Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS SEPSIS NEONATORUM DI RUANG ANAK


RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG

Oleh:
SUCI PERMATA SARI
2214901076

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Ns. Rischa Hamdanesti,M.Kep) (Ns. Yori Rahmi, S.Kep, M.Kep)

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN ANAK (PPKA)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
T. A. 2022/2023
A. Sepsis Neonatorum

1. Definisi sepsis neonatorum


Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan
gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia
dan syok septik. Sedangkan sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang
diderita neonatus dengan gejala sistematik dan terdapat bakteri dalam darah.
Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga
sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat
meninggal dalam 24 sampai 48 jam. Sepsis neonatal adalah sindrom klinik
penyakit sistemik, disertai bakteremia yang terjadi pada bayi dalam satu
bulan pertama kehidupan (Pudjiadi et al., 2011). Angka kejadian sepsis
neonatal di Negara berkembang meningkat yaitu (1,8-18 per 1000 kelahiran
hidup), sedangkan pada negara maju sebanyak (4-5 per 1000 kelahiran
hidup) (Wilar et al., 2016).
Sepsis Neonatorum merupakan jenis sindroma klinis yang disebabkan oleh
virus, bakteri, ataupun jamur yang dapat ditandai dengan adanya gejala
sistemik yang mengarah pada kultur darah positif pada masa kehidupan
bulan pertama (Jaya I. G. A dkk, 2019) (Kosim MS dkk, 2014). Menurut
Obaid K, dkk (2016) menyatakan bahwa sepsis neonatorum ini merupakan
sindrom klinik bakterimia yang umumnya dapat ditandai dengan munculnya
respon inflamasi secara sistemik pada bayi yang memiliki usia kelahiran <28
hari.

a. Etiologi

Penyebab terjadinya sepsis neonatorum diakibatkan oleh infeksi bakteri namun kasus
tertentu sepsis neonatorum diakibatkan oleh infeksi virus dan jamur. Jika tidak diobati
penyakit ini dapat mengakibatkan kecacatan hingga kematian pada bayi. Waktu
terinfeksinya sepsis neonatorum pada bayi terbagi menjadi dua yaitu (Martua, 2021):
1) Infeksi terjadi saat persalinan
Sepsis neonatorum yang mana terjadinya setelah persalinan dan
diakibatkan oleh infeksi bakteri yang asalnya dari tubuh ibu contohnya
group B strepcoccus (GBS), e.coli dan staphylococcus. Pada infeksi ini
terjadi dalam waktu singkat, yaitu 24- 72 jam setelahnya persalinan. Selain
itu ada penyebab lainnya seperti virus herpes simpleks (HVS) atau juga
virus lainnya yang dapat mengakibatkan infeksi parah pada bayi yang
baru lahir. Pada infeksi neonatorum jenis ini risikonya lebih tinggi jika
bayi lahir dalam keadaan premature, infeksi plasenta dan air ketuban, dan
lahir pada ibu yang ketubannya pecah dini atau pecah terlebih dahulu
dalam waktu lebih dari 18 jam sebelumnya persalinan.
2) Infeksi terjadi setelah persalinan (late onset)
Pada infeksi ini terjadi dalam jangka waktu 4-90 hari setelah bayi
lahir. Penyebab dari infeksi ini kuman yang berasal dari lingkungan,
misalnya Staphlyococcus aureus, Klebsiella,dan Pseudomonas. Selain itu
jamur Candida juga bisa menyebabkan sepsis pada bayi.

b. Patofisiologi
Kuman atau mikroorganisme penyebab terjadinya infeksi hingga mencapai
sepsis neonatorum ini dapat melaui beberapa cara, yaitu:
1) Masa antenatal (sebelum melahirkan)
Pada periode masa antenatal atau kondisi sebelum melahirkan
mikroorganisme yang berasal dari ibu akan melewati plasenta serta
umbilikus dan akan masuk menuju tubuh bayi dengan perantara sirkulasi
darah yang ada pada janin. Kuman/mikroorganisme yang dapat menembus
bagian plasenta diantaranya yaitu virus rubella, hepatitis, influenza,
herpes, koksaki, parotis, dan sitomegalo. Sedangkan bakteri yang dapat
menembus plasenta berupa malaria, taksoplasma, serta bakteri sifilis.
2) Masa intranatal atau masa persalinan
Terjadinya sepsis neonatorum pada bayi di masa intranatal/persalinan
diakibatkan oleh kuman yang berada di vagina dan serviks telah naik hingga
mencapai korion dan amnion dari janin. Kondisi ini akan mengakibatkan
terjadinya amnionitis dan karionitis yang selanjutnya kuman tersebut akan
berjalan melalui umbilikalis untuk masuk ke dalam tubuh janin. Selain itu,
cairan amnion yang telah terinfeksi oleh kuman dapat terinhalasi janin
sehingga masuk pada bagian traktus digestivus serta traktus respiratorius
yang akan menimbulkan terjadinya infeksi. Selain melalui hal tersebut, bayi
juga dapat terinfeksi melalui kulit dan port the entry/jalan masuk lain ketika
bayi melalui jalan lahir ibu yang telah mengalami kontaminasi dengan
kuman. Seperti kontaminasi herpes genitalis, candida albicans, atau bahkan
gonorrea.
3) Masa pascanatal atau kondisi sesudah melahirkan
Terjangkitnya infeksi pada masa pascanatal ini secara umum
diakibatkan oleh infeksi nasokominal yang ada di lingkungan luar dari
rahim, seperti melalui alat-alat pengisap lendir rumah sakit, selang infus,
botol minuman/dot bayi, dan masih banyak lainnya. Selain itu luka
umbilikus juga dapat menjadi tempat terjadinya infeksi (Rukmasari, E. A,
2010).

c. Tanda dan gejala


Tanda-tanda yang muncul bayi yang mengalami sepsis neonatal
antara lain peningkatan suhu tubuh, masalah pernapasan, masalah
pencernaan, gula darah rendah, gerakan tidak aktif, kejang, takikardi atau
bradikardi, area perut bengkak, muntah, joundice (kulit dan mata berwarna
kuning) (Adler, 2020). Faktor Risiko untuk Terjadinya Sepsis Neonatal
menurut Pusponegoro pada 2016 antara lain Prematuritas dan berat lahir
rendah sebagai akibat dari fungsi dan anatomi kulit yang masih lemah dan
imun yang lemah, Ketuban pecah dini atau KPD (>18 jam) serta keruh dan
berbau, Ibu demam dengan ditandai infeksi seperti khorioamnionitis, dan
infeksi saluran kemih, pemberian resusitasi pada bayi, kehamilan kembar,
tindakan invasif, tindakan pemasangan alat, bayi dengan galaktosemi,
Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit).

d. pemeriksaan penunjang
1) Radiografi
Pemeriksaan radiografi seharusnya dilakukan sebagai bagian dari
evaluasi diagnostik dari bayi yang diduga sepsis dan tanda-tanda penyakit
saluran pernapasan. Dalam kasus ini, radiografi dada dapat menunjukkan
difusi atau infiltrat fokus, penebalan pleura, efusi atau mungkin
menunjukkan broncograms udara dibedakan dari yang terlihat dengan
sindrom gangguan pernapasan surfaktan-kekurangan. Studi radiografi
lainnya dapat diindikasikan dengan kondisi klinis spesifik, seperti diduga
osteomyelitis atau necrotizing enterocolitis.
2) Pemeriksaan labolatorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan menunjukan penetapan
diagnosis. Selain itu, hasil pemeriksaan tes resistensi dapat digunakan
untuk menentukan pilihan antibiotik yang tepat. Pada hasil pemeriksaan
darah tepi, umumnya ditemuksan anemia, leukositosis, laju endap darah
mikro tinggi, dan trombositopenia. Hasil biakan darah tidak selalu positif
walaupun secara klinis sepsis sudah jelas. Selain itu, biakan perlu
dilakukan terhadap darah, cairan serebrospinal, usapan umbilikus, lubang
hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan drainase atau hasil isapan isapan
lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian adanya sepsis, setelah dua
atau tiga kali biakan memberikan hasil positif dengan kuman yang sama.
Bahan biakan darah sebaiknya diambil sebelum bayi diberi terapi
antibiotika. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan, antara lain
pemeriksaan C-Reactive protein (CRP) yang merupakan pemeriksaan
protein yang disentetis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila
terdapat kerusakan jaringan (Surasmi, 2013).
e. Penanganan
Penatalaksanaan dari sepsis neonatorum ini berupa pemberian
terapi secara farmakologi, dengan prinsip pengobatan berupa
mempertahankan kondisi metabolisme serta memberbaiki kondisi bayi
dengan pemberian cairan melalui intravena serta termasuk pemberian dan
pemenuhan kebutuhan nutrisi. Menurut Victor Y. H dan Hans E. Monintja
(2016), pemberian antibiotik ini harus berdasarkan hasil dari pemantauan
mikrobiologi, bersifat murah dan mudah untuk diperoleh, tidak bersifat
toksik, menembus sawar darah otak, dan pemberiannya secara parenteral.
Pemilihan obat harus disesuaikan dengan hasil dari tes resistensi bayi.
Dosis antibiotik yang dapat diberikan untuk bayi sespsis neonatorum,
yaitu:
1) Ampisilin 200 mg/Kg BB/hari, dengan pembagian pemberian kepada
bayi dalam 3 atau 4 kali pemberian.
2) Gentamisin 5mg/Kg BB/hari, dengan pembagian pemberian kepada
bayi dalam 2 kali pemberian.
3) Kloramfenikol 25 mg/Kg BB/hari, dengan pembagian pemberian
kepada bayi dalam 3 atau 4 kali pemberian.
4) Sefalosporin 100 mg/Kg BB/hari, dengan pembagian pemberian
kepada bayi dalam 2 kali pemberian.
5) Eritromisin 50mg/Kg BB/hari, dibrikan dengan membagi dalam 3
dosis kepada bayi.
2. Pathway

Etiologi

Antenatal Intranatal Postnatal

Perawatan antenatal tidak memadai


Penyakit infeksi sebelum masa kehamilan
Persalinan Ketuban pecah dini Prematur, BBLR Prosedur
Perawatan BBL yang kurang baik invasif
yang tidak hyginis

Dapat meningkatkan invasi kuman Inhalasi cairan amnion yang terinfeksi


Imaturitas sistem inum Peningkatan resiko inf
Kuman akan melalui jalur umbilikal dan plasenta
Meningkatn ya invasi kuman Kemampuan imunitas rendah pada kulit dan selaput lendir tipis serta mudah rus

Peningkatan resiko infeksi


Masuk ke dalam tubuh janin Masuk ke tubuh bay
Masuk ke dalam sirkulasi janin Masuk ke sal. cerna dan sal. nafas
Masuk ke tubuh bayi
Rentan infeksi

Sepsis Neonatorum

Infeksi sistemik melalui peredaran darah


Infeksi sistemik melalui peredaran darah

Sistem pernapasan
Sistem kardiovaskuler Sistem pencernaan Proses inflamasi

Respon humoral
Septikemia dan
Hipotensi kulit yang Mual, muntah,
viremia
lembab, pucat, serta sianosis anoreksia
Aktifasi Sel
Mast dan Basofil
Melepaskan
Pelepasan Histamin PERFUSI PERIFER DEFISIT NUTRISI interleukin 1 serta
Aktivasi Bradikinin TIDAK AKTIF prostaglandin 2

Pelepasan Histamin Aktivasi Bradikinin


Perubahan pada set
point di
Permeabilitas Kapiler hipotalamus bagian
Meningkat anterior

Adanya peningkatan suhu tubuh


Evaporasi pada tubuh meningkat
Perubahan
membran
alveolus-kapiler

Hipoventilasi Dehidrasi
HIPERTERMIA

Dyspnea POLA NAPAS TID AK EFEKTIF HIPOVOLEMIA


b. Masalah keperawatan dan data yang perlu di kaji
a. Hipovolemia
b. Defisit nutrisi
c. Hipertermia
d. Perfusi Perifer Tidak Efektif
e. Pola Napas Tidak Efektif
f. Resiko termoregulasi tidak efektif
g. Risiko infeksi
h. Ikterik neonates
i. Nausea
j. Gangguan pertukaran gas

Pengkajian
1. Biodata / identitas
a) Nama : Diisi sesuai nama pasien
b) Umur : Biasanya menyerang pada usia neonatal 0 hari – 28 hari Infeksi
nasokomial pada bayi berat badan lahir sangat rendah (<1500gr) rentan
sekali menderita sepsis neonatal.
c) Alamat : tempat tinggal keluarga tempat tinggalnya padat dan tidak
higienis
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama : Klien datang dengan peningkatan suhu tubuh, letargi,
kejang, tak mau menghisap, lemah, atau masalah pernapasan
b) Riwayat penyakit sekarang: cara lahir (normal atau SC), hilangnya
reflek rooting, kekakuan pada leher, tonus otot meningkat serta asfiksia
atau hipoksia yang dinilai dari APGAR score, jam lahir, serta tingkat
kesadaran
c) Riwayat penyakit dahulu : Ibu klien mempunyai kelainan hepar atau
kerusakan hepar karena obstruksi.
d) Riwayat kehamilan: demam pada ibu (<37,9ºc), riwayat sepsis GBS
pada bayi sebelumnya, infeksi pada masa kehamilan
e) Riwayat prenatal: Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah,
riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya,
kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama
hamil / persalinan, persalinan dgntindakan / komplikasi, rupture selaput
ketuban yang lama (>18 jam), persalinan premature(<37) minggu.
f) Riwayat neonatal : Secara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihat
segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang
tampakpun ssngat tergantung kepada penyebeb ikterus itu sendiri. Bayi
menderita sindrom gawat nafas, sindrom crigler-najjar, hepatitis
neonatal, stenosis pilorus, hiperparatiroidisme, infeksi pasca natal dan
lain-lain.
g) Riwayat penyakit keluarga: Orang tua atau keluarga mempunyai
riwayat penyakit yang berhubungan dengan hepar atau dengan darah.
h) Riwayat imunisasi : Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT /
DT atau TT dan kapan terakhir.
3. Activity daily living
a) Nutrisi : Bayi tidak mau menetek
b) Eliminasi : BAB 1x/hari
c) Aktifitas latihan : Kekauan otot, lemah, sering menangis
d) Istirahat tidur : Pola tidur bayi yang normalnya 18 – 20 jam/hari, saat
sakit berkurang
e) Personal hygiene : Biasanya pada bayi yang terkena Infeksi
neonatorum, melalui plasenta dari aliran darah maternal atau selama
persalinan karena ingesti atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
f) Psikososial : Bayi rewel
4. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum: lemah, sulit menelan, kejang
Kesadaran : somnolen/apatis
Nadi : Meningkat (>160 x/menit)
Suhu : meningkat (36,5ºC– 39ºC)
Pernafasan : meningkat > 50 x/menit (bayi) normal 30- 60x/menit)

b) Kepala dan leher:


1) Kepala: Bentuk kepala mikro atau makrosepali, trauma persalinan,
adanya caput, kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung.
2) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe, Terdapat
kaku kuduk pada leher
3) Rambut : Lurus/keriting, distribusi merata/tidak, warna
4) Mata : Agak tertutup / tertutup
5) Mulut : Mecucu seperti mulut ikan
6) Hidung : Pernafasan cuping hidung, sianosis T
7) Telinga : Kebersihan

c) Dada
Inspeksi :Simetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan, peningkata
n RR
Palpasi : Denyutan jantung teraba cepat, badan terasa panas
Perkusi : Jantung : Dullness, Paru: Sonor
Auskultasi : terdengar suara wheezing

d) Abdomen
Inspeksi : Flat / datar, terdapat tanda – tanda infeksi pada tali pusat
(jika infeksi melalui tali pusat), keadaan tali pusat dan
jumlah pembuluh darah (2 arteri dan 1 vena)
Auskultasi : Terdengar bising usus
Perkusi : Hipertimpani
Palpasi : Teraba keras, kaku seperti papan Perkusi : Pekak

e) Kulit
Turgor kurang, pucat, kebiruan
f) Genetalia
Tidak kelainan bentuk dan oedema, Apakah terdapat hipospandia,
epispadia, testis BAK pertama kali.
g) Ekstremitas
Suhu pada daerah akral panas, Apakah ada cacat bawaan, kelainan
bentuk, Fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai, hipertoni sehingga
bayi dapat diangkat bagai sepotong kayu.
h) Pemeriksaan Spefisik
- Apgar score
- Frekuensi kardiovaskuler: apakah ada takikardi, brakikardi, normal
- Sistem neurologis
- Reflek moro: tidak ada, asimetris/hiperaktif
- Reflek menghisap: kuat, lemah
- Reflek menjejak: baik, buruk
- Kooordinasi reflek menghisap dan menelan
5. Pemeriksaan laboatorium
a) Sampel darah tali pusat
b) Fenil ketonuria
c) Hematoki

4. Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemia b.d Penngkatan permeabilitas pada kapiler d.d turgor kulit
kurang elastis, kering, dan keriput.
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan d.d reflek
menghisap lemah disertai berat badan bayi menurun
3. Hipertermia b.d infeksi d.d suhu tubuh di atas ambang batas normal yaitu
38°C dan kondisi kesadaran bayi somnolen..
4. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d kekurangan volume cairan d.d kulit
ikterik, turgor kulit kurang elastis dengan kondisi yang kering dan keriput.
5. Pola Napas Tidak Efektif b.d. penurunan energi d.d dispnea, penggunaan o
tot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang dan pola napas abnormal
5. Rencana Tindakan Keperawatan

No SDKI SIKI SLKI Rasional


1. (D.0023) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia Observasi:
Hipovolemia b.d keperawatan selama 1 x 24 jam, Observasi: 1. Untuk mengetahui tanda dan
Penngkatan diharapkan status cairan dapat 1. Identifikasi tanda dan gejala gejala hipovolemia pada
permeabilitas pada membaik dengan kriteria hasil: hipovolemia. klien.
kapiler d.d turgor kulit 1. Turgor kulit membaik dari 2. Identifikasi penyebab 2. Agar mengetahui penyebab
kurang elastis, kering, skala 2 ke 4. hipovolemia. hipovolemia.
dan keriput 2. Membran mukosa 3. Monitor intake dan output 3. Untuk mengetahui intake dan
membaik dari sekala 1 ke cairan. output cairan.
3. 4. Monitor berat badan. 4. Untuk mengetahui barat
3. Suhu tubuh membaik dari 5. Monitor elastisitas dan turgor badan bayi.
skala 2 ke 3. kulit. 5. Untuk mengetahui kondisi
4. Asupan cairan dapat Terapeutik: kulit bayi.
meningkat dari skala 1 ke 6. Timbang berat badan dengan Terapeutik:
4. waktu yang sama. 6. Untuk mengetahui BB terkini
7. Dokumentasikan hasil klien/bayi.
pemantauan. 7. Agar tercatat dengan baik.
Edukasi: Edukasi:
8. Jelaskan tujuan prosedur 8. Agar keluarga klien dapat
pemaantauan. memahami tujuan dengan
9. Informasikan hasil baik.
pemantauan. 9. Agar keluarga klien dapat
Kolaborasi: mengetahui kondisi klien
10. Kolaborasikan pemberian terkini.
cairan IV isotonis. Kolaborasi:
10. Bentuk penanganan
hipovolemia.
2. (D.0019) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi dan Observasi:
Defisit nutrisi b.d keperawatan selama 2 x 24 jam, konseling laktasi 1. Untuk mengetahui
ketidakmampuan diharapkan kebutuhan nutrisi Observasi: permsalahan apa saja yang
menelan makanan d.d klien dapat meningkat dengan 1. Identifikasi permasalahan dialami ibu ketika menyusui.
reflek menghisap lemah kriteria hasil: yang ibu alami selama proses 2. Untuk mengetahui kondisi
disertai berat badan 1. Kekuatan otot menelan menyusui. status nutrisi klien.
bayi menurun 0,6 Kg. atau reflek mrnghisap 2. Identifikasi status nutrisi. 3. Untuk memantau kondisi
dapat meningkat dari skala 3. Identifikasi berat badan. berat badan selama dilakukan
2 ke skala 4. 4. Monitor hasil pemeriksaan intervensi.
2. Berat badan membaik dari laboratorium. 4. Agar mengetahui apakah
skala 1 ke 4. Terapeutik: terdapat permalahan dari
5. Gunakan teknik mendengar hasil laboratorium.
aktif terhadap permasalahan Terapeutik:
ibu. 5. Agar ibu klien terasa
Edukasi: diperhatikan dan dapat
6. Ajarkan teknik menyusui berbagi/sharing terkait
yang tepat sesuai dengan dengan kondisinya.
kebutuhan ibu. Edukasi:
6. Untuk mengajarkan ibu klien
tatacara menyusui baik dan
benar agar pemenuhan nutrisi
bayi tercukupi.
3. (D.0130) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia, Observasi:
Hipertermia b.d infeksi keperawatan selama 1 x 24 jam, regulasi temperature, dan 1. Untuk mengetahui penyebab
d.d suhu tubuh di atas diharapkan kondisi suhu tubuh manajemen cairan. terjadinya hipertermia pada
ambang batas normal dapat membaik dengan kriteria Observasi: bayi.
yaitu 38°C dan kondisi hasil: 1. Identifikasi penyebab 2. Untuk mengetahui suhu
kesadaran bayi 1. Suhu tubuh membaik hipertermia. tubuhn klien.
somnolen. dari skala 2 ke 3. 2. Monitor subu tubuh bayi. 3. Untuk mengetahui warna
2. Tingkat kesadaran 3. Monitor warna, suhu kulit. serta suhu kulit bayi.
membaik dari skala 2 ke 4. Monitor komplikasi akibat 4. Untuk mencegah terjadinya
4. hipertermia. komplikasi.
3. Hipertermia menurun Terapeutik: Terapeutik:
dari skala 2 ke 3. 5. Pasang alat pemantau suhu, 5. Untuk mengetahui secara
4. Kondisi turgor kulit jika perlu. berkala suhu klien.
meningkat dari skala 2 ke 6. Tingkatkan asupan cairan 6. Untuk mencegah terjadinya
4. dan nutrisi yang adekuat. dehidrasi pada bayi.
7. Lakukan pendinginan 7. Sebagai upaya penurunan
eksternal, seperti selimut, suhu tubuh klien.
kompres. Edukasi:
Edukasi: 8. Agar keluarga klien dapat
8. Jelaskan cara pencegahan mengetahui pencegahan dari
hipertermi. terjadinya hipertermi.
9. Jelaskan tanda dan gejala 9. Agar keluarga klien dapat
dehidrasi. mengetahui tanda gejala
Kolaborasi: dehidrasi.
10. Kolaborasikan pemberian Kolaborasi:
cairan dan elektrolit 10. Sebagai bentuk penanganan
intravena, jika perlu. kolaborasi.
4. (D.0009) Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi dan Observasi:
Perfusi Perifer Tidak keperawatan selama 1 x 24 jam, pemantauan cairan 1. Untuk mengetahui kondisi
Efektif b.d kekurangan diharapkan kekuatan aliran Observasi: sirkulasi perifer klien.
volume cairan d.d kulit darah dapat membaik dengan 1. Periksa sirkulasi perifer, 2. Agar mengetahui kondisi
ikterik, turgor kulit kriteria hasil: seperti nadi, edema, warna, terkini klien.
kurang elastis dengan 1. Kondisi turgor kulit dapat suhu. 3. Untuk mengetahui kondisi
kondisi yang kering dan membaik dari skala 2 ke 4. 2. Monitor panas, kemerahan, elastisitas serta turgor kulit.
keriput. 2. Berat badan dapat nyeri, bengkak pada 4. Untuk mengetahui resiko apa
membaik dari skala 1 ke 4. ekstremitas. saja yang mungkin terjadi.
3. Kondisi pucat dapat 3. Monitor elastisitas dan turgor Terapeutik:
menurun dari skala 2 ke 3. kulit. 5. Untuk mencegah terjadinya
4. Identifikasi faktor resiko infeksi.
ketidakseimbanan cairan. 6. Untukmencegah terjadinya
Terapeutik: dehidrasi pada klien.
5. Lakukan pencegahan infeksi. Edukasi:
6. Lakukan hidrasi. 7. Untuk menjaga kelembapan
Edukasi: dari kulit klien.
7. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat.
5. Pola napas tidak Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
efektif b.d asuhan keperawatan selama (I.01014) Observasi
penurunan energi 3x24 jam, diharapkan pola Observasi 1. Mengetahui frekuensi,
d.d dyspnea, napas membaik dengan 1. Monitor frekuensi, irama, irama, kedalaman,
penggunaan otot kriteria hasil : kedalaman, dan upaya napas dan upaya bernapas
bantu pernapasan, Pola Napas (L.01004) 2. Monitor pola napas 2. Mengetahui pola napas
fase ekspirasi 3. Auskultasi bunyi napas bayi
1. Penggunaan otot bantu
memanjang dan 3. Mengetahui bunyi napas
napas menurun dari skala Terapeutik
pola napas pada bayi
2 (cukup meningkat) 4. Atur interval pemantauan
abnormal
menjadi skala 4 (cukup respirasi sesuai kondisi klien Terapeutik
menurun) Dukungan Ventilasi 4. Untuk memonitor secara
(I.01002) berkala respirasi klien
2. Frekuensi napas membaik
Observasi 5. Untuk memantau status
dari skala 2 (cukup
5. Monitor status respirasi dan respirasi klien
memburuk) menjadi skala
oksigenasi (frekuensi, Observasi
4 (cukup membaik)
kedalaman, penggunaan otot 6. Untuk mewaspadai
3. Dyspnea menurun dari bantu, bunyi napas gangguan pernapasan
skala 2 (cukup meningkat) lebih lanjut
menjadi skala 4 (cukup
membaik)
DAFTAR PUSTAKA

Adler, L.C. National Institutes of Health (2020). U.S. National Library of


Medicine MedlinePlus. Neonatal Sepsis.

Azzahroh, P., & Utami, W. E. (2017). Hubungan BBLR dengan Kejadian


Sepsis Neonatorum di RSUD Dr. H. Abdul Moelek Provinsi Lampung
Tahun 2015. Jurnal Ilmu dan Budaya, 40(57), 6609 – 6616

Belachew, A. & Tewabe, T. Neonatal Sepsis and Its Association with Birth
Weight and Gestational Age Among Admitted Neonates in Ethiopia :
Systematic Review and Meta-analysis. BMC Pediatrics, 20(55), 1 – 7.

Hasanah, N., Lestari, H., & Rasma, R. (2016). Analisis Faktor Risiko Jenis
Kelamin Bayi, BBLR, Persalinan, Prematur, Ketuban Pecah Dini dan
Tindakan Persalinan dengan Kejadian Sepsis Neonatus di Rumah Sakit
Bahtermas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Unsyiah, 1(3), 185324

Istiadah, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan pada By. Ny. A yang mengalami


Sepsis Neonatorum di Ruang Perinatalogi Lantai II Utara RSUP
Fatmawati Jakarta Selatan. Karya Tulis Ilmiah. Jakarta : Poltekkes
Kemenkes Jakarta I.

Kosim, M. (2014). Neonatologi. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Martua, Y. S. (2021). Analisis Faktor – Faktor Risiko yang Berhubungan


dengan Kejadian Neonatorum di RSUD Taluk Kuantan. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 13(1), 55-63

Mainolo, F. M., Fatmwati, I., & Mudrikatin, S. (2020). Asuhan Kebidanan pada
By. Ny. “S” NKB Umur 22 Hari dengan Sepsis Neonatorum di Ruang
Paviliun Anggrek RSUD Jombang. Jurnal Akademika Husada, 11(1), 72
– 85.

Mochtar, R. (2012). Sinopsis Obstreti : Obstetri Fisiologi. Jakarta : EGC


Pusponegoro, T. S. (2016). Sepsis pada Neonatus (Sepsis Neonatal). Sari
Pediatri, 2(2), 96-102

PPNI. 2018. Diagnosa Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator


Diagnostik Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Rahmawati, P., Mayetti, M., & Rahman, S. (2018). Hubungan Sepsis


Neonatorum dengan BeratBadan Lahir pada Bayi di RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(3), 405-410.

Anda mungkin juga menyukai