Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DI RUANG BAYI/PERINATOLOGI
RSUD Jaraga Sasameh Buntok

Tanggal 22 Oktober – 22 Desember 2018

Oleh :
Tity Hayati, S.Kep
NIM 1730913320019

PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
DI RUANG BAYI/PERINATOLOGI
RSUD Jaraga Sasameh Buntok

Tanggal 22 Oktober – 22 Desember 2018

Oleh:
Tity Hayati, S.Kep
NIM 1730913320019

Banjarbaru, Desember 2018


Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Fitri Ayatul Azlina, Ns Siti Rusmalina, Ns.


NIK. 1990 2016 1 198 NIP. 19751104 200803 2 001
LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS NEONATORUM

A. Tinjauan Teori
1. Definisi
Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogenik atau toksin di dalam
darah atau jaringan lainnya (Dorland, 2011).Sepsis adalah SIRS ditambah
tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan positif terhadap
organisme dari tempat tersebut). SIRS (Systemic Inflammatory Response
Syndrome) adalah pasien yang memiliki kriteria dua atau lebih sebagai
berikut:
1. Demam (Suhu > 37,5 ºC) atau hipotermi (<36,5ºC)
2. Takikardi / frekuensi denyut jantung > 160 x/menit
3. Takipnea / frekuensi nafas lebih > 60 /menit atau PaCO2 <32 mmHg
4. Leukositosis (hitung leukosit > 12.000 /mm3) atau leukopeni (< 4000
sel/ul) atau > 10 % sel imatur) .
Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisikan sebagai
infeksi bakteri pada aliran darah bayi selama empat minggu pertama
kehidupan (Bobak, 2004). Sepsis neonatorum adalah infeksi aliran darah
yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam
cairan tubuh seperti darah, sumsum tulang atau air kemih.
Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ,
kelainan hipoperfusi atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi (tetapi
tidak terbatas) pada asidosis laktat, oliguria, atau perubahan akut pada status
mental (Sudoyo Aru, dkk. 2009). Syok sepsis terjadi apabila bayi masih
dalam keadaan hipotermi walaupun telah mendapatkan cairan adekuat.
Sindroma disfungsi multi organ terjadi apabila bayi tidak mampu lagi
mempertahankan homeostasis tubuh sehingga terjadi perubahan fungsi dua
atau lebih organ tubuh.
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan
gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis
dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa
pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu
24 sampai 48 hari. (Surasmi, 2003). Sepsis neonatal adalah merupakan
sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama satu bulan
pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan
sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007). Sepsis neonatorum adalah infeksi
yang terjadi pada bayi dalam 28 hari pertama setelah kelahiran. (Mochtar,
2005).
2. Klasifikasi
Dari waktu terjadinya, sepsis dibagi menjadi sepsis awitan dini dan lanjut.
Awitan Dini
a) usia bayi < 72 jam
b) Didapat saat persalinan
c) Penularan vertikal dari ibu ke bayi
d) Jenis Bakteri:
 Basil gram negatif
• E.coli
• Klebsiella
 Enterococcus
 Group B streptococcus
 Coagulase negative staphylococci
Awitan Lanjut
a) usia bayi > 72 jam
b) Didapat dari lingkungan
c) Didapatkan secara nosokomial atau dari rumah sakit
d) Jenis Bakteri:
 Basil gram negatif
• Pseudomonas
• Klebsiella
 Staph. aureus(MRSA)
 Coagulase negative staphylococci
 Coagulase negative
Selain perbedaan waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi juga
berbeda dalam macam kuman penyebab infeksi. Selanjutnya baik
patogenesis, gambaran klinis ataupun penatalaksanaan penderita tidak
banyak berbeda dan sesuai dengan perjalanan sepsisnya yang dikenal
dengan cascade sepsis.
Berdasarkan waktu timbulnya:
1. Early Onset (dini): terjadi pada 5 hari pertama setelah lahir dengan
manifestasi klinis yang timbulnya mendadak, dengan gejala sistemik
yang berat, terutama mengenai system saluran pernafasan, progresif dan
akhirnya syok.
2. Late Onset (lambat): timbul setelah umur 5 hari dengan manifestasi
klinis sering disertai adanya kelainan system susunan saraf pusat.
3. Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa resiko
infeksi yang timbul lebih dari 48 jam saat dirawat di rumah sakit.

3. Patofisiologi dan web of caution


Selama dalam kandungan, janin relatif aman terhadap kontaminasi
kuman karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput
amnion, khorion dan beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion.
Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi kuman dapat timbul melalui
berbagai jalan yaitu:
1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin
melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi
janin. Keadaan ini ditemukan pada infeksi TORCH, Triponema
pallidum atau Listeria dll.
2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor asepsis dan
antisepsis misalnya saat pengambilan contoh darah janin, bahan villi
khorion atau amniosentesis. Paparan kuman pada cairan amnion saat
prosedur dilakukan akan menimbulkan amnionitis dan pada akhirnya
terjadi kontaminasi kuman pada janin.
3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan
lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina
masuk ke dalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman
melalui saluran pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi
kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah
pecah lebih dari 18-24 jam.
Setelah lahir, kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik
karena infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan, bayi yang
mendapat prosedur neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi
dalam ventilator, kurang memperhatikan tindakan asepsis dan antisepsis,
rawat inap yang terlalu lama dan hunian terlalu padat, dll. Bila paparan
kuman pada kedua kelompok ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan
terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh.
Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam
gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit,
gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena itu, pada
penatalaksanaan selain pemberian antibiotik, harus memperhatikan pula
gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.
Patofisiologi

Penyakit infeksi yg diderita ibu

Bakteri dan virus

Masuk ke neonatus

Masa antenatal Masa intranatal pascanatal

Kuman dan virus dari ibu Kuman di vagina dan serviks Infeksi nosokomial
dari luar rahim

Melewati plasenta dan Naik mencapai korion dan


umbilikus amnion

Masuk kedalam tubuh bayi Amnionitis dan korionitis Melalui alat2 pengisap lendir,
selang endotrakeal, infuse,
selang nasogastrik, botol
Melalui sirkuasi Kuman melalui umbiikus minuman atau dot
darah janin masuk ketubuh janin

Sepsis

Sistem pencernaan, anoreksia, Sistem pernapasan, dispneu, Ante, intra, postnatal hipertermi/
muntah, diare, menyusui buruk, takipneu, apneu, tarikan otot hipotermi ,aktivitas lemah,
hepatomegali, peningkatan residu pernapasan, sianosis tampak sakit, peningkatan
setelah menyusui leukosit darah

