Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

“ SEPSIS NEONATORUM”

KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi

Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis yang timbul akibat


invasi mikroorganisme ke dalam aliran darah yang terjadi dalam satu bulan
pertama kehidupan. Sepsis neonatorum dibedakan menjadi sepsis neonatorum
onset dini (SNOD) dan sepsis neonatorum onset lanjut (SNOL). (Mansur, dkk
2013)
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan
gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis
dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa
pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu
24 sampai 48 hari. (Surasmi, 2013)
Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit
sistemik akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. -akteri$ virus$
jamur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. (DEPKES
2007)
Sepsis neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam %,
hari pertama setelah kelahiran. (Mochtar, 2005).
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi
selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu
antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran.

2. Epidemiologi
Kejadian sepsis secara signifikan lebih tinggi pada kelompok umur
yang lebih muda dan anak dengan komorbiditas yang mengakibatkan keadaan
defisiensi imunitas, seperti keganasan, transpalantasi, penyakit kronis, dan
kelainan jantung bawaan. Penyebaba infeksi tersering sepsis pada anak, yaitu
infeksi saluran pernapasan, diikuti dengan infeksi non-spesifik, bakteremia,
infeksi saluran kemih, infeksi saluran pencernaan, infeksi sistem saraf pusat,
dan lainnya. Infeksi luka operasi dan jaringa lunak juga dapat menyebabkan
sepsis pada anak.
Sebuah studi prevalensi internasional tahun 2015 yang mengumpulkan
data dari 26 negara didapatkan prevalensi global sepsis pada unit perawatan
intensif anak 8,2%. Rereta usia sepsis adalah 3 tahun dan infeksi terbanyak
terdapat pada sistem respirasi (40%). Hal yang sama didapatkan di Indonesia.
Sebagian besar sumber infeksi berasal dari infeksi saluran pernapasan (36% -
42%) dengan insiden sepsis lebih tinggi pada kelompok neonatus dan bayi <
1 tahun dibandingkan dengan usia 1 – 18 tahun (9,7 : 0,23 kasus per 1000
anak) (Wulandari, 2017).

3. Etiologi
a. Mikroorganisme pathogen seperti streptococcus grup B klebsiela
Enterococcus, hemofilus influenza, stafilococcus pneumonia
b. Hambatan penarikan plasenta pada bayi yang premature
c. Kontak langsung selama kelahiran melalui jalan lahir
d. Kontaminasi dengan bayi lain, personal, objek dan lingkungan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara
umum berasal dari empat kelompok yaitu :
1. faktor maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang.
Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan
yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio-
ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat
tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih
banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari dan umur
ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun).
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KDP)
e. Prosedur selama persalinan

2. Faktor neonatal
a. Prematurius (berat badan bayi kurang dari 1500 gram),
merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal.
umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada
bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta
terutama tertadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah
lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun,
menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit
juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG
spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau haemophilus
influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir
tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut, aktivitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta
faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap
lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan
penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan
penurunan Fibronektin, menyebabkan sebagian besar
penurunan aktivitas opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi
laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor diluar ibu dan neonatal
a. Penggunaan kateter vena/arteri maupun kateter nutrisi
parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada
kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang
terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bisa
menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko
penggunaan antibiotic spektrum luas, sehingga menyebabkan
kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten
berlipat ganda.
c. Kadang-kadang di ruang perawatan terhadap epidemi
penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas (infeksi
nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI spesies Lactbacillus dan E.colli
ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu
formula hanya didominasi oleh e..colli.
4. Faktor predisposisi
Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik
dari ibu maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi
terhadap kemungkinan terjadinya sepsis. Faktor tersebut adalah :
a. Penyakit ineksi yang diderita ibu selama kehamilan
b. Perawatan antenatal yang tidak memadai
c. Ibu menderita eklampsia$ diabetes mellitus
d. Pertolongan persalinan yang tidak hygiene, partus lama, partus
dengan tindakan.
e. Kelahiran kurang bulan, BBLR, dan cacat bawaan.
f. Adanya trauma lahir, asfiksia neonates, tindakan invasive, pada
neonatus.
g. Tidak menerapakan rawat gabung
h. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak
i. Ketuban pecah dini
4. Patofisiologi
Hambatan penarikan plasenta pada bayi yang premature
menyebabkan bayi mudah terserang virus, bakteri jamur dan infeksi
parasit. Normalnya substansi immune, utamanya IgG didapatkan dari
system maternal dan dibawa kejaringan fetal selama gestasi pada minggu
terakhir untuk memberikan imunitas pasif bagi bayi baru lahir terhadap
agen infeksi. Mekanisme pertahanan neonatus selanjutnya menghambat
complement yang lebih rendah, disfungsi monosit dan sirkulasi monosit
dan leukosit menurun jumlah dan fungsinya tidak efesien.

Sepsis pada periode neonatal dapat diperoleh pada masa melalui


plasenta yang berasal dari aliran darah maternal dan selama ingesti atau
aspirasi yang dipengaruhi oleh cairan amnion. Pada waktu lahir, infeksi
dapat terjadi dari kontak langsung dengan jaringan maternal selama
perjalanan kelahiran. Agent infeksi umumnya E. coli yang mungkin
terdapat dalam vagina yang berasal dari kontaminasi fekal. candida
albicans, virus herpeks, streptococcus hemolitik adalah mikroorganisme
lain yang dapat menyebabkan infeksi pada neonatus yang mendiami
vagina.
Bayi berisiko infeksi terhadap dirinya sendiri karena dekatnya
umbilical ke perineum. Invasi bakteri dapat terjadi melalui tempat ujung
umbilical misalnya kulit, membrane mukosa dan lain-lain.
Ineksi post natal diperoleh dari kontaminasi yang berasal dari bayi
lain, personal atau objek dalam lingkungan. Mesin suction, sebagian besar
alat respirasi atau indwelling vena dan kateter arteri. Mikroorganisme
dapat ditransmisi secara personal dari organ ke orang lain dengan
kebersihan tangan yang buruk.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai
neonatus melalui beberapa cara yaitu :
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan
umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin.
Penyebab infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta antara
lain:virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis.
Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan
toksoplasma
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan
Infeksi saat persalinan terradi karena kuman yang ada pada vagina
dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi
amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus
masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan, kemudian
menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau
port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh
kuman (misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah
Kelahiran, terjadi akibat injeksi nasokomial dari lingkungan di luar
rahim (misalnya melalui alat-alat penghisap lender, selang endotrakea,
infuse, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau
profesi lain yang ikut menangani bayi$,dapat menyebabkan terjadinya
infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka umbilikus.
(Surasmi, 2003)
5. Klasifikasi
Berdasarkan umur dan onset / waktu timbulnya gejala-gejala sepsis
neonatorum dibagi menjadi dua:
a. Early onset sepsis neonatal / sepsis awitan awal dengan cirri-ciri:
1. Umur saat onset mulai lahir sampai 7 hari
2. Penyebab organisme dari saluran genital ibu.
3. Organisme grup B Streptococcus, escherichia coli, Listeria
non typik, haemophilus influezae dan enterococcus.
4. Klinis melibatkan multisistem organ (resiko tinggi terjadi
pneumoni)
5. Mortalitas mortalitas tinggi (15-45%).
b. Late onset sepsis neonatal / sepsis awitan lanjut dengan ciri-ciri:
1. Umur saat onset 7 hari sampai 30 hari.
2. Penyebab selain dari saluran genital ibu atau peralatan.
3. Organisme Staphylococcus coagulase-negatif, Staphylococcus
Aureus, Pseudomonas, grup B Streptococcus, escherichia coli dan
Listeria.
4. Klinis biasanya melibatkan organ lokal/fokal (resiko tinggi
terjadi meningitis).
5. Mortalitas > mortalitas rendah ( 10-20%).

6. Manifestasi Klinis
a. Hipotermia atau hipertermia, tampak tidak sehat, malas minum, letargi
(keadaan kesedaran menurun seperti tidur)
b. Distensi abdomen,$ anorexia, muntah, diare dan hepatomegali
c. Apnu, dispnu, takipnu, retraksi dinding dada, napas cuping hidung,
merintih dan sianosis
d. Pucat, kulit lembab, hipotensi, tachicardi atau bradicardi
e. Iterus, splenomegali, peteki dan purpura
7. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan kepala

Bentuk kepala simetris/asimetris, adanya caput succedaneum, adanya


cephal hematooom, adanya moulding

b. Pemeriksaan mata

Bentuk Mata, adanya katarak congenital, adanya strabismus


perdarahan konjungtiva, adanya pus (tanda gonoblenorhoe)

c. Pemeriksaan Hidung

Pemeriksaan cuping hidung, adanya epicantus, pemeriksaan


septumnasi

d. Pemeriksaan Mulut

Inspeksi simetris/asimetris, inspeksi adanya labioplatoskizis

e. Pemeriksaan Telinga

Inspeksi bentuk telinga, inspeksi posisi telinga dengan menarik garis


khayal dari bagian luar sudut mata secara horizontal kearah ujung ats
daun telinga

f. Pemeriksaan leher
Melakukan palpasi pada leher dengan menggerakkan jari ke
sekeliling leher

g. Pemeriksaan klavikula
Menggunakan jari telunjuk , meraba seluruh klavikula untuk
memastikan adanya fraktur

h. Pemeriksaan Tangan

Memeriksa kedua tangan dan membandingkan, memeriksa adanya


caput sibdaktili dan polidaktili
i. Pemeriksaan Dada

Memeriksa kesimetrisan gerakan dada saat bernapas, memeriksa


adanya retraksi interkostal, melakukan inspeksi putting susu& areola,
transparan atau tidak

j. Pemeriksaan Abdomen

Periksa hernia umbilikalis, adanya perdarahan tali pusat

k. Pemeriksaan Genetalia
* Bayi laki-laki

Mengukur panjang penis bayi (±3 cm), memastikan adanya lubang


uretra, memeriksa adanya fimosis, melakukan palpasi scrotum, apakah
testis sudah masuk dalam scrotum

* Bayi perempuan

Memeriksa vulva dengan cara membuka labia secara perlahan


memastikan adanya orifisium uretra dan lubang vagina

l. Pemeriksaan Tungkai
Memeriksa kesimetrisan, memeriksa panjang kedua tungkai dengan
cara meluruskan kemudian membandingkan, memeriksa adanya
fraktur dengan cara tes ortolani :

* Membuka baju

* Memeriksa panggul dengan cara memegang masing-masing


kaki, letakkan ibu jari pada bagian dalam femur sedang jari
tang dan telunjuk diatas trochanter mayor

* Menekuk lutut 90 derajat dan abduksikan kedua tungkai


secara perlahan ( ada tanda klek pada femur yang mengalami
dislokasi asetabulum
m. Pemeriksaan Spinal

Menelungkupkan bayi, cari tanda abnormalitas , seperti spina bifida,


memastikan adanya spingter ani

n. Pemeriksaan Kulit
Warna kulit, adanya ruam,dan bercak lahir, memar

o. Pemeriksaan Refleks primitive bayi baru lahir

Reflex Moro, Reflex Rooting, Reflex Sucking dan swallowing


Reflex Babinski, Reflex Palmar, Reflex Plantar Graff

8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Bila sindrom klinis mengarah kesepsis perlu dilakukan evaluasi sepsis
secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, lumbal, analisis dan kultur
urin serta foto dada.
Diagnosis sepsis ditegakkan dengan dengan ditemukannya kuman pada
biakan darah. Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan neutropenia
(penurunan sel darah putih neutropil). Adanya peningkatan C-reaktif protein
memperkuat dugaan sepsis.
1. Pemeriksaan darah rutin (hb. Leukosit, trombosit, CT –BT LED, SGOT,
SGPT)
2. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
3. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal
fungsi dapat mendeteksi organisme.
4. DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan
peningkatan Neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
5. Laju rendah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat
menandakan adanya perubahan Inflamasi.
6. Pemeriksaan laboratorium pada bayi-bayi sepsis sebagai berikut :
a. Skrining sepsis yang rutin
1. Hitung jenis darah lengkap.
2. Kultur darah.
3. Apusan bahan dari bagian yang mengalami infalamasi.
4. Apusan dari telinga dan tenggorokan (pada early - onset
infeksi).
5. Urine secara mikroskopis dan kultur.
6. Rontgen thoraks.
7. C-reaktif protein
b. Tes rutin tambahan,dari indikasi klinis yang didapatkan
1. Lumbal pungsi.
2. Kultur dan gram dari aspirasi lambung.
3. Kultur dan gram dari apusan vagina yang lebih tinggi dari ibu.
4. Kultur dari endotrakeal tube atau aspirasi dari trakeal.
5. Kultur dari drainase dada.
6. Kultur dari kateter vaskular.
7. Kultur darah kwantitatif atau kultur darah multiple.
8. igG konsentrasi serial untuk spesigik organisme.
9. konsentrasi untuk organisme spesifik.
10. Buffy coat secara mikroskopik.
c. Tes tidak rutin atau tes baru
1. Lateks aglutinasi tes.
2. Serum interleukin dan TNFa
3. Immunoelektroforesis.
4. Acridin orange leukosit cystopin test
d. Komponen dari skrining sepsis adalah :
1. C-Reaktive Protein >10 mg;L.
Sensitivitas tes ini : 47-100
Spesifik : 81-94
2. Total Leucocyte Count (TLC) <5.000, >15.000
Sensitivitas tes ini : 17-89
Spesifik : 81-98
3. Absolute Neutrophil Count (ANC) <>
Sensitivitas tes in i: 39-96
Spesifik : 61-92
4. Immature Total Ratio (TTR) >20
Sensitivitas tes ini : 90-100.
Spesifik : 50-78.
5. Micro-ESR(mESR) > umur dalam hari + 3 mm.
6. Sensitivitas : 27 -50
7. Spesifik : 83-99

9. Diagnosis /Kriteria Diagnosis


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus sepsis
neonatorum adalah :
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imonusupresi
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
secara aktif .
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
5. Kesiapan meningkatkan koping keluarga berhubungan dengan tugas
adaktif secara efektif.
10. Terapi/Tindakan Penanganan
Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan
metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian
cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut Yu Victor Y.H dan
Hans E. Monintja pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria
efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah, dan mudah
diperoleh, tidak toksik, dapat menembus sawar darah otak atau dinding
kapiler dalam otak yang memisahkan darah dari jaringan otak dan dapat
diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan
gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin
atau obat lain sesuai hasil tes resistensi.
Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum : Ampisislin
200mg/KgBB, dibagi 3 atau 4 kali pemberian; Gentamisin 5
mg/KgBB/hari, dibagi dalam 2 pemberian; Kloramfenikol 25
mg/KgBB/hari, dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian;Sefalasporin 100
mg/KgBB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian; Eritromisin 500
mm/KgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis (Surasmi, 2003

11. Komplikasi
a. Meningitis
b. Henti jantung
c. Henti nafas
12. Pencegahan
a. Dari Ibu.
Grup B Streptococcus merupakan penyebab terberat sebagai
patogen terbanyak pada akhir tahun 1960an dan biasanya sebagai
penyebab dari early-onset sepsis. Sepuluh sampai 30 wanita hamil dengan
kolonisasi Grup B Streptococcus dalam vagina atau daerah rektum.Dua
pendekatan utama : prenatal skrining (semua wanita hamil di skrining
untuk deteksi infeksi Grup B Streptococcus pada 35-37 minggu kehamilan
dan dilakukan pengobatan untuk kulturnya yang positif) dan identifikasi
dari wanita beresiko tinggi serta mengobati sebelum terjadinya persalinan.
b. Dari Neonatus
Pemberian antibiotik profilaksis untuk bayi-bayi asimtomatis yang
diduga beresiko tinggi terjadi sepsis oleh Grup B Streptococcus masih
kontroversial. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian
penisilin pada semua bayi atau bayi <2000>
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Pemeriksaan kepala

1). Bentuk kepala simetris/asimetris

2). Adanya caput succedaneum

3). Adanya cephal hematooom

4). Tanda Moulding

b. Pemeriksaan mata

1). Bentuk Mata

2). Adanya Katarak Kongenital

3). Adanya Strabismus

4). Perdarahan Konjungtiva

5). Adanya Pus (tanda gonoblenorhoe)

c. Pemeriksaan Hidung

1). Pemeriksaan cuping hidung

2). Adanya epicantus

3). Pemeriksaan septumnasi

d. Pemeriksaan Mulut

1). Inspeksi simetris/asimetris

2). Inspeksi adanya labioplatoskizis


e. Pemeriksaan Telinga

1). Inspeksi bentuk telinga

2). Inspeksi posisi telinga dengan menarik garis khayal dari bagian luar
sudut mata secara horizontal kearah ujung ats daun telinga

f. Pemeriksaan leher
Melakukan palpasi pada leher dengan menggerakkan jari ke
sekeliling leher

g. Pemeriksaan klavikula
Menggunakan jari telunjuk , meraba seluruh klavikula untuk
memastikan adanya fraktur

h. Pemeriksaan Tangan

1).Memeriksa kedua tangan dan membandingkan

2). Memeriksa adanya caput sibdaktili dan polidaktili

i. Pemeriksaan Dada

1). Memeriksa kesimetrisan gerakan dada saat bernapas

2). Memeriksa adanya retraksi interkostal

3).Melakukan inspeksi putting susu& areola, transparan atau tidak

j. Pemeriksaan Abdomen

1). Periksa hernia umbilikalis

2). Adanya perdarahan tali pusat


k. Pemeriksaan Genetalia
* Bayi laki-laki

1). Mengukur panjang penis bayi (±3 cm)

2). Memastikan adanya lubang uretra

3). Memeriksa adanya fimosis

4). Melakukan palpasi scrotum, apakah testis sudah masuk dalam


scrotum

* Bayi perempuan

Memeriksa vulva dengan cara membuka labia secara perlahan


memastikan adanya orifisium uretra dan lubang vagina

l.Pemeriksaan Tungkai

1). Memeriksa kesimetrisan

2). Memeriksa panjang kedua tungkai dengan cara meluruskan


kemudian membandingkan

3). Memeriksa adanya fraktur dengan cara tes ortolani :

* Membuka baju

* Memeriksa panggul dengan cara memegang masing-masing


kaki, letakkan ibu jari pada bagian dalam femur sedang jari
tang dan telunjuk diatas trochanter mayor

* Menekuk lutut 90 derajat dan abduksikan kedua tungkai


secara perlahan ( ada tanda klek pada femur yang mengalami
dislokasi asetabulum
m. Pemeriksaan Spinal

1).Menelungkupkan bayi, cari tanda abnormalitas , seperti spina bifida

2). Memastikan adanya spingter ani

n. Pemeriksaan Kulit
Warna kulit, adanya ruam,dan bercak lahir, memar

o. Pemeriksaan Refleks primitive bayi baru lahir

1). Reflex Moro

2). Reflex Rooting

3). Reflex Sucking dan swallowing

4). Reflex Babinski

5). Reflex Palmar

6). Reflex Plantar Graff


2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus sepsis
neonatorum adalah :
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imonusupresi
7. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
8. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
secara aktif .
9. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
10. Kesiapan meningkatkan koping keluarga berhubungan dengan tugas
adaktif secara efektif.
3. Rencana Asuhan Keperawatan

1. Resiko tinggi infeksi

Diaknosa
Rencana Keperawatan
keperawatan
Tujuan dan
Intervensi Rasional
kriteria hasil
Resiko infeksi NOC : NIC :
Faktor-faktor resiko: Setelah dilakukan
 Prosedur Infasif  tindakan 1. Pertahankan teknik 1. Mencegah
 Malnutrisi keperawatan aseptif  terjadinya infeksi

 Peningkatan selama… pasien 2. Batasi pengunjung 2. Menjaga pasien

paparan tidak mengalami bila perlu dari paparan

lingkungan infeksi dengan 3. Cuci tangan setiap microorganism

pathogen kriteria hasil: sebelum dan sesudah dari luar

 Imonusupresi  Klien bebas dari tindakan keperawatan 3. Mencegah


 Tidak adekuat tanda dan gejala 4. Gunakan baju, sarung terjadinya infeksi

pertahanan infeksi tangan sebagai alat nosokomial

sekunder  Menunjukkan pelindung 4. Untuk

(penurunan Hb, kemampuan 5. Gunakan kateter mengoptimalkan

Leukopenia, untuk mencegah intermiten untuk perlindungan diri

penekanan respon timbulnya infeksi menurunkan infeksi pemeriksa

inflamasi  Jumlah leukosit kandung kencing 5. Membantu

 Penyakit kronik dalam batas 6. Tingkatkan intake menurunkan

 Imunosupresi normal nutrisi infeksi kandung

 Malnutrisi  Menunjukkan 7. Berikan terapi kencing

 Pertahan primer perilaku hidup antibiotik: ….. 6. Membantu

tidak adekuat sehat 8. Monitor tanda dan mengatasi infeksi

(kerusakan kulit,  Status imun, gejala infeksi 7. Untuk


trauma  "aringan, gastrointestinal, sistemik dan lokal mengetahui tanda

gangguan genitourinaria 9. Pertahankan teknik dan gejala infesi

peristaltik) dalam batas isolasi k/p 8. Membantu pasien


normal 10. Monitor adanya luka terhindar dari
11. Dorong masukan kontaminasi
cairan pasien lain
12. Ajarkan pasien dan 9. Untuk
keluarga tanda dan mengetahui
gejala infeksi tindakan
13. Kaji suhu badan pada keperawatan
pasien neutropenia selanjutnya
setiap 4 jam 10. Untuk memenuhi
kebutuhan cairan
pasien
11. Membantu untuk
megidentifikasi
tanda dan gejala
infeksi secara
dini
12. Untuk
mengetahui
perubahan suhu
tubuh pasien
2. Hipertermia

Diaknosa
Rencana Keperawatan
keperawatan
Tujuan dan
Intervensi Rasional
kriteria hasil
Hipertermia NOC : NIC :

Berhubungan dengan: Setelah dilakukan 1. Monitor suhu sesering 1. Untuk


 Penyakit trauma tindakan mungkin mengetahui
 Peningkatan keperawatan 2. Monitor warna dan adanya
metabolisme selama… pasien suhu kulit perubahan suhu
 Aktivitas yang menunjukkan : 3. Monitor tekanan tubuh
berlebih Suhu tubuh dalam darah, nadi dan RR 2. Untuk
 Dehidrasi batas normal dengan 4. Monitor penurunan mengetahui
kreiteria hasil: tingkat kesadaran adanya
DO/DS 5. Monitor intake dan perubahan warna
 Kenaikan suhu  Suhu 36-37C   output dan suhu kulit
tubuh diatas  Nadi dan RR 6. Berikan anti piretik: 3. Untuk mengetahu
rentang normal dalam rentang 7. Berikan cairan adanya
 Serangan atau normal intravena perubahan tekana
konvulsi (kejang)  Tidak ada 8. Compres pasien pada darah, nadi dan
 Kulit kemerahan perubahan warna lipat paha dan aksila pernapasan
 Pertambahan RR kulit dan tidak 9. Tingkatkan sirkulasi 4. Untuk
 Takikardi ada pusing, udara mengetahui
 Kulit teraba merasa nyaman 10. Tingkatkan intake adanya
panas/hangat cairan dan nutrisi perubahan tingkat
11. Monitor hidrasi kesadaran pasien
seperti turgor kulit, 5. Untuk
kelembaban membran mengetahui
mukosa kesimbangan
cairan tubuh
pasien
6. Antipiretik
berfungsi sebagai
antidemam
7. Membantu
memenuhi
kebutuhan cairan
pasien
8. Membantu
menrunkan suhu
tubuh
9. Untuk
meningkatkan
rasa nyaman pada
pasien
10. Untuk menjaga
keseimbangan
nutrisi, cairan dan
elektrolit pasien
11. Untuk
mengetahui
adanya tanda dan
gejala dehidrasi

3. Definit volume cairan


Diaknosa Rencana Keperawatan
keperawatan
Tujuan dan
Intervensi Rasional
kriteria hasil
Definit volume NOC : NIC :
cairan
Setelah dilakukan 1. Pertahankan catatan 1. Untuk
Berhubungan dengan: tindakan intake dan output mengetahui
 Kehilangan keperawatan yang akurat keseimbangan
volume cairan selama… defisit 2. Monitor status hidrasi cairan tubuh
secara aktif volume cairan (kelembaban pasien
 Kegagalan teratasi dengan membran mukosa, 2. Untuk
mekanisme kriteria hasil: nadi adekuat, tekanan mengetahui
pengaturan  Mempertahankan darah ortostatik ), jika adanya tanda dan
urine output diperlukan gejala dehidrasi
DS : sesuai dengan 3. Monitor hasil lab pada pasien
 Haus usia dan BB, BJ yang sesuai dengan 3. Untuk
urine normal, retensi cairan (BUN, mengetahui
DO:  Tekanan darah, Hmt , osmolalitas perubahan stus
 Penurunan turgor nadi, suhu tubuh urin, albumin, total kesehatan pasien
kulit/lidah dalam batas protein) 4. Untuk
 Membran normal 4. Monitor vital sign mengetahui
mukosa/kulit  Tidak ada tanda setiap 15 menit – 1 adanya
kering tanda dehidrasi, jam perubahan Vital
 Peningkatan elastisitas turgor  5. Kolaborasi pemberian Sign pada pasien
denyut nadi, kulit baik, cairan IV 5. Membantu
penurunan membran 6. Monitor status nutrisi memenuhi
tekanan darah, mukosa lembab, 7. Berikan cairan oral kebutuhan cairan
penurunan tidak ada rasa 8. Dorong keluarga pasien
volume/tekanan haus yang untuk membantu 6. Untuk
nadi berlebihan pasien makan mengetahui
 Pengisian vena  Orientasi 9. Pasang kateter jika adanya
menurun terhadap waktu perlu perubahan pola
 Perubahan status dan tempat baik 10. Monitor intake dan pemeliharaan
mental  Jumlah dan urin output setiap 8 nutrisi pada
 Konsentrasi urine irama pernapasan jam pasien
meningkat dalam batas 7. Membantu
 Temperatur tubuh normal mengurangi
meningkat  pH urin dalam kekurangan
 Kehilangan berat batas normal cairan pada
badan secara tiba-  Intake oral dan pasien
tiba intravena 8. Untuk menjaga
 Penurunan urine adekuat keseimbangan
output nutrisi pasien
 HMT meningkat 9. Untuk melihat
 Kelemahan Output Output
secara akurat
10. Mempermudah
dalam
menghitung
balance cairan

4. Gangguan pertukaran gas


Rencana Keperawatan
Diaknosa keperawatan
Tujuan dan
Intervensi Rasional
kriteria hasil
Gangguan pertukaran NOC : NIC :
gas
Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien 1. Membantu
Berhubungan dengan: tindakan untuk mengurangi sesak
 Ketidakseimbangan keperawatan memaksimalkan nafas
perfusi ventilasi selama… gangguan ventilasi 2. Untuk
 Perubahan membran pertukaran gas 2. Pasang mayo bila mengembalikan
kapiler-alveolar  pasien teratasi perlu nkepatenan jalan
dengan kriteria hasil: 3. Lakukan fisioterapi nafas
DS: dada jika perlu 3. Untuk
 Sakit kepala ketika  Mendemonstrasi 4. Keluarkan sekret mengembalikan
bangun kan peningkatan dengan batuk atau fungsi organ
 Dyspnoe ventilasi dan suction pernapasan
 Gangguan oksigenasi yang 5. Auskultasi suara 4. Membantu
penglihatan adekuat nafas, catat adanya membersikan
 Memelihara suara tambahan jalan nafas
DO:   kebersihan paru 6. Berikan pelembab 5. Untuk
 Penurunan CO2  paru dan bebas udara mengetahui
 Takikardi dari tanda tanda 7. Atur intake cairan adanya bunyi
 Hiperkapnia distress 8. Monitor respirasi dan nafas tambahan
 Keletihan pernafasan status O2 6. Untuk membantu
 Iritabilitas  Mendemonstrasi 9. Monitor suara nafas, menjaga
 Hypoxia kan batuk efektif seperti dengkur  kelembapan
 Kebingunga dan suara nafas ! 10. Monitor pola nafas : udara
 Sianosis ang bersih, tidak bradipena, takipenia, 7. Untuk
 Warna kulit ada sianosis dan kussmaul, mengoptimalkan
abnormal (pucat, d!spneu (mampu hiperventilasi, cheyne keseimbangan
kehitaman) mengeluarkan stokes, biot cairan
sputum, mampu 8. Untuk
 Hipoksemia bernafas dengan 11. Monitor TTV, AGD, mengetahui kadar
 Hiperkarbia mudah, tidak ada elektrolit dan ststus oksigen dalam
 AGD abnormal pursed lips) mental darah
 pH arteri abnormal  Tanda tanda vital 12. Observasi sianosis 9. Untuk
 Frekuensi dan dalam rentang khususnya membran menegtahui
kedalaman nafas normal mukosa adanya bunyi
abnormal  AGD dalam 13. Jelaskan pada pasien suara nafas
batas normal dan keluarga tentang upnormal
 Status neurologis persiapan tindakan 10. Untuk
dalam batas dan tujuan mengetahui
normal penggunaan alat adanya
tambahan (O2, perubahan pola
suction, Inhalasi) nafas pada pasien
14. Auskultasi  bunyi 11. Untuk
jantung, jumlah, mengetahui
irama dan denyut keadaan umum
jantung pasien
12. Untuk
mengetahui
adanya tanda-
tanda sianosis
13. Untuk kelancaran
prosedur tindakan
14. Untuk
mengetahui
adanya
perubahan pada
bunyi jantung,
irama dan denyut
jantung
5. Kesiapan meningkatkan koping keluarga

Rencana Keperawatan
Diaknosa keperawatan
Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
hasil
Kesiapan meningkatkan NIC : NOC :
koping keluarga
berhubungan dengan tugas Setelah dilakukan 1. Identifikasi sumber 1. Untuk
adaktif secara efektif  asuhan selama 4 jam komunikasi untuk meningkatkan
diharapkan dapat meningkatkan status status kesehatan
meningkatkan kesehatan pasien pasien
pemahaman keluarga 2. Dorong keluarga 2. Membantu proses
terhadap kondisi untuk mendampingi penyembuhan
pasien dengan kriteria klien secara psikologis
hasil: 3. Berikan informasi 3. Membantu
tentang kondisi keluarga
 Mengidentifikasi anaknya memahami
dan 4. Berikan pengetahuan kondisi kesehatan
mempreoritaskan yang dibutuhkan oleh pasien
tujuan keluarga 4. Mengoptimalkan
 Mengimplementas 5. Berikan dorongan pengetahuan
ikan rencana dalam merencanakan keluarga pasien
berikut perawatan lanjutan tentang penyakit
yang dialami
5. Untuk
memberikakan
dukunagn pada
keluarga dan
pasien

DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/381305616/281886861-Lp-Sepsis-Neonatorum
diakses tanggal 4 Mei 2022

Corwin, Elisabeth. J : Buku Saku Patofisiologi, Penerbit -uku Kedokteran EGC,


Jakarta, 2000

Guyton & hall, (2012), Buku Ajar Fisiologi Keperawatan, edisi 11 Jakarta-
Indonesia, EGC

Mansur R, Alasiry E & Daud D., (2013), Mannose-binding lectin sebagai


predictor sepsis neonatorum onset dini, JST Kesehatan, Oktober 2013,
Vol.3 No.4 : 373 - 379, diakses tanggal 9 april 2015, webside :
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/les/093da!19"5e!!2#a7!d551!7!c$$!
e1d.pd#

SMF Anak RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, (2013), Standar Pelayanan Medik ,


Makassar, Indonesia

Wilkinson J.M., Ahren N.R (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed.9.
Jakarta: EGC

Wilkinson, M. Judith dan nancy R.. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan edisi 9 Diagnosis Nanda Intervensi NIC Kreteria hasil
NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai