KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK “PONDOK TJANDRA”
NOMOR: 152/SK/RSIA-PT/VI/2014
TENTANG
Menimbang :
a. bahwa partisipasi staf perawat untuk peningkatan mutu merupakan upaya efisien di
Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”;
b. bahwa partisipasi staf perawat untuk peningkatan mutu terlaksana dengan baik, perlu
kebijakan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”, sebagai dasar
partisipasi staf perawat untuk peningkatan mutu;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b, perlu
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”.
Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2009, tentang Praktek
Kedokteran.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009, tentang Rumah Sakit.
3. Kepmenkes Nomor: 81/MENKES/SK/I/2004, tentang Pedoman Penyusunan
Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
4. Kepmenkes Nomor: 369//MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Bidan
5. Kepmenkes Nomor: 370//MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Ahli
Teknologi Laboratorium Kesehatan
6. Kepmenkes Nomor: 374//MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Gizi
7. Kepmenkes Nomor: 375//MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Radiografer
3
8. Permenkes Nomor: 1796/MENKES/Per/VIII/2011, tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan
9. Permenkes Nomor: 1438/MENKES/Per/IX/2010, tentang Standar Pelayanan
Kedokteran
10. Keputusan Nomor: SK 002/RSBPT/IX/2013, Tahun 2013 tentang Struktur Organisasi
Rumah Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”.
11. Keputusan Nomor: SK 001/YHB/VIII/2012 tentang Penetapan Direktur Rumah Sakit
Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Sidoarjo
Pada tanggal : 09 Juni 2014
Direktur,
Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”,
4
Lampiran
Keputusan Direktur RSIA “Pondok Tjandra”
Nomor : 152/SK/RSIA-PT/VI/2014
Tanggal : 09 Juni 2014
KEBIJAKAN UMUM
1. Rumah sakit mempunyai standar prosedur staf keperawatan berpartisipasi dalam kegiatan
peningkatan mutu rumah sakit, termasuk mengevaluasi kinerja individu, bila dibutuhkan.
2. Tugas klinis penting staf keperawatan mengharuskan mereka untuk secara aktif
berpartisipasi dalam program peningkatan mutu klinis rumah sakit.
3. Bila, pada setiap titik dalam pengukuran, evaluasi, dan peningkatan mutu klinis, kinerja
staf keperawatan dipertanyakan, rumah sakit mempunyai proses untuk mengevaluasi
kinerja individu.
4. Hasil review, tindakan yang diambil dan setiap dampak atas tanggung jawab pekerjaan
didokumentasikan dalam file kredensial perawat tersebut atau file lainnya.
KEBIJAKAN KHUSUS
1. Staf keperawatan berpartisipasi dalam kegiatan peningkatan mutu rumah sakit. (lihat juga
PMKP.1.1, EP 1)
2. Kinerja masing-masing anggota staf keperawatan direview bila ada indikasi akibat
temuan pada kegiatan peningkatan mutu.
3. Informasi yang tepat dari proses review tersebut didokumentasikan dalam file kredensial
perawat tersebut atau file lainnya.
Direktur,
Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”,
Instalasi terkait : Semua unit pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak
Pondok Tjandra
9
KPS – 14.c
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK “PONDOK TJANDRA”
NOMOR: 154/SK/RSIA-PT/VI/2014
TENTANG
Menimbang :
d. bahwa panduan partisipasi staf perawat untuk peningkatan mutu merupakan upaya
efisien di Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”;
e. bahwa panduan partisipasi staf perawat untuk peningkatan mutu terlaksana dengan
baik, perlu kebijakan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”, sebagai
dasar partisipasi staf perawat untuk peningkatan mutu;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b, perlu
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”.
Mengingat :
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2009, tentang Praktek
Kedokteran.
13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009, tentang Rumah Sakit.
14. Kepmenkes Nomor: 81/MENKES/SK/I/2004, tentang Pedoman Penyusunan
Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
15. Kepmenkes Nomor: 369//MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Bidan
16. Kepmenkes Nomor: 370//MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Ahli
Teknologi Laboratorium Kesehatan
17. Kepmenkes Nomor: 374//MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Gizi
11
18. Kepmenkes Nomor: 375//MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Radiografer
19. Permenkes Nomor: 1796/MENKES/Per/VIII/2011, tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan
20. Permenkes Nomor: 1438/MENKES/Per/IX/2010, tentang Standar Pelayanan
Kedokteran
21. Keputusan Nomor: SK 002/RSBPT/IX/2013, Tahun 2013 tentang Struktur Organisasi
Rumah Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”.
22. Keputusan Nomor: SK 001/YHB/VIII/2012 tentang Penetapan Direktur Rumah Sakit
Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Sidoarjo
Pada tanggal : 09 Juni 2014
Direktur,
Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”,
12
Lampiran
Keputusan Direktur RSIA “Pondok Tjandra”
Nomor : 154/SK/RSIA-PT/VI/2014
Tanggal : 09 Juni 2014
A. PENDAHULUAN
Pengertian sehat yang dianut saat ini adalah luas dan komplek. Secara internasional,
sebagaimana yang telah dirumuskan oleh WHO (1947), sehat diartikan sebagai suatu keadaan
sejahtera sempurna dari fisik, mental dan sosial yang tidak terbatas hanya pada bebas dari
penyakit atau kelemahan saja. Khusus untuk Indonesia, seperti yang tercantum dalam UU No
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yang dimaksud dengan sehat adalah suatu keadaan
sejahtera sempurna dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi.
Mewujudkan keadaan sehat diperlukan pelbagai upaya dan peranserta banyak pihak.
Tidak hanya peranserta dari petugas kesehatan, tetapi juga dari pelbagai petugas lainnya di
luar bidang kesehatan. Bahkan untuk hasil optimal, perlu upaya dan peranserta dari yang
bersangkutan sendiri. Terwujudnya keadaan sehat memang merupakan resultante dari banyak
upaya dan peranserta.
Mengabaikan peranserta pihak lain diluar bidang kesehatan (health related activities),
khusus upaya dan peranserta dari petugas kesehatan, adanya kerjasama yang baik antar
pelbagai katagori petugas kesehatan merupakan keharusan. Pada saat ini, sejalan
perkembangan kebutuhan dan tuntutan kesehatan masyarakat, serta perkembangan disiplin
ilmu kesehatan, salah satu yang dinilai berperanan penting adalah perawat profesional.
B. PERAWAT PROFESIONAL
C. SISTEM KESEHATAN
Menurut WHO (1984), yang dimaksud dengan sistem kesehatan (health system)
adalah kumpulan dari pelbagai faktor yang komplek dan saling berhubungan yang terdapat
dalam suatu negara, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan
14
perseorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan.
Sedangkan untuk Indonesia, seperti yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (1982),
yang dimaksud dengan sistem kesehatan (nasional) adalah suatu tatanan yang mencerminkan
upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan meningkatkan derajat kesehatan
yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam
Pembukaan UU dasar 1945.
Sistem kesehatan terdiri dari banyak sub-sistem. Jika disederhanakan dapat dibedakan
atas dua macam yakni (Azwar, 1996):
1. Sub-sistem pelayanan kesehatan, yakni yang menunjuk pada jenis, bentuk dan
pengorganisasian pelayanan kesehatan.
2. Sub-sistem pembiayaan kesehatan, yakni yang menunjuk pada jenis, mekanisme dan
pengorganisasian pembiayaan kesehatan.
Suatu sistem kesehatan disebut baik, apabila kedua sub-sistem ini, yakni sub-sistem
pelayanan kesehatan serta sub-sistem pembiayaan kesehatan, berada dalam keadaan yang baik
pula.
Syarat sub-sistem pelayanan kesehatan dan sub-sistem pembiayaan kesehatan yang
baik banyak macamnya. Untuk sub-sistem pelayanan kesehatan, syarat yang dimaksud
dibedakan atas delapan macam, yakni tersedia (available), menyeluruh (comprehensive),
terpadu (integrated), berkesinambungan (countinue), wajar (appropriate), dapat diterima
(acceptable), tercapai (accesible), serta bermutu (quality) (Somers and Somers, 1970; Levey
and Loomba, 1973). Sedangkan untuk sub-sistem pembiayaan, dibedakan atas empat macam
yakni tersedia (available), terjangkau (affordable), efektif (effective) dan efisien (efficient)
(Sorkin, 1975; Feldstein; 1988)
Untuk tersedia dan terselenggaranya sistem kesehatan baik, pelbagai petugas
kesehatan, termasuk perawat profesional, berkewajiban menjaga serta memenuhi semua
persyaratan sub-sistem pelayanan kesehatan serta persyaratan sub-sistem pembiayaan
kesehatan yang baik tersebut.
15
pelayanan kesehatan (health cost) sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat (ability to
pay).
Di sinilah letak masalahnya, karena dalam praktek sehari-hari menyelenggarakan
pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan, yang sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan kesehatan masyarakat, tidaklah mudah. Hal yang sama ditemukan pula pada biaya
kesehatan. Tidak mengherankan jika pada saat ini banyak ditemukan keluhan masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan dan/atau pelayanan keperawatan di Indonesia.
Untuk dapat terselenggaranya sistem kesehatan yang baik, yang perawat profesional
serta pelayanan keperawatan merupakan salah satu dari kunci pokoknya, semua elemen peran
perawat profesional, sebagaimana yang dikemukakan oleh Doheny, Cook dan Stopper (1982),
yakni (1) pemberiasuhan keperawatan, (2) advokat, (3) konselor, (4) pendidik, (5)
koordinator, (6) kolaborator, (7) konsultan, serta (8) pembawa perubahan, harus dapat
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tentu saja aplikasinya tidak terbatas hanya pada waktu
berhadapan dengan klien dikamar praktek saja (sehat atau sakit), tetapi yang terpenting lagi
adalah pada waktu menyelenggarakan sub-sistem pelayanan kesehatan serta sub-sistem
pembiayaan kesehatan secara keseluruhan.
Untuk terselenggaranya sub-sistem pelayanan kesehatan yang baik, kedelapan elemen
peran perawat profesional sebagaimana dikemukakan diatas, harus dapat diarahkan
sedemikian rupa sehingga pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang dalam hal ini
adalah pelayanan keperawatan, dapat memenuhi kedelapan syarat sub-sistem pelayanan
kesehatan yang baik, yakni tersedia (available), menyeluruh (comprehensive), terpadu
(integrated), berkesinambungan (countinue), wajar (appropriate), dapat diterima (acceptable),
tercapai (accesible), serta bermutu (quality)
Hal yang sama juga berlaku pula untuk sub-sistem pembiayaan kesehatan. Untuk
terselenggaranya sub-sistem pembiayaan kesehatan yang baik, kedelapan elemen peran
perawat profesional sebagaimana dikemukakan diatas, harus dapat diarahkan pula sedemikian
rupa sehingga biaya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang dalam hal ini adalah
biaya pelayanan keperawatan, dapat memenuhi keempat syarat sub-sistem pembiayaan
kesehatan yang baik, yakni tersedia (available), terjangkau (affordable), efektif (effective) dan
efisien (efficient). Secara singkat peran perawat profesional dalam sistem kesehatan dapat
digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
Jika diperhatikan sistem kesehatan sebagaimana yang ditemukan di Indonesia saat ini,
secara jujur haruslah diakui bahwa peran perawat profesional dalam turut menyempurnakan
sub-sistem pelayanan kesehatan dan sub-sistem pembiayaaan kesehatan belumlah begitu
menggembirakan. Penerapan peran perawat profesional dalam sistem kesehatan masih
16
terbatas hanya pada waktu berhadapan dengan klien saja. Inipun masih dalam lingkup
bangsal-bangsal rumah sakit.
Banyak faktor yang berperan sebagai penyebab masih rendahnya peran perawat
tersebut. Beberapa diantaranya yang dipandang penting adalah:
Untuk Indonesia pengakuan tersebut baru terjadi pada tahun 1985, yakni ketika Program
Studi Ilmu Keperawatan untuk pertama kali dibuka di Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Padahal di banyak negara maju pengakuan body of knowledge tersebut telah lama
ditemukan. Setidak-tidaknya sejak tahun 1869, yakni ketika Florence Nightingale untuk
pertama kali memperkenalkan teori keperawatan yang menekankan pentingnya faktor
lingkungan. Dalam keadaan ini tidak mengherankan jika peran perawat dalam sistem
kesehatan tampak belum menonjol.
Benar bahwa untuk Indonesia pendidikan keperawatan dalam bentuk Sekolah Perawat
Kesehatan dan/ataupun Akademi Perawat telah lama dikenal. Tetapi pendidikan keperawatan
yang selama ini dilakukan tidak didasarkan pada body of knowledge profesi keperawatan.
Pendidikan keperawatan yang dilaksanakan pada waktu itu, karena desakan kebutuhan akan
tenaga medis, ternyata lebih diarahkan pada pendidikan asisten dokter. Dalam keadaan ini
tidak mengherankan jika peran perawat dalam sistem kesehatan tampak belum optimal.
Jika ditinjau pelbagai masalah profesi keperawatan yang ditemukan pada saat ini, terlambatnya
mengembangkan sistem pelayanan keperawatan dipandang merupakan masalah yang amat
pokok. Karena sampai saat ini harus diakui, kejelasan pelayanan keperawatan memang belum
dimiliki. Tidak hanya yang menyangkut bentuk praktek keperawatan, tetapi juga kewenangan
para penyelenggaranya. Akibatnya tidak mengherankan jika sampai saat ini, peran perawat
profesional dalam sistem kesehatan tampak belum begitu berarti.
Menjadari rendahnya peran perawat dalam sistem kesehatan akan berdampak negatif
tidak hanya bagi peningkatan mutu pelayanan keperawatan, tetapi juga bagi tercapainya
tujuan sistem kesehatan secara keseluruhan, maka pelbagai upaya untuk meningkatkan peran
17
tersebut harus dapat dilakukan. Untuk ini ada beberapa saran yang dapat diajukan. Untuk
tingkat nasional saran yang dimaksud adalah:
Pada saat ini pelbagai upaya untuk lebih mengembangkan pendidikan keperawatan
profesional memang sedang dilakukan. Untuk lebih meningkatkan mutu lulusan pendidikan
keperawatan, sedang diupayakan mengkonversi Sekolah Perawat Kesehatan menjadi
Akademi Perawat. Kecuali itu sedang diupayakan pula peningkatan mutu pendidikan
Akademi Perawat. Untuk ini, pemerintah telah menetapkan peraturan yang mewajibkan setiap
Akademi Perawat mempunyai sekurang-kurangnya enam staf pengajar dengan latar belakang
pendidikan Sarjana Keperawatan. Disamping itu, dalam rangka menambah jumlah lulusan
perawat profesional tingkat sarjana, sedang dilakukan pula upaya untuk menambah jumlah
Fakultas Ilmu Keperawatan. Diharapkan pada tahun akademik 1998/1999 yang akan datang
telah dapat didirikan sekurang-kurangnya enam sampai tujuh Fakultas Ilmu Keperawatan
yang baru
Selanjutnya, untuk lebih menyempurnakan jenjang pendidikan S-1, sedang dilakukan pula
penyempurnaan dan pengembangan sistem pendidikan yang selama ini dilaksanakan. Dalam
waktu dekat pendidikan S-1 keperawatan akan dilaksakan dalam dua tahap. Pertama, tahap
pendidikan akademik yang ditempuh selama empat tahun. Lulusan program pendidikan
akademik ini akan memperoleh gelar akademik SARJANA KEPERAWATAN (SKp). Kedua,
tahap pendidikan profesi yang akan ditempuh selama satu tahun. Lulusan program pendidikan
profesi ini akan mendapat sebutan profesi NERS. Untuk terselenggaranya pendidikan profesi
tersebut, program pendidikan magang (mastery learning), yang pelaksanaannya dilakukan
secara rotasi menurut percabangan ilmu keperawatan klinik, akan segera dilaksanakan.
Untuk hasil yang optimal dari kedua tahap pendidikan ini, sedang disusun pula rencana
pengembangan program pendidikan pascasarjana keperawatan. Untuk menjamin
perkembangan ilmu keperawatan, akan segera dibuka program pendidikan magister dan
doktor ilmu keperawatan. Sedangkan untuk menjamin terpenuhinya tenaga perawat
profesional yang lebih spesialistik, akan segera dibuka program pendidikan spesialisasi 1 dan
spesialis 2 keperawatan.
Pada saat ini upaya lebih memantapkan sistem pelayanan keperawatan profesional
sedang dilakukan. Untuk itu Departemen Kesehatan RI, dengan bantuan Bank Dunia, sedang
menyusun pelbagai ketentuan tentang registrasi, lisensi, serta sertifikasi praktek keperawatan.
18
Bersamaan dengan itu, Konsorsium Ilmu-Ilmu Kesehatan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI, dengan bantuan BAPPENAS, juga sedang mengkaji pelbagai model praktek
keperawatan. Dalam kaitan lebih memantapkan sistem pelayanan keperawatan profesional ini,
maka uji coba pelbagai model praktek keperawatan yang telah berhasil didentifikasi harus
dapat segera dilaksanakan. Disamping dipandang perlu pula untuk segera menyusun pelbagai
standar pelayanan keperawatan.
Jika pendidikan tenaga perawat yang saat dimiliki baru sampai pada tingkat Sekolah
Perawat Kesehatan dianjurkan untuk lebih ditingkatkan menjadi tingkat Akademi Perawat.
Sedangkan jika pendidikan tersebut telah sampai tingkat Akademi Perawat dianjurkan untuk
dapat lebih ditingkatkan menjadi tingkat Universitas.
19
Untuk lebih meningkatkan peran perawat dalam sistem kesehatan, dipandang perlu
pula untuk segera mengembangkan sistem pengembangan karier tenaga keperawatan.
Pelbagai jenjang jabatan struktural keperawatan di rumah sakit harus segera dapat diciptakan.
4. Mengembangkan sistem imbal jasa pelayanan keperawatan di RSIA “Pondok Tjandra”
Keperawatan bisa dikatakan sebagai sebagai sebuah profesi karena memiliki beberapa
hal. sebagai berikut :
1. Landasan ilmu pengetahuan yang jelas (Scientific Nursing).
Landasan ilmu pengetahuan keperawatan yang dimaksud itu adalah diantaranya
cabang ilmu keperawatan klinik, ilmu keperawatan dasar, cabang ilmu keperawatan
komunitas , cabang ilmu penunjang.
2. Mempunyai kode etik profesi.
Satu hal bahwa keperawatan adalah profesi salah satunya mempunyai kode etik
keperawatan. Kode etik keperawatan pada tiap negara berbeda-beda akan tetapi pada
prinsipnya adalah sama yaitu berlandaskan etika keperawatan yang dimilikinya, dan di
negara Indonesia memiliki kode etik keperawatan yang telah ditetapkan pada
musyawarah nasional dengan nama kode etik keperawatan Indonesia.
3. Pendidikan berbasis keahlian pada jenjang pendidikan tinggi.
Perawat sebagai profesi karena Di Indonesia berbagai jenjang pendidikan
keperawatan telah dikembangkan dengan mempunyai standar kompetensi yang
berbeda-beda mulai dari jenjang D III Keperawatan sampai dengan S3 akan
dikembangkan.
20
4. Memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui praktik dalam bidang profesi.
Keperawatan dikembangkan sebagai bagian integral dari Sistem Kesehatan Nasional.
Oleh karena itu sistem pemberian asuhan keperawatan (askep) dikembangkan sebagai
bagian integral dari sistem pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang
terdapat di setiap tatanan pelayanan kesehatan. Pelayanan / askep yang dikembangkan
bersifat humanistik/menyeluruh didasarkan pada kebutuhan klien, berpedoman pada
standar asuhan keperawatan dan etika keperawatan.
5. Mempunyai perhimpunan Organisasi Profesi.
Perawat dikatakan sebagai profesi karena keperawatan memiliki organisasi profesi
sendiri yaitu PPNI. Profesi perawat diakui karena memang keperawatan harus
memiliki organisasi profesi yakni yang disebut dengan PPNI. organisasi profesi ini
sangat menentukan keberhasilan dalam upaya pengembangan citra keperawatan
sebagai profesi serta mampu berperan aktif dalam upaya membangun keperawatan
profesional dan berada di garda depan dalam inovasi keperawatan di Indonesia.
6. Pemberlakuan Kode etik keperawatan.
Profesi perawat dikatakan sebagai sebuah profesi karena dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan, perawat profesional selalu menunjukkan sikap dan tingkah laku
profesional keperawatan sesuai kode etik keperawatan.
7. Otonomi.
Keperawatan memiliki kemandirian, wewenang, dan tanggung jawab untuk mengatur
kehidupan profesi, mencakup otonomi dalam memberikan askep dan menetapkan
standar asuhan keperawatan melalui proses keperawatan, penyelenggaraan pendidikan,
riset keperawatan dan praktik keperawatan dalam bentuk legislasi keperawatan
(KepMenKes No.1239 Tahun 2001)
F. PENUTUP
Pada saat ini sebagai pengaruh pelbagai faktor, antara lain keterlambatan pengakuan
body of knowledge profesi keperawatan, keterlambatan mengembangkan pendidikan
keperawatan profesional, serta keterlambatan mengembangkan sistem pelayanan keperawatan
profesional, menyebabkan peran perawat dalam sistem kesehatan di Indonesia tampak masih
jauh dari memuaskan.
Menyadari peningkatan peran perawat dalam sistem kesehatan adalah penting, maka
pelbagai upaya untuk meningkatkan peran tersebut harus dapat dilakukan. Untuk ini banyak
saran yang dapat diajukan. Untuk tingkat nasional saran yang dimaksud adalah segera lebih
21
mengembangkan pendidikan keperawatan profesional, menantapkan sistem pelayanan
keperawatan profesional, serta menyempurnakan organisasi profesi keperawatan.
Sedangkan untuk tingkat institusi pelayanan, khususnya di RSIA “Pondok Tjandra”,
saran yang dimaksud adalah segera meningkatkan kemampuan profesional tenaga
perawat/bidan, menyempurnakan sistem pelayanan keperawatan/kebidanan, mengembangkan
sistem pengembangan karier, serta mengembangkan sistem imbal jasa yang layak, sehingga
upaya peningkatan pelayanan yang bermutu di RSIA “Pondok Tjandra”menjadi hal yang
nyata.
G. DAFTAR PUSTAKA
Direktur,
Rumah Sakit Ibu dan Anak “Pondok Tjandra”,
22