Gg. gastrointestinal Pola napas terganggu Ketidakseimbangan


termoregulasi

Ketidakefektifan Ketidakefektifan pola


pola makan bayi napas
4. Etiologi
Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Penyebab
dari sepsis adalah bakteri gram (-) dan focus primernya dapat berasal dari
saluran genitourinarium, saluran empedu dan saluran gastrointestinum,
sedangkan gram (+) timbul dari infeksi kulit, saluran respirasi dan juga bisa
berasal dari luka terbuka, sperti luka bakar.
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc (1961)
membaginya menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini
kuman itu melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis.
Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin.
2. Infeksi intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi dari pada cara lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion
setelah ketuban pecah. Ketuban pecah lama (jarak waktu antara pecahnya
ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam) memunyai peranan penting
terhadap timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi
walaupun ketuban masih utuh (misalnya ada partus lama dan seringkali
dilakukan manipulasi vagina).
3. Infeksi pascanatal
Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi
berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat
penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau akibat
infeksi silang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir dapat di bagi
menjadi tiga kategori :
1. Faktor Maternal
a) Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin
nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi
kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit
putih.
b) Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur
ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c) Kurangnya perawatan prenatal.
d) Ketuban pecah dini (KPD).
e) Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a) Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan
faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi
kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor
imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir
trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum
terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
b) Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,
khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG
dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam
darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan
komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi
sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara
defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama
dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar
penurunan aktivitas opsonisasi.
c) Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki
empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor diluar ibu dan neonatal
a) Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral
merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka.
Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b) Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan
resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik
spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas,
sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
c) Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial),
paling sering akibat kontak tangan.
d) Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli
ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula
hanya didominasi oleh E.colli.
5. Tanda dan gejala
Menurut buku pedoman Integrated Management of Childhood Illnesses
tahun 2000 mengemukakan bahwa kriteria klinis Sepsis Neonatorum Berat
bila ditemukan satu atau lebih dari gejala-gejala berikut ini:
1. Variabel Klinis :
▫ Suhu tubuh yang tidak stabil
▫ Laju nadi > 180 x/mnt atau < 100 x/mnt
▫ Laju nafas > 60 x/mnt dengan retraksi/desaturasi oksigen
▫ Letargi
▫ Intoleransi glukosa (plama glukosa > 10 mmd/L)
▫ Intoleransi minum
2. Variabel Hemodinamik
▫ Tekanan darah < 2SD menurut usia bayi
▫ Tekanan darah sistolik < 50 mmHg (bayi usia 1 hari)
▫ Tekanan darah sistolik < 65 mmHg (bayi usia < 1 bulan)
3. Variabel perfusi jaringan
▫ Pengisian kembali kapiler/capilary refill > 3 detik
▫ Asam laktat plasma > 3 mmol/L
4. Variabel inflamasi
▫ Leukositosis (> 34.000 /ml)
▫ Leukopenia (< 5000/ml)
▫ Imatur neotrofil : total neutrofil (IT) ratio > 0,2
▫ Trombositopenia < 100.000/ml
▫ CRP > 10/dl atau > 2 SD atas nilai normal
▫ IL -6 atau IL -8 > 70 mg/ml
▫ 16 sPCR positif
Manifestasi klinis menurut sistem organ adalah seperti berikut:
1. Keadaan umum: kesadaran menurun, malas minum (poor feeding),
hipo/hipertermia, edema, sklerema.
2. Sistem susunan saraf pusat: hipotonia, irritable, high pitch cry, kejang,
letargi, tremor, fontanella cembung.
3. Sistem saluran pernafasan: pernafasan tidak teratur, napas cepat (>60
x/menit), apnea, dispnea, sianosis.
4. Sistem kardiovaskuler: takikardia (>160 x/menit), bradikardia (<100
x/menit), akral dingin, syok.
5. Sistem saluran cerna: retensi lambung, hepatomegali, mencret, muntah,
kembung.
6. Sistem hematology: kuning, pucat, splenomegali, ptekie, purpura,
perdarahan.
Adapun manifestasi klinis berdasarkan timbulnya sepsis adalah sebagai
berikut:
1. Early onset: terjadi 3 hari pertama paska lahir, dengan gejala klinis yang
timbulnya mendadak, serta gejala sistemik yang berat. Terutama
mengenai system saluran nafas, sifatnya progresif dan akhirnya syok.
2. Late onset: timbul setelah umur 3 hari, sering disertai manifestasi klinis
adanya gangguan sistem susunan saraf pusat.
Manifestasi klinis juga selalunya tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
 Infeksi pada tali pusar (omfalitis) bisa menyebabkan keluarnya nanah
atau darah dari pusar
 Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak bisa menyebabkan
koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau
penonjolan pada ubun-ubun
 Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan
pada lengan atau tungkai yang terkena
 Infeksi pada persendian bisa menyebabkan pembengkakan, kemerahan,
nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat.
 Infeksi pada selaput perut (peritonitis) bisa menyebabkan
pembengkakan perut dan diare berdarah.

Tabel Kelompok temuan klinis yang berhubungan dengan sepsis

Kategori A Kategori B
- Gangguan napas (misalnya: - Tremor
apnea, frekuensi napas > 60 atau - Letargi atau lunglai/layuh
<30 kali/menit, retraksi dinding - Mengantuk atau kurang aktif
dada, merintih pada waktu - Iritabel atau rewel.
ekspirasi, sianosis sentral). - Muntah (menyokong ke arah sepsis).
- Kejang - Distensi abdomen (menyokong ke
- Tidak sadar arah sepsis).
- Suhu tubuh tidak normal (tidak - Tanda mulai muncul sesudah hari ke
normal sejak lahir dan tidak 4 (menyokong ke arah sepsis)
memberi respons terhadap terapi - Air ketuban bercampur meconium.
atau suhu tidak stabil sesudah - Malas minum, sebelumnya minum
pengukuran suhu normal selama dengan baik (menyokong ke arah
tiga kali atau lebih, menyokong sepsis)
ke arah sepsis).
- Persalinan di lingkungan yang
kurang higienis (menyokong ke
arah sepsis).
Kondisi memburuk secara cepat
dan dramatis (menyokong ke arah
sepsis)
6. Pemeriksaan penunjang
a. DPL dengan hitung jenis (↑ atau ↓ leukosit)
b. Kimia serum, bilirubin, laktat serum (meningkat), pemeriksaan fungsi
hati (abnormal) dan protein C (menurun)
c. Resistensi insulin dengan peningkatan glukosa darah
d. AGD (hipoksemia, asidosis laktat)
e. Kultur urin, sputum, luka, darah
f. Waktu tromboplastin parsial teraktivasi (meningkat), rasio normalisasi
internasional (meningkat) dan D-dimer (meningkat).

7. Penatalaksanaan medis
Berdasarkan Surviving Sepsis Campaigne pada tahun 2004,
merekomendasikan penatalaksanaan sepsis berat dan syok septic sebagai
berikut:
a. Early Goal Directed Therapy (EGDT)
Resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kristaloid, pemberian
obat-obatan inotropik, atau vasopresor dalam waktu 6 jam sesudah
diagnosis ditegakkan di unit gawat darurat sebelum masuk ke PICU.
Resusitasi awal 20 ml/kgBB 5-10 menit dan dapat diulang beberapa
kali sampai lebih dari 60 ml/kgBB cairan dalam waktu 6 jam. Pada
syok septic dengan tekanan nadi sangat sempit, koloid lebih efektif
daripada kristaloid.
b. Inotropik/vasopresor/vasodilator
Apabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume, dan MAP kurang
dari normal, diberikan vasopresor; Dopamine merupakan pilihan
pertama. Apabila refrakter terhadap pemberian Dopamine, maka dapat
diberikan epinephrine atau norepinephrine. Dobutamin dapat diberikan
pada keadan curah jantung yang rendah. Vasodilator diberikan pada
keadaan tahanan pembuluh darah perifer yang meningkat dengan MAP
tinggi sesudah resusitasi volume dan pemberian inotropik.
Nitrovasodilator (nitrogliserin, atau nitropusid) diberikan apabila
terjadi curah jantung yang rendah dan tahanan pembuluh darah
sistemik yang meningkat disertai syok.
Apabila curah jantung masih rendah, akan tetapi normotensi dan
tahanan pembuluh darah sistemik meningkat, maka dipikirkan
pemberian phosphodiesterase inhibitor. Vasopresin yaitu ADH,
adrenocorticotrophic hormone yang dikeluarkan oleh hipotalamus,
sebagai vasokonstriktor pada otot polos pembuluh darah dosis 0,01-
0,04 u/menit diberikan pada penderita yang refrakter terhadap
vasopresor konvensional dosis tinggi.
c. Extra Corporeal Membrane Oxygenation
ECMO dilakukan pada syok septic pediatric yang refrakter terhadap
terapi cairan, inotropik, vasopressor, vasodilator dan terapi hormone.
Terdapat 1 penelitian yang menganalisis 12 penderita sepsis
meningococcus dengan ECMO, 8 hidup dimana 6 dapat hidup normal
sampai 1 tahun pemantauan.
d. Oksigen.
Intubasi endotrakheal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat
bermanfaat pada bayi dan anak dengan sepsis berat/syok septic, karena
kapasitas residual fungsional yang rendah. Volume tidal 6 ml/kgBB
dengan permissive hypercapnea dan posisi tengkurap dapat
memberikan oksigenasi jaringan yang baik.
e. Koreksi Asidosis
Terapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau mengurangi
kebutuhan akan vasopressor, tidak dianjurkan pada keadaan asidosis
laktat dan pH&lt; 7,15 dengan hemodinamik dan kebutuhan akan
vasopressor, dan pengaruhnya terhadap keluaran pada pH rendah.
f. Terapi Antibiotika
Pemberian antibiotika segera setelah satu jam ditegakkan diagnosis
sepsis dan pengambilan kultur darah. Terapi antibiotika empiris
spectrum luas dosis inisial penuh, satu atau beberapa obat berdasarkan
dugaan kuman penyebab dan dapat berpenetrasi ke dalam sumber
infeksi. Terdapat hubungan antara pemberian antibiotika yang
inadekuat dengan tingginya mortalitas.
Pada keadaan dimana fokus infeksi tidak jelas, maka antibiotika harus
diberikan pada keadaan penderita mengalami perburukan, status
imunologik yang buruk, adanya kateter intravena berdasarkan dugaan
kuman penyebab dan tes kepekaan. Antibiotika golongan beta-lactams
seperti penicillin, carbapenem seperti meropenem, imipenem,
cephalosporin dan aminoglikosida. Extended spectrum Penicillin yaitu
carboxy penicillins dan ureido-penicillins diberikan untuk infeksi
Pseudomonas aeruginosa atau bakteri gram negative lain. Carboxy
penicillins termasuk carbenicillin dan ticarcilin dapat diberikan pada
infeksi MRSA dan spesies Klebsiella.
Evaluasi pemberian antibiotika dilakukan sesudah 48-72 jam
berdasarkan data klinis dan mikrobiologi dengan mempergunakan
antibiotika spectrum sempit untuk mengurangi resistensi bakteri,
menurunkan toksisitas dan biaya. Lama pemberian antibiotika 7-10
hari dipandu oleh respon manifestasi klinis. Antibiotik diberikan
sebelum kuman penyebab diketahui.

Waktu/durasi pemberian antibiotik pada sepsis neonatal.


Diagnosis Durasi

Meningitis 21 hari

Kultur darah (+), tanda-tanda sepsis (+) 10 – 14 hari

Kultur darah (-), komponen skrining sepsis (+) 7 – 10 hari

Kultur darah (-), komponen skrining sepsis (-) 5 – 7 hari

.
g. Terapi kortikosteroid
Beberapa meta-analisis telah menunjukkan secara konsisten bahwa
pemberian glukokortikoid dosis tinggi (lebih dari 42.000 mg equivalen
hidrokortison) telah terbukti tidak bermanfaat dan membahayakan. Pada
saat ini pemberian kortikosteroid pada pasien sepsis lebih ditujukan
untuk mengatasi kekurangan kortisol endogen akibat insufisiensi renal.
Kortikosteroid dosis rendah bermanfaat pada pasien syok sepsis karena
terbukti memperbaiki status hemodinamik, memperpendek masa syok,
memperbaiki respon terhadap katekolamin dan meningkatkan survival.
Pada keadaan ini dapat diberikan hidrokortison dengan dosis 2
mg/kgBB/hari.109,114 Sebuah meta-analisis memperkuat hal ini
dengan menunjukkan penurunan angka mortalitas 28 hari secara
signifikan.
h. Anti-inflamasi
Penelitian mengenai terapi anti-inflamasi pada pediatrik masih sangat
sedikit, dan dengan sampel yang kecil.
i. Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF)
Sistem granulopoetik pada bayi baru lahir khususnya bayi kurang
bulan masih belum berkembang dengan baik. Neutropenia sering
ditemukan pada pasien sepsis neonatal dan keadaan ini terutama terjadi
karena defisiensi G-CSF dan GM-CSF. Padahal neonatus yang
menderita sepsis dengan neutropenia memiliki angka mortalitas lebih
tinggi dibandingkan yang tidak mengalami neutropenia. G-CSF
merupakan regulator fisiologis terhadap produksi dan fungsi neutrofil.
Fungsinya adalah untuk menstimulasi proliferasi prekursor neutrofil
dan meningkatkan aktivitas kemotaksis, fagositosis, memproduksi
superoksida dan bakterisida. Berdasarkan fungsi tersebut, G-CSF
digunakan sebagai terapi adjuvant pada sepsis neonatorum. Beberapa
penelitian melaporkan bahwa pemberian G-CSF dan GM-CSF dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas imunitas selular serta mencegah
infeksi nosokomial pada neonatