Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sepsis neonatorum merupakan masalah dalam pelayanan dan perawatan bayi baru

lahir, terutama masalah diagnosis. Hasil biakan darah sebagai baku emas penegakan

diagnosis tidak selalu memberikan hasil positif pada pasien yang diduga sepsis

neonatorum, sehingga memengaruhi morbiditas dan mortalitas.

Sepsis neonatorum adalah suatu sindrom klinis yang timbul akibat respons

inflamasi sistemik yang terjadi sebagai akibat infeksi bakteri, virus, jamur ataupun

parasit yang timbul pada 1 bulan pertama kehidupan. Sepsis neonatorum dibedakan

menjadi sepsis neonatorum awitan dini (sepsis neonatorum yang terjadi pada usia ≤

72 jam, SNAD) dan sepsis neonatorum awitan lambat (sepsis neonatorum yang

terjadi setelah usia 72 jam, SNAL). World Health Organization (WHO) menunjukkan

bahwa 42% kematian neonatus terjadi karena berbagai bentuk infeksi dan salah

satunya adal ah sepsis neonatorum (Black, 1999; Watson dkk., 2003).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hasil biakan darah positif pada

pasien yang diduga sepsis neonatorum bervariasi (Mahapatra dkk., 2012). Hasil

biakan darah yang positif didapatkan sebesar 14% di Nepal (Chapagain dkk., 2015),

sedangkan di India dan Nigeria mendapatkan hasil yang lebih tinggi, yaitu masing-

masing sebesar 26,6% (Muley dkk., 2015) dan 22% (Iregbu dkk., 2006). Hasil biakan

1
2

darah positif pada pasien yang diduga sepsis neonatorum di Indonesia juga

menunjukkan hasil yang bervariasi, yaitu sebesar 41,2% di Jakarta (Juniatiningsih

dkk., 2008), 48% di Bali (Kardana, 2011), 79% di Lampung (Apriliana dkk., 2013),

dan 83,7% di Medan (Lubis dkk., 2013).

Angka kejadian sepsis neonatorum awitan dini di negara berkembang lebih

tinggi (1,8 sampai 18 per 1000 kelahiran hidup) dibandingkan di negara maju (1

sampai 5 per 1000 kelahiran hidup). Kejadian sepsis neonatorum awitan dini juga

meningkat pada bayi kurang bulan dengan berat lahir rendah (Lee dkk., 2015). Bayi

berat lahir amat sangat rendah (kurang dari 1000 gram) memiliki kejadian sepsis

paling tinggi yakni mencapai 26 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan pada bayi

dengan berat lahir antara 1000 sampai 2000 gram sebesar 8 sampai 9 per 1000

kelahiran hidup. Data di Divisi Neonatologi Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN)

Jakarta menunjukkan angka kejadian sepsis neonatorum sebesar 13,68% dengan

angka kematian sebesar 14,18% (Rohsiswatmo, 2005), sedangkan di Rumah Sakit

Umum Pusat Sanglah Denpasar pada tahun 2004 adalah sebesar 5,3% dengan angka

kematian sebesar 56% (Kardana, 2011).

Diagnosis sepsis neonatorum awitan dini memiliki permasalahan tersendiri.

Penegakan diagnosis tersebut memerlukan berbagai informasi, yaitu faktor risiko,

gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang. Berbagai faktor yang terjadi selama

kehamilan, persalinan ataupun kelahiran dapat dipakai sebagai indikator pada sepsis
neonatorum awitan dini. Faktor risiko sepsis neonatorum awitan dini dikelompokkan

menjadi dua, yaitu faktor ibu (persalinan dan kelahiran kurang bulan, ketuban pecah

dini lebih dari 18 jam, korioamnionitis, persalinan dengan tindakan, demam pada ibu

lebih dari 38°C, dan infeksi saluran kemih pada ibu) dan faktor bayi (asfiksia

neonatorum, berat lahir rendah, bayi kurang bulan, dan kelainan bawaan) (Polin,

2012).

Gambaran klinis pasien sepsis neonatorum awitan dini tidak spesifik. Tanda

dan gejala sepsis neonatorum tidak berbeda dengan penyakit noninfeksi lainnya,

seperti sindrom gangguan napas, perdarahan intrakranial dan lainnya. Keterlambatan

menegakkan diagnosis akan berpotensi mengancam kelangsungan hidup bayi.

Diagnosis pasti sepsis neonatorum awitan dini ditegakkan berdasarkan hasil

pemeriksaan biakan darah (Kayange dkk., 2010).

Biakan darah merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosis sepsis

neonatorum. Pemeriksaan biakan darah tersebut mempunyai kelemahan, yaitu hasil

biakan darah dapat diketahui setelah 3 sampai 5 hari, dapat dipengaruhi oleh

pemberian antibiotik sebelumnya atau kemungkinan kontaminasi. Hasil biakan darah

sangat tergantung dari jumlah bahan pemeriksaan yang diambil (Shrestha dkk.,

2013). Bila sampel darah yang diperiksa 1 mL, sensitivitas akan berkurang sekitar 30

sampai 40%, sebaliknya sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan akan meningkat

sampai 70 sampai 80% bila menggunakan 3 mL darah (Aminullah, 2012).


Hasil biakan darah positif dapat berhubungan dengan faktor risiko sepsis

neonatorum maupun parameter klinis sepsis neonatorum. Faktor risiko seperti

ketuban pecah dini lebih dari 18 jam dan ketuban hijau berbau memiliki hubungan

yang kuat terhadap hasil biakan darah positif pada SNAD. Pada saat ketuban pecah,

paparan kuman yang berasal dari vagina akan berperan dalam infeksi janin. Kejadian

kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah

pecah lebih dari 18 jam. Hal tersebut akan meningkatkan risiko sebesar lima sampai

sepuluh kali lipat (Jiang dan Ye, 2013). Beberapa studi memperlihatkan adanya

hubungan antara air ketuban hijau berbau dengan infeksi maternal. Laporan terkini

telah mengidentifikasi air ketuban bercampur mekonium sebagai salah satu faktor

risiko terjadinya infeksi intraamnion. Penelitian in vitro air ketuban yang diberi

mekonium dengan konsentrasi 1% menyokong terjadinya pertumbuhan bakteri,

antara lain bakteri anaerob, Streptokokus grup B dan Escherichia coli. Ketuban hijau

berbau meningkatkan risiko terjadinya sepsis neonatorum dengan hasil biakan darah

positif (RO = 2,1; IK 95% 1,53-2,88) (Chacko dan Sohi, 2005).

Penelitian Thakur dkk. (2016) di India menunjukkan asfiksia neonatorum dan

prematuritas memiliki hubungan dengan hasil biakan darah positif pada sepsis

neonatorum awitan dini. Asfiksia neonatorum mempermudah terjadinya infeksi

sistemik. Hal tersebut disebabkan aktivitas leukosit terhambat karena membutuhkan

energi (ATP) untuk kontraksi sitoskeletal mikrofilamen. Keadaan hipoksia juga akan

menghambat aktivitas mikrobisidal dari sel polimorfonuklear (Polin, 2012).

Penelitian Roeslani (2013) mendapatkan asfiksia neonatorum meningkatkan risiko


sepsis neonatorum awitan dini dengan hasil biakan darah positif sebesar 4 kali lipat

(RO = 4,102; IK 95% 1,04-16,14). Bayi kurang bulan memiliki sistem imunitas yang

belum sempurna, disertai kadar immunoglobulin yang rendah yang dihubungkan

dengan berkurangnya transfer IgG maternal melalui plasenta ke tubuh bayi. Fungsi

pertahanan kulit dan membran mukosa bayi kurang bulan yang lemah juga

memengaruhi hal tersebut (Simonsen dkk., 2014). Bayi kurang bulan tidak memiliki

efektifitas untuk mencegah invasi mikroorganisme yang menyebabkan sepsis

neonatorum. Hal kedua adalah bahwa bayi kurang bulan itu sendiri mengalami

infeksi intrauterin, yang dipengaruhi oleh adanya ketuban pecah dini maupun

amnionitis (Jiang dan Ye, 2013).

Pada pasien dengan hasil biakan darah positif memiliki prevalens kematian

lebih tinggi dibandingkan hasil biakan darah negatif (28,5% dibandingkan 8,6%, p =

0,0001) (Kayange dkk., 2010). Hasil serupa juga ditunjukkan pada penelitian

Gebrehiwot dkk. (2012) yakni sekitar 24,1% kematian terjadi pada kelompok dengan

hasil biakan darah positif pada pasien dengan sepsis neonatorum.

Penegakan diagnosis sepsis neonatorum awitan dini bukan merupakan suatu

hal yang mudah. Hasil biakan darah sangat penting dalam menegakkan diagnosis, tata

laksana maupun prognosis pasien sepsis neonatorum, namun hasilnya tidak selalu

positif oleh karena berbagai hal. Subbagian Neonatologi Ilmu Kesehatan Anak

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar belum memiliki data mengenai

hubungan hasil biakan darah positif pada sepsis neonatorum dengan faktor risiko

yang memengaruhinya, sehingga sangat diperlukan suatu penelitian mengenai faktor


risiko biakan darah positif pada SNAD, sehingga dapat digunakan dalam

penatalaksanaan SNAD sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas

akibat SNAD.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian ini adalah:

1. Apakah ketuban pecah dini lebih dari 18 jam merupakan faktor risiko biakan

darah positif pada sepsis neonatorum awitan dini?

2. Apakah ketuban hijau berbau merupakan faktor risiko biakan darah positif

pada sepsis neonatorum awitan dini?

3. Apakah bayi kurang bulan merupakan faktor risiko biakan darah positif pada

sepsis neonatorum awitan dini?

4. Apakah asfiksia neonatorum merupakan faktor risiko biakan darah positif

pada sepsis neonatorum awitan dini?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya faktor

risiko biakan darah positif pada sepsis neonatorum awitan dini.


1.3.2 Tujuan khusus

a. Untuk membuktikan ketuban pecah dini lebih dari 18 jam merupakan faktor

risiko biakan darah positif pada sepsis neonatorum awitan dini.

b. Untuk membuktikan ketuban hijau berbau merupakan faktor risiko biakan

darah positif pada sepsis neonatorum awitan dini.

c. Untuk membuktikan bayi kurang bulan merupakan faktor risiko biakan darah

positif pada sepsis neonatorum awitan dini.

d. Untuk membuktikan asfiksia neonatorum merupakan faktor risiko biakan

darah positif pada sepsis neonatorum awitan dini.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat akademik

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan menambah

wawasan bagi sejawat dokter spesialis anak, dokter umum, dan mahasiswa

kedokteran mengenai faktor risiko hasil biakan darah positif pada sepsis neonatorum

awitan dini.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Identifikasi faktor risiko hasil biakan darah positif pada sepsis neonatorum

awitan dini dapat dijadikan pertimbangan bagi klinisi untuk memperkirakan

terjadinya sepsis neonatorum dengan hasil biakan darah positif, sehingga


dapat membantu penegakan diagnosis yang lebih baik, lebih cepat serta

menjadi acuan dalam pembuatan pedoman pelayanan kesehatan.

2. Hasil penelitian ini dapat membantu klinisi dalam memberikan informasi dan

edukasi kepada keluarga pasien dalam tata laksana pasien.

3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian

berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai