Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS NEONATORUM

I. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis yang timbul akibat invasi
mikroorganisme ke dalam aliran darah yang terjadi dalam satu bulan pertama
kehidupan. (Mansur, dkk 2013).
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah bayi selama
empat minggu pertama kehidupan.(Bobak, 2005)
Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri
dalam darah. (Surasmi, Asrining, 2003).
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan
gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia
dan syok septik. (Doenges, Marylyn E. 2000).
Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang
disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat dan zat-zat
racunnya yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar.
Pembagian Sepsis:
1. Sepsis dini
terjadi 7 hari pertama kehidupan.
Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan
amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
2. Sepsis lanjutan/nosokomial
yaitu terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari
lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau
tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat
perawatan bayi, sering mengalami komplikasi.

B. Etiologi
1. Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri
mampu menyebabkan sepsis.
2. Zat-zat pathogen dapat berupa bakteri, jamur, virus atau riketsia. Penyebab
paling sering dari sepsis Escherichia Coli dan Streptococcus
grup B (dengan angka kesakitan sekitar 50 – 70 %., diikuti dengan
malaria, sifilis, dan toksoplasma. Streptococcus grup A, dan streptococcus
viridans, patogen lainnya gonokokus, candida alibicans, virus herpes
simpleks (tipe II) dan organisme listeria, rubella, sitomegalo, koksaki,
hepatitis, influenza, parotitis.
3. Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan
tindakan.
4. Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan.
Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya sepsis pada neonatus antara lain :
1. Perdarahan
2. Demam yang terjadi pada ibu
3. Infeksi pada uterus atau plasenta
4. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
5. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum
melahirkan)
6. Proses kelahiran yang lama dan sulit

C. Patofisiologi

Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.


Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi
miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya
fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang
tiba-tiba dan berat, complement cascade menimbulkan banyak kematian dan
kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler
coagulation (DIC) dan kematian (Bobak, 2005)
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum
berasal dari tiga kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin
nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi
kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit
putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur
ibu (kurang dari 20 tahun atau lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan
faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi
kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor
imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir
trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus
menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit
juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,
khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan
IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah
tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen
terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon
terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan
penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan
fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas
opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki
empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor Lingkungan

a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering


memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di
rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun
kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi
mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi
akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan
resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik
spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas,
sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial),
paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli
ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula
hanya didominasi oleh E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus
melalui beberapa cara yaitu :
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari
ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi
melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang
dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo,
koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini
antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi
karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin dan
amnion akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman
melalui umbilikus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan,
cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan
masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian
menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut.
Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi
melalui kulit bayi atau “port de entre” lain saat bayi melewati jalan lahir
yang terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes genitalis, candida albican
dan gonorrea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah
kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan
diluar rahim (mis, melalui alat-alat; pengisap lendir, selang endotrakea,
infus, selang nasagastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi
lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nasokomial.

D. Manifestasi Klinis
1. Umum : Hipotermia/Hipertermia, tampak tidak sehat, malas minum,
letargi, sklerema
2. Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare,
hepatomegali
3. Saluran napas : apnea, dispnea, takipnea, retraksi, napas cuping hidung,
merintih, sianosis.
4. Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kulit marmorata, kulit
lembab, hipotensi, takikardi, bradikardia.
5. Sistem saraf pusat : irritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas
minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun menonjol, high-pitched cry
6. Hematologi : ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura,
pendarahan. (Kapita selekta kedokteran Jilid II, Mansjoer Arief 2008).

Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu,
tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-
naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang,
jaundice, muntah, diare, dan perut kembung.
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
1. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau
darah dari pusar.
2. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan
koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau
penonjolan pada ubun-ubun
3. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan
pada lengan atau tungkai yang terkena
4. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri
tekan dan sendi yang terkena teraba hangat
5. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan
perut dan diare berdarah.

E. Komplikasi

1. Meningitis

2. Hipoglikemia, asidosis metabolik

3. Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial

4. Ikterus/kernikterus

F. Pemeriksaan Penunjang
Bila sindrom klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis
secara menyeluruh. Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan
neutropemia dengan pergeseran ke kiri (imatur: total seri granolisik > 0,2).
1. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.

2. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi
dapat mendeteksi organisme.
3. DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan
peningkatan neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
4. Laju endah darah dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat
menandakan adanya inflamasi.
H. Penatalaksanaan Medis
a. Suportif
a. Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa
b. Berikan koreksi jika terjadi hipovolemia, hipokalsemia dan hipoglikemia
c. Bila terjadi SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretik
Hormon) batasi cairan
d. Atasi syok, hipoksia dan asidosis metabolic.
e. Awasi adanya hiperbilirubinemia
f. Lakukan transfuse tukar bila perlu
g. Pertimbangkan nurtisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima
nutrisi enteral.
b. Kausatif
Antibiotic diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya digunakan
golongan Penicilin seperti Ampicillin ditambah Aminoglikosida seperti
Gentamicin. Pada sepsis nasokomial, antibiotic diberikan dengan
mempertimbangkan flora di ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial
biasanya diberikan vankomisin dan aminoglikosida atau sefalosforin generasi
ketiga. Setelah didapat hasil biakan dan uji sistematis diberikan antibiotic yang
sesuai. Tetapi dilakukan selama 10-14 hari, bila terjadi Meningitis, antibiotic
diberikan selama 14-21 hari dengan dosis sesuai untuk Meningitis.

I. Pencegahan
a. Pada masa Antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala,
imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan
gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat
menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke pusat kesehatan bila
diperlukan.
b. Pada masa Persalinan
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.
c. Pada masa pasca Persalinan
Rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, jaga
lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan luka umbilikus secara
steril.
F. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana perawat
memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien.
Melakukan membantu atau mengarahkan kinerja aktifitas kehidupan sehari-hari. 
Memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada
klien.  Mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan
perawatan kesehatan yang berkelanjutan dari klien. (Asmadi, 2014)

G. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Melihat dan
menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Menentukan apakah tujuan
keperawatan telah tercapai atau belum.Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan
keperawatan belum tercapai. (Asmadi, 2008)
Tahapan-Tahapan Evaluasi:
1. Mengidentifikasi kriteria dan standar evaluasi
2. Mengumpulkan data untuk menentukan apakah kriteria dan standar telah
terpenuhi
3. Menginterpretasi dan meringkas data
4. Mendokumentasikan temuan dan setiap pertimbangan klinis
5. Menghentikan, meneruskan, atau merevisi rencana perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta :


EGC.
Guntur H. 2007. Sepsis. In : Sudoyo, Aru (et all). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam
Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
Mansjoer Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta:
FKUI.
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka

Pusdiknakes. Asuhan Keperawatan Anak Dalam Konteks Keluarga. Jakarta:


Depkes RI.
PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi I.Jakarta : DPD PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi I.Jakarta : DPD PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan . Edisi I.Jakarta : DPD PPNI.

Anda mungkin juga menyukai