Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS JURNAL

DISUSUN OLEH
NAMA : FITRIYANI S YOGA
NPM : 2119201247

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MITRAHUSADA MEDAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN SEPSIS NEONATAL
AWITAN DINI

Enny Fitriahadi1*, Deny Eka Widyastuti2

Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal) 8 (1) 2021: 26-31

LATAR BELAKANG

Sepsis awitan dini dapat terjadi pada minggu pertama kehidupan dan biasanya terlihat
pada hari pertama setelah lahir. Jenis infeksi ini biasanya didapat sebelum kelahiran bayi.
Ketuban pecah dini dan komplikasi kebidanan lainnya dapat menambah risiko sepsis awitan
dini. Tingkat kematian karena sepsis awitan dini adalah 30% hingga 50% (Lissauer, 2013).
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum
terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37
minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum
usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes
(PPROM) (Patil, 2016).

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan karakteristik ibu hamil dengan kejadian
sepsis neonatal awitan dini di salah satu rumah sakit di Yogyakarta

FAKTA UNIK
Hasil Penelitian di sajikan dalam bentuk tabel dan narasi sehingga lebih mudah di
pahami

PEMBAHASAN
Karakteristik umum responden pada penelitian ini berdasarkan jenis kelamin, jenis
persalinan, riwayat asfiksia, kejadian ketuban pecah dini, dan warna cairan ketuban. Hasil
deskripif terhadap responden dapat ditunjukkan pada tabel 1. Berdasarkan tabel 1 diketahui
bahwa distribusi frekuensi karakteristik bayi berdasarkan kejadian Sepsis Neonatal Awitan
Dini (SNAD) didapatkan proporsi yang sama (50%) baik kasus maupun kontrol. Responden
dengan jenis kelamin perempuan (52,3%) lebih banyak mengalami SNAD daripada laki-laki
(48,1%). Berdasarkan riwayat asfiksia, pada kedua kelompok sama-sama mayoritas
mengalami asfiksia pada saat persalinan (57,1%) pada kelompok kasus dan (57,1%) pada
kelompok kontrol.
Tabel 1. Karakteristik bayi dengan sepsis neonaturum di salah satu Rumah Sakit di
Yogyakarta

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa distribusi frekuensi karakteristik ibu


berdasarkan kejadian Sepsis Neonatal Awitan Dini (SNAD) didapatkan proporsi yang sama
(50%) baik kasus maupun kontrol. Berdasarkan jenis persalinan, mayoritas responden pada
kedua kelompok adalah bayi yang lahir secara spontan (59,5%) pada kelompok kasus dan
57,1% pada kelompok kontrol. Berdasarkan kejadian KPD, kelompok kasus (78,5%) lebih
banyak mengalami KPD daripada kelompok kontrol (3,8%). Berdasarkan warna cairan
ketuban, kedua kelompok mayoritas memiliki warna cairan ketuban jernih. Warna cairan
ketuban keruh lebih banyak terjadi pada kelompok kasus (40,4%) daripada kelompok kontrol
(21,1%).

KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa distribusi frekuensi karakteristik
responden berdasarkan kejadian Sepsis Neonatal Awitan Dini (SNAD) sama antara kelompok
kasus dengan kelompok control. Responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak
mengalami SNAD daripada laki-laki.

SARAN
Peneliti harusnya mencantumkan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini agar
pembaca mengetahui penelitian yg digunakan, dan tidak dituliskan kapan penelitian ini
dilakukan.
HUBUNGAN ANTARA RED CELL DISTRIBUTION WIDTH DAN KEJADIAN
SEPSIS NEONATORUM BAYI PREMATUR
Raymond Warouw, Susi Susanah, Tetty Yuniati
Sari Pediatri 2020;22(2):104-108
LATAR BELAKANG
Bayi prematur rentan terhadap berbagai paparan organisme patogen sehingga
mengalami infeksi dan sepsis. Keadaan ini disebabkan oleh fungsi imun neonatus masih
rendah. Fungsi imun janin berkembang mulai usia gestasi 24 minggu hingga janin mencapai
usia gestasi cukup bulan.1 Sepsis neonatorum menunjukkan kondisi sistemik, berupa
perubahan hemodinamik dan manifestasi klinis diakibatkan oleh infeksi bakteri, virus, atau
jamur yang terjadi dalam 28 hari pertama kehidupan. Gejala dan tanda awal klinis sepsis
neonatorum sering kali tidak khas, tetapi dapat cepat berkembang menjadi sepsis berat, syok,
koagulasi intravaskular diseminata (KID), dan bahkan kematian.

TUJUAN
Mengetahui hubungan antara RDW dan kejadian sepsis neonatorum bayi prematur.

FAKTA UNIK
Kesimpulan penelitian sesuai dengan tujuan peneliti.

PEMBAHASAN
Selama penelitian, 39 bayi memenuhi kriteria inklusi, terdiri dari 7 (17,9%) sepsis
neonatorum, 11 (28,2%) diduga sepsis, dan 21 (53,8%) tidak sepsis. Berdasarkan jenis
kelamin, terdapat 22 (56 %) bayi laki-laki dan 17 (43%) bayi perempuan. Dari keseluruhan
subjek, berat badan lahir berkisar antara 1010 sampai 2250 gram dengan rerata 1732 gram
dan usia gestasi antara 28 sampai 36 minggu dengan median 34 minggu.
Persentase bayi sepsis pada penelitian kami adalah 17,9%. Hal tersebut sesuai dengan
insiden sepsis neonatorum yang dilaporkan berkisar 1-35%.13,14 Pada penelitian kami, bayi
prematur sepsis memiliki berat badan lahir dan usia gestasi lebih rendah dibandingkan bayi
prematur diduga sepsis dan tidak sepsis. Bayi prematur sepsis memiliki rerata berat badan
lahir 1607 gram dan median usia gestasi 32 minggu. Prematuritas, khususnya bayi sangat
prematur gestasi 28-32 minggu dan berat badan lahir rendah dilaporkan berkaitan dengan
risiko terjadinya sepsis.5,13 Penelitian National institute of child health and human
development neonatal research network (NICHD) menunjukkan kejadian infeksi meningkat
dengan semakin rendahnya berat badan lahir.15 Bayi prematur dengan berat badan lahir
rendah memiliki risiko infeksi 3-10 kali dibandingkan bayi cukup bulan dengan berat badan
lahir normal.1 Berat badan lahir rendah dan prematuritas berhubungan dengan imaturitas
sistem imun seluler dan humoral yang ditandai berkurangnya proliferasi limfosit dan
produksi imunoglobulin.

KESIMPULAN
Terdapat peningkatan RDW berhubungan dengan neonatus prematur sepsis

SARAN
Skenario penelitian tidak dijelaskan secara rinci dan tidak dijelaskan kapan dilakukan
penelitian ini.
HUBUNGAN SEPSIS NEONATORUM DENGAN BERAT BADAN LAHIR PADA
BAYI DI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
Putri Rahmawati1 , Mayetti2 ,Sukri Rahman3
Jurnal Kesehatan Andalas 7(3) 405-410

LATAR BELAKANG
Sepsis neonatorum sebagai salah satu bentuk penyakit infeksi pada neonatus masih
merupakan masalah utama yang belum dapat terpecahkan sampai saat ini. Sepsis neonatorum
adalah Systemic Inflammation Respons Syndrome (SIRS) yang disertai dengan infeksi yang
telah terbukti (proven infection) atau tersangka (suspected infection) yang terjadi pada bayi
dalam satu bulan pertama kehidupan. SIRS merupakan kaskade inflamasi yang diawali oleh
respon host terhadap faktor infeksi dan bukan infeksi berupa suhu, denyut jantung, respirasi
dan jumlah leukosit. Kejadian sepsis dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor ibu
(kelahiran kurang bulan, persalinan dengan tindakan, demam pada ibu), faktor lingkungan,
serta yang paling penting faktor dari neonatus sendiri, seperti jenis kelamin, status kembar,
prosedur invasif, bayi kurang bulan dan berat badan lahir.

TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan sepsis neonatorum dengan berat badan
lahir pada bayi di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

FAKTA UNIK
Metode penelitian sangat jelas di paparkan.

PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan melihat data rekam medik pasien yang mengalami
sepsis neonatorum di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jumlah sampel pada penelitian ini
sebanyak 81 subjek kasus, dengan jumlah laki-laki 47 orang (58,0%) dan perempuan 34
orang (42,0%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Simbolon
(2006) yang mendapatkan kejadian sepsis neonatorum lebih banyak pada laki-laki (51,8%),
hal ini dipengaruhi oleh faktor terkait seks dan kerentanan hospes. 8 Bayi laki-laki lebih
banyak mengalami sepsis neonatorum karena aktivitas pada bayi laki-laki lebih
KESIMPULAN
BBLR lebih berisiko untuk mengalami sepsis dibandingkan yang tidak BBLR,
walaupun tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik.

SARAN
Peneliti harusnya mencantumkan permasalahan dilatar belakang agar pembaca lebih dapat
memahami isi jurnal tersebut.
STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PENYANDANG DIABETES MELITUS
YANG PERNAH MENGALAMI EPISODE HIPOGLIKEMIA

(PHENOMENOLOGY STUDY THE EXPERIENCE OF PERSONS WITH DIABETES


MELLITUS WHO HAD EXPERIENCED OF HYPOGLYCEMIA EPISODES IN DEPOK
CITY)
Jon Hafan Sutawardana1 *, Yulia2 , Agung Waluyo3
NurseLine Journal Vol. 1 No. 1 Mei 2016 ISSN 2540-7937

LATAR BELAKANG
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik, ditandai
dengan meningkatnya kadar glukosa darah sebagai akibat dari adanya gangguan penggunaan
insulin, sekresi insulin, atau keduanya (Smeltzer et al, 2010; ADA, 2013). Insulin adalah
hormon yang disekresi dari pankreas dan dibutuhkan dalam proses metabolisme glukosa. Saat
insulin tidak bekerja sebagaimana fungsinya maka terjadi penumpukan glukosa di sirkulasi
darah atau hiperglikemia (Price & Wilson, 2006).
Hipoglikemia dapat terjadi pada saat pasien berada pada ruang perawatan klinis
maupun dapat menyerang tanpa disadari pada saat pasien menjalani perawatan di rumah
(Gibson, 2009; Tsai et al, 2011). Hipoglikemi pada orang DM dapat disebabkan oleh
beberapa hal, di antaranya: pemberian dosis insulin yang berlebih, perhitungan dosis insulin
yang tidak sesuai dengan intake makanan, penggunaan obat hipoglikemi oral jenis
sulfonilurea sebagai obat untuk menstimulasi produksi insulin tubuh, makan terlalu sedikit
atau terlewatkan waktu makan, dan aktivitas fisik yang berlebih (Phillips, 2009; Smeltzer et
al, 2010). Survei United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) yang meneliti
penyandang DM pada semua tipe selama 6 tahun, menunjukkan hasil bahwa 76%
hipoglikemi yang dialami responden akibat penggunaan insulin, 45% akibat dari penggunaan
konsumsi obat sulfonilurea, dan 3% akibat dari tidak adekuatnya diet (Cefalu, 2005).

TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pengalaman
penyandang diabetes melitus yang pernah mengalami episode hipoglikemi di Persadia Kota
Depok.
FAKTA UNIK
Metode penelitian di paparkan dengan sangat jelas.

PEMBAHASAN
Pengalaman hipoglikemia yang digambarkan oleh partisipan dalam penelitian ini terangkum
dalam 6 tema yaitu penurunan fungsi fisik sementara sebagai respon hipoglikemia, perasaan
traumatis ketika mengalami hipoglikemia, pemahaman partisipan terhadap penyebab
hipoglikemia, kesadaran untuk pencegahan hipoglikemia, keyakinan Internal menjadi sumber
koping utama dalam menghadapi hipoglikemia, serta kebutuhan pelayanan keperawatan.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pengalaman klien DM yang pernah
mengalami episode hipoglikemia adalah sebagai berikut: Gambaran pengalaman penyandang
DM yang pernah mengalami hipgolikemia diwakili oleh 6 tema, yaitu: penurunan fungsi fisik
sementara sebagai respon hipoglikemia, perasaan traumatis ketika mengalami hipoglikemia,
pemahaman partisipan terhadap penyebab hipoglikemia, kesadaran untuk pencegahan
hipoglikemia, keyakinan internal menjadi sumber koping utama dalam menghadapi
hipoglikemia, dan kebutuhan pelayanan keperawatan.

SARAN

Peneliti harusnya membuat tabel di hasil dan pembahasan agar pembaca lebih dapat
memahami hasil jurnal tersebut.
PERFORMA PROPORSI ZERO-INFLATION PADA REGRESI ZERO-INFLATED
NEGATIVE BINOMIAL (STUDI KASUS: DATA TETANUS NEONATORUM DI
JAWA TIMUR)
Luthfatul Amaliana1 , Umu Sa’adah , Ni Wayan Surya Wardhani
E-Jurnal Matematika Vol. 8(2), Mei 2019, pp.79-87

LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan di Indonesia melalui Millenium Development Goals (MDGs)
berdampak pada turunnya angka kematian balita dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2015
hingga dua-pertiganya. Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator untuk menilai
target penurunan angka kematian balita. Dalam hal ini kematian bayi adalah kematian pada
bayi saat lahir sampai dengan sebelum berusia satu tahun (BPS, 2008).
Tingginya AKB di Indonesia sebagian besar diakibatkan oleh persalinan dan
penanganan tali pusat yang tidak higienis. Salah satu penyebab utama kematian bayi adalah
penyakit Tetanus Neonatorum. Tetanus Neonatorum (TN) adalah tetanus pada bayi usia hari
ke-0 sampai dengan 28 hari setelah lahir. Sedangkan Tetanus Maternal (TM) adalah tetanus
pada kehamilan dan dalam enam minggu setelah melahirkan. Gejala Tetanus dapat ditandai
dengan nyeri otot disebabkan oleh neurotoxin yang dihasilkan Clostridium tetani pada suatu
luka tertutup (anaerob) (Kemenkes RI, 2012)

TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui performa proporsi zero-inflation pada regresi
ZINB dengan melakukan pemodelan pada data Tetanus Neonatorum; (2) mendapatkan
proporsi zero-inflation optimal pada regresi ZINB yaitu proporsi zeroinflation yang
menghasilkan model ZINB terbaik.

FAKTA UNIK
Hasil penelitian ditunjukan dengan diagram dan tabel, sehingga memudahkan
pembaca ketika membaca hasil dan pembahasan

PEMBAHASAN
Dari hasil menunjukkan bahwa pada tahun 2015, kasus Tetanus Neonatorum tertinggi
di Jawa Timur adalah 8 kasus dan rata-rata kejadian Tetanus Neonatorum di seluruh
kabupaten/kota di Jawa Timur sebesar 0,579. Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa
rata-rata persentase ibu bersalin yang ditolong tenaga kesehatan dan rata-rata persentase ibu
hamil yang mendapat kunjungan K1 sudah cukup tinggi di setiap kabupaten/kota di Jawa
Timur, yaitu masing-masing mencapai lebih dari 95% dan 99%. Sedangkan rata-rata
persentase ibu hamil yang mendapat imunisasi TT1 cukup rendah yaitu hanya 2,91%. Hal ini
dapat disebabkan pada umumnya ibu hamil tidak hanya mendapat imunisasi TT1 saja, tetapi
sampai dengan TT2+.
Data Tetanus Neonatorum mengandung banyak nilai nol (zero-inflation). Oleh karena
itu, dilakukan identifikasi besarnya proporsi zero-inflation pada data Tetanus Neonatorum di
Jawa Timur tersebut. Hasil identifikasi proporsi zero-inflation dapat diketahui bahwa data
banyaknya kasus Tetanus Neomatorum mengandung proporsi zero-inflation yang cukup
besar yaitu 71,05%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Timur, kasus Tetanus
Neonatorum tertinggi terjadi di Kabupaten Bangkalan (8 kasus) dan Kabupaten Sampang (4
kasus). Hasil identifikasi proporsi ZeroInflation juga menunjukkan di sebanyak 27 dari total
38 kabupaten/ kota di Jawa Timur tidak terjadi kasus Tetanus Neonatorum (0 kasus).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemodelan banyaknya kasus Tetanus Neonatorum di Jawa Timur
menggunakan regresi ZINB pada berbagai proporsi zero-inflation, diperoleh simpulan
sebagai berikut:
1. Proporsi zero-inflation sebesar 64,52% pada data banyaknya kasus Tetanus Neonatorum di
Jawa Timur merupakan proporsi optimal yang menghasilkan model ZINB terbaik
berdasarkan kriteria AIC.
2. Variabel prediktor persentase ibu bersalin yang ditolong tenaga kesehatan, persentase
kunjungan K1 pada ibu hamil, dan persentase imunisasi TT1 pada ibu hamil berpengaruh
signifikan terhadap banyaknya kasus Tetanus Neonatorum di Jawa Timur.

SARAN
Peneliti harusnya menjelaskan metode penelitian secara rinci dan membuat kapan
dilaksanakannya penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai