Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN (SEPSIS)

1. Definisi
Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan
dengan biakan positif terhadap organism dari tempat tersebut). SIRS (Systemic
Inflammatory Response Syndrome) adalah pasien yang memiliki kriteria dua atau
lebih sebagai berikut:
1. Demam (Suhu >38 ºC) atau hipotermi (<36ºC)
2. Takikardi / frekuensi denyut jantung > 90x/menit
3. Takipnea / frekuensi nafas lebih > 24/menit atau PaCO
PaCO2 <32 mmHg
4. Leukositosis (hitung leukosit > 12.000 /mm 3) atau leukopeni (< 4000
sel/ul) atau > 10 % sel imatur)
Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisikan sebagai infeksi
 bakteri pada aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan (Bobak,
2004). Sepsis neonatorum adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan
ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, sumsum
tulang atau air kemih.
Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan
hipoperfusi atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi (tetapi tidak terbatas)
 pada asidosis laktat, oliguria, atau perubahan akut pada status mental (Sudoyo
Aru, dkk. 2009). Syok sepsis terjadi apabila bayi masih dalam keadaan hipotermi
walaupun telah mendapatkan cairan adekuat. Sindroma disfungsi multi organ
terjadi apabila bayi tidak mampu lagi mempertahankan homeostasis tubuh
sehingga terjadi perubahan fungsi dua atau lebih organ tubuh.

2. Klasifikasi

Dari waktu terjadinya, sepsis dibagi menjadi sepsis awitan dini dan lanjut.
Awitan Dini
• usia bayi < 72 jam
• Didapat saat persalinan
• Penularan vertikal dari ibu ke bayi
• Jenis Bakteri:
▫ Basil gram negatif 
 E.coli
 Klebsiella
▫  Enterococcus
▫ Group B streptococcus
B streptococcus
▫ Coagulase negative staphylococci
Awitan Lanjut
• usia bayi > 72 jam
• Didapat dari lingkungan
• Didapatkan secara nosokomial atau dari rumah sakit
• Jenis Bakteri:
▫ Basil gram negatif 
 Pseudomonas
 Klebsiella
▫ Staph. aureus(MRSA)
▫ Coagulase negative staphylococci
▫ Coagulase negative
Selain perbedaan waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi juga berbeda
dalam macam kuman penyebab infeksi. Selanjutnya baik patogenesis, gambaran
klinis ataupun penatalaksanaan penderita tidak banyak berbeda dan sesuai dengan
 perjalanan sepsisnya yang dikenal dengan cascade sepsis.
sepsis.
Berdasarkan waktu timbulnya:
1. Early Onset (dini) : terjadi pada 5 hari pertama setelah lahir dengan manifestasi
klinis yang timbulnya mendadak, dengan gejala sistemik yang berat, terutama
mengenai system saluran pernafasan, progresif dan akhirnya syok.

2. Late Onset (lambat) : timbul setelah umur 5 hari dengan manifestasi klinis
sering disertai adanya kelainan system susunan saraf pusat.
3. Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa resiko
infeksi yang timbul lebih dari 48 jam saat dirawat di rumah sakit.
3. Patofisiologi dan web of cauti on 

Selama dalam kandungan, janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman


karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion,
khorion dan beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian
kemungkinan kontaminasi kuman dapat timbul melalui berbagai jalan yaitu: 6
1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin
melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin.
Keadaan ini ditemukan pada infeksi TORCH, Triponema pallidum atau Listeria
dll.

2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor asepsis dan antisepsis


misalnya saat pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau
amniosentesis. Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan akan
menimbulkan amnionitis dan pada akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada
 janin.

3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih
 berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam
rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan
ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir 
akan meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam
Setelah lahir, kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena
infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan, bayi yang mendapat
 prosedur neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator,
kurang memperhatikan tindakan asepsis dan antisepsis, rawat inap yang terlalu
lama dan hunian terlalu padat, dll. Bila paparan kuman pada kedua kelompok ini
 berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons tubuh yang berupaya
untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan
memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung
dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena
itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotik, harus memperhatikan pula
gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya pen yakit.
Penyakit infeksi yg diderita ibu

Bakteri dan virus

Masuk ke neonatus

Masa antenatal Masa intranatal  pascanatal

Kuman dan virus dari ibu Kuman di vagina dan serviks Infeksi nosokomial
dari luar rahim

Melewati plasenta dan  Naik mencapai korion dan


umbilikus amnion

Masuk kedalam tubuh bayi Amnionitis dan korionitis Melalui alat2 pengisap lendir,
selang endotrakeal, infuse,
selang nasogastrik, botol
Melalui sirkuasi Kuman melalui umbiikus minuman atau dot
darah janin masuk ketubuh janin

