Anda di halaman 1dari 152

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA

Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners


Departemen Keperawatan Jiwa

Oleh:
DIMAS DWI ADI PRAKOSO
190070300011042

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA
IBU HAMIL

A. Pengertian
Kehamilan adalah suatu rangkaian dari pertemuan sel sperma dengan sel
telur yang sehat dan dilanjutkan dengan fertilisasi, nidasi dan implantasi
(Sulistiyowati, 2012). Kehamilan diawali adanya janin dalam rahim seorang
perempuan sebagai hasil konsepsi yang berlangsung sejak peristiwa tertanamnya
hasil konsepsi pada dinding endometrium di dalam uterus sampai lahirnya janin
(Keliat, 2015). Pada masa ini seorang ibu belajar untuk memahami dan memberikan
respons positif terhadap perubahan fisiologis, psikologis dan sosial selama usia
kehamilannya.
Kehamilan adalah suatu proses yang normal akan tetapi kebanyakan wanita
akan mengalami perubahan baik dari segi psikologis maupun emosional selama
kehamilan. Sering kali kita mendengar betapa bahagianya dia karena akan menjadi
seorang ibu tetapi tidak jarang ada wanita yang merasa khawatir kalau terjadi
masalah selama kehamilannya misalnya ibu takut dengan anak yang akan
dilahirkannya apakah normal ataukah tidak atau mungkin ibu takut kehilangan
kecantikannya.
Sedangkan gangguan psikologis adalah Perubahan psikologi pada ibu hamil
merupakan hal yang normal dan merupakan hal yang individual. Didasarkan pada
teori Revarubin. Teori ini menekankan pada pencapaian peran sebagai ibu, dimana
untuk mencapai peran ini diperlukan proses belajar melalui serangkaian aktifitas.

B. Perubahan dan Adaptasi Psikologis selama Masa Kehamilan


Perubahan peran selama kehamilan Seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan, ibu akan mengalami perubahan psikologis dan pada saat ini pula wanita
akan mencoba untuk beradaptasi terhadap peran barunya melalui tahapan sebagai
berikut :
1. Tahap Antisipasi
Dalam tahap ini wanita akan mengawali adaptasi perannya dengan
merubah peran sosialnya melalui latihan formal (misalnya kelas-kelas khusus
kehamilan) dan informal melalui model peran (role model). Meningkatnya
frekuensi interaksi dengan wanita hamil dan ibu muda lainnya akan mempercepat
proses adaptasi untuk mencapai penerimaan peran barunya sebagai seorang ibu.
2. Tahap Honeymoon (menerima peran, mencoba menyesuaikan diri)
Pada tahap ini wanita sudah mulai menerima peran barunya dengan cara
mencoba menyesuaikan diri. Secara internal wanita akan mengubah posisinya
sebagai penerima kasih sayang dari ibunya menjadi pemberi kasih sayang
terhadap bayinya. Untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, wanita akan
menuntut dari pasangannya. Ia akan mencoba menggambarkan figur ibunya
dimasa kecilnya dan membuat suatu daftar hal-hal yang positif dari ibunya untuk
kemudian ia daptasi dan terapkan kepada bayinya nanti. Aspek lain yang
berpengaruh dalam tahap ini adalah seiring dengan sudah mapannya beberapa
persiapan yang berhubungan dengan kelahiran bayi, termasuk dukungan
semangat dari orang-orang terdekatnya.
3. Tahap Stabil (bagaimana mereka dapat melihat penampilan dalam peran)
Tahap sebelumnya mengalami peningkatan sampai ia mengalami suatu
titik stabil dalam penerimaan peran barunya. Ia akan melakukan aktivitas-aktivitas
yang bersifat positif dan berfokus untuk kehamilannya, seperti mencari tahu
tentang informasi seputar persiapan kelahiran, cara mendidik dan merawat anak,
serta hal yang berguna untuk menjaga kondisi kesehatan keluarga.
4. Tahap Akhir (perjanjian)
Meskipun ia sudah cukup stabil dalam menerima perannya, namun ia tetap
mengadakan “perjanjian” dengan dirinya sendiri untuk sedapat mungkin “menepati
janji” mengenai kesepakatan-kesepakatan internal yang telah ia buat berkaitan
dengan apa yang akan ia perankan sejak saat ini sampai bayinya lahir kelak.

C. Masalah Emosi Selama Kehamilan


Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan
psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian
besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan merupakan peristiwa kodrat yang
harus dilalui tetapi sebagian lagi menganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat
menentukan kehidupan selanjutnya.
Perubahan kondisi fisik dan emosional yang komplek, memerlukan adaptasi
terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik
antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma – norma
sosiokultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri, dapat merupakan pencetus
berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ketingkat
gangguan jiwa yang berat.
Dukungan psikologik dan perhatian akan memberi dampak terhadap pola
kegiatan sosial   ( keharmonisan, penghargaan, pengorbanan, kasih sayang dan
empati) pada wanita hamil dan dari aspek teknis, dapat mengurangi aspek sumber
daya (tenaga ahli), cara penyelesaian persalinan normal, akselerasi, kendali nyeri
dan asuhan neonatal),
Hubungan episode kehamilan dengan reaksi psikologis yang terjadi.:
a. Trimester 1 :
Sering terjadi fluktuasi lebar aspek emosional sehingga perode ini 
mempunyai resiko tinggi untuk terjadi pertengkaran atau rasa tidak nyaman.
b. Trimester II :
Fluktuasi emosional sudah mulai mereda dan perhatian wanita hamil lebih terfokus
pada berbagai  perubahan tubuh yang terjadi saat kehamilan, kehidupan
seksual keluarga dan hubungan bathiniah dengan bayi yang
dikandungannya.
c. Trimester III :
Berkaitan dengan bayangan resiko kehamilan dan proses persalinan
sehingga wanita hamil sangat emosional dalam upaya mempersiapkan atau
mewaspadai segala sesuatu yang akan dihadapi.
Reaksi cemas
 Gangguan ini ditandai dengan rasa cemas dan ketakutan yang berlebihan, terutama
sekali terhadap hal-hal yang masih tergolong wajar.
 Kecemasan baru terlihat apabila wanita tersebut mengungkapkannya karena gejala
klinik yang ada, sangat tidak spesifik (twitchung, tremor, berdebar-debar, kaku otot,
gelisah dan mudah lelah, insomnia)
 Timbul gejala-gejala somatik akibat hiperaktifitas otonom (palpitasi, sesak nafas,
rasa dingin ditelapak tangan, berkeringat dingin, pusing, rasa terganjal pada leher).
 Tenangkan dengan psikoterapi. Walau kadang-kadang upaya ini kurang memberi
hasil tetapi prosedur ini sebaiknya paling pertama dilakukan.
 Hanya pada pasien dengan reaksi cemas berat, berikan diazepam 3 x 2 mg per hari.
 Bila pasien tidak mampu untuk melakukan kegiatan sehari-hari atau kekurangan
asupan kalori/gizi maka harus dilakukan rawat inap di rumah sakit.
Reaksi panik
 Ditandai dengan rasa takut dan gelisah yang hebat, terjadi dalam periode yang relatif
singkat dan tanpa sebab-sebab yang jelas.
 Pasien mengeluhkan nafas sesak atau rasa tercekik, telinga berdenging, jantung
berdebar, mata kabur, rasa melayang, takut mati atau merasa tidak akan tergolong
lagi.
 Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien gelisah dan ketakutan, muka pucat
pandangan liar, pernafasan pendek dan cepat dan takhikardi.
 Tenangkan secara verbal, sebelum psikoterapi atau medikamentosaa. Sebaiknya
pasien dirawat untuk observasi tehadap reaksi panik ulangan dan pemberian terapi.
 Karena reaksi panik hanya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat, cukup
diberikan dosis tunggal diazepam 5 mg IV.
Reaksi Obsesif-Kompulsif
 Gambaran spesifik dari gangguan ini adalah selalu timbulnya perasaan, rangsangan
ataupun pikiran untuk melakukan sesuatu, tanpa objek yang jelas, diikuti dengan
perbuatan yang dilakukan secara berulang kali.
 Pengulangan perbuatan tersebut dapat mencelakai dirinya, bayi yang dikandung
atau orang lain.
 Adanya potensi gawat darurat pada wanita hamil dengan reaksi obsesif-kompulsif
menjadi alasan untuk dirawat di rumah  sakit atau dalam pengawasan tim medis
yang memadai. Psikoterapi cukup membantu untuk mengembalikan wanita ini pada
status emosional yang normal.
 Pada kasus yang berat, beri diazepam 5 mg IV dan observasi ketat.
Depresi berat
 Depresi pada wanita hamil, ditandai oleh perasaan sedih, tidak bergairah,
menyendiri, penurunan berat badan, insomnia, kelemahan, rasa tidak dihargai dan
pada kasus yang berat, ada keinginan untuk melakukan bunuh diri.
 Penelitian di RS Dr. Sutomo, Surabaya (1990) menunjukkan angka kejadian Depresi
Pascapersalinan (Postpartum Blues) sebesar 15,2 % (persalinan fisiologis) dan 46,2
% (persalinan patologis).
 Sulit untuk melakukan komunikasi karena mereka cenderung menarik diri, tidak
mampu berkonsentrasi, kurang perhatian dan sulit untuk mengingat sesuatu .
 Gunakan anti depresan Amitryptyline 2 x 10 mg oral.
 Terapi kejutan listrik (ECT) digunakan apabila psikofarmaka gagal dan reaksi depresi
membahayakan pasien.

Perasaan panik/ gelisah


     Berkaitan dengan kemampuanya untuk menjaga kehamilan sampai saat persalinan
sebagai   seorang ibu hamil yang baik. Respon-respon psikologis tersebut terjadi
karena ibu merasa bahwa kehamilannya ini merupakan suatu ancaman, kegawatan,
ketakutan dan bahaya bagi dirinya dan sebagai akibat yang akan terjadi pada dirinya,
sehingga mereka akan bersikap tidak hanya menolak kehamilannya tetapi juga akan
berusaha menggugurkan kehamilannya bahkan kadang-kadang mencoba bunuh diri.

D. Gambaran Kondisi Psikologis pada Wanita Hamil


Selama kehamilan banyak wanita yang mengalami perasaan – perasaan :
•    Marah
•    Tertekan
•    Bersalah
•    Bingung
•    Was – was
•    Kesal
•    Pilu
•    Khawatir
Hal ini biasanya ditandai dengan gejala – gejala :
•    Kehabisan tenaga atau kebanyakan gerak.
•    Tidak bisa tidur walaupun mempunyai kesempatan.
•    Menangis tidak tertahan dan mata terasa berlinang.
•    Menyadari bahwa perasaan amat cepat berubah.
•    Sangat judes atau peka terhadap bunyi dan sentuhan. 
•    Senantiasa berfikiran negatif.
•    Tanpa berwujud merasa tidak mampu.
•    Tiba-tiba takut atau gugup.
•    Tidak bisa memusatkan perhatian.
•    Lebih sering lupa.
•    Rasa bingung dan bersalah.
•    Makan amat sedikit atau amat banyak.
•    Asik dengan fikiran yang menghantui dan mengerikan.
•    Kehilangan kepercayaan dan harga diri.
  Apabila kondisi - kondisi ini terjadi secara beruntun sedikitnya selama 2
minggu maka akan menimbulkan kondisi psikologis yang bermasalah yang sifatnya
memerlukan adanya pengobatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi psikis pada masa hamil : 
1.   Sudah punya banyak anak 
Banyak anak sebagian orang merasakan sebagai beban finansial yang
harus di tanggung, belum lagi di tambah kerepotan - kerepotan lainnya, apalagi
jika dalam keluarga sudah ada anak dengan jumlah lebih daricukup.          
2.  Khawatir berubah penampilan      
Bagi sebagian perempuan, penampilan merupakan nilai jual, perubahan
bentuk wajah dan tubuh akibat kehamilan dan persalinan dianggap akan
mengurangi keindahan penampilan.

3. Kemampuan finansial dirasa tidak memadai.       


Jika si kecil lahir di saat kondisi keuangan keluarga tengah morat marit
memang merepotkan, kondisi ini merupakan hal yang sangat menganggu kondisi
psikologis seorang ibu hamil.         
4. Keluhan sulit tidur 
Sulit tidur di malam hari dapat membuat kondisi ibu hamil menurun,
konsentrasi berkurang, mudah lelah, badan terasa pegal, tidak mood bekerja dan
cenderung emosional. Keluhan tidur umumnya muncul saat usia kandungan
memasuki trimester ketiga dimana janin sudah tumbuh sedemikian besar
sehingga terasa menyesakkan. Ditrimester pertama, kadar hormon dalam tubuh
ibu sedang mengalami perubahan drastis yang sering memunculkan keluhan
muntah – muntah, sehubungan dengan itu, keluhan sulit tidur biasanya muncul 
karena sebab sebagai berikut : 
     
•   Stres           
•    Perubahan hormon 
•    Dihantui kecemasan          
•    Gangguan psikis   

E. Tanda dan Gejala


Trimester I
Subjektif:
a. Tidak menstruasi
b. Ingin selalu diperhatikan oleh suami dan keluarga
c. Merasa bahagia dengan kehamilan
d. Merasa nyaman dan bahagia bila disentuh,dibelai dan disayang oleh suami.
e. Merasakan perasaan yang berubah – ubah dari waktu ke waktu
f. Respons terhadap perubahan yang terjadi:
1) Mual dan muntah di pagi hari
2) Cepat lelah dan mengantuk
3) Sering buang air kecil
4) Payudara terasa penuh
5) Tidak menyukai bau makanan tertentu

Objektif:
1. Areola mamae menghitam
2. Tes kehamilan positif

Trimester II
Subjektif:
1. Takut jika suami meninggalkan rumah dalam waktu relatif lama
2. Mulai merasakan gerakan janin
3. Merasa senang dan bahagia dengan gerakan janin
4. Merasakan ada ikatan dengan janin

Objektif:
1. Perut mulai kelihatan buncit
2. Payudara membesar

Trimester III
Subjektif:
1. Merasakan ketidaknyamanan pada tubuh: sesak, mudah lelah, kram kaki
2. Merasa kepanasan, mudah berkeringat, sering berkemih, sesak nafas, mudah
lelah,kram kaki
3. Membayangkan hari kelahiran dengan gembira
4. Mencari informasi dari banyak sumber tentang kehamilan, kelahiran dan janin
5. Memutuskan tempat alternatif untuk melahirkan

Objektif:
1. Keluar cairan kuning dari puting susu
2. Mempersiapkan segala kebutuhan bayi baik material maupun spiritual (nama
terbaik, tempat melahirkan, upacara kelahiran, perlengkapan bayi dan ibu, dan
lain – lain).

1. Tujuan Asuhan Keperawatan


Pada ibu hamil
1. Kognitif: ibu hamil mampu memahami,
a. Perkembangan yang normal pada ibu hamil
b. Perkembangan yang menyimpang pada ibu hamil
c. Cara menyesuaikan diri terhadap perubahan biologis, psikologis dan sosial
selama masa kehamilan
2. Psikomotor: ibu hamil mampu
a. Melakukan adaptasi terhadap perubahan biologis, psikologis, dan sosial
b. Menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan janinnya
c. Melakukan pemeriksaan kehamilan dan persalinan pada fasilitas pelayanan
kesehatan
3. Afektif: ibu hamil merasa bahagia dan menerima kehamilannya

Pada Keluarga
1. Kognitif: keluarga mampu mengenal
a. Perkembangan ibu hamil yang normal
b. Perkembangan ibu hamil yang menyimpang
2. Psikomotor: keluarga mampu memberikan dukungan pada ibu hamil
3. Afektif: keluarga mampu memberikan kebahagiaan dan motivasi pada ibu hamil

2. Tindakan Keperawatan
Tindakan pada ibu hamil
a. Diskusikan tentang perkembangan yang normal yang dialami selama kehamilan.
b. Diskusikan tentang perkembangan yang menyimpang yang dialami selama
kahamilan
c. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial pada kehamilan
dan cara adaptasi
d. Diskusikan tentang cara mencapai pertumbuhan dan perkembangan janin yang
normal dengan bonding dan attachment tercapai:
1) Trimester I : menyentuh/mengelus perut, berusaha bersikap tenang saat
mengetahui kepastian kehamilan, menghindari stres, mulai mengajak janin
berbicara, banyak berdoa, meditasi atau ibadah lain, berusaha memenuhi
kebutuhan gizi janin, makan sedikit tapi sering, melakukan kegiatan yang
menyenangkan, selalu berfikir positif (berbaik sangka terhadap segala
sesuatu yang terjadi)
2) Terimester II : mengajak janin berbicara lebih sering sambil mengelus perut
ibu, kenalkan suara orang – orang di sekitar (ayak, kakak, nenek, kakek)
secara teratur, mendengar musik yang lembut, mendengarkan bacaan kitab
suci, tetap menjaga keseimbangan emosi, tidak mudah marah atau sedih,
menghindari berkata dan berbuat negatif, meyakini ada ikatan dengan janin,
merespons gerakan janin dengan mengusap, menekan dan sedikit
menggoyang perut.
3) Trimester III : laku semua tindakan yang dilakukan pada trimester I dan
II,sering jalan pagi, senam hamil, mengenalkan lingkungan sambil mengajak
janin berbicara, kenalkan janin dengan cahaya (menyenter/mengarahkan
lampu ke perut ibu), makan makanan yang bervariasi rasanya, melakukan
setiap kegiatan dengan hati yang tenang, senang dan ikhlas, lebih sering
melakukan latihan relaksasi, hindari rokok dan alkohol.

Tindakan pada keluarga


1. Jelaskan tentang perkembangan ibu hamil yang normal
2. Jelaskan tentang perkembangan ibu hamil yang menyimpang
3. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial ibu hamil serta
cara adaptasi
4. Bantu keluarga memberikan dukungan selama hamil dan setelah bersalin
5. Diskusikan dengan keluarga tentang pemeriksaan kesehatan selama kehamilan,
minimal empat kali selama kehamilan
6. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat
digunakan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan selama kehamilan dan
proses persalinan.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Kesiapan peningkatan menjadi orang tua
Rencana Intervensi Keperawatan
Kesiapan peningkatan menjadi orang tua (SDKI)
Perencanaan
Diagnosis Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional
keperawatan
Kesiapan Setelah 3 kali melakukan Dukungan penampilan peran
peningkatan interaksi dengan klien peran Observasi
menjadi orang tua menjadi orang tua diharapkan 1. Identifikasi berbagai peran dan periode transisi 1. Mengidentifikasi peran dalam masa
membaik dengan kriteria hasil sesuai dengan tingkat perkembangan transisi dapat membatu adaptasi
1. Keinginan meningkatkan 2. Identifikasi peran yang ada dalam keluarga keluarga sesuai dengan tingkat
peran menjadi orang tua 3. Identifikasi jika ada peran dalam keluarga yang perkembangannya
2. Verbalisasi kepuasan tidak terpenuhi 2. Identifikasi peran dalam keluarga
memiliki bayi memudahkan pemberi asuhan dalam
3. Perilaku positif menjadi orang meyusun tindakan apa yang akan
tua diberikan kepada keluarga
3. Jika ada peran yang tidak terpenuhi
pemberi asuhan dapat memasukan
kedalam rencana intervensi untuk
keluarga.

Terapeutik
1. Fasilitasi adaptasi peran keluarga terhadap
perubahan peran yang tidak diinginkan 1. Bantu keluarga dalam beradaptasi
dengan keadaan baru dalam hal ini
kesiapan peningkatan menjadi orang
2. Fasilitasi diskusi peran menjadi orang tua
tua.
2. Berdiskusi dengan pasien terkait
dengan bagaimana peran menjadi
orang tua dapat membantu klien
memahami dan beradaptasi tentang
Edukasi peran orang tua
1. Diskusikan perilaku yang dibutuhkan untuk
mengembangkan peran dan diskusi tentang 1. Berdiskusi dengan klien terkait
strategi positif untuk mengelola perubahan dengan perilaku yang dibutuhkan
peran dalam mengembangkan peran
seperti bagaaimana perawatan bayi
baru lahir teknik menyusui dan lain
sebagainya dapat membantu klien
dalam menghadapi perubahan
peran menjadi orang tua.
Kolaborasi
1. Rujuk dalam kelompok untuk mempelajari
peran baru. 1. Berada dalam kelompok yang sama
memudahkan klien untuk
beradaptasi dengan peran yang
baru karena bertemu dengan orang
lain dengan kondisi yang sama
sehingga membantu klien dalam
sharing tentang pengalaman dan
Edukasi perawatan kehamilan
berbagi informasi
Observasi :
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
2. Identifikasi tentang perawatan masa kehamilan
1. menentukan kesiapan klien dalam
Terapeutik :
menerima informasi yang akan
1. Sediakan materi dan media pendidikan
disampaikan oleh pemberi asuhan
kesehatan
2. Membantu pemberi asuhan untuk
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
memberikan perawatan apa yang
kesepakatan
dibutuhkan selama masa kehamilan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
3. Edukasi kepada klien dan keluarga
Edukasi juga meningkatkan pengetahuan
tentang perawatan kehamilan pada
1. Jelaskan perubahan fisik dan psikologis masa klien, bagaimana cara
kehamilan perawatannya, dan lain sebaginya
2. Jelaskan perkembangan janin serta membantu keluarga dalam
3. Jelaskan ketidaknyamanan selama kehamilan mendapatkan informasi yang
4. Jelaskan kebutuhan nurisi selama kehamilan adekuat dalam melaksanakan
5. Jelaskan seksualitas selama kehamilan perawatan kehamilan klien.
6. Jelaskan kebutuhan aktivitas dan istirahat

Promosi citra tubuh :


Observasi :
1. Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan
tahap perkembangannya (masa kehamilan)

Terapeutik
1. Observasi menentukan tindakan
1. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
keperawatan apa yang akan
pada saat kehamilan
dilakukan serta rencana tindakan
2. Diskusikan perubahan penampilan akibat
baik tindakan secara mandiri maupun
kehamilan
kolaborasi yang akan diberikan
3. Diskusikan kondisi stress yang
kepada klien.
memepengaruhi citra tubuh pada saat
2. Monitor frekuensi pernyataan kritik
kehamilan
dapat membantu kita
4. Diskusikan persepsi pasien dan keluarga
mengidentifikasi kondisi terkait
tentang perubahan citra tubuh
gangguan citra tubuh yang dialami
Edukasi : klien terkait dengan kehamilannya
1. Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan 3. Mendiskusikan perubahan bentuk
perubahan citra tubuh pada saat kehamilan tubuh pada saat kehamilan
2. Latih peningkatan penampilan diri misal membantu klien dalam meningkatkan
(berdandan) penerimaan terhadap bentuk
3. Latih pengungkapan kemampuan diri terhadap tubuhnya dan membantu klien untuk
orang lain maupun kelompok mengatasi ataupun mengurangi
penolakan akibat citra tubuh oleh
dirinya sendiri.
4. Berdiskusi tentang gangguan citra
tubuh dengan keluarga dan klien
dapat pada saat kehamilan
meningkatkan dukungan keluarga
kepada klien karena keluarga
merupakan support system utama
klie dalam menjalankan terapi
pengobatan terkait kondisinya saat
ini.
Tindakan keperawatan pasien Tindakan keperawatan keluarga
1. Diskusikan tentang perkembangan yang 1. Jelaskan tentang perkembangan ibu
normal yang dialami selama kehamilan. hamil yang normal
2. Diskusikan tentang perkembangan yang 2. Jelaskan tentang perkembangan ibu
menyimpang yang dialami selama hamil yang menyimpang
kahamilan 3. Diskusikan tentang perubahan biologis,
3. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial ibu hamil serta
psikologis, dan sosial pada kehamilan dan cara adaptasi
cara adaptasi 4. Bantu keluarga memberikan dukungan
4. Diskusikan tentang cara mencapai selama hamil dan setelah bersalin
pertumbuhan dan perkembangan janin yang 5. Diskusikan dengan keluarga tentang
normal dengan bonding dan attachment pemeriksaan kesehatan selama
tercapai: kehamilan, minimal empat kali selama
1. Trimester I : kehamilan
menyentuh/mengelus perut, berusaha 6. Diskusikan dengan keluarga tentang
bersikap tenang saat mengetahui fasilitas pelayanan kesehatan yang
kepastian kehamilan, menghindari dapat digunakan untuk melakukan
stres, mulai mengajak janin berbicara, pemeriksaan kesehatan selama
banyak berdoa, meditasi atau ibadah kehamilan dan proses persalinan.
lain, berusaha memenuhi kebutuhan
gizi janin, makan sedikit tapi sering,
melakukan kegiatan yang
menyenangkan, selalu berfikir positif
(berbaik sangka terhadap segala
sesuatu yang terjadi)
2. Terimester II :
mengajak janin berbicara lebih sering
sambil mengelus perut ibu, kenalkan
suara orang – orang di sekitar (ayak,
kakak, nenek, kakek) secara teratur,
mendengar musik yang lembut,
mendengarkan bacaan kitab suci,
tetap menjaga keseimbangan emosi,
tidak mudah marah atau sedih,
menghindari berkata dan berbuat
negatif, meyakini ada ikatan dengan
janin, merespons gerakan janin
dengan mengusap, menekan dan
sedikit menggoyang perut.
3. Trimester III :
Lakukan semua tindakan yang
dilakukan pada trimester I dan II,sering
jalan pagi, senam hamil, mengenalkan
lingkungan sambil mengajak janin
berbicara, kenalkan janin dengan
cahaya (menyenter/mengarahkan
lampu ke perut ibu), makan makanan
yang bervariasi rasanya, melakukan
setiap kegiatan dengan hati yang
tenang, senang dan ikhlas, lebih sering
melakukan latihan relaksasi, hindari
rokok dan alkohol.

1. Evaluasi kegiatan yang sudah dilakukan. 1. Evaluasi kegiatan yang sudah


2. Beri pujian terhadap keberhasilan pasien dilakukan dirumah bersama keluarga
melakukan kegiatan 2. Memfasilitasi kegiatan yang dapat
dilaksanakan dirumah
3. Evaluasi kemampuan pasien dalam
keberhasilannya melaksanakan
perawatan kehamilan dirumah
4. Beri pujian yang realistis terhadap
keberhasilan keluarga.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien : dalam proses kehamilan
2. Tujuan : ibu hamil mampu memahami,
a. Perkembangan yang normal pada ibu hamil
b. Perkembangan yang menyimpang pada ibu hamil
c. Cara menyesuaikan diri terhadap perubahan biologis, psikologis dan sosial selama
masa kehamilan
d. Melakukan adaptasi terhadap perubahan biologis, psikologis, dan sosial
e. Menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan janinnya
f. Melakukan pemeriksaan kehamilan dan persalinan pada fasilitas pelayanan kesehatan
g. ibu hamil merasa bahagia dan menerima kehamilannya

4.Tindakan Keperawatan
a. Diskusikan tentang perkembangan yang normal yang dialami selama kehamilan.
b. Diskusikan tentang perkembangan yang menyimpang yang dialami selama kahamilan
c. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial pada kehamilan dan
cara adaptasi
d. Diskusikan tentang cara mencapai pertumbuhan dan perkembangan janin yang normal
dengan bonding dan attachment tercapai:

5. Tindakan Keperawatan pada Keluarga


a. Tujuan: keluarga mampu mengenal
a. Perkembangan ibu hamil yang normal
b. Perkembangan ibu hamil yang menyimpang
c. keluarga mampu memberikan dukungan pada ibu hamil
d. keluarga mampu memberikan kebahagiaan dan motivasi pada ibu hamil

b. Tindakan keperawatan Keluarga


1. Jelaskan tentang perkembangan ibu hamil yang normal
2. Jelaskan tentang perkembangan ibu hamil yang menyimpang
3. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial ibu hamil serta cara
adaptasi
4. Bantu keluarga memberikan dukungan selama hamil dan setelah bersalin
5. Diskusikan dengan keluarga tentang pemeriksaan kesehatan selama kehamilan, minimal
empat kali selama kehamilan
6. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat
digunakan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan selama kehamilan dan proses
persalinan.

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“ Selamat pagi Ibu”.
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana keadaan Ibu hari ini ? bagaimana dengan kondisi kehamilan ibu sekarang?”
c. Kontrak
 Topik
”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap mengenai kondisi bu terkait dengan kehamilan ibu ?”
 Waktu
” Berapa lama ibu punya waktu untuk berbincang- bincang dengan saya ? Bagaimana kalau 20
menit ?”
 Tempat
”Dimana kita bisa berbincang-bincang ? Bagaimana kalau di ruang tamu ?”
 Tujuan
”Agar ibu dapat memhami kondisi kehamilan ibu, bagaimana perubahan bentuk tubuh yang akan
ibu alami, kemudian nutrisinya dan perawatan selama kehamilan Ibu”
2. Fase Kerja

”Mari bu kita membicarakan tentang kondisi kehamilan ibu dulu dan saat ini. Bagaimana
perasaan Ibu dan harapan ibu terhadap kondisi kehamilan dan perubahan tubuh yang
dirasakan saat ini?”
“baiklah bu, hal seperti itu memang sudah umum dan normal dialami oleh ibu hamil, oleh
karena itu kita perlu memahami penyebabnya agar ibu tidak salah memahami tentang
proses perubahan tubuh yang terjadi selama proses kehamilan”.
3. Fase Terminasi

a. Evaluasi
  Subyektif

“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berdiskusi tadi?”


 Obyektif

”Coba ibu sebutkan perubahan atau gejala apa saja yang biasa muncul pada
ibu hamil”?
b. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
”Baiklah Ibu, selanjutnya dipertemuan berikutnya kita akan membahas tentang
nutrisi selama kehamilan, bagaimana ibu?”
c. Kontrak yang akan datang
 Topik
”Baiklah Ibu, selanjutnya dipertemuan berikutnya kita akan membahas tentang
nutrisi selama kehamilan, bagaimana ibu?”
 Waktu
”Kalau begitu jam berapa kita akan bertemu untuk membahasnya?”
 Tempat
”Ibu mau dimana?”
Baik terimakasih sampaii jumpa dipertemuan yang akan datang..

us pada suatu waktu terhadap sejumlah kejadian (F.T Fisch Bach, 1991)
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna dkk. 2011. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC: Jakarta.
Yusuf., Fitriyasari, R., & Nihayati, H.E. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba Medika:
Jakarta.
Mannawi, Juwita. 2016. Asuhan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh pada Pasien
Splenomegali. FKUI: Jakarta
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA
USIA BAYI (0 – 1,5 TAHUN)

A. DEFINISI
Bayi merupakan didefinisikan pada keperawatan anak yaitu individu yang berusia 0 –
18 bulan yang sedang dalam proses tumbuh – kembang (Supartini, 2004) dan Pada usia
tersebut, Errikson menambahkan terjadi perkembangan psikososial dimana pada usia ini
bayi belajar terhadap kepercayaan dan ketidakpercayaan (Trust and Mistrust). Masa ini
merupakan krisis pertama yang dihadapi oleh bayi (Videbeck, 2008).

B. Karakteristik Perilaku
Karakteristik normal bayi : 0 – 18 bulan :
1. Menangis ketika ditinggalkan oleh ibunya
2. Menangis saat basah, lapar, haus, dingin, panas, sakit.
3. Menolak atau menangis saat digendong oleh orang yang tidak dikenalnya
4. Segera terdiam saat digendong, dipeluk atau dibuai
5. Saat menangis mudah dibujuk untuk diam kembali
6. Menyembunyikan wajah dan tidak langsung menangis saat bertemu dengan orang
yang tidak dikenalnya
7. Mendengarkan musik atau bernyanyi dengan senang
8. Menoleh mencari sumber suara saat namanya dipanggil
9. Saat diajak bermain memperlihatkan wajah senang
10. Saat diberikan mainan meraih mainan atau mendorong dan membantingnya.

C. Tahap Perkembangan
Menururt Whaley dan Wong (2000) dalam Supartini (2004) pertumbuhan sebagai
peningkatan jumlah dan ukuran sedangkan perkembangan adalah peningkatan secara
kualitas dimana terjadi peningkatan kapasitas individu untuk berfungsi yang dicapai melalui
proses pertumbuhan, pematangan, dan pembelajaran.
Perkembangan Psikososial Freud fase oral, fase anal, fase laten, dan fase genital,
menururt freud bayi usia 0 – 18 bulan masuk pada fase oral fase oral. Pada usia ini menurut
Freud, anak mulai sensitif terhadap seseorang yang memberikannya kasih sayang. Anak
mulai dapat mempercayai orang lain yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya. Tahap perkembangan yang lain oleh Erikson dalam Supartini (2004),
mengklasifikasikan menjadi lima tahap perkembangan psikososial yaitu, percaya versus
tidak percaya, otonomi versus rasa malu dan ragu, inisiatif versus rasa bersalah, industry
versus inferiority, dan identitas dan kerancuan peran. Tahap infant (sampai dengan 1 tahun)
dalam fase trust and mistrust, pada fase ini merupakan tahapan perkembangan yang sangat
penting karena pertama kalinya anak terbentuk rasa percaya kepada orang lain, yaitu
kepada orang tuanya sehingga jika pada usia 0 – 1 tahun orang tua tidak memperhatikan
tahap perkembangan ini, akan terjadi ketidakpercayaan anak pada orang lain.

D. PROSES TERJADINYA
1. Presdiposisi
a. Biologi
Faktor biologi merupakan faktor fisik dari bayi baik selama kehamilan sampai kelahiran.
Faktor yang mempengaruhinya yaitu:
1) Latar belakang Genetik : latar belakang bawaan normal, tidak memiliki latar
belakang penyakit yang menurun secara genetik.
2) Tidak ada riwayat kembar monozygot.: tidak ada riwayat penyakit
keturunan, riwayat terjadi kelainan kromosom 6,4,8,5,22 (seperti sindrom
down, sindrom turner)
3) Riwayat Prenatal baik : ibu selalu melakukan pemeriksaan kehamilan,
melakukan suntik TT
4) Riwayat intranatal dan postnatal baik: lahir secara spontan, tidak terjadi
asfiksia pada bayi, IRDS dan penyulit saat melahirkan. Pada post natal bayi
memiliki reflek hisap yang baik, pemberian ASI tidak mengalami hambatan.
5) Status nutrisi : Berat badan lahir tidak kurang dari 2500 gram
6) Tidak ada kelainan hormone
7) Riwayat kehamilan dan persalinan: ibu saat hamil menderita preklamsia,
kejang, hipertensi, saat lahir bayi BBLR dan lahir sebelum waktunya
8) Status Gizi: BB 5 bulan < 2 x BB lahir, BB 1 tahun < 3 x BB lahir dan TB 1
tahun< 1,5 x TB lahir
9) Kondisi kesehatan secara umum: riwayat imunisasi dasar
10)Penyakit Infeksi
b. Psikologis
1) Intelegensi/ ketrampilan verbal
Mampu mengoceh dan tertawa saat dibunyikan suara kerincingan.
Menengok ke arah sumber suara pada saat dipanggil namanya.
Kecerdasan dimiliki anak sejak lahir, anak yang memiliki tingkat
kecerdasan yang tinggi dapat di dorong oleh stimulus lingkungan untuk
berprestasi secra cemerlang.
2) Moral
Perkembangan moral anak yang dikemukakan Kohlberg didasarkan pada
perkembangan kognitif anak, pada infant masuk kedalam fase
preconventional anak belajar baik, dan buruk atau benar dan salah melalui
budaya sebagai dasar dalam peletakan nilai moral (Supartini, 2004). Peran
orang tua yang menjadi panutan moral bayi saat berbicara dengan bayi.
3) Kepribadian
Infant memiliki respon dengan menangis saat terjadi ketidaknyamanan
pada dirinya, contohnya popok basah,lapar dan lain sebagainya.
4) Pengalaman masa lalu
Pengalaman saat intranatal, prenatal, dan post natal, pada fase ini apakah
kehamilan diinginkan, terjadi trauma, apakah bayi mendapat perhatian dari
ibunya seperti IMD
5) Konsep diri
Mulai tidak mempercayai, membedakan diri dari lingkungan.
6) Motivasi
Tersenyum saat ada yang mengajak bercanda, memeluk dan mencium
7) Self control
Bayi mulai mengenal orang – orang terdekatnya yang menjadi
kepercayaan, sehingga jika diajak oleh orang lain dia akan merespon
menangis, karena merasa asing.
c. Sosial budaya
1) Usia : 0 – 18 bulan
2) Gender : laki – laki / perempuan
3) Status sosial: anak kandung, anak adopsi
4) Latar belakang budaya: Ras/suku bangsa kulit putih mempunyai
pertumbuhan somatik lebih tinggi daripada bangsa Asia
5) Pengalaman sosial: digandeng, dipeluk dan dibuai saat menangis menjadi
senang, Diberi makan dan minum jika haus dan lapar, diselimuti jika
kedinginan, diajak bermain dan berbicara
6) Peran sosial: bayi diterima sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
7) Agama dan Keyakinan : apakah gama yang diikuti bayi sama dengan kedua
orang tuanya atau dengan orangtua yang berbeda agama
2. Presipitasi
a. Natural
1) Biologi
 Pemberian ASI Esklusif
 Nutrisi gizi seimbang
 Makanan tambahan diberikan setelah bayi berusia 6 bulan
 Makanan padat diberikan setelah usia 12 bulan
 BB bayi sesuai dengan TB: BB 5 bulan = 2 x BB lahir, BB 1 tahun 3 x BB
lahir
2) Psikologis
Keluarga memperlakukan bayi dengan penuh kasih sayang, menyebut
dengan panggilan sayang, memberikan respon saat bayi melakukan sesuatu
Menunjukkan rasa cinta, kasih sayang dan rasa aman pada bayi
 Sering mengajak anak berbicara dengan lembut, panggil bayi dengan
namanya
 Sering memeluk dan mencium anak’
 Membuai, menimang dan menidurkan anak dan membacakan cerita
 Membujuk ketika bayi rewel
 Sering mengajak anak bermain
 Memperlihatkan gambar yang lucu dan menarik
 Mengajak melihat dirinya dikaca
 Pada saat bayi menangis segera mencari tahu kebutuhan dasar yang
terganggu (lapar, haus, basah dan sakit)
3) Sosial budaya
 Eksternal : Cuaca, keadaan geografis, struktur bangunan, ventilasi baik
kepadatan hunian layak, lingkungan memberikan pengaruh terhadap
perkembangan anak
 Internal : Keluarga merasa bangga dan menerima bayi dalam
keluarganya dengan mengajaknya mengenal lingkungan, bersalaman,
dan mengenalkan dengan orang lain.
b. Origin
1) Internal: Anak senang dan gembira menerima stimulasi dan pertumbuhan
perkembangan sesuai usia
2) Eksternal: Pola asuh diikuti oleh fasilitas dan pelayanan yang memadai
c. Timing
Stimulasi disesuaikan dengan usia bayi, sehingga pencapaian perkembangannay
sesuai jangan sampai lebih lambat dalam menstimulasi.
d. Number
Semakin sering stimulasi dilakukan semakin baik bagi perkembangan anak, dan
disesuaikan dengan usia anak.

E. Tanda dan Gejala


1. Aspek Motorik
a. Motorik Kasar
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Menggerakkan kepala kekiri/kanan.
 Mengangkat tangan kewajahnya
 Menendang dan meluruskan kaki jika telentang
 Mendekatkan kedua tangan
2) Usia 6 – 9 Bulan
 Duduk tanpa bantuan
 Mengangkat kepala
 Melonjak
 Berdiri dengan bantuan
3) Usia 9 – 12 Bulan
 Merangkak
 Berjalan dengan bimbingan
 Membungkuk
4) Usia 12 – 18 Bulan
 Menyusun dua kotak
 Memasukkan kubus dalam dua kotak
b. Motorik Halus
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Bereaksi terhadap bunyi
 Mengikuti benda dengan mata
 Senyum
2) Usia 6 – 9 Bulan
 Memegang dan memasukkan benda
 Membuat bunyi-bunyian
 Mencari mainan
3) Usia 9 – 12 Bulan
 Menggambar
 Menyusun balok
4) Usia 12 – 18 Bulan
 Menyusun dua kotak
 Memasukkan kubus dalam dua kotak
2. Aspek Kognitif
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Mengenal orang yang dekat/familiar
 Mulai berusaha mencari benda yang hilang
 Menendang saat lapar
2) Usia 6 – 12 Bulan
 Menunjukkan gambar
 Mengulang kata-kata
 Menunjuk bagian-bagian tubuhnya
3) Usia 12 – 18 Bulan
 Mengikuti perintah sederhana
 Meniru kegiatan orang lain
3. Aspek Bahasa
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Mengoceh spontan
 Mulai menggumam
2) Usia 6 – 12 Bulan
 Mengeluarkan suara tanpa arti
 Mencari sumber suara
 Menirukan kata-kata
3) Usia 12 – 18 Bulan
 Dapat mengatakan lima sampai sepuluh kata
4. Aspek Emosi
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Terpenuhinya kebutuhan rasa aman dan nyaman
 Mengenal lingkungan diluar rumah
2) Usia 6 – 12 Bulan
 Terpenuhinya rasa aman dan nyaman
 Mengenal lingkungan diluar rumah
3) Usia 12 – 18 Bulan
 Memperlihatkan rasa cemburu dan bersaing
5. Aspek Kepribadian
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Melihat diri didepan kaca
 Terpenuhinya kebutuhan rasa nyaman
2) Usia 6 – 12 Bulan
 Berusaha meraih mainan
 Terpenuhinya kebutuhan rasa nyaman
3) Usia 12 – 18 Bulan
 Mengekspresikan rasa takut dan malu
6. Aspek Moral
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Menggunakan tangan kanan dalam memberikan sesuatu dengan arahan orang
lain
 Menggunakan tangan kanan dalam menerima sesuatu dengan arahan orang
lain
2) Usia 6 – 12 Bulan
 Menggunakan tangan kanan saat makan
 Menggunakan tangan kanan saat memberikan sesuatu
 Menggunakan tangan akan saat menerima sesuatu
3) Usia 12 – 18 Bulan
 Menggunakan tangan kanan saat makan
 Menggunakan tangan kanan saat memberikan sesuatu
 Menggunakan tangan akan saat menerima sesuatu
7. Aspek Spiritual
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Tampak nyaman dan mendengarkan ketika ibunya membacakan kitab suci
 Tampak nyaman ketika dibacakan doa
2) Usia 6 – 12 Bulan
 Tampak memperhatikan dan mendengarkan ketika ibunya membacakan kitab
suci
 Tampak senang ketika dibacakan doa makan
3) Usia 12 – 18 Bulan
 Tampak memperhatikan dan mendengarkan ketika ibunya membacakan kitab
suci
 Tampak senang ketika dibacakan doa makan
8. Aspek Psikososial
1) Usia 0 – 6 Bulan
 Tumbuhnya kemampuan sosialisasi
 Senang / nyaman ketika diberikan pujian
2) Usia 6 – 12 Bulan
 Bisa bermain ciluk ba
 Menoleh ketika dipanggil namanya
3) Usia 12 – 18 Bulan
 Mengeksplorasi sekeliling rumah

F. Sumber Koping
1. Personal
a. Masa intrauterin baik, tidak ada gangguan
b. perkembangan normal (sehnat)
c. Senang menerima stimulasi
d. Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
2. Sosial
a. Orangtua lengkap dan motivasi tinggi untuk stimulasi perkembangan.
b. Sanitasi lingkungan baik.
c. Masyarakat di sekitarnya baik (aturan, norma, agama dan pendidikan)
d. Orangtua mengetahui cara menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan
sesuai usia anak.
3. Materia Asset
a. Orangtua bekerja, sosial ekonomi memadai
b. Sarana dan prasarana tersedia sesuai dengan usia perkembangan
c. Positif belief : terhadap kesembuhannya dan layanan kesehatan

G. Mekanisme Koping
1. Konstruktif
Berespon terhadap stimulus yang datang secara tepat, menangis jika kebutuhan
dasar tidak terpenuhi
2. Destruktif
Sering menangis hingga berontak ketika digendong, dan regreasi dan sering
mengompol

H. Pathway
Rasa Percaya

Terpenuhinya tugas dan perkembangan usia 0 – 18 Bulan

Kesiapan peningkatan perkembangan rasa percaya pada anak usia infant

Pengetahuan keluarga efektif

I. Pengkajian Asuhan Keperawatan


1. Identitas pasien. Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, agama, informan,
tanggal pengkajian , alamat pasien.
2. Keluhan utama
Kelihan utama bila ada, mungkin menangis terus dan sebagainya
3. Status pertumbuhan dan perkembangan
Dilihat sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan, apakah sudah sesuai
atau tidak sesuai dengan umurnya sekarang.
a. Fisik
b. Psikososial
c. Psikosexual
d. Kognitif
e. Moral
4. Faktor Presdiposisi
a. Faktor biologis
 Riwayat dan perilaku ibu selama dikandungan (ante, intra, post)
 Riwayat imunisasi
 Riwayat terpapar gas beracun
 Riwayat gangguan tidur/istirahat
 Riwayat status gizi
 Riwayat hospitalisasi
 Riwayat gangguan hormonal
 Riwayat penggunaan zat
 Riwayat kehamilan ibu
b. Faktor psikologis
 Motivasi keluarga
 Pertahanan psikologi bayi : menangis ?
 Pengalaman masala lalu ibu terkait bayi/anaknya (yang tidak
menyenangkan)
 Konsep diri ibu
c. Faktor-faktor sosialbudaya
 Riwayat pendidikan keluarga
 Pendapat keluarga
 Riwayat pekerjaan keluarga
 Riwayat interaksi sosial keluarga
 Peran sosial keluarga
 Latar belakang budaya keluarga
 Pertentangan nilai budaya yang berhubungan dengan perawatan
 Keyakinan/agama yang dianut keluarga
 Pandangan dan nilai yang dianut
 Kegiatan ibadah yang dilakukan
5. Faktor Presispitasi
a. Faktor biologis
Imuniassi, nutiris, latihan motorik kasar/halus
b. Faktor psikologis dan sosial budaya
 Psikosexual
(0-1,5 th) Pemenuhan kepuasan fase oral
 Psikososial
(0-1,5 th) Membangun rasa percaya: mambantu anak bila minta
pertolongan
c. Kognitif
0-2 th : Merangsang sensori
d. Moral
6. Penilaian Terhadap Stressor
a. Respon kognitif
b. Respon afektif
c. Respon fisiologi
d. Perilaku yang tampak
7. Sumber Koping
a. Kemampuan Personal
b. Dukungan sosial
c. Aset Materia
d. Keyakinan
8. Mekanisme Koping

J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :
1. Kesiapan Peningkatan perkembangan bayi
K. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
KEP.
Kesiapan TUM : Setelah diberikan askep selama Bina hubungan saling percaya dengan Pada penelitian Sumangkut
Peningkatan Kognitif : ... menit dalam ..x pertemuan mengungkapkan prinsip komunikasi (2019) menyatakan bahwa
perkembang 1. Mengembangka diharapkan TU dan TUK dapat therapeutic : komunikasi antarpribadi bagi
an bayi n kemampuan tercapai dengan kriteria hasil : 1. Sapa pasien dengan ramah dan baik secara perawat sangat berperan
berbicara/berbh 1. bayi tidak menangis verbal dan non verbal. penting dalam menangani
as 2. Menunjukan rasa senang 2. Perkenalkan diri dengan sopan. dan merawat pasien gangguan
2. Berespon 3. Ada kontak mata 3. Tunjukkan sikap empati dan menerima jiwa. Komunikasi antarpribadi
terhadap bunyi 4. Bayi dapat digendong pasien apa adanya. yang
atau suara 4. Beri perhatian pada pasien dilakukan perawat dalam
3. Mengenal dan 5. Lakukan dengan halus dan lembut menangani dan merawat pasie
embedakan 6. Berikan posisi mengendong yang nyaman gangguan jiwa yaitu
orang-orang di dan aman menggunakan komunikasi
sekitarnya terapeutik sehingga akan
Psikomotor & terjalan BHSP antara perawat
afektif : dan pasien. bila BHSP sudah
1. Bayi mampu terbentuk maka akan
mengembangka bermanfaat dalam :
n kemampuan 1. memberikan informasi
motoriknya atau pesan antara
2. Bayi mampu perawat dengan pasien
mengekspresika gangguan jiwa yang
n perasaan efektif
sebagai respon 2. hubungan yang baik
terhadap antara perawat dengan
stimulus pasien gangguan jiwa
TUK 1 : 3. kepercayaan antara
Pasiendapat membina perawat dengan pasien
hubungan saling gangguan jiwa
percaya Setelah diberikan askep selama 1. Usia 0 – 6 Bulan 4. menghilangkan rasa
... menit dalam ..x pertemuan  Ajak bayi berbicara kecurigaan pasien
diharapkan TU dan TUK dapat  Panggil bayi sesuai dengan namanya terhadap perawat.
tercapai dengan kriteria hasil :  Ajak bayi bermain (bersuara lucu, Sehingga asuhan keperawata
1. Bayi menjawab atau benda berbunyi) dapat efektif diberikan pada px
TUK 2 : berespon terhadap ajakan 2. Usia 6 – 12 Bulan
 Melatih kognitif bicara  Latih bayi untuk mengucapkan Stimulasi sangat pentin
pasien 2. Bayi bermain perkataan yang terdiri dari 2 suku dilakukan kepada ba
3. Bayi e=menoleh saat katayang sama Stumulasi biasa dilakukan pad
dipanggil  Segera menggendong, memeluk dan usia dini ini bertujuan untu
4. Bayi dapat berkata 2 suku membuai bayi saat bayi menangis meningkatkan kognit
kata  Ajak bayi berbicara psikomotor, dan afektif ba
sesuai dengan usiany
 Panggil bayi dengan namanya
sehingga perkembangan da
 Ajak bayi bermain (suara lucu,
pertumbuhan tidak telat ata
bunyi”an)
sesuai. Menurut Chamida
3. Usia 12 – 18 Bulan
(2009) pertumbuhan da
 Latih bayi untuk menyebutkan nama-
perkembangan anak usia 0
nama bagian tubuhnya
tahun masuk dalam masa yan
 Latih bayi untuk mengucapkan
paling penting atau bias
perkataan yang terdiri dari 2 suku kata
disebut golden age perio
 Ajjak bayi berbicara sehingga diperlukan adany
 Panggil bayi sesuai namanya deteksi dini pertumbuhan da
 Ajak bermain (bersuara lucu, benda perkembangan serta da
berbunyi) stimulasi perkembangan pad
anak usia 0-5 tahun. Stimula
Setelah diberikan askep selama yang diberikan dap
... menit dalam ..x pertemuan 1. Usia 0 – 6 Bulan menstimulasi otak anak untu
diharapkan TU dan TUK dapat  Latih bayi megangkat kepala/melihat menghasilkan hormon-hormo
tercapai dengan kriteria hasil : perawat yang diperlukan dala
TUK 3: 1. Bayi dapat mmelakukan  Latih, bayi membalikkan badan dari perkembangannya. Stimula
 Melatih sesuai dengan psikomotor telenntang ke telungkup sampai bayi yang diberikan dapat bersif
Psikomotor & diusianya dapat membalikkan badannya sendiri mudah dan sederhana as
afektif pasien 2. Bayi dapat berekspresi  Latih bayi menggam benda/mainan rutin, seperti mengajak bicar
seperti menangis, memilih  Segera menggendong, memeluk bayi melatih bergerak, bermain da
makanan/gambar/mainan saat bayi menangis sebagainya sesuai dengan us
dsb  Ajak bayi bermain (menggerakan masing-masing anak.
3. Bayi bermain benda, memperlihatkan enda berwarna
menarik dan ajarkan untuk memilih)
2. Usia 6 – 12 Bulan
 Latih bayi membungkukkan badan
tanpa berpengangan
 Latih bayi merangkak, berdiri,
berkalan dengan berpengangan dan
berjalan sendiri
 Segera menggendong, memeluk
bati saat bayi menangis
 Ajak bayi bermain (menggerakan
benda, memperlihatkan enda
berwarna menarik dan ajarkan untuk
memilih)
 Pangku dan perhatikan saat
menyusui dan memberi makan
3. Usia 12 -18 Bulan
 Latih bayi berjjalan, menangkap
bola, menenda bola, berjalan naik
turun tangga
 Latih bayi menumpuk balok
 Ajak bayi bermain
TUK 4: Setelah diberikan askep selama 1. Jelaskan perkemangan bayang harus Keluarga merupakan oran
 Keluarga/penga ... menit dalam ..x pertemuan dicapai bayi terdekat dengan pasie
suh/care giver diharapkan TU dan TUK dapat 2. Jelaskan cara memfasilitasi perkemabgan dikarenakan itu yang dap
dapat mengerti, tercapai dengan kriteria hasil : rasa percaya diri bayi selalu memberikan stimula
memfasilitasi, 1. Keluarga mengerti 3. Latih cara menstimulasi perkembagan rasa dan deteksi dini pada ba
melatih/menstim perkembangan yang harus percaya diri bayi adalah ibunya sendiri ata
ulasi dicapai bayi 4. Latih keluarga menciptakan suasana keluarganya sendiri sehingg
perkembangan 2. Keluarga keluarga yang menstimulasi sangat pentin
bayi sesuai memfasilitasi.melatih/mensti perkemabganan rasa percaya bayi eluarga/pengasuh untu
umurnya mulasi perkembaganan bayi 5. Diskusikan tanda penyimpangan mengetahui perkemangan da
3. Keluarga dekat dengan bayi perkemabgan dan cara mengatasinya pertumbuhan yang sesu
6. Motivasi kedekatan pengasuh/keluarga dengan umur serta melatih ata
dengan bayi menstimulasi perkemanga
bayi/anak sesuai dengan umur
L. Implementasi Keperawatan
1. Strategi Pelaksanaan (SP)

PASIEN KELUARGA

1. Melakukan pengkajian sesuai 1. Diskusikan masalah yang dihadapi oleh


dengan format pengkajian keluarga
2. Melihat pertumbuhan dan 2. Jelaskan perkembangan yang harus
perkembangan bayi dicapai bayi
3. Menentukan apakah terdapat 3. Diskusikan tanda penyimpangan
penyimpangan pertumbuhan dan perkemabganan dan cara mengatasinya
perkemangan bayi sesuai dengan 4. Latih cara menstimulasi perkembangan
usianya bayi dalam hal kognitif sesuai dengan
4. Melatih perkembangan bayi usia bayi sekarang
dalam hal kognitif sesuai dengan
usianya

1. Evaluasi kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kegiatan yang sudah dilakukan


dilakukan. sebelumnya
2. Melatih psikomotor dan afektif 2. Latih cara menstimulasi perkemangan
bayi sesuai dengan usia bayi bayi dalam hal psikomot dan afektif
sekarang sesuai dengan usia bayi
STRATEGI PELAKSANAAN SP-1 KELUARGA : MENJELASKAN PERILAKU BAYI
YANG NORMAL DAN MENYIMPANG SERTA CARA MENSTIMULASINYA

A. Kondisi Pasien

B. Diagnosa Keperawatan

Kesiapan peningkatan perkembangan infant


C. Tujuan

1. Keluarga dapat menjelaskan perilaku yang menggambarkan perkembangan


normal dan menyimpang

2. Keluarga dapat menjelaskan cara menstimulasi perkembangan anaknya

3. Keluarga dapat mendemonstrasikan cara menstimulasi perkembangan anaknya

4. Keluarga mampu merencanakan tindakan untuk menstimulasi perkembangan


anaknya

D. Tindakan Keperawatan

Tugas perkembangan yang normal : rasa percaya


Tindakan keperawatan :
1. Jelaskan pengertian perkembangan psikososial, karakteristik perilaku bayi yang
normal dan menyimpang

2. Jelaskan cara memupuk rasa percaya bayi pada ibu/ keluarga

 Panggil bayi sesuai nama


 Berespon secara konsisten terhadap kebutuhan bayi
 Susui segera saat bayi nangis
 Ganti popok/ celana jika basah/ kotor
 Lindungi dari bahaya jatuh
 Kurangi stres bayi dengan cara merawat bayi dengan penuh kasih
sayang, memeluk, menggendong, mengeloni dengan tulus dan
sepenuh hati
 Berikan lingkungan yang aman dan nyaman bagi bayi
 Ajak bayi bermain
 Ajak bayi bicara saat merawatnya
 Segera bawa ke pelayanan kesehatan terdekat jika terdapat masalah
kesehata (sakit)

3. Demonstrasikan cara memupuk rasa percaya bayi

Jika ibu akan pergi, jelaskan dan katakan akan kembali. Pada saat kembali,
jelaskan bahwa ibu menepati janji
4. Rencanakan tindakan untuk memupuk rasa percaya bayi
Tugas penyimpangan pengembangan : rasa tidak percaya
Tindakan keperawatan :
1. Informasikan penyebab rasa tidak percaya bayi
2. Ajarkan cara menjalin hubungan saling percaya dengan bayi
 Penuhi kebutuhan dasar : makan, minum, kebersihan, BAB/BAK, istirahat/
tidur, bermain.
 Penuhi rasa aman dan nyaman : lindungi bayi dari rasa sakit atau panas,
cedera (jatuh), tidak membiarkan sendirian, berikan kasih sayang
3. Segera bawa ke pelayanan kesehatan saat bayi sakit

E. Strategi Pelaksanaan

1. Orientasi

“selamat pagi Ibu. Saya perawat Riri dari puskesmas Pauh. Saya merupakan
mahasiswa praktek profesi ners dari fkep Unand. Nama Ibu siapa? Biasa dipanggil
apa? Bagaimana kondisi bayi Ibu? Siapa namanya? Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang tentang perkembangan bayi Ibu? Berapa lama Ibu punya waktu?
Bagaimana kalau 30 menit? Dimana kita akan bicara? Di ruangan ini saja? Baiklah
bu.”
2. Kerja

“Apakah menurut Ibu merawat bayi itu penting? Mengapa? Betul sekali. Selain itu
dengan merawat bayi secara baik dan benar, bayi akan merasa nyaman dan nyaman
sehingga memupuk rasa percaya bayi terhadap lingkungan, karena jika tidak bayi
akan mengalami rasa tidak percaya dan akan menghambat perkembangan
seterusnya.
“Perkembangan utama bayi adalah dapat memupuk rasa percaya, artinya bayi harus
dapat memercayai orang sekitar, khususnya itu karena pada usia ini bayi sangat
bergantung pada orang lain. Beberapa perilaku yang menandakan bayi mempunyai
rasa percaya adalah bayi bereaksi senang ketika ibunya datang, memperhatikan/
memandang wajah orang yang mengajak bicara dan mencari suara orang yang
memanggil namanya, bayi tidak langsung menangis saat bertemu orang asing, atau
bayi akan menangis saat lapar, haus, sakit dan gerah. Apakah bayi Ibu berperilaku
seperti ini? Kalau begitu Ibu merawatnya dengan baik. Supaya perkembangan bayi
lebih baik lagi, Ibu harus selalu memenuhi kebutuhannya, seperti makan, minum,
tidur, kebersihan, tidak nyeri, tidak kepanasan, merasa dicintai dan disayangi oleh
ibunya. Ibu juga harus mengajaknya berbicara dan jangan memperhatikan hal lain
saat menyusui atau merawatnya karena dapat menyebabkan bayi merasa tidak
diperhatikan. “
“Apakah ibu memperhatikan bagaimana perilaku bayi setelah makan atau disusui?
Itu mennadakan ia sangat senang dan nyaman. Kalau itu berlangsung terus sampai
berusia 1,5 tahun, bayi akan mempunyai rasa percaya pada lingkungan. Rasa
percaya ini akan membuat bayi jadi mudah bergaul dengan orang lain setelah besar
nanti. Sebaliknya jika kebutuhan tadi tidak terpenuhi, bayi akan mudah rewel, sulit
berpisah dengan ibunya, dan menjerit-jerit jika berpisah dengan ibu atau sulit
berhenti menghisap jempol/ empeng. Jika hal itu terjadi ibu harus membuat bayi
percaya lagi dengan cara memenuhi semua kebutuhan dasar bayi, menjaga agar
bayi merasa nyaman, diperhatikan, dicintai, dan disayang oleh orang sekitar.
Menurut ibu, bayi Ibu termasuk yang mana? Bagus sekali, Ibu sudah dapat membuat
bayi percaya.”
Mari kita coba lakukan ke anak ibu. Coba panggil namanya. Bagus, lihat bu,
mukanya gembira saat ibu panggil dan ibu gendong. Coba saya gendong. Mari dek
sama ibu. : (sambil mengulurkan tangan), “Lihat bu, dia lihat dulu muka saya dan
tidak mau saya gendong. Ini normal Bu karena dia baru pertama kali bertemu saya
dan tidak boleh dipaksa. Nanti kalau sudah kenal dan percaya pada saya, dia akan
mau.”

3. Terminasi

a. Evaluasi

“Nah Bu, kita sudah berbincang-bincang tentang perkembangan bayi normal dan
menyimpang. Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Bermanfaat? Apakah Ibu
masih ingat bagaimana cara merawat bayi supaya ia berkembang lebih baik lagi?
Betul sekali. Bagus, Ibu sudah mengingat dengan baik. Apakah masih ada hal
lain yang ingin Ibu ketahui? Kalau begitu, Ibu dapat mencoba beberapa cara
yang belum dilakukan selama ini dan pada pertemuan berikutnya seritakan
kepada saya. Saya dapat kesini lagi besok. Adakah yang ingin Ibu ketahui lagi
dan dapat dibicarakan besok? Kalau begitu, besok kita akan bicarakan tindakan
yang Ibu lakukan dan bagaimana mempertahankannya. Baiklah, saya permisi
dulu Bu. Sampai jumpa.”
STRATEGI PELAKSANAAN SP-2 KELUARGA : MENDEMONSTRASIKAN DAN
MELATIH KELUARGA UNTUK MENGEMBANGKAN RASA PERCAYA BAYI TERHADAP
ORANG LAIN

A. Kondisi Pasien

B. Diagnosa Keperawatan

Kesiapan peningkatan perkembangan infant


C. Tujuan

1. Keluarga dapat menjelaskan perilaku yang menggambarkan perkembangan


normal dan menyimpang

2. Keluarga dapat menjelaskan cara menstimulasi perkembangan anaknya

3. Keluarga dapat mendemonstrasikan cara menstimulasi perkembangan anaknya

4. Keluarga mampu merencanakan tindakan untuk menstimulasi perkembangan


anaknya

D. Tindakan Keperawatan

Tugas perkembangan yang normal : rasa percaya


Tindakan keperawatan :
1. Jelaskan pengertian perkembangan psikososial, karakteristik perilaku bayi yang
normal dan menyimpang

2. Jelaskan cara memupuk rasa percaya bayi pada ibu/ keluarga

 Panggil bayi sesuai nama


 Berespon secara konsisten terhadap kebutuhan bayi
 Susui segera saat bayi nangis
 Ganti popok/ celana jika basah/ kotor
 Lindungi dari bahaya jatuh
 Kurangi stres bayi dengan cara merawat bayi dengan penuh kasih
sayang, memeluk, menggendong, mengeloni dengan tulus dan
sepenuh hati
 Berikan lingkungan yang aman dan nyaman bagi bayi
 Ajak bayi bermain
 Ajak bayi bicara saat merawatnya
 Segera bawa ke pelayanan kesehatan terdekat jika terdapat masalah
kesehata (sakit)

3. Demonstrasikan cara memupuk rasa percaya bayi

Jika ibu akan pergi, jelaskan dan katakan akan kembali. Pada saat kembali,
jelaskan bahwa ibu menepati janji
4. Rencanakan tindakan untuk memupuk rasa percaya bayi
Tugas penyimpangan pengembangan : rasa tidak percaya
Tindakan keperawatan :
1. Informasikan penyebab rasa tidak percaya bayi
2. Ajarkan cara menjalin hubungan saling percaya dengan bayi
 Penuhi kebutuhan dasar : makan, minum, kebersihan, BAB/BAK, istirahat/
tidur, bermain.
 Penuhi rasa aman dan nyaman : lindungi bayi dari rasa sakit atau panas,
cedera (jatuh), tidak membiarkan sendirian, berikan kasih sayang
3. Segera bawa ke pelayanan kesehatan saat bayi sakit

E. Strategi Pelaksanaan

1. Orientasi

“Selamat pagi Ibu. Apakah ibu sudah mencoba cara merawat anak yang kita
bicarakan minggu lalu? Bagaimana hasilnya? Hari ini kita akan membahas cara
menstimulasi anak, sekaligus mendemonstrasikannya. Dimana anak ibu? Dapatlah
dibawa kesini? Berapa lama kita akan berbincang-bincang? 15-20 menit? Dimana
enaknya bu? Disini saja? Baiklah kalau begitu.”
2. Kerja

“Sesuai dengan petunjuk di leaflet ini, cara menstimulasi perkembangan bayi adalah
memberi rasa aman dan nyaman bagi bayi. Cara yang dapat Ibu lakukan untuk
membuat bayi merasa aman dan nyaman adalah menyusui, memandikan secara
teratur, membersihkan kotoran atau kencing, menjaga agar tidak kegerahan,
memeluk menggendong, membuai, mengajaknya bicara, menjaga agar tidak jatuh
atau cedera. Apakah Ibu sudah melakukan semua itu? Tindakan mana yang belum
Ibu lakukan? Apakah ada kesulitan untuk melakukannya? Apa yang sudah Ibu
lakukan untuk mengatasinya? Dapatkah ibu perlihatkan bagaimana cara Ibu
menyusui bayi Ibu? Bagus. Cara Ibu menyusui sudah betul, hanya akan lebih baik
lagi jika perhatian dan konsentrasi Ibu hanya tertuju pada bayi atau sambil berbicara
perlahan. Coba sekarang fokuskan pikiran dan hati ibu pada bayi. Senyum dan ajak
bicara perlahan. Bagus, Ibu sudah melakukannya dengan baik. Jadi saat menyusui
kita fokus pada bayi, tidak sambil mengerjakan hal lain. Hal lain yang harus dilakukan
adalah lebih menjaga kebersihan dan kemanannya. Berkomunikasi baik verbal
maupun nonverbal juga sangat mempengaruhi rasa aman bayi.”

3. Terminasi

“Nah Bu, kita sudah berbincang-bincang tentang cara membuat bayi merasa
percaya pada lingkungan.. Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apakah bermanfaat?
Alhamdulillah kalau begitu. Apakah Ibu masih ingat bagaimana cara merawat bayi
supaya ia berkembang lebih baik lagi? Betul sekali. Bagus, Ibu sudah mengingat
dengan baik. Apakah masih ada hal lain yang ingin Ibu ketahui? Kalau begitu, Ibu
dapat mencoba beberapa cara yang belum dilakukan selama ini dan pada
pertemuan berikutnya ceritakan kepada saya. Saya dapat kesini lagi besok. Adakah
yang ingin 1Ibu ketahui lagi dan dapat dibicarakan besok? Kalau begitu, besok kita
akan bicarakan tindakan yang Ibu lakukan dan bagaimana mempertahankannya.
Baiklah, saya permisi dulu Bu. Sampai jumpa.”
DAFTAR PUSTAKA

Chamidah, A. N. (2009). Pentingnya Stimulasi Dini Bagi Tumbuh Kembang Otak Anak.
Talkshow Tumbuh Kembang Dan Kesehatan Anak, 1–7.

Keliat, B.A, Wiyono, Akemat. P.W dan Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus Gangguan
Jiwa CMHN (Intermediate Course). Cetakan I. Jakarta: EGC

Stuart,Gail W. (2013). Priciples & Practice of Psychiatric Nursing ed.9. Philadelphia: Elsevier
Mosby

Sumangkut, C. E. (2019). Peran Komunikasi Antar Pribadi Perawat Dengan Pasien


Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Ratumbuysang Manado. E-Journal Universitas Sam
Ratulangi. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Supartini, Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC

Townsend. M.C, (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri Rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Videbeck, S.J.( 2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC

Wong, et all.(2002). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Ed.6, vol 1 alih bahasa :Agus
Sutarna, Netty Juniarti, H.Y.Kuncara. Jakarta:EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA
USIA BALITA (1,5 – 3 TAHUN)

A. Perkembangan Psikososial (Erik H Erikson)


1. Kepercayaan Dasar Vs Kecurigaan dasar (awal pra kanak-kanak (0-2 th)
Pada usia ini anak sangat tergantung pada ibu atau orang yang dianggap ibu.
Ibu menjadi sumber kasih sayang dan memenuhi kebutuhan anak. Ibu selalu
diharapkan keberadaannya pada saat dibutuhkan. Ibu menjadi figur dipercaya dan
diandalkan. Apabila fase ini berhasil dilalui dengan baik, anak akan mengembangkan
keperyaan kepada orang lain dan dirinya, dia akan belajar menerima dan pemberi.
Sebaliknya apabila ibu menarik diri, dia tidak ada saat dibutuhkan, atau ibu terlalu
cepat atau mendadak menyapih atau meninggalkan anak, ataupun sering
membentak, memaki, memukul, apalagi sampai menelantarkan anak akan
mengembangkan ketakutan akan isolasi; kecemasan kehilangan ibu, muncul
kecurigaan, ketidakpercayaan kepada diri dan lingkungan disekitarnya (distrust).

2. Otonomi Vs rasa malu dan ragu-ragu (akhir masa pra kanak-kanak, sekitar 2-4 th)
Pada fase ini anak mulai belajar untuk berdiri sendiri (otonomi). Untuk itu
orang tua diharapkan dapat bertindak tegas tetapi melindungi, mendukung dan
memberi kesempatan keinginan otonomi serta melindungi dari keraguan dan rasa
bersalah. Apabila fase ini berhasil dilalui dengan baik, anak akan mengembang
otonomi, dengan memandang diri sebagai pribadi yang terpisah dari orang tua, tapi
masih tergantung. Sebaliknya apabila gagal anak akan mengembangkan rasa malu
dan ragu, merasa diri tidak mampu dan meragukan diri sendiri. Enggan belajar
keterampilan dasar, seperti berjalan dan berbicara serta ada ingin menyembunyikan
ketidakmampuannya.

Menurut ki fudyartanta. 2012. Periode otonomi vs perasaan malu dan keragu-raguan


1. Kualitas ego yang timbul :
Teori psikososial menamakan tahap perkembangan manusia dengan tahap
maskular-anal dalam tema psikososial, yang intinya adalah tumbuhnya otonomi vs
perasaan malu dan keragu-raguan. Bandingkan dengan teori freudianisme adalah
fase anal. Pada tahap maskular-anal ini anak mempelajari :
a. Apakah yang diharapkan dari dirinya
b. Apakan kewajiban-kewajiban dan hak-haknya
c. Apakah pembatasan-pembatasan yang dikenakan pada dirinya
Dalam masa maskular-anal ini kanak-kanak menghadapi pengalaman-
pengalaman baru dan berorientasi pada kegiatan-kegiatan, maka ada sejenis
tuntutan ganda pada kanak-kanak, yakni :
a. Tuntutan untuk mengontrol dirinya sendiri
b. Tuntutan untuk menerima kontrol dari orang lain
Karena bayi sudah bertambah besar dan kuat, yakni telah menjadi kanak-
kanak, maka sudah kodrat bahwa anak-anak mempunyai banyak gerak dan
kemauan-kemauan. Untuk mengendalikan sifat penuh kemauan anak, maka orang
tua dan orang dewasa lainnya bertindak :
a. Akan memanfaatkan kecendrungan universal pada manusia untuk merasa
malu.
b. Mendorong anak untuk mengembangkan rasa otonomi dan akhirnya mandri.
c. Dalam mengontrol anak-anak orang-orang dewasa harus benar-benar bersikap
membombong, artinya memberi bimbingan sambil menberi pujian yang
membesarkan hari anak-anak untuk mampu berbuat sesuatu.
d. Mendorong anak-anak untuk mengalami situasi situasi yang menuntut otonomi
dalam melakukan pilihan bebas.
e. Tidak boleh terlalu berlebihan dalam menanamkan rasa malu. Hal ini penting
untuk menghindari :
1) Anak-anak tidak memiliki rasa malu atau memaksanya mencoba
melarikan diri dari hal-hal dengan berdiam diri.
2) Anak-anak tidak berterus terang, tidak suka berbohong.
3) Anak-anak senang bertindak serba diam-diam.
Dalam fase otonomy Vs rasa malu dan ragu, juga berkembang kebebasan
pengungkapan diri dan sifat penuh kasih sayang. Bangkitnya rasa mampu
pengendalian diri pada anak-anak untuk menumbuhkan rasa kemauan baik dan
bangga yang bersifat menetap pada diri anak.

2. Nilai yang menonjol :


Dalam fase maskular-anal ini muncullah nilai kemauan pada anak-anak.
Darimana sumber kemauan anak itu? sumbernya ialah : kemauan diri yang terlatih
pada anak itu sendiri. Contoh-contoh kemauan luhur yang diperlihatkan oleh orang
lain (dari ibu, ayah, kakek, nenek dan sebagainya). Bagaimana kemauan anak itu
berkembang ? caranya kemauan anak berkembang ialah:
a. Anak-anak belajar dari diri sendiri dan orang lain mengenai apa yang
diharapkan dan yang tidak diharapkan.
b. Dengan kemauan maka menyebabkan anak secara bertahap mampu
menerima peraturan-peraturan hukum dan kewajiban.
c. Unsur-unsur kemauan bertambah secara berangsur-angsur melalui
pengalaman pengalaman yang melibatkan kesadaran dan perhatian,
manipulasi, verbalisasi, dan gerak atau lokomosi.
Karena kemauan olah (belajar) kemampuan untuk :
1) Membuat pilihan-pilihan bebas.
2) Memutuskan sesuatu dari berbagai pilihan.
3) Bertindak untuk melaksanakan pilihan tadi.
Kemauan untuk memilih, memutuskan dan bertindak itu berkembang terus
meningkat pada tahapan seterusnya. Jadi, inti perkembangan psikososial tahap
kedua adalah, timbulnya rasa kontrol kemauan dan bangga sebagai rasa otonomi,
dan imbangi dengan tumbuhnya rasa malu dan ragu-ragu jika anak-anak
kehilangan atau berkurangnya kontrol, kemauan, kebanggaan dan otonominya.
Inilah kualitas ego baru yang timbul pada fase maskular-anal menurut teori erikson.
Lalu tahapannya disebutnya otonomi Vs rasa malu dan keragu-raguan.

3. Bahayanya :
Sebaliknya, jika anak-anak kehilangan kontrol diri dapat menyebabkan
perasaan malu dan ragu-ragu, yang juga dapat bersifat menetap.
4. Ritualisasi tahap kedua :
Erikson menyebut ritualisasi tahap kedua dari perkembangan psikososial anak
adalah bersifat kebajikan atau judicious. Hal ini disebabkan oleh :
a. Anak mulai menilai diri sendiri
b. Anak mulai menilai orang lain
c. Anak mengembangkan kemampuan menghayati suatu rasa benar atau salah
pada tindakan-tindakan dan kata-kat tertentu
d. Hal tersebut menyiapkan anak untuk mengalami perasaan bersalah dalam
tahap berikutnya
e. Anak juga belajar membedakan antara “ jenis kami” dan orang-orang lain yang
dinilai berbeda
f. Orang-orang lain yang tidak sama dengan jenisnya sendiri secara otomatis
dinilai salah atau buruk
Hal tersebut merupakan dasar ontogenese dari keterasingan yang melanda
seluruh dunia yang disebut spesies yang terpecah atau disebut juga oleh erikson
sebagai pseudospesies, yang menjadi sumber prasangkan didalam diri manusia.
Dalam siklus kehidupan, tahap retualisasi bersifat bijaksana pada masa kanak-
kanak menjadi sumber untuk pengadilan pada orang dewasa yang tercermin dalam
pemeriksaan diruang pengadilan dan prosedur-prosedur dengan mana putusan-
putusan salah dan benar ditetapkan.
5. Ritualisme :
Jika terjadi penyimpangan dari ritualisasi tahap kedua ini, ritualismenya disebut
legalisme, yakni :
a. Mengagung-agungkan huruf ketentuan hukum dari pada semangat hukumnya
sendiri
b. Mengutamakan hukuman dari pada balas kasihan

6. Karakteristik toddler normal :


a. Berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekelilingnya
b. Memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing terhadap temannya
c. Memperlihatkan minat terhadap apa yang dikerjakan anak lain dan bermain
dengan mereka.
d. Bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya lingkungan lain
diluar keluarganya.
e. Pada usia todler, mereka memperlihatkan ketakutan dan ketidaksukaan
kepada orang yang tidak dikenal dengan menghindar dan menangis jika orang
tersebut mendekati mereka.
f. Todler lebih suka meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa
g. Menciptakan dunianya sendiri
h. Sejak umur 3 sampai 4 tahun anak mulai belajar bermain seara bersama
dalam kelompok, berbicara satu sama lain didalam kelompok

7. Pola perilaku Anak : (dalam Elizabeth, 2002 )


Pola perilaku sosial anak :
a. Meniru. agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan perilaku orang
yang sangat ia kagum
b. Persaingan. Keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang-orang lain
sudah tampak pada usia 4tahun. Ini dimulai dirumah dan kemudian
berkembang dalam bermain dengan anak diluar rumah.
c. Kerja sama. Pada akhir tahun ketiga bermain kooperatif dan kegiatan
kelompok mulai nerkembang dan meningkat baik dalam frequensi maupun
lamanya berlangsung, bersamaan dengan meningkatnya kesempatan untuk
bermain dengan anak lain.
d. Simpati. Karena simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan-perasaan
dan emosi orang lain maka hal ini hanya kadang-kadang timbul sebelum
3tahun. Semakin banyak kontak bermain, semakin cepat simpati akan
berkembang.
e. Empati. Seperti halnya simpati, empati membutuhkan pengertian tentang
perasaan dan emosi orang-orang lain tetapi disamping itu juga membutuhkan
kemampuan untuk membayangkan diri sendiri ditempat orang lain. Relatif
hanya sedikit anak yang dapat melakukan hal ini sampai awal masa kanak-
kanak berakhir.
f. Dukungan Sosial. Menjelang berakhirnya awal masa kanak-kanak, dukungan
dari teman-teman menjadi lebih penting dari pada persetujuan orang-orang
dewasa. Anak beranggapan bahwa perilaku nakal dan perilaku mengganggu
merupakan cara untuk memperoleh dukungan dari teman-teman sebaya.
g. Membagi. Dari pengalaman bersama orang-orang lain, anak mengatahui
bahwa salah satu cara untuk memperoleh persetujuan sosial adalah dengan
membagi miliknya terutama mainan untuk anak-anak lain. Lambat laun sifat
mementingkan diri sendiri berubah menjadi sifat murah hati. Anak yang pada
waktu bayi memperoleh kepuasan dari hubungan yang hangat, erat, dan
personal dengan orang lain berangsur-angsur memberikan kasih sayang
kepada orang diluar rumah, seperti guru atau benda-benda mati seperti mainan
kegemarannya atau bahkan selimut. Benda-benda ini disebut objek
kesayangan.

8. Pola perilaku anak yang tidak sesuai :


a. Negativisme. Negativisme adalah perlawanan terhadap tekanan dari pihak lain
untuk berperilaku tertentu. Biasanya hal itu dimulai pada usia 2 tahun dan
mencapai puncaknya antara umur 3 dan 6 tahun. Ekspresi fisik nya mirip
dengan ledakan kemarahan, tetapi secara setahap demi setahap diganti
dengan penolakan lisan untuk menuruti perintah.
b. Agresi. Agresi adalah tindakan permusuhan yang nyata atau ancaman
permusuhan, bisanya tidak ditimbulkan oleh orang lain. Anak-anak mungkin
mengekspresikan sikap agresif mereka berupa penyerangan secara fisik atau
lisan terhadap pihak lain, biasanya terhadap anak yang lebih kecil.
c. Pertengkaran. Pertengkarang merupakan perselisihan pendapat yang
mengandung kemaraahan yang umumnya dimulai apabila seseorang
melakukan penyerangan yang tidak beralasan. Pertengkaran berbeda dari
agresi; pertama karena pertengkaran melibatkan 2 orang atau lebih sedangkan
agresi merupakan tindakan individu, dan kedua karena salah seorang yang
terlibat didalam pertengkaran memainkan peran bertahan sedangkan dalam
agresi peran selalu agresif.
d. Mengejek dan menggertak. Mengejek merupakan serangan secara lisan
terhadap orang lain, tetapi menggertak merupakan serangan yang bersifat fisik.
Dalam kedua hal tersebut si penyerang memperoleh keputusan dengan
menyaksikan ketidakenakan korban dan usahanya untuk membalas dendam.
e. Perilaku yang sok kuasa. Perilaku sok kuasa adalah kecenderungan untuk
mendominasi orang lain atau menjadi “majikan”. Jika diarahkan secaera tepat
hal ini dapat menjadi sifat kepemimpinan, tetapi umumnya tidak demikian, dan
biasanya hal ini mengakibatkan timbulnya penolakan dari kelompok sosial.
f. Egosentrisme. Hampir semua anak keil bersifat egosentrik dalam arti bahwa
mereka cenderung berfikir dan berbicara tentang diri mereka sendiri. Apakah
kecenderungan ini akan hilang, menetap, atau akan berkembang, semakin
kuat, sebagian bergantung pada kesadaran anak bahwa hal itu membuat
mereka tidak populer dan sebagian lagi bergantung pada kuat lemahnya
keinginan mereka untuk menjadi populer.
g. Prasangka. Landasan prasangka terbentuk pada masa kanak-kanak awal
yaitu takkala anak menyadari bahwa sebagian orang berbeda dari mereka
dalam hal penampilan dan perilaku. Bahwa perbedaan ini oleh kelompok sosial
dianggap sebagai tanda kerendahan. Bagi anak kecil tidak lah umum
mengekspresikan prasangka dengan sikap membedakan orang-orang yangg
mereka kenal.
h. Antagonisme jenis kelamin. ketika masa kanak-kanak berakhir banyak anak
laki-laki ditekan oleh keluarga laki-laki dan teman sebaya untuk menghindari
pergaulan dengan anak perempuan atau memainkan “permainan anak
perempuan”. Mereka juga mengetahui bahwa kelompokj sosial memandang
laki-laki lebih tinggi derajatnya dari pada perempuan. Walaupun demikian,
pada umur ini anak laki-laki tidak melakukan perbedaan terhadap anak
perempuan, tetapi menghindari mereka dan menghindarti aktifitas yang
dianggap sebagai aktifitas anak perempuan.

B. Pohon Masalah

kemandirian

Simulasi tumbang (18


bulan – 3 tahun) optimal

Pengetahuan keluarga yang


efektif

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Bergaul dan mandiri :
 Mengenal dan mengakui namanya
 Sering menggunakan kata “jangan/tidak/nggak”
 Banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya (api, air, ketinggian,
warna dan bentuk benda)
 Mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah misalnya minum
sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri.
 Bertindak semaunya sendiri dan tidak mau diperintah
 Mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
 Mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar keluarganya.
 Hanya sebentar mau berpisah dengan orangtua.
 Menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
 Mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
 Mampu menyatakan akan buar air besar dan buang air kecil
b. Motorik kasar
Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan selama paling sedikit 2 hitungan
c. Motorik halus
Mampu membuat garis lurus
d. Berbicara, berbahasa dan kecerdasan
Mampu menyatakan keinginan paling sedikit dengan 2 kata.

2. Analisa Data
a. Data Subjektif :
 Klien mengenal dan mengakui namanya
 Klien sering mengatakan : “jangan/tidak/nggak”
 Klien banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya (api, air,
ketinggian, warna dan bentuk benda)
 Klien mampu menyatakan akan buang air besar dan buang air kecil
b. Data Objektif :
 Klien mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah misalnya
minum sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri.
 Klien mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
 Klien mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar keluarganya.
 Klien mau berpisah dengan orangtua hanya sebentar
 Klien menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
 Klien mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
 Klien suka membantah dan tidak menurut perintah

3. Masalah Keperawatan
Potensial mengembangkan kemandirian

4. Intervensi Keperawatan
a. Tujuan :
Untuk anak
1) Mengembangkan rasa kemandirian dalam melakukan kegiatan sehari – hari
2) Bekerjasama dan memperlihatkan kelebihan diri diantara orang lain.

Tindakan keperawatan bagi usia toddler


Tugas Perkembangan Tindakan keperawatan
Perkembangan yang a. Latih anak-anak melakukan kegiatan secara
normal kemandirian mandiri.
b. Puji keberhasilan yang dicapai anak
c. Tidak menggunakan kata yang memerintah
tetapi memberikan alternatif untuk memilih.
d. Hindari suasana yang membuatnya bersikap
negatif (memisahkan dengan orangtuanya,
mengambil mainannya, memerintah untuk
melakukan sesuatu)

e. Tidak menakut-nakuti dengan kata-kata


maupun perbuatan.
f. Berikanan mainan sesuai usianya (boneka,
mobil-mobilan, balon, bola, kertas gambar
dan pensil warna )
g. Saat anak mengamuk (temper tantrum)
pastikan ia aman dari bahaya cedera
kemudian tinggalkan, awasi dari jauh.
h. Beritahu tindakan-tindakan yang boleh dan
tidak boleh dilakukan, yang baik dan yang
buruk dengan kalimat positif.
Contoh :
 Mau tidak permen Nonik diambil orang?
Kalau begitu Nonik juga tidak boleh
mengambil permen Tono.
 Supaya cantik bila akan pergi Nonik
harus memakai baju yang rapi.
i. Libatkan anak dalam kegiaatan-kegiatan
keagamaan

b. Tujuan
Untuk keluarga
1) Menjelaskan perilaku yang menggambarkan perkembangan psikososial
2) Menjelaskan cara menstimulasi perkembangan anaknya (kemandirian)
3) Mendemonstrasikan dan melatih cara memfasilitasi perkembangan
kemandirian anak
4) Merencanakan tindakan untuk menstimulasi perkembangan kemandirian
anaknya.

Tindakan keperawatan untuk keluarga


Tugas Tindakan Keperawatan
Perkembangan
PerkembanganInformasikan pada keluarga cara yang dapat dilakukan
yang normal : untuk :
Kemandirian a) Memfasilitasi perkembangan psikososial
anaknya.
 Berikan aktivitas bermain yang menggali
rasa ingin tahu anak seperti bermain tanah,
pasir, lilin, membuat mainan kertas,
mencampur warna, menggunakana cat air,
melihat barang/binatang/tanaman/orang
yang menarik perhatiannya dengan tetap
menjaga keamanannya.
 Berikan kebebasan pada anak untuk
melakukan sesuatu yang diinginkan tetapi
tetap memberi batasan. Misalnya
membolehkan anak memanjat dengan
syarat ada yang mendampingi/mengawasi
atau mengajarkan cara agar tidak jatuh

b) Menstimulasi /latihan perkembangannya :


 Melatih anak melompat ke depan dengan
kedua kaki diangkat bersamaan.
 Mengajak anak bermain menumpuk dan
menyusun balok /kubus/ kotak menjadi
“menara”, “jembatan” dan lain-lain.
 Melatih anak memilih dan
mengelompokkan benda menurut jenisnya.
(kancing, kelereng, uang logam dan lain-
lain)
 Melatih anak menghitung jumlah benda
 Melatih anak mencocokan gambar dengan
benda sesungguhnya, bicaralah tentang
sifatnya, bentuk , warna dan sebagainya
 Melatih anak menyebut namanya
 Melatih anak menyebut nama benda dan
mengenal sifatnya
 Melatih mencuci tangan/kaki dan
mengeringkannya sendiri.
 Memberi kesempatan kepada anak, untuk
memilih baju yang akan dipakai

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi pasien
Anak S, 2 tahun laki-laki, merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Rudy
( 23 tahun ) pekerjaan Satpam dan Ibu Siti (21 tahun) sebagai ibu rumah tangga.
Berat badan Anak S 12 kg dan tinggi badan 100 cm. Dari hasil wawancara : ibu
Siti mengeluh perilaku Anak S yang tidak bisa diatur dan sering membantah.

2. Diagnosa Keperawatan
Potensial mengembangkan kemandirian

3. Tujuan ( keluarga )
Kelarga mengerti tentang perkembangan psikososial pada usia toddler (usia 18
bulan – 3 tahun) yang normal dan menyimpang serta cara menstimulasi
perkembangan anak.

4. Tindakan keperawatan :
a. Menjelaskan karakteristik perilaku usia toddler normal :
 Mengenal dan mengakui namanya
 Sering menggunakan kata “jangan/tidak/nggak”
 Banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya (api, air,
ketinggian, warna dan bentuk benda)
 Mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah misalnya
minum sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri.
 Bertindak semaunya sendiri dan tidak mau diperintah
 Mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
 Mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar keluarganya.
 Hanya sebentar mau berpisah dengan orangtua.
 Menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
 Mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
 Mampu menyatakan akan buang air besar dan buang air kecil
 Motorik kasar : Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan selama
paling sedikit 2 hitungan
 Motorik halus : Mampu membuat garis lurus
 Berbicara, berbahasa dan kecerdasan : Mampu menyatakan keinginan
paling sedikit dengan 2 kata.

b. Menjelaskan kepada orang tua cara-cara menstimulasi perkembangan anak


usia toddler.
1) Informasikan pada keluarga cara yang dapat dilakukan untuk
memfasilitasi perkembangan psikososial usia toddler.
 Berikan aktivitas bermain yang menggali rasa ingin tahu anak seperti
bermain tanah, pasir, lilin, membuat mainan kertas, mencampur
warna,menggunakan cat air, melihat barang / binatang / tanaman /
orang yang menarik perhatiannya dengan tetap menjaga
keamanannya.
 Berikan kebebasan pada anak untuk melakukan sesuatu yang
diinginkan tetapi tetap memberi batasan. Misalnya membolehkan anak
memanjat dengan syarat ada yang mendampingi / mengawasi atau
mengajarkan cara agar tidak jatuh.
 Sampaikan aturan umum yang dapat dimengerti oleh anak seperti
masuk rumah harus memberi salam, bila akan pergi cium tangan dulu,
sebelum dan sesudah makan cuci tangan.
 Gunakan kata larangan yang bersifat positif contoh : main hujan-
hujanan menyebabkan pilek, bila rambut dan bajunya berantakan S
menjadi tidak ngganteng.
 Berikan pilihan perilaku yang ingin dilakukan anak seperti mau mandi
atau makan dulu ?
 Latih anak mengerjakan kegiatan yang dapat dilakukan sendiri : pakai
baju, kaus kaki, makan.
 Melatih anak melompat ke depan dengan kedua kaki diangkat
bersamaan.
 Mengajak anak bermain menumpuk dan menyusun balok /kubus/
kotak menjadi “menara”, “jembatan” dan lain-lain.
 Melatih anak memilih dan mengelompokkan benda menurut jenisnya.
(kancing, kelereng, uang logam dan lain-lain)
 Melatih anak menghitung jumlah benda
 Melatih anak mencocokan gambar dengan benda sesungguhnya,
bicaralah tentang sifatnya, bentuk , warna dan sebagainya.
 Melatih anak menyebut namanya
 Melatih anak menyebut nama benda dan mengenal sifatnya.
 Melatih mencuci tangan/kaki dan mengeringkannya sendiri.
 Memberi kesempatan kepada anak, untuk memilih baju yang akan
dipakai
2) Diskusikan dengan keluarga cara apa yang akan digunakan keluarga
untuk menstimulasi perkembangan psikososial usia toddler.
3) Latih keluarga melakukan metode tersebut dan mendampingi saat
keluarga melakukan stimulasi perkembangan anaknya.
4) Bersama keluarga menyusun tindakan yang akan dilakukan dalam
menstimulasi perkembangan anaknya.

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN

SP1 – keluarga :
Menjelaskan perkembangan psikososial usia toddler yang normal dan menyimpang
dan cara menstimulasi perkembangan anak.

Orientasi
Selamat pagi Bu, saya…. mahasiswa keperawatan – UB, Bagaimana perasaan
ibu hari ini ? Nama ibu siapa ? Biasa dipanggil apa..? O.. Bu Siti, Bagaimana
kondisi kesehatan si kecil Bu Siti ? Siapa namanya ? O.. Satrio Bagaimana kalau
kita berbincang-bincang tentang perkembangan Satrio Bu Siti, usianya 2 tahun ya
bu ? Berapa lama Bu Siti mau berbincang – bincang dengan saya ? Bagaimana
kalau 30 menit ?. Dimana kita akan bicara ? Diruangan ini saja ? Baiklah.., kita
akan berbincang-bincang kurang lebih selama 30 menit.

Kerja
Bu Siti, ini brosur / leaflet tentang perkembangan anak usia 18 bulan – 3 tahun,
Mari kita lihat perkembangan yang normal dan menyimpang., saya akan jelaskan
satu persatu. Anak usia 1,5 – 3 tahun kemampuan utamanya adalah mengatur
keinginannya, tetapi tahu batasannya sehingga anak tidak merasa dirinya tidak
dihargai, artinya dia akan tahu mana yang bisa dan boleh dilakukannya serta
merasa percaya diri bahwa dia mampu mengatur keinginannya. Jadi kalau Satrio
tidak mau diatur oleh kita, itu adalah hal yang wajar. Tugas kita adalah membantu
mencapai kemampuan seperti yang tertulis di brosur / leaflet ini.”
 Lakukan permainan yang bersifat menggali rasa ingin tahunya selama
kegiatan tersebut aman bagi anak, misalnya main pasir, main lilin.
 Memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan aktivitas yang
diinginkan anak dengan tetap memberi sedikit batasan-batasan, misalnya
diijinkan naik tangga tetapi dijelaskan agar tidak jatuh dan dijaga.
 Melarang dengan kata-kata yang bersifat positip ( tangganya licin nanti
kalau naik Satrio bisa jatuh, masih ingat..waktu kemarin hujan-hujanan Satrio
jadi batuk dan pilek.
 Memberikan pilihan perilaku yang ingin dilakukan anak : pakai baju
beritahu langkah-langkahnya dan beri pujian kalau berhasil.
“ Apakah Satrio sudah sama kemampuannya seperti yang tertulis di leaflet itu ?
” Sebagian besar sudah ? Bagus itu, ibu tinggal membantu supaya kemampuan
lain bisa tercapai. Anak yang tidak bisa mencapai kemampuan itu akan merasa
selalu ragu-ragu atau malu sehingga dia akan bergantung terus pada orang lain
dan nanti setelah besar akan akan merasa minder ”.
Terminasi
“ Nah Bu Siti, kita sudah diskusi tentang perkembangan anak usia 18 bulan – 3
tahun yang normal dan menyimpang, bagaimana perasaan ibu sekarang?
Adakah manfaatnya ? ” Syukurlah kalau begitu, apakah Bu Siti masih ingat
bagaimana cara merawat Satrio supaya ia berkembang lebih baik lagi ?
Betul sekali..bagus.., ibu sudah mengingat dengan baik. Kalau begitu ibu dapat
mencoba beberapa cara yang belum ibu lakukan selama ini...dan pada
pertemuan berikutnya ceritakan pada saya.”
“ Bagaimana kalau minggu depan saya kesini lagi ? Adakah yang ingin ibu
ketahui lagi? kita bisa diskusikan minggu depan?
Kalau begitu minggu depan kita akan mempraktekkan cara-cara yang telah kita
diskusikan kepada anak ibu..
Baiklah..,Saya permisi dulu Bu..Selamat pagi.”
DAFTAR PUSTAKA

Ki fudyartanta. 2012. Psikologi keperibadian paradigma filosofis, tipologis, psikodinamik dan


organismik-holistik. Yogyakarta : pustaka pelajar.
Indiarti Mt. 2007. A to z the golden age merawat, membesarkan dan mencerdaskan bayi
anda sejak dalam masa kandungan hingga usia 3 tahun. Edisi 1. Yogyakarta :
ANDI
Rahmad H Pardede. 2009. Ilmu perilaku manusia pengantar psikologi untuk tenaga
kesehatan. Jakarta : TIM
Elizabeth B hurlock. Pekembangan anak. Jakarta :
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA
USIA PRASEKOLAH (3 – 6 TAHUN)

1. PENGERTIAN
Usia pra sekolah menurut PMK no. 66 tahun 2014 tentang Pemantauan
Pertumbuhan, Perkembangan, dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak adalah usia 3-
6 tahun. Anak pada usia ini disebut juga anak usia dini. Perry dan Potter dalam Ahyani
(2018) menyebutkan usia anak prasekolah merupakan masa kanak-kanak awal, yaitu
berada pada usia 3 sampai 6 tahun.
Awal masa kanak-kanak dimulai sebagai penutup masa bayi, usia dimana
ketergantungan secara praktis sudah dilewati, diganti dengan tumbuhnya kemandirian
dan berakhir di sekitar usia masuk sekolah dasar. Anak mulai memiliki kesadaran
tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam buang air (toilet
training), dan mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya (mencelakakan
dirinya). Potensial mengembangkan rasa inisiatif adalah tahap perkembangan anak
usia 3-6 tahun dimana pada usia ini anak akan belajar berinteraksi dengan orang lain,
berfantasi dan berinisiatif, pengenalan identitas kelamin, meniru (yahya, 2011).
Perkembangan psikososial adalah proses perkembangan kemampuan anak
dalam berinisiatif menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai dengan pengetahuannya.
Kemampuan ini diperoleh jika konsep diri anak positif karena anak mulai berkhayal dan
kreatif serta meniru peran-peran di sekelilingnya. Anak berinisiatif melakukan sesuatu
dan memberi hasil. Anak merasa bersalah jika tindakannya berdampak negatif. Sikap
lingkungan yang suka melarang dan menyalahkan, membuat anakn kehilangan inisiatif.
Pada saat dewasa, anak akan mudah mengalami rasa bersalah jika melakukan
kesalahan dan tidak kreatif (Keliat et.al, 2011).
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan tahap perkembangan pra
sekolah merupakan tahap perkembangan anak usia 3-6 tahun dimana pada usia ini
merupakan penutup masa bayi dan awal dari masa anak-anak. anak pada masa ini
akan belajar berinteraksi dengan orang lain, berfantasi dan berinisiatif, pengenalan
identitas kelamin, meniru serta berfantasi, berkhayal, kreatif dan berinisiatif
menyelesaikan masalahnya sendiri dengan meniru peran-peran di sekitarnya.

2. Perkembangan Anak Usia Pra sekolah


a. Perkembangan fisik
Anak bertambah tinggi rata rata 2,5 inci dan bertambah berat antara 5-7 pon
pertahun. Meskipun demikian, pola pertumbuhan bervariasi secara individual.
Perbandingan tubuh sangat berubah dan penampilan bayi tidak tampak lagi. Wajah
tetap kecil tetapi dagu tampak lebih jelas dan leher lebih memanjang. Gumpalan
pada bagian-bagian tubuh berangsur berkurang dan tubuh cenderung berbentuk
kerucut, dengan perut yang rata (tidak buncit), dada yang lebih bidang dan bahu
lebih luas dan lebih persegi. Lengan dan kaki lebih panjang dan lebih lurus, tangan
dan kaki tumbuh lebih besar. Postur tubuh ada yang posturnya gemuk lembek
(endomorfik), ada yang kuat berotot (mesomorfik) dan ada lagi yang relatif kurus
(ektomorfik).
Kebiasaan fisiologis meliputi nafsu makan, kebiasaan tidur, toileting. Nafsu
makan anak sering diwarnai dengan perkembangan minat terhadap makanan yang
disukai dan yang tidak disukai. Jumlah tidur yang dibutuhkan sehari-hari berbeda,
tergantung pada berbagai faktor tertentu, misal banyaknya latihan di siang hari dan
macam kegiatan yang dilakukan. Pada usia 3 atau 4 tahun anak sudah harus dapat
mengendalikan kantung kemih meski belum sempurna, sehingga sekalipun merasa
lelah dan mengalami ketegangan emosi, anak-anak akan tetap tidak mengompol.

b. Perkembangan Motorik
Ketrampilan motorik kasar meningkat secara dramatis selama masa awal anak
anak. Anak anak menjadi lebih berani ketika keterampilan motorik kasar mereka
meningkat. Kehidupan anak anak sangat aktif, lebih aktif daripada titik lain mana
pun pada siklus kehidupan. Ketrampilan motorik halus juga meningkat secara
substansial selama masa pra sekolah. Penguasaan keterampilan yang umum pada
masa ini adalah (Ahyani, 2018) :
1) Keterampilan tangan
Antara usia 5 dan 6 tahun, sebagian besar anak-anak sudah pandai melempar dan
menangkap bola. Mereka dapat menggunakan gunting, dapat membentuk
tanah liat, membuat kue-kue dan menjahit. Dengan krayon, pensil dan cat anak-
anak dapat mewarnai gambar, menggambar atau mengecat gambarnya sendiri
dan dapat menggambar orang
2) Keterampilan kaki
Pada usia antara 3 dan 4 tahun ia mulai naik sepeda roda tiga. Pada usia 5 atau 6
tahun ia belajar melompat dan berlari cepat. Mereka juga sudah dapat
memanjat, lompat tali, keseimbangan tubuh dalam berjalan di atas dinding atau
pagar, sepatu roda, menari dan sebagainya.

c. Perkembangan kognitif
Pada masa ini, anak mulai memperhatikan hal-hal kecil yang tadinya tidak
diperhatikan. Dengan demikian, anak-anak tidak lagi bingung kalau menghadapi
benda-benda, situasi atau orang-orang yang memilki unsur-unsur yang sama.
Piaget menamakan tahap berpikir praoperasional, suatu tahap yang berlangsung
dari usia 2 atau 3 tahun sampai 7 atau 8 tahun. Piaget dalam Ahyani (2018)
membagi perkembangan kognitif tahap praoperasi dalam dua bagian yaitu umur 2-
4 tahun dicirikan oleh perkembangan pemikiran simbolis. dan umur 4-7 tahu
dicirikan oleh perkembangan intuitif.
Karakteristik anak pada tahap praoperasional adalah mereka menanyakan
serentetan pertanyaan. Pertanyaan mereka memberi petunjuk akan perkembangan
mental mereka dan mencerminkan rasa ingin tahu intelektual. Pertanyaan ini
menandai munculnya minat anak anak akan penalaran dan penggambaran
mengapa sesuatu seperti itu.
d. Perkembangan bahasa
Keterampilan bahasa pada anak usia pra sekolah mengalami perkembangan yang pesat,
dimensi perkembangan bahasa pada usia ini mencakup (Ahyani, 2018):
1) Peningkatan dalam keterampilan berbicara
Pada usia pra sekolah merupakan saat berkembang pesatnya penguasaan tugas
pokok dalam belajar berbicara, yaitu menambah kosa kata, menguasai
pengucapan kata-kata dan menggabungkan kata-kata menjadi kalimat
2) Isi pembicaraan
Pada mulanya, pembicaraan anak-anak bersifat egosentris dalam arti ia terutama
bicara tentang dirinya sendiri, berkisar pada minat, keluarga dan miliknya.
Menjelang akhir awal masa kanak-kanak mulailah pembicaraan yang bersifat
sosial dan anak berbicara tentang orang lain di samping dirinya sendiri
3) Jumlah bicara
Awal masa kanak-kanak terkenal sebagai masa tukang ngobrol, karena sekali anak
dapat berbicara dengan mudah, ia tak putusputusnya bicara. Sebaliknya, ada
anak-anak lain yang relatif diam, yang tergolong pendiam.

e. Perkembangan psikososial
a) Perkembangan emosi
Emosi yang umum pada awal masa pra sekolah adalah (Ahyani, 2018) :
1) Amarah
Penyebabnya adalah pertengkaran mengenai permainan, tidak tercapainya
keinginan dan serangan yang hebat dari anak lain. Ia mengungkapkan rasa
marah dengan ledakan marah yang ditandai menangis, berteriak,
menggertak, menendang, atau memukul.
2) Takut
Pada mulanya reaksi anak terhadap rasa takut adalah panik, kemudian berlari,
menghindar dan bersembunyi, menangis dan menghindari situasi yang
menakutkan. Hal-hal yang menimbulkan rasa takut yang umum adalah
pengalaman yang kurang menyenangkan, seperti cerita-cerita, gambar,
acara radio,televisi dan sebagainya
3) Cemburu
Anak menjadi cemburu jika ia mengira bahwa minat dan perhatian orang tua beralih
kepada orang lain, misalnya adiknya yang baru lahir. Anak mengungkapkan
kecemburuannya dengan mengompol, pura-pura sakit, nakal dan
sebagainya yang semuanya itu bertujuan untuk menarik perhatian.
4) Ingin tahu
Reaksi pertama adalah dalam bentuk penjelajahan sensorimotorik, kemudian
sebagai akibat dari tekanan sosial dan hukuman ia bereaksi dengan
bertanya
5) Iri hati
Hal ini diungkapkan dengan berbagai cara, dan yang paling umum adalah mengeluh
tentang benda miliknya, dengan mengungkapkan keinginan untuk memiliki
barang seperti dimiliki orang lain. Atau dengan mengambil benda orang lain
yang menimbulkan iri hatinya tersebut
6) Gembira
Ia mengungkapkan kegembiraannya dengan tersenyum dan tertawa, bertepuk
tangan, melompat-lompat atau memeluk benda atau orang yang
membuatnya bahagia
7) Sedih
Anak mengungkapkan kesedihannya dengan menangis atau kehilangan selera
makan, maupun kegiatan lain yang biasa ia lakukan. Anak biasanya merasa
sedih jika ia kehilangan seseorang atau sesuatu yang dianggap berarti bagi
dirinya
8) Kasih saying
Ia mengungkapkan kasih sayang dengan fisik, misalnya memeluk, menepuk dan
mencium objek kasih sayangnya.

b) Perkembangan social
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosiopsikologis
keluarganya (Yahya, 2011). Jika di lingkungan keluarga tercipta suasana yang
harmonis, saling memperhatikan, saling membantu dalam menyelesaikan tugas
keluarga, terjalin komunikasi antar anggota keluarga dan konsisten dalam
melaksanakan aturan, maka anak akan memilki kemampuan atau penyelesaian
sosial dalam hubungan dengan orang lain.
Pola perilaku sosial pada anak antara lain: meniru, persaingan, kerja
sama, simpati (kadang-kadang timbul sebelum usia 3 tahun), empati (mengerti
perasaan dan emosi orang lain dan membayangkan dirinya pada kondisi orang
lain). Sedangkan perilaku tidak sosial antara lain: negativisme (melawan
otoritas orang dewasa, perlawanan fisik berubah menjadi perlawaanan verbal
dan pura-pura tidak mendengar atau tidak mengerti), agresif (dari bentuk
serangan fisik berubah menjadi serangan verbal atau memaki/menyalahkan
orang lain), perilaku berkuasa, mementingkan diri sendiri, merusak,
pertentangan seks (sering kali laki-laki berperilaku agresif yang melawan anak
perempuan), prasangka (prasangka sosial timbul pertama-tama dari prasangka
agama atau sosial ekonomi, tetapi lebih lambat dari prasangka seks).

c) Perkembangan Moral
Menurut Piaget dalam Ahyani (2018) pada masa ini pengertian anak
tentang baik dan buruk, tentang keadilan, menjadi lebih beragam dan lentur.
Dalam hal penilaian baik-buruk ia mulai mempertimbangkan dampak dari situasi
khusus. Ia mulai memahami bahwa penilaian tentang baik dan buruk dapat
berubah, tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku itu. Piaget
percaya bahwa masa anak-anak awal ditandai oleh moralitas heteronom, tetapi
pada usia 10 tahun mereka beralih ke suatu tahap yang lebih tinggi yang
disebut moralitas otonom. Menurut Piaget, anak anak yang lebih tua
memperhitungkan maksud individu, percaya bahwa aturan dapat berubah, dan
sadar bahwa hukuman tidak selalu menyertai suatu perbuatan yang salah.
Pada usia ini anak sudah dapat mengikuti tuntutan dari orang tua atau
lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan
yang mendasari suatu peraturan. Disamping itu anak sudah dapat
mengelompokkan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah.

Menurut Keliat et.al (2011) karakteristik perilaku psikososial anak pra sekolah antara lain:
a. Perkembangan normal : inisiatif
1) Perkembangan motorik halus : bisa mengikat tali sepatu, menggunakan
gunting, meniru gambar, menulis beberapa huruf dan angka.
2) Perkembangan motorik kasar : bisa mengendarai sepeda roda tiga, naik
tangga, melompat dengan satu kaki, menangkap bola, melompati tali.
3) Anak mengenal jenis kelaminnya.
4) Anak mengalami kecemburuan dan persaingan terhadap orang tua sesama
jenis.
5) Anak merasakan cinta terhadap orang tua lain jenis.
6) Anak sering meniru ibu dan ayahnya seperti dalam hal berpakaian.
7) Anak suka menghayal dan kreatif.
8) Orang terdekat anak adalah keluarga.
9) Kesadaran moral mulai berkembang.
10) Anak suka bermain dengan teman sebaya.
11) Mulai berkembang superego dan berkurang egosentrisnya.

b. Penyimpangan perkembangan : rasa bersalah


1) Tidak percaya diri, malu untuk tampil
2) Pesimis, tidak memiliki minat dan keinginan
3) Takut salah dalam melakukan sesuatu
4) Sangat membatasi aktifitasnya sehingga terkesan malas dan tidak
mempunyai inisiatif

3. Proses Terjadinya
Inisiatif adalah kelanjutan autonomi. Parameternya adalah kualitas usaha,
perencanaan, dan kegiatan dengan tujuan motorik melakukan sesuatu. Melalui cara
ini, anak belajar menguasai dunia di sekitarnya, mempelajari keterampilan dasar dan
hukum alam. Contohnya: benda jatuh ke bawah, bola dan roda menggelinding,
aritmatika sederhana seperti tambah dan kurang, bertanya dan menjawab pertanyan
dengan baik dan lain-lain. Setelah penguasaan pada hal-hal ini mulai berkembang,
anak mulai beraktivitas dengan tujuan nyata. Contohnya: anak berusia 3 tahun mulai
menyusun pasir di pantai untuk membuat rumah. Suatu emosi baru yaitu rasa
bersalah (guilt) mulai timbul dan dapat membingungkan anak bila upayanya gagal.
Pengertian guilt tersebut sangat berbeda dengan konsep rasa bersalah pada orang
dewasa, yang selain bersifat emosional juga bernuansa kognitif, sedangkan pada
tingkat perkembangan ini, pemahaman guilt lebih mendekati pemahaman emosi
“kecewa” pada orang dewasa. Karena itu, bila ia menyusun pasir terlalu tinggi
sehingga “rumah” tersebut runtuh, ia merasa bersalah dan marah atau menangis.
Karena itu, kita tidak boleh mengatakan kepada si anak, itulah, karena tidak mau
mendengar perkataan orang tua, rumahnya runtuh.” Rasa bersalah yang sangat kuat
akan timbul pada anak. Ia merasa bahwa dirinya anak nakal karena rumah tersebut
runtuh. Ia tidak berani lagi berinisiatif menyusun pasir tinggi-tinggi untuk membuat
rumah yang tinggi. Ia terhambat dalam mengembangkan jeberanian dan kemandirian.
Ia bergantung pada ide orang lain. Ia tidak mengembangkan kompetensi menjadi
orang berprestasi, konseptor, atau pemimpin dan tidak bercita-cita tinggi (Nurdin,
2011).
Pada tahap perkembangan ini, kompetensi penilaian (judgement) mulai
berkembang melalui krisis initiative versus guilt. Berdasarkan penilaian awal tersebut,
anak mulai mengembangkan perilaku kepemimpinan, konseptor, dan pencapaian
tujuan (goal oriented behaviour). Namun, perilaku tersebut harus kita kendalikan agar
tidak menjadi risk taking behavior. Contohnya: nekad menyeberang jalan raya,
memanjat di tempat berbahaya, bermain api, dan sebagainya. Anak tetap harus
merasakan rasa bersalah bila ia melakukan aktivitas yang tidak dapat ditoleransi.
Karena itu, keseimbangan antara inisiatif dan rasa bersalah sangat penting pada
tahap perkembangan ini (Nurdin, 2011).
.
4. Faktor predisposisi
1) Biologis
 Imunisasi lengkap
 Tidak ada riwayat sakit fisik/cacat
 Tidak ada riwayat trauma kepala
 Tidak ada riwayat genetic gangguan jiwa
2) Psikologis
 Pencapaian 8 aspek perkembangan: kognitif, bahasa, komunikasi, emosi,
moral, spiritual, psikososial, fisik (motorik kasar dan halus)
 Kemampuan toilet training (pada usia 1-3 tahun)
3) Sosiokultural
 Dukungan keluarga dalam menstimulasi tumbang di usia 1-3 tahun
 Anak yang diinginkan
 Tidak ada labeling diri negative dari keluarga
 Tidak ada kekerasan fisik, verbal, emosi
 Dilibatkan dalam mengambil keputusan sederhana
 Keluarga menstimulasi tumbuhnya inisiatif anak
 Belajar konsep benar-salah, baik-buruk
 Dilibatkan dalam kegiatan ibadah

5. Faktor presipitasi
1) Biologis
 Pertumbuhan fisik sesuai usia
 tidak ada keluhan fisik saat ini
 status nutrisi baik
 tidak ada gangguan tidur
 belajar keterampilan fisik baru.
2) Psikologis
 diberi kesempatan bertanya
 diberi kesempatan bercerita tentang pengalamannya
 diberi kesempatn bermain dengan teman sebayanya
 diberi kesempatan berlatih mewarnai, membaca, menulis
3) Sosiokultural
 mendapatkan kesempatan berteman, berinteraksi dengan orang lain
 mudah adaptasi dengan lingkungan baru
 mengenal jenis kelamin
 mendapat kesempatan terlibat dalm pekerjaan rumah tangga sederhana
 diterima dan disayangi oleh lingkungan keluarga
 mendapat kesempatan mengenal hal baru
 mendapat feedback dari lingkungan sekitar

6. Penilaian stressor
1) Kognitif
Mampu menunjukkan inisiatif, banyak bertanya, kritis terhadap informasi, mampu menilai
konsep benar-salah, sebab-akibat, mampu berbicara dengan kalimat panjang,
mengenal warna (minimal 4 warna)
2) Afektif
Amarah, takut, iri hati, sedih, cemburu, kasih sayang, gembira, ingin tahu.
3) Fisiologis
Tidak nafsu makan, perubahan kebiasaan tidur, kebiasaan latihan/aktifitas harian anak,
toileting : mengompol.
4) Perilaku
Tidak percaya diri, malu untuk tampil, pesimis, tidak memiliki minat dan keinginan, takut
salah dalam melakukan sesuatu, sangat membatasi aktifitasnya sehingga terkesan
malas dan tidak mempunyai inisiatif
5) Respon sosial
Tidak mau bermain, tidak mau keluar rumah, menarik diri.

