SEPSIS
Disusun oleh:
DEWI MELLIYUNITA
2208021
Epidemiologi
Organisme tersering sebagai penyebab penyakit adalah Escherichia Coli dan streptokok
grup B (dengan angka kesakitan sekitar 50 – 70 %), Stapylococcus aureus, enterokok,
Klebsiella-Enterobacter sp., Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp., Listeria monositogenes
dan organisme yang anaerob. Faktor-faktor dari ibu dan organisme diperoleh dari cairan
ketuban yang terinfeksi atau ketika janin melewati jalan lahir (penyakit yang mempunyai
awitan dini), bayi mungkin terinfeksi dalam lingkungannya atau dari sejumlah sumber dari
rumah sakit (penyakit yang mempunyai awitan lambat)
2. Etiologi
1) Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu
menyebabkan sepsis.
2) Mikroorganisme berupa bakteri, jamur, virus atau riketsia. Penyebab paling sering
dari sepsis : Escherichia Coli dan Streptococcus grup B (dengan angka kesakitan
sekitar 50 – 70 %. Diikuti dengan malaria, sifilis, dan toksoplasma. Streptococcus
grup A, dan streptococcus viridans, patogen lainnya gonokokus, candida alibicans,
virus herpes simpleks (tipe II) dan organisme listeria, rubella, sitomegalo, koksaki,
hepatitis, influenza, parotitis.
3) Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.
4) Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan
Faktor- faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan
terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus
sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan
tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi
berkulit putih
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari
20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko
utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari
pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada
paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus
menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga
melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya
terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati
plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak
diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun
dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin,
menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih
besar dari pada bayi perempuan.
4. Faktor predisposisi
Terdapar berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi
sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sepsis.
Faktor tersebut adalah :
a. Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan
b. Perawatan antenatal yang tidak memadai
c. Ibu menderita eklampsia, diabetes mellitus
d. Pertolongan persalina yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.
e. Kelahiran kurang bulan, BBLR, dan cacat bawaan.
f. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus.
g. Tidak menerapakan rawat gabung
h. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak
i. Ketuban pecah dini,
3. Patofisiologi
Berdasarkan waktu timbulnya dibagi menjadi 3 :
1) Early Onset (dini) : terjadi pada 5 hari pertama setelah lahir dengan manifestasi klinis
yang timbulnya mendadak, dengan gejala sistemik yang berat, terutama mengenai
system saluran pernafasan, progresif dan akhirnya syok.
2) Late Onset (lambat) : timbul setelah umur 5 hari dengan manifestasi klinis sering
disertai adanya kelainan system susunan saraf pusat.
3) Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa resiko infeksi yang
timbul lebih dari 48 jam saat dirawat di rumah sakit.
4. Pathways
5. Manifestasi Klinis
Penderita sepsis dapat menunjukkan tanda dan gejala berikut:
1. Demam, merupakan manifestasi yang paling umum
2. Hipotensi, terjadi pada sekitar 40% pasien sepsis
3. Agitasi (kecemasan) sering terjadi pada pasien lansia
4. Kulit dingin dan basah
5. Waktu pengisian kembali kapiler (capillary refill time) lebih dari 2 detik
6. Takikardia (detak jantung cepat)
7. Nyeri otot
8. Hiperglikemia
9. Hipoglikemia (jarang)
10. Manifestasi klinis lainnya yang terjadi pada kulit, sistem pencernaan, saluran reproduksi,
saluran kemih, darah, hati, sistem saraf, paru-paru, dan ginjal.
Klasifikasi
1. Sepsis dini –> terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada
saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas
tinggi.
2. Sepsis lanjutan/nosokomial –> terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari
lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung
dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering
mengalami komplikasi.
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin (hb,leuko,trombosit,CT,BT,LED,SGOT,SGPT)
2. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
3. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat
4. mendeteksi organisme.
5. DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan
6. neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
7. Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya
8. inflamasi.
7. Komplikasi
Sepsis dapat menimbulkan beberapa komplikasi seperti:
Komplikasi neurologis
Komplikasi ini meliputi ensefalopati (kerusakan otak), polineuropati (kerusakan beberapa
saraf di waktu yang bersamaan), miopati (nyeri otot), sindroma Guillain-Barré (penyakit
autoimun dimana sistem imun menyerang saraf), rhabdomyolisis (pemecahan otot rangka
yang rusak), dan cedera otak traumatik atau stroke.
Komplikasi lainnya, seperti koagulasi intravaskular yang tersebar, sindroma distres
pernapasan akut, dan kegagalan organ.
– Meningitis
– Hipoglikemia, asidosis metabolik
– Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial
– Ikterus/kernikterus
8. Penatalaksanaan
Sekalipun tingkat bertahan hidup sudah meningkat dalam 40 tahun terakhir, belum
ditemukan terapi molekuler spesifik untuk kondisi sepsis selain terapi antimikroba.
Manajemen yang bersifat segera untuk sepsis adalah:
Resusitasi
Pemberian oksigen untuk menjaga saturasi oksigen di atas 95% harus dilakukan.
Menurut algoritma ACLS, kekurangan cairan diatasi dengan pemberian cairan, transfusi
darah, dan intervensi yang spesifik terhadap kasus. Juga disarankan untuk memberikan
vasopressor.
Menurut kedua algoritma di atas, vasopressor diberikan pada kasus hipotensi yang
menyertai kekurangan cairan, yaitu noradrenaline pada kasus Mean Arterial Pressure di
bawah 65 mmHg (berdasarkan algoritma yang diusulkan oleh Assuncao MS, Corrêa
TD, Bravim BA, dan Silva E) atau tekanan darah sistolik <70 mmHg (menurut
algoritma ACLS).
Terapi antimikrobial secara cepat
Dokter harus mengusahakan pemberian obat-obat antimikroba secepat mungkin,
idealnya di dalam 1 jam setelah penerimaan pasien. Sebelum pemberian antibiotik,
kultur darah harus dilakukan.
Menjaga keseimbangan cairan
Volume urine dan jumlah cairan yang dimasukkan ke dalam tubuh harus dicatat.
Kadar gula darah
Pada kondisi hiperglikemia, gula darah harus dijaga di bawah 10 mM dengan insulin
intravena.
Pengendalian sumber infeksi di dalam tubuh
Identifikasi sumber infeksi dapat dilakukan dengan mengetahui riwayat pasien dan
pemeriksaan radiologis. Setelah ditemukan sumbernya, manajemen segera harus
dilakukan seperti pembuangan efusi pleura, penutupan luka, atau pembuangan cairan
abses intraabdominal.
3. Intervensinya
Diagnosa 1 : Hipertermia (D.0130)
Intervensi : Manajemen Hipertermia (I.1556)
Tindakan :
Observasi
Identifikasi penyebab hipertermia
Monitor suhu tubuh
Monitor kadar elektrolit
Monitor haluaran urine
Monitor komlikasi akibat hiertermia
Terapeutik
Sediakan lingkungan yang dingin
Longgarkan atau lepaskan pakaian
Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Berikan cairan oral
Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis (keringat
berlebih)
Lakukan pendinginan eksternal
Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi