Anda di halaman 1dari 18

Laporan Pendahuluan : Keperawatan anak

SEPSIS NEONATORUM

Di susun oleh :

SARINA WARDANIA S.Kep


1704087

Preseptor Lahan Preseptor Institusi

(...............................................) (.................................................)

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI NERS
T.A 2017/2018
SEPSIS NEONATORUM

1.

Defenisi
Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis yang timbul akibat
invasi mikroorganisme ke dalam aliran darah yang terjadi dalam satu bulan
pertama kehidupan. Sepsis neonatorum dibedakan menjadi sepsis neonatorum
onset dini (SNOD) dan sepsis neonatorum onset lanjut (SNOL). (Mansur, dkk
2013)
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan
gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis
dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan
yang memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48
hari. (Surasmi, 2003)
Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit
sistemik akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus,
jamur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. (DEPKES
2007)
Sepsis neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28 hari
pertama setelah kelahiran. (Mochtar, 2005).
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi
selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu
antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup.

2. Etiologi
a. Mikroorganisme pathogen seperti streptococcus grup B, klebsiela
enterococcus, hemofilus influenza, stafilococcus pneumonia
b. Hambatan penarikan plasenta pada bayi yang premature
c. Kontak langsung selama kelahiran melalui jalan lahir
d. Kontaminasi dengan bayi lain, personal, objek dan lingkungan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara
umum berasal dari empat kelompok, yaitu :
1. Factor maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin
nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi
kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit
putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari dan umur ibu
(kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun).
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KDP)
e. Prosedut selama persalinan
2. Factor neonatal
a. Prematurius (berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan
faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi
kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor
imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir
trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus
menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit
juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,
khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan
IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah
tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen
terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon
terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan
penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan
fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas
opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki
empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor diluar ibu dan neonatal
a. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral
merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka.
Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan
resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik
spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas,
sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
c. Kadang-kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling
sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesiesLactbacillus danE.colli ditemukan
dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya
didominasi oleh e. colli
4. Faktor predisposisi
Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu
maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap
kemungkinan terjadinya sepsis. Faktor tersebut adalah :
a. Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan
b. Perawatan antenatal yang tidak memadai
c. Ibu menderita eklampsia, diabetes mellitus
d. Pertolongan persalina yang tidak higiene, partus lama, partus dengan
tindakan.
e. Kelahiran kurang bulan, BBLR, dan cacat bawaan.
f. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus.
g. Tidak menerapakan rawat gabung
h. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak
i. Ketuban pecah dini
3. Patofisiologi
Hambatan penarikan plasenta pada bayi yang premature menyebabkan
bayi mudah terserang virus, bakteri, jamur dan infeksi parasit. Normalnya
substansi immune, utamanya Ig G didapatkan dari system maternal dan
dibawa kejaringan fetal selama gestasi pada minggu terakhir untuk
memberikan imunitas pasif bagi bayi baru lahir terhadap agen infeksi.
Mekanisme pertahanan neonatus selanjutnya menghambat complement
yang lebih rendah, disfungsi monosit dan sirkulasi monosit dan leukosit
menurun jumlah dan fungsinya tidak efesien.
Sepsis pada periode neonatal dapat diperoleh pada masa melalui
plasenta yang berasal dari aliran darah maternal dan selama ingesti atau
aspirasi yang dipengaruhi oleh cairan amnion. Pada waktu lahir, infeksi dapat
terjadi dari kontak langsung dengan jaringan maternal selama perjalanan
kelahiran. Agent infeksi umumnya E. coli yang mungkin terdapat dalam
vagina yang berasal dari kontaminasi fekal. Candida albicans, virus herpeks,
streptococcus hemolitik adalah mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan
infeksi pada neonatus yang mendiami vagina.
Bayi berisiko infeksi terhadap dirinya sendiri karena dekatnya
umbilical ke perineum. Invasi bakteri dapat terjadi melalui tempat ujung
umbilical misalnya kulit, membrane mukosa dan lain-lain
Infeksi post natal diperoleh dari kontaminasi yang berasal dari bayi
lain, personal atau objek dalam lingkungan. Mesin suction, sebagian besar alat
respirasi atau indwelling vena dan kateter arteri. Mikroorganisme dapat
ditransmisi secara personal dari organ ke orang lain dengan kebersihan tangan
yang buruk.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai
neonatus melalui beberapa cara yaitu :
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan
umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin.
Penyebab infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta antara
lain:virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri
yang melalui jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina
dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi
amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk
ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan, kemudian
menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port
de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman
(misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah
kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim
(misalnya melalui alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus,
selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain
yang ikut menangani bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka umbilikus. (Surasmi, 2003)
4. Tanda dan gejala
a. Hipotermia atau hipertermia, tampak tidak sehat, malas minum, letargi
(keadaan kesedaran menurun seperti tidur)
b. Distensi abdomen, anorexia, muntah, diare dan hepatomegali
c. Apnu, dispnu, takipnu, retraksi dinding dada, napas cuping hidung,
merintih dan cianosis
d. Pucat, kulit lembab, hipotensi, tachicardi atau bradicardi
e. Icterus, splenomegali, peteki dan purpura
5. Klasifikasi
Berdasarkan umur dan onset / waktu timbulnya gejala-gejala, sepsis
neonatorum dibagi menjadi dua:
a. Early onset sepsis neonatal / sepsis awitan awal dengan ciri-ciri:
1) Umur saat onset → mulai lahir sampai 7 hari
2) Penyebab → organisme dari saluran genital ibu.
3) Organisme → grup B Streptococcus, Escherichia coli, Listeria non-
typik, Haemophilus influezae dan enterococcus.
4) Klinis → melibatkan multisistem organ (resiko tinggi terjadi
pneumoni)
5) Mortalitas → mortalitas tinggi (15-45%).
b. Late onset sepsis neonatal / sepsis awitan lanjut dengan ciri-ciri:
1) Umur saat onset → 7 hari sampai 30 hari.
2) Penyebab → selain dari saluran genital ibu atau peralatan.
3) 0rganisme → Staphylococcus coagulase-negatif, Staphylococcus
aureus, Pseudomonas, Grup B Streptococcus, Escherichia coli, dan
Listeria.
4) Klinis → biasanya melibatkan organ lokal/fokal (resiko tinggi terjadi
meningitis).
5) Mortalitas → mortalitas rendah ( 10-20%).
6. Pemeriksaan penunjang
Bila sindrom klinis mengarah kesepsis perlu dilakukan evaluasi sepsis
secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, lumbal, analisis dan kultur
urin serta foto dada.
Diagnosis sepsis ditegakkan dengan dengan ditemukannya kuman
pada biakan darah. Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan neutropenia
(penurunan sel darah putih neutropil). Adanya peningkatan C-reaktif protein
memperkuat dugaan sepsis.
1. Pemeriksaan darah rutin (hb, leuko, trombosit, CT, BT, LED, SGOT,
SGPT)
2. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
3. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi
dapat Mendeteksi organisme.
4. DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan
peningkatan Neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
5. Laju rendah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat
menandakan adanya perubahan Inflamasi.
6. Pemeriksaan laboratorium pada bayi-bayi sepsis sebagai berikut :
a. Skrining sepsis yang rutin
1) Hitung jenis darah lengkap.
2) Kultur darah.
3) Apusan bahan dari bagian yang mengalami infalamasi.
4) Apusan dari telinga dan tenggorokan (pada early -onset infeksi).
5) Urine secara mikroskopis dan kultur.
6) Rontgen thoraks.
7) C-reaktif protein
b. Tes rutin tambahan,dari indikasi klinis yang didapatkan
1) Lumbal pungsi,
2) Kultur dan gram dari aspirasi lambung.
3) Kultur dan gram dari apusan vagina yang lebih tinggi dari ibu.
4) Kultur dari endotrakeal tube atau aspirasi dari trakeal.
5) Kultur dari drainase dada.
6) Kultur dari kateter vaskular.
7) Kultur darah kwantitatif atau kultur darah multipel.
8) IgG konsentrasi serial untuk spesifik organisme.
9) IgM konsentrasi untuk organisme spesifik.
10) Buffy coat secara mikroskopik.
c. Tes tidak rutin atau tes baru
1) Lateks aglutinasi tes.
2) Serum interleukin dan TNFa.
3) Immunoelektroforesis.
4) Acridin orange leukosit cystopin test
d. Komponen dari skrining sepsis adalah :
1) C-Reaktive Protein >10 mg/L.
Sensitivitas tes ini: 47-100.
Spesifik: 83-94.
2) Total Leucocyte Count (TLC) <5.000,>15.000.
Sensitivitas tes ini: 17-89.
Spesifik: 81-98.
3) Absolute Neutrophil Count (ANC) <>
Sensitivitas tes ini: 38-96.
Spesifik: 61-92.
4) Immature Total Ratio (ITR) >20
Sensitivitas tes ini: 90-100.
Spesifik: 50-78.
5) Micro-ESR (mESR) > umur dalam hari+ 3 mm.
Sensitivitas: 27-50.
Spesifik: 83-99
7. Komplikasi
a. Meningitis
b. Henti jantung
c. Henti Napas
8. Penatalaksanaan
a. Supportif
1) Monitoring cairan, elektrolit dan glukosa. Bila terjadi SIADH
(Sindrom of In Appronate Anti Diuretik Hormon) maka perlu
dilakaukan pembatasan cairan
2) Awasi adanya hiperbilirubinemia, lakukan transfusi tukar bila perlu
3) Pertimbangkan pemberian nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat
menerima nutrisi enteral
b. Kausatif
1) Antibiotika diberikan sebelum kuman penyebab ditemukan. Biasanya
dengan pemberian ampicillin atau gentamisin selama 7 – 10 hari dan
sering kali diberikan melalui IVFD
2) Terapi oksigen untuk mengatasi distress pernapasan dan cianosis
3) Transfusi yang baru dengan leukosit polimorfonuklear dari donor adult

9. Pencegahan
a. Dari Ibu.
Grup B Streptococcus merupakan penyebab terberat sebagai
patogen terbanyak pada akhir tahun 1960an dan biasanya sebagai penyebab
dari early-onset sepsis. Sepuluh sampai 30 wanita hamil dengan kolonisasi
Grup B Streptococcus dalam vagina atau daerah rektum.Dua pendekatan
utama : prenatal skrining (semua wanita hamil di skrining untuk deteksi
infeksi Grup B Streptococcus pada 35-37 minggu kehamilan dan dilakukan
pengobatan untuk kulturnya yang positif) dan identifikasi dari wanita
beresiko tinggi serta mengobati sebelum terjadinya persalinan.
a. Dari Neonatus
Pemberian antibiotik profilaksis untuk bayi-bayi asimtomatis yang
diduga beresiko tinggi terjadi sepsis oleh Grup B Streptococcus masih
kontroversial. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian
penisilin pada semua bayi atau bayi <2.000>
10. Pengobatan
Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan
metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian
cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut Yu Victor Y.H dan
Hans E. Monintja pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif
berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah, dan mudah diperoleh,
tidak toksik, dapat menembus sawar darah otak atau dinding kapiler dalam
otak yang memisahkan darah dari jaringan otak dan dapat diberi secara
parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau
ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin atau obat lain
sesuai hasil tes resistensi.
Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum : Ampisislin 200
mg/kgBB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian; Gentamisin 5 mg/kg BB/hari,
dibagi dalam 2 pemberian; Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3
atau 4 kali pemberian; Sefalasporin 100 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali
pemberian;Eritromisin500 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis.
(surasmi,2003)

11. Penyimpangan KDM


Sepsis Neonatorum

Hambatan penarikan plasenta Kontak langsung selama Aliran darah dari maternal Kontaminasi dengan bayi lain,
pada bayi prematur kelahiran pada jalan lahir ke neonatus personal, objek dalam lingkungan

Transmisi antibody-
plasenta terganggu SEPSIS NEONATORUM Septikemia & Viremia

Ig A dan Ig M tidak dapat Vasodilatasi pembuluh darah Pelepasan mediator Proses inflamasi Melepaskan interleukin I
ditransfer ke neonatus kimia dan prostaglandin 2

Peningkatan permeabilitas
Penurunan immunitas pembuluh darah Perubahan set point pada
pada neonatus hipotalamus bagian anterior

Peningkatan volume plasma


Risiko Tinggi Infeksi Evaporasi meningkat Peningkatan suhu tubuh

Penurunan volume sirkulasi

Hipertermia
Penurunan perfusi Dehidrasi/kehilangan cairan
jaringan
Perubahan status kesehatan
Defisit Volume Cairan

Perubahan membrane
alveolar – kapiler Kesiapan meningkatkan Anak dihospitalisasi
koping keluarga
Gangguan Pertukaran
Gas
KONSEP KEPERAWATAN

1. Data Dasar Pengkajian Pasien


a. Aktifitas/Istirahat : Malaise
b. Sirkulasi : Tekanan darah normal/sedikit dibawa jangkauan normal
(selama hasil curah jantung tetap meningkat), Denyut perifer kuat, cepat,
tachycardia ekstrim (syok). Suara jantung disritmia, Kulit hangat kering,
pucat, lembab, burik (vasokonstriksi) atau barcahaya (vasodilatasi)
c. Eliminasi : Diare
d. Makanan & Cairan : Anorexia, mual dan muntah, penurunan bebrat badan,
penurunan massa otot, penurunan haluaran, konsentasi urin;
perkembangan kearah oliguria dan anuria
e. Neurosensori : Gelisah, penurunan tingkat kesdaran
f. Ketidaknyamanan : Kejang abdominal, urtikaria
g. Pernapasan : Takipnu dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu
umumnya meningkat, (37,95o C atau lebih), menggigil

2. Prioritas Keperawatan
1) Menghilangkan infeksi
2) Mendukung perfusi jaringan/volume sirkulasi
3) Mencegah komplikasi
4) Memberikan informasi mengenai proses penyakitnya, prognosa dan
kebutuhan pengobatan

3. TUJUAN PEMULANGAN
1) Infeksi teratasi
2) Homeostasis dapat dipertahankan
3) Komplikasi dicegah minimal
4) Proses penyakit, prognosis dan aturan terapeutik dipahami
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi infeksi


Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko infeksi NOC : NIC :
Setelah dilakukan tindakan  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko : keperawatan selama……  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif pasien tidak mengalami infeksi  Cuci tangan setiap sebelum dan
- Malnutrisi dengan kriteria hasil: sesudah tindakan keperawatan
- Peningkatan paparan  Klien bebas dari tanda dan  Gunakan baju, sarung tangan
lingkungan patogen gejala infeksi sebagai alat pelindung
- Imonusupresi  Menunjukkan kemampuan  Ganti letak IV perifer dan dressing
- Tidak adekuat pertahanan untuk mencegah timbulnya sesuai dengan petunjuk umum
sekunder (penurunan Hb, infeksi  Gunakan kateter intermiten untuk
Leukopenia, penekanan respon  Jumlah leukosit dalam menurunkan infeksi kandung
inflamasi) batas normal kencing
- Penyakit kronik  Menunjukkan perilaku
 Tingkatkan intake nutrisi
- Imunosupresi hidup sehat
 Berikan terapi
- Malnutrisi  Status imun,
antibiotik:.................................
- Pertahan primer tidak adekuat gastrointestinal,
(kerusakan kulit, trauma genitourinaria dalam batas  Monitor tanda dan gejala infeksi
normal sistemik dan lokal
jaringan, gangguan peristaltik)
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam
2. Hipertermia
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Hipertermia NOC: NIC :
Berhubungan dengan :
 Monitor suhu sesering mungkin
- penyakit/ trauma Setelah dilakukan tindakan
 Monitor warna dan suhu kulit
- peningkatan keperawatan
 Monitor tekanan darah, nadi dan
metabolisme selama………..pasien
RR
- aktivitas yang berlebih menunjukkan :
 Monitor penurunan tingkat
- dehidrasi Suhu tubuh dalam batas
kesadaran
normal dengan kreiteria
 Monitor WBC, Hb, dan Hct
DO/DS: hasil:
 Monitor intake dan output
 kenaikan suhu tubuh diatas  Suhu 36 – 37C  Berikan anti piretik:
rentang normal  Nadi dan RR dalam  Kelola Antibiotik:
 serangan atau konvulsi rentang normal ………………………..
(kejang)  Tidak ada perubahan  Selimuti pasien
 kulit kemerahan warna kulit dan tidak  Berikan cairan intravena
 pertambahan RR ada pusing, merasa  Kompres pasien pada lipat paha
 takikardi nyaman dan aksila
 Kulit teraba panas/ hangat  Tingkatkan sirkulasi udara
 Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
 Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembaban membran mukosa)

3. Defisit volume cairan


Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Defisit Volume Cairan NOC: NIC :


Berhubungan dengan:  Pertahankan catatan intake dan
Setelah dilakukan tindakan
- Kehilangan volume cairan output yang akurat
keperawatan selama….. defisit
secara aktif  Monitor status hidrasi
volume cairan teratasi dengan
- Kegagalan mekanisme ( kelembaban membran mukosa,
kriteria hasil:
pengaturan nadi adekuat, tekanan darah
 Mempertahankan urine
output sesuai dengan usia ortostatik ), jika diperlukan
DS :  Monitor hasil lab yang sesuai
dan BB, BJ urine normal,
- Haus dengan retensi cairan (BUN ,
 Tekanan darah, nadi, suhu
DO: Hmt , osmolalitas urin, albumin,
tubuh dalam batas normal
- Penurunan turgor kulit/lidah total protein )
 Tidak ada tanda tanda
- Membran mukosa/kulit kering  Monitor vital sign setiap 15menit –
dehidrasi, Elastisitas turgor
- Peningkatan denyut nadi, 1 jam
kulit baik, membran
penurunan tekanan darah,  Kolaborasi pemberian cairan IV
mukosa lembab, tidak ada
penurunan volume/tekanan  Monitor status nutrisi
rasa haus yang berlebihan
nadi  Berikan cairan oral
 Orientasi terhadap waktu
- Pengisian vena menurun
- Perubahan status mental dan tempat baik  Berikan penggantian nasogatrik
- Konsentrasi urine meningkat  Jumlah dan irama sesuai output (50 – 100cc/jam)
- Temperatur tubuh meningkat pernapasan dalam batas  Dorong keluarga untuk membantu
- Kehilangan berat badan normal pasien makan
secara tiba-tiba  Elektrolit, Hb, Hmt dalam  Kolaborasi dokter jika tanda cairan
- Penurunan urine output batas normal berlebih muncul meburuk
- HMT meningkat  pH urin dalam batas normal  Atur kemungkinan tranfusi
- Kelemahan  Intake oral dan intravena  Persiapan untuk tranfusi
adekuat  Pasang kateter jika perlu
 Monitor intake dan urin output
setiap 8 jam

4. Gangguan pertukaran gas


Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :
Berhubungan dengan :  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
è ketidakseimbangan perfusi Setelah dilakukan tindakan ventilasi
ventilasi keperawatan selama ….  Pasang mayo bila perlu
è perubahan membran kapiler- Gangguan pertukaran pasien  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
alveolar teratasi dengan kriteria hasil:  Keluarkan sekret dengan batuk atau
DS:  Mendemonstrasikan suction
è sakit kepala ketika bangun peningkatan ventilasi dan  Auskultasi suara nafas, catat adanya
è Dyspnoe oksigenasi yang adekuat suara tambahan
è Gangguan penglihatan  Memelihara kebersihan paru  Berikan bronkodilator ;
paru dan bebas dari tanda -………………….
DO:
tanda distress pernafasan -………………….
è Penurunan CO2
 Mendemonstrasikan batuk
è Takikardi  Barikan pelembab udara
efektif dan suara nafas yang
è Hiperkapnia  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
bersih, tidak ada sianosis
è Keletihan keseimbangan.
dan dyspneu (mampu
è Iritabilitas mengeluarkan sputum,  Monitor respirasi dan status O2
è Hypoxia mampu bernafas dengan  Catat pergerakan dada,amati
è kebingungan mudah, tidak ada pursed kesimetrisan, penggunaan otot
è sianosis lips) tambahan, retraksi otot supraclavicular
 Tanda tanda vital dalam dan intercostal
è warna kulit abnormal (pucat,
rentang normal  Monitor suara nafas, seperti dengkur
kehitaman)
è Hipoksemia  AGD dalam batas normal  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
 Status neurologis dalam kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
è hiperkarbia
batas normal biot
è AGD abnormal
 Auskultasi suara nafas, catat area
è pH arteri abnormal penurunan / tidak adanya ventilasi dan
èfrekuensi dan kedalaman nafas suara tambahan
abnormal  Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus
mental
 Observasi sianosis khususnya membran
mukosa
 Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang persiapan tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan (O2, Suction,
Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama
dan denyut jantung

5. Kesiapan meningkatkan koping keluarga


Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kesiapan meningkatkan koping Setelah dilakukan asuhan  Identifikasi sumber komunikasi untuk
keluarga berhubungan dengan selama 4 jam diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan
tugas adaktif secara efektif meningkatkan pemahaman pasien
keluarga terhadap kondisi  Dorong keluarga untuk mendampingi
pasien dengan kriteria hasil: klien
 Mengidentifikasi dan  Berikan informasi tentang kondisi
mempreoritaskan tujuan anaknya
 Mengimplementasikan  Berikan pengetahuan yang dibutuhkan
rencana berikut oleh keluarga
 Berikan dorongan dalam
merencanakan perawatan lanjutan
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. J : Buku Saku Patofisiologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC,


Jakarta, 2000

Guyton & hall, (2012), Buku Ajar Fisiologi Keperawatan, edisi 11, Jakarta-
Indonesia, EGC

Mansur R, Alasiry E & Daud D., (2013), Mannose-binding lectin sebagai


predictor sepsis neonatorum onset dini, JST Kesehatan, Oktober 2013,
Vol.3 No.4 : 372 – 379, diakses tanggal 9 april 2015, webside :
<
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/093da41965e442fa74d5
51474c884e1d.pdf>

SMF Anak RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, (2013), Standar Pelayanan Medik,


Makassar, Indonesia

Wilkinson J.M., Ahren N.R. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed.9.
Jakarta: EGC
Wilkinson, M. Judith dan nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan Edisi 9 Diagnosis NANDA Intervensi NIC Kreteria Hasil
NOC. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai