Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PEMBAHASAN

A. Defenisi
Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis yang timbul akibat invasi
mikroorganisme ke dalam aliran darah yang terjadi dalam satu bulan pertama
kehidupan. Sepsis neonatorum dibedakan menjadi sepsis neonatorum onset dini
(SNOD) dan sepsis neonatorum onset lanjut (SNOL). (Mansur, dkk 2013)
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala
sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat
berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang
memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari.
(Surasmi, 2003)
Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat
infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa
dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007)
Sepsis neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28 hari pertama
setelah kelahiran. (Mochtar, 2005).
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama
empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500
atau 1 dalam 600 kelahiran hidup.

B. Etiologi
a. Mikroorganisme pathogen seperti streptococcus grup B, klebsiela enterococcus,
hemofilus influenza, stafilococcus pneumonia
b. Hambatan penarikan plasenta pada bayi yang premature
c. Kontak langsung selama kelahiran melalui jalan lahir
d. Kontaminasi dengan bayi lain, personal, objek dan lingkungan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal
dari empat kelompok, yaitu :
1. Factor maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi renduh mungkin nutrisinya
buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam
lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari dan umur ibu
(kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun)
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KDP)
e. Prosedut selama persalinan

2. Factor neonatal
a. Prematurius (berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor
resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan
lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui
plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah
lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan
hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan
kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik.
khususnya terhadap streptokokus atau Hacmophilus influenza. IgG dan
IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali
pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat,
dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap
lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi
total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin, mayebabkan
sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki-laki empat
kali lebih besar dari pada bayi perempuan.

3. Faktor diluar ibu dan neonatal


a. Penggunaan kateter vena arteri maupun kateter nutrisi parenteral
merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka, Bayi
juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan
resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik
spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga
menyebabkan resisten berlipat ganda.
c. Kadang-kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling
sering akibat kontak tangan
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus danE.colli ditemukan
dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya
didominasi oleh e, colli

4. Faktor predisposisi
Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun
bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan
terjadinya sepsis. Faktor tersebut adalah :
a. Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan
b. Ibu menderita eklampsia, diabetes mellitus
c. Perawatan antenatal yang tidak memadai
d. Pertolongan persalina yang tidak higiene, partus lama, partus dengan
tindakan
e. Kelahiran kurang bulan, BBLR, dan cacat bawaan.
f. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada ixonatus,
g. Tidak menerapakan rawat gabung
h. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak
i. Ketuban pecah dini

C. Patofisiologi
Hambatan penarikan plasenta pada bayi yang premature menyebabkan bayi mudah
terserang virus, bakteri, jamur dan infeksi parasit. Normalnya substansi immune,
utamanya lg G didapatkan dari system maternal dan dibawa kejaringan fetal selama
gestasi pada minggu terakhir untuk memberikan imunitas pasif bagi bayi baru lahir
terhadap agen infeksi. Mekanisme pertahanan neonatus selanjutnya menghambat
complement yang lebih rendah, disfungsi monosit dan sirkulasi monosit dan leukosit
menurun jumlah dan fungsinya tidak efesien.
Sepsis pada periode neonatal dapat diperoleh pada masi melalui plasentu yang
berasal dari aliran darah maternal dan selama ingesti atau aspirasi yang dipengaruhi
oleh cairan amnion. Pada waktu lahir, infeksi dapat terjadi dan kontak langsung
dengan jaringan maternal selama perjalanan kelahiran. Agent infeksi umumnya E. coli
yang mungkin terdapat dalam vagina yang berasal dari kontaminasi fekal. Candida
albicans, virus herpeks, streptococcus hemolitik adalah mikroorganisme lain yang
dapat menyebabkan infeksi pada neonatus yang mendiami vagina
Bayi berisiko infeksi terhadap dirinya sendiri karer dekatnya umbilical ke
perineum. Invasi bakteri dapat terjadi melalui tempat ujung umbilical misalnya kulit,
membrane mukosa dan lain-lain Infeksi post natal diperoleh dari kontaminasi yang
berasal dari bayi lain, personal atau objek dalam lingkungan. Mesin suction, sebagian
besar alat respirasi atau indwelling vena dan kateter arteri. Mikroorganisme dapat
ditransmisi secara personal dari organ ke orang lain dengan kebersihan tangan yang
buruk.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara yaitu :
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus
masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin.
Penyebab infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta antara lain:virus
rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui
jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks
naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis,
selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada
saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui
kulit bayi atau port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi
oleh kuman (misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea),
c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi
akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-
alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman
atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi. dapat menyebabkan
terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka umbilikus.
(Surasmi, 2003)

D. Tanda dan gejala


a. Hipotermia atau hipertermia, tampak tidak sehat, malas minum, letargi (keadaan
kesedaran menurun seperti tidur)
b. Distensi abdomen, anorexia, muntah, diare dan hepatomegali ,
c. Apnu, dispnu, takipnu, retraksi dinding dada, napas cuping hidung merintih dan
cianosis
d. Pucat, kulit lembab, hipotensi, tachicardi atau bradicardi
e. Icterus, splenomegali, peteki dan purpura

E. Klasifikasi
Berdasarkan umur dan onset waktu timbulnya gejala-gejala, sepsis neonatorum dibagi
menjadi dua:
1. Early onset sepsis neonatal/sepsis awitan awal dengan ciri-ciri:
a. Umur saat onset - mulai lahir sampai 7 hari
b. Penyebab - organisme dari saluran genital ibu.
c. Organisme - grup B Streptococcus, Escherichia coli, Listeria nontypik,
Haemophilus influezae dan enterococcus.
d. Klinis → melibatkan multisistem organ (resiko tinggi terjadi pneumoni)
e. Mortalitas mortalitas tinggi (15-45%).
2. Lato onset sepsis neonatal / sepsis awitan lanjut dengan ciri-ciri:
a. Umur saat onset - 7 hari sampai 30 hari.
b. Penyebab selain dari saluran genital ibu atau peralatan.
c. Organisme → Staphylococcus coagulase-negatif. Staphylococcus aureus,
Pseudomonas, Grup B Streptococcus, Escherichia coli, dan Listeria
d. Klinis - biasanya melibatkan organ lokal fokal (resiko tinggi terjadi
meningitis)
e. Mortalitas → mortalitas rendah ( 10-20%).
F. Pemeriksaan penunjang
Bila sindrom klinis mengarah kesepsis perlu dilakukan evaluasi sepsis secara
menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, lumbal, analisis dan kultur urin serta foto
dada.
Diagnosis sepsis ditegakkan dengan dengan ditemukannya kuman pada biakan
darah. Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan neutropenia (penurunan sel
darah putih neutropil). Adanya peningkatan C-reaktif protein memperkuat dugaan
sepsis.
a) Pemeriksaan darah rutin (hb, leuko, trombosit, CT, BT, LED, SGOT, SGPT)
b) Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab
c) Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi
dapat Mendeteksi organisme.
d) DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan
peningkatan Neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
e) Laju rendah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan
adanya perubahan inflamasi.
f) Pemeriksaan laboratorium pada bayi-bayi sepsis sebagai berikut :
a. Skrining sepsis yang rutin
1. Hitung jenis darah lengkap
2. Kultur darah
3. Apusan bahan dari bagian yang mengalami inflamasi.
4. Apusan dari telinga dan tenggorokan (pada early-onset infeksi).
5. Urine secara mikroskopis dan kultur
6. Rontgen thoraks.
7. C-reaktif protein
b. Tes rutin tambahan dari indikasi klinis yang didapatkan
1. Lumbal pungsi.
2. Kultur dan gram dari aspirasi lambung.
3. Kultur dan gram dari apusan vagina yang lebih tinggi dari ibu.
4. Kultur dari endotrakeal tube atau aspirasi dari trakeal
5. Kultur dari drainase dada.
6. Kultur dari kateter vaskular.
7. Kultur darah kwantitatif atau kultur darah multipel.
8. IgG konsentrasi serial untuk spesifik organisme.
9. IgM konsentrasi untuk organisme spesifik.
10. Buffy coat secara mikroskopik.
c. Tes tidak rutin atau tes baru
1. Lateks aglutinasites
2. Serum interleukin dan TNFa.
3. Immunoelektroforesis.
4. Acridin orange leukosit cystopin test
d. Komponen dari skrining sepsis adalah :
1. C-Reaktive Protein >10 mg L.
Sensitivitas tes ini: 47-100,
Spesifik: 83-94 2)
2. Total Leucocyte Count (TLC) 5.000.>15.000
Sensitivitas tes ini: 17-89.
Spesifik: 81-98

3. Absolute Neutrophil Count (ANC)


Sensitivitas tes ini: 38-96,
Spesifik: 61-92.
4. Immature Total Ratio (ITR) >20
Sensitivitas tes ini: 90-100.
Spesifik: 50-78.
5. Micro-ESR (MESR) > umur dalam hari+ 3 mm.
Sensitivitas: 27-50,
Spesifik: 83-99

G. Komplikasi
a. Meningitis
b. Henti jantung
c. Henti Napas
H. Penatalaksanaan
a. Supportif
1) Monitoring cairan, elektrolit dan glukosa. Bila terjadi SIADH (Sindrom of
In Appronate Anti Diuretik Hormon) maka perlu dilakaukan pembatasan
cairan
2) Awasi adanya hiperbilirubinemia, lakukan transfusi tukar bila perlu
3) Pertimbangkan pemberian nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat
menerima nutrisi enteral

b. Kausatif

1) Antibiotika diberikan sebelum kuman penyebab ditemukan. Biasanya dengan


pemberian ampicillin atau gentamisin selama 7 - 10 hari dan sering kali
diberikan melalui IVFD
2) Terapi oksigen untuk mengatasi distress pernapasan dan cianosis 3) Transfusi
yang baru dengan leukosit polimorfonuklear dari donor adult

I. Pencegahan
a. Dari Ibu.
Grup B Streptococcus merupakan penyebab terberat sebagai patogen terbanyak
pada akhir tahun 1960an dan biasanya sebagai penyebab dari carly-onset sepsis.
Sepuluh sampai 30 wanita hamil dengan kolonisasi Grup B Streptococcus dalam
vagina atau daerah rektum. Dua pendekatan utama : prenatal skrining (semua
wanita hamil di skrining untuk deteksi infeksi Grup B Streptococcus pada 35-37
minggu kehamilan dan dilakukan pengobatan untuk kulturnya yang positif) dan
identifikasi dari wanita beresiko tinggi serta mengobati sebelum terjadinya
persalinan.
b. Dari Neonatus
Pemberian antibiotik profilaksis untuk bayi-bayi asimtomatis yang diduga
beresiko tinggi terjadi sepsis oleh Grup B Streptococcus masih kontroversial.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian penisilin pada semua bayi
atau bayi 2.000>
J. Pengobatan
Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh
dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk
kebutuhan nutrisi. Menurut Yu Victor Y. H dan Hans E. Monintja pemberian
antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan
mikrobiologi, murah, dan mudah diperoleh tidak toksik, dapat menembus sawar darah
otak atau dinding kapiler dalam otak yang memisahkan darah dari jaringan otak dan
dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan
gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin atau obat
lain sesuai hasil tes resistensi.
Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum : Ampisislin 200 mg/kgBB/hari, dibagi 3
atau 4 kali pemberian; Gentamisin 5 mg kg BB/hari, dibagi dalam 2 pemberian:
Kloramfenikol 25 mg/kg BB hari, dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian Sefalosporin
100 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian:Eritromisin500 mg/kgBB/hari,
dibagi dalam 3 dosis. (surasmi 2003)
KONSEP KEPERAWATAN

1. Data Dasar Pengkajian Pasien


a. Aktifitas Istirahat : Malaise
b. Sirkulasi : Tekanan darah normal/sedikit dibawa jangkauan normal
(selama hasil curah jantung tetap meningkat), Denyut perifer kuat, cepat,
tachycardia ekstrim (syok). Suara jantung disritmia, Kulit hangat kering,
pucat, lembab, burik (vasokonstriksi) atau barcahaya (vasodilatasi)
c. Eliminasi: Diare
d. Makanan & Cairan : Anorexia, mual dan muntah, penurunan bebrat badan.
penurunan otot. penurunan haluaran. konsentasi urn: perkembangan kearah
oliguria dan anuria massa
e. Neurosensori: Gelisah, penurunan tingkat kesdaran
f. Ketidaknyamanan: Kejang abdominal, urtikaria
g. Pernapasan : Takipnu dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu
umumnya meningkat. (37,95° C atau lebih), menggigil

2. Prioritas Keperawatan
a. Menghilangkan infeksi
b. Mendukung perfusi jaringan volume sirkulasi
c. Mencegah komplikasi
d. Memberikan informasi mengenai proses penyakitnya, prognosa dan
kebutuhan pengobatan

3. Tujuan pemulangan
a. Infeksi teratasi
b. Homeostasis dapat dipertahankan
c. Komplikasi dicegah minimal
d. Proses penyakit, prognosis dan aturan terapeutik dipahami
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermia

Diagnosa keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan kriteria Intervensi
Hasil
Hipetermia NOC : NIC:
Berhubungan dengan : Setelah dilakukan  Monitor suhu sesering mungkin
tindakan keperawatan  Monitor warna dan suhu kulit
- Penyakit / trauma selama......  Monitor tekanan darah,nadi,dan RR
- Peningkatan pasien menunjukkan:  Monitor penurunan tingkat kesadaran
metabolism suhu tubuh dalam batas
 Monitor WBC,Hb,dan Hct
- Aktivitas yang normal dengan kriteria
 Monitor intake dan output
berlebih hasil :
 Berikan anti piretik :
- Dehidrasi - Suhu 36-37C
 Kelola antibiotik
- Nadi dan RR
DO/DS :  Slimuti pasien
dalam rentang
- Kenaikan suhu  Berikan cairan intravena kompres
normal
tubuh diatas pasien pada lipatan paha dan aksila
- Tidak ada
rentang normal  Tingkatkan sirkulasi udara
perubahan warna
- Serangan atau kulit dan tidak  Tingkatkan intake cairam dan nutrisi
konvulsi (kejang) ada  Monitor TD,nadi,suhu,dan RR
- Kulit kemerahan pusing,merasa  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Pertambahan RR nyaman  Monitor hidrasi seperti turgor
- Takikardi kulit,kelembapan membran mukosa.
- Kulit teraba
panas/hangat
2. Resiko Tinggi Infeksi

Diagnosa keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan kriteria Hasil Intervensi
Risiko infeksi NOC : NIC:
Setelah dilakukan  Pertahankan teknik aseptit
Factor- factor resiko : tindakan keperawatan  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur infasif selama......  Cuci tangan setiap sebelum dan
- Malnutrisi pasien tidak mengalami sesudah tindakan keperawatan
- Peningkatan infeksi dengan kriteria  Gunakan baju,sarug tangan
paparan hasil : sebagai alat pelindung
Lingkungan - Klien bebas dari  Ganti letak IV perifer dan dressing
pathogen tanda dan gejala sesuai dengan petunjuk umum
- Imonusupresi infeksi
 Gunakan kateter intermiten untuk
- Tidak adekuat - Menunjukkan
menurunkan infeksi kandung
pertahanan kemampuan
kencing
sekunder untuk mencegah
 Tingkatkan intake nutrisi
( penurunan Hb, timbulnya infeksi
 Berikan terapi antibiotik
leucopenia,peneka - Jumlah leukosit
 Monitor tanda dan gejala infeksi
nan respon dalam batas
sistemik dan local
inflamasi) normal
 Pertahankan teknik isolai k/p
- Penyakit kronik - Menunjukkan
 Inspeksi kulit dan membrane
- Imunosupresi perilaku hidup
mukosa terhadap
- Pertahan primer sehat
kemerahan,panas, drainase
tidak adekuat - Status imun,
 Monitor adanya luka
(kerusakan kulit, gastrointestinal,ge
trauma  Dorong masukan cairan
nitourinaria
jaringan,gangguan dalam batas  Dorong istirahat

peristaltic) normal  Ajarkan pasien dan keluarga tanda


dan gejala infeksi
 Kaji suhu badan pasien
neutropenia setiap jam
3. Defisit Volume cairan

Diagnosa keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan kriteria Hasil Intervensi
Deficit Volume Cairan NOC : NIC:
Berhubungan dengan : Setelah dilakukan  pertahankan catatan intake dan
- Kehilangan tindakan keperawatan output yang akurat
volume cairan selama......  monitor status hidrasi
secara aktif Devisit volume cairan ( kelembapan membrane
- Kegagalan teratasi dengan kriteria mukosa,nadi adekuat,tekanan
mekanisme hasil : darah ortotastik), jika diperlukan
pengaturan - Mempertahan kan  monitor hasil lab yang sesuai
DS: urine output dengan retensi cairan
- Haus sesuai dengan ( BUN,Hmt,osmolalitas
DO : usia dan BB,BJ urin,albumin,total protein)
- Penurunan turgor urine normal  monitor vital sign setiap 15 menit-
kulit/lidah - Tekanan 1 jam )
- Membrane darah,nadi,suhu  kolaborasi pemberian cairan IV
mukosa/ kulit tubuh dalam batas  monitor status nutrisi
kering normal
 berikan cairan oral
- Peningkatan - Tidak ada tanda-
 berikan pengganti nasogastrik
denyut nadi, tanda
sesuai output (50-100cc/jam)
penurunan dehidrasi,elastisit
 dorong keluarga untuk membantu
tekanan as turgor kulit
pasien makan
darah,penurunan baik, membrane
 kolaborasi dokter jika tanda cairan
volume/tekanan mukosa lembab,
berlebih muncul memburuk
nadi tidak ada rasa
 atur kemungkinan transfuse
- Pengisisan vena haus yang
 persiapan untuk transfuse
menurun berlebihan
 pasang kateter jika perlu
- Perubahan status - Orientasi
mental terhadap waktu  monitor intake dan urin output

- Kinsentrasi uine dan tempat baik setiap 8 jam

meningkat - Jumlah dan irama


- Temperature pernapasan dalam
tubuh meningkat batas normal
- Kehilangan berat - Elektrolit,Hb,Hmt
badan secara tiba- dalam batas
tiba normal
- Penurunan urin - pH urin dalam
output bata nomal
- HMT meningkat - intake oral dan
- Kelemahan intravena adekuat

4. Kesiapan meningkatkan koping kelarga

Diagnosa keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan kriteria Hasil Intervensi
Kesiapan meningkatkan Setelah dilakukan - Identifikasi sumber komunikasi
koping keluarga tindakan keperawatan untuk meningkatkan status
berhubungan dengan selama jam diarapkan kesehatan pasien
tugas adaktif secara dapat meningktatkan - Dorong keluarga untuk
efektif pemahaman keluarga mendampingi klien
terhadap kondisi pasien - Berikan informasi tentang kondisi
dengan criteria hasil : anaknya
- Mengidentifikasi - Berikan pengetahuan yang
dan dibutuhkan oleh keluarga
memprioritaskan - Berikan dorongan dalam
tujuan merencanakan perawatan lanjutan
- Mengimplementa
sikan rencana
berikut
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. J: Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Jakarta, 2000

Guyton & hall. (2012), Buku Ajar Fisiologi Keperawatan, edisi 11,
JakartaIndonesia, EGC

Mansur R, Alasiry E & Daud D., (2013), Mannose-binding lectin sebagai


predictor sepsis neonatorum onset dini, JST Kesehatan, Oktober 2013, Vol 3
No.4: 372-379, diakses tanggal 9 april 2015

SMF Anak RS Dr. Wahidin Sudirohusodo. (2013). Standar Pelayanan Medik,


Makassar, Indonesia

Anda mungkin juga menyukai