anak“
2. Fase Kerja
“Baiklah Bu, saya akan mengajarkan Ibu tentang bagaimana menstimulasi
perkembangan anak di usia 3-6 tahun. Kali ini kita akan stimulasi perkembangan
motorik kasarnya ya bu yaitu dengan bermain tangkap bola. Nah untuk itu saya
akan langsung melakukannya pada An.L.
“Selamat sore An. L, Sehat? Sedang apa Wah, pintar. An. L suka bermain?
Suka main apa? Oh bermain bola. Suka nya main bersama teman-temannya ya?
Bagaimana kalau sekarang main bersama kakak? Boleh pinjam bolanya?
Wah, terimakasih, baik sekali! Nah, sekarang kakk ingin mengajak an. L untuk
bermain tangkap bola. Nanti, bola ini akan kakk lempar kepada An. L, kamu harus
siap menangkap ya? Lau, nanti jika bolanya telah sampai pada an. L, kamu lempar
kembali blanya kepada kakk. Begitu seterusnya. Mengerti? Bagus sekali. Nah, ayo
sekarang coba tangkap bolanya. Ia, bagus. Nah, lempar sini. Waah pintar. Baiklah,
An. L, Kakak akan berbicara lagi dengan dan Ibu, An. L terus bermain dengan
teman/abangnya ya.”
“Tadi Bapak/Ibu sudah melihat bagaimana cara menstimulasi inisiatif anak
Bapak/Ibu. Sekarang Bapak/Ibu coba melakukannya. Bagus sekali Pak/Bu. Jadi,
kalau An. L mau melakukan sesuatu, jangan langsung dilarang, bahkan dapat
disuruh melakukan sesuatu. Pertahankan cara Bapak/Ibu mengasuh An. L, semoga
perkembangannya akan bagus. Agar perkembangan An. L lebih baik lagi, mari kita
rencanakan kegiatan kita selanjutnya. kalau begitu, Apakah masih ada yang ingin
Bapak/Ibu tanyakan ?
2) Fase Terminasi
a. Evaluasi
bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita
latihan tadi ?
Coba Bapak/ Ibu sebutkan lagi cara menstimulasi perkembangan motoric
yang telah saya sampaikan tadi ?”
b. Rencana tindak lanjut
Selanjutnya besok saya akan kembali mengunjungi Bapak/Ibu dan An. L
untuk
Ahyani, N.L, Astuti, D. (2018). Buku Ajar Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Penerbit : Badan Penerbit Universitas Muria Kudus. ISBN: 9 789021 180761.
Damayanti, R., Keliat. B.A.K., Hastono, S.P. (2010). Pengaruh Terapi Kelompok
Terapeutik (TKT) Terhadap Kemampuan Ibu dalam Memberikan Stimulasi
Perkembangan Inisiatif Anak Usia Pra Sekolah di Kelurahan Kedaung Bandar
Lampung. FIK UI : Jakarta
Keliat, B.A., Daulima, N.C.H., & Farida, P. (2011). Manajemen Keperawatan Psikososial
dan Kader Kesehatan Jiwa: CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC
Muhmila M., Hardisana., dan Indria Dini. 2010. Psikologi Umum dan Anak: AKBID
YPSDMI GARUT;
1.6 Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa pada Anak Usia Sekolah
Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa pada anak usia sekolah
menurut Depkes RI (2001), dalam Noviana, 2010) antara lain:
1 Guru
Perilaku guru menunjukan suatu pengaruh yang besar dan kuat terhadap
iklim atau suasana sekolah, baik sosial maupun emosional. Keberhasilan
guru dalam mengajar dan mendidik, khususnya dapat membantu
perkembangan kepribadian anak.
2 Teman sebaya
Sehari-hari anak bergaul dengan teman sekolah atau teman di luar sekolah.
Orang tua dan guru harus mengetahui kelompok teman bermain anak baik di
sekolah maupun di luar sekolah. Di rumah anak berada dalam “dunia
dewasa”, yang penuh dengan norma dan nilai yang harus dipatuhi,
sedangkan di luar rumah anak dalam “dunia usia sebaya”, yang penuh
dengan kebebasan.
3 Kondisi fisik sekolah
Anak tidak akan tenang belajar, apabila sekolah terletak di dekat pasar,
perkampungan yang padat, dekat pabrik, atau disekitar tempat hiburan.
Keadaan semacam ini sangat berpengaruh terhadap perilaku anak.
4 Kurikulum
Kurikulum sekolah merupakan pedoman proses pembelajaran yang sangat
penting. Undang-undang No. 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah No.
28 Tahun 1990 sudah menggariskan jenis dan muatan kurikulum, khususnya
kurikulum nasional yang cukup fleksibel menampung keperluan khusus
setempat dalam bentuk muatan lokal.
5 Proses pembelajaran
Suasana sekolah yang menantang dan merangsang belajar, akan
menentukan iklim sekolah. Hal ini tergantung pada kemampuan guru
mengajar, serta tata tertib yang berlaku di sekolah. Sekolah terasa nyaman
dan menarik, sehingga anak senang berada di sekolah dan guru pun
bergairah dalam mengajar.
6 Keluarga
Keluarga merupakan faktor pembentuk kepribadian anak secara dini yang
pertama dan utama. Orang tua yang bersifat otoriter, tidak sabar, mudah
marah, selalu mengatakan “tidak”, selalu melarang, sering memukul, akan
sangat berpengaruh buruk terhadap perkembangan kepribadian anak.
1.7 Pengkajian
Pengkajian sebagai tahap awal proses keperawatan meliputi pengumpulan
data, analisis data, dan perumusan masalah pasien. Data yang dikumpulkan adalah
data pasien secara holistik, meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Seorang perawat jiwa diharapkan memiliki kesadaran atau kemampuan tilik diri (self
awareness), kemampuan mengobservasi dengan akurat, berkomunikasi secara
terapeutik, dan kemampuan berespons secara efektif (Stuart dan Sundeen, 2002)
karena hal tersebut menjadi kunci utama dalam menumbuhkan hubungan saling
percaya dengan pasien. Hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien
akan memudahkan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
a. Data demografi
Nama, usia tempat tinggal dan tanggal lahir anak
Data orang tua
Riwayat kelahiran
Alergi, penyakit dan pengobatan yang pernah diterima anak
Aktivitas kehidupan sehari-hari anak: status gizi, jadwal makan, jadwal
tidur dan kualitas tidur, eliminasi
Kecacatan dan keterbatasan yang lainnya
b. Riwayat antenatal, kelahiran dan post natal serta penyakit yang pernah
diderita
c. Pemeriksaan fisik
Keadaan kulit, kepala, mata, hidung, mulut, pernapasan,
kardiovaskuler, muskuloskeletal dan neurologis anak
Pemeriksaan fisik lengkap untuk mengetahui kemungkinan pengaruh
gangguan fisik terhadap perilaku anak
Pemeriksaan adanya bekas penganiayaan yang pernah dialami anak
d. Status mental
Pemeriksaan status mental untuk memberikan gambaran mengenai
fungsi ego anak
Membandingkan perilaku dengan tingkat fungsi ego dai waktu ke
waktu, dikaji dari waktu ke waktu dengan suasana santai dan nyaman
Pemeriksaan mental meluputi: keadaan emosi, proses berpikir,
konsep diri, koping mekanisme, orientasi dan IQ
Pengkajian terhadap hubungan interpersonal anak dilihat dalam
hubungannya dengan teman sebaya, untuk mengetahui kesesuaian
perilaku dengan usia
e. Hubungan interpersonal
Hubungan anak dengan kelompoknya
Apakah mempunyai teman akrab
Posisi anak dalam struktur kelompok
f. Riwayat personal dan keluarga
Kesehatan fisik anak
Pola asuh
Faktor pencetus masalah
Riwayat gejala
Tumbuh kembang anak
g. Faktor resiko gangguan perkembangan anak:
Faktor keluarga: kurang pengetahuan ibu/pengasuh mengenai tumbuh
kembang anak, usia ibu kurang dari 20 tahun, ibu/pengasuh menderita
gangguan jiwa, jumlah anak usia kurang dari 3 tahun lebih dari 1
orang, ayah berkepribadian antisocial, hubungan keluarga tidak
harmonis, rumah kacau dan kotor serta kemiskinan.
Faktor masyarakat (lingkungan sosial); perumahan kumuh dan padat,
terdapat tem pat hiburan /lokalisasi yang buka sampai malam, bacaan
dan tontonan yang tidak sesuai, banyak anak putus sekolah dan
pengagurana.
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
Kesiapan 1. Mempertahank 1. Pemenuhan kebutuhan 1. Fisik yang optimal
peningkatan an pemenuhan fisik yang optimal merupakan ciri sehat
perkembangan kebutuhan fisik a. Kaji pemenuhan jiwa
usia sekolah yang optimal kebutuhan fisik anak a. Mengetahui kebutuhan
2. Mengembangk b. Anjurkan pemberian yang diperlukan anak
an ketrampilan makanan dengan b. Gizi seimbang dapat
motorik kasur gizi seimbang meningkatkan
dan halus c. Kolaborasi kebutuhan fisik anak
3. Mengembangk pemberian vitamin c. Vitamin dan vaksin
an ketrampilan dan vaksinasi ulang dapat
adaptasi d. Ajarkan kebersihan meningkatkan
psikososial diri imunitas
4. Mengembangk 2. Pengembangkan d. Kebersihan merupakan
an kecerdasan ketrampilan motorik bagian dari kesehatan
5. Mengembangk kasur dan halus 2. Perkembangan motorik
an nilai-nilai a. Kaji ketrampilan halus dan kasar yang
moral motorik kasar dan tepat dan sesuai
merupakan ciri sehat
6. Meningkatkan halus anak jiwa
peran serta b. Fasilitasi anak untuk a. Mengetahui sejauh
keluarga dalam bermain mana perkembangan
meningkatkan menggunakan motorik halus dan
pertumbuhan motorik kasar kasar anak
dan (sepak bola, b. Meningkatkan/melatih
perkembangan bersepeda, lompat perkembangan motorik
tali) kasar
c. Fasilitasi anak untuk c. Meningkatkan/melatih
bermain perkembangan motorik
menggunakan halus
motorik halus d. Sefty dalam bermain
(belajar mengurangi resiko
menggambar, cedera pada anak
menulis, membaca) 3. Perkembangan
d. Menciptakan psikososial yang baik
lingkungan yang akan meningkatkan
aman dan nyaman hubungan dengan orang
bagi anak untuk lain
bermain a. Mengetahui sejauh
3. Pengembangkan mana adaptasi anak
ketrampilan adaptasi b. Meningkatkan
psikososial perkembangan
a. Kaji ketrampilan psikososial dan
adaptasi psikososial hubungan dengan
anak teman sebaya
b. Sediakan waktu c. Meningkatkan
bagi anak untuk keberanian dan
bermain keluar kepercayaan diri anak
rumah bersama d. Memotivasi anak untuk
teman sebayanya bersaing
c. Berikan dorongan e. Meningkatkan
dan kesempatan hubungan dan
ikut berbagai kepercayaan diri anak
perlombaan terhadap orang lain
d. Berikan hadiah atas 4. Kognitif merupakn dalah
prestasi yang diraih satu perkembangan
e. Latih anak anak usia sekolah dasar
berhubungan a. Mengetahui tingkat
dengan orang lain intelegensi anak
yang lebih dewasa b. Mengembangkan bakat
4. Pengembangkan yang dimiliki anak
kecerdasan c. Mengembangkan skill
a. Kaji perkembangan anak
kecerdasan anak 5. Moral yang baik dan
b. Mendiskusikan sesuai dengan
kelebihan dan lingkungan bukti anak
kemampuannya dapat beradaptasi
c. Memberikan 6. Orang tua dapat
pendidikan dan memberikan pengaruh
ketrampilan yang terkuat dalam
baik bagi anak perkembangan
d. Memberikan bahan kepribadian anak baik
bacaan dan secara langsung
permainan yang maupun tidak langsung
meningkatkan
kreatifitas
e. Bimbing anak
belajar
ketrampilan baru
f. Libatkan anak
melakukan
pekerjaan rumah
sederhana (mencuci
mobil, menyapu,
menyiram tanaman)
g. Latih membaca,
menggambar dan
berhitung
h. Asah dan
kembangkan hobby
yang dimiliki anak
5. Pengembangkan nilai-
nilai moral
a. Kaji nilai-nilai moral
yang sudah
diajarkan pada anak
b. Ajarkan dan latih
menerapkan nilai
agama dan budaya
yang positif
c. Ajarkan hubungan
sebab akibat suatu
tindakan
d. Bimbing anak saat
menonton TV dan
membaca buku
cerita
e. Berikan pujian atas
nilai-nilai positif
yang dilakukan anak
f. Latih kedisiplinan
6. Peningkatkan peran
serta keluarga dalam
meningkatkan
pertumbuhan dan
perkembangan
a. Tanyakan kondisi
pertumbuhan dan
perkembangan anak
b. Tanyakan upaya
yang sudah
dilakukan keluarga
terhadap anak
c. Berikan
reinforcement atas
upaya yang sudah
dilakukan keluarga
d. Anjurkan pada
keluarga untuk
memberikan
makanan bergizi
seimbang
e. Berikan pendidikan
kesehatan tentang
tugas
perkembangan
normal pada anak
usia sekolah
f. Berikan informasi
cara menstimulus
perkembangan
pada usia sekolah
1.14 Implementasi
a. Terapi bermain
Pada umumnya merupakan media yang tepat bagi anak untuk
mengekspresikan konflik yang belum terselesaikan, selain juga berfungsi
untuk :
Menguasai dan mengasimilasi kembali pengalaman lalu yang tidak
dapat dikendalikan sebelumnya.
Berkomunikasi dengan kebutuhan yang tidak disadari
Berkomunikasi dengan orang lain
Menggali dan mencoba belajar bagaimana berhubungan dengandiri
sendiri, dunia luar, dan orang lain
Mencocokkan tuntutan dan dorongan dari dalam diri dengan realitas
b. Terapi keluarga
Semua anggota keluarga perlu diikutsertakan dalam terapi keluarga.
Orangtua perlu belajar secara bertahap tentang peran mereka dalam
permasalahan yang dihadapi dan bertanggung jawab terhadap perubahan
yang terjadi pada anak dan keluarga. Biasanya cukup sulit bagi keluarga
untuk menyadari bahwa keadaan dalam keluarga turut meninbulkan
gangguan pada anak. Oleh karena itu perawat perlu berhati-hati dalam
meningkatkan kesadaran keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok dapat berupa suatu kelompok yang melakukan kegiatan
atau berbicara. Terapi kelompok ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan
uji realitas, mengendalikan impuls (dorongan internal), meningkatkan harga
diri, memfasilitasi pertumbuhan, kematangan dan keterampilan sosial anak.
Kelompok dengan lingkungan yang terapeutik memungkinkan anggotanya
untuk menjalin hubungan dan pengalaman sosial yang positif dalam suatu
lingkungan yang terkendali.
d. Psikofarmakologi
Walaupun terapi obat belum sepenuhnya diterima dalm psikiatri anak, tetap
bermanfaat untuk mengurangi gejala (hiperaktif, depresi, impulsif, dan
ansietas) dan membantu agar pengobatan lain lebih efektif. Pemberian obat
ini tetap diawasi oleh dokter dan menggunakan pedoman yang tepat.
e. Terapi individu
Ada berbagai terapi individu, terapi bermain psikoanalitis, psikoanalitis
berdasarkan psikoterapi, dan terapi bermain pengalaman. Hubungan antara
anak dengan therapist memberikan kesempatan apda anak untuk
medapatkan pengalaman mengenai hubungan positif dengan orang dewasa
dengan penuh kasih sayang dan uji realitas.
f. Pendidikan pada orang tua
Pendidikan terhadap orang tua merupkan hal yang penting untuk mencegah
gangguan kesehatan jiwa anak, begitu pula untuk meningkatkan kembali
penyembuhan setelah dirawat. Orang tua diajarkan tentang tahap tumbuh
kembang anak, sehingga orang tua dapat mengetahui perilaku yang sesuai
dengan usia anak. Keterampilan berkomunikasi juga meningkatkan
pengertian dan empati antara orangtua dan anak. Teknik yang tepat dalam
mengasuh anak juga diperlukan untuk mengembangkan disiplin diri anak.
Hal-hal lain seperti psikodinamika keluarga, konsep kesehatan jiwa, dan
penggunaan pengobatan, juga diajarkan.
g. Terapi lingkungan
Konsep terapi lingkungan dilandaskan pada kejadian dalam kehidupan
sehari-hari yang dialami anak. Lingkungan yang aman dan kegiatan yang
teratur dan terprogram, memungkinkan anak untuk mencapai tugas terapeutik
dari rencana penyembuhan dengan berfokus pada modifikasi perilaku.
Program yang berfokus pada perilaku, memungkinkan staf keperawatan
untuk memberikan umpan balik terus menerus kepada anak-anak tentang
perilaku mereka sesuai jadwal kegiatan. Untuk perilaku yang baik, mereka
menerima pujian, stiker atau nilai, tergantung pada tingkat perkembangannya.
Sebaliknya, perilaku negatif tidak ditoleransi.
1.15 Evaluasi
1 Keefektifan intervensi penanggulangan perilaku
2 Kemampuan untuk berhubungan dengan teman sebaya, orang dewasa dan
orang tua secara wajar
3 Kemampuan untuk melakukan asuhan mandiri
4 Kemampuan untuk menggunakan kegiatan program sebagai rekreasi dan
proses belajar
5 Respons terhadap peraturan dan rutinitas.
6 Status mental secara menyeluruh
7 Koordinasi dan rencana pemulangan
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN PSIKOSOSIAL PADA ANAK USIA
SEKOLAH
Yusuf, H Syamsu (2011). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Dharma, A. &Andryanto, M., (2010) Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.
Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H.E (2015). Buku Ajar Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Media.
Azizah, Lilik M., Zainuri, Imam., Akbar, Amir (2016). Teori dan Aplikasi Praktik Klinik – Buku
Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Indomedia Pustaka
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA
USIA REMAJA (12 – 18 TAHUN)
B. PENGERTIAN REMAJA
Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari
bahasa Latin adolescare yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai
kematangan”. Bangsa primitif dan orang-orang purbakala memandang masa puber
dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak
dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (Ali &
Asrori, 2006).
World Health Organization (2017), mendefinisikan remaja sebagai
periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa
kanak-kanak dan sebelum dewasa dengan rentang usia 10-19 tahun, sedangkan
dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 25 pada tahun 2014,
remaja merupakan individu dengan usia antara 10 sampai 19 tahun dan belum
menikah. Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia,
menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, 2003).
D. RENTANG RESPON
Adaptif Maladaptif
1. Remaja yang aktiv kegiatan 1. Memberontak
positif 2. Minum alcohol
2. Memiliki banyak tema 3. Pemakai napza
3. Memiliki prestasi/potensi 4. Menjadi anak jalanan
akademik 5. Tidak taat pada aturan
4. Mengembangkan hobi rumah/social/sekolah
5. Taat pada aturan
rumah/social/sekolah
H. PERKEMBANGAN REMAJA
Menurut Widyastuti dkk (2009) terdapat 3 perubahan pada Remaja, meliputi
Seksualitas, Psikis, Kognitif dan Emosi.
1 Seksualitas
a. Rambut. Rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh seperti halnya
remaja laki-laki. Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi setelah pinggul
dan payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah
tampak setelah haid. Semua rambut kecuali rambut wajah mula-mula
lurus dan terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar,
lebih gelap dan agak keriting.
b. Pinggul. Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal
ini sebagai akibat membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya
lemak di bawah kulit.
c. Payudara. Seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar
dan puting susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula
dengan berkembang dan makin besarnya kelenjar susu sehingga
payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.
d. Kulit. Kulit, seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar, lebih tebal,
pori-pori membesar. Akan tetapi berbeda dengan laki-laki kulit pada
wanita tetap lebih lembut.
e. Kelenjar lemak dan kelenjar keringat. Kelenjar lemak dan kelenjar
keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemak dapat
menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat dan baunya menusuk sebelum
dan selama masa haid.
f. Otot. Menjelang akhir masa puber, otot semakin membesar dan kuat.
Akibatnya akan membentuk bahu, lengan dan tungkai kaki.
g. Suara. Suara berubah semakin merdu. Suara serak jarang terjadi pada
wanita.
2. Perkembangan Psikis
Widyastuti dkk (2009) menjelaskan tentang perubahan kejiwaan pada
masa remaja. Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada
remaja adalah:
a Perubahan emosi. Perubahan tersebut berupa kondisi:
Sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan
sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering
terjadi pada remaja putri, lebih-lebih sebelum menstruasi.
Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan
luar yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya mudah terjadi
perkelahian. Suka mencari perhatian dan bertindak tanpa berpikir
terlebih dahulu.
Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua, dan lebih senang
pergi bersama dengan temannya daripada tinggal di rumah.
b. Perkembangan intelegensia, pada remaja perkembangan ini
menyebabkan:
Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka
memberikan kritik.
Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul
perilaku ingin mencoba-coba.
2. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti
belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa (Jahja, 2012). Menurut Piaget
(dalam Santrock, 2001; dalam Jahja, 2012), seorang remaja termotivasi untuk
memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam
pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di
mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam
skema kognitif mereka. Remaja telah mampu membedakan antara hal-hal
atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga
mengembangkan ide-ide ini. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan
apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengholah cara berpikir
mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.
Kekuatan pemikiran remaja yang sedang berkembang membuka
cakrawala kognitif dan cakrawala sosial baru. Pemikiran mereka semakin
abstrak (remaja berpikir lebih abstrak daripada anak-anak), logis (remaja
mulai berpikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rencana untuk
memecahkan masalah-masalah dan menguji secara sistematis pemecahan-
pemecahan masalah), dan idealis (remaja sering berpikir tentang apa yang
mungkin. Mereka berpikir tentang ciriciri ideal diri mereka sendiri, orang lain,
dan dunia); lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain,
dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka; serta cenderung
menginterpretasikan dan memantau dunia sosial (Santrock, 2002).
3. Perkembangan Emosi
Masa Remaja adalah masa peralihan antara masa anak-anak dan
masa dewasa, status remaja remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun
bagi lingkungannya. Perkembangan emosi seseorang pada umumnya
tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Perkembangan emosi remaja
juga demikian halnya. Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam
tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada
pada individu tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat
beberapa tingkah laku emosional, misalnya agresif, rasa takut yang
berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku menyakiti diri, seperti melukai diri
sendiri dan memukul-mukul kepala sendiri (Ali & Asrori, 2006).
Sejumlah faktor menurut Ali & Asrori (2006) yang dapat
mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah sebagai berikut:
a. Perubahan jasmani.
b. Perubahan pola interaksi dengan orang tua. Pola asuh orang tua
terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada yang
pola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya
sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan
anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan penuh cinta
kasih. Perbedaan pola asuh orang tua seperti ini dapat
berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja.
Cara memberikan hukuman misalnya, kalau dulu anak dipukul
karena nakal, pada masa remaja cara semacam itu justru dapat
menimbulkan ketegangan yang lebih berat antara remaja dengan
orang tuanya.
c. Perubahan pola interaksi dengan teman sebaya. Remaja
seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara
khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktifitas bersama
dengan membentuk semacam geng. Interksi antaranggota dalam
suatu kelompok geng biasanya sangat intens serta memiliki
kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi. Pembentukan
kelompok dalam bentuk geng seperti ini sebaiknya diusahakan
terjadi pada masa remaja awal saja karena biasanya bertujuan
positif, yaitu untuk memenuhi minat mereka bersama.
d. Perubahan pandangan luar. Ada sejumlah pandangan dunia luar
yang dapat menyebabkan konflik-konflik emosional dalam diri
remaja, yaitu sebagai berikut:
1) Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten.
Kadangkadang mereka dianggap sudah dewasa, tetapi
mereka tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang
wajar sebagaimana orang dewasa. Seringkali mereka masih
dianggap anak kecil sehingga menimbulkan kejengkelan pada
diri remaja. Kejengkelan yang mendalam dapat berubah
menjadi tingkah laku emosional.
2) Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang
berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan. Kalau remaja
lakilaki memiliki banyak teman perempuan, mereka mendapat
predikat populer dan mendatangkan kebahagiaan. Sebaliknya,
apabila remaja putri mempunyai banyak teman laki-laki sering
sianggap tidak baik atau bahkan mendapat predikat yang
kurang baik. Penerapan nilai yang berbeda semacam ini jika
tidak disertai dengan pemberian pengertian secara bijaksana
dapat menyebabkan remaja bertingkah laku emosional.
3) Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar
yang tidak bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan
remaja tersebut ke dalam kegiatan-kegiatan yang merusak
dirinya dan melanggar nilai-nilai moral.
e. Perubahan interaksi dengan sekolah. Pada masa anak-anak,
sebelum menginjak masa remaja, sekolah merupakan tempat
pendidikan yang diidealkan oleh mereka. Para guru merupakan
tokoh yang sangat penting dalam kehidupan mereka karena selain
tokoh intelektual, guru juga merupakan tokoh otoritas bagi para
peserta didiknya. Oleh karena itu, tidak jarang anak-anak lebih
percaya, lebih patuh, bahkan lebih takut kepada guru daripada
kepada orang tuanya. Posisi guru semacam ini sangat strategis
apabila digunakan untuk pengembangan emosi anak melalui
penyampaian materi-materi yang positif dan konstruktif.
TUK III: Setel ah 1x pertemuan 1. Jelaskan ciri masa remaja terdapat perubahan
1) Keluarga mampu diharapkan keluarga perkembanPgadna perubahan dalam proses
memahami dapat membantu remaja yang normal dan pertumbuhan dan juga
perilaku remaja dalam menyimpang perkembangan sehingga remaja
yang mencapai tahap 2. Jelaskan cara yang dapat perlu beradaptasi terhadap
menggambarkan perkembangan dilakukan keluarga untuk perubahan yang terjadi. Dalam hal
perkembangan dengan kriteria hasil: memfasilitasi perkembangan ini, rasa percaya diri yang dimiliki
remaja yang 1. Mengetahui remaja yang normal remaja dapat menimbulkan
normal dan perkembangan 3. Fasilitasi remaja untuk pandangan hidup yang positif pada
menyimpang dan remaja normal berinteraksi dengan kelompok remaja dalam menghadapi
mengembangkan dan negative sebay permasalahan dalam hidupnya. Oleh
kemampuan 2. Memfasilitasi 4. Anjurkan keluarga agar karena itulah pentingnya
psikososial remaja interaksi remaja memotivasi remaja untuk bergaul meningkatkan koping pada remaja
3. Keluarga dapat dengan orang lain yang supaya dapat digunakan dalam
memotivasi membuatnya nyaman menghadapi permasalahan yang
remaja dalam mencurahkan perasaan, terjadi dalam hidupnya. Remaja perlu
bersosialisasi perhatian, dan kekhawatiran diimbangi dengan dukungan sistem
4. Keluarga dapat 5. Berperan sebagai teman curhat pada remaja untuk keoptimlah
menjadi tempat bagi remaja kesehatan jiwa remaja (emosional,
yang nyaman 6. Berperan sebagai contoh bagi psikologis dan sosial) diantaranya:
untuk bercerita remaja daam melakukan 1. Keluarga
5. Keluarga dapat interaksi sosial yang baik 2. Sekolah
menjadi role 3. Teman sekelas
model yang baik 4. Teman dekat
untuk remaja Dalam jurnal yang berujudul
Gambaran Dukungan Sosial
Terhadap Kesejahteraan Emosional,
Psikologi Dan Sosial Pada
Kesehatan Jiwa Remaja
mengungkapkan bahwa dukungan
social tersebut mempengaruhi
kesejahteraan emosional, psikologi
dan social remaja, dan factor yang
paling berkontribusi adalah factor
dukungan social orang tua
[ CITATION Sul18 \l 1033 ].
H. STRATEGI PELAKSANAAN DAN SPTK PADA REMAJA
SP PASIEN KELUARGA
1. 1. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti 1. Jelaskan ciri perkembangan remaja yang normal
kegiatan yang positif dan bermanfaat dan menyimpang
2. Tidak membatasi atau terlau mengekang 2. Jelaskan cara yang dapat dilakukan keluarga untuk
remaja melainkan membimbingnya memfasilitasi perkembangan remaja yang normal
3. Menciptakan suasana rumah yang nyaman 3. Fasilitasi remaja untuk berinteraksi dengan
untuk pengembangan bakat dan kelompok sebay
kepribadian diri 4. Anjurkan keluarga agar memotivasi remaja untuk
4. Menyediakan waktu untuk diskusi, bergaul dengan orang lain yang membuatnya
mendengarkan keluhan, harapan dan cita- nyaman mencurahkan perasaan, perhatian, dan
cita remaja kekhawatiran
5. Tidak menganggap remaja sebagai junior 5. Berperan sebagai teman curhat bagi remaja
yang tidak memiliki kemampuan apapun 6. Berperan sebagai contoh bagi remaja daam
melakukan interaksi sosial yang baik
2. 1. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti
kegiatan yang positif bersama komunitas
remaja (olah raga, seni, bela diri,
pramuka, pengajian,dll)
2. Berperan sebagai teman curhat atau
mendorong remaja untuk bergaul dengan
teman / orang lain
3. Berikan lingkungan yang nyaman bagi
remaja untuk melakukan aktifitas bersama
kelompoknya
4. Membimbing remaja secara bijak bila
remaja terlibat kriminal, narkoba,
perkelahian dan tindak asusila
5. Sediakan waktu dan sesering mungkin
diskusi dengan remaja
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK) 1
KESIAPAN PENINGKATAN PERKEMBANGAN REMAJA
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
Saudara Dimas Ariyo remaja berusia 17 tahun, pelajar kelas 3 SMA. Sdr Dimas
tinggal bersama kedua orang tua dan 2 kakaknya. Sehari-hari dimas berangkat ke
sekolah bersama teman dekatnya. Dimas merupakan seorang siswa SMA yang aktif
disekolah
2. Diagnosa Keperawatan: Kesiapan peningkatan perkembangan remaja
3. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja
b. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti kegiatan yang positif dan bermanfaat
c. Tidak membatasi atau terlau mengekang remaja melainkan membimbingnya
d. Menyediakan waktu untuk diskusi, mendengarkan keluhan, harapan dan cita-cita
remaja
e. Tidak menganggap remaja sebagai junior yang tidak memiliki kemampuan
apapun
4. Tindakan keperawatan
5. Membina hubungan saling percaya
a. Mendiskusikan dengan remaja factor-factor yang melatarbelakangi
perkembangan remaja
b. Memotivasi remaja untuk melakukan kegiatan yang positif
c. Memberikan reward kepada remaja atas kegiatan positif yang telh dilakukan
d. Memasukkan kejadwal kegiatan harian remaja
B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN Orientasi:
2. Salam terapeutik
“Selamat pagi mas, perkenalkan. nama saya Venty mahasiswi Profesi Keperawatan UB
yang bertugas untuk membantu warga dalam mendiskusikan masalah kesehatan yang
dialami wrga di RW ini selama 2 minggu, kalua boleh tau nama mas siapa? Suka
dipanggil siapa?”
3. Evaluasi/validasi.
“Bagaimana kabar Mas dimas hari ini? Apa yang Mas dimas rasakan hari ini?adakah
yang mas pikirkan ”
4. Kontrak : topik, waktu, tempat
“Bagaimana kalau Mas dimas menceritakan pada saya bagaimana perasaan dan
keadaan mas dimas? Boleh tentng kegiatan dirumah/kegiatan disekolah.“
“Kira-kira mas dimas mau berapa lama kita akan berbincang?baik 30 menit ya mas??”
“Mas dimas mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Baiklah.”
Kerja:
“Apa saja kegiatan yang sering mas dimas lakukan di sekolah? Ooh, bermain basket
ya,kalau dirumah? Kegiatan mana yang paling mas dimas sukai? Apa yang mas dimas
rasakan kalau mas dimas sedang mengikuti kegiatan di sekolah? Senang dan semangat ya.
Bagaimana dengan kondisi fisik mas dimas dengan banyaknya kegiatan yang mas dimas
ikuti? Apa tujuan mas dimas mengikuti kegiatan – kegiatan tersebut?”
“Sejak kapan mas dimas merasa senang mengikuti kegiatan bersama teman – teman mas
dimas? Siapa yang menginspirasi mas dimas untuk aktif di berbagai kegiatan? Apakah hal
tersebut merupakan keinginan mas dimas secara pribadi atau ada orang lain yang
menyuruh mas dimas? Seberapa sering dalam seminggu mas dimas ikut kegiatan di luar
rumah? Pernahkah ada masalah yang terjadi antara mas dimas dengan teman sepermainan
atau di organisasi tempat mas dimas beraktivitas? Kalau pernah apa yang mas dimas
lakukan ketika ada masalah? Apakah cara yang mas dimas lakukan mampu menyelesaikan
masalah? Adakah cara lain yang mas dimas lakukan? Bagus sekali jawaban mas dimas…. “
“Bagaimana dengan orangtua, apakah mas dimas sering menceritakan masalah mas dimas
ke orangtua? Pernahkah mas dimas mengalami trauma terkait dengan pertemanan di masa
lalu? Kapan? Bagaimana ceritanya? Oiya tadi mas dimas bilang kalau salah satu tujuan
mas dimas berorganisasi adalah untuk memotivasi mas dimas meraih cita – cita. Apa
harapan dan cita – cita mas dimas? Ohh menjadi tentara ya. Apa saja selain berorganisasi
yang sudah mas dimas siapkan untuk meraih cita- cita mas dimas? Berllatih berenang dan
memperbaiki fisik dan mental ya. Bagus,… bagaimana kalau sekarang kita buat agenda
kegiatan harian mas dimas, agar dapat lebih rapi”
Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a. Penilaian subjektif :
“Bagaimana perasaan Mas dimas sekarang? Apa Mas dimas merasa senang
setelah kita bercakap-cakap?”
b. Penilaian objektif :
“Kalau begitu, coba Mas dimas jelaskan lagi, hal-hal yang Mas dimas dapatkan
dari perbincangan kita tadi”
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang
telah dilakukan)
“Baik, karena kegiatan mas dimas yang banyak bagaimana kalau kita membuat
jadwal kegiatan harian?gunanya unuk melatih kedisiplinan dan agar kegiatan mas
dimas dapat tertata rapi? Mau ya? Kalau begitu kita mulai menyusun kegiatan
tersebut ya. Nah setelah mas mempunyai jadwal kegiatan ini, mas dimas bias
menerapkan kegiatan sesuai jadwal dan akan kita evaluasi keefektifan penjadwalan
ini terhadap waktu mas dimas minggu depan, jangan lupa dicatat ya kegiatannya”
3. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat)
“Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang selama 30 menit dan
sekarang sudah 30 menit mas. Mas dimas,, Bagaimana minggu depan pada hari
yang sama saya akan maen lagi kesini dan kita lihat bagaimana pelaksanaannya?
setuju? kalau minggu depan jam berapa mas dimas ada waktu luang untuk ketemu
dengan kakak? Dimana?” Sampai ketemu minggu depan ya, ditempat ini,OK?
Assalamu’alaikum.”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK) 2
KESIAPAN PENINGKATAN PERKEMBANGAN REMAJA
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
Saudara Dimas Ariyo remaja berusia 17 tahun, pelajar kelas 3 SMA. Sdr Dimas tinggal
bersama kedua orang tua dan 2 kakaknya. Sehari-hari dimas berangkat ke sekolah
bersama teman dekatnya. Dimas merupakan seorang siswa SMA yang aktif disekolah
2. Diagnosa Keperawatan: Kesiapan peningkatan perkembangan remaja
3. Tujuan khusus
a. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti kegiatan yang positif (olah raga, seni, bela
diri, pramuka, pengajian,dll)
b. Berikan lingkungan yang nyaman bagi remaja untuk melakukan aktifitas bersama
kelompoknya
c. Membimbing remaja secara bijak bila remaja terlibat kriminal, narkoba,
perkelahian dan tindak asusila
d. Sediakan waktu dan sesering mungkin diskusi dengan remaja
4. Tindakan keperawatan
a. Mendiskusikan kegiatan positif untuk menunjang cita cita
b. Mediskusikan tentang lingkugan nyman untuk pelajar
c. Memberikan penkes untuk menjauhi tindakan kriminal, narkoba, atau perkelahian
d. Memotivasi untuk membentu SHG pada remaja remaja yang memiliki cita” sama
I. DOKUMENTASI KEPERAWATAN
Dokumentasi merupakan suatu dokumen yang berisi data lengkap, nyata, dan tercatat
bukan hanya tentang tingkat kesakitan pasien tetapi juga jenis dan kualitas pelayanan
kesehatan yang di berikan (Nurhafni, 2013). Perry & potter (2005) juga menjelaskan tujuan
pendokumentasian yaitu sebagai alat komunikasi tim kesehanan untuk menjelaskan
perawatan klien termaksuk perawatan individual, edukasi klien dan penggunaan rujukan
untuk rencana pemulangan. Dalam melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan harus
mengikuti tujuh standar dokumentasi asuhan keperawatan yaitu harus sabar, harus berisi
pekerjaan yang sebenarnya dari perawat pendidikan dan dokungan psikososial, ditulis harus
mencerminkan klinis perawat, harus logis dan berurutan, harus ditulis coteemporameously
(segera setelah peristiwa terjadi), catatan harus lengkap tentang keperawatan dan tentang
hal diluar keperawatan, harus memenuhi persyaratan hukum (Johnson, Jefferis & Landon,
2010). Tahapan dokumentasi:
1. Dokumentasi pengkajian askep
2. Dokuemtasi diagnosis askep
3. Dokumentasi rencana askep
4. Dokumentasi implementasi askep
5. Dokumentasi evaluasi askep
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M & Asrori, M., (2016). PSIKOLOGI REMAJA: PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK.
Jakarta :Bumi Aksara
Carolina, P., & Taringan, Y. U. (2019). PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN
TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA DALAM PENCEGAHAN
PENYALAHGUNAAN NAFZA DI SMA KATOLIK ST. PETRUS KANISIUS
PALANGKA RAYA. Jurnal Surya Medika volume 4 no 2, 79-87.
Dalami, Ermawati. 2010. KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA. Jakarta : Trans Info
Media.
Harahaf, Nurhafni. PENGEMBANGAN DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN DI
RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LANGSA. 2013
Jahja, Yudrik. (2012). PSIKOLOGI PERKEMBANGAN. Jakarta: Prenadamedia Group
Johnson, M., Jefferies, D. & Langdon, R. THE NURSING AND MIDWIFERY CONTENT
AUDIT TOOL (NMCAT): A SHORT NURSING DOCUMENTATION AUDIT TOOL.
JOURNAL OF NURSING MANAGEMENT, 18, 832-845. 2010.
Keliat, B. A. dkk. 2011. KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA KOMUNITAS : CMHN
(BASIC COURSE). Jakarta : EGC.
Keliat., Daulima, N, H., C., & Farida (2011). MANAJEMEN
KEPERAWATAN PSIKOSOSIAL DAN KADER KESEHATAN JIWA:
CMHN (INTERMEDIATE
COURSE). Jakarta: EGC
Keliat, B. A., Soimah, Mulia, M., Wibawa, I. R., Triyaspodo, K., Rasmawati, & Khoirunnissa,
M. L. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Jakarta: EGC.
Kozier. (2010). BUKU AJAR PRAKTIK KEPERAWATAN KLINIS. Edisi 5. Jakarta : EGC
Lukito, A. C., Lidiawati, K. R., & Matahari, D. (2018). SENSE OF COMMUNITY DAN SELF-
EFFICACY PADA MAHASISWA YANG MENGIKUTI KOMUNITAS KESENIAN .
Jurnal Psikologi Talenta Volume 04, No 01.
Muliaty, A., Shuhufi, M., & Arif, M. (2019). STUDI KASUS DALAM MENANGGULANGI
KENAKALAN REMAJA MELALUI KOMUNIKASI KELUARGA . Jurnal Idaarah, Vol 3,
No 1, 8-19.
Papalia, et. al. (2011) HUMAN DEVELOPMENT, 10th ed. Salemba humanika: Jakarta
Potter, P., & Perry, A., G., P. BUKU AJAR FUNDAMENTAL KEPERAWATAN KONSEP,
PROSES DAN PRAKTIK, Edisi 4. Volume 1,. Jakarta: EGC, 2005.
PSulistiowati, N. D., Keliat, B. A., Bersal, & Wakhid, A. (2018). GAMBARAN DUKUNGAN
SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN EMOSIONAL, PSIKOLOGI DAN SOSIAL
PADA KESEHATAN JIWA REMAJA. Jurnal Ilmu Permas: Jurnal Ilmiah STIKES
Kendal Volume 8 No 2, 116-122.
Santrock (2003) John W. ADOLESCENCE. PERKEMBANGAN REMAJA. EDISI KEENAM.
Jakarta: Erlangga.
Sarwono, Sarlito (2014) PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA. Indonesia: Rajawali Pers.
Sumiati & Asra. (2009). METODE PEMBELAJARAN. Bandung: CV Wacana Prima.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA
USIA DEWASA (19 – 64 TAHUN)
A. PENGERTIAN DEWASA
Merupakan tahap perkembangan manusia yang berada pada 19-30 tahun
dan pada usia ini individu harus mampu berinteraksi akrab dengan orang lain
(Erickson, 1963).
Adalah tahap perkembangan manusia usia 30 – 60 tahun dimana pada tahap
ini merupakan tahap dimana individu mampu terlibat dalam kehidupan keluarga,
masyarakat, pekerjaan, dan mampu “membimbing anaknya”. Individu harus
menyadari hal ini, apabila kondisi tersebut tidak terpenuhi dapat menyebabkan
“ketergantungan dalam pekerjaan dan keuangan”.
Pada masa ini penekanan utama dalam perkembangan identitas diri untuk
membuat ikatan dengan orang lain yang menghasilkan hubungan intim. Orang
dewasa mengembangkan pertemanan abadi dan mencari pasangan atau menikah
dan terikat dalam tugas awal sebuah keluarga.
Levinson (1978) mengatakan bahwa pada masa ini seseorang berada pada
puncak intelektual dan fisik. Selama periode ini kebutuhan untuk mencari kepuasan
diri tinggi. Selain itu masa dewasa awal seseorang berpindah melalui tahap dewasa
baru, dari asumsi peran yunior pada pekerjaan, memulai perkawinan dan peran
orang tua dan memulai pelayanan pada komunitas ke suatu tempat yang lebih senior
di rumah, pekerjaan dan di komunitas. Kegagalan dalam berhubungan akrab dan
memperoleh pekerjaan dapat menyebabkan individu menjauhi pergaulan dan
merasa kesepian lalu menyendiri.
Perkembangan masa dewasa dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Dewasa awal
Dewasa awal merupakan masa dewasa atau satu tahap yang dianggap
kritikal selepas alam remaja yang berumur dua puluhan (20-an) sampai tiga
puluhan (30-an). Ia dianggap kritikal karena disebabkan pada masa ini manusia
berada pada tahap awal pembentukan karir dan keluarga. Pada peringkat ini,
sesorang perlu membuat pilihan yang tetap demi menjamin masa depannya
terhadap pekerjaan dan keluarga.pada masa ini juga seseorang akan menhadapi
dilemma antara pekerjaan dan keluarga.berbagai masalah mulai timbul terutama
dalam perkembangan karir dan juga hubungan dalam keluarga.dan masalah
yang timbul tersebut merupakan salah satu bagian dari perkembangan.
Sosio-emosional.sosioemosional adalah perubahan yang terjadi pada diri
setiap individu dalam warna afektif yang meyertai setiap keadaan atau perilaku
individu.
Menurut teori Erikson, tahap dewasa awal yaitu mereka di dalam
lingkunganumur 20 an ke 30an. Pada tahap ini manusia mulai menerima dan
memikul tanggung jawab yang lebih berat. Pada tahap ini juga hubungan intim
mulai berlaku dan berkembang.
2. Dewasa madya
Masa dewasa madya adalah masa peralihan dewasa yang berawal dari
masa dewasa muda yang berusia 40-65 tahun.pada masa dewasa madya, ada
aspek-aspek tertentu yang berkembang secara normal,askep-askep tertentu
yang berkembang secara normal, askep-askep lainnya berjalan lambat atau
berhenti. Bahkan ada askep-askep yang mulai menujukkan terjadinya
kemunduran-kemunduran.
Aspek jasmaniah mulai berjalan lamban, berhenti dan secara berangsur
menurun.aspek-aspek psikis (intelektual-sosial-emosional-nilai) masih terus
berkembang,walaupun tidak dalam bentuk penambahan atau peningkatan
kemampuan tetapi berupa perluasan dan pematangan kualitas.pada akhir masa
dewasa madya(sekitar usia 40 tahun),kekuatan aspek-aspekp psikis ini pun
secara berangsur ada yang mulai menurun, dan penurunannya cukup drastic
pada akhir usia dewasa.untuk lebih jelasnya,berikut ini akan disajikan uraian
secara lebih rinci tentang perkembangan fisik,intelektual,moral, dan karir pada
masa dewasa.
Menurut Lavinson, masa dewasa Madya berusia 40-50 tahun. Masa
dewasa Madya adalah masa peralihan dari masa dewasa awal. Pada usia 40
tahun tercapailah puncak masa dewasa. Setelah itru mulailah peralihan ke,masa
madya (tengah baya antara usia 40-45 tahun), dalam masa ini seseorang
memiliki 3 macam tugas:
1. Penilaian kembali pada masa lalu
2. Perubahan struktur kehidupan
3. Proses individuasi
Artinya seseorang menilai masa lalu dengan kenyataan yang ada saat
ini, dan dengan pandangan kedepan seseorang merubah struktur kehidupannya
dengan penyesuaian pemikiran rasional pada zaman ini pula. Proses individuasi
akan membangun struktur kehidupan baru yang langsung sampai fase
penghidupan yang berikutnya yaitu pemulaan masa madya (45-50 tahun)
3. Dewasa Akhir
Masa dewasa lanjut usia merupakan masa lanjutan atau masa dewasa
akhir (60 keatas). Perlu memperhatikan khusus bagi orangtuanya yang sudah
menginjak lansia dan anaknya yang butuh dukungan juga untuk menjadi seorang
dewasa yang bertanggung jawab. Di samping itu permasalahan dari diri sendiri
yang berubah fisik, mulai tanda penuaan yang cukup menyita perhatian.
Saat individu memasuki dewasa akhir mulai terlihat gejala penurun fisik
dan psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya gerak
motorik,pencarian makna hidup selanjutnya. Menurut Erikson tahap dewasa akhir
memasuki tahap integriti vs despair yaitu kemampuan perkembangan lansia
mengatasi krisis psikososialnya. Banyak stereotip positif dan negative yang
mampu mempengaruhi kepribadian lansia. Integritas ego penting dalam
menghadapi kehidupan dengan puas dan bahagia. Hal ini berdampak pada
hubungan sosialnya dan produktifitasnya yang puas. Lawannya adalah Despair
yaitu rasa takut mati dan hidup terlalu singkat, rasa kekecewaan. Beberapa cara
hadapi krisis dimasa lansia adalah tetap produktif dalam peran social, gaya hidup
sehat dan kesehatan fisik.
Akibat perubahan fisik yang semakin menua maka perubahan ini akan
sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan
lingkungannya. Dengan semakin lanjut usia seseorang secara berangsur-angsur
ia mulai melepaskan dirinya dari kehidupan socialnya Karen berbagai
keterbatasan yang dimiliknya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi social para
lansia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga hal ini
secara perlahan mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal yaitu:
kehilangan peran ditengah masyarakat, hambatan kontak fisik dan berkurangnya
komitmen.
Menurut Erikson, perkembangan psikososial masa dewasa akhir ditandai
dengan tiga gejala penting, yaitu keintiman, generative dan integritas.
a. Perkembangan keintiman
Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan memperhatikan
orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka. orang-orang yang tidak
dapat menjalin hubungan intim dengan orang lain akan terisolasi. Menurut
Erikson, pembentukan hubungan inti mini merupakan tantangan utama yang
dihadapi oleh orang yang memasuki masa dewasa akhir.
b. Perkembangan Generatif
Generativitas adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh yang
dialami individu selama masa pertengahan masa dewasa. Ketika seseorang
mendekati usia dewasa akhir, pandangan mereka mengenai jarak kehidupan
cenderung berubah. Mereka tidak lagi memandang kehidupan dan pengertian
waktu masa anak-anak, seperti cara anak muda memandang kehidupan,
tetapi mereka mulai memikirkan mengenai tahun yang tersisa untuk hidup.
Pada masa ini, banyak orang yang membangun kembali kehidupan mereka
dalam pengertian prioritas, menentukan apa yang penting untuk dilakukan
dalam waktu yang masih tersisa
c. Perkembangan integritas
Integritas merupaka tahap perkembangan psikososial Erikson yang
terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai keadaan yang dicapai
seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk
dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan
berbegai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Lawan dari
integritas adalah keputusan tertentu dalam menghadapi perubahan-
perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi social dan
historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian.
Tahap integritas ini dimulai kira-kira usia sekitar 65 tahun, dimana
orang-orang yang tengah berada pada usia itu sering disebut sebagai usia
tua atau orang usia lanjut. Usia ini banyak menimbuljan masalah baru dalam
kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak waktu luang yang dapat
dinikmati, namun karena penurunan fisik atau penyakit yang melemahkan
telah membatasi kegiatan dan membuat orang tidak merasa berdaya
Terdapat beberapa tekanan yang membuat orang usia tua ini menarik
diri dari keterlibatan social:
1) Ketika masa pension tiba dan lingkungan berubah, orang mungkin lepas
dari peran dan aktifitas selama ini
2) Penyakit dan menurunya kemampuan fisik dan mental, membuat ia
terlalumemikirkan sendiri secara berlebihan
3) Orang-orang lebih muda disekitarnya cenderung menjauh darinya
4) Pada saat kematian semakin mendekat, orang lain seperti ingin
membuang semua hal bagi dirinya tidak bermanfaat lagi.
Jadi, tumbuh kembang dewasa muda, menengah dan akhir berbeda.
Persamaannya dilihat dari tanda-tanda memasuki usia dewasa seseorang/
individu, yaitu:
a. Membuat keputusan penting dalam menunjang karir, kesehatan dan
hubungan personalnya
b. Memiliki kedudukan dan peran sebagai orang penting seperti pekerja,
orang tua dan pasangan hidup
c. Mencapai kematangan psikologis sebagai orang dewasa dan segala
macam tanggung jawabnya serta sistematis dan analitis
Menurut Lavinson, dewasa akhir mulai berumur 50-55 tahun
sering kali merupakan krisis bila sesorang tidak sepenuhnya berhasil
dalam penstrukturan kembali hidupnya pada peralihan ke dewasa madya.
Sesudah itu langkah puncak (55-60 tahun) sekaligus menandai masa
dewasa akhir
Penelitian Levinson mengemukakan tahun-tahun usia yang eksak
dengan pergeseran maksimum lima tahun, hal ini cenderung nenuju pada
eksak semu, pengertian struktur kehidupan harus diteliti akan ketetapan
penggunaannya. Namun Lavinson menitik beratkan bahwa pandangan
akan siklus penghidupan yang terlalu kaku atau terlambat tidak dapat
dipertahankan lagi.
Menurut Anderson dalam Mubin & Cahyadi (2006), seseorang yang sudah
dewasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego
2. Mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang
efisien
3. Dapat mengendalikan perasaan pribadinya
4. Mempunyai sikap yang objektif
5. Menerima kritik dan saran
6. Bertanggung jawab
7. Dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan yang realistis dan yang
baru
Ada tiga tahapan perkembangan psikososial pada usia dewasa antara lain:
1. Keintiman vs isolasi (intimacy versus isolation) adalah tantangan pada usia
dewasa muda, hal terpenting pada tahap ini adalah adanya suatu hubungan
(Erikson 1902- 1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Masa dewasa awal (young
adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy dan isolation. Pada tahap ini
individu sudah mulai selektif membina hubungan yang intim, hanya dengan orang-
orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk
membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab
atau renggang dengan orang lainnya.
Pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya
kerjasama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki
pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai
kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan
tumbuh sifat merasa terisolasi. Adanya kecenderungan maladaptif yang muncul
dalam periode ini ialah rasa cuek, dimana seseorang sudah merasa terlalu bebas,
sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memedulikan dan merasa
tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan
sahabat, tetangga, bahkan dengan orang kekasih kita. Sementara dari segi lain
(malignansi) akan terjadi keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk mengisolasi
atau menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan, dan masyarakat, selain itu dapat
juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian
yang dirasakan.
Orang dewasa muda perlu membentuk hubungan dekat dan cinta dengan orang
lain. Cinta yang dimakdsud tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun
juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain. Ritualisasi yang
terjadi pada tahap ini yaitu adanya afilisiasi dan elitism. Afilisiasi menunjukkan suatu
sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta yang
dibangun dengan sahabat, dan kekasih. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap
yang kurang terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain. Keberhasilan
memunculkan hubungan kuat, sedangkan kegagalan menghasilkan kesepian dan
kesendirian (Erikson dalam Sumanto, 2014).
2. Generativitas vs stagnasi (generativity versus stagnation) adalah tantangan pada
masa paruh baya. Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan (Erikson
1902- 1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Pada tahap ini salah satu tugas untuk
dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan
sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnansi).
Orang dewasa perlu menciptakan atau memelihara hal-hal yang akan menjadi
penerus hidup mereka, kerap dengan memiliki anak atau menciptakan suatu
perubahan positif yang memberi manfaat bagi orang lain. Melalui generativitas akan
dapat dicerminkan sikap memerdulikan orang lain, sedangkan stagnasi yaitu
pemujaan terhadap diri sendiri atau digambarkan dengan tidak perduli dengan siapa
pun.
Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu perduli, sehingga
mereka tidak punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain itu malignansi yang
ada adalah penolakan, dimana seseorang tidak dapat berperan secara baik dalam
lingkungan kehidupannya akibat dari semua itu kehadirannya di tengah-tengah area
kehidupannya kurang mendapat sambutan yang baik.
Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara
generativitas dan stagnasi guna mendapatkan nilai positif. Ritualisasi dalam tahap ini
meliputi generasional dan otoritisme. Generasional ialah suatu interaksi/hubungan
yang terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada pada
usia dewasa dan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila orang dewasa
merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang mereka
alami serta memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara
memaksa, sehingga hubungan di antara orang dewasa dan penerusnya tidak akan
berlangsung dengan baik dan menyenangkan (Erikson dalam Sumanto, 2014).
Keberhasilan mendorong perasaan kebergunaan dan pencapaian, sedangkan
kegagalan menghasilkan keterlibatan yang rendah di dunia (Upton, 2012).
3. Integritas ego vs keputusasaan (ego integrity versus despair) adalah tantangan
akhir dari masa lanjut usia (Erikson 1902-1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Hal
terpenting pada masa ini ialah adanya refleksi atas kehidupan. Saat beranjak tua,
orang berusaha mencapai tujuan akhir yaitu kebijaksanaan, ketenangan spiritual,
dan penerimaan dalam hidup. Orang dewasa akhir perlu melihat ke belakang dalam
kehidupan mereka dan merasakan suatu rasa pemenuhan. Keberhasilan tahap ini
mendorong perasaan arif, sedangkan kegagalan menghasilkan penyesalan,
kepahitan, dan keputusasaan (Upton, 2012).
F. KARAKTERISTIK
9. Mekanisme koping
Kaji respon klien dalam menghadapi suatu permasalahan, apakah
menggunakan cara-cara yang adaptif (konstruktif) atau maladaptive (distruktif)
A. KARAKTERISTIK PERILAKU
a. Karakteristik Prilaku Normal
1. Menjalin interaksi yang hangat dan akrab dengan orang lain
2. Mempunyai hubungan dekat dengan orang-orang tertentu (pacar, sahabat)
3. Membentuk keluarga
4. Mempunyai komitmen yang jelas dalam bekerja dan berinteraksi
5. Merasa mampu mandiri karena sudah bekerja
6. Memperlihatkan tanggungjawab secara ekonomi, sosial dan emosional
7. Mempunyai konsep diri yang realistis
8. Menyukai diri dan mengetahui tujuan hidup
9. Berinteraksi baik dengan keluarga
10. Mampu mengatasi stress akibat perubahan dirinya
11. Menganggap kehidupan sosialnya bermakna.
12. Mempunyai nilai yang menjadi pedoman hidupnya.
I. KONSEP DASAR
A. Definisi
Usia lanjut menurut World Health Organisation (WHO) ialah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang
telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupan. Kelompok yang dikategorikan lansia
ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Usia lanjut adalah seseorang yang mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan,
dan sosial, hal ini akan memberikan pengaruh pada semua aspek kehidupan pada usia
lanjut termasuk kesehatan (Fatimah, 2010).
Seseorang dikatakan lanjut usia apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor
tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun
sosial ( Nugroho, 2012 ). Lansia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut
dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh
beradaptasi dengan stress lingkungan.
Menurut Kemenkes Republik Indonesia, seseorang dikatakan usia lanjut jika ia
berusia 60 tahun ke atas, hal ini tercantum dalam UU No. 13 tahun 1998 (Kemenkes RI,
2013). Seorang lansia dikatakan sehat jika mampu hidup dan berfungsi secara efektif
dalam kehidupan masyarakat, diantaranya mampu melatih rasa percaya diri dan
otonominya sehingga dapat mencapai derajat kesehatan maksimum yang dapat
dicapainya.
Klasifikasi Lansia menurut Depkes RI, 2013:
1. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan
4. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan
yang dapat menghasilkan barang atau uang jasa
5. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri,
yaitu :
1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
a. Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain).
b. Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai
sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan
lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
4. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga
membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif
terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis
dan sebagainya. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang
paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat,
terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
2. Teori Sosial
- Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada situasi
tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Pokok-pokok
interaksi sosial adalah sebagai berikut (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 43):
a. Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai tujuan
masing-masing.
b. Dalam upaya tersebut, maka terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya
dan waktu.
c. Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seseorang memerlukan biaya.
d. Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah terjadinya
kerugian.
e. Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.
- Teori penarikan diri
Kemiskinan yang diderita lanjut usia dan menurunnya derajat kesehatan
mengakibatkan seseorang lanjut usia secara perlahan menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas. Pada lanjut usia sekaligus
terjadi kehilangan ganda (triple loss), yaitu sebagai berikut (Hardywinoto dan
Setiabudi, 1999: 45):
a. Kehilangan peran (loss of role).
b. Hambatan kontak sosial (restriction of contact and relationship).
c. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and values).
- Teori aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon, dkk. (1972) yang
menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung pada bagaimana
seseorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin. Adapun kualitas aktivitas
tersebut lebih penting dibandingkan dengan kuantitas aktivitas yang dilakukan
(Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 46).
- Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan di dalam siklus kehidupan
lanjut usia, sehingga pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan
gambarannya kelak pada saat menjadi lanjut usia. Hal ini dapat terlihat bahwa
gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tak berubah walaupun ia
menjadi lanjut usia (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 47).
- Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh
lanjut usia pada saat muda hingga dewasa. Menurut Havighurst dan Duval,
terdapat tujuh tugas perkembangan selama hidup yang harus dilaksanakan
oleh lanjut usia yaitu sebagai berikut:
a. Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis.
b. Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan.
c. Menemukan makna kehidupan.
d. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
e. Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.
f. Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.
g. Menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia.
3. Teori Psikologis
Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang berespons pada tugas
perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus berjalan
meskipun orang tersebut telah menua.
- Teori hierarki kebutuhan dasar manusia Maslow (Maslow’s hierarchy of human
needs)
Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar manusia dibagi dalam lima tingkatan
mulai dari yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang, harga
diri sampai pada yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Seseorang akan
memenuhi kebutuhan kebutuhan tersebut. Menurut Maslow, semakin tua usia
individu maka individu akan mulai berusaha mencapai aktualisasi dirinya. Jika
individu telah mencapai aktualisasi diri, maka individu tersebut telah mencapai
kedewasaan dan kematangan dengan semua sifat yang ada di dalamnya,
otonomi, kreatif, independen, dan hubungan interpersonal yang positif.
- Teori individualisme Jung (Jung’s theory of individualism)
Menurut Carl Jung, sifat dasar manusia terbagi menjadi dua yaitu ekstrovert
dan introvert. Individu yang telah mencapai lanjut usia cenderung introvert. Dia
lebih suka menyendiri seperti bernostalgia tentang masa lalunya. Menua yang
sukses adalah jika dia bisa menyeimbangkan antara sisi introvert dan
ekstrovertnya, tetapi lebih condong ke arah introvert. Dia senang dengan
dirinya sendiri, serta melihat orang dan bergantung pada mereka.
- Teori delapan tingkat perkembangan Erikson (Erikson’s eigth stages of life)
Menurut Erikson, tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai individu
adalah integritas ego vs menghilang (ego integrity vs disappear). Jika individu
tersebut sukses mencapai tugas perkembangan ini, maka dia akan
berkembang menjadi individu yang arif dan bijaksana. Namun jika individu
tersebut gagal mencapai tahap ini, maka dia akan hidup penuh dengan
keputusasaan.
- Optimalisasi selektif dengan kompensasi (selective optimisation with
compensation) Menurut teori ini, kompensasi penurunan tubuh ada tiga elemen
yaitu sebagai berikut:
a. Seleksi Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses penuaan maka
mau tidak mau harus ada peningkatan pembatasan terhadap aktivitas
sehari-hari.
b. Optimalisasi Lanjut usia tetap mengoptimalkan kemampuan yang masih
dimilikinya untuk meningkatkan kehidupannya.
c. Kompensasi Berbagai aktivitas yang sudah tidak dapat dijalankan karena
proses penuaan diganti dengan aktivitas lain yang mungkin bisa dilakukan
dan bermanfaat bagi lanjut usia.
C. Tanda Gejala Usia Lanjut
1. Perubahan Aspek Biologi
Seseorang akan mengalami perubahan fisik maupun biologis ketika mereka
memasuki usia lanjut. Perubahan fisik yang dialami lansia berupa turgor kulit yang
tidak elastis, penurunan indera penglihatan, penurunan indera penghidu,
penurunan fungsi pengecapan, pendengaran mulai berkurang serta adanya
gangguan musculoskeletal. Perubahan lain yang muncul adalah pada system
termoregulasi dan hormonal. Perubahan-perubahan ini terjadi karena proses
degeneratif otak, (Rahayu, 2016).
2. Perubahan Aspek Psikologi
Tahap perkembangan yang harus dicapai pada lansia diantaranya mampu
menyesuaikan terhadap proses perubahan kehilangan, kemudian
mempertahankan integritas harga diri, dan mempersiapkan kematian, (Stuart,
2015).
3. Perubahan Aspek Sosial
Lansia mampu untuk berpartisipasi dalam kegiatan social,melakukan interaksi,
menstimulasi fungsi kognitif, sehingga memperlambat proses terjadinya
demensia, (Videbeck, 2008). Proses perubahan social yang terjadi pada lansia
diantaranya lansia mengalami keterbatasan dalam proses merawat diri, (Rahayu,
2016).
4. Perubahan Aspek Seksual
Perubahan seksual yang nampak pada lansia seperti penurunan aktivitas seksual
diakibatkan karena factor hormonal dan dorongan seksual, akan tetapi hal ini tidak
hilang sama sekali,(Aspiani, 2014).
5. Perubahan Aspek Spiritual
Lansia akan semakin meningkatkan kehidupan keagamaannya, sehingga dapat
memberikan arti hidup dan rasa berarti dalam mengatasi masalah yang terjadi
akibat proses penuaan, (Nugroho, 2008).
Tabel ciri perubahan pada usia lanjut
Fisik psikologis
Pancaindera Paranoid Gangguan tingkah laku Keluyuran
Otak (wandering)
Gastrointestinal Sun downing
Saluran kemih Depresi
Otot dan tulang Demensia
Kardiovaskular Sindrom pascakekuasaan (postpower
Endokrin, dan lain-lain. syndrome), dan lain-lain.
H. Pohon Masalah
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kesiapan Peningkatan Perkembangan Usia Lanjut.
2. Potensial berkembangnya integritas diri
TUK 3 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan perkembangan dan perubahan pada Memori merupakan salah satu
Lansia dapat keperawatan selama 1 – 2 X lansia bagian terpenting dari fungsi kognitif
mengenal makna pertemuan, lansia dapat mengenal 2. Diskusikan prestasi yang pernah dicapai melalui manusia, penting untuk selalu
dan perubahan makna dan perubahan pikiran dan akademik, pekerjaan, dan keluarga memberi stimulasi kognitif yang
pikiran (fungsi menyebutkan cara mengatasinya, 3. Diskusikan perubahan daya ingat: terdiri dari reality orientation dan
kognitif) dengan kriteria hasil: a. Cepat lupa atasi dengan menempatkan segala reminiscence therapy
- Lansia mampu menyebutkan sesuatu pada tempat tertentu (jangan ( Dara, 2013 )
makna dan perubahan pikiran berubah- ubah) Salah satu jenis stimulai kognitif
- Lansia mampu menyebutkan b. Konsentrasi berkurang atasi dengan dengan brain gym.
cara mengatasinya membaca, bermain catur/halma dan mengisi
teka teki silang.
c. Daya orientasi berkurang atasi dengan
menempatkan kalender, jam dengan angka
yang besar.
TUK 4 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan perkembangan dan perubahan pada Fungsi sosial berhubungan dengan
Lansia dapat keperawatan selama 1 – 2 X lansia fungsi fisik dan mental. Peningkatan
mengenal makna pertemuan, lansia dapat mengenal 2. Diskusikan aspek sosial yaitu berkurangnya dalam pola aktivitas dapat secara
dan perubahan makna dan perubahan fungsi sosial sahabat, hal ini dapat diatasi dengan mengenang negatif mempengaruhi kesehatan
fungsi sosial serta menyebutkan cara masa lalu, mengingat keluarga dan sahabat, fisik dan mental, dan sebaliknya.
mengatasinya, dengan kriteria hasil: melihat album foto, membentuk kelompok. Dukungan untuk orang-orang di luar
- Lansia mampu menyebutkan 3. Perubahan pekerjaan yaitu pensiun, hal ini dapat keluarga memainkan peran
makna dan perubahan fungsi diatasi dengan mengembangkan bakat yang signifikan. Dukungan komunitas
sosial dapat dilakukan dirumah, misalnya membuat telur berbasis kepercayaan, khususnya
- Lansia mampu menyebutkan asin, memelihara ayam/bebek dan berladang dalam bentuk program perawatan,
cara mengatasinya merupakan sumber bantuan yang
bermakna bagi orang tua yang tidak
memiliki keluarga, atau memiliki
keluarga di tempat yang terpisah
secara geografis. ( Sisilia, 2017 )
TUK 5 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan perkembangan dan perubahan pada Kondisi spiritual lansia harus dikaji
Lansia dapat keperawatan selama 1 – 2 X lansia untuk mengetahui permasalahan
mengenal makna pertemuan, lansia dapat mengenal 2. Kenang masa – masa aktif dalam kegiatan yang sebenarnya. Pemberian Terapi
dan perubahan makna dan perubahan aspek spiritual Spiritual dapat menurunkan tingkat
aspek spiritual spiritual serta menyebutkan cara 3. Diskusikan kegiatan spiritual dan sesuaikan depresi lansia. Perawat dapat
mengatasinya, dengan kriteria hasil: dengan kondisi fisik. melakukan asuhan keperawatan
- Lansia mampu menyebutkan 4. Membentuk kegiatan ibadah lansia: pengajian, spiritualitas atau religiusitas pada
makna dan perubahan aspek penelaahan Alkitab, berdoa bersama. lansia yang dapat membantu
spiritual mempertahankan serta
- Lansia mampu menyebutkan memperbesar semangat hidup klien
cara mengatasinya lansia termasuk kesehatan mental
depresi. (Nur Ilmi, 2018)
TUK 6 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan dengan keluarga tahap perkembangan Dalam teori kepribadian menurut
Keluarga dapat keperawatan selama 1 – 2 X dan perubahan yang terjadi pada lansia Ericson menyatakan lansia (usianya
mengenal makna pertemuan, keluarga dapat 2. Jelaskan cara memfasilitasi integritas diri lansia diatas 60 tahun) merasa hidup
dan perubahan mengenal makna dan perubahan 3. Sediakan waktu untuk bercakap – cakap dengan mereka sudah dekat dengan akhir
pada lansia pada lansia dan menyebutkan cara lansia tentang makna hidup yang dialami dan hayat dan pada masa ini kasih
mengatasinya, dengan kriteria hasil: berikan pujian. sayang dari lingkup keluarga
- Keluarga mampu menyebutkan 4. Sediakan tempat yang aman dan nyaman buat terdekat merupakan kenikmatan
makna dan perubahan pada lansia: terang, tidak licin, ada alat bantu tersendiri.
lansia pegangan, dll
- Keluarga mampu menyebutkan 5. Fasilitasi pertemuan antar generasi dan beri
cara mengatasi perubahan pada kesempatan lansia untuk menyampaikan
lansia. pengalamannya
6. Diskusikan rencana pembagian warisan dan
pemakaman
7. Diskusikan masalah keeratan yang mungkin
terjadi dan pelayanan kesehatan yang tersedia
SRATEGI PELAKSANAAN LANSIA DAN KELUARGA
SP 2. :
Menjelaskan makna dan perubahan fisik
dan cara mengatasinya
SP 3 :
Lansia dapat mengenal makna dan
perubahan pikiran (kognitif) :
- Lansia mampu menyebutkan makna dan
perubahan fungsi kognitif
- Lansia mampu menyebutkan cara
mengatasinya
SP 4 :
lansia dapat mengenal makna dan
perubahan fungsi sosial serta menyebutkan
cara mengatasinya
SP 5 :
lansia dapat mengenal makna dan perubahan
aspek spiritual serta menyebutkan cara
mengatasinya, dengan kriteria hasil:
- Lansia mampu menyebutkan makna dan
perubahan aspek spiritual
- Lansia mampu menyebutkan cara
mengatasinya.
b. Kerja
“ Nenek, kalau boleh tau perubahan fisik apa yang nenek rasakan saat ini?”
“ Ternyata nenek suka melihat televisi ya, acara apa nek ?”
“ Jika nenek tidak keberatan saya akan membuat jadwal kegiatan untuk
mengajak nenek berdiskusi untuk mengisi waktu luang seperti ini, saya ingin
mengajak nenek untuk berdiskusi mengenai perubahan fisik pada usia lanjut dan
acara mengatasinya. Perubahan fisik yang dialami usia lanjut misalnya
penglihatan berkurang cara mengatasinya dengan memakai kacamata,
pendengaran berkurang bisa diatasi dengan alat bantu dengar, bila tidak bisa
jalan atau tidak kuat bisa diatasi dengan alat bantu tongkat/kursi roda.”
Bagaimana nenek dengan penjelasan yang sudah saya sampaikan, apakah
cukup jelas? Apakah nenek ada yang ingin disampaikan?
c. Terminasi:
Evaluasi : “Bagaimana perasaan nenek setelah kita ngobrol?”
Tindak lanjut ; “Baiklah nek, pertemuan berikutnya kita akan membahas
mengenai makna dan perubahan pikiran yang perlu nenek ketahui dalam
menjalani perkembangan usia lanjut.”
Kontrak yang akan datang
“Kalau begitu bagaimana jika dua hari lagi saya kembali untuk menemui
nenek? Apakah nenek bersedia?” “ Bagaimana jam 10.00 apakah nenek
bisa?”
“ Baik, jika tidak ada yang ingin nenek sampaikan, saya permisi dulu ya nek.
Sampai jumpa besok lusa ya nek?”
c. Terminasi
Evaluasi : “Bagaimana perasaan nenek setelah kita ngobrol dan
berdiskusi dalam beberapa hari ini ? ”
Tindak lanjut : “Baiklah nek, semoga hasil dari diskusi kita dapat
bermanfaat untuk menjaga kesehatan nenek ya.”
Kontrak yang akan datang
“Kalau begitu bagaimana jika 2 hari lagi saya kembali, Apakah nenek
bersedia?” “ Bagaimana kalau saya datang jam 09.00 bertemu dengan
anggota keluarga yang lain ? sehingga kita bisa diskusi bersama?” “ Baik,
jika tidak ada yang ingin nenek sampaikan, saya permisi dulu ya nek.
Sampai jumpa besok ya nek?”
1. Strategi Pelaksanaan 1 (Sp 1) Keluarga
a. Orientasi
- Salam Terapeutik : “selamat pagi semuanya, semoga kita semua
senantiasa diberikan kesehatan ya, amin. “
- Evaluasi/validasi: “ Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini? “
- Kontrak waktu
Topik
“hari ini saya akan menyampaikan informasi terkait perkembangan dan
perubahan yang di alami orang dengan usia lanjut, karena bapak/ibu
adalah anggota keluyarga terdekat dengan nenek, maka diharapkan
dapat menambah pengetahuan saat mendampingi dan merawat nenek.
Apakah bapak/ibu setuju ?
Waktu : “Berapa lama kira – kira kita bisa ngobrol pak/bu ? Bagaimana
kalau 10 menit? “
Tempat : “Dimana kita akan berbincang-bincang? “Bagaimana kalau di
teras saja?
b. Kerja:
“nah saya akan mulai menjelaskan tentang tahapan perkembangan dan
perubahan yang terjadi pada usia lanjut, jika ada pertanyaan silahkan
bapak /ibu langsung saja bertanya nggeh ?” “bagaimana pak dari penjelasan
saya tadi apakah ada yang ingin bapak /ibu tanyakan?
"baik jika tidak ada yang ditanyakan saya berharap bapak /ibu dapat
memahaminya”
c. Terminasi:
Evaluasi
“Bagaimana perasaan atau pendapat bapak/ibu setelah kita ngobrol?”
“bisa bapak/ibu sebutkan apa saja tahapan perkembangan dan perubahan
pada usia lanjut ?”
“baik pak/bu jawaban sudah lumayan bagus, untuk pertemuan hari ini
saya rasa cukup sekian”
Tindak lanjut
“saya harap bapak/ibu bisa meluangkan waktu untuk bercakap-cakap
dengan nenek, dan juga saya berharap nenek dapat disediakan tempat
aman dan nyaman seperti pencahayaan yang cukup dan lantai yang tidak
licin”
Kontrak yang akan datang
“jika tidak ada lagi yang bapak/ibu tanyakan saya rasa cukup sekian,
terimakasih atas waktunya bapak/ibu, kita akan bersama-sama membantu
nenek untuk tetap sehat dan bahagia di usia lanjut ini. “
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, R.,Y. (2014). Asuhan Keperawatan Gerontik, Aplikasi NANDA, NIC dan NOC – jilid
I.,Cetakan I. Jakarta : CV.Trans Info Media
Fakultas Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa. Universitas Indonesia.(2016). Draft
Scanning dan Standart Asuhan Keperawatan.(tidakdipublikasikan).
Fatimah. (2010). Merawat Manusia Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses Keperawatan
Gerontik. Jakarta :CV.Trans Info Media
Jazmi, 2016. Askep lansia, repository.ump.ac.id/1268/3 diakses tgl.12 April 2020
Keliat, B.A., Soimah, Mulia, M., Wibawa, I. R., Truyaspodo, K., rasmawati dan Khoirunissa,
M.L. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Kementrian Kesehatan RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta
:Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Nugroho, W. (2008).Keperawatan Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3.Jakarta : EGC
Rahayu, Septirina. (2016). Pengalaman Lansia Tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha
(PSTW) dalam Menjalani Kehidupan Masa Tua Studi Fenomenologi. Tesis. Program
Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Stuart, G.W.(2009). Principles and Practice Of Psychiatric Nursing (9th ed). Canada: Mosby,
Inc
Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar KeperawatanJiwa (Psychiatric Mental Health
Nursing).Alihbahasa :Komalasari, R. &Hany, A. Jakarta : EGC.
Yusuf, A., PK, R.F., & Nihayati. H.E. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa 1. Jakarta: Salemba
Medika.