Anda di halaman 1dari 26

Daftar Isi KPS - 16

SK – Penugasan Klinis Stakes Lain 2

SPO - Penugasan Klinis Stakes Lain 6

SK – Panduan Klinis Stakes Lain 9


Ketrampilan Keluarga

RUMAH SAKIT IBU & ANAK


“ PONDOK TJANDRA “
Waru – Sidoarjo – Jawa Timur
1
KPS – 16.a

Surat Keputusan Direktur


PENUGASAN KLINIS STAF
KESEHATAN LAINNYA

RUMAH SAKIT IBU & ANAK


“ PONDOK TJANDRA “
Waru – Sidoarjo – Jawa Timur
2014
2
RUMAH SAKIT IBU & ANAK
“ PONDOK TJANDRA “
Jln. Mangga I E-225 Pondok Tjandra Indah, Waru – Sidoarjo
Telp. (031) 8662206, 8664488 Fax. (031) 8664345
E-mail: rsb_tjandra@yahoo.co.id

KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK “PONDOK TJANDRA”
NOMOR: 158/SK/RSIA-PT/VI/2014

TENTANG

KEBIJAKAN PENUGASAN KLINIS STAF KESEHATAN LAINNYA


DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK “PONDOK TJANDRA”

Menimbang :
a. bahwa penugasan klinis staf kesehatan lainnya merupakan upaya efisien di Rumah
Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”, terkait pelayanan Rumah Sakit;
b. bahwa penugasan klinis staf kesehatan lainnya terlaksana dengan baik, perlu kebijakan
Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”, sebagai dasar penugasan
klinis staf kesehatan lainnya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b, perlu
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”.

Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2009, tentang Praktek
Kedokteran.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009, tentang Rumah Sakit.
3. Kepmenkes Nomor: 81/MENKES/SK/I/2004, tentang Pedoman Penyusunan
Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
4. Kepmenkes Nomor: 369//MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Bidan
5. Kepmenkes Nomor: 370//MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Ahli
Teknologi Laboratorium Kesehatan
6. Kepmenkes Nomor: 374//MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Gizi
7. Kepmenkes Nomor: 375//MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Radiografer

3
8. Permenkes Nomor: 1796/MENKES/Per/VIII/2011, tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan
9. Permenkes Nomor: 1438/MENKES/Per/IX/2010, tentang Standar Pelayanan
Kedokteran
10. Keputusan Nomor: SK 002/RSBPT/IX/2013, Tahun 2013 tentang Struktur Organisasi
Rumah Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”.
11. Keputusan Nomor: SK 001/YHB/VIII/2012 tentang Penetapan Direktur Rumah Sakit
Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK


“PONDOK TJANDRA” TENTANG PENUGASAN KLINIS STAF
KESEHATAN LAINNYA DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK
“PONDOK TJANDRA”

Kedua : Kebijakan menetapkan penugasan klinis staf kesehatan lainnya di Rumah


Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra” sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Keputusan ini.

Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penugasan klinis staf kesehatan lainnya


dilaksanakan oleh Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”.

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Sidoarjo
Pada tanggal : 09 Juni 2014

Direktur,
Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”,

Dr. Supriyono, Sp.OG (K) Onk

4
Lampiran
Keputusan Direktur RSIA “Pondok Tjandra”
Nomor : 158/SK/RSIA-PT/VI/2014
Tanggal : 09 Juni 2014

KEBIJAKAN TENTANG PENUGASAN KLINIS STAF KESEHATAN LAINNYA

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK “PONDOK TJANDRA”

KEBIJAKAN UMUM

1. Rumah sakit mempunyai standar prosedur untuk mengidentifikasi tanggungjawab kerja


dan menyusun penugasan kerja klinis berdasarkan pada kredensial anggota staf
professional kesehatan lainnya dan setiap ketentuan peraturan perundangan.
2. Rumah sakit bertanggung jawab untuk mengidentifikasi jenis kegiatan atau rentang
pelayanan para individu yang akan diberikan di rumah sakit.
3. Hal ini dapat terlaksana melalui perjanjian, pengangkatan, uraian tugas, atau metode
lainnya. Sebagai tambahan, rumah sakit menetapkan tingkat pengawasan (konsisten
dengan peraturan perundangan yang ada), bila ada, untuk para professional ini.
4. Staf professional kesehatan lainnya dimasukkan ke dalam program manajemen mutu dan
peningkatan keselamatan pasien.

KEBIJAKAN KHUSUS
1.  Izin, pendidikan, pelatihan dan pengalaman dari staf professional kesehatan lainnya
digunakan untuk menyusun penugasan kerja klinis.
2.  Proses mengindahkan peraturan perundangan yang relevan.

Direktur,
Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”,

Dr. Supriyono, Sp.OG (K) Onk

5
KPS – 16.b

Standar Prosedur Operasional


PENUGASAN KLINIS STAF
KESEHATAN LAINNYA

RUMAH SAKIT IBU & ANAK


“ PONDOK TJANDRA “
Waru – Sidoarjo – Jawa Timur
2014

6
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK

A PONDOK TJANDRA PENUGASAN KLINIS STAF KESEHATAN


LAINNYA

Jln. Mangga I E-225 Pondok Tjandra Indah,


Waru – Sidoarjo
Telp. (031) 8662206, (031) 8664488
Fax. (031) 8664345
No. Dokumen No. Revisi Halaman
E-mail: rsb_tjandra@yahoo.co.id
159/SPO/RSIA- 0 1 s/d 2
PT/VI/2014

STANDAR PROSEDUR Tanggal terbit Ditetapkan Direktur,


OPERASIONAL
09 Juni 2014

Dr. Supriyono, Sp. OG (K) Onk

Pengertian : Merupakan standar prosedur untuk mengidentifikasi


tanggungjawab kerja dan menyusun penugasan kerja
klinis berdasarkan pada kredensial anggota staf
professional kesehatan lainnya.

Tujuan : Memberikan jaminan kompetensi staf rumah sakit dalam


memberikan asuhan pelayanan pasien.

Kebijakan : SK Direktur Nomor: 158/SK/RSIA-PT/VI/2014, tanggal


09 Juni 2014, tentang Penugasan Klinis Staf Kesehatan
Lainnya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pondok Tjandra.

Prosedur : 5. Rumah sakit mempunyai standar prosedur untuk


mengidentifikasi tanggungjawab kerja dan menyusun
penugasan kerja klinis berdasarkan pada kredensial
anggota staf professional kesehatan lainnya.

6. Prosedur yang dilakukan rumah sakit menetapkan


penugasan kerja klinis ditentukan melalui surat
keputusan Direktur.

7. Penugasan kerja klinis tersebut berkaitan dengan


tanggung jawab yang bersangkutan dengan
pekerjannya.

8. Penugasan kerja klinis ditentukan melalui kredensial


atau kompetensi yang bersangkutan.

9. Kredensial dilakukan melalui organisasi profesi atau


lembaga resmi yang berhak melakukan kompetensi
seorang petugas klinis atau non klinis.

10. Jika belum dilakukan kredensial, maka rumah sakit


7
menetapkan kompetensi staf kesehatan lainnya
melalui ijasah yang bersangkutan.

11. Dan atau sertifikat pelatihan (workshop) yang terkini


dan berkompeten dan linier dengan bidang tugasnya.

12. Rumah sakit bertanggung jawab untuk


mengidentifikasi jenis kegiatan para individu yang
akan diberikan di rumah sakit.

13. Hal ini dilaksanakan melalui perjanjian,


pengangkatan, uraian tugas, atau metode lainnya.

14. Rumah sakit menetapkan tingkat pengawasan


(konsisten dengan peraturan perundangan yang ada),
bila ada, untuk para professional ini.

15. Staf professional kesehatan lainnya dimasukkan ke


dalam program manajemen mutu dan peningkatan
keselamatan pasien.

Instalasi terkait : Semua unit pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak
Pondok Tjandra

8
KPS – 16.c

Surat Keputusan Direktur


PANDUAN PENUGASAN
KLINIS STAF KESEHATAN
LAINNYA

RUMAH SAKIT IBU & ANAK


“ PONDOK TJANDRA “
Waru – Sidoarjo – Jawa Timur
2014
9
RUMAH SAKIT IBU & ANAK
“ PONDOK TJANDRA “
Jln. Mangga I E-225 Pondok Tjandra Indah, Waru – Sidoarjo
Telp. (031) 8662206, 8664488 Fax. (031) 8664345
E-mail: rsb_tjandra@yahoo.co.id

KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK “PONDOK TJANDRA”
NOMOR: 160/SK/RSIA-PT/VI/2014

TENTANG

KEBIJAKAN panduan PENUGASAN KLINIS STAF KESEHATAN LAINNYA


DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK “PONDOK TJANDRA”

Menimbang :
d. bahwa panduan penugasan klinis staf kesehatan lainnya merupakan upaya efisien di
Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”, terkait pelayanan Rumah Sakit;
e. bahwa panduan penugasan klinis staf kesehatan lainnya terlaksana dengan baik, perlu
kebijakan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”, sebagai dasar
penugasan klinis staf kesehatan lainnya;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b, perlu
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”.

Mengingat :
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2009, tentang Praktek
Kedokteran.
13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009, tentang Rumah Sakit.
14. Kepmenkes Nomor: 81/MENKES/SK/I/2004, tentang Pedoman Penyusunan
Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
15. Kepmenkes Nomor: 369//MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Bidan
16. Kepmenkes Nomor: 370//MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Ahli
Teknologi Laboratorium Kesehatan
17. Kepmenkes Nomor: 374//MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Gizi
18. Kepmenkes Nomor: 375//MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Radiografer

10
19. Permenkes Nomor: 1796/MENKES/Per/VIII/2011, tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan
20. Permenkes Nomor: 1438/MENKES/Per/IX/2010, tentang Standar Pelayanan
Kedokteran
21. Keputusan Nomor: SK 002/RSBPT/IX/2013, Tahun 2013 tentang Struktur Organisasi
Rumah Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”.
22. Keputusan Nomor: SK 001/YHB/VIII/2012 tentang Penetapan Direktur Rumah Sakit
Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK


“PONDOK TJANDRA” TENTANG panduan PENUGASAN KLINIS
STAF KESEHATAN LAINNYA DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK
“PONDOK TJANDRA”

Kedua : Kebijakan menetapkan panduan penugasan klinis staf kesehatan lainnya di


Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra” sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Keputusan ini.

Ketiga : Pembinaan dan pengawasan panduan penugasan klinis staf kesehatan


lainnya dilaksanakan oleh Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok
Tjandra”.

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Sidoarjo
Pada tanggal : 09 Juni 2014

Direktur,
Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”,

Dr. Supriyono, Sp.OG (K) Onk

11
Lampiran
Keputusan Direktur RSIA “Pondok Tjandra”
Nomor : 160/SK/RSIA-PT/VI/2014
Tanggal : 09 Juni 2014

KEBIJAKAN TENTANG PANDUAN PENUGASAN KLINIS STAF KESEHATAN


LAINNYA
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK “PONDOK TJANDRA”

A. PENDAHULUAN

Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu departemen atau unit atau bagian di
suatu rumah sakit yang berada di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh
beberapa orang apotekeryang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan kompeten secara profesional, dan merupakan tempat atau fasilitas
penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian
yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar dan Amalia, 2004).
Kegiatan pada instalasi ini terdiri dari pelayanan farmasi minimal yang meliputi
perencanaan, pengadaan, penyimpanan perbekalan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep
bagi penderita rawat inap dan rawat jalan, pengendalian mutu, pengendalian distribusi
pelayanan umum dan spesialis, pelayanan langsung pada pasien serta pelayanan klinis yang
merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar dan Amalia, 2004).
Menurut Kepmenkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004 fungsi Instalasi Farmasi rumah
sakit adalah sebagai tempat pengelolaan perbekalan farmasi serta memberikan pelayanan
kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan.

Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Untuk itu, diperlukan upaya peningkatan
status gizi masyarakat melalui perbaikan gizi, baik dalam lingkup keluarga maupun pelayanan
gizi individu yang sedang dirawat di Rumah Sakit (RS). Pelayanan gizi di RS merupakan hak
setiap orang dan memerlukan pedoman agar tercapai pelayanan yang bermutu. Pelayanan
bermutu yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan. Misalnya
terapi gizi medis yang merupakan kesatuan dari asuhan medis, asuhan keperawatan dan

12
asuhan gizi hendaknya senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan (Direktorat Gizi Masyarakat, 2003)
Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1333/Menkes/SK/XII/1999,
maka pelayanan gizi Rumah Sakit (PGRS) adalah salah satu dari 20 pelayanan wajib RS.
PGRS adalah kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat, baik rawat inap maupun rawat jalan, untuk kepentingan metabolisme tubuh,
dalam rangka upaya preventif, kuratif , rehabilitatif maupun promotif. Instalasi gizi merupaka
organ fungsional dalam jajaran direktorat penunjang dan pendidikan dengan kegiatan pokok
yang meliputi penyelenggaraan makanan, asuhan gizi rawat inap, asuhan gizi rawat jalan dan
penelitian pengembangan gizi terapan (Aritonang, 2009).
Ruang lingkup kegiatan manajemen asuhan gizi meliputi sub instalasi Pelayanan Gizi
Ruang Rawat (PGRR) dan Subinstalasi pendidikan, penyuluhan, Konsultasi dan Rujukan Gizi
(PPKR). Sedangkan peran ahli gizi dalam penyelenggaraan makanan sangat diperlukan antara
lain dalam penentuan kecukupan gizi, perencanaan menu, hingga menentukan indikator mutu.
Selain itu, juga melakukan pengawasan kualitas dan kuantitas makanan sesuai mutu dan
spesifikasi, serta menganalisis harga makanan (Aritonang, 2009).
Proses pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan terdiri atas empat tahap, yaitu : 1)
Assesment atau pengkajian gizi; 2) Perencanaan pelayanan gizi dengan menetapkan tujuan
dan strategi; 3) Implementasi pelayanan gizi sesuai rencana; 4) Monitoring dan evaluasi
pelayanan gizi (Almatsier, 2004).
Pelayanan gizi di rumah sakit menduduki tempat yang sama penting dengan pelayanan
lain seperti pelayanan pengobatan, perawatan medis dan sebagainya yang diberikan untuk
penyembuhan penyakit. Bentuk pelayanan gizi rumah sakit akan bergantung pada tipe rumah
sakit, macam pelayanan spesialistis yang diberikan di rumah sakit tersebut (Moehji, 2003).

Analis kesehatan adalah petugas yang bekerja di laboratorium untuk melakukan


pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang diagnosa dokter demi membantu seseorang
mencapai keadaan jasmani, dan jiwa yang sejahtera. Analis kesehatan atau pranata
laboratorium adalah bagian dari profesi di bidang kesehatan. Seorang analis harus memiliki
ketrampilan dan tanggung jawab yang tinggi dalam pemeriksaan sampel. Hal ini berhubungan
dengan adanya risiko yang fatal jika terjadi kesalahan.
Seorang lulusan analis bisa bekerja pada laboratorium rumah sakit tentunya bertugas
membantu diagnosa seorang dokter. Selain rumah sakit analis kesehatan bisa ditempatkan di
berbagai laboratorium klinik swasta maupun pemerintah, dan segala tempat yang
berhubungan dengan analisis.

13
Radiografer adalah tenaga kesehatan yang diberi tugas, wewenang dan tanggung
jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan radiografi dan imejing di unit
Pelayanan Kesehatan. Radiografer merupakan tenaga kesehatan yang memberi kontribusi
bidang radiografi dan imejing dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
Radiografer lebih banyak di dayagunakan dalam upaya pelayanan kesehatan rujukan
dan penunjang, utamanya pelayanan kesehatan yang menggunakan peralatan / sumber yang
mengeluarkan radiasi pengion dan non pengion. Saat ini radiografer di dalam menerapkan
kompetensinya masih difokuskan pada pelayanan radiologi, yaitu meliputi pelayanan
kesehatan bidang radiodiagnostik, imejing, radioterapi dan kedokteran nuklir.
Dalam menjalankan tugasnya baik secara mandiri maupun dalam satu tim dengan
tenaga kesehatan lainnya (Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Spesialis Radiologi, Dokter
Kedokteran Nuklir, dll ) memberikan pelayanan kesehatan bidang radiasi kepada masyarakat
umum maupun ilmiah sesuai dengan tugas dan fungsinya sebatas kewenangan yang di landasi
oleh Etika Profesi.

A. PANDUAN PENUGASAN KLINIS APOTEKER

1. Kewenangan Apoteker
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, apoteker memiliki kewenangan sebagai berikut.
1. Berhak melakukan pekerjaan kefarmasian (Permenkes No.922 tahun 1993,
Kepmenkes No. 1332 tahun 2002, Kepmenkes N0. 1027 tahun 2004, serta batasan
pekerjaan kefarmasian UU No. 23 tahun 1992).
2. Berwenang menjadi penanggung jawab pedagang besar farmasi penyalur obat
dan/atau bahan baku obat (Permenkes No. 1191 tahun 2002 pasal 7).
3. Berhak menjalankan peracikan (pembuatan atau penyerahan obat-obatan untuk
maksud-maksud kesehatan} Obat (Reglement DVG St. 1949 NCL228 pasal 56 dan
UU Obat Keras/St. No. 419 tgl 22 Desember 1949 pasal 1).
4. Berwenang menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu setelah mendapat surat
izin apotek dari menteri (PP No.25 tahun 1980 pasal 3; Permenkes N0. 922 tahun
1991 pasal 1 dan Kepmenkes No. 1332 tahun 2002).
5. Berwenang menjadi penanggung jawab produksi di in- dustri farmasi obatjadi dan
bahan baku obat (SK Menkes No.245 tahun 1990).

14
6. Berwenang menjadi penanggung jawab usaha industri obat tradisional {Permenkes
M0246 tahun 1990 pasal 8).
7. Berwenang menjadi penanggung jawab pengawasan mutu di industri farmasi obat jadi
dan bahan baku obat (SK Menkes No.245 tahun 1990).
8. Berwenang menyalurkan dan menerima obat keras melalui pedagang besar farmasi
atau apotek {Permenkes Nc-.918 tahun 1993 pasal 16).
9. Melakukan masa bakti apoteker di sarana kesehatan pemerintah atau sarana kesehatan
lain, seperti sarana kesehatan milik BUMN/BUML, industri farmasi (pabrik obat dan
bahan bahan obat}, industri obat tradisional, industri kosmetika, industri makanan dan
minuman, apotek di luar ibukota negara, pedagang besar farmasi, rumah sakit,
pendidikan tinggi dan menengah bidang farmasi milik swasta (sebagai pengajar), atau
di lembaga penelitian dan pengembangan (sebagai peneliti). (Permenkes No.149 tahun
1998)
10. Mendapat surat penugasan jika sudah melengkapi persyaratan administratif

2. Kewajiban Apoteker

Berdasarkan peraturan perundang-undangan, berikut ini kewajiban seorang apoteker.


1. Sebelum melakukan jabatannya, apoteker harus mengucapkan sumpah menurut agama
yang dianutnya atau mengucapkan janji (PP No. 20 tahun 1962 pasal 1).
2. Apoteker yang baru lulus dan telah dilaporkan oleh pimpinan perguruan tinggi tempat
lulusnya, wajib melengkapi persyaratan administrasi yang disampaikan melalui
Kanwil setempat lokasi institusi pendidikan berada, selambat -lambatnya satu bulan
setelah menerima ijazah asli (Permenkes N0.184 tahun 1995 pasal 3).
3. Selama menjalankan tugas profesinya, apoteker wajib mentaati semua peraturan
perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah (Permenkes No.
184 tahun 1995 pasal 17).
4. Apoteker yang telah memiliki izin kerja dan bekerja di sarana kesehatan milik swasta
wajib melaporkan diri kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk (PP No.41 tahun
1990 pasal 9).
5. Selama menjalankan tugas profesinya. apoteker wajib meningkatkan pengetahuan
profesionalnya (Permenkes No. 184 tahun 1995 pasal 17}.
6. Apoteker wajib menjalankan masa bakti sekurang- kurangnya tiga tahun dan selama-
lamanya lima tahun, yang penetapannya dilakukan oleh menteri (PP No.41 tahun 1990
pasal 4). Pelaksanaan masa bakti ditetapkan menurut pembagian wilayah penempatan,
yaitu tiga tahun bagi yang ditempatkan di Pulau Jawa atau ibukota provinsi di luar
15
Pulau Jawa dan dua tahun bagi yang ditempatkan di luar Jawa, selain ibukota provinsi
(Permenkes No. 184 tahun 1995 pasai 12).
7. Untuk memperoleh Surat lzin Apotek (SIA), apoteker harus memiliki surat penugasan
dan persyaratan lainnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Permenkes No. 184 tahun 1990 pasal 15}.
8. Memiliki surat izin kerja bagi apoteker yang bekerja di sarana kesehatan milik swasta
(PP No.41 tahun 1990 pasal 6). Bentuk izin kerjanya sebagai berikut.
SIA bagi Apoteker Pengelola Apotek (APA). Visum bagi apoteker yang melakukan
pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker pendan”-ping atau apoteker pengganti, seiama
atau setelah selesai masa bakti. Visum bagi apoteker yang melakukan perkerjaan
kefarmasian di sarana kesehatan swasta, setelah selesai melaksanakan masa bakti.

B. PANDUAN PENUGASAN KLINIS AHLI GIZI

Pelayanan gizi yang lengkap umumnya diselenggarakan di rumah sakit tipe A, tipe B
dan beberapa rumah sakit tipe C terdiri dari :
1)    Penyediaan, pengelolaan dan penyaluran makanan bagi pasien, baik makanan biasa
maupun makanan diet
2)    Pelayanan gizi di ruang perawatan, terutama untuk melayani pasien yang memerlukan
makanan khusus atau diet khusus
3)    Pelayanan konsultasi gizi, baik bagi penderita rawat jalan maupun penderita rawat tinggal
4)    Berbagai kegiatan penelitian untuk mengembangkan teknologi penyembuhan penyakit
melalui pengaturan makanan dan aspek-aspek lain dari pelayanan gizi; dan
5)   Pendidikan bagi tenaga paramedis terutama yang bertugas di ruang perawatan bertalian
dengan kegiatan pelayanan gizi di ruang perawatan (Moehji, 2003).
Dalam aplikasinya, para ahli gizi bisa menerapkan beberapa model pelayanan gizi,
yang bisa diaplikasikan di rumah sakit maupun masyarakat, namun tidak semua model
pelayanan tersebut sudah standar. Minimal ada 3 model yang dipakai atau dikembangkan di
institusi pelayan kesehatan yaitu sebagai berikut :

Pertama, model yang sebenarnya tidak dianjurkan dimaa setiap profesi (Dokter, perawat,
Ahli gizi/Dietisen) menangani pasiennya masing-masing tanpa ada hubungan dan koordinasi
antar profesi. Ahli gizi menyiapkan makanan pasien sesuai pemahamannya tanpa ada
informasi mengenai keadaan pasien yang akurat dari dokter, perawat, maupun profesi lain
yang terkait.

16
Kedua, model pelayanan gizi yang kurang lebih serupa dengan model pertama, tetapi bentuk
pelayanan dilakukan oleh tim yang dikenal dengan Nutrition Support Team (NST), yang
terdiri dari dokter, perawat, pharmacist (ahli obat-obatan) dan dietetion/ahli gizi. Pada model
kedua ini juga belum ada koordinasi antara masing-masing profesi dalam satu pelayanan bagi
pasien, namun mereka telah menerapkan pelayanan terstandar yang dikerjakan dalam satu
tim. Salah satu kelemahan  dari model kedua ini adalah banyaknya profesi yang harus terlibat
dalam satu pelayanan pasien. Pelayanan semacam ini umumnya diterapkan di rumah saki
yang memiliki sumberdaya manusia cukup banyak. Model ini juga  sudah menerapkan proses
asuhan gizi secara tim, yang dikenal dengan istilah Nutritional Care Process (NCP).

Ketiga, model yang banyak direkomendasikan, dimana aplikasi pelayanan gizi dilaksanakan
dalam satu tim, dengan melibatkan dokter, perawat dan dietisen/ahli gizi. Keterlibatan
masing-masing profesi dalam pelayanan ini benar-benar maksimal dan terjadi koordinasi
antar profesi, sehingga dalam memutuskan bentuk pelayanan yang akan diberikan kepada
pasien memiliki tujuan yang sama

Dari model ketiga tersebut muncul pola kerjasama atau kolaborasi antara tenaga gizi,
dokter dan perawat dalam suatu teamwork yang seharusnya diterapkan bagi pasien . Ciri
kerjasama antar kelompok kerja ini dalam menyelesaikan masalah klien adalah : koordinasi,
saling berbagi, kompromi, interrelasi, saling ketergantungan atau interdependensi serta
kebersamaan. Dengan demikian, diantara semua profesi harus mempunyai satu kesatuan
komitmen dan kemampuan serta tanggung jawab dalam merespon masalah kesehatan (Bakri,
2010).
Ahli gizi dan ahli madya gizi, sebagai pekerja profesional harus memiliki persyaratan
seperti berikut :
1)      Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis
2)      Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan tenaga professional
3)      Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat
4)      Mempunyai kewenangan yang disyahkan atau diberikan oleh pemerintah
5)      Mempunyai peran dan fungsi yang jelas dan terukur
6)      Memiliki organisasi profesi sebagai wadah
7)      Memiliki etika ahli gizi
8)      Memiliki standar praktek
9)      Memiliki standar pendidikan yang mendasarinya dan mengembangkan profesi
sesuai dengan pelayanan
10)  Memiliki standar berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi
17
Pada dasarnya, terdapat beberapa peran ahli gizi di Rumah Sakit diantaranya adalah :
1) Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik
2) Pengelola tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi di rumah sakit
3) Penyuluh/konsultan gizi
4) Pengelola sistim penyelenggaraan makanan rumah sakit  
5) Berpartisipasi bersama tim kesehatan dan lintas sektoral
6) Pelaku praktik kegizian yang bekerja secara professional dan etis
7) Pelaksana peneitian gizi

Sedangkan peran dan fungsi Ahli Madya Gizi diantaranya :


1)      Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik
Fungsi :
a.      Mengkaji data dan mencirikan masalah gizi klinik
b.      Memberikan masukan kepada dokter tentang preskripsi diet
c.      Merancang pola diit klien berdasarkan preskripsi diet dari dokter
d.      Mengawasi pelaksanaan diit klien
2)      Penyelia sistim penyelenggaraan makanan rumah sakit
Fungsi :
a.      Mengkaji data dan mencirikan masalah SPMI
b.      Memberi masukan kepada mitra kerja tentang masalah SPMI
c.      Merencanakan pelaksanaan SPMI
d.      Mengawasi pelaksanaan SPMI
3)      Penyuluh/konsultan gizi
Fungsi :
a.      Merancang penyuluhan, pelatihan, dan konsultasi gizi
b.      Melakukan penyuluhan, pelatihan dan konsultasi gizi
4) Pelaku praktik kegizian yang bekerja secara professional dan etis
Fungsi :
a.      Melaksanakan kegiatan pelayanan gizi/praktik kegizian
b.      Memantau dan mengevaluasi pelayanan gizi/praktik kegizian
Beberapa kondisi diatas menggambarkan kurang optimalnya kegiatan asuhan gizi
diruangan sehingga perlu peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung, penambahan
tenaga ahli gizi yang proporsional dengan beban kerja yang ada, peningkatan profesionalitas
ahli gizi yang salahsatunya dengan meningkatkan pendidikan baik formal maupun informal

18
(Shortcourse, seminar/symposium/work shop), kemitraan dengan profesi lain khususnya tim
asuhan gizi juga perlu ditingkatkan sehingga kegiatan asuhan gizi lebih optimal dijalankan.
            Untuk memudahkan para ahli gizi dalam memahami tentang kode etik profesi gizi,
dapat ditarik tentang essensi yang terkandung dari masing-masing kewajiban yang ada,
dengan menggunakan kata kunci sebagai berikut :
1.      Kewajiban terhadap Klien :
Ahli gizi, sepanjang waktu menjalankan profesinya, senantiasa berusaha untuk :
a.    Memeihara dan meningkatkan status gizi klien, baik dalam lingkup institusi
pendidikan gizi maupun dalam masyarakat umum
b.   Menjaga kerahasiaan klien/masyarakat
c.    Menghormati, menghargai, tidak mendiskriminasikan
d.    Memberikan pelayanan gizi yang prima
e.    Memberikan informasi yang tepat, jelas, dan apabila tidak mampu, senantiasa
berkonsultasi.
2.      Kewajiban terhadap Masyarakat :
Ahli gizi, sepanjang waktu menjalani profesinya, senantiasa berusaha untuk :
a.   Melindungi masyarakat dari informasi yang keliru, dan mengarahkan kepada
kebenaran
b.    Melakukan pengawasan pangan dan gizi

3.      Kewajiban terhadap Teman Seprofesi dan Mitra Kerja :


Ahli gizi, sepanjang waktu menjalani profesinya, senantiasa berusaha untuk :
a.      Bekerjasama dengan berbagai disiplin ilmu sebagai mitra kerja
b.      Memelihara hubungan persahabatan yang harmonis
c.      Loyal dan taat azaz
4.      Kewajiban terhadap Profesi dan Diri Sendiri :
Ahli gizi, sepanjang waktu menjalani profesinya, senantiasa berusaha untuk :
a.      Melindungi dan menjunjung tinggi ketentuan profesi
b.      Mengikuti perkembangan IPTEK terkini
c.      Percaya diri, menerima pendapat orang lain yang memang benar
d.      Mengetahui keterbatasan diri sendiri
e.      Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi
f.        Tidak memuji diri sendiri
g.      Memelihara kesehatan dan gizinya
h.      Bekerja untuk masyarakat umum

19
i.         Benar-benar melaksanakan tugas pelayanan gizi

C. PANDUAN PENUGASAN KLINIS ANALIS KESEHATAN

Dimensi Kompetensi
1. Mampu melakukan tugas per tugas (task skills). Contoh : Mampu melakukan
pengambilan sampel dan memindahkan biakan secara aseptik.
2. Mampu mengelola sejumlah tugas yang berbeda dalam melaksanakan pekerjaan (task
management skills). Contoh : Mampu melakukan pengambilan sampel dan
memindahkan biakan secara aseptik.
3. Mampu menanggapi kelainan dan kerusakan dalam pekerjaan sehari-hari (contingency
management skills). Contoh : Sedang memindahkan biakan, gas habis. Menggunakan
lampu spiritus untuk sterilisasi ose.
4. Mampu mengahadapi tanggung jawab dan harapan dari lingkungan kerja termasuk
bekerjasama dengan orang lain (Job role Environment Skills). Contoh : Biakan
tumpah, menangani tumpahan (didisinfeksi) sehingga tidak membahayakan dirinya
dan orang lain / lingkungan.
5. Mampu mentransfer kompetensi yang dimiliki dalam setiap situasi yang berbeda
/situasi yang baru/ tempat kerja yang baru (transfer skills/adaptation skills). Contoh :
Memindahkan biakan bakteri dalam safety cabinet.

Tujuan dan Manfaat Standar Kompetensi

1. Dasar pemberian rekomendasi kewenangan pelayanan bagi tenaga kesehatan.


2. Dasar pelaksanaan uji kompetensi tenaga kesehatan.
3. Jembatan kesenjangan antara kurikulum pendidikan dengan implementasi kewenangan
bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan.
4. Pedoman CPD (Continuing Profesional Development) bagi organisasi profesi.
5. Sebagai salah satu alat untuk skrining tenaga kesehatan asing yang akan beri
pelayanan kesehatan

Standar Kompetensi Analis Kesehatan

1. Ilmu pengetahuan yang melatarbelakangi dan berkaitan dengan fungsinya di


laboratorium kesehatan
2. Kemampuan untuk merancang proses teknik operasional
o Dapat merancang alur kerja pengujian/pemeriksaan mulai tahap pra analitik,
analitik, sampai dengan paska analitik.
20
o Membuat SOP, Manual Mutu, indikator kinerja dan proses analisis yang akan
digunakan.
3. Kemampuan melaksanakan proses teknik operasional.
o Melakukan pengambilan spesimen :pengetahuan persiapan pasien
o Penilaian terhadap spesimen (memenuhi syarat atau tidak).
o Pelabelan, pengawetan, fiksasi, pemrosesan, penyimpanan, pengiriman
o Dapat melakukan pemilihan alat, alat bantu, metode, reagent untuk
pemeriksaan atau analisa tertentu.
o Dapat mengerjakan prosedur laboratorium
o Dapat memahami cara kerja dan menggunakan peralatan dalam proses teknis
operasional
o Mengetahui cara-cara kalibrasi dan cara menguji kelaikan alat
o Dapat memelihara alat dan menjaga kinerja alat tetap baik
4. Kemampuan untuk memberikan penilaian (judgement) hasil proses teknik operasioanl.
o Mampu menilai layak dan tidak hasil pemeriksaan, pemantapan mutu yang
akan digunakan untuk pengambilan keputusan proses selanjutnya
o Mampu menilai proses pemeriksaan atau rangkaian pemeriksaan. Diterima
tidaknya suatu hasil atau rangkaian hasil pemeriksaan
5. Kemampuan komunikasi dengan pelanggan atau pemakai jasa, seperti pasien, klinisi,
mitra kerja, dll.
6. Mampu mendeteksi secara dini :
o munculnya penyimpangan dalam proses operasional
o terjadinya kerusakan media, reagent alat yang digunakan atau lingkungan
pemeriksaan
o mampu menilai validitas (kesahihan) suatu hasil pemeriksaan atau rangkaian
hasil pemeriksaan
7. Kemampuan untuk melakukan koreksi atau penyesaian terhadap masalah teknis
operasional yang muncul.
8. Kemampuan menjaga keselamatan kerja dan lingkungan kerja
9. Kemampuan administrasi

Tugas Pokok Analis Kesehatan


Analis Kesehatan bertugas melaksanakan pelayanan laboratorium kesehatan meliputi
bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi, imunoserologi, patologi anatomi (histology,
histopatologi, imunopatologi, histokimia), toksikologi, kimia lingkungan, biologi dan fisika.
21
Di dalam pelayanan laboratorium, Analis Kesehatan melakukan pengujian/analisis terhadap
bahan yang berasal dari manusia atau bahan bukan berasal dari manusia yang tujuannya
adalah menentukan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang
berpengaruh pada kesehatan perorangan atau masyarakat

Peran Analis Kesehatan


1. Pelaksanaan teknis dalam pelayanan laboratorium kesehatan
2. Penyelia teknis operasional laboratorium kesehatan
3. Peneliti dalam bidang laboratorium kesehatan
4. Penyuluh dalam bidang laboratorium kesehatan (Promotion Health Laboratory)

Analis Kesehatan Sebagai Profesi


 Memberikan pelayanan kepada masyarakat bersifat khusus atau spesialis.

 Melalui jenjang pendidikan tinggi.


 Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat.
 Mempunyai kewenangan yang sah, peran dan fungsi jelas.
 Mempunyai kompetensi jelas dan terukur.
 Memiliki organisasi profesi, kode etik, standar pelayanan, standar praktek, standar
pendidikan.

Kewajiban Analis Kesehatan


1. Mengembangkan prosedur untuk mengambil dan memproses spesimen.
2. Melaksanakan uji analitik terhadap reagen maupun terhadap spesimen, yang berkisar
dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks.
3. Mengoperasikan dan memelihara peralatan laboratorium dari yang sederhana sampai
dengan yang canggih.
4. Mengevaluasi data laboratorium untuk memastikan akurasi dan prosedur pengendalian
mutu dan mengembangkan pemecahan masalah yang berkaitan dengan data hasil uji.
5. Mengevaluasi teknik, instrumen dan prosedur baru untuk menentukan manfaat
kepraktisannya.
6. Membantu klinisi dalam pemanfaatan yang benar dari data laboratorium untuk
memastikan seleksi yang efektif dan efisien terhadap uji laboratorium dalam
menginterpretasi hasil uji.
7. Merencanakan, mengatur, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan laboratorium.
8. Membimbing dan membina tenaga kesehatan lain dalam bidang Teknik
kelaboratoriuman.

22
9. Merancang dan melaksanakan penelitian dalam bidang laboratorium kesehatan.

Kemampuan yang Harus Dimiliki Analis Kesehatan


1. Ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan fungsinya di laboratorium kesehatan.
2. Keterampilan dan pengetahuan dalam pengambilan spesimen, termasuk penyiapan
pasien (bila diperlukan), labeling, penanganan, pengawetan, atau fiksasi, pemrosesan,
penyimpanan dan pengiriman spesimen.
3. Keterampilan dalam melaksanakan prosedur laboratorium.
4. Keterampilan dalam melaksanakan metode pengujian dan pemakaian alat dengan
benar.
5. Keterampilan dalam melakukan perawatan dan pemeliharaan alat, kalibrasi dan
penanganan masalah yang berkaitan dengan uji yang dilakukan.
6. Keterampilan dalam pembuatan uji kualitas media dan reagen untuk pemeriksaan
laboratorium.
7. Pengetahuan untuk melaksanakan kebijakan pengendalian mutu dan prosedur
laboratorium.
8. Kewaspadaan terhadap faktor yang mempengaruhi hasil uji.
9. Keterampilan dalam mengakses dan menguji keabsahan hasil uji melalui evaluasi
mutu spesimen, sebelum melaporkan hasil uji.
10. Keterampilan dalam menginterpretasi hasil uji.
11. Kemampuan merencanakan kegiatan laboratorium sesuai dengan jenjangnya.

D. PANDUAN PENUGASAN KLINIS RADIOLOGI

Secara umum tugas dan tanggung jawab Radiografer, adalah :


1. Melakukan pemeriksaan pasien secara radiografi meliputi pemeriksaan untuk
radiodiagnostik dan imejing termasuk kedokteran nuklir dan ultra sonografi (USG)
2. Melakukan teknik penyinaran radiasi pada radioterapi.
3. Menjamin terlaksananya penyelenggaraan pelayanan kesehatan bidang radiologi /
radiografi sebatas kewenangan dan tanggung jawabnya.
4. Menjamin akurasi dan keamanan tindakan poteksi radiasi dalam mengoperasikan
peralatan radiologi dan atau sumber radiasi.
5. Melakukan tindakan Jaminan Mutu peralatan radiografi.

Ruang Lingkup

23
Tanggung jawab Radiografer secara umum adalah menjamin terselenggaranya pelayanan
kesehatan bidang radiologi / radiografi dengan tingkat keakurasian dan keamanan yang
memadai.

Tugas Radiografer

Didalam bidang pelayanan radiologi tugas Radiografer dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Di bidang Radiodiagnostik
Melakukan pemeriksaan secara radiografi pada organ tubuh sesuai dengan permintaan
pemeriksaan radiologi yang hasilnya digunakan untuk menegakkan diagnosa oleh dokter
spesialis radiologi. Hasil pemeriksaan radiografi ditentukan dan atau dipengaruhi oleh
faktor eksposi, teknik pemeriksaan, teknik prosesing film, kualitas cairan prosesing dan
kualitas peralatan yang digunakan. Untuk dapat menghasilkan tampilan radiografi yang
dapat dinilai maka semua faktor – faktor tersebut diatas dapat dipahami, di mengerti dan
dilakukan dengan baik dan benar oleh Radiografer.
b. Pemasangan wedge serta lain sebagainya.
Dengan demikian radiogrfer harus mampu secara professional membaca dan
menerjemahkan/meninterpretasi satus/ rekam medik terapi radiasi sehingga tidak terjadi
kesalahan teknis. Begitu pula mampu memanipulasi peralatan pesawat/sumber radiasi
yang semakin canggih, serta pemakaian alat bantu terapi radiasi dan yang terpenting
adalah merasa empati kepada pasien yang dilakukan penyinaran, sehingga dapat
memberikan informasi mengenai penyinaran yang dilakukan dan selalu bertanggung
jawab terhadap setiap besarnya dosis radiasi yang diberikan kepada pasien.
c. Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan Radiasi
Melakukan prosedur kerja dengan zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya, karena
sebagian besar radiogrfer adalah petugas proteksi radiasi ( PPR ) maka bertugas untuk
melakukan upaya tindakan proteksi radiasi dalam rangka meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja bagi pekerja radiasi, pasien dan lingkungan.
d. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Peralatan Radiologi
Mutu pelayanan kesehatan bidang radiologi tidak saja ditentukan oleh kualitas sumber
daya manusia penyelenggara pelayanan, tetapi juga sangat ditentukan oleh kualitas
sarana, prasarana dan peralatan yang digunakan, oleh sebab itu kemampuan radiografer
dalam mengelola khususnya memelihara sarana, prasarana dan peralatan radiologi dalam
batas kewenangannya sangat menentukan kualitas hasil layanan yang diberikan.
Pemeliharaan tersebut meliputi pemeliharaan kontak film screen, viewing Box, safe Light
24
untuk kerja otomatis prosesing film, kebersihan pesawat, yang semuanya tercakup dalam
upaya dan tindakan Quality Assurance radiology.
e. Pengembangan Diri
Melakukan pengembangan profesionalisme secara terus–menerus melalui pendidikan
formal dan atau non formal, pendidikan dan pelatihan ilmiah secara berkala dan
berkelanjutan sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki dan atau disiplin ilmu lainnya
yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan radiologi, seminar,
workshop dan lain sebagainya baik di dalam maupun diluar negeri.

Fungsi Radiografer

Sesuai dengan tugas serta kemampuan dan kewenangan (kompetensi) yang


dimilikinya, radiografer mempunyai fungsi yang strategis sebagai salah satu pengelola
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dibidang radiologi diantaranya adalah sebagai berikut :
a. mengerti dan memahami visi dan misi organisasi tempat kerja dan organisasi profesi serta
selalu berusaha agar visi dan misi tersebut dapat terlaksana dengan berupaya
melaksanakan tugas dengan sebaik–baiknya.
b. meningkatkan jaminan kualitas pelayanan radiologi sesuai dengan perkembangan IPTEK
dibidang kedokteran.
c. meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja bagi penyelenggara pelayanan radiologi
d. meningkatkan upaya proteksi radiasi untuk mencegah meningkatnya tingkat paparan
radiasi dalam lingkungan sehingga dapat meningkatkan keselamatan serta kesehatan
masyarakat.
e. meningkatkan teknik dan prosedur manajemen perlakuan zat radioakif dan atau sumber
radiasi lainya sehingga mampu mencegah atau mengurangi kemungkinan darurat radiasi.
f. meningkatkan pengawasan, monitoring dan evaluasi pemanfaatan zat radioaktif dan atau
sumber radiasi lainnya sehingga memungkinkan manfaat radiasi semakin besar
dibandingkan dengan resiko bahaya yang ditimbulkan.
g. meningkatkan pengawasan, monitoring dan evaluasi ketaatan pekerja radiasi terhadap
teknik dan prosedur kerja dengan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya sebagai
suatu proses, sehingga tercapai pelayanan yang tepat guna dan professional.
h. meningkatkan upaya jaminan kualitas radiologi termasuk sistem pemeliharaan sarana,
prasarana dan peralatan radiologi sebagai upaya peningkatan kualitas hasil layanan
radiologi dalam bentuk rekam medik radiologi dan Imejing.
i. meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya evaluasi pelayanan kepada
masyarakat melalui pengadaan kotak saran, angket / kuisioner dalam upaya
25
meningkatkan kualitas pelayanan radiologi dan mengukur tingkat kepuasan masyarakat
terhadap pelayanan yang dilakukan

E. DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, Irianton. 2009. Manajemen Penyelenggaraan Makanan&Asuhan Gizi. CEBios.


Yogyakarta
Azizah, H. (2010). Peluang Penerapan PP 51 tahun 2009 terkait Titik Impas: Studi kasus di
Apotek Farma Nusantara dan Kimia Farma 27 Medan. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara. Medan
Bakri, Bachyar dan Annasari M. 2010. Etika dan Profesi Gizi. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Corwin, Elizabeth J, 2000, Patofisiologi, Alih Bahasa : Brahm U, Penerbit Buku Kedokteran :
EGC, Jakarta.
Depkes RI. 2003. Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis. Jakarta
Depkes RI. 2008. Standar Profesi Gizi. Kepmenkes RI No:374/MENKES/SKIII/2007. Jakarta
Ginting, A. (2008). Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek di kota Medan
tahun 2008. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan.
Menteri Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.Universitas Sumatera Utara
Gandjar, Indrawati, Wellyzar Sjamsuridzal, Ariyanti Oetari. Mikologi : Dasar dan Terapan.
Yayasan Obor Indonesia : Jakarta, 2006.
Rasad, S. 2000. Radiologi Diagnostik. FKUI. Jakarta.
Soemarno. Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Klinik. AAK Yogyakarta : Yogyakarta, 2003.
Susanto, Inge, et al., Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit FKUI : Jakarta,
2009.
Rasad, S. 2000. Radiologi Diagnostik. FKUI. Jakarta.
.

Direktur,
Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”,

Dr. Supriyono, Sp.OG (K) Onk

26

Anda mungkin juga menyukai