Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS NEONATORUM

DI SUSUN OLEH

NAMA : SRI FIFI SAFITRI

NIM : 105111101719

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM D III KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020/2021
A. Konsep Dasar Sepsis Neonatorum
1. Defenisi
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi
selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu
antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005). Sepsis
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik
terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom
yang dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang
parah yang dapat berkembang kearah septikemia dan syok septik (Dongoes,
2000) Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama
sejak dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi
hanya pada satu orga saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada
sepsis bisa didapatkan pada saat sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau
setelah persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat disebabkan karena virus
(herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau jamur (candida)
meskipun jarang ditemui. (John Mersch, MD, FAAP, 2009). Sepsis dapat
dibagi menjadi dua yaitu :
a. Sepsis dini, terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber
organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya
fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
b. Sepsis lanjutan/nosokomial, terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan
didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak
langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari
lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi. (Vietha,
2008)
2. Etiologi
Bakteria seperti Escherichiacoli, Listeria monocytogenes,
Neisseriameningitidis, Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae
tipe B, Salmonella, dan Streptococcus grup B merupakan penyebab paling
sering terjadinya sepsis pada bayi berusia sampai dengan 3 bulan.
Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis paling sering pada
neonatus. Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh
bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi
kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus,
antara lain:
a. Perdarahan
b. Demam yang terjadi pada ibu
c. Infeksi pada uterus atau plasenta
d. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih
sebelum melahirkan)
f. Proses kelahiran yang lama dan sulit.
g. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses
kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika,
paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap
lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi
prematur yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena
sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani
prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah
kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator.
Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam
tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah
disebut di atas. Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami
bakteriemia tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat
megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah
memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling
umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga
dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan
yang jelas - dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan
mengalami infeksi bakterial di dalam darah.Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia
tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun.
3. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.
Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi
miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya
fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis
yang tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak kematian
dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler
coagulation (DIC) dan kematian (Bobak, 2005).Bayi baru lahir mendapat
infeksi melalui beberapa jalan, dapat terjadi infeksi transplasental seperti pada
infeksi konginetal virus rubella, protozoa Toxoplasma, atau basilus Listeria
monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi didapatkan melalui jalur vertikel,
dari ibu selam proses persalinan ( infeksi Streptokokus group B atau infeksi
kuman gram negatif ) atau secara horizontal dari lingkungan atau perawatan
setelah persalinan ( infeksi Stafilokokus koagulase positif atau negatif).
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum
berasal dari tiga kelompok, yaitu :
a. Faktor Maternal
1) Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang.
Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan
yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio-
ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat
tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih
banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
2) Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan
umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
3) Kurangnya perawatan prenatal. d.Ketuban pecah dini (KPD)
dan Prosedur selama persalinan.
b. Faktor Neonatatal
1) Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram),
merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal.
Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada
bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta
terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah
lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun,
menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit
juga melemahkan pertahanan kulit.
2) Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG
spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus
influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir
tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta
faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap
lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan
penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan
penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan
aktivitas opsonisasi.
3) Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi
laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
c. Faktor Lingkungan
1) Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga
sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu
perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/
arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat
masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga
mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
2) Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis
menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko
penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan
kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten
berlipat ganda.
3) Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi
penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi
nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
4) Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli
ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu
formula hanya didominasi oleh E.colli
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai
neonatus melalui beberapa cara, yaitu :

a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman
dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh
bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah
kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella,
herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri
yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan
toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan
terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai
korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis,
selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara
lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan
terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan
traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi
tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi
melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan
lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui
jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan
N.gonorrea.
c. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah
kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari
lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir,
selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau
dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi
melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)
4. Manifestasi Klinik
Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai
berikut :
a. Umum : Panas (hipertermi), malas minum, letargi,
sklerema
b. Saluran cerna : Distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare,
hepatomegali
c. Saluran nafas : Apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping
hidung, merintih, sianosis
d. Sistem kardiovaskuler : Pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi,
takikardi, bradikardi
e. Sistem syaraf pusat : Iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas
minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol
f. Hematologi : Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura,
perdarahan.

Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu,
tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-
naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang,
jaundice, muntah, diare, dan perut kembung Gejala dari sepsis neonatorum
juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau
darah dari pusar
b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan
pada ubunubun
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan
pada lengan atau tungkai yang terkena
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri
tekan dan sendi yang terkena teraba hangat
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut
dan diare berdarah.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut off
tepat yang optimal, nilai diagnostik yang baik yaitu sesitivitas mendekati
100%, spesifisitas lebih dari 85%,Positive Probable Value (PPV) lebih dari
85%, Negative Probable Value (NPV) mendekati 100%, dan dapat mendeteksi
infeksi pada tahap awal. Kegunaan klinis dari pertanda diagnostik yang ideal
adalah untuk membedakan antara infeksi bakteri dan virus, petunjuk untuk
penggunaan antibiotik, memantau kemajuan pengobatan, dan untuk
menentukan prognosis.
Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih
total, hitung neutrofil, neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan neutrofil
total (I:T), mikroErytrocyte Sedimentation Rate (ESR), dan hitung trombosit.
Tes laboratorium yang dikerjakan adalah CRP, prokalsitonin, sitokin IL-6,
GCSF, tes cepat (rapid test) untuk deteksi antigen, dan panel skrining sepsis.
Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis adalah
sebagai berikut: IL6, dan IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya gejala; IL6
(atau IL1-ra 0, IL8, G-CSF, TNF, CRP, dan hematological indices pada hari
ke-0); CRP, IL6 (atau GCSF dan hematological indices pada hari ke-1); dan
CRP pada hari-hari berikutnya untuk memonitor respons terhadap terapi.
Tabel 3 menjelaskan sensitivitas dan spesifisitas dari berbagai uji
laboratorium.
6. Penatalaksanaan
a. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg
BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3
dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari
i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan
Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu
pemberian ½ sampai 1 jam pelan-pelan).
b. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap,
urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan
feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal
(jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP
kuantitatif).
c. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula
darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
d. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi,
pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka
antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
e. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong
infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari
diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari
i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi
khusus).
f. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama
pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian
antibiotika minimal 21 hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi,
terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik asidosis,
terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi
kejang, transfusi tukar
B. Asuhan Keperawatan Sepsis Neonatorum
1. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi
atau inflamasi
a. Kriteria Hasil
1) Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o -37o C)
2) Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-
180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
b. Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional
1. Monitoring tanda-tanda vital Perubahan tanda-tanda vital yang
setiap dua jam dan pantau warna signifikan akan mempengaruhi proses
kulit regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
2. Observasi adanya hipertermi, Hipertermi sangat potensial untuk
kejang dan dehidrasi. menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam
kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres hangat jika Kompres air hangat lebih cocok
terjadi hipertermi, dan digunakan pada anak dibawah usia 1
pertimbangkan untuk langkah tahun, untuk menjaga tubuh agar tidak
kolaborasi dengan memberikan terjadi hipotermi secara tiba-tiba.
antipiretik. Hipertermi yang terlalu lama tidak baik
untuk tubuh bayi oleh karena itu
pemberian antipiretik diperlukan untuk
segera menurunkan panas, misal dengan
asetaminofen.
4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal
dengan jumlah pemberian yang diperlukan untuk mencegah bayi dari
telah ditentukan kondisi lapar dan haus yang berlebih. 3.
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan den

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam


a. Kriteria Hasil
1) Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o -37o C)
2) Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-
180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
3) Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam
b. Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional
Monitoring tanda-tanda vital setiap dua Perubahan tanda-tanda vital yang
jam dan pantau warna kulit signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
Observasi adanya hipertermi, kejang dan Hipertermi sangat potensial untuk
dehidrasi. menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam
kondisi dehidrasi.
Berikan kompres hangat jika terjadi Kompres air hangat lebih cocok
hipertermi, dan pertimbangkan untuk digunakan pada anak dibawah usia 1
langkah kolaborasi dengan memberikan tahun, untuk menjaga tubuh agar tidak
antipiretik. terjadi hipotermi secara tiba-tiba.
Hipertermi yang terlalu lama tidak baik
untuk tubuh bayi oleh karena itu
pemberian antipiretik diperlukan untuk
segera menurunkan panas, misal dengan
asetaminofen
Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal
jumlah pemberian yang telah ditentukan diperlukan untuk mencegah bayi dari
kondisi lapar dan haus yang berlebih.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan volume
bersirkulasi akibat dehidrasi
a. Kriteria Hasil
1) Tercapai keseimbangan air dalam suang interselular dan ekstraselular
2) Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan
3) Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan
memelihara fungsi jaringan
b. Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional
1. perawatan sirkulasi (misalnya 1. meningkatkan sirkulasi arteri dan
periksa nadi perifer,edema, vena
pengisian perifer, warna, dan
suhu ekstremitas)
2. pantau perbedaan 2. mengetahui sensasi perifer,
ketajaman/tumpul dan kemungkinan parestesia
panas/dingin
3. pantau status cairan 3. mengetahui keseimbangan antara
asupan dan haluaran

4. PK: Trombositopenia
a. Tujuan
Perawat akan menangani dan mengurangi komplikasi penurunan trombosit.
b. Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional
1. Pantau JDL, hemoglobin, tes 1. Nilai ini membantu mengevaluasi
koagulasi dan jumlah trombosit respon klien terhadap pengobatan
dan resiko terhadap pendarahan
akibat dari sepsis.
2. Pantau tanda tau gejala 2. Pemantauan secara konstan sangat
pendarahan spontan atau dibutuhkan untuk menjamin
perdarahan hebat : ptekie, deteksi dini adanya episode
ekimosis, hematoma spontan, perdarahan
perubahan tanda-tanda vital.
3. Pantau tanda perdarahan sisemik 3. Perubahan pada oksigen sirkulasi
atau hipovolemia, seperti akan mempengaruhi fungsi
peningkatan frekuensi nadi, napas jantung, vascular dan fungsi
dan tekanan darah, perubahan neurologis
status neurologis

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Sepsis. Akses internet di
http://www.pediatrik.com/ilmiah_popular/20060220- 1uyr3qilmiahpopular.doc
Berkow & Beers. 1997.
Neonatal Problems : Sepsis Neonatorum. Akses internet dihttp://debussy.hon.ch/cgi-
bin/find?1+submit+sepsis_neonatorum
Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi
6.Jakarta : EGC.
Doengoes, dkk. 1999 .Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :EGC
Harianto, Agus. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses internet
dihttp://www.pediatrik.com/artikel/sepsis-neonatorium
Novriani, Erni. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses Internet di
http://cemolgadismelayu.blogspot.com/2008/12/kepanak-sepsis.html
Nurcahyo. 2000. Sepsis Neonatorum. Akses internet
dihttp://www.indonesiaindonesia.com/images_greenish/misc/navbits_finallink.gif
disusun oleh Indri Diyah bersama kelompok 5A keperawatan maternitas FKP UNAIR
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka
Vietha. 2008. Askep pada Sepsi Neonatorum. Akses internet
dihttp://viethanurse.wordpress.com/2008/12/01/askep-pada-sepsis-neonatorum/

Anda mungkin juga menyukai