Sepsis

Sistem pencernaan, Sistem pernapasan, dispneu, Ante, intra, postnatal


anoreksia, muntah, diare, takipneu, apneu, tarikan otot hipertermi, aktivitas lemah,
menyusui buruk, erna asan sianosis tampak sakit, menyusu
hepatomegali, peningkatan  buruk, peningkatan leukosit
residu setelah men usui darah

Gg. gastrointestinal Pola napas terganggu Resiko infeksi

Nutrisi < kebutuhan Gg. pola napas


4. Etiologi
Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Penyebab dari
sepsis adalah bakteri gram (-) dan focus primernya dapat berasal dari saluran
genitourinarium, saluran empedu dan saluran gastrointestinum, sedangkan gram
(+) timbul dari infeksi kulit, saluran respirasi dan juga bisa berasal dari luka
terbuka, sperti luka bakar.
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc (1961)
membaginya menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu
melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melalui
sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin.
2. Infeksi intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi dari pada cara lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah
ketuban pecah. Ketuban pecah lama (jarak waktu antara pecahnya ketuban dan
lahirnya bayi lebih dari 12 jam) memunyai peranan penting terhadap timbulnya
 plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh
(misalnya ada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina).
3. Infeksi pascanatal
Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi berakibat
fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat
atau akibat perawatan yang tidak steril atau akibat infeksi silang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir dapat di bagi
menjadi tiga kategori :
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya
 buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam
lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
4. AGD (hipoksemia, asidosis laktat)
5. Kultur urin, sputum, luka, darah
6. Waktu tromboplastin parsial teraktivasi (meningkat), rasio normalisasi
internasional (meningkat) dan D-dimer (meningkat)

7. Penatalaksanaan medis
Berdasarkan Surviving Sepsis Campaigne pada tahun 2004,
merekomendasikan penatalaksanaan sepsis berat dan syok septic sebagai berikut:
1. Early Goal Directed Therapy (EGDT)

Resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kristaloid, pemberian


obat-obatan inotropik, atau vasopresor dalam waktu 6 jam sesudah diagnosis
ditegakkan di unit gawat darurat sebelum masuk ke PICU. Resusitasi awal 20
ml/kgBB 5-10 menit dan dapat diulang beberapa kali sampai lebih dari 60
ml/kgBB cairan dalam waktu 6 jam. Pada syok septic dengan tekanan nadi sangat
sempit, koloid lebih efektif daripada kristaloid. 7
2. Inotropik/vasopresor/vasodilator 

Apabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume, dan MAP kurang dari
normal, diberikan vasopresor; Dopamine merupakan pilihan pertama. Apabila
refrakter terhadap pemberian Dopamine, maka dapat diberikan epinephrine atau
norepinephrine. Dobutamin dapat diberikan pada keadan curah jantung yang
rendah. Vasodilator diberikan pada keadaan tahanan pembuluh darah perifer yang
meningkat dengan MAP tinggi sesudah resusitasi volume dan pemberian
inotropik. Nitrovasodilator (nitrogliserin, atau nitropusid) diberikan apabila terjadi
curah jantung yang rendah dan tahanan pembuluh darah sistemik yang meningkat
disertai syok.11
Apabila curah jantung masih rendah, akan tetapi normotensi dan tahanan
 pembuluh darah sistemik meningkat, maka dipikirkan pemberian
 phosphodiesterase inhibitor. Vasopresin yaitu ADH, adrenocorticotrophic
hormone yang dikeluarkan oleh hipotalamus, sebagai vasokonstriktor pada otot
 polos pembuluh darah dosis 0,01-0,04 u/menit diberikan pada penderita yang
refrakter terhadap vasopresor konvensional dosis tinggi. 11
3. Extra Corporeal Membrane Oxygenation

ECMO dilakukan pada syok septic pediatric yang refrakter terhadap terapi
cairan, inotropik, vasopressor, vasodilator dan terapi hormone. Terdapat 1
 penelitian yang menganalisis 12 penderita sepsis meningococcus dengan ECMO,
8 hidup dimana 6 dapat hidup normal sampai 1 tahun pemantauan.
4. Oksigen

Intubasi endotrakheal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat


 bermanfaat pada bayi dan anak dengan sepsis berat/syok septic, karena kapasitas
residual fungsional yang rendah. Volume tidal 6 ml/kgBB dengan permissive
hypercapnea dan posisi tengkurap dapat memberikan oksigenasi jaringan yang
 baik.6
5. Koreksi Asidosis

Terapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau mengurangi


kebutuhan akan vasopressor, tidak dianjurkan pada keadaan asidosis laktat dan
 pH&lt; 7,15 dengan hemodinamik dan kebutuhan akan vasopressor, dan
 pengaruhnya terhadap keluaran pada pH rendah.10
6. Terapi Antibiotika

Pemberian antibiotika segera setelah satu jam ditegakkan diagnosis sepsis


dan pengambilan kultur darah. Terapi antibiotika empiris spectrum luas dosis
inisial penuh, satu atau beberapa obat berdasarkan dugaan kuman penyebab dan
dapat berpenetrasi ke dalam sumber infeksi. Terdapat hubungan antara pemberian
5
antibiotika yang inadekuat dengan tingginya mortalitas.
Pada keadaan dimana fokus infeksi tidak jelas, maka antibiotika harus
diberikan pada keadaan penderita mengalami perburukan, status imunologik yang
 buruk, adanya kateter intravena berdasarkan dugaan kuman penyebab dan tes
kepekaan. Antibiotika golongan beta-lactams seperti penicillin, carbapenem
seperti meropenem, imipenem, cephalosporin dan aminoglikosida. Extended
spectrum Penicillin yaitu carboxy penicillins dan ureido-penicillins diberikan
untuk infeksi Pseudomonas aeruginosa atau bakteri gram negative lain. Carboxy
 penicillins termasuk carbenicillin dan ticarcilin dapat diberikan pada infeksi
MRSA dan spesies Klebsiella.5
Evaluasi pemberian antibiotika dilakukan sesudah 48-72 jam berdasarkan
data klinis dan mikrobiologi dengan mempergunakan antibiotika spectrum sempit
untuk mengurangi resistensi bakteri, menurunkan toksisitas dan biaya. Lama
 pemberian antibiotika 7-10 hari dipandu oleh res pon manifestasi klinis. Antibiotik 
diberikan sebelum kuman penyebab diketahui.
Waktu/durasi pemberian antibiotik pada sepsis neonatal.
Diagnosis Durasi

Meningitis 21 hari

Kultur darah (+), tanda-tanda sepsis (+) 10 – 14 hari

Kultur darah (-), komponen skrining sepsis (+) 7 – 10 hari

Kultur darah (-), komponen skrining sepsis (-) 5 – 7 hari

7. Terapi kortikosteroid

Beberapa meta-analisis telah menunjukkan secara konsisten bahwa


 pemberian glukokortikoid dosis tinggi (lebih dari 42.000 mg equivalen
hidrokortison) telah terbukti tidak bermanfaat dan membahayakan. Pada saat ini
 pemberian kortikosteroid pada pasien sepsis lebih ditujukan untuk mengatasi
kekurangan kortisol endogen akibat insufisiensi renal. Kortikosteroid dosis rendah
 bermanfaat pada pasien syok sepsis karena terbukti memperbaiki status
hemodinamik, memperpendek masa syok, memperbaiki respon terhadap
katekolamin dan meningkatkan survival. Pada keadaan ini dapat diberikan
hidrokortison dengan dosis 2 mg/kgBB/hari.109,114 Sebuah meta-analisis
memperkuat hal ini dengan menunjukkan penurunan angka mortalitas 28 hari
secara signifikan. 7
8. Anti-inflamasi

Penelitian mengenai terapi anti-inflamasi pada pediatrik masih sangat


sedikit, dan dengan sampel yang kecil.
9. Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF)
Rasional: mencegah terjadinya syok 
 Monitor tanda awal syok 
Rasional: mencegah syok berlanjut
 Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas
Rasional : kepatenan jalan nafas penting untuk status okseigenasi
Moni
Syok management
 Monitor status cairan, input output
Rasional: mengetahui status hidrasi pasien
 Memonitor gejala gagal pernafasan
Rasional: menghindari terjadinya gagal nafas dan syok 
 Monitor nilai laboratorium
Rasional: nilai laboratorium menunjukkan keasaan klinis pasien dan untuk 
menegakkan diagnose serta terapi yang tepat.

11. Daftar Pustaka

1. Aminullah A. Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Dalam: M. Sholeh Kosim, Ari
Yunanto. dkk (editor). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter 
Anak Indonesia; 2008.

2. The Merck Manuals Online Medical Library. Neonatal Sepsis (Sepsis


 Neonatorum). Accessed April 2013. Available from URL:
http://www.merck.com/mmpe/sec19/ch279/ch279m.html

3. hsiswatmo R dr, SpA(K). Tatalaksana Sepsis Neonatorum. Media


Aesculapius no.6/Jan-Feb 2007. Accessed April 2013. Available from
URL
http://www.freewebs.com/mediaaesculapius/arsip%20skma%202007/SK 
MA_revisi_jan-feb07sudah%20terisi_edit4.pdf 

4. Powell KR. Sepsis dan Syok. Dalam: Nelson, Behrman, Kliegman, Arvin
(editor). Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2.ed 15. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2000. Hal 869 – 870
5. Rudolph AM, Julien IEH, Colin DR. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume
1 Edisi 2. Jakarta: EGC, 2006.
6.  Nurarif AH dan Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnose Medis dan Nanda-NIC-NOC jilid 1 dan 2. Panduan Penyusunan
Asuhan keperawatan professional. Yogyakarta: Media Action, 2013.
7. Bulecheck, Gloria M, et al . Nursing Intervention Classifcation (NIC) Fifth
Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2008.

Anda mungkin juga menyukai