7. Sumber koping
1) Personal ability
Kemampuan anak mengetahui identitas dirinya, menunjukkan minat pada hal yang
disenangi, mudah berpisah dengan orang tua
2) Social support
Kemampuan orang tua dalam mengetahui perkembangan anak usia prasekolah,
penyimpangan tugas perkembangan, cara menstimulasi, mencari informasi yankes
3) Material Asset
Asuransi kesehatan: jamkesmas, dll; penghasilah keluarga: mencukupi kebutuhan
keluarga, keluarga memiliki tabungan dan asset pribadi, punya akses ke yankes
4) Positif belief
Orang tua percaya dengan yankes, persepsi yang baik terhadap nakes, selalu
menggunakan yankes, keyakinan agama yang berhubungan dengan kesehatan,
keyakinan budaya keluarga yang berhubungan dengan kesehatan

8. Mekanisme koping
1) Konstruktif
Mudah berpisah dengan orangtua, menghayal dan kreatif, bermain dengan menggunakan
alat-alat yang ada di rumah, belajar keterampilan fisik baru, melakukan prilaku
yang benar misal: mengikuti disiplin orangtua, mengidentifikasi jenis kelamin,
mengenal warna (minimal 4 warna), berbicara dalam kalimat panjang
2) Destruktif
Tidak percaya diri, malu untuk tampil, pesimis, tidak memiliki minat dan keinginan, takut
salah dalam melakukan sesuatu, sangat membatasi aktifitas sehingga terkesan
malas dan tidak punya inisiatif

9. Pengkajian

a. Identitas
Nama anak ,usia dan jenis Kelamin, nama dan pekerjaan orang tua/wali.
b. Keluhan
Keluhan utama saat pengkajian, keluhan yang paling sering muncul / dominan dirasakan oleh
anak maupun keluhan yang disampaikan orang tua tentang kesehatan fisik maupun
perilaku anaknya.
c. Status pertumbuhan dan perkembangan saat ini
Aspek yang dikaji berupa perkembangan fisik, psikoseksual, kognitif dan moral sesuai tahapan
usia anak pra sekolah.
d. Faktor predisposisi
Biologis :
 Imunisasi lengkap
 Tidak ada riwayat sakit fisik/cacat
 Tidak ada riwayat trauma kepala
 Tidak ada riwayat genetic gangguan jiwa
Psikologis
 Pencapaian 8 aspek perkembangan: kognitif, bahasa, komunikasi, emosi,
moral, spiritual, psikososial, fisik (motorik kasar dan halus)
 Kemampuan toilet training (pada usia 1-3 tahun)

Sosiokultural
 Dukungan keluarga dalam menstimulasi tumbang di usia 1-3 tahun
 Anak yang diinginkan
 Tidak ada labeling diri negative dari keluarga
 Tidak ada kekerasan fisik, verbal, emosi
 Dilibatkan dalam mengambil keputusan sederhana
 Keluarga menstimulasi tumbuhnya inisiatif anak
 Belajar konsep benar-salah, baik-buruk
 Dilibatkan dalam kegiatan ibadah
e. Faktor presipitasi
Biologis
 Pertumbuhan fisik sesuai usia
 tidak ada keluhan fisik saat ini
 status nutrisi baik
 tidak ada gangguan tidur
 belajar keterampilan fisik baru.

Psikologis
 diberi kesempatan bertanya
 diberi kesempatan bercerita tentang pengalamannya
 diberi kesempatn bermain dengan teman sebayanya
 diberi kesempatan berlatih mewarnai, membaca, menulis

Sosiokultural
 mendapatkan kesempatan berteman, berinteraksi dengan orang lain
 mudah adaptasi dengan lingkungan baru
 mengenal jenis kelamin
 mendapat kesempatan terlibat dalm pekerjaan rumah tangga sederhana
 diterima dan disayangi oleh lingkungan keluarga
 mendapat kesempatan mengenal hal baru
 mendapat feedback dari lingkungan sekitar
f. Penilaian terhadap stressor
Respon anak dalam menghadapi stressor baik respon kognitif, afektif, fisiologis dan sosial
g. Sumber koping
Kemampuan yang dimiliki oleh anak dan orang tua untuk menghadapi masalah/stressor,
sumber daya lingkungan, dan asset material yang bisa digunakan untuk
mempertahankan kesehatan fisik dan mental anak.
h. Mekanisme koping
 Konstruktif
Mudah berpisah dengan orangtua, menghayal dan kreatif, bermain dengan
menggunakan alat-alat yang ada di rumah, belajar keterampilan fisik baru,
melakukan prilaku yang benar misal: mengikuti disiplin orangtua,
mengidentifikasi jenis kelamin, mengenal warna (minimal 4 warna), berbicara
dalam kalimat panjang
 Destruktif
Tidak percaya diri, malu untuk tampil, pesimis, tidak memiliki minat dan keinginan, takut
salah dalam melakukan sesuatu, sangat membatasi aktifitas sehingga terkesan
malas dan tidak punya inisiatif

10. Diagnosa Keperawatan


 Kesiapan peningkatan perkembangan anak pra sekolah

11. Rencana Tindakan Keperawatan

1) Tujuan Asuhan Keperawatan


a. Kognitif, anak mampu:
 Berinisiatif untuk bermain pada alat – alat rumah tangga
 Menciptakan kreatifitas dan senang berhayal
 Memahami perbedaan benar dan salah
 Mengenal beberapa warna
 Merangkai kata dan kalimat
 Mengenal jenis kelamin
b. Psikomotor, anak mampu:
 Mempertahankan kesehatan fisik
 Melakukan kegiatan fisik sesuai usianya
 Membantu pekerjaan rumah tangga yang sederhana
 Melakukan permainan yang diajarkan
 Mencoba hal baru dan pantang menyerah
c. Afektif, klien:
 Senang bermain dengan teman sebaya
 Mampu mengekspresikan rasa senang, sedih, marah secara wajar
2) Tindakan
Tindakan pada anak :
a. Latih anak kebersihan diri
b. Bantu anak mengembangkan keterampilan motorik: bermain dengan
melibatkan aktifitas fisik, ciptakan lingkungan yang aman bagi anak, beri
kesempatan sukses
c. Latih anak mengembangkan keterampilan bahasa: ajak anak nerkomunikasi
dengan sopan santun, beri contoh yang benar
d. Latih anak mengembangkan keterampilan psikososial: motivasi anak untuk
bermain dengan teman sebaya dan mengikuti perlombaan
e. Latih anak memahami identitas dan peran sesuai jenis kelamin: ajari anak
mengenal bagian tubuh dan fungsinya, ajari anak mengenal perbedaan jenis
kelamin
f. Bantu anak mengembangkan kecerdasan: bantu anak menggali kreatifitasnya,
bimbing anak mengembangkan keterampilan baru, latih anak mengenal huruf,
angka, warna dan benda, serta latih anak membaca, menggambar dan
berhitung.
g. Bantu anak mengenal dan memahami nilai moral: terapkan nilai agama dan
budaya positif pada anak, latih kedisiplinan pada anak
h. Beri pujian pada pencapaian anak terhadap tugas rumah/tugas sekolah
i. Ajak anak berdiskusi tentang pengalaman yang menyenangkan,
rencana/gagasan/ide
j. Latih disiplin: waktu belajar, waktu bermain, dan lain – lain.

Tindakan pada keluarga


a. Jelaskan perkembangan yang harus dicapai anak pra – sekolah
b. Latih cara memfasilitasi inisiatif anak pra – sekolah, hindarkan menyalahkan
tetapi lebih kepada membimbing
c. Sediakan permainan dan kegiatan yang mendorong inisiatif
d. Ajarkan cara mendorong inisiatif: bertanya ide/gagasan/keinginan anak:
fasilitasi dan dampingi serta beri pujian
e. Menyepakati waktu penggunaan smartpone dan media sosial
f. Diskusikan tanda penyimpangan dan cara mengatasinya serta pelayanan
kesehatan
N
DIAGNOSA
TGL O TUJUAN INTERVENSI Rasional
KEPERAWATAN
DX
1 Kesiapan 1. Kongnitif, anak mampu : 1. Latih anak kebersihan diri yang  Pada masa ini anak belum
peningkatan  Berinisiatif untuk bermain belum rutin dilakukan melalui menyadari apa yang disebut
perkembangan pada alat-alat rumah metode pembiasaan: baik dan tidak dalam arti
usia pra sekolah tangga  sikat gigi sesudah makan dan susila, ingatan anak belum
 Menciptakan kreatifitas sebelum tidur, kuat, perhatian mereka
dan senang berkhayal  BAK sebelum tidur mudah teralih, dalam
 Memahami perbedaan 2. Bantu anak mengembangkan kondisi ini perlu dilakukan
benar dan salah kemampuan motoric kasar dan pembiasaan tingkah
 Mengenal beberapa halus : laku/kebiasaan diri yang
warna  menggambar, positif agar anak dapat
 Merangkai kata dan  origami secara mandiri melakukan
kalimat  memberikan jenis mainan kebiasaan tersebut.
 Mengenal jenis kelamin konstruksi transformasi (mis. Berdasarkan hasil
2. Afektif anak mampu : Sepeda lipat, skuter rangkai) penelitian, metode
 Senang bermain dengan 3. Latih anak mengembangkan pembiasaan terbukti dapat
teman sebayannya keterampilan bahasa : meningkatkan kemandirian
 Biasakan meminta anak anak Lampiran jurnal 1).
 Mampu mengekspresikan
rasa senang, sedih, bercerita pengalaman bermain  Perkembangan motorik
marah secara wajar bersama teman-temannya kasar dan halus sangat
3. Psikomotor anak mampu :  Bacakan cerita pendek berkembang pesat saat usia
sebelum tidur prasekolah untuk itu
 Melakukan kegiatan fisik
4. Latih anak mengembangkan dibutuhkan stimulasi yang
sesuai usianya
keterampilan psikososial: tepat sesuai usia anak.
 Membantu pekerjaan
 Biasakan anak untuk Hasil penelitian
rumah tangga yang
menyebutkan bahwa
sederhana membantu pekerjaan rumah
mainan jenis konstruksi
 Melakukan permainan yang sederhana (mis.
bertransformasi cocok untuk
yang diajarkan merapikan buku, membuang
anak usia pra sekolah
sampah)
N
DIAGNOSA
TGL O TUJUAN INTERVENSI Rasional
KEPERAWATAN
DX
 Mencoba hal baru dan  Ajarkan anak berbagi dimana terdapat 3 unsur
pantang menyerah permainan/makanan dengan dalam jenis mainan tersebut
teman sebayanya yaitu : fun learning
5. Latih anak memahami identitas (menciptakan pola
dan peran sesuai dengan jenis permainan yang tidak hanya
kelamin: menghibur namun juga
 Ajarkan cara dapat memberikan nilai
berdandan/berhias laki-laki edukasi pada anak) , knock
 Berikan jenis permainan untuk down (mainan dapat
anak laki-laki dibongkar sehingga dapat
6. Bantu anak mengembangkan menstimulasi kreativitas
kecerdasan anak), moveable (mainan
 Fasilitasi keinginan belajar yang mendorong anak untuk
sesuai minatnya lebih bergerak aktif).
 Berikan tontonan yang bersifat (lampiran jurnal 2)
edukatif  Berdasarkan hasil penelitian
 Berikan pujian atas capaian metode yang tepat untuk
belajarnya mengembangkan
7. Bantu anak mengenal dan keterampilan bahasa usia
memahami nilai moral anak prasekolah
 Ciptakan lingkungan keluarga diantaranya adalah metode
yang mendukung cerita, metode bermain
perkembangan moral anak melalui permainan, metode
(mis. minimalkan konflik, bercakap-cakap, metode
komunikasi antar anggota tanya jawab, metode
keluarga baik) bermain peran dan metode
sosio drama (jurnal 3)
 Biasakan anak untuk meminta
maaf jika melakukan kesalahan
N
DIAGNOSA
TGL O TUJUAN INTERVENSI Rasional
KEPERAWATAN
DX
 Ajarkan nilai baik buruk dengan
cara sederhana (menonton film
anak islami)
8. Beri pujian pada pencapaian anak
terhadap tugas rumah, tugas
sekolah, dan perilaku positif
lainnya
9. Latih disiplin dalam hal kebersihan
diri, bermain, istirahat dan tidur,
pola makan dan kegiatan belajar.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
KESIAPAN PENINGKATAN PERKEMBANGAN USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN)
SP-1

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien An. L usia 4 tahun saat ini menempuh pendidikan di pendidikan anak usia
dini (PAUD). Keluhan fisik tidak ada.

2. Diagnosa Keperawatan
Kesiapan Peningkatan Perkembangan Anak Usia Prasekolah

B. STRATEGI KOMUNIKASI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

SP 1 Keluarga: Menjelaskan perkembangan psikososial anak prasekolah

1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik :
“ Assalamu’alaikum, Selamat sore Bu. Perkenalkan saya Enah Bu, mahasiswa
praktik profesi brawijaya. Nama Ibu siapa?
Senang dipanggil apa?
b. Evaluasi Validasi
“ Bagaimana perasaan ibu hari ini, apakah sehat?
c. Kontrak
Topik : “Baiklah bu, hari ini kita akan berbincang-bincang tentang cara
merawat anak Bapak/Ibu yang berusia 3-6 tahun”
Waktu : “ kita akan berbincang-bincang kurang lebih 30 menit ya bu”
Tempat : “ Dimana ibu ingin kita berbincang-bincang bu? Di ruang tamu?
Baiklah bu”
Tujuan : “tujuan kita berbincang- bincang hari ini yaitu agar ibu mengetahui
perkembangan perilaku anak yang normal dan menyimpang”
2. Fase Kerja
“ Bu, ini leaflet tentang perkembangan anak di usia prasekolah. Mari kita
pelajari bersama mengenai ciri perkembangan anak prasekolah yang normal
seperti apa dan yang menyimang seperti apa, kemudian apa dampaknya dan
bagaimana cara menstimulasi perkembangan anak. Baiklah bu, saya akan jelaskan
satu per satu. Kemampuan utama anak di usia 3-6 tahun secara normal adalah
berinisiatif menggunakan situasi di rumah untuk bermain (menyusun kursi jadi
kereta api, mengumpulkan batuan, dll), mengerjakan pekerjaan sederhana: buang
sampah, lipatan-lipat pakaian, meletakkan sepatu pada tempatnya, senang
bermain dengan teman sebaya, cerita berkhayal, mudah pisah dengan orangtua,
banyak bertanya dan
mengkuti ritual keagamaan dalam keluarga.
Apakah An. L sudah sama kemapuannya sepeti yang kita pelajari ini Bu?
Sebagian besar sudah? Waah, bagus ya Bu. Untuk itu Ibu tinggal menstimulasinya
supaya kemampuan lain dapat tercapai. Anak yang tidak dapat mencapai
kemampuan tersebut maka ia akan tidak percaya diri, malu untuk tampil di depan
umum, pesimis, tidak memiliki cita-cita, takut salah melakukan sesuatu dan malas
melakukan kegiatan serta tidak mempunyai inisiatif”. Ditakutkan, anak dengan
perkembangan yang menyimpang seperti itu pada saat dewasa akan mengalami
rendah diri dan tidak dapat bergaul”.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan
keperawatan Evaluasi subjektif :
bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita
berdiskusi tadi Evaluasi Objektif :
Coba Bapak/ Ibu sebutkan lagi apa saja perkembangan normal pada anak usia
3-6 tahun, perkembangan yang menyimpang lalu apa saja dampak
penyimpangannya? Nah, apa saja yang bisa kita ajarkan bu?
b. Rencana tindak lanjut
Selanjutnya besok saya akan kembali mengunjungi Bapak/Ibu dan An. L untuk

menjelaskan cara mengembangkan keterampilan motoric anak.”


c. Kontrak yang akan datang
Topik : “Baik bu, untuk pertemuan besok kita akan membahas cara
mengembangkan keterampilan motoric anak”
Waktu : “ jam berapa besok ibu ada waktu? Bagaimana kalau siang jam 2
bu?

baiklah
Tempat : “ untuk tempat bagaimana kalau disini saja di ruang tamu ya bu”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
KESIAPAN PENINGKATAN PERKEMBANGAN USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN)

SP-2

1. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien an. L usia 4 tahun saat ini menempuh pendidikan di pendidikan anak usia
dini ( PAUD).
2. Diagnosa keperawatan
Kesiapan perkembangan anak usia pra sekolah

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN

SP 2 keluarga : Mendemonstrasikan dan melatih keluarga untuk menstimulasi


perkembangan motoric anak

1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik :
“ Assalamu’alaikum, Selamat sore Bu ? bagaimana kabarnya hari ini ?
b. Evaluasi Validasi
“ Bagaimana perasaan ibu hari ini, apakah sehat?
c. Kontrak
Topik : “Baiklah bu, hari ini kita akan berbincang-bincang tentang cara

merawat anak Bapak/Ibu yang berusia 3-6 tahun”


Waktu : “ kita akan berbincang-bincang kurang lebih 30 menit ya bu”
Tempat : “ Dimana ibu ingin kita berbincang-bincang bu? Di ruang
tamu?

Baiklah bu”
Tujuan : “tujuan kita berbincang- bincang hari ini yaitu cara
Menstimulasi perkembangan motoric anak“

2. Fase Kerja
“Baiklah Bu, saya akan mengajarkan Ibu tentang bagaimana menstimulasi
perkembangan anak di usia 3-6 tahun. Kali ini kita akan stimulasi perkembangan
motorik kasarnya ya bu yaitu dengan bermain tangkap bola. Nah untuk itu saya
akan langsung melakukannya pada An.L.
“Selamat sore An. L, Sehat? Sedang apa Wah, pintar. An. L suka bermain?
Suka main apa? Oh bermain bola. Suka nya main bersama teman-temannya ya?
Bagaimana kalau sekarang main bersama kakak? Boleh pinjam bolanya?
Wah, terimakasih, baik sekali! Nah, sekarang kakk ingin mengajak an. L untuk
bermain tangkap bola. Nanti, bola ini akan kakk lempar kepada An. L, kamu harus
siap menangkap ya? Lau, nanti jika bolanya telah sampai pada an. L, kamu lempar
kembali blanya kepada kakk. Begitu seterusnya. Mengerti? Bagus sekali. Nah, ayo
sekarang coba tangkap bolanya. Ia, bagus. Nah, lempar sini. Waah pintar. Baiklah,
An. L, Kakak akan berbicara lagi dengan dan Ibu, An. L terus bermain dengan
teman/abangnya ya.”
“Tadi Bapak/Ibu sudah melihat bagaimana cara menstimulasi inisiatif anak
Bapak/Ibu. Sekarang Bapak/Ibu coba melakukannya. Bagus sekali Pak/Bu. Jadi,
kalau An. L mau melakukan sesuatu, jangan langsung dilarang, bahkan dapat
disuruh melakukan sesuatu. Pertahankan cara Bapak/Ibu mengasuh An. L, semoga
perkembangannya akan bagus. Agar perkembangan An. L lebih baik lagi, mari kita
rencanakan kegiatan kita selanjutnya. kalau begitu, Apakah masih ada yang ingin
Bapak/Ibu tanyakan ?

2) Fase Terminasi
a. Evaluasi
bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita
latihan tadi ?
Coba Bapak/ Ibu sebutkan lagi cara menstimulasi perkembangan motoric
yang telah saya sampaikan tadi ?”
b. Rencana tindak lanjut
Selanjutnya besok saya akan kembali mengunjungi Bapak/Ibu dan An. L
untuk

menjelaskan perkembangan moral anak usia 2-6 tahun dan cara


mestimulasinya.
c. Kontrak yang akan datang
Topik : “Baik bu, untuk pertemuan besok kita akan membahas
perkembangan

moral anak usia 3-6 tahun dan cara menstimulasinya”


Waktu : “ jam berapa besok ibu ada waktu? Bagaimana kalau siang
jam 2 bu?
Tempat : “ untuk tempat bagaimana kalau disini saja di ruang tamu ya
bu”
Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu Pak/Bu dan An.L terimakasih
atas waktu nya. Assalamu’alaikum
DAFTAR PUSTAKA

Ahyani, N.L, Astuti, D. (2018). Buku Ajar Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Penerbit : Badan Penerbit Universitas Muria Kudus. ISBN: 9 789021 180761.

Damayanti, R., Keliat. B.A.K., Hastono, S.P. (2010). Pengaruh Terapi Kelompok
Terapeutik (TKT) Terhadap Kemampuan Ibu dalam Memberikan Stimulasi
Perkembangan Inisiatif Anak Usia Pra Sekolah di Kelurahan Kedaung Bandar
Lampung. FIK UI : Jakarta

Depkes.(2006). Pedoman Pelaksanaan Simualsi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh


Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Direktorat Bina Kesehatan
Anak Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat: Depkes RI

Keliat, B.A., Daulima, N.C.H., & Farida, P. (2011). Manajemen Keperawatan Psikososial
dan Kader Kesehatan Jiwa: CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC

Muhmila M., Hardisana., dan Indria Dini. 2010. Psikologi Umum dan Anak: AKBID
YPSDMI GARUT;

Nurdin, A.E.(2011). Tumbuh kembang Perilaku Manusia. Cetakan I. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 tahun 2014 tentang Pemantauan


Pertumbuhan, Perkembangan, dan gangguan tumbuh Kembang Anak.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI.

Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta.


Erlangga; Jahja Yurdik. 2011.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA
USIA SEKOLAH (6 – 12 TAHUN)

1.1 Pengertian Sehat Jiwa


Kesehatan jiwa menurut UU No 23 Tahun 1996 tentang kesehatan jiwa
sebagaimana suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan
emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan secara
selaras dengan keadaan orang lain.
Kesehatan jiwa merupakan kondisi dimana seorang individu dapat
berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara
produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk lingkungannya (UU Kesehatan
Jiwa, 2014).

1.2 Kriteria Sehat Jiwa


Menurut WHO seseorang yang sehat mental mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan
2. Memperoleh kepuasan dari usahanya
3. Merasa lebih puas memberi daripada menerima
4. Saling tolong menolong dan saling memuaskan
5. Menerima kekecewaan untuk pelajaran yang akan datang
6. Mengarahkan rasa bermusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif
7. Mempunyai kasih sayang (Azizah dkk, 2016)
Kriteria Sehat Jiwa menurut M. Jahoda:
a) Sikap positif terhadap diri
Menerima diri apa adanya, sadar diri, obyektif, dan merasa berarti.
b) Tumbuh, kembang dan aktualisasi
Berfungsi optimal dan adaptif
c) Integrasi
Keseimbangan antara ekspresi dan represi, ego yang kuat (Stress dan
koping) dan mampu menyeimbangkan konflik dan dorongan
d) Otonomi
Tergantung dan mandiri seimbang, tanggung jawab terhadap diri sendiri,
menghargai otonomi oranglain, persepsi reality, mau berubah sesuai
dengan pengetahuan baru empati dan menghargai sikap dan perasaan
oranglain.
e) Environment Mastery
Mampu untuk sukses, adaptif terhadap lingkungan, dan dapat mengatasi
kesepian, agresi dan frustasi (Azizah, 2016).

1.3 Pengertian Anak Usia Sekolah


Anak usia sekolah merupakan anak yang sedang berada pada periode usia
pertengahan yaitu anak yang berusia 6-12 tahun (Santrock, 2008), sedangkan
menurut Yusuf (2011) anak usia sekolah merupakan anak usia 6-12 tahun yang
sudah dapat mereaksikan rangsang intelektual atau melaksanakan tugas-tugas
belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti:
membaca, menulis, dan menghitung).
Anak usia sekolah disebut juga periode intelektualitas atau keserasian
bersekolah. Pada umur 6-7 tahun seseorang dianggap sudah matang untuk
memasuki sekolah. Periode sekolah dasar terdiri dari periode kelas-kelas rendah (6-
9 tahun) dan periode kelas tinggi 10-12 tahun) (Depkes RI, 2008).
Anak usia sekolah mulai meningatkan hubungannya pada lingkungan
sekolah. Di Usia ini anak akan mengenal kerja sama, kompetisi dan kompromi.
Pergaulan dengan orang dewasa diluar keluarga mempunyai arti penting karena
dapat menjadi sumber pendukung bagi anak. Hal itu dibutuhkan karena konflik sering
kali terjadi adanya pembatasan dan dukungan yang kurang konsistern dari keluarga.
Kegagalan membina hubungan dengan teman sekolah, dukungan luar yang tidak
adekuat, serta inkonsistensi dari oarang tua akan menimbulkan rasa frustasi
terhadap kemampuannya, merasa tidak mampu, putus asa dan menarik diri dari
lingkungannya (Ah. Yusuf, 2015).

1.4 Perkembangan Anak Usia Sekolah


Pada masa ini guru sekolah sebagai panutan. Berteman lebih dengan
sesama jenis kelamin membentuk kelompok. Anak menyenangi aktifitas, kompetisi,
rasa ingin tahu yg besar, minat permainan yang terorganisasi. Mempunyai
kepercayaan yg tinggi terhadap orang dewasa. Cenderung membandingkan diri
dengan temannya, mudah kecewa dan gembira. Kepuasan yang besar jika dapat
mencapai sesuatu dan membenci kegagalan dan kesalahan.
Anak mengembangkan kekuatan internal dan tingkat kematangan untuk
bergaul di luar rumah. Orangtua hendaknya menanamkan interaksi yang sesuai
dengan teman sebaya dan orang lain serta meningkatkan ketrampilan intelektual
khususnya di sekolahan. Menerapkan peraturan dalam berinteraksi dengan orang
lain di luar keluarga. Perbedaan norma setiap keluarga dapat mengembangkan
kesadaran dan penghargaan terhadap perbedaan setiap keluarga untuk
berhubungan dengan orang lain lebih efektif. Orangtua perlu mendukung dan
memberi contoh peran bagi anak untuk merangsang kreatifitas dan produktif.
Perkembangan seksual dan citra diri anak membuat perasaan kompeten,
penerimaan dan penghargaan. Perasaan berhasil dalam melakukan sesuatu sangat
penting untuk perkembangan anak. Ketrampilan rasionalisasi pemahaman tentang
ide atau konsep, dapat menghubungkan antara konsep waktu dan ruang, mampu
mengingat serta mengumpulkan benda sejenis. Norma di rumah, sekolah, agama
dan menghargai tokoh otoriter seperti orang tua dan guru.
Usia sekolah disebut sebagai masa intelektual atau masa penyesuaian dalam
pencapaian perkembangan industri. Untuk mendapatkan perkembangan anak usia
sekolah yang sesuai, maka harus dilakukan persiapan ketahanan dan kesehatan
yang optimal agar anak dapat menjadi produktif dengan memberikan stimulasi
perkembangan pada anak. Aspek perkembangan pada anak usia sekolah meliputi
motorik, kognitif, bahasa, emosi, kepribadian, moral, spiritual, dan psikososial.
Aspek-aspek perkembangan ini saling mendukung dan saling melengkapi satu
dengan yang lainnya dalam meningkatkan kemampuan anak dalam produktifitas
(Keliat, 2011).
Anak usia sekolah memiliki perubahan dari periode sebelumnya. Harapan
dan tuntutan baru dengan adanya lingkungan yang baru dengan masuk sekolah
dasar saat usia 6 atau 7 tahun (Hurlock, 2015). Anak usia sekolah mengalami
beberapa perubahan sampai akhir dari periode masa kanak-kanak dimana anak
mulai matang secara seksual pada usia 12 tahun (Hurlock, 2015). Dalam tahap
perkembangan anak di usia sekolah, anak lebih banyak mengembangkan
kemampuannya dalam interaksi soisal, belajar tentang nilai moral dan budaya dari
keluarga serta mulai mencoba untuk mengambil bagian peran dalam kelompoknya.
Perkembangan yang lebih khusus juga mulai muncul dalam tahap ini seperti
perkembangan konsep diri, keterampilan serta belajar untuk menghargai lingkungan
sekitarnya (Hidayat, 2005).
Terdapat tiga tahapan perkembangan anak usia sekolah menurut teori
tumbuh kembang, yaitu:
1. Perkembangan Kognitif (Piaget)
Dilihat dari sisi kognitif, perkembangan anak usia sekolah berada pada tahap
konkret dengan perkembangan kemampuan anak yang sudah mulai
memandang secara realistis terhadap dunianya dan mempunyai anggapan
yang sama dengan orang lain. Sifat ego sentrik sudah mulai hilang, sebab
anak mulai memiliki pengertian tentang keterbatasan diri sendiri. Anak usia
sekolah mulai dapat mengetahui tujuan rasional tentang kejadian dan
mengelompokkan objek dalam situasi dan tempat yang berbeda. Pada
periode ini, anak mulai mampu mengelompokkan, menghitung, mengurutkan,
dan mengatur bukti-bukti dalam penyelesaian masalah. Anak menyelesaikan
masalah secara nyata dan urut dari apa yang dirasakan. Sifat pikiran anak
usia sekolah berada dalam tahap reversibilitas, yaitu anak mulai memandang
sesutau dari arah sebaliknya atau dapat disebut anak memiliki dua
pandangan terhadap sesuatu. Perkembangan kognitif anak usia sekolah
memperlihatkan anak lebih bersifat logis dan dapat menyelesaikan masalah
secara konkret. Kemampuan kognitif pada anak terus berkembang sampai
remaja (Hurlock, 2015)
2. Perkembangan Psikoseksual (Freud)
Pada perkembangan ini, anak usia sekolah berada pada fase laten dimana
perkembangannya ditunjukkan melalui kepuasan anak terhadap diri sendiri
yang mulai terintegrasi dan anak sudah masuk pada masa pubertas. Anak
juga mulai berhadapan dengan tuntutan sosial seperti memulai sebuah
hubungan dalam kelompok. Pada tahap ini anak biasanya membangun
kelompok dengan teman sebaya. Anak usia sekolah mulai tertarik untuk
membina hubungan dengan jenis kelamin yang sama. Anak mulai
menggunakan energi untuk melakukan aktifitas fisik dan intelektual bersama
kelompok sosial dan dengan teman sebayanya, terutama dengan yang
berjenis kelamin sama (Wong, 2009).
3. Perkembangan Psikososial
Pada perkembangan ini, anak berada dalam tahapan rajin dan akan selalu
berusaha mencapai sesuatu yang diinginkan terutama apabila hal tersebut
bernilai sosial atau bermanfaat bagi kelompoknya. Pada tahap ini anak akan
sangat tertarik dalam menyelasaikan sebuah masalah atau tantangan dalam
kelompoknya. Hal ini disebabkan oleh adanya keinginan anak untuk
mengambil setiap peran yang ada di lingkungan sosial terutama dalam
kelompok sebayanya. Pada tahap ini, anak menginginkan adanya
pencapaian yang nyata. Keberhasilan anak dalam pencapaian setiap hal
yang mereka lakukan akan meningkatkan rasa kemandirian dan kepercayaan
diri anak. Anak- anak yang tidak dapat memenuhi standar yang ada dapat
mengalami rasa inferiority (Muscari, 2005; Wong, 2009). Anak yang
mengalami inferiority harus diberikan dukungan dalam menjalankan
aktivitasnya(Sarafino, 2006). Pengakuan teman sebaya terhadap keterlibatan
anak di kelompoknya akan memberikan dukungan positif pada anak usia
sekolah. Perkembangan moral anak usia sekolah menurut Kohlberg berada
di tahap konvensional (Muscari, 2005). Perkembangan moral sejalan dengan
cara pikir anak usia sekolah yang lebih logis (Hockenberry & Wilson, 2007).
Anak pada usia sekolah dapat lebih memahami standar perilaku yang
seharusnya mereka terapkan pada kehidupan sehari-hari. Anak dalam tahap
konvensional, mulai memahami bagaimana harus memperlakukan orang lain
sesuai dengan apa yang ingin diterima oleh mereka dari orang lain (Muscari,
2005; Wong, 2009). Anak mulai melihat berbagai cara pandang untuk menilai
suatu tindakan benar atau salah (Hockenberry & Wilson, 2007).

1.5 Proses Tumbuh Kembang Jiwa Anak


Menurut Eric Ericson (1963) dalam Azizzah, 2016) mengatakan setiap fase
perkembangan dapat terjadi konflik sesuai dengan tugas perkembangannya dan harus
disintesa. Bila tidak dapat memecahkan stressor dan krisis ini maka pada fase ini tugas
perkembangannya akan terfiksasi dan mempengaruhi fase perkembangan selanjutnya.
Pada usia sekolah (6-12 tahun) disebut fase produktif (rajin) vs Rendah diri
(malas) dimana bila tugas perkembanganya tidak terlaksana, anak akan merasa
kekurangan diri (tidak ada satupun yang baik, merasa tidak mampu dan inferior,
gangguan prestasi dan takut kompetisi.
a. Mengembangkan kekuatan internal dan tingkat kematangan untuk bergaul di
luar rumah.
b. Menanamkan interaksi yang sesuai dengan teman sebaya dan orang lain
serta meningkatkan ketrampilan intelektual khususnya di sekolahan.
c. Menerapkan peraturan dalam berinteraksi dengan orang lain di luar keluarga.
d. Perbedaan norma setiap keluarga à mengembangkan kesadaran dan
penghargaan terhadap perbedaan setiap keluarga untuk berhubungan
dengan orang lain lebih efektif.
e. Orang tua perlu mendukung dan memberi contoh peran bagi anak untuk
merangsang kreatifitas dan produktif.
f. Perkembangan seksual dan citra diri à perasaan kompeten, penerimaan dan
penghargaan.
g. Perasaan berhasil dalam melakukan sesuatu sangat penting untuk
perkembangan anak.
h. Ketrampilan rasionalisasi pemahaman tentang ide atau konsep
i. Dapat menghubungkan antara konsep waktu dan ruang, mampu mengingat
serta mengumpulkan benda sejenis.
j. Norma di rumah, sekolah, agama dan menghargai tokoh otoriter seperti
orang tua dan guru.

1.6 Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa pada Anak Usia Sekolah
Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa pada anak usia sekolah
menurut Depkes RI (2001), dalam Noviana, 2010) antara lain:
1 Guru
Perilaku guru menunjukan suatu pengaruh yang besar dan kuat terhadap
iklim atau suasana sekolah, baik sosial maupun emosional. Keberhasilan
guru dalam mengajar dan mendidik, khususnya dapat membantu
perkembangan kepribadian anak.
2 Teman sebaya
Sehari-hari anak bergaul dengan teman sekolah atau teman di luar sekolah.
Orang tua dan guru harus mengetahui kelompok teman bermain anak baik di
sekolah maupun di luar sekolah. Di rumah anak berada dalam “dunia
dewasa”, yang penuh dengan norma dan nilai yang harus dipatuhi,
sedangkan di luar rumah anak dalam “dunia usia sebaya”, yang penuh
dengan kebebasan.
3 Kondisi fisik sekolah
Anak tidak akan tenang belajar, apabila sekolah terletak di dekat pasar,
perkampungan yang padat, dekat pabrik, atau disekitar tempat hiburan.
Keadaan semacam ini sangat berpengaruh terhadap perilaku anak.
4 Kurikulum
Kurikulum sekolah merupakan pedoman proses pembelajaran yang sangat
penting. Undang-undang No. 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah No.
28 Tahun 1990 sudah menggariskan jenis dan muatan kurikulum, khususnya
kurikulum nasional yang cukup fleksibel menampung keperluan khusus
setempat dalam bentuk muatan lokal.
5 Proses pembelajaran
Suasana sekolah yang menantang dan merangsang belajar, akan
menentukan iklim sekolah. Hal ini tergantung pada kemampuan guru
mengajar, serta tata tertib yang berlaku di sekolah. Sekolah terasa nyaman
dan menarik, sehingga anak senang berada di sekolah dan guru pun
bergairah dalam mengajar.
6 Keluarga
Keluarga merupakan faktor pembentuk kepribadian anak secara dini yang
pertama dan utama. Orang tua yang bersifat otoriter, tidak sabar, mudah
marah, selalu mengatakan “tidak”, selalu melarang, sering memukul, akan
sangat berpengaruh buruk terhadap perkembangan kepribadian anak.

1.7 Pengkajian
Pengkajian sebagai tahap awal proses keperawatan meliputi pengumpulan
data, analisis data, dan perumusan masalah pasien. Data yang dikumpulkan adalah
data pasien secara holistik, meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Seorang perawat jiwa diharapkan memiliki kesadaran atau kemampuan tilik diri (self
awareness), kemampuan mengobservasi dengan akurat, berkomunikasi secara
terapeutik, dan kemampuan berespons secara efektif (Stuart dan Sundeen, 2002)
karena hal tersebut menjadi kunci utama dalam menumbuhkan hubungan saling
percaya dengan pasien. Hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien
akan memudahkan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
a. Data demografi
 Nama, usia tempat tinggal dan tanggal lahir anak
 Data orang tua
 Riwayat kelahiran
 Alergi, penyakit dan pengobatan yang pernah diterima anak
 Aktivitas kehidupan sehari-hari anak: status gizi, jadwal makan, jadwal
tidur dan kualitas tidur, eliminasi
 Kecacatan dan keterbatasan yang lainnya
b. Riwayat antenatal, kelahiran dan post natal serta penyakit yang pernah
diderita
c. Pemeriksaan fisik
 Keadaan kulit, kepala, mata, hidung, mulut, pernapasan,
kardiovaskuler, muskuloskeletal dan neurologis anak
 Pemeriksaan fisik lengkap untuk mengetahui kemungkinan pengaruh
gangguan fisik terhadap perilaku anak
 Pemeriksaan adanya bekas penganiayaan yang pernah dialami anak
d. Status mental
 Pemeriksaan status mental untuk memberikan gambaran mengenai
fungsi ego anak
 Membandingkan perilaku dengan tingkat fungsi ego dai waktu ke
waktu, dikaji dari waktu ke waktu dengan suasana santai dan nyaman
 Pemeriksaan mental meluputi: keadaan emosi, proses berpikir,
konsep diri, koping mekanisme, orientasi dan IQ
 Pengkajian terhadap hubungan interpersonal anak dilihat dalam
hubungannya dengan teman sebaya, untuk mengetahui kesesuaian
perilaku dengan usia
e. Hubungan interpersonal
 Hubungan anak dengan kelompoknya
 Apakah mempunyai teman akrab
 Posisi anak dalam struktur kelompok
f. Riwayat personal dan keluarga
 Kesehatan fisik anak
 Pola asuh
 Faktor pencetus masalah
 Riwayat gejala
 Tumbuh kembang anak
g. Faktor resiko gangguan perkembangan anak:
 Faktor keluarga: kurang pengetahuan ibu/pengasuh mengenai tumbuh
kembang anak, usia ibu kurang dari 20 tahun, ibu/pengasuh menderita
gangguan jiwa, jumlah anak usia kurang dari 3 tahun lebih dari 1
orang, ayah berkepribadian antisocial, hubungan keluarga tidak
harmonis, rumah kacau dan kotor serta kemiskinan.
 Faktor masyarakat (lingkungan sosial); perumahan kumuh dan padat,
terdapat tem pat hiburan /lokalisasi yang buka sampai malam, bacaan
dan tontonan yang tidak sesuai, banyak anak putus sekolah dan
pengagurana.

1.8 Penilaian Stresor


 Motorik kasar dan halus
a. Lompat tali atau karet
b. Permainan engklek
c. Menangkap dan melempar bola
d. Menulis tulisan sambung
e. Menggunting kertas dengan mengikuti pola yang sudah ada
f. Menggambar atau melukis dengan pencil warna
 Kognitif
a. Menerima nasehat dari orang lain
b. Menerima perbedaan pendapat
c. Kritis terhadap informasi
d. Menceritakan kelebihan diri
e. Berpikir dirinya orang yang sehat dan menyenangkan
f. Menyebutkan bentuk benda dan fungsinya
g. Menjawab pertanyaan sebab akibat
h. Menjawab soal penjumlahan
 Bahasa
a. Perkenalan diri dan cerita pengalaman yang disenangi
b. Menceritakan kembali cerita pendek
c. Mengisi teka-teki silang
 Emosi dan kepribadian
a. Berani mengekspresikan perasaan
b. Menyampaikan perasaan marah, senang, takut sedih.
c. Menyampaikan pendapat dan keinginan
d. Mengatasi masalah yang sedang dihadapi
e. Puas dengan keberhasilan yang dicapai
f. Menceritakan kebaikan yang pernah dilakukan.
g. Mengungkapkan kesalahan
h. Menyelesaikan tugas dan tanggung jawab
 Moral dan spiritual
a. Menepati janji pada kelompok
b. Melakukan kewajiban dan menepati janji
c. Mengikuti peraturan
d. Mengikuti kegiatan keagamaan
e. Melakukan doa secara rutin
f. Membaca kitab suci.
 Psikososial
a. Permainan dalam kelompok
b. Mengerkajakan tugas kelompok
c. Permainan dengan gotong royong dan tolong menolong.
d. Bermain dan bercerita dengan teman akbar
e. Tanggung jawab tugas kelompok
f. Menghargai hak orang lain yang berdeda dengan diri sendiri

1.9 Sumber Koping


 Personal Ability
a) Tahu kemampuan/ kelebihan diri
b) Tahu pencapaian tugas sekolah/rumah
c) Dapat menerima tugas yg diberikan
d) Dapat menilai keberhasilan dirinya
e) Dapat menggunakan fasilitas alat yang diberikan kepadanya
 Social Support
a) Caregiver
b) Kemampuan caregiver dalam menstimulasi
c) Keberadaan kelompok anak usia sekolah
d) Keberadaan kader kesehatan jiwa
 Material Asset
a) Ada jaminan kesehatan,Asuransi, JKM, JKD/SKTM, BPJS
b) Penghasilan keluarga mencukupi kebutuhan
c) Keluarga punya tabungan
d) Keluarga punya asset pribadi
e) Punya akses pelayanan kesehatan (PKM, klinik, bidan, dokter)
f) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
 Positive Belief
a) Percaya dengan pelayanan kesehatan
b) Persepsi yang baik terhadap tenaga kesehatan
c) Selalu menggunakan pelayanan kesehatan
d) Keyakinan agama yang berhubungan dengan kesehatan
e) Keyakinan budaya klien & keluarga yang berhubungan dengan kesehatan

1.10 Mekanisme Koping


 Adaptif
a) Berteman dengan sesama jenis & mempunyai teman bermain
tetap/sahabat karib
b) Ikut berperan serta dalam kegiatan kelompok
c) Berinteraksi secara baik dengan orang tua
d) Dapat mengendalikan keinginan/dorongan yang kuat
e) Berkompetisi dengan teman/saudara sebaya
f) Berusaha menyelesaikan tugas rumah/sekolah yang diberikan
g) Mengetahui nilai mata uang
h) Melakukan hobi
i) Berpikir bahwa dirinya adalah orang yang menyenangkan dan sehat
 Destruktif
a) Tidak mau mengerjakan tugas sekolah/rumah
b) Membangkang orang tua untuk mengerjakan tugas
c) Tidak ada kemauan untuk bersaing dan terkesan malas
d) Tidak mau terlibat dalam kegiatan kelompok
e) Memisahkan diri dengan teman sepermainan dan teman sekolah

1.11 Pohon Masalah


Rajin dan Percaya Diri

Terpenuhinya tugas perkembangan usia sekolah


(6-12 tahun)

Stimulasi tumbuh kembang usia sekolah (6-12 tahun) optimal

Pengetahuan Keluarga yang efektif


1.12 Diagnosa Keperawatan
1. Kesiapan Peningkatan Perkembangan Usia Sekolah
2. Gangguan hubungan interpersonal
3. Harga diri rendah
4. Gangguan komunikasi verbal

1.13 Rencana Asuhan Keperawatan


Tujuan asuhan keperawatan disusun sesuai dengan kebutuhan anak,
seperti modifikasi penyesuaian anak sekolah, dan perubahan lingkungan
anak. Untuk anak yang dirawat di unit perawatan jiwa,
Tujuan umumnya adalah sebagai berikut:
1 Memenuhi kebutuhan emosi anak dan kebutuhan untuk dihargai
2 Mengurangi ketegangan pada anak dan kebutuhan untuk berperilaku
defensive
3 Membantu anak menjalin hubungan positif dengan orang lain
4 Membantu mengembangkan identitas diri anak
5 Memberikan anak kesempatan untuk menjalani kembali tahapan
perkembangan terdahulu yang belum terselelsaikan secara tuntas
6 Membantu anak berkomunikasi secara efektif
7 Mencegah anak untuk menyakiti baik dirinya maupun diri orang lain
8 Membantu anak memelihara kesehatan fisiknya
9 Meningkatkan uji coba realitas yang tepat

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
Kesiapan 1. Mempertahank 1. Pemenuhan kebutuhan 1. Fisik yang optimal
peningkatan an pemenuhan fisik yang optimal merupakan ciri sehat
perkembangan kebutuhan fisik a. Kaji pemenuhan jiwa
usia sekolah yang optimal kebutuhan fisik anak a. Mengetahui kebutuhan
2. Mengembangk b. Anjurkan pemberian yang diperlukan anak
an ketrampilan makanan dengan b. Gizi seimbang dapat
motorik kasur gizi seimbang meningkatkan
dan halus c. Kolaborasi kebutuhan fisik anak
3. Mengembangk pemberian vitamin c. Vitamin dan vaksin
an ketrampilan dan vaksinasi ulang dapat meningkatkan
adaptasi d. Ajarkan kebersihan imunitas
psikososial diri d. Kebersihan merupakan
4. Mengembangk 2. Pengembangkan bagian dari kesehatan
an kecerdasan ketrampilan motorik 2. Perkembangan motorik
5. Mengembangk kasur dan halus halus dan kasar yang
an nilai-nilai a. Kaji ketrampilan tepat dan sesuai
moral motorik kasar dan merupakan ciri sehat
6. Meningkatkan halus anak jiwa
peran serta b. Fasilitasi anak untuk a. Mengetahui sejauh
keluarga dalam bermain mana perkembangan
meningkatkan menggunakan motorik halus dan
pertumbuhan motorik kasar kasar anak
dan (sepak bola, b. Meningkatkan/melatih
perkembangan bersepeda, lompat perkembangan motorik
tali) kasar
c. Fasilitasi anak untuk c. Meningkatkan/melatih
bermain perkembangan motorik
menggunakan halus
motorik halus d. Sefty dalam bermain
(belajar mengurangi resiko
menggambar, cedera pada anak
menulis, membaca) 3. Perkembangan
d. Menciptakan psikososial yang baik
lingkungan yang akan meningkatkan
aman dan nyaman hubungan dengan orang
bagi anak untuk lain
bermain a. Mengetahui sejauh
3. Pengembangkan mana adaptasi anak
ketrampilan adaptasi b. Meningkatkan
psikososial perkembangan
a. Kaji ketrampilan psikososial dan
adaptasi psikososial hubungan dengan
anak teman sebaya
b. Sediakan waktu c. Meningkatkan
bagi anak untuk keberanian dan
bermain keluar kepercayaan diri anak
rumah bersama d. Memotivasi anak untuk
teman sebayanya bersaing
c. Berikan dorongan e. Meningkatkan
dan kesempatan hubungan dan
ikut berbagai kepercayaan diri anak
perlombaan terhadap orang lain
d. Berikan hadiah atas 4. Kognitif merupakn dalah
prestasi yang diraih satu perkembangan
e. Latih anak anak usia sekolah dasar
berhubungan a. Mengetahui tingkat
dengan orang lain intelegensi anak
yang lebih dewasa b. Mengembangkan bakat
4. Pengembangkan yang dimiliki anak
kecerdasan c. Mengembangkan skill
a. Kaji perkembangan anak
kecerdasan anak 5. Moral yang baik dan
b. Mendiskusikan sesuai dengan
kelebihan dan lingkungan bukti anak
kemampuannya dapat beradaptasi
c. Memberikan 6. Orang tua dapat
pendidikan dan memberikan pengaruh
ketrampilan yang terkuat dalam
baik bagi anak perkembangan
d. Memberikan bahan kepribadian anak baik
bacaan dan secara langsung
permainan yang maupun tidak langsung
meningkatkan
kreatifitas
e. Bimbing anak
belajar ketrampilan
baru
f. Libatkan anak
melakukan
pekerjaan rumah
sederhana (mencuci
mobil, menyapu,
menyiram tanaman)
g. Latih membaca,
menggambar dan
berhitung
h. Asah dan
kembangkan hobby
yang dimiliki anak
5. Pengembangkan nilai-
nilai moral
a. Kaji nilai-nilai moral
yang sudah
diajarkan pada anak
b. Ajarkan dan latih
menerapkan nilai
agama dan budaya
yang positif
c. Ajarkan hubungan
sebab akibat suatu
tindakan
d. Bimbing anak saat
menonton TV dan
membaca buku
cerita
e. Berikan pujian atas
nilai-nilai positif
yang dilakukan anak
f. Latih kedisiplinan
6. Peningkatkan peran
serta keluarga dalam
meningkatkan
pertumbuhan dan
perkembangan
a. Tanyakan kondisi
pertumbuhan dan
perkembangan anak
b. Tanyakan upaya
yang sudah
dilakukan keluarga
terhadap anak
c. Berikan
reinforcement atas
upaya yang sudah
dilakukan keluarga
d. Anjurkan pada
keluarga untuk
memberikan
makanan bergizi
seimbang
e. Berikan pendidikan
kesehatan tentang
tugas
perkembangan
normal pada anak
usia sekolah
f. Berikan informasi
cara menstimulus
perkembangan
pada usia sekolah

1.14 Implementasi
a. Terapi bermain
Pada umumnya merupakan media yang tepat bagi anak untuk
mengekspresikan konflik yang belum terselesaikan, selain juga berfungsi
untuk :
 Menguasai dan mengasimilasi kembali pengalaman lalu yang tidak
dapat dikendalikan sebelumnya.
 Berkomunikasi dengan kebutuhan yang tidak disadari
 Berkomunikasi dengan orang lain
 Menggali dan mencoba belajar bagaimana berhubungan dengandiri
sendiri, dunia luar, dan orang lain
 Mencocokkan tuntutan dan dorongan dari dalam diri dengan realitas
b. Terapi keluarga
Semua anggota keluarga perlu diikutsertakan dalam terapi keluarga.
Orangtua perlu belajar secara bertahap tentang peran mereka dalam
permasalahan yang dihadapi dan bertanggung jawab terhadap perubahan
yang terjadi pada anak dan keluarga. Biasanya cukup sulit bagi keluarga
untuk menyadari bahwa keadaan dalam keluarga turut meninbulkan
gangguan pada anak. Oleh karena itu perawat perlu berhati-hati dalam
meningkatkan kesadaran keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok dapat berupa suatu kelompok yang melakukan kegiatan
atau berbicara. Terapi kelompok ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan
uji realitas, mengendalikan impuls (dorongan internal), meningkatkan harga
diri, memfasilitasi pertumbuhan, kematangan dan keterampilan sosial anak.
Kelompok dengan lingkungan yang terapeutik memungkinkan anggotanya
untuk menjalin hubungan dan pengalaman sosial yang positif dalam suatu
lingkungan yang terkendali.
d. Psikofarmakologi
Walaupun terapi obat belum sepenuhnya diterima dalm psikiatri anak, tetap
bermanfaat untuk mengurangi gejala (hiperaktif, depresi, impulsif, dan
ansietas) dan membantu agar pengobatan lain lebih efektif. Pemberian obat
ini tetap diawasi oleh dokter dan menggunakan pedoman yang tepat.
e. Terapi individu
Ada berbagai terapi individu, terapi bermain psikoanalitis, psikoanalitis
berdasarkan psikoterapi, dan terapi bermain pengalaman. Hubungan antara
anak dengan therapist memberikan kesempatan apda anak untuk
medapatkan pengalaman mengenai hubungan positif dengan orang dewasa
dengan penuh kasih sayang dan uji realitas.
f. Pendidikan pada orang tua
Pendidikan terhadap orang tua merupkan hal yang penting untuk mencegah
gangguan kesehatan jiwa anak, begitu pula untuk meningkatkan kembali
penyembuhan setelah dirawat. Orang tua diajarkan tentang tahap tumbuh
kembang anak, sehingga orang tua dapat mengetahui perilaku yang sesuai
dengan usia anak. Keterampilan berkomunikasi juga meningkatkan
pengertian dan empati antara orangtua dan anak. Teknik yang tepat dalam
mengasuh anak juga diperlukan untuk mengembangkan disiplin diri anak.
Hal-hal lain seperti psikodinamika keluarga, konsep kesehatan jiwa, dan
penggunaan pengobatan, juga diajarkan.
g. Terapi lingkungan
Konsep terapi lingkungan dilandaskan pada kejadian dalam kehidupan
sehari-hari yang dialami anak. Lingkungan yang aman dan kegiatan yang
teratur dan terprogram, memungkinkan anak untuk mencapai tugas terapeutik
dari rencana penyembuhan dengan berfokus pada modifikasi perilaku.
Program yang berfokus pada perilaku, memungkinkan staf keperawatan
untuk memberikan umpan balik terus menerus kepada anak-anak tentang
perilaku mereka sesuai jadwal kegiatan. Untuk perilaku yang baik, mereka
menerima pujian, stiker atau nilai, tergantung pada tingkat perkembangannya.
Sebaliknya, perilaku negatif tidak ditoleransi.
1.15 Evaluasi
1 Keefektifan intervensi penanggulangan perilaku
2 Kemampuan untuk berhubungan dengan teman sebaya, orang dewasa dan
orang tua secara wajar
3 Kemampuan untuk melakukan asuhan mandiri
4 Kemampuan untuk menggunakan kegiatan program sebagai rekreasi dan
proses belajar
5 Respons terhadap peraturan dan rutinitas.
6 Status mental secara menyeluruh
7 Koordinasi dan rencana pemulangan
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
PSIKOSOSIAL PADA ANAK USIA SEKOLAH

A. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


Orientasi:
1. Salam terapeutik
“Selamat pagi/siang/sore, Pak/Bu. Saya Chandra Mahasiswa PSIK Siapa nama
Bapak/Ibu? Biasanya dipanggil apa? Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini? Apakah
Bapak/Ibu punya putra yang berusia 6-12 tahun? Siapa namanya? Apakah Bapak/Ibu
mengalami kesulitan dalam menghadapi perilaku An. SB? Agar kemampuan An. SB
semakin berkembang, kita akan mendiskusikan ciri khas perkembangan anak usia 6-12
tahun. Di mana kita akan bicara, Pak/Bu? Di ruangan in? Baiklah, kita akan berdiskusi
selama kurang lebih 30 menit, Pak/Bu.”
Kerja:
“Apakah Bapak/Ibu tahu bagaimana perkembangan anak usia 6-12 tahun yang
normal? Mari kita baca leaflet ini. Di situ tertulis ciri perkembangan anak usia 6-
12 tahun yang normal dan menyimpang. Anak usia 6-12 tahun diharapkan
mempunyai kemampuan bergaul dengan teman sebaya, tidak bergantung lagi
pada orang tua, menghasilkan sesuatu/karya sesuai dengan kemampuannya,
baik prestasi di sekolah maupun di keluarga/masyarakat. Hasil karya anak dapat
berupa prestasi di sekolah maupun di masyarakat, seperti membuat sendiri
benda-benda. Apakah D mempunyai kemampuan seperti yang tertulis di leaflet
itu? Sebagian besar sudah? Bagus. Bapak/lbu tinggal memotivasinya supaya
kemampuan lain dapat tercapai. Jika anak tidak dapat menunjukkan hasil
karyanya, anak dapat mengalami rendah diri karena merasa tidak dapat
menghasilkan sesuatu yang nyata. Apakah ada hal-hal yang ingin Bapak/Ibu
tanyakan?”
Terminasi
“Kita sudah selesai berdiskusi. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita
bicara? Apakah Bapak/Ibu masih ingat ciri perkembangan anak usia 6-12
tahun? Apa saja? Betul sekali, Pak/Bu. Bapak/Ibu sudah ingat ciri-cirinya
sehingga Bapak/ibu dapat membandingkannya dengan perkembangan An. SB.
Nanti Bapak/Ibu lihat perilaku mana yang tidak ada pada An. SB dan jika
menyimpang, kita akan diskusikan bersama-sama pada pertemuan berikutnya.
Saya akan ke sini lagi minggu depan untuk mendiskusikan cara yang akan
Bapak/Ibu lakukan. Sampai jumpa.”
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, H Syamsu (2011). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Dharma, A. &Andryanto, M., (2010) Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.
Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H.E (2015). Buku Ajar Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Media.
Azizah, Lilik M., Zainuri, Imam., Akbar, Amir (2016). Teori dan Aplikasi Praktik Klinik – Buku
Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Indomedia Pustaka
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA
USIA REMAJA (12 – 18 TAHUN)

A. PENGERTIAN KESEHATAN JIWA


Kesehatan adalah keadaaan sejahtera dari fisik, mental dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No 23
tahun 1992 tentang kesehatan). Sedangkan menurut WHO (2005) kesehatan adalah
suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya
bebas dari penyakit atau kecacatan. Dari dua defenisi di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa untuk dikatakan sehat, seseorang harus berada pada suatu
kondisi fisik, mental dan sosial yang bebas dari gangguan, seperti penyakit atau
perasaan tertekan yang memungkinkan seseorang tersebut untuk hidup produktif
dan mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari serta berhubungan sosial secara
nyaman dan berkualitas.
Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan
atau bagian integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya
kualitas hidup manusia yang utuh. Kesehatan jiwa menurut UU No 23 tahun 1996
tentang kesehatan jiwa sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu
berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain. Selain dengan itu pakar lain
mengemukakan bahwa kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental yang
sejahtera (mental wellbeing) yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif,
sebagai bagian yang utuh dan kualitas hidup seseorang dengan memperhatikan
semua segi kehidupan manusia. Dengan kata lain, kesehatan jiwa bukan sekedar
terbebas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan sesuatu yang dmas dimastuhkan
oleh semua orang, mempunyai perasaan sehat dan bahagia serta mampu
menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan
mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Sumiati dkk, 2009).
Gangguan kesehatan jiwa bukan seperti penyakit lain yang bisa datang
secara tiba-tiba tetapi lebih kearah permasalahan yang terakumulasi dan belum
dapat diadaptasi atau terpecahkan. Dengan demikian akibat pasti atau sebab yang
melatar belakangi timbulnya suatu gangguan. Pengetahuan dan pengalaman yang
cukup dapat membantu seseorang untuk menangkap adanya gejala-gejala tersebut.
Semakin dini kita menemukan adanya gangguan maka akan semakin mudah
penanganannya. Dengan demikian deteksi dini masalah kesehatan jiwa anak usia
sekolah dasar sangat membantu mencegah timbulnya masalah yang lebih berat.
Masalah kesehatan jiwa yang sifatnya ringan dapat dilakukan penanganan di sekolah
oleh guru atau kerjasama antara guru dan orang tua anak karena penyebab
permasalahan dapat berkaitan dengan masalah dalam keluarga yang tidak ingin
dibicarakan oleh orang tua, mungkin pula anak mempunyai masalah dengan teman
(Noviana, 2010).
Lingkup masalah kesehatan jiwa yang dihadapi individu sangat kompleks
sehingga perlu penanganan oleh suatu program kesehatan jiwa yang bersifat
kompleks pula. Masalah-masalah kesehatan jiwa dapat meliputi: 1) perubahan fungsi
jiwa sehingga menimbulkan penderitaan pada individu (distres) dan atau hambatan
dalam melaksanakan fungsi sosialnya; 2) masalah psikososial yang diartikan sebagai
setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis maupun
sosial yang memberi pengaruh timbal balik dan dianggap mempunyai pengaruh
cukup besar. Sebagai faktor penyebab timbulnya berbagai gangguan jiwa.
Psikososial yang dapat berupa masalah perkembangan manusia yang
harmonis, peningkatan kualitas hidup, upaya-upaya kesehatan jiwa diperlukan untuk
mengatasi masalah tersebut yang meliputi upaya primer, sekunder dan tersier yang
ditujukan untuk meningkatkan taraf kesehatan jiwa manusia agar dapat hidup lebih
sehat, harmonis, dan produktif (Dalami, 2010).

B. PENGERTIAN REMAJA
Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari
bahasa Latin adolescare yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai
kematangan”. Bangsa primitif dan orang-orang purbakala memandang masa puber
dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak
dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (Ali &
Asrori, 2006).
World Health Organization (2017), mendefinisikan remaja sebagai
periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa
kanak-kanak dan sebelum dewasa dengan rentang usia 10-19 tahun, sedangkan
dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 25 pada tahun 2014,
remaja merupakan individu dengan usia antara 10 sampai 19 tahun dan belum
menikah. Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia,
menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, 2003).

Keliat, Helena & Farida (2011), menyatakan bahwa pada tahap


perkembangan usia 12-18 tahun, remaja harus mampu mencapai identitas diri
meliputi peran, tujuan pribadi, keunikan dan ciri khas diri. Bila hal ini tidak tercapai
maka remaja akan mengalami kebingungan peran yang berdampak pada rapuhnya
kepribadian sehingga akan terjadi gangguan konsep diri. Selama proses tersebut,
terjadi perubahan yang saling berkaitan pada aspek fisik, kognitif, serta aspek
psikososial, hal tersebut lalu dikenal dengan masa remaja (Papalia, et. al., 2011).
Masa remaja merupakan periode ketika individu menjadi matur secara fisik maupun
psikologis dan memperoleh identitas personal, yang dimulai saat usia 10 atau 12
tahun dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun (Kozier, et. al., 2010).
Masa remaja juga dikatakan sebagai masa pencarian identitas diri. Identitas
adalah potret diri yang tersusun atas berbagai aspek, antara lain, identitas
pekerjaan/karir, identitas politik, identitas spiritual, identitas relasi (lajang, menikah,
bercerai), identitas prestasi/intelektual, identitas seksual, identitas budaya/etnik,
minat, kepribadian dan identitas fisik (Santrock, 2012). Menurut Erikson, tugas
remaja adalah mengatasi krisis identitas diri versus kebingungan identitas (Papalia,
et al., 2011).
Remaja yang mampu mencapai tugas perkembangannya, akan memiliki
identitas diri yang positif. Identitas diri yang positif akan menjadikan remaja mampu
menilai perannya di masyarakat, mampu menentukan jenis pekerjaan sesuai dengan
minat, berperilaku sesuai dengan norma agama yang dianut, mampu mengambil
keputusan tanpa melibatkan orang lain, memiliki prestasi yang baik, mempunyai cita-
cita, memiliki hobi yang positif, dan mampu bersosialisasi baik dengan keluarga,
teman sebaya dan lingkungan sekitar. Sebaliknya remaja yang tidak mampu
menyelesaikan tugas perkembangannya, akan mengalami kekacauan identitas.
Kekacauan identitas yang dialami remaja akan berdampak pada ketidakmampuan
remaja menilai perannya di masyakat, memiliki kepribadian yang labil, tidak memiliki
cita-cita, hobi dan rencana untuk masa depan, serta memiliki sikap dan perilaku yang
buruk, bahkan remaja tidak menunjukkan ketertarikan dalam berbagai hal (Marcia,
1980). Erikson dalam Santrock (2012), menyatakan bahwa remaja yang memiliki
identitas diri positif dapat menerima keadaan dirinya dan memahami diri sendiri
dengan sangat baik. Sebaliknya remaja yang mengalami kekacauan identitas diri
akan menarik diri, mengisolasi diri atau meleburkan diri dalam kelompok sebaya
sehingga kehilangan identitas dirinya.
Kesiapan peningkatan perkembangan remaja adalahremaja usia 12-18
tahun. Perkembangan kemampuan psikososial remaja dlam mencapai identitas diri
meliputi peran, tujuan pribadi, keunikan dan ciri khas diri, persahabatan dan setia
kawan berkembang pada usia remaja. Bila hal ini tidak tercapai maka remaja akan
mengalami kebingungan peran yang berdampak pada rapuhnya kepribadian
sehingga akan terjadi gangguan konsep diri (keliat,dkk. 2015).
C. TANDA DAN GEJALA MENJADI REMAJA
WHO (World Health Organization) memberikan definisi tentang remaja yang
lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu
biologis, psikologis, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut
berbunyi sebagai berikut. Remaja adalah suatu masa di mana:
1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tandatanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual.
2) Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri (Muangman dalam Sarwono, 2010).
Dalam tahapan perkembangan remaja menempati posisi setelah masa anak
dan sebelum masa dewasa. Adanya perubahan besar dalam tahap perkembangan
remaja baik perubahan fisik maupun perubahan psikis (pada perempuan setelah
mengalami menarche dan pada laki-laki setelah mengalami mimpi basah)
menyebabkan masa remaja relatif bergejolak dibandingkan dengan masa
perkembangan lainnya. Hal ini menyebabkan masa remaja menjadi penting untuk
diperhatikan. Selain itu tanda dan gejala dari kesiapan perkembangan remaja,
sebagai berikut
Subyektif Obyektif
 Remaja dapat menilai secara obyektif  Bertanggung jawab terhadap tugas
kelebihan dan kekurangan yang diberikan
 Memiliki sahabat  Menemukan identitas diri yang
 Merasa tertarik pada lawan jenis obyektif
 Mengembangkan bakat yang disukas  Memiliki cita cita masa depan
 Mempunyai prestasi akademik
 Memunyai teman sebaya

D. RENTANG RESPON

Adaptif Maladaptif
1. Remaja yang aktiv kegiatan 1. Memberontak
positif 2. Minum alcohol
2. Memiliki banyak tema 3. Pemakai napza
3. Memiliki prestasi/potensi 4. Menjadi anak jalanan
akademik 5. Tidak taat pada aturan
4. Mengembangkan hobi rumah/social/sekolah
5. Taat pada aturan
rumah/social/sekolah

E. BATASAN USIA REMAJA


Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa bayi hingga masa tua
akhir menurut Erickson, masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan yakni masa remaja
awal, masa remaja pertengahan, dan masa remaja akhir. Adapun kriteria usia masa
remaja awal pada perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada laki-laki yaitu 15-17 tahun.
Kriteria usia masa remaja pertengahan pada perempuan yaitu 15-18 tahun dan pada
laki-laki yaitu 17-19 tahun. Sedangkan kriteria masa remaja akhir pada perempuan
yaitu 18-21 tahun dan pada laki-laki 19-21 tahun (Thalib, 2010). Menurut Papalia &
Olds (dalam Jahja, 2012), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara
masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13
tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
Jahja (2012) menambahkan, karena laki-laki lebih lambat matang daripada anak
perempuan, maka laki-laki mengalami periode awal masa remaja yang lebih singkat,
meskipun pada usia 18 tahun ia telah dianggap dewasa, seperti halnya anak
perempuan. Akibatnya, seringkali laki-laki tampak kurang untuk usianya
dibandingkan dengan perempuan. Namun adanya status yang lebih matang, sangat
berbeda dengan perilaku remaja yang lebih muda.
Menurut Mappiare masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai
dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.
Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun
sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai
dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir (Ali & Asrori, 2006).
Menurut hukum di Amerika Serikat saat ini, individu dianggap telah dewasa
apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan bukan 21 tahun seperti pada ketentuan
sebelumnya. Pada usia ini, umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah
menengah (Hurlock dalam Ali & Asrori, 2006). Berdasarkan uraian di atas dapat
diketahui bahwa usia remaja pada perempuan relatif lebih muda dibandingkan
dengan usia remaja pada laki-laki. Hal ini menjadikan perempuan memiliki masa
remaja yang lebih panjang dibandingkan dengan laki-laki.
F. TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA
Hurlock (1980) menjelaskan bahwa semua tugas perkembangan pada
masa remaja dipusatkan pada pusaka penanggulangan sikap dan pola perilaku
yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa
dewasa. Tugas-tugas tersebut antara lain:
1) Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya
baik pria maupun wanita.
2) Mencapai peran sosial pria, dan wanita.
3) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
4) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
5) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa
lainnya.
6) Mempersiapkan karir ekonomi.
7) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
8) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku mengembangkan ideologi.
Ali & Asrori (2006) menambahkan bahwa tugas perkembangan masa
remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-
kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku
secara dewasa. Hurlock (dalam Ali & Asrori, 2006) juga menambahkan bahwa
tugastugas perkembangan masa remaja adalah berusaha:
1) Mampu menerima keadaan fisiknya;
2) Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa;
3) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis;
4) Mencapai kemandirian emosional;
5) Mencapai kemandirian ekonomi;
6) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat;
7) Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan
orang tua;
8) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan
untuk memasuki dunia dewasa;
9) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan;
10) Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga.
Kay (dalam Jahja, 2012) mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja
adalah sebagai berikut:
1) Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.
2) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang
mempunyai otoritas.
3) Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar
bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual
maupun kolompok.
4) Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.
5) Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap
kemampuannya sendiri.
6) Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar
skala nilai, psinsip-psinsip, atau falsafah hidup. (Weltan-schauung).
7) Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku)
kekanak-kanakan.

G. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI


BIOLOGIS PSIKOLOGIS SOSIAL
1. Riwayat Imunisasi 1. Intelengensi: Normal 1. Mampu bergaul di luar
lengkap 2. Terbiasa menceritakan rumah
2. Riwayat Status Gizi baik masalahnya 2. Punya hobi dengan
3. Tidak ada Riwayat 3. Tidak ada riwayat sebaya
penyakit fisik kehilangan 3. Mampu membina
kronis/cacat 4. Tidak ada riwayat hubungan dengan
4. Tidak ada riwayat trauma kegagalan sekolah/putus sebaya
kepala sekolah 4. Patuh terhadap
5. Tidak pernah merokok, norma/aturan
5. Tidak ada riwayat KDRT
narkoba, minum
6. Semangat bersekolah 5. Pola komunikasi dua
minuman keras
7. Punya rasa optimis arah
6. Tidak ada riwayat
dalam beraktivitas 6. Memiliki tugas &
genetik gangguan jiwa
8. Senang beraktivitas & tanggung jawab dalam
7. Memiliki tubuh ideal
berkompetisi keluarga
8. Tidak ada sakit fisik
9. Senang mendapatkan 7. Tidak ada labeling negatif
9. Tidak merokok, narkoba
menghargaan di lingkungan keluarga &
10. Suka olahraga
10. Punya cita-sita masyarakat
11. Lakukan perawatan
11. Senang menceritakan
8. Berpartisipasi dalam
tubuh
12. Tidak alami gangguan pengalamannya kegiatan kemasyarakatan
tidur 12. Memandang diri positif 9. Membina hubungan
13. Mengetahui identitas dengan lawan jenis
dirinya 10. Punya setiakawan yang
14. Menjalankan peran tinggi
sebagi anak, pelajar 11. Memilih sendiri teman
15. Senang dengan dekatnya tanpa campur
perubahan fisiknya tangan orang tua
16. Mendapatkan dukungan 12. Diberi kesempatan
teman sebaya berteman
17. Kreatif & memiliki inisiatif 13. Diberi kesempatan

18. Menerima arahan akan menjalankan hobi dg

rencana masa depan teman sebaya

19. Menerima perubahan 14. Bebas menentukan

fisik pilihan tanpa campur

20. Diberi kepercayaan tangan

menerima tugas &


tanggung jawab
21. Diberi kesempatan
menyukai tokoh idoda
22. Diberi kesempatan
berpendapat
23. Dilibatkan dalam
pengambilan keputusan

H. PERKEMBANGAN REMAJA
Menurut Widyastuti dkk (2009) terdapat 3 perubahan pada Remaja, meliputi
Seksualitas, Psikis, Kognitif dan Emosi.
1 Seksualitas
a. Rambut. Rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh seperti halnya
remaja laki-laki. Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi setelah pinggul
dan payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah
tampak setelah haid. Semua rambut kecuali rambut wajah mula-mula
lurus dan terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar,
lebih gelap dan agak keriting.
b. Pinggul. Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal
ini sebagai akibat membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya
lemak di bawah kulit.
c. Payudara. Seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar
dan puting susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula
dengan berkembang dan makin besarnya kelenjar susu sehingga
payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.
d. Kulit. Kulit, seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar, lebih tebal,
pori-pori membesar. Akan tetapi berbeda dengan laki-laki kulit pada
wanita tetap lebih lembut.
e. Kelenjar lemak dan kelenjar keringat. Kelenjar lemak dan kelenjar
keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemak dapat
menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat dan baunya menusuk sebelum
dan selama masa haid.
f. Otot. Menjelang akhir masa puber, otot semakin membesar dan kuat.
Akibatnya akan membentuk bahu, lengan dan tungkai kaki.
g. Suara. Suara berubah semakin merdu. Suara serak jarang terjadi pada
wanita.
2. Perkembangan Psikis
Widyastuti dkk (2009) menjelaskan tentang perubahan kejiwaan pada
masa remaja. Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada
remaja adalah:
a Perubahan emosi. Perubahan tersebut berupa kondisi:
 Sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan
sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering
terjadi pada remaja putri, lebih-lebih sebelum menstruasi.
 Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan
luar yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya mudah terjadi
perkelahian. Suka mencari perhatian dan bertindak tanpa berpikir
terlebih dahulu.
 Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua, dan lebih senang
pergi bersama dengan temannya daripada tinggal di rumah.
b. Perkembangan intelegensia, pada remaja perkembangan ini
menyebabkan:
 Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka
memberikan kritik.
 Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul
perilaku ingin mencoba-coba.
2. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti
belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa (Jahja, 2012). Menurut Piaget
(dalam Santrock, 2001; dalam Jahja, 2012), seorang remaja termotivasi untuk
memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam
pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di
mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam
skema kognitif mereka. Remaja telah mampu membedakan antara hal-hal
atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga
mengembangkan ide-ide ini. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan
apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengholah cara berpikir
mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.
Kekuatan pemikiran remaja yang sedang berkembang membuka
cakrawala kognitif dan cakrawala sosial baru. Pemikiran mereka semakin
abstrak (remaja berpikir lebih abstrak daripada anak-anak), logis (remaja
mulai berpikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rencana untuk
memecahkan masalah-masalah dan menguji secara sistematis pemecahan-
pemecahan masalah), dan idealis (remaja sering berpikir tentang apa yang
mungkin. Mereka berpikir tentang ciriciri ideal diri mereka sendiri, orang lain,
dan dunia); lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain,
dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka; serta cenderung
menginterpretasikan dan memantau dunia sosial (Santrock, 2002).
3. Perkembangan Emosi
Masa Remaja adalah masa peralihan antara masa anak-anak dan
masa dewasa, status remaja remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun
bagi lingkungannya. Perkembangan emosi seseorang pada umumnya
tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Perkembangan emosi remaja
juga demikian halnya. Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam
tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada
pada individu tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat
beberapa tingkah laku emosional, misalnya agresif, rasa takut yang
berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku menyakiti diri, seperti melukai diri
sendiri dan memukul-mukul kepala sendiri (Ali & Asrori, 2006).
Sejumlah faktor menurut Ali & Asrori (2006) yang dapat
mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah sebagai berikut:
a. Perubahan jasmani.
b. Perubahan pola interaksi dengan orang tua. Pola asuh orang tua
terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada yang
pola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya
sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan
anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan penuh cinta
kasih. Perbedaan pola asuh orang tua seperti ini dapat
berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja.
Cara memberikan hukuman misalnya, kalau dulu anak dipukul
karena nakal, pada masa remaja cara semacam itu justru dapat
menimbulkan ketegangan yang lebih berat antara remaja dengan
orang tuanya.
c. Perubahan pola interaksi dengan teman sebaya. Remaja
seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara
khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktifitas bersama
dengan membentuk semacam geng. Interksi antaranggota dalam
suatu kelompok geng biasanya sangat intens serta memiliki
kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi. Pembentukan
kelompok dalam bentuk geng seperti ini sebaiknya diusahakan
terjadi pada masa remaja awal saja karena biasanya bertujuan
positif, yaitu untuk memenuhi minat mereka bersama.
d. Perubahan pandangan luar. Ada sejumlah pandangan dunia luar
yang dapat menyebabkan konflik-konflik emosional dalam diri
remaja, yaitu sebagai berikut:
1) Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten.
Kadangkadang mereka dianggap sudah dewasa, tetapi
mereka tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang
wajar sebagaimana orang dewasa. Seringkali mereka masih
dianggap anak kecil sehingga menimbulkan kejengkelan pada
diri remaja. Kejengkelan yang mendalam dapat berubah
menjadi tingkah laku emosional.
2) Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang
berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan. Kalau remaja
lakilaki memiliki banyak teman perempuan, mereka mendapat
predikat populer dan mendatangkan kebahagiaan. Sebaliknya,
apabila remaja putri mempunyai banyak teman laki-laki sering
sianggap tidak baik atau bahkan mendapat predikat yang
kurang baik. Penerapan nilai yang berbeda semacam ini jika
tidak disertai dengan pemberian pengertian secara bijaksana
dapat menyebabkan remaja bertingkah laku emosional.
3) Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar
yang tidak bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan
remaja tersebut ke dalam kegiatan-kegiatan yang merusak
dirinya dan melanggar nilai-nilai moral.
e. Perubahan interaksi dengan sekolah. Pada masa anak-anak,
sebelum menginjak masa remaja, sekolah merupakan tempat
pendidikan yang diidealkan oleh mereka. Para guru merupakan
tokoh yang sangat penting dalam kehidupan mereka karena selain
tokoh intelektual, guru juga merupakan tokoh otoritas bagi para
peserta didiknya. Oleh karena itu, tidak jarang anak-anak lebih
percaya, lebih patuh, bahkan lebih takut kepada guru daripada
kepada orang tuanya. Posisi guru semacam ini sangat strategis
apabila digunakan untuk pengembangan emosi anak melalui
penyampaian materi-materi yang positif dan konstruktif.

I. PATHWAY PERKEMBANGAN REMJA

Kesiapan peningkatan perkembangan usia remaja



Mekanisme koping remaja

Sumber koping remaja
(kemampuan personal positif, dukugan social, kognitif, keyakinan)

Penilaian terhadap stresoor
(kognitif, afektif, fisiologis, respon social)

Faktor presipitas
(kognitif, origin, timing, number)

Faktro predisposisi
(biologis, psikologis, sosio cultural)
A. PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Identitas Nama,Usia, Jenis Kelamin, Nomor Rekam Medik (CM) dan Diagnosa
Medis
2. Keluhan
Keluhan utama saat pengkajian yang paling sering muncul / dominan dirasakan
klien dan intervensi yan telah klien/keluarga berikan untuk meringankan keluhan.
3. Status Perkembangan
Untuk mengetaui klien berasa distatus perkembangan infant/toddler/ preschool/
school/ adolenses/ youngadult/adult/old. Form ini juga digunakan untuk mengkaji
gangguan fisik/psikosexual/psikososial/kohnitif/moral pasien.
4. Faktor Presipitasi
Data yang dikaji berupa riwayat perkembangan kesehatan 6 bulan terakhir terdiri
dari bio, psiko, sosial, spritual untuk mengetahui stimulasi dan perkembangan pasien
sesuai dengan umur pasien.
5. Faktor predisposisi
Faktor Predisposisi adalah faktor pendukung (bio, psiko, sosial) yang berkontrmas
dimassi timbulnya gangguan perkembangan. Faktor predisposisi yang harus dikaji
meliputi: kapan terjadinya, keluhan/tanda gejala, penyebab/faktor faktor yang melatar
belakangi, apa yang sudah dilakukan.
6. Pengkajian Psikososial
Data yang dikaji adalah penulusuran genetik yang berupa genogram, riwayat
penakit pasien/ keluarga beserta penatalaksanaannya, data tentang konsep diri klien (citra
tubuh, identitas diri, peran, ideal diri, harga diri), hubungan sosial dan aspek spiritual serta
pemknaan dalam spiritual.

7. Penilaian terhadap stressor


Pengkajian yang digunakan untuk mellihat respon individu jika berhadapan dengan
stressor, terdiri dari respon kogitif, afektif,fisiologis, dan respon sosial.
8. Sumber koping
Mengkaji kemampuan personal untuk meneglaola koping jika berhadapan
dengan stressor, mulai dari penyelesaian masalah, status kesehatan, kemamuan
social, intelegensi, pengetahuan, tumbuh kembang, sampai ke konsep diri
pasien(citra diri, ideal diri identitas, peran, harga diri). Serta mengkaji dukungan social
yang didapatkan pasien, asset material untuk kebutuhan pasien, keyakinan pasien.
9. Mekanisme koping
Kaji respon klien dalam menghadapi suatu permasalahan, apakah
menggunakan cara-cara yang adaptif (konstruktif) atau maladaptive (distruktif)
B. DIAGNOSIS
Kesiapan peningkatan perkembangan remaja
C. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Kognitif, remaja mampu:
 Mengetahui aspek positif dan kekurangan diri
 Mengetahui identitas diri, tujuan dan cita-cita masa depan
 Memahami norma dan peraturan yang berlaku
 Berprestasi dalam bidang akademik
2. Psikomotor, remaja mampu:
 Mengembangkan kemampuan diri
 Meraih prestasi pada kegiatan positif
 Beraktivitas dengan aktif
3. Afektif, remaja mampu:
 Menyampaikan pendapat dengan asertif
 Mengendalikan emosi

D. INTERVENSI PADA REMAJA


1. Diskusikan kemampuan, karya, dan prestasi yang positif dan yang kurang. Berikan
pujian dan diskusikan cara mempertahankan dan meningkatkannya.
2. Diskusikan identitas diri yang dimiliki secara fisik, psikologi (kebahagiaan, cita cita, dan
prestasi) dan social (keluarga, sahabat).
3. Diskusikan norma dan pengaturan yang berlaku dalam keluarga, sekolah dan tempat
umum.
4. Diskusikan bahaya pergaulan bebas, narkoba, bulliying, gadget dan cara-cara
menghindarinya.
5. Motivasi mengembangkan hal-hal positif dalam kehidupan sebagai identitas diri remaja.
6. Berikan pujian pada tiap keberhasilan yang diraih remaja.
E. INTERVENSI PADA KELUARGA
1. Jelaskan perkembangan yang harus dicapai remaja
2. Latih cara memfasilitasi remaja untuk mengembangkan identitas dan kekhassannya.
3. Latih keluarga untuk mendampingi remaja:
 Diskusikan tentang keberhasilan yang dicapai dan memeberi pujian
 Mendorong pengembangan bakat yang menjadi identitas dari remaja
 Memfasilitasi persahabatan dengan teman sebaya
 Menjadi teman diskusi dalam menyelesaikan masalah yan dihadapi
 Menyediakan waktu bersama kelurga, kelompok social, dan kegiatan social
lainnya.
 Perhatikan dan mendampingi agara terhindar dari pergaulan bebas, narkoba,
dan kekerasan.
 Menyepakati waktu penggunaan smartphone dan media social dengan bijaksana
dan terhindar dari ketergantungan gadget.
4. Ciptakan suasana keluarga yang melibatkan remaja
5. Diskusikan penyimpangan dan cara mengatasinya serta pelayanan kesehatan.
F. INTERVENSI PADA KELOMPOK
1. Edukasi kelompok remaja dan kelompok orang tua
G. INTERVENSI PADA REMAJA
Perencanaan
Dx Kep Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

Kesiapan Tum: Setelah 1x pertemuan Membina hubungan saling percaya Komunikasi memiliki salah satu
peningkatan  Remaja mampu diharapkan pasien dengan prinsip komunikasi peranan yang penting dalam
perkembanga memenuhi dapat menunjukka terapeutik yaitu: kehidupan manusia, salah satu unsur
n remaja perkembangan tanda tanda dapa 1. Sapapasien dengan rama secara dalam komunikasi yaitu untuk
kognitif, membina hubungan verbal maupun nonverbal. menyampaikan informasi. Dalam
psikomotor dan saling percaya 2. Perkenalkan diri dengan sopan merawat dan membimbing proses
afektifnya sebagai dengan perawat, 3. Tanyakan nama lengkap pasien pemulihan terhadap pasien gangguan
remaja serta dengan kriteria hasil: dan nama panggilannya jiwa, perawat mempunyai resiko yang
terhindar dari hal  Ekspresi 4. Jelaskan tujuan pertemuan sangat besar, sehingga perawat harus
hal negative. bersahabat. 5. Jujur dan menepati jani memiliki kemampuan dalam
TUK I  Pasien 6. Tunjukkan sikap empati dan menangani pasien gangguan jiwa.
 Pasien dapat meunjuukan rasa menerma pasien apa adanya Salah satu kemampuan yang harus
membina senang 7. Beri perhatian pada pemenuhan perawat miliki yaitu komunikasi.
hubungan saling  Pasien bersedia kebutuhan pasien. Komunikasi merupakan pelekat antara
percaya berjabat tangan. perawat dalam melakukan proses
 Pasien bersedia perawatan atau pemulihan kepada
menyebutkan pasien Komunikasi yang tidak efektif
nama akan mengarahkan kepada proses
 Ada kontak mata. perawatan atau pemulihan yang tidak
 Pasien bersedia tepat dan pengembangan rencana
duduk asuhan tidak akan memenuhi pasien.
berdampingan Komunikasi yang digunakan oleh
dengan perawat perawat harus efektif, sehingga
perawat dalam menyampaikan pesan
 Pasien bersedia
kepada pasien gangguan jiwa bisa
mengutarakan
diterima dan dimengerti, dan juga
masalah yang
dalam proses perawatan dan
dihadapinya
pemulihan kepada pasien gangguan
jiwa bisa dilakukan dengan baik.
Komuikasi yang dilakukan dinamakan
bina hubungan saling percaya adalah
dasar dalam melakukan tindakan
keperawatan selanjutnya hal ini akan
membeikan dapak positif untuk
melanjutan interaksi dengan pasien.
Selain itu BHSP yang baik
mempengaruhi sifat keterbukaan
pasien terhadap kondisinya, dapat
juga digunakan untuk mengidentifikasi
apa yang sedang dialami dan
dirasakan pasien.
[ CITATION Boh19 \l 1033 ].
TUK I: Setelah 1x pertemuan 1. Memfasilitasi remaja untuk
Komunikasi keluarga yang baik akan
Remaja dapat diharapkan pasien mengikuti kegiatan yang positif menunjang remaja dalam
mencapai tumbuh dapat menunjukka dan bermanfaat menemukan kegiatan positif,
kembang secara tanda tanda dapa 2. Tidak membatasi atau terlau membuat lingkungn rumah semakin
optimal membina hubungan mengekang remaja melainkan nyaman, menjadikean keluarga yang
saling percaya membimbingnya demokratis tidak ada pengekangan
dengan perawat, 3. Menciptakan suasana rumah maupun perbedaan derajat dalam
dengan kriteria hasil: yang nyaman untuk rumah. Hal ini menunjukkan bahwa
1. Remaja pengembangan bakat dan komunikasi merupakan suatu kunci
dapat memilih kepribadian diri dalam keluarga. Seperti study kasus
dan mengikuti 4. Menyediakan waktu untuk yang dilakukan [ CITATION Mul19 \l
kegiatan positif diskusi, mendengarkan keluhan, 1033 ] mengungkapkan bahwa
2. Remaja harapan dan cita-cita remaja dengan komunikasi yang benar maka
dapat merasa 5. Tidak menganggap remaja dapat menanggulangi kenakalan
nyaman saat sebagai junior yang tidak remaja, teknik komunikasi yang
dirumah memiliki kemampuan apapun dilakukan dengan komunikasi pribadi
3. Remaja secara tatap muka sehingga pesan
dapat yang disampaikan mudah dimengerti,
menemukan jelas, dan tepat sasaran. Sehingga
bakatnya menghasilkan keterbukaan serta
4. Remaja menguatkan hubungan emosional
dpat mulai antara anak dan orang tua. Metode
menyiapkan yang sapat digunakan dalam
masa komunikasi tatap muka seperti:
depannya 1. Metode dialog/diskusi
(cita-cita) 2. Metode teladan
3. Metode pembiasaan
4. Metode perhatian
5. Metode nasihat.
[ CITATION Mul19 \l 1033 ]
TUK II: Setelah 1x pertemuan 1. Memfasilitasi remaja untuk Remaja pada umumnya meiliki
Remaja dapat diharapkan pasien mengikuti kegiatan yang positif banyak komunitas hobi maupun
kembali mencapai dapat menunjukka bersama komunitas remaja komunitas belajar. Di Komunitas
tahap kepahaman dalam (olah raga, seni, bela diri, terdapat istilah sense of community
perkembangannya mencapai tahap pramuka, pengajian,dll) adalah suatu perasaan yang dimiliki
secara normal perkembangan 2. Berperan sebagai teman curhat oleh individu bahwa dirinya adalah
secara optimal atau mendorong remaja untuk bagian dari suatu kelompok, penting
dengan kriteria hasil: bergaul dengan teman / orang bagi satu sama lain dan untuk
1. remaja dapat lain kelompoknya, serta kepercayaan
mengikuti 3. Berikan lingkungan yang (Goodwin et al., 2009). Menurut Arnett
kegiatan positif nyaman bagi remaja untuk (dalam Lane, 2015), pada tahap
2. remaja dapat melakukan aktifitas bersama emerging adulthood, self-efficacy
bergaul dengan kelompoknya yang dimiliki oleh individu masih
teman sebayanya 4. Membimbing remaja secara belum stabil karena individu berada
3. remaja dapat bijak bila remaja terlibat dalam masa peralihan dan mengalami
bersosialisasi kriminal, narkoba, perkelahian banyak perubahan. Akan tetapi,
dengan dan tindak asusila Sense of community dapat membantu
kelompoknya 5. Sediakan waktu dan sesering individu untuk mengerjakan tugas
4. remaja dapat mungkin diskusi dengan remaja yang diberikan oleh komunitasnya
menghindari karena, individu yang memiliki sense
kegiatan negatif of community akan lebih berusaha
untuk mengerjakan tugasnya dengan
baik karena ia menganggap bahwa
kelompok adalah hal yang penting
bagi dirinya dikarenakan sense of
community memiliki hubungan positif
dengan self-efficacy karena kelompok
memberikan ekspektasi yang harus
dicapai oleh anggota kelompok
lainnya. Selain itu, hubungan yang
terjadi di dalam kelompok dapat
meningkatkan kepercayaan diri
individu dalam mencapai ekspektasi
yang diberikan oleh kelompok.
Sumber informasi yang didapatkan
oleh individu melalui komunitasnya
dapat meningkatkan ketahanan
individu dalam menyelesaikan tugas.
Hal ini disebabkan karena dalam
menyelesaikan sebuah tugas yang
diberikan, individu membutuhkan
referensireferensi yang berguna untuk
menjadi bekalnya. Selain itu,
pengalaman orang lain dapat menjadi
suatu acuan ataupun bahan
pembelajaran bagi individu. Sehingga,
ketika individu menemukan suatu hal
yang menghambat penyelesaian
tugas tersebut, individu dapat
menjadikan pengalaman orang lain
sebagai referensinya untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan
hingga selesai [ CITATION Luk18 \l
1033 ].
Pendidikan kesehatan pada
remaja tentang bahaya napza juga
dinilai sangat penting. Pendidikan
kesehatan yang diberikan dengan
baik dan benar maka akan membantu
meningkatkan pengetahuan
seseorang, kelompok, maupun
masyarakat selain itu dengan
pemberian pendidikan kesehatan
sebagai informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk
memperoleh pengetahuan yang baru
Setelah diberikan pendidikan
kesehatan sebagian besar responden
mengalami peningkatan pengetahuan,
mereka tidak hanya telah mengetahui
namun juga telah mampu memahami
tentang pencegahan penyalahgunaan
NAPZA dengan baik dan secara
keseluruhannya seperti dampak bagi
individu, lingkungan sosial, dan
masyarakat. [ CITATION Car19 \l
1033 ]

TUK III: Setelah 1x pertemuan 1. Jelaskan ciri perkembangan Pada masa remaja terdapat perubahan
1) Keluarga mampu diharapkan keluarga remaja yang normal dan perubahan dalam proses
memahami dapat membantu menyimpang pertumbuhan dan juga
perilaku yang remaja dalam 2. Jelaskan cara yang dapat perkembangan sehingga remaja
menggambarkan mencapai tahap dilakukan keluarga untuk perlu beradaptasi terhadap
perkembangan perkembangan memfasilitasi perkembangan perubahan yang terjadi. Dalam hal
remaja yang dengan kriteria hasil: remaja yang normal ini, rasa percaya diri yang dimiliki
normal dan 1. Mengetahui 3. Fasilitasi remaja untuk remaja dapat menimbulkan
menyimpang dan perkembangan berinteraksi dengan kelompok pandangan hidup yang positif pada
mengembangkan remaja normal sebay remaja dalam menghadapi
kemampuan dan negative 4. Anjurkan keluarga agar permasalahan dalam hidupnya. Oleh
psikososial remaja 2. Memfasilitasi memotivasi remaja untuk bergaul karena itulah pentingnya
interaksi remaja dengan orang lain yang meningkatkan koping pada remaja
3. Keluarga dapat membuatnya nyaman supaya dapat digunakan dalam
memotivasi mencurahkan perasaan, menghadapi permasalahan yang
remaja dalam perhatian, dan kekhawatiran terjadi dalam hidupnya. Remaja perlu
bersosialisasi 5. Berperan sebagai teman curhat diimbangi dengan dukungan sistem
4. Keluarga dapat bagi remaja pada remaja untuk keoptimlah
menjadi tempat 6. Berperan sebagai contoh bagi kesehatan jiwa remaja (emosional,
yang nyaman remaja daam melakukan psikologis dan sosial) diantaranya:
untuk bercerita interaksi sosial yang baik 1. Keluarga
5. Keluarga dapat 2. Sekolah
menjadi role 3. Teman sekelas
model yang baik 4. Teman dekat
untuk remaja Dalam jurnal yang berujudul
Gambaran Dukungan Sosial
Terhadap Kesejahteraan Emosional,
Psikologi Dan Sosial Pada
Kesehatan Jiwa Remaja
mengungkapkan bahwa dukungan
social tersebut mempengaruhi
kesejahteraan emosional, psikologi
dan social remaja, dan factor yang
paling berkontribusi adalah factor
dukungan social orang tua
[ CITATION Sul18 \l 1033 ].
H. STRATEGI PELAKSANAAN DAN SPTK PADA REMAJA
SP PASIEN KELUARGA
1. 1. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti 1. Jelaskan ciri perkembangan remaja yang normal
kegiatan yang positif dan bermanfaat dan menyimpang
2. Tidak membatasi atau terlau mengekang 2. Jelaskan cara yang dapat dilakukan keluarga untuk
remaja melainkan membimbingnya memfasilitasi perkembangan remaja yang normal
3. Menciptakan suasana rumah yang nyaman 3. Fasilitasi remaja untuk berinteraksi dengan
untuk pengembangan bakat dan kelompok sebay
kepribadian diri 4. Anjurkan keluarga agar memotivasi remaja untuk
4. Menyediakan waktu untuk diskusi, bergaul dengan orang lain yang membuatnya
mendengarkan keluhan, harapan dan cita- nyaman mencurahkan perasaan, perhatian, dan
cita remaja kekhawatiran
5. Tidak menganggap remaja sebagai junior 5. Berperan sebagai teman curhat bagi remaja
yang tidak memiliki kemampuan apapun 6. Berperan sebagai contoh bagi remaja daam
melakukan interaksi sosial yang baik
2. 1. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti
kegiatan yang positif bersama komunitas
remaja (olah raga, seni, bela diri,
pramuka, pengajian,dll)
2. Berperan sebagai teman curhat atau
mendorong remaja untuk bergaul dengan
teman / orang lain
3. Berikan lingkungan yang nyaman bagi
remaja untuk melakukan aktifitas bersama
kelompoknya
4. Membimbing remaja secara bijak bila
remaja terlibat kriminal, narkoba,
perkelahian dan tindak asusila
5. Sediakan waktu dan sesering mungkin
diskusi dengan remaja
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK) 1
KESIAPAN PENINGKATAN PERKEMBANGAN REMAJA

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
Saudara Dimas Ariyo remaja berusia 17 tahun, pelajar kelas 3 SMA. Sdr Dimas
tinggal bersama kedua orang tua dan 2 kakaknya. Sehari-hari dimas berangkat ke
sekolah bersama teman dekatnya. Dimas merupakan seorang siswa SMA yang aktif
disekolah
2. Diagnosa Keperawatan: Kesiapan peningkatan perkembangan remaja
3. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja
b. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti kegiatan yang positif dan bermanfaat
c. Tidak membatasi atau terlau mengekang remaja melainkan membimbingnya
d. Menyediakan waktu untuk diskusi, mendengarkan keluhan, harapan dan cita-cita
remaja
e. Tidak menganggap remaja sebagai junior yang tidak memiliki kemampuan
apapun
4. Tindakan keperawatan
5. Membina hubungan saling percaya
a. Mendiskusikan dengan remaja factor-factor yang melatarbelakangi
perkembangan remaja
b. Memotivasi remaja untuk melakukan kegiatan yang positif
c. Memberikan reward kepada remaja atas kegiatan positif yang telh dilakukan
d. Memasukkan kejadwal kegiatan harian remaja
B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Orientasi:
2. Salam terapeutik
“Selamat pagi mas, perkenalkan. nama saya Venty mahasiswi Profesi Keperawatan UB
yang bertugas untuk membantu warga dalam mendiskusikan masalah kesehatan yang
dialami wrga di RW ini selama 2 minggu, kalua boleh tau nama mas siapa? Suka
dipanggil siapa?”
3. Evaluasi/validasi.
“Bagaimana kabar Mas dimas hari ini? Apa yang Mas dimas rasakan hari ini?adakah
yang mas pikirkan ”
4. Kontrak : topik, waktu, tempat
“Bagaimana kalau Mas dimas menceritakan pada saya bagaimana perasaan dan
keadaan mas dimas? Boleh tentng kegiatan dirumah/kegiatan disekolah.“
“Kira-kira mas dimas mau berapa lama kita akan berbincang?baik 30 menit ya mas??”
“Mas dimas mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Baiklah.”
Kerja:
“Apa saja kegiatan yang sering mas dimas lakukan di sekolah? Ooh, bermain basket
ya,kalau dirumah? Kegiatan mana yang paling mas dimas sukai? Apa yang mas dimas
rasakan kalau mas dimas sedang mengikuti kegiatan di sekolah? Senang dan semangat ya.
Bagaimana dengan kondisi fisik mas dimas dengan banyaknya kegiatan yang mas dimas
ikuti? Apa tujuan mas dimas mengikuti kegiatan – kegiatan tersebut?”
“Sejak kapan mas dimas merasa senang mengikuti kegiatan bersama teman – teman mas
dimas? Siapa yang menginspirasi mas dimas untuk aktif di berbagai kegiatan? Apakah hal
tersebut merupakan keinginan mas dimas secara pribadi atau ada orang lain yang
menyuruh mas dimas? Seberapa sering dalam seminggu mas dimas ikut kegiatan di luar
rumah? Pernahkah ada masalah yang terjadi antara mas dimas dengan teman sepermainan
atau di organisasi tempat mas dimas beraktivitas? Kalau pernah apa yang mas dimas
lakukan ketika ada masalah? Apakah cara yang mas dimas lakukan mampu menyelesaikan
masalah? Adakah cara lain yang mas dimas lakukan? Bagus sekali jawaban mas dimas…. “
“Bagaimana dengan orangtua, apakah mas dimas sering menceritakan masalah mas dimas
ke orangtua? Pernahkah mas dimas mengalami trauma terkait dengan pertemanan di masa
lalu? Kapan? Bagaimana ceritanya? Oiya tadi mas dimas bilang kalau salah satu tujuan
mas dimas berorganisasi adalah untuk memotivasi mas dimas meraih cita – cita. Apa
harapan dan cita – cita mas dimas? Ohh menjadi tentara ya. Apa saja selain berorganisasi
yang sudah mas dimas siapkan untuk meraih cita- cita mas dimas? Berllatih berenang dan
memperbaiki fisik dan mental ya. Bagus,… bagaimana kalau sekarang kita buat agenda
kegiatan harian mas dimas, agar dapat lebih rapi”
Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a. Penilaian subjektif :
“Bagaimana perasaan Mas dimas sekarang? Apa Mas dimas merasa senang
setelah kita bercakap-cakap?”
b. Penilaian objektif :
“Kalau begitu, coba Mas dimas jelaskan lagi, hal-hal yang Mas dimas dapatkan
dari perbincangan kita tadi”
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang
telah dilakukan)
“Baik, karena kegiatan mas dimas yang banyak bagaimana kalau kita membuat
jadwal kegiatan harian?gunanya unuk melatih kedisiplinan dan agar kegiatan mas
dimas dapat tertata rapi? Mau ya? Kalau begitu kita mulai menyusun kegiatan
tersebut ya. Nah setelah mas mempunyai jadwal kegiatan ini, mas dimas bias
menerapkan kegiatan sesuai jadwal dan akan kita evaluasi keefektifan penjadwalan
ini terhadap waktu mas dimas minggu depan, jangan lupa dicatat ya kegiatannya”
3. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat)
“Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang selama 30 menit dan
sekarang sudah 30 menit mas. Mas dimas,, Bagaimana minggu depan pada hari
yang sama saya akan maen lagi kesini dan kita lihat bagaimana pelaksanaannya?
setuju? kalau minggu depan jam berapa mas dimas ada waktu luang untuk ketemu
dengan kakak? Dimana?” Sampai ketemu minggu depan ya, ditempat ini,OK?
Assalamu’alaikum.”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK) 2
KESIAPAN PENINGKATAN PERKEMBANGAN REMAJA

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
Saudara Dimas Ariyo remaja berusia 17 tahun, pelajar kelas 3 SMA. Sdr Dimas tinggal
bersama kedua orang tua dan 2 kakaknya. Sehari-hari dimas berangkat ke sekolah
bersama teman dekatnya. Dimas merupakan seorang siswa SMA yang aktif disekolah
2. Diagnosa Keperawatan: Kesiapan peningkatan perkembangan remaja
3. Tujuan khusus
a. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti kegiatan yang positif (olah raga, seni, bela
diri, pramuka, pengajian,dll)
b. Berikan lingkungan yang nyaman bagi remaja untuk melakukan aktifitas bersama
kelompoknya
c. Membimbing remaja secara bijak bila remaja terlibat kriminal, narkoba,
perkelahian dan tindak asusila
d. Sediakan waktu dan sesering mungkin diskusi dengan remaja
4. Tindakan keperawatan
a. Mendiskusikan kegiatan positif untuk menunjang cita cita
b. Mediskusikan tentang lingkugan nyman untuk pelajar
c. Memberikan penkes untuk menjauhi tindakan kriminal, narkoba, atau perkelahian
d. Memotivasi untuk membentu SHG pada remaja remaja yang memiliki cita” sama

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


Orientasi:
5. Salam terapeutik
“Selamat pagi mas dimas, masih ingat dengan saya? Iya benar saya venty mahasiswi dari
universitas brawijaya”
6. Evaluasi/validasi.
“Bagaimana kabar Mas dimas hari ini? Apakah mas dimas masih aktiv min basker? Wahh
bagus, kalua jadwal yang kita bikin kemarin, apakah mas dimas melakukan kegiatan
sesuai jadwal? Apa manfaat yang mas rasakan jika melakukan kegiatan sesuai jadwal?
Wahh iya, lebih mudah mengatur waktu ya ”
7. Kontrak : topik, waktu, tempat
“Bagaimana kalau Mas dimas hari ini kita ngobrol” tentang kegiatan yang bias dilakukan
untuk menunjang cita cita mas dimas dan juga bercerita tentang bahaya criminal diusia
remaja?.“
“Kira-kira mas dimas mau berapa lama kita akan berbincang?baik 30 menit ya mas??”
“Mas dimas mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Baiklah.”
Kerja:
“baik mas dimas, hari ini kita akan berbicara perihal hal positive yang bias mas dimas lakukan
utuk menunjang cita cita mas dimas, kira kira mas dimas suka aktivitas apalagi? Ohh olahraga
pull up ya mas, menurut mas dimas apakah olah raga tsbt bias menunjang cita-cita mas dimas
ohh bias ya, untuk mempermudah test masuk tentara, pintar sekali mas dimas”
“selain olah raga mas dimas juga harus mempersiapkan secara test tulis, apakah mas dimas
sudah menyiapkannya? Kalua dirumah apakah mas dimas bias belajar? Ohh dirumah kurang
nyaman ya, karena berisik. Lalu bagaimana mas mensiasati hal tersebut? Ohh belajar di rumah
teman yang lebih tenang ya, baguss mas tidak apa-apa agar bias sharing pemikiran saat
menemukan soal yang sulit ya.”
“oh iya mas dimas, di era milenial ini banyak hal negative yang aksesnya sangat mudah seperti
membeli alcohol/ narkoba, apakah mas dimas tau hal tersebut? Tau ya, banyak teman mas
dimas yang melakukan hal tersebut? Saran saya mas dimas tidak usah mengikuti hal tersebut
karena dapat menghalangi cita” mas dimas dan masih banyak kerugian yang didapatkan jika
mengkonsumsi alcohol/napza. Apakah mas dimas paham? Wahh pintar”
“selain menjalankan hobi bersama, apakah mas dimas ada grub senidir dengan remaja remaja
lain yang bercita” menjadi tentara? Wah ada ya? Kegiatannya biasanya apa saja mas? Apa
manfaat yang mas dapatkan jika bergabung dalam grub tersebut? Apakah kegiatan di grub
tersebut selalu positif? Ahh sangat banyak ya manfaat jika kita berkumpul dengan orang” yang
memiliki tujuan yang sama”
Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a. Penilaian subjektif :
“Bagaimana perasaan Mas dimas sekarang? Apa Mas dimas merasa senang
setelah kita bercakap-cakap?”
b. Penilaian objektif :
“Kalau begitu, coba Mas dimas jelaskan lagi, hal-hal yang Mas dimas dapatkan
dari perbincangan kita tadi, wahh pintar”
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang telah
dilakukan)
“Baik, jangan lupa memasukkan semua kegiatan ke jadwal harian, agar lebih teratur dan
tepat waktu ya mas…”
3. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat)
“Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang selama 30 menit dan sekarang sudah
30 menit mas . saya berpesan semoga mas dimas menjauhi pergaulan negative dan cita-“nya
bias tercapai. Assalamu’alaikum.”

I. DOKUMENTASI KEPERAWATAN
Dokumentasi merupakan suatu dokumen yang berisi data lengkap, nyata, dan tercatat
bukan hanya tentang tingkat kesakitan pasien tetapi juga jenis dan kualitas pelayanan
kesehatan yang di berikan (Nurhafni, 2013). Perry & potter (2005) juga menjelaskan tujuan
pendokumentasian yaitu sebagai alat komunikasi tim kesehanan untuk menjelaskan
perawatan klien termaksuk perawatan individual, edukasi klien dan penggunaan rujukan
untuk rencana pemulangan. Dalam melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan harus
mengikuti tujuh standar dokumentasi asuhan keperawatan yaitu harus sabar, harus berisi
pekerjaan yang sebenarnya dari perawat pendidikan dan dokungan psikososial, ditulis harus
mencerminkan klinis perawat, harus logis dan berurutan, harus ditulis coteemporameously
(segera setelah peristiwa terjadi), catatan harus lengkap tentang keperawatan dan tentang
hal diluar keperawatan, harus memenuhi persyaratan hukum (Johnson, Jefferis & Landon,
2010). Tahapan dokumentasi:
1. Dokumentasi pengkajian askep
2. Dokuemtasi diagnosis askep
3. Dokumentasi rencana askep
4. Dokumentasi implementasi askep
5. Dokumentasi evaluasi askep
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M & Asrori, M., (2016). PSIKOLOGI REMAJA: PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK.
Jakarta :Bumi Aksara
Carolina, P., & Taringan, Y. U. (2019). PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN
TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA DALAM PENCEGAHAN
PENYALAHGUNAAN NAFZA DI SMA KATOLIK ST. PETRUS KANISIUS
PALANGKA RAYA. Jurnal Surya Medika volume 4 no 2, 79-87.

Dalami, Ermawati. 2010. KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA. Jakarta : Trans Info
Media.
Harahaf, Nurhafni. PENGEMBANGAN DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN DI
RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LANGSA. 2013
Jahja, Yudrik. (2012). PSIKOLOGI PERKEMBANGAN. Jakarta: Prenadamedia Group
Johnson, M., Jefferies, D. & Langdon, R. THE NURSING AND MIDWIFERY CONTENT
AUDIT TOOL (NMCAT): A SHORT NURSING DOCUMENTATION AUDIT TOOL.
JOURNAL OF NURSING MANAGEMENT, 18, 832-845. 2010.
Keliat, B. A. dkk. 2011. KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA KOMUNITAS : CMHN
(BASIC COURSE). Jakarta : EGC.
Keliat., Daulima, N, H., C., & Farida (2011). MANAJEMEN KEPERAWATAN
PSIKOSOSIAL DAN KADER KESEHATAN JIWA: CMHN (INTERMEDIATE
COURSE). Jakarta: EGC
Keliat, B. A., Soimah, Mulia, M., Wibawa, I. R., Triyaspodo, K., Rasmawati, & Khoirunnissa,
M. L. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Jakarta: EGC.
Kozier. (2010). BUKU AJAR PRAKTIK KEPERAWATAN KLINIS. Edisi 5. Jakarta : EGC
Lukito, A. C., Lidiawati, K. R., & Matahari, D. (2018). SENSE OF COMMUNITY DAN SELF-
EFFICACY PADA MAHASISWA YANG MENGIKUTI KOMUNITAS KESENIAN .
Jurnal Psikologi Talenta Volume 04, No 01.
Muliaty, A., Shuhufi, M., & Arif, M. (2019). STUDI KASUS DALAM MENANGGULANGI
KENAKALAN REMAJA MELALUI KOMUNIKASI KELUARGA . Jurnal Idaarah, Vol 3,
No 1, 8-19.
Papalia, et. al. (2011) HUMAN DEVELOPMENT, 10th ed. Salemba humanika: Jakarta
Potter, P., & Perry, A., G., P. BUKU AJAR FUNDAMENTAL KEPERAWATAN KONSEP,
PROSES DAN PRAKTIK, Edisi 4. Volume 1,. Jakarta: EGC, 2005.
PSulistiowati, N. D., Keliat, B. A., Bersal, & Wakhid, A. (2018). GAMBARAN DUKUNGAN
SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN EMOSIONAL, PSIKOLOGI DAN SOSIAL
PADA KESEHATAN JIWA REMAJA. Jurnal Ilmu Permas: Jurnal Ilmiah STIKES
Kendal Volume 8 No 2, 116-122.
Santrock (2003) John W. ADOLESCENCE. PERKEMBANGAN REMAJA. EDISI KEENAM.
Jakarta: Erlangga.
Sarwono, Sarlito (2014) PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA. Indonesia: Rajawali Pers.
Sumiati & Asra. (2009). METODE PEMBELAJARAN. Bandung: CV Wacana Prima.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA
USIA DEWASA (19 – 64 TAHUN)

A. PENGERTIAN DEWASA
Merupakan tahap perkembangan manusia yang berada pada 19-30 tahun
dan pada usia ini individu harus mampu berinteraksi akrab dengan orang lain
(Erickson, 1963).
Adalah tahap perkembangan manusia usia 30 – 60 tahun dimana pada tahap
ini merupakan tahap dimana individu mampu terlibat dalam kehidupan keluarga,
masyarakat, pekerjaan, dan mampu “membimbing anaknya”. Individu harus
menyadari hal ini, apabila kondisi tersebut tidak terpenuhi dapat menyebabkan
“ketergantungan dalam pekerjaan dan keuangan”.
Pada masa ini penekanan utama dalam perkembangan identitas diri untuk
membuat ikatan dengan orang lain yang menghasilkan hubungan intim. Orang
dewasa mengembangkan pertemanan abadi dan mencari pasangan atau menikah
dan terikat dalam tugas awal sebuah keluarga.
Levinson (1978) mengatakan bahwa pada masa ini seseorang berada pada
puncak intelektual dan fisik. Selama periode ini kebutuhan untuk mencari kepuasan
diri tinggi. Selain itu masa dewasa awal seseorang berpindah melalui tahap dewasa
baru, dari asumsi peran yunior pada pekerjaan, memulai perkawinan dan peran
orang tua dan memulai pelayanan pada komunitas ke suatu tempat yang lebih senior
di rumah, pekerjaan dan di komunitas. Kegagalan dalam berhubungan akrab dan
memperoleh pekerjaan dapat menyebabkan individu menjauhi pergaulan dan
merasa kesepian lalu menyendiri.
Perkembangan masa dewasa dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Dewasa awal
Dewasa awal merupakan masa dewasa atau satu tahap yang dianggap
kritikal selepas alam remaja yang berumur dua puluhan (20-an) sampai tiga
puluhan (30-an). Ia dianggap kritikal karena disebabkan pada masa ini manusia
berada pada tahap awal pembentukan karir dan keluarga. Pada peringkat ini,
sesorang perlu membuat pilihan yang tetap demi menjamin masa depannya
terhadap pekerjaan dan keluarga.pada masa ini juga seseorang akan menhadapi
dilemma antara pekerjaan dan keluarga.berbagai masalah mulai timbul terutama
dalam perkembangan karir dan juga hubungan dalam keluarga.dan masalah
yang timbul tersebut merupakan salah satu bagian dari perkembangan.
Sosio-emosional.sosioemosional adalah perubahan yang terjadi pada diri
setiap individu dalam warna afektif yang meyertai setiap keadaan atau perilaku
individu.
Menurut teori Erikson, tahap dewasa awal yaitu mereka di dalam
lingkunganumur 20 an ke 30an. Pada tahap ini manusia mulai menerima dan
memikul tanggung jawab yang lebih berat. Pada tahap ini juga hubungan intim
mulai berlaku dan berkembang.
2. Dewasa madya
Masa dewasa madya adalah masa peralihan dewasa yang berawal dari
masa dewasa muda yang berusia 40-65 tahun.pada masa dewasa madya, ada
aspek-aspek tertentu yang berkembang secara normal,askep-askep tertentu
yang berkembang secara normal, askep-askep lainnya berjalan lambat atau
berhenti. Bahkan ada askep-askep yang mulai menujukkan terjadinya
kemunduran-kemunduran.
Aspek jasmaniah mulai berjalan lamban, berhenti dan secara berangsur
menurun.aspek-aspek psikis (intelektual-sosial-emosional-nilai) masih terus
berkembang,walaupun tidak dalam bentuk penambahan atau peningkatan
kemampuan tetapi berupa perluasan dan pematangan kualitas.pada akhir masa
dewasa madya(sekitar usia 40 tahun),kekuatan aspek-aspekp psikis ini pun
secara berangsur ada yang mulai menurun, dan penurunannya cukup drastic
pada akhir usia dewasa.untuk lebih jelasnya,berikut ini akan disajikan uraian
secara lebih rinci tentang perkembangan fisik,intelektual,moral, dan karir pada
masa dewasa.
Menurut Lavinson, masa dewasa Madya berusia 40-50 tahun. Masa
dewasa Madya adalah masa peralihan dari masa dewasa awal. Pada usia 40
tahun tercapailah puncak masa dewasa. Setelah itru mulailah peralihan ke,masa
madya (tengah baya antara usia 40-45 tahun), dalam masa ini seseorang
memiliki 3 macam tugas:
1. Penilaian kembali pada masa lalu
2. Perubahan struktur kehidupan
3. Proses individuasi

Artinya seseorang menilai masa lalu dengan kenyataan yang ada saat
ini, dan dengan pandangan kedepan seseorang merubah struktur kehidupannya
dengan penyesuaian pemikiran rasional pada zaman ini pula. Proses individuasi
akan membangun struktur kehidupan baru yang langsung sampai fase
penghidupan yang berikutnya yaitu pemulaan masa madya (45-50 tahun)
3. Dewasa Akhir
Masa dewasa lanjut usia merupakan masa lanjutan atau masa dewasa
akhir (60 keatas). Perlu memperhatikan khusus bagi orangtuanya yang sudah
menginjak lansia dan anaknya yang butuh dukungan juga untuk menjadi seorang
dewasa yang bertanggung jawab. Di samping itu permasalahan dari diri sendiri
yang berubah fisik, mulai tanda penuaan yang cukup menyita perhatian.
Saat individu memasuki dewasa akhir mulai terlihat gejala penurun fisik
dan psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya gerak
motorik,pencarian makna hidup selanjutnya. Menurut Erikson tahap dewasa akhir
memasuki tahap integriti vs despair yaitu kemampuan perkembangan lansia
mengatasi krisis psikososialnya. Banyak stereotip positif dan negative yang
mampu mempengaruhi kepribadian lansia. Integritas ego penting dalam
menghadapi kehidupan dengan puas dan bahagia. Hal ini berdampak pada
hubungan sosialnya dan produktifitasnya yang puas. Lawannya adalah Despair
yaitu rasa takut mati dan hidup terlalu singkat, rasa kekecewaan. Beberapa cara
hadapi krisis dimasa lansia adalah tetap produktif dalam peran social, gaya hidup
sehat dan kesehatan fisik.
Akibat perubahan fisik yang semakin menua maka perubahan ini akan
sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan
lingkungannya. Dengan semakin lanjut usia seseorang secara berangsur-angsur
ia mulai melepaskan dirinya dari kehidupan socialnya Karen berbagai
keterbatasan yang dimiliknya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi social para
lansia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga hal ini
secara perlahan mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal yaitu:
kehilangan peran ditengah masyarakat, hambatan kontak fisik dan berkurangnya
komitmen.
Menurut Erikson, perkembangan psikososial masa dewasa akhir ditandai
dengan tiga gejala penting, yaitu keintiman, generative dan integritas.
a. Perkembangan keintiman
Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan memperhatikan
orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka. orang-orang yang tidak
dapat menjalin hubungan intim dengan orang lain akan terisolasi. Menurut
Erikson, pembentukan hubungan inti mini merupakan tantangan utama yang
dihadapi oleh orang yang memasuki masa dewasa akhir.
b. Perkembangan Generatif
Generativitas adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh yang
dialami individu selama masa pertengahan masa dewasa. Ketika seseorang
mendekati usia dewasa akhir, pandangan mereka mengenai jarak kehidupan
cenderung berubah. Mereka tidak lagi memandang kehidupan dan pengertian
waktu masa anak-anak, seperti cara anak muda memandang kehidupan,
tetapi mereka mulai memikirkan mengenai tahun yang tersisa untuk hidup.
Pada masa ini, banyak orang yang membangun kembali kehidupan mereka
dalam pengertian prioritas, menentukan apa yang penting untuk dilakukan
dalam waktu yang masih tersisa
c. Perkembangan integritas
Integritas merupaka tahap perkembangan psikososial Erikson yang
terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai keadaan yang dicapai
seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk
dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan
berbegai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Lawan dari
integritas adalah keputusan tertentu dalam menghadapi perubahan-
perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi social dan
historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian.
Tahap integritas ini dimulai kira-kira usia sekitar 65 tahun, dimana
orang-orang yang tengah berada pada usia itu sering disebut sebagai usia
tua atau orang usia lanjut. Usia ini banyak menimbuljan masalah baru dalam
kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak waktu luang yang dapat
dinikmati, namun karena penurunan fisik atau penyakit yang melemahkan
telah membatasi kegiatan dan membuat orang tidak merasa berdaya
Terdapat beberapa tekanan yang membuat orang usia tua ini menarik
diri dari keterlibatan social:
1) Ketika masa pension tiba dan lingkungan berubah, orang mungkin lepas
dari peran dan aktifitas selama ini
2) Penyakit dan menurunya kemampuan fisik dan mental, membuat ia
terlalumemikirkan sendiri secara berlebihan
3) Orang-orang lebih muda disekitarnya cenderung menjauh darinya
4) Pada saat kematian semakin mendekat, orang lain seperti ingin
membuang semua hal bagi dirinya tidak bermanfaat lagi.
Jadi, tumbuh kembang dewasa muda, menengah dan akhir berbeda.
Persamaannya dilihat dari tanda-tanda memasuki usia dewasa seseorang/
individu, yaitu:
a. Membuat keputusan penting dalam menunjang karir, kesehatan dan
hubungan personalnya
b. Memiliki kedudukan dan peran sebagai orang penting seperti pekerja,
orang tua dan pasangan hidup
c. Mencapai kematangan psikologis sebagai orang dewasa dan segala
macam tanggung jawabnya serta sistematis dan analitis
Menurut Lavinson, dewasa akhir mulai berumur 50-55 tahun
sering kali merupakan krisis bila sesorang tidak sepenuhnya berhasil
dalam penstrukturan kembali hidupnya pada peralihan ke dewasa madya.
Sesudah itu langkah puncak (55-60 tahun) sekaligus menandai masa
dewasa akhir
Penelitian Levinson mengemukakan tahun-tahun usia yang eksak
dengan pergeseran maksimum lima tahun, hal ini cenderung nenuju pada
eksak semu, pengertian struktur kehidupan harus diteliti akan ketetapan
penggunaannya. Namun Lavinson menitik beratkan bahwa pandangan
akan siklus penghidupan yang terlalu kaku atau terlambat tidak dapat
dipertahankan lagi.

B. TUGAS PERKEMBANGAN DEWASA

Tugas-tugas pada Tugas-tugas pada usia Tugas-tugas pada


kedewasaan awal pertengahan kematangan akhir
1. Memilih Memperoleh tanggug Menyesuaikan terhadap
seorang teman jawab social sebagai penurunan kekuatan
hidup warga Negara yang fisik dan kesehatan
sudah dewasa
2. Belajar hidup Memantapkan dan Penyesuaian terhadap
dengan memelihara standart masa pension dan
pasangannya hidup ekonomi penurunan pendapatan
3. Memulai suatu Mengembangkan Menyesuikan terhadap
keluarga kegiatan waktu luang kematian pasangannya
orang dewasa
4. Memelihara Membantu anak-anak Mengikuti kegiatan
anak-anak muda menjadi orang kelompok sebaya
dewasa yang bahagia
dan bertanggung jawab
5. Mengatur Berhubungan dengan Mengadakan pertemuan
rumah pasangannya sebagai social dan jaminan
seorang pribadi social sebagai warga
Negara
6. Memulai suatu Menerima dan Menentukan pengaturan
pekerjaan menyesuaikan hidup fisik yang
perubahan fisik pada memuaskan
usia peetengahan
7. Tanggung Menyesuaikan terhadap
jawab sebagai orang tua yang sudah
warga Negara berumur
8. Menemukan
satu kelompok
social yang
simpatik

C. CIRI – CIRI USIA DEWASA

Menurut Anderson dalam Mubin & Cahyadi (2006), seseorang yang sudah
dewasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego
2. Mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang
efisien
3. Dapat mengendalikan perasaan pribadinya
4. Mempunyai sikap yang objektif
5. Menerima kritik dan saran
6. Bertanggung jawab
7. Dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan yang realistis dan yang
baru

D. PERUBAHAN – PERUBAHAN FISIK


1. Orang dewasa muda secara umum berada dipuncak kebugaran fisiknya.
2. Garis-garis dan kerutan-kerutan salah satu pertanda penuaan
3. Penuaan mengakibatkan penurunan efisiensi sebagian besar system ragawi
dimulai sejak 20-an dan seterusnya.
4. Meningkatnya dorongan untuk mempertahankan penampilan fisik melalui bedah
kosmetik.
5. Dimasa dewasa awal, individu sibuk mengembangkan kemampuan dalam
berbagai kedekaan, berusaha membangun hubungan dan menemukan cinta
yang mendalam.
6. Kecenderungan terhadap kedekatan yang lebih besar dengan lawan jenis yang
dimulai dimasa remaja berlanjut hingga ke masa dewasa awal.
E. PERKEMABNGAN PSIKOSOSIAL

Ada tiga tahapan perkembangan psikososial pada usia dewasa antara lain:
1. Keintiman vs isolasi (intimacy versus isolation) adalah tantangan pada usia
dewasa muda, hal terpenting pada tahap ini adalah adanya suatu hubungan
(Erikson 1902- 1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Masa dewasa awal (young
adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy dan isolation. Pada tahap ini
individu sudah mulai selektif membina hubungan yang intim, hanya dengan orang-
orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk
membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab
atau renggang dengan orang lainnya.
Pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya
kerjasama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki
pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai
kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan
tumbuh sifat merasa terisolasi. Adanya kecenderungan maladaptif yang muncul
dalam periode ini ialah rasa cuek, dimana seseorang sudah merasa terlalu bebas,
sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memedulikan dan merasa
tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan
sahabat, tetangga, bahkan dengan orang kekasih kita. Sementara dari segi lain
(malignansi) akan terjadi keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk mengisolasi
atau menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan, dan masyarakat, selain itu dapat
juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian
yang dirasakan.
Orang dewasa muda perlu membentuk hubungan dekat dan cinta dengan orang
lain. Cinta yang dimakdsud tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun
juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain. Ritualisasi yang
terjadi pada tahap ini yaitu adanya afilisiasi dan elitism. Afilisiasi menunjukkan suatu
sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta yang
dibangun dengan sahabat, dan kekasih. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap
yang kurang terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain. Keberhasilan
memunculkan hubungan kuat, sedangkan kegagalan menghasilkan kesepian dan
kesendirian (Erikson dalam Sumanto, 2014).
2. Generativitas vs stagnasi (generativity versus stagnation) adalah tantangan pada
masa paruh baya. Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan (Erikson
1902- 1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Pada tahap ini salah satu tugas untuk
dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan
sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnansi).
Orang dewasa perlu menciptakan atau memelihara hal-hal yang akan menjadi
penerus hidup mereka, kerap dengan memiliki anak atau menciptakan suatu
perubahan positif yang memberi manfaat bagi orang lain. Melalui generativitas akan
dapat dicerminkan sikap memerdulikan orang lain, sedangkan stagnasi yaitu
pemujaan terhadap diri sendiri atau digambarkan dengan tidak perduli dengan siapa
pun.
Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu perduli, sehingga
mereka tidak punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain itu malignansi yang
ada adalah penolakan, dimana seseorang tidak dapat berperan secara baik dalam
lingkungan kehidupannya akibat dari semua itu kehadirannya di tengah-tengah area
kehidupannya kurang mendapat sambutan yang baik.
Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara
generativitas dan stagnasi guna mendapatkan nilai positif. Ritualisasi dalam tahap ini
meliputi generasional dan otoritisme. Generasional ialah suatu interaksi/hubungan
yang terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada pada
usia dewasa dan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila orang dewasa
merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang mereka
alami serta memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara
memaksa, sehingga hubungan di antara orang dewasa dan penerusnya tidak akan
berlangsung dengan baik dan menyenangkan (Erikson dalam Sumanto, 2014).
Keberhasilan mendorong perasaan kebergunaan dan pencapaian, sedangkan
kegagalan menghasilkan keterlibatan yang rendah di dunia (Upton, 2012).
3. Integritas ego vs keputusasaan (ego integrity versus despair) adalah tantangan
akhir dari masa lanjut usia (Erikson 1902-1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Hal
terpenting pada masa ini ialah adanya refleksi atas kehidupan. Saat beranjak tua,
orang berusaha mencapai tujuan akhir yaitu kebijaksanaan, ketenangan spiritual,
dan penerimaan dalam hidup. Orang dewasa akhir perlu melihat ke belakang dalam
kehidupan mereka dan merasakan suatu rasa pemenuhan. Keberhasilan tahap ini
mendorong perasaan arif, sedangkan kegagalan menghasilkan penyesalan,
kepahitan, dan keputusasaan (Upton, 2012).
F. KARAKTERISTIK

a. Karakteristik Prilaku Normal


1. Menjalin interaksi yang hangat dan akrab dengan orang lain
2. Mempunyai hubungan dekat dengan orang-orang tertentu (pacar, sahabat)
3. Membentuk keluarga
4. Mempunyai komitmen yang jelas dalam bekerja dan berinteraksi
5. Merasa mampu mandiri karena sudah bekerja
6. Memperlihatkan tanggungjawab secara ekonomi, sosial dan emosional
7. Mempunyai konsep diri yang realistis
8. Menyukai diri dan mengetahui tujuan hidup
9. Berinteraksi baik dengan keluarga
10. Mampu mengatasi stress akibat perubahan dirinya
11. Menganggap kehidupan sosialnya bermakna.
12. Mempunyai nilai yang menjadi pedoman hidupnya.

b. Karakteristik penyimpangan perkembangan


1. Tidak mempunyai hubungan akrab
2. Tidak mandiri dan tidak mempunyai komitmen hidup
3. Konsep diri tidak realistis
4. Tidak menyukai diri sendiri
5. Tidak mengetahui arah hidup
6. Tidak mampu mengatasi stress
7. Hubungan dengan orang tua tidak harmonis
8. Bertindak semaunya sendiri dan tidak bertanggung jawab
9. Tidak memiliki nilai dan pedoman hidup yang jelas, mudah terpengaruh
10. Menjadi pelaku tindak antisosial (kriminal, narkoba, tindak asusila)
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Identitas Nama,Usia, Jenis Kelamin, Nomor Rekam Medik (CM) dan Diagnosa
Medis
2. Keluhan
Keluhan utama saat pengkajian yang paling sering muncul / dominan
dirasakan klien dan intervensi yan telah klien/keluarga berikan untuk meringankan
keluhan.
3. Status Perkembangan
Untuk mengetaui klien berasa distatus perkembangan infant/toddler/
preschool/ school/ adolenses/ youngadult/adult/old. Form ini juga digunakan untuk
mengkaji gangguan fisik/psikosexual/psikososial/kohnitif/moral pasien.
4. Faktor Presipitasi
Data yang dikaji berupa riwayat perkembangan kesehatan 6 bulan terakhir
terdiri dari bio, psiko, sosial, spritual untuk mengetahui stimulasi dan perkembangan
pasien sesuai dengan umur pasien.
5. Faktor predisposisi
Faktor Predisposisi adalah faktor pendukung (bio, psiko, sosial) yang
berkontrmas dimassi timbulnya gangguan perkembangan. Faktor predisposisi yang
harus dikaji meliputi: kapan terjadinya, keluhan/tanda gejala, penyebab/faktor faktor
yang melatar belakangi, apa yang sudah dilakukan.
6. Pengkajian Psikososial
Data yang dikaji adalah penulusuran genetik yang berupa genogram, riwayat
penakit pasien/ keluarga beserta penatalaksanaannya, data tentang konsep diri klien
(citra tubuh, identitas diri, peran, ideal diri, harga diri), hubungan sosial dan aspek
spiritual serta pemknaan dalam spiritual.
7. Penilaian terhadap stressor
Pengkajian yang digunakan untuk mellihat respon individu jika berhadapan dengan
stressor, terdiri dari respon kogitif, afektif,fisiologis, dan respon sosial.
8. Sumber koping
Mengkaji kemampuan personal untuk meneglaola koping jika berhadapan
dengan stressor, mulai dari penyelesaian masalah, status kesehatan, kemamuan
social, intelegensi, pengetahuan, tumbuh kembang, sampai ke konsep diri
pasien(citra diri, ideal diri identitas, peran, harga diri). Serta mengkaji dukungan
social yang didapatkan pasien, asset material untuk kebutuhan pasien, keyakinan
pasien.

9. Mekanisme koping
Kaji respon klien dalam menghadapi suatu permasalahan, apakah
menggunakan cara-cara yang adaptif (konstruktif) atau maladaptive (distruktif)

A. KARAKTERISTIK PERILAKU
a. Karakteristik Prilaku Normal
1. Menjalin interaksi yang hangat dan akrab dengan orang lain
2. Mempunyai hubungan dekat dengan orang-orang tertentu (pacar, sahabat)
3. Membentuk keluarga
4. Mempunyai komitmen yang jelas dalam bekerja dan berinteraksi
5. Merasa mampu mandiri karena sudah bekerja
6. Memperlihatkan tanggungjawab secara ekonomi, sosial dan emosional
7. Mempunyai konsep diri yang realistis
8. Menyukai diri dan mengetahui tujuan hidup
9. Berinteraksi baik dengan keluarga
10. Mampu mengatasi stress akibat perubahan dirinya
11. Menganggap kehidupan sosialnya bermakna.
12. Mempunyai nilai yang menjadi pedoman hidupnya.

b. Karakteristik penyimpangan perkembangan


1. Tidak mempunyai hubungan akrab
2. Tidak mandiri dan tidak mempunyai komitmen hidup
3. Konsep diri tidak realistis
4. Tidak menyukai diri sendiri
5. Tidak mengetahui arah hidup
6. Tidak mampu mengatasi stress
7. Hubungan dengan orang tua tidak harmonis
8. Bertindak semaunya sendiri dan tidak bertanggung jawab
9. Tidak memiliki nilai dan pedoman hidup yang jelas, mudah terpengaruh
10. Menjadi pelaku tindak antisosial (kriminal, narkoba, tindak asusila)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN GENERALIS


1. Meningkatkan pemisahan dari autokratis keluarga
Intervensi:
a. Perkuat kebebasan yang sesuai
b. Gali tindakan alternatif untuk membantu dalam membuat keputusan
c. Dorong komunikasi dengan keluarga

2. Memulai identitas orang dewasa


Intervensi:
a. Hargai tindakan bebas
b. Perkuat keputusan yang sesuai

3. Menjalankan peran kepemimpinan dalam komunitas


Intervensi:
a. Perkuat kesenangan dalam aktivitas komunitas
b. Gali cara untuk berpartisipasi dalam aktivitas komunitas
c. Dorong perkembangan keterampilan kepemimpinan
4. Memulai keseimbangan tanggungjawab pribadi dan pekerjaan
Intervensi:
a. Perkuat kebutuhan untuk menyeimbangkan tanggungjawab pribadi dan pekerjaan
b. Bantu menentukan kesenangan dan menyediakan sumberdaya untuk
mengembangkan kesenangan ini

5. Mengembangkan hubungan dalam pekerjaan


Intervensi:
a. Perkuat kebutuhan untuk jaringan kerja
b. Gali alternatif kerier dan cara untuk kemajuan
c. Gali pilihan untuk peningkatan tanggungjawab dan cara untuk mengatasi
peningkatan tanggung jawab

6. Meningkatkan kemampuan meyelesaikan masalah


Intervensi:
a. Bantu dalam aktivitas penyelesaian masalah dengan mengeksplorasika alternatif
b. Bantu dalam mengklarifikasi tujuan
c. Berikan informasi tentang sumber untuk perkembangan keterampilan atau
pencapaian tujuan

7. Menetapkan perilaku peran perkawinan


Intervensi:
a. Perkuat diskusi tentang pandangan dengan pasangan atau calon pasangan
b. Berikan informasi tentang pandangan atau opini alternatif
8. Memulai penerimaan peran ganda menjadi orangtua
Intervensi:
a. Gali perasaan
b. Gali nilai dan alternatif mengenai orangtua
c. Perkuat prilaku pencarian informasi
d. Berikan informasi tentang prilaku orangtua atau kelas orangtua

9. Mengevaluasi ulang dan mengembangkan keterampilan menjadi


orangtua yang konsisten dengan kebutuhan pertumbuhan anak
Intervensi:
a. Hargai pengakuan adanya perbedaan
b. Berikan informasi tentang perkembangan kebutuhan anak
c. Sarankan keterampilan alternatif sebagai orangtua

10. Menyesuaikan perubahan karier


Intervensi:
a. Gali perasaan tentnag perubahan karier
b. Sarankan cara untuk mengurangi stress selama perubahan karier
c. Sarankan strategi untuk memudahkan adaptasi dengan perubahan karier atau
menguatkan strategi yang telah digunakan gali dampak perubahan pada diri/
atau keluarga

11. Menyesuaikan relokasi


Intervensi:
a. Gali dampak perubahan pada diri dan/atau keluarga
b. Berikan informasi tentang sumber lokal
c. Perkuat aktivitas pencapaian tujuan

12. Menyeimbangkan peran ganda


Intervensi:
a. Gali perasaan tentang peran ganda
b. Bantu dalam memprioritaskan aktivitas
c. Diskusikan aktivitas yang bisa dikurangi atau diterima oleh oranglain
13. Mengembangkan tujuan jangka panjang untuk keamanan keluarga
Intervensi:
a. Gali tujuan yang realistis dengan klien
b. Bantu dalam memprioritaskan tujuan yang sesuai
c. Diskusikan strategi untuk mencapai tujuan

D. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN PENYIMPANGAN PERKEMBANGAN


1. Intervensi generalis
a. Membangun hubungan sosial yang harmonis dengan individu
b. Melakukan kegiatan secara bersama-sama
c. Tidak melontarkan kalimat negatif melainkan tetap memberikan semangat
d. Memotivasi individu untuk berinteraksi dengan oranglain
e. Membantu individu menemukan nilai dan pedoman hidup yang jelas
f. Membimbing individu bila terlibat perilaku antisosial (kriminal, narkoba, tindak
asusila) dan tidak menguculkan/menjauhinya.
2. Intervensi spesialis
a. Terapi stimulasi perkembangan psikososial dewasa (20-30 tahun)
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA
USIA LANSIA ( >65 TAHUN)

I. KONSEP DASAR
A. Definisi
Usia lanjut menurut World Health Organisation (WHO) ialah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang
telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupan. Kelompok yang dikategorikan lansia
ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Usia lanjut adalah seseorang yang mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan,
dan sosial, hal ini akan memberikan pengaruh pada semua aspek kehidupan pada usia
lanjut termasuk kesehatan (Fatimah, 2010).
Seseorang dikatakan lanjut usia apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor
tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun
sosial ( Nugroho, 2012 ). Lansia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut
dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh
beradaptasi dengan stress lingkungan.
Menurut Kemenkes Republik Indonesia, seseorang dikatakan usia lanjut jika ia
berusia 60 tahun ke atas, hal ini tercantum dalam UU No. 13 tahun 1998 (Kemenkes RI,
2013). Seorang lansia dikatakan sehat jika mampu hidup dan berfungsi secara efektif
dalam kehidupan masyarakat, diantaranya mampu melatih rasa percaya diri dan
otonominya sehingga dapat mencapai derajat kesehatan maksimum yang dapat
dicapainya.
Klasifikasi Lansia menurut Depkes RI, 2013:
1. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan
4. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan
yang dapat menghasilkan barang atau uang jasa
5. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri,
yaitu :
1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
a. Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain).
b. Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai
sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan
lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
4. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga
membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif
terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis
dan sebagainya. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang
paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat,
terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.

B. Teori proses menua


Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu sebagai berikut.
1. Teori Biologi
- Teori genetik dan mutase.
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh
molekulmolekul (DNA) dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi,
sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel). Teori ini merupakan teori intrinsik yang
menjelaskan bahwa tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan
menentukan jalannya penuaan.
- Teori nongenetic.
Teori ini merupakan teori ekstrinsik dan terdiri atas berbagai teori, di antaranya
adalah sebagai berikut :
a. Teori rantai silang (cross link) Teori ini menjelaskan bahwa molekul kolagen
dan zat kimia mengubah fungsi jaringan, mengakibatkan jaringan yang kaku
pada proses penuaan. Sel yang tua atau usang menyebabkan ikatan reaksi
kimianya menjadi lebih kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini
menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan, dan hilangnya fungsi.
b. Teori fisiologis Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik, yang terdiri
atas teori oksidasi stres dan pemakaian dan rusak (wear and tear theory).
c. Pemakaian dan rusak Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah (terpakai).
d. Reaksi dari kekebalan sendiri (autoimmune theory) Metabolisme di dalam
tubuh memproduksi suatu zat khusus. Saat dijumpai jaringan tubuh tertentu
yang tidak tahan terhadap zat khusus, maka jaringan tubuh menjadi lemah
dan sakit.
e. Teori immunology slow virus Sistem imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat
menyebabkan kerusakan organ tubuh. Teori ini menjelaskan bahwa
perubahan pada jaringan limfoid mengakibatkan tidak adanya
keseimbangan di dalam sel T sehingga produksi antibodi dan kekebalan
menurun.
f. Teori stres Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres menyebabkan sel-sel tubuh
lelah terpakai.
g. Teori radikal bebas Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas. Tidak
stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen
bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi. Radikal bebas terdapat di
lingkungan seperti asap kendaraan bermotor dan rokok, zat pengawet
makanan, radiasi, dan sinar ultraviolet, yang mengakibatkan terjadinya
perubahan pigmen dan kolagen pada proses penuaan.
h. Teori program Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.

2. Teori Sosial
- Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada situasi
tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Pokok-pokok
interaksi sosial adalah sebagai berikut (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 43):
a. Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai tujuan
masing-masing.
b. Dalam upaya tersebut, maka terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya
dan waktu.
c. Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seseorang memerlukan biaya.
d. Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah terjadinya
kerugian.
e. Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.
- Teori penarikan diri
Kemiskinan yang diderita lanjut usia dan menurunnya derajat kesehatan
mengakibatkan seseorang lanjut usia secara perlahan menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas. Pada lanjut usia sekaligus
terjadi kehilangan ganda (triple loss), yaitu sebagai berikut (Hardywinoto dan
Setiabudi, 1999: 45):
a. Kehilangan peran (loss of role).
b. Hambatan kontak sosial (restriction of contact and relationship).
c. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and values).
- Teori aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon, dkk. (1972) yang
menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung pada bagaimana
seseorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin. Adapun kualitas aktivitas
tersebut lebih penting dibandingkan dengan kuantitas aktivitas yang dilakukan
(Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 46).
- Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan di dalam siklus kehidupan
lanjut usia, sehingga pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan
gambarannya kelak pada saat menjadi lanjut usia. Hal ini dapat terlihat bahwa
gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tak berubah walaupun ia
menjadi lanjut usia (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 47).
- Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh
lanjut usia pada saat muda hingga dewasa. Menurut Havighurst dan Duval,
terdapat tujuh tugas perkembangan selama hidup yang harus dilaksanakan
oleh lanjut usia yaitu sebagai berikut:
a. Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis.
b. Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan.
c. Menemukan makna kehidupan.
d. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
e. Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.
f. Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.
g. Menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia.

3. Teori Psikologis
Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang berespons pada tugas
perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus berjalan
meskipun orang tersebut telah menua.
- Teori hierarki kebutuhan dasar manusia Maslow (Maslow’s hierarchy of human
needs)
Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar manusia dibagi dalam lima tingkatan
mulai dari yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang, harga
diri sampai pada yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Seseorang akan
memenuhi kebutuhan kebutuhan tersebut. Menurut Maslow, semakin tua usia
individu maka individu akan mulai berusaha mencapai aktualisasi dirinya. Jika
individu telah mencapai aktualisasi diri, maka individu tersebut telah mencapai
kedewasaan dan kematangan dengan semua sifat yang ada di dalamnya,
otonomi, kreatif, independen, dan hubungan interpersonal yang positif.
- Teori individualisme Jung (Jung’s theory of individualism)
Menurut Carl Jung, sifat dasar manusia terbagi menjadi dua yaitu ekstrovert
dan introvert. Individu yang telah mencapai lanjut usia cenderung introvert. Dia
lebih suka menyendiri seperti bernostalgia tentang masa lalunya. Menua yang
sukses adalah jika dia bisa menyeimbangkan antara sisi introvert dan
ekstrovertnya, tetapi lebih condong ke arah introvert. Dia senang dengan
dirinya sendiri, serta melihat orang dan bergantung pada mereka.
- Teori delapan tingkat perkembangan Erikson (Erikson’s eigth stages of life)
Menurut Erikson, tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai individu
adalah integritas ego vs menghilang (ego integrity vs disappear). Jika individu
tersebut sukses mencapai tugas perkembangan ini, maka dia akan
berkembang menjadi individu yang arif dan bijaksana. Namun jika individu
tersebut gagal mencapai tahap ini, maka dia akan hidup penuh dengan
keputusasaan.
- Optimalisasi selektif dengan kompensasi (selective optimisation with
compensation) Menurut teori ini, kompensasi penurunan tubuh ada tiga elemen
yaitu sebagai berikut:
a. Seleksi Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses penuaan maka
mau tidak mau harus ada peningkatan pembatasan terhadap aktivitas
sehari-hari.
b. Optimalisasi Lanjut usia tetap mengoptimalkan kemampuan yang masih
dimilikinya untuk meningkatkan kehidupannya.
c. Kompensasi Berbagai aktivitas yang sudah tidak dapat dijalankan karena
proses penuaan diganti dengan aktivitas lain yang mungkin bisa dilakukan
dan bermanfaat bagi lanjut usia.
C. Tanda Gejala Usia Lanjut
1. Perubahan Aspek Biologi
Seseorang akan mengalami perubahan fisik maupun biologis ketika mereka
memasuki usia lanjut. Perubahan fisik yang dialami lansia berupa turgor kulit yang
tidak elastis, penurunan indera penglihatan, penurunan indera penghidu,
penurunan fungsi pengecapan, pendengaran mulai berkurang serta adanya
gangguan musculoskeletal. Perubahan lain yang muncul adalah pada system
termoregulasi dan hormonal. Perubahan-perubahan ini terjadi karena proses
degeneratif otak, (Rahayu, 2016).
2. Perubahan Aspek Psikologi
Tahap perkembangan yang harus dicapai pada lansia diantaranya mampu
menyesuaikan terhadap proses perubahan kehilangan, kemudian
mempertahankan integritas harga diri, dan mempersiapkan kematian, (Stuart,
2015).
3. Perubahan Aspek Sosial
Lansia mampu untuk berpartisipasi dalam kegiatan social,melakukan interaksi,
menstimulasi fungsi kognitif, sehingga memperlambat proses terjadinya
demensia, (Videbeck, 2008). Proses perubahan social yang terjadi pada lansia
diantaranya lansia mengalami keterbatasan dalam proses merawat diri, (Rahayu,
2016).
4. Perubahan Aspek Seksual
Perubahan seksual yang nampak pada lansia seperti penurunan aktivitas seksual
diakibatkan karena factor hormonal dan dorongan seksual, akan tetapi hal ini tidak
hilang sama sekali,(Aspiani, 2014).
5. Perubahan Aspek Spiritual
Lansia akan semakin meningkatkan kehidupan keagamaannya, sehingga dapat
memberikan arti hidup dan rasa berarti dalam mengatasi masalah yang terjadi
akibat proses penuaan, (Nugroho, 2008).
Tabel ciri perubahan pada usia lanjut
Fisik psikologis
Pancaindera Paranoid Gangguan tingkah laku Keluyuran
Otak (wandering)
Gastrointestinal Sun downing
Saluran kemih Depresi
Otot dan tulang Demensia
Kardiovaskular Sindrom pascakekuasaan (postpower
Endokrin, dan lain-lain. syndrome), dan lain-lain.

D. Gangguan pada Kesehatan Jiwa Lansia


Gangguan yang paling banyak diderita adalah gangguan depresi, demensia,
fobia, dan gangguan terkait penggunaan alkohol. Lansia dengan usia di atas 75 tahun
juga beresiko tinggi melakukan bunuh diri. Banyak gangguan mental pada lansia dapat
dicegah, diperbaiki, bahkan dipulihkan.
1. Gangguan demensia
Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat keluarga, dan
jenis kelamin wanita. Perubahan khas pada demensia terjadi pada kognisi,
memori, bahasa, dan kemampuan visuospasial, tapi gangguan perilaku juga
sering ditemui, termasuk agitasi, restlessness, wandering, kemarahan, kekerasan,
suka berteriak, impulsif, gangguan tidur dan waham.
2. Gangguan depresi
Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah menurunnya
konsentrasi dan fisik, gangguan tidur (khususnya bangun pagi terlalu cepat dan
sering terbangun [multiple awakenings]), nafsu makan menurun, penurunan berat
badan, dan masalah-masalah pada tubuh.
3. Gangguan kecemasan
a. Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan kecemasan yang menyeluruh, gangguan stres akut, dan gangguan
stres pasca trauma.
b. Tanda dan gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada yang
lebih muda, tetapi efeknya sama. Gangguan kecemasan mulai muncul pada
masa remaja awal atau pertengahan, tetapi beberapa dapat muncul pertama
kali setelah usia 60 tahun.
c. Pengobatan harus disesuaikan dengan penderita dan harus diperhitungkan
pengaruh biopsikososial yang menghasilkan gangguan. Farmakoterapi dan
psikoterapi dibutuhkan dalam penanganannya.

E. Karakteriktik Perilaku Normal


1. Mempunyai harga diri tinggi
2. Menilai kehidupannya berarti
3. Menerima nilai dan keunikan orang lain
4. Menerima dan menyesuaikan kematian pasangan
5. Menyiapkan diri menerima datangnya kematiasn
6. Melaksanakan kegiatan agama secara rutin
7. Merasa dicintai dan berarti dalam keluarga
8. Berpartisipasi dalam kegiaan sosial dan kelompok masyarakat
9. Menyiapkan diri ditinggalkan anak yang telah mandiri

F. Penatalaksanaan keperawatan jiwa usia lanjut


Penatalaksanaan secara holistik meliputi penatalaksanaan fisik, psikologis, serta
sosial yang termasuk keluarga dan lingkungan. Secara fisik, perhatikan asupan nutrisi
baik secara kuantitas maupun kualitas, serta hindari makanan pantangan yang dapat
memperparah penyakit yang diderita. Apabila harus menggunakan obat-obatan harus
dimulai dari dosis rendah dan ditinggalkan secara perlahan (start low go slow).
Secara psikologis, perhatikan kegemaran intelektual (intellectual interest), seperti
keterkaitan hobi lama dengan kesibukan baru, pekerjaan sejenis yang berguna, hindari
waktu luang, serta kesendirian dan pikiran kosong. Perhatikan peningkatan kualitas
hidup, cita-cita, tujuan hidup, makna kehidupan, dan pengembangan spiritualitas agar
lansia bisa menjadi lebih terhormat. Lingkungan dan keluarga harus disiapkan dan
harus tahu bahwa lansia banyak mengalami perubahan, sehingga berikan aktivitas
sesuai kemampuan dan hobinya. Selain itu, jangan harap lansia untuk membantu
memasak, mengasuh anak, dan sebagainya. Jangan kucilkan lansia dan bantulah
sesuai kebutuhan. Bila perlu, berikan gelang identitas.
Perhatikan desain interior rumah, dapur, serta kamar mandi diusahakan ada
pegangan dinding sampai tempat tidur dan gunakan kloset duduk. Usahakan rumah
menjadi tempat yang nyaman untuk lansia. Selain itu, perhatikan fasilitas kesehatan
yang diperlukan untuk lansia. Perhatikan penanganan masalah secara umum terkait
dengan proses penuaan yang meliputi hal berikut :
1. Penanggulangan masalah akibat perubahan fungsi tubuh.
a. Perawatan diri sehari-hari.
b. Senam atau latihan pergerakan secara teratur.
c. Pemeriksaan kesehatan secara rutin.
d. Mengikuti kegiatan yang masih mampu dilakukan.
e. Minum obat secara teratur jika sakit.
f. Memakan makanan bergizi.
g. Minum paling sedikit delapan gelas setiap hari.
2. Penanggulangan masalah akibat perubahan psikologis.
a. Mengenal masalah yang sedang dihadapi.
b. Memiliki keyakinan dalam memandang masalah.
c. Menerima proses penuaan.
d. Memberi nasihat dan pandangan.
e. Beribadah secara teratur.
f. Terlibat dalam kegiatan sosial dan keagamaan.
g. Sabar dan tawakal.
h. Mempertahankan kehidupan seksual.
3. Penanggulangan masalah akibat perubahan sosial/masyarakat.
a. Saling mengunjungi.
b. Memiliki pandangan atau wawasan.
c. Melakukan kegiatan rekreasi.

G. Terapi Kognitif pada Keperawatan Kesehatan Jiwa Lansia


Terapi perilaku kognitif merupakan terapi andalan untuk mengobati gangguan
kecemasan pada orang dewasa muda. Namun efek terapi tersebut hasilnya lebih
rendah atau bahkan tidak mempan ketika diterapkan pada orang lanjut usia (lansia).
Terapi bicara yang disebut terapi perilaku kognitif digunakan untuk membantu
orang dewasa untuk mengobati gangguan kecemasan sedikit lebih baik daripada
pendekatan terapi lainnya. Namun nyatanya pada lansia, tidak seefektif jika diterapkan
pada orang dewasa muda. Sementara studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa
terapi perilaku kognitif bekerja dengan baik untuk orang dewasa muda dan setengah
baya. Namun, sebelumnya belum ada banyak penelitian mengenai pengobatan
gangguan kecemasan pada lansia.
Terapi perilaku kognitif sering melibatkan pertemuan secara pribadi dengan
terapis dengan tujuan akhir untuk menyelesaikan proses berpikir yang cacat yang
menyebabkan gangguan tersebut. Rata-rata dalam studi, peserta penelitian melalui 12
sesi terapi. Dibandingkan dengan jika tidak menjalani terapi sama sekali, terapi
perilaku kognitif memiliki efek sedang untuk membantu mengobati kecemasan.
Dibandingkan dengan obat atau diskusi kelompok, terapi perilaku kognitif memiliki efek
sedikit lebih baik. Tim peneliti mencatat perbaikan atas perlakuan lainnya cukup kecil.
"Terapi mungkin bekerja lebih baik dibandingkan obat karena berusaha untuk
memperbaiki penyebab kecemasan bukan gejalanya. Jika dapat mengatasi penyebab
dari gejala kecemasan, misalnya dengan mengubah cara berpikir mengenai sesuatu
atau menafsirkan suatu hal, maka dapat menghentikan kecemasan datang lagi di
masa depan. Jika hanya mengatasi gejala kecemasan maka suatu saat kecemasan
tersebut dapat muncul kembali. Tidak diketahui mengapa terapi tampaknya kurang
efektif pada lansia, tetapi mungkin karena terapi bicara dapat memakan waktu lebih
lama untuk lansia," kata Gould.
Terapi kognitif pada lansia antara lain :
1. Latihan kemampuan sosial meliputi : menanyakan pertanyaan, memberikan salam,
berbicara dengan suara jelas, menghindari kiritik diri atau orang lain
2. Aversion therapy : therapy ini menolong menurunkan perilaku yang tidak diinginkan
tapi terus dilakukan. Terapi ini memberikan stimulasi yang membuat cemas atau
penolakan pada saat tingkah laku maladaptive dilakukan klien.
3. Contingency therapy: Meliputi kontrak formal antara klien dan terapis tentang apa
definisi perilaku yang akan dirubah atau konsekuensi terhadap perilaku itu jika
dilakukan. Meliputi konsekuensi positif untuk perilaku yang diinginkan dan
konsekuensi negative untuk perilaku yang tidak diinginkan.

H. Pohon Masalah

Kesiapan Peningkatan Perkembangan Usia Lanjut.


Potensial berkembangnya integritas diri

Stimulasi Tum- Bang


( > 65 Tahun) optimal

Pengetahuan Keluarga/individu Efektif

II. ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA PADA LANSIA


A. Pengkajian
1. Identitas
2. Keluhan
3. Status pertumbuhan dan perkembangan sesuai kategori saat pengkajian dengan
komponen : fisik, psikososial, psikoseksual, kognitif dan moral
4. Faktor predisposisi dengan komponen : faktor biologis, psikologis, social budaya
5. Faktor presipitasi dengan komponen : faktor biologis, psikologis dan sosioudaya
sesuai tahap perkembangan klien.
6. Penilaian terhadap stressor dengan komponen : respon kognitif, afektif, fisiologis
dan respon sosial.
7. Sumber koping dengan komponen : kemampuan personal, dukungan social, aset
material dan keyakinan.
8. Mekanisme koping

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kesiapan Peningkatan Perkembangan Usia Lanjut.
2. Potensial berkembangnya integritas diri

C. Rencana Intervensi Keperawatan


Diagnosa keperawatan : Kesiapan Peningkatan Perkembangan Usia Lanjut.
1. Tujuan asuhan keperawatan
Tujuan:
Kognitif, lansia mampu:
a. Memahami ciri perkembangan usia lanjut
b. Menilai makna kehidupan
c. Memahami nilai dan keunikan orang lain
Psikomotor, lansia mampu:
a. Melakukan kegiatan sehari – hari sesuai dengan kemampuan
b. Melakukan kegiatan sosial dan spiritual
c. Menuntun generasi berikut dengan bijaksana
Afektif, lansia mampu:
a. Merasa berarti dalam hidup dan merasa dicintai
b. Menerima ditinggal oleh orang yang dicintai
c. Menerima perubahan kehidupan.
2. Tindakan Keperawatan Untuk Klien
a. Diskusikan perkembangan dan perubahan pada lansia
b. Diskusikan makna dan perubahan fisik
- Makna kesehatan fisik yang telah dirasakan
- Perubahan fisik yang dirasakan saat ini dan adaptasi yang perlu dilakukan.
Misalnya: penglihatan berkurang diatasi dengan memakai kacamata;
pendengaran berkurang diatasi dengan alat bantu dengar; mobilisasi yang
berkurang diatasi dengan alat bantu jalan, pegangan dikamar dan kamar
mandi; cara berpakaian yang aman; cara bangun dari tempat tidur yang
aman.
- Pemeriksaan fisik teratur, olahraga lansia, makanan sehat.
c. Diskusikan makna dan perubahan pikiran
- Prestasi yang pernah dicapai melalui akademik pekerjaan, dan keluarga.
- Perubahan daya ingat: cepat lupa atasi dengan menempatkan segala
sesuatu pada tempat tertentu(jangan berubah – ubah); konsentrasi
berkurang atasi dengan membaca, bermain catur/halma/teka – teki
silang; daya orientasi yang berkurang atasi dengan menempatkan
kalender, jam dengan angka yang besar.
d. Diskusikan makna dan perubahan fungsi sosial
- Perubahan aspek sosial yaitu berkurangnya sahabat, hal ini dapat diatasi
dengan mengenang masa lalu; mengingat keluarga dan sahabat, melihat
album foto, membentuk kelompok sosial lansia.
- Perubahan pekerjaan yaitu pensiun. Hal ini dapat diatasi dengan
mengembangkan bakat yang dapat dilakukan dirumah misalnya membuat
telur asin dan berkebun.
e. Diskusikan makna dan perubahan aspek spiritual
- Kenang masa – masa aktif dalam kegiatan spiritual
- Sesuaikan kegiatan spiritual dengan kondisi fisik
- Membentuk kegiatan ibadah lansia; pengajian, penelaahan alkitab,
berdoa bersama.
3. Tindakan pada Keluarga
a. Jelaskan tahap perkembangan dan perubahan yang terjadi pada lansia
b. Jelaskan cara memfasilitasi integritas diri lansia
c. Sediakan waktu bercakap – cakap dengan lansia tentang makna hidup yang
dialami dan berikan pujian
d. Sediakan tempat yang aman dan nyaman bagi lansia; terang, tidak licin, ada
alat bantu berpegangan, tanda – tanda tempat yang jelas dan lain – lain
e. Fasilitasi pertemuan antar generasi dan beri kesempatan menyampaikan
pengalaman
f. Diskusikan tentang rencana pembagian warisan dan pemakaman
g. Diskusikan masalah kerekatan yang mungkin terjadi dan pelayanan
kesehatan yang tersedia.
4. Tindakan Untuk Kelompok
a. Sesi I: identifikasi masalah dan sumber pendukung di dalam dan diluar
keluarga
b. Sesi II: latih menggunakan system pendukung dalam keluarga
c. Sesi III: latih menggunakan system pendukung luar keluarga
d. Sesi IV: evaluasi hasil dan hambatan penggunaan sumber
pendukung[ CITATION Kel19 \l 1033 ].
5. Tindakan Kolaborasi
a. Melakukan kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain terkait
monitoring kesehatan di rumah, misalkan saat kunjugan yandu lansia
b. Memberikan program terapi dokter (obat) vitamin, suplemen ataupun terapi
rutin penyakit sekunder yang diderita: edukasi 8 benar pemberian obat dan
memberikan sesuai dengan konsep safety pemberian obat
c. Mengobservasi manfaat dan efek samping obat [ CITATION Kel19 \l
1033 ].

Diagnosa keperawatan : Potensial berkembangnya integritas diri


1. Tujuan asuhan keperawatan
a. Lansia dapat menyebutkan karakteristik perkembangan psikososial yang
normal, merasa disayangi dan dibutuhkan keluarganya dan mampu mengikuti
kegiatan social dan keagamaan di lingkungannya.
b. Lansia dapat menjelaskan cara mencapai perkembangan psikososialnya yang
normal dan merasa hidupnya bermakna
c. Lansia melakukan tindakan untuk mencapai perkembangan psikososial yang
normal
2. Tindakan keperawatan untuk klien (lansia)
a. Jelaskan ciri perilaku perkembangan yang normal dan
menyimpang
b. mendiskusikan cara yang dapat dilakukan untuk mencapai
integritas diri yang utuh
c. mendiskusikan makna hidup lansia selama ini
d. melakukan life review (menceritakan kembali masa
lalunya, mis:keberhasilannya)
e. mendiskusikan keberhasilan yang telah dicapai lansia
f. mengikuti kegiatan sosial dilingkungannya and melakukan
kegiatan kelompok 
g. membimbing lansia membuat rencana kegiatan
untuk mencapai integritas diri
h. memotivasi lansia untuk menjalankan rencana yang telah
dibuat
3. Tindakan keperawatan untuk keluarga :
Tujuan :
a. keluarga dapat menjelaskan perilaku lansia yang
menggambarkan perkembangan psikososial yang normal dan menyimpang
b. keluarga dapat menjelaskan cara memfasilitasi perkembangan lansia
c. keluarga melakukan tindakan untuk memfasilitasi perkembangan
lansia
d. keluarga merencanakan stimulasi untuk mengembangkan kemampuan
psikososial lansia
Tindakan keperawatan:
a. mendiskusikan cara memfasilitasi perkembangan lansia yang nirmal dengan
keluarga
b. bersama lansia mendiskusikan makna hidup selama ini
c. mendiskusikan keberhasilan yang telah dicapai lansia
d. mendorong lansia untuk ikut kegiatan social (arisan, menengok yang sakit, dll)
e. mendorong lansia untuk ikut kegiatan:,….
f. Mendoromng lansia untuk melakukan life review ( menceritakan kembali masa
lalunya terutama keberhasilannya)
g. Melatih keluarga untuk memfasilitasi perkembangan psikososial lansia
h. Membuat stimulasi perkembangan psikososial lansia
4. Tindakan Untuk Kelompok
e. Sesi I: identifikasi masalah dan sumber pendukung di dalam dan diluar
keluarga
f. Sesi II: latih menggunakan system pendukung dalam keluarga
g. Sesi III: latih menggunakan system pendukung luar keluarga
h. Sesi IV: evaluasi hasil dan hambatan sumber pendukung[ CITATION Kel19 \l 1033
].
5. Tindakan Kolaborasi
d. Melakukan kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain terkait
monitoring kesehatan di rumah, misalkan saat kunjugan yandu lansia
e. Memberikan program terapi dokter (obat) vitamin, suplemen ataupun terapi
rutin penyakit sekunder yang diderita: edukasi 8 benar pemberian obat dan
memberikan sesuai dengan konsep safety pemberian obat
f. Mengobservasi manfaat dan efek samping obat [ CITATION Kel19 \l
1033 ].
D. Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan : Kesiapan Peningkatan Perkembangan Lansia
Perencanaan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
TUM: Setelah dilakukan intervensi 1. Bina hubungan saling percaya dengan Dengan membina hubungan saling
Lansia mampu keperawatan selama 1 X pertemuan mengemukan prinsip komunikasi terapeutik: percaya akan membantu
memahami lansia dapat membina hubungan a. Sapa lansia dengan ramah baik verbal dan non mempermudah kerjasama agar klien
perkembangan saling percaya, dengan kriteria verbal lebih kooperatif
usia lanjut yang hasil: b. Perkenalkan diri dengan sopan
utuh dan mampu - Ekspresi wajah bersahabat, c. Jelaskan tujuan pertemuan
menuntun - Lansia menunjukkan rasa d. Tunjukkan sikap empati dan menerima lansia
generasi senang, ada kontak mata, apa adanya.
berikutnya dengan - Mau menjawab salam dan e. Beri perhatian kepada lansia.
bijaksana - Duduk santai berdampingan
TUK 1: dengan perawat saat pengkajian
Lansia dapat
membina
hubungan saling
percaya
TUK 2 Setelah dilakukan intervensi 1. Adakan pertemuan dengan lansia Informasi tentang perubahan-
Lansia dapat keperawatan selama 1 X pertemuan 2. Diskusikan makna kesehatan fisik yang dirasakan perubahan yang terjadi pada lansia
mengenal makna lansia dapat mengetahui perubahan 3. Diskusikan perubahan fisik yang terkait dengan adalah normal dan fisiologis sesuai
dan perubahan fisik yang dirasakan saat ini dan lansia teori perubahan biologis lansia
fisiknya mengetahui cara mengatasinya, a. Penglihatan berkurang diatasi dengan kacamata (Hernawati, 2006)), informasi ini
dengan kriteria hasil: b. Mobilisasi yang kurang diatasi dengan alat bantu bagian dari pemberian afirmasi
Lansia dapat menyebutkan tanda- jalan, pegangan di kamar dan kamar mandi positif kepada klien.
tanda perubahan fisik dan dapat c. Cara berpakaian yang aman
menyebutkan cara mengatasinya d. Cara bangun dari tempat tidur yang aman.
4. Diskusikan manfaat pemeriksaan fisik secara
teratur, olahraga lansia, dan makanan sehat.

TUK 3 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan perkembangan dan perubahan pada Memori merupakan salah satu
Lansia dapat keperawatan selama 1 – 2 X lansia bagian terpenting dari fungsi kognitif
mengenal makna pertemuan, lansia dapat mengenal 2. Diskusikan prestasi yang pernah dicapai melalui manusia, penting untuk selalu
dan perubahan makna dan perubahan pikiran dan akademik, pekerjaan, dan keluarga memberi stimulasi kognitif yang
pikiran (fungsi menyebutkan cara mengatasinya, 3. Diskusikan perubahan daya ingat: terdiri dari reality orientation dan
kognitif) dengan kriteria hasil: a. Cepat lupa atasi dengan menempatkan segala reminiscence therapy
- Lansia mampu menyebutkan sesuatu pada tempat tertentu (jangan ( Dara, 2013 )
makna dan perubahan pikiran berubah- ubah) Salah satu jenis stimulai kognitif
- Lansia mampu menyebutkan b. Konsentrasi berkurang atasi dengan dengan brain gym.
cara mengatasinya membaca, bermain catur/halma dan mengisi
teka teki silang.
c. Daya orientasi berkurang atasi dengan
menempatkan kalender, jam dengan angka
yang besar.

TUK 4 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan perkembangan dan perubahan pada Fungsi sosial berhubungan dengan
Lansia dapat keperawatan selama 1 – 2 X lansia fungsi fisik dan mental. Peningkatan
mengenal makna pertemuan, lansia dapat mengenal 2. Diskusikan aspek sosial yaitu berkurangnya dalam pola aktivitas dapat secara
dan perubahan makna dan perubahan fungsi sosial sahabat, hal ini dapat diatasi dengan mengenang negatif mempengaruhi kesehatan
fungsi sosial serta menyebutkan cara masa lalu, mengingat keluarga dan sahabat, fisik dan mental, dan sebaliknya.
mengatasinya, dengan kriteria hasil: melihat album foto, membentuk kelompok. Dukungan untuk orang-orang di luar
- Lansia mampu menyebutkan 3. Perubahan pekerjaan yaitu pensiun, hal ini dapat keluarga memainkan peran
makna dan perubahan fungsi diatasi dengan mengembangkan bakat yang signifikan. Dukungan komunitas
sosial dapat dilakukan dirumah, misalnya membuat telur berbasis kepercayaan, khususnya
- Lansia mampu menyebutkan asin, memelihara ayam/bebek dan berladang dalam bentuk program perawatan,
cara mengatasinya merupakan sumber bantuan yang
bermakna bagi orang tua yang tidak
memiliki keluarga, atau memiliki
keluarga di tempat yang terpisah
secara geografis. ( Sisilia, 2017 )
TUK 5 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan perkembangan dan perubahan pada Kondisi spiritual lansia harus dikaji
Lansia dapat keperawatan selama 1 – 2 X lansia untuk mengetahui permasalahan
mengenal makna pertemuan, lansia dapat mengenal 2. Kenang masa – masa aktif dalam kegiatan yang sebenarnya. Pemberian Terapi
dan perubahan makna dan perubahan aspek spiritual Spiritual dapat menurunkan tingkat
aspek spiritual spiritual serta menyebutkan cara 3. Diskusikan kegiatan spiritual dan sesuaikan depresi lansia. Perawat dapat
mengatasinya, dengan kriteria hasil: dengan kondisi fisik. melakukan asuhan keperawatan
- Lansia mampu menyebutkan 4. Membentuk kegiatan ibadah lansia: pengajian, spiritualitas atau religiusitas pada
makna dan perubahan aspek penelaahan Alkitab, berdoa bersama. lansia yang dapat membantu
spiritual mempertahankan serta
- Lansia mampu menyebutkan memperbesar semangat hidup klien
cara mengatasinya lansia termasuk kesehatan mental
depresi. (Nur Ilmi, 2018)

TUK 6 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan dengan keluarga tahap perkembangan Dalam teori kepribadian menurut
Keluarga dapat keperawatan selama 1 – 2 X dan perubahan yang terjadi pada lansia Ericson menyatakan lansia (usianya
mengenal makna pertemuan, keluarga dapat 2. Jelaskan cara memfasilitasi integritas diri lansia diatas 60 tahun) merasa hidup
dan perubahan mengenal makna dan perubahan 3. Sediakan waktu untuk bercakap – cakap dengan mereka sudah dekat dengan akhir
pada lansia pada lansia dan menyebutkan cara lansia tentang makna hidup yang dialami dan hayat dan pada masa ini kasih
mengatasinya, dengan kriteria hasil: berikan pujian. sayang dari lingkup keluarga
- Keluarga mampu menyebutkan 4. Sediakan tempat yang aman dan nyaman buat terdekat merupakan kenikmatan
makna dan perubahan pada lansia: terang, tidak licin, ada alat bantu tersendiri.
lansia pegangan, dll
- Keluarga mampu menyebutkan 5. Fasilitasi pertemuan antar generasi dan beri
cara mengatasi perubahan pada kesempatan lansia untuk menyampaikan
lansia. pengalamannya
6. Diskusikan rencana pembagian warisan dan
pemakaman
7. Diskusikan masalah keeratan yang mungkin
terjadi dan pelayanan kesehatan yang tersedia
SRATEGI PELAKSANAAN LANSIA DAN KELUARGA

SP KLIEN USIA LANJUT SP KELUARGA


SP. 1 : SP 1.
Membina Hubungan Saling Percaya - Membina hubungan saling percaya
- Menanyakan pengalaman keluarga
selama merawat lansia
- Menjelaskan makna dan perubahan
pada lansia
- Menjelaskan cara mengatasi
perubahan pada lansia.
- Menganjurkan keluarga untuk
menyediakan waktu bercakap-cakap
dengan lansia

SP 2. :
Menjelaskan makna dan perubahan fisik
dan cara mengatasinya

SP 3 :
Lansia dapat mengenal makna dan
perubahan pikiran (kognitif) :
- Lansia mampu menyebutkan makna dan
perubahan fungsi kognitif
- Lansia mampu menyebutkan cara
mengatasinya

SP 4 :
lansia dapat mengenal makna dan
perubahan fungsi sosial serta menyebutkan
cara mengatasinya

SP 5 :
lansia dapat mengenal makna dan perubahan
aspek spiritual serta menyebutkan cara
mengatasinya, dengan kriteria hasil:
- Lansia mampu menyebutkan makna dan
perubahan aspek spiritual
- Lansia mampu menyebutkan cara
mengatasinya.

STARTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


PADA LANSIA SEHAT JIWA

1. Strategi Pelaksanaan 1 (Sp 1) Lansia


a. Orientasi
- Salam Terapeutik : “selamat pagi, Boleh saya kenalan dengan nenek? Nama
saya Sirila, nenek bisa panggil saya Lala. Saya Mahasiswa Keperawatan
Brawijaya, saya sedang praktik di RT /nenek. Kalau boleh saya tau nama
nenek siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?”.”
- Evaluasi/validasi: Bagaimana perasaan nenek hari ini? Bagaimana tidurnya
tadi malam?
- Kontrak :
 Topik : “Apakah nenek tidak keberatan ngobrol dengan saya? Bagaimana
kalau ngobrol tentang perkembangan nenek? nenek setuju?”
 Waktu : “Berapa lama kira – kira kita bisa ngobrol? nenek maunya berapa
menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
 Tempat : “Dimana kita akan berbincang-bincang? “Bagaimana kalau di sini
saja?
b. Kerja
“ Nenek, kalau boleh tau perubahan apa saja yang nenek rasakan saat ini?”
“ Baik, jadi nenek sudah mulai memahami perubahan-perubahan yang terjadi
setelah memasuki masa usia lanjut ya. “
“ Jika nenek tidak keberatan saya akan membuat jadwal kegiatan untuk
mengajak nenek mengenai perubahan fisik, perbahan fungsi kognitif atau
berpikir, perubahan fungsi social serta perubahan spiritual yang memang normal
terjadi pada usia lanjut dan acara mengatasinya. Ada banyak hal yang bisa kita
diskusikan, mulai besok kita akan berdiskusi ya nek. Bagaimana nenek dengan
gambaran penjelasan yang sudah saya sampaikan, Apakah nenek ada yang
ingin disampaikan?
c. Terminasi:
 Evaluasi : “Bagaimana perasaan nenek setelah kita ngobrol?”
 Tindak lanjut ; “Baiklah nek, pertemuan berikutnya kita akan membahas
mengenai makna dan perubahan fisik yang perlu nenek ketahui dalam
menjalani perkembangan usia lanjut.”
 Kontrak yang akan datang
“Kalau begitu bagaimana jika besok saya kembali untuk menemui nenek?
Apakah nenek bersedia?” “ Bagaimana jam 10.00 apakah nenek bisa?”
“ Baik, jika tidak ada yang ingin nenek sampaikan, saya permisi dulu ya nek.
Sampai jumpa besok ya nek?”

2. Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2)


a. Orientasi
- Salam Terapeutik : “selamat pagi, Nek, salam selalu sehat nenek .”
- Evaluasi/validasi: Bagaimana perasaan nenek hari ini? Bagaimana tidurnya
semalam?
- Kontrak :
 Topik : Bagaimana kalau kita mulai ngobrol tentang perkembangan dan
perubahan fisik nenek? nenek setuju?”
 Waktu : “Berapa lama kira – kira kita bisa ngobrol? nenek maunya berapa
menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
 Tempat : “Dimana kita akan berbincang-bincang? “Bagaimana kalau di
teras saja?

b. Kerja
“ Nenek, kalau boleh tau perubahan fisik apa yang nenek rasakan saat ini?”
“ Ternyata nenek suka melihat televisi ya, acara apa nek ?”
“ Jika nenek tidak keberatan saya akan membuat jadwal kegiatan untuk
mengajak nenek berdiskusi untuk mengisi waktu luang seperti ini, saya ingin
mengajak nenek untuk berdiskusi mengenai perubahan fisik pada usia lanjut dan
acara mengatasinya. Perubahan fisik yang dialami usia lanjut misalnya
penglihatan berkurang cara mengatasinya dengan memakai kacamata,
pendengaran berkurang bisa diatasi dengan alat bantu dengar, bila tidak bisa
jalan atau tidak kuat bisa diatasi dengan alat bantu tongkat/kursi roda.”
Bagaimana nenek dengan penjelasan yang sudah saya sampaikan, apakah
cukup jelas? Apakah nenek ada yang ingin disampaikan?

c. Terminasi:
 Evaluasi : “Bagaimana perasaan nenek setelah kita ngobrol?”
 Tindak lanjut ; “Baiklah nek, pertemuan berikutnya kita akan membahas
mengenai makna dan perubahan pikiran yang perlu nenek ketahui dalam
menjalani perkembangan usia lanjut.”
 Kontrak yang akan datang
“Kalau begitu bagaimana jika dua hari lagi saya kembali untuk menemui
nenek? Apakah nenek bersedia?” “ Bagaimana jam 10.00 apakah nenek
bisa?”
“ Baik, jika tidak ada yang ingin nenek sampaikan, saya permisi dulu ya nek.
Sampai jumpa besok lusa ya nek?”

3. Strategi Pelaksanaan 3 (SP 3)


a. Orientasi
 Salam Terapeutik: “ selamat pagi nenek”
 Evaluasi/validasi: “ Apa nenek masih mengingat saya? Ya, benar saya
Lala....”
 Bagaimana perasaan nenek hari ini setelah kita ngobrol dua kali?”
 Kontrak waktu:
- Topik : “ Nah untuk hari ini kita akan membahas mengenai makna dan
perubahan fungsi kognitif atau perubahan kemampuan berpikir, apakah
nenek bersedia?”
- Waktu : “ Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Bagaimana kalau 20-30
menit? Bisa?
- Tempat : “ Dimana kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
teras agar lebih santai ?
b. Kerja
“ baik nek, sebelum saya melanjutkan pembicaraan kita, apakah ada yang ingin
nenek sampaikan? Saya siap mendengarkan....
“ baiklah nek jika tidak ada yang ingin disampaikan, saya akan menjelaskan
beberapa hal terkait makna dan perubahan pikiran pada lansia yang normal,
nenek boleh bertanya apabila ada hal yang kurang jelas”
“ Jika boleh tau perubahan daya ingat apa yang nenek rasakan saat ini. Saya
akan mengajak nenek ngobrol mengenai perubahan daya ingat dan cara
mengatasinya. Perubahan daya ingat yang dialami lansia, misalnya cepat lupa
atasi dengan menempatkan segala sesuatu pada tempat tertentu (jangan
berubah-ubah), konsentrasi berkurang atasi dengan membaca, saat memasak
pasang alarm dengan hp mencegah masakan gosong saat ditinggal.”
“Bagaimana nenek dengan penjelasan yang sudah saya sampaikan, apakah
cukup jelas? Apakah nenek ada yang ingin disampaikan?
c. Terminasi
 Evaluasi : “Bagaimana perasaan nenek setelah kita ngobrol dan diskusi hari
ini ?”
 Tindak lanjut : “Baiklah nek, pertemuan berikutnya kita akan membahas
mengenai makna dan perubahan fungsi sosial yang perlu nenek ketahui
dalam menjalani perkembangan usia lanjut.”
 Kontrak yang akan datang : “Kalau begitu bagaimana jika besok saya
menemui nenek? Apakah nenek bersedia?”
“ Bagaimana kalau saya datang jam 10.00 apakah nenek bisa?” “ Baik, jika
tidak ada yang ingin nenek sampaikan, saya permisi dulu ya nek.
Sampai jumpa besok ya nek?”

4. Strategi Pelaksanaan 4 (SP 4)


a. Orientasi
 Salam Terapeutik: “ selamat pagi nenek”
 Evaluasi/validasi: “ “ Apa nenek masih mengingat saya? Ya, benar saya
Lala..., Bagaimana perasaan nenek hari ini setelah kita ngobrol beberapa
hari ini ?”
 Kontrak waktu:
- Topik : “ Nah untuk hari ini kita akan membahas mengenai makna dan
perubahan fungsi sosial,apakah nenek bersedia?”
- Waktu : “ Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Bagaimana kalau 10
menit? Bisa?
- Tempat : “ Dimana kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
teras aja, agar lebih variasi ya nek ?
b. Kerja
“ baik nek, sebelum saya melanjutkan pembicaraan kita, apakah ada yang
ingin nenek sampaikan terkait obrolan kita sebelumnya? Saya siap
mendengarkan.... “ baiklah nek jika tidak ada yang ingin disampaikan, saya
akan menjelaskan beberapa hal terkait makna dan perubahan fungsi sosial
pada lansia yang normal, nenek boleh bertanya apabila ada hal yang kurang
jelas”
“ Jika boleh tau perubahan fungsi sosial apa yang nenek rasakan saat ini.
Saya akan mengajak nenek ngobrol mengenai perubahan fungsi sosial dan
cara mengatasinya. Perubahan fungsi sosial yang dialami lansia ada 2
macam yaitu perubahan aspek sosial dan perubahan pekerjaan. Perubahan
aspek sosial yaitu akan berkurangnya sahabat, Baik nek, hal ini dapat diatasi
dengan mengenang masa lalu yang menyenangkan, nenek bisa melihat
album foto yang berisi foto-foto mereka, cara lain adalah dengan ikut kegiatan
di masyarakat tentu sudah nenek lakukan, itu sangat baik namun demikian
harus tetap menjaga kondisi fisik dan disesuaikan dengan kekuatan fisiknya
ya nek. Untuk perubahan pekerjaan karena pensiun, hal ini dapat diatasi
dengan mengembangkan bakat yang dapat dilakukan dirumah, misalnya
berkebun atau memasak makanan kesukaan. “Bagaimana nenek dengan
penjelasan yang sudah saya sampaikan, apakah cukup jelas? Apakah nenek
ada yang ingin disampaikan?
c. Terminasi
 Evaluasi : “Bagaimana perasaan nenek setelah kita ngobrol?”
 Tindak lanjut : “Baiklah nek, pertemuan berikutnya kita akan membahas
makna dan perubahan aspek spiritual ya.”
 Kontrak yang akan datang
“Kalau begitu bagaimana jika besok saya kembali untuk menemui nenek?
Apakah nenek bersedia?” “ Bagaimana kalau saya datang sore hari
apakah nenek bisa?” “ Baik, jika tidak ada yang ingin nenek sampaikan,
saya permisi dulu ya nek. Sampai jumpa besok ya nek?”
5. Strategi Pelaksanaan 5 (SP 5)
a. Orientasi
 Salam Terapeutik: “ selamat sore nenek”
 Evaluasi/validasi: “ Bagaimana perasaan nenek hari ini setelah kita
ngobrol kemarin ?”
 Kontrak waktu:
- Topik : “ Nah untuk hari ini kita akan membahas mengenai makna
dan perubahan aspek spiritual,apakah nenek bersedia?”
- Waktu : “ Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Bagaimana kalau
10 menit? Bisa?
- Tempat : “ Dimana kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau
di sini saja?
b. Kerja
“ Baik nek, sebelum saya melanjutkan pembicaraan kita, apakah ada yang
ingin nenek sampaikan terkait obrolan kita sebelumnya? Saya siap
mendengarkan.... “ baiklah nek jika tidak ada yang ingin disampaikan, saya
akan menjelaskan beberapa hal terkait dengan makna dan perubahan aspek
spiritual pada lansia yang normal, nenek boleh bertanya apabila ada hal yang
kurang jelas”
“ Jika boleh tau perubahan aspek spiritual apa yang nenek rasakan saat ini.
Saya akan mengajak nenek ngobrol mengenai perubahan aspek spiritual.
Perubahan aspek spiritual yang dialami lansia, misalnya jika saat ini tidak
bisa melakukan ibadah dengan maksimal karena perubahan fisik, atasi
dengan mengenang masa-masa aktif dalam kegiatan spiritual, mengikuti
kegiatan spiritual sesuaikan dengan kondisi fisik saat ini, dengan mengikuti
kegiatan keagamaan di lingkungan itu bagus sekali karena dapat memenuhi
kebutuhan spiritual sekaligus kebutuhan bersosialisasi sehingga tidak merasa
bosan atau jenuh dengan kondisi yang dihadapi. “Bagaimana nenek dengan
penjelasan yang sudah saya sampaikan, apakah cukup jelas? Apakah nenek
ada yang ingin disampaikan?

c. Terminasi
 Evaluasi : “Bagaimana perasaan nenek setelah kita ngobrol dan
berdiskusi dalam beberapa hari ini ? ”
 Tindak lanjut : “Baiklah nek, semoga hasil dari diskusi kita dapat
bermanfaat untuk menjaga kesehatan nenek ya.”
 Kontrak yang akan datang
“Kalau begitu bagaimana jika 2 hari lagi saya kembali, Apakah nenek
bersedia?” “ Bagaimana kalau saya datang jam 09.00 bertemu dengan
anggota keluarga yang lain ? sehingga kita bisa diskusi bersama?” “ Baik,
jika tidak ada yang ingin nenek sampaikan, saya permisi dulu ya nek.
Sampai jumpa besok ya nek?”
1. Strategi Pelaksanaan 1 (Sp 1) Keluarga
a. Orientasi
- Salam Terapeutik : “selamat pagi semuanya, semoga kita semua
senantiasa diberikan kesehatan ya, amin. “
- Evaluasi/validasi: “ Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini? “
- Kontrak waktu
 Topik
“hari ini saya akan menyampaikan informasi terkait perkembangan dan
perubahan yang di alami orang dengan usia lanjut, karena bapak/ibu
adalah anggota keluyarga terdekat dengan nenek, maka diharapkan
dapat menambah pengetahuan saat mendampingi dan merawat nenek.
Apakah bapak/ibu setuju ?
 Waktu : “Berapa lama kira – kira kita bisa ngobrol pak/bu ? Bagaimana
kalau 10 menit? “
 Tempat : “Dimana kita akan berbincang-bincang? “Bagaimana kalau di
teras saja?

b. Kerja:
“nah saya akan mulai menjelaskan tentang tahapan perkembangan dan
perubahan yang terjadi pada usia lanjut, jika ada pertanyaan silahkan
bapak /ibu langsung saja bertanya nggeh ?” “bagaimana pak dari penjelasan
saya tadi apakah ada yang ingin bapak /ibu tanyakan?
"baik jika tidak ada yang ditanyakan saya berharap bapak /ibu dapat
memahaminya”
c. Terminasi:
 Evaluasi
“Bagaimana perasaan atau pendapat bapak/ibu setelah kita ngobrol?”
“bisa bapak/ibu sebutkan apa saja tahapan perkembangan dan perubahan
pada usia lanjut ?”
“baik pak/bu jawaban sudah lumayan bagus, untuk pertemuan hari ini
saya rasa cukup sekian”
 Tindak lanjut
“saya harap bapak/ibu bisa meluangkan waktu untuk bercakap-cakap
dengan nenek, dan juga saya berharap nenek dapat disediakan tempat
aman dan nyaman seperti pencahayaan yang cukup dan lantai yang tidak
licin”
 Kontrak yang akan datang
“jika tidak ada lagi yang bapak/ibu tanyakan saya rasa cukup sekian,
terimakasih atas waktunya bapak/ibu, kita akan bersama-sama membantu
nenek untuk tetap sehat dan bahagia di usia lanjut ini. “
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R.,Y. (2014). Asuhan Keperawatan Gerontik, Aplikasi NANDA, NIC dan NOC – jilid
I.,Cetakan I. Jakarta : CV.Trans Info Media
Fakultas Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa. Universitas Indonesia.(2016). Draft
Scanning dan Standart Asuhan Keperawatan.(tidakdipublikasikan).
Fatimah. (2010). Merawat Manusia Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses Keperawatan
Gerontik. Jakarta :CV.Trans Info Media
Jazmi, 2016. Askep lansia, repository.ump.ac.id/1268/3 diakses tgl.12 April 2020
Keliat, B.A., Soimah, Mulia, M., Wibawa, I. R., Truyaspodo, K., rasmawati dan Khoirunissa,
M.L. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Kementrian Kesehatan RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta
:Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Nugroho, W. (2008).Keperawatan Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3.Jakarta : EGC
Rahayu, Septirina. (2016). Pengalaman Lansia Tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha
(PSTW) dalam Menjalani Kehidupan Masa Tua Studi Fenomenologi. Tesis. Program
Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Stuart, G.W.(2009). Principles and Practice Of Psychiatric Nursing (9th ed). Canada: Mosby,
Inc
Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar KeperawatanJiwa (Psychiatric Mental Health
Nursing).Alihbahasa :Komalasari, R. &Hany, A. Jakarta : EGC.
Yusuf, A., PK, R.F., & Nihayati. H.E. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa 1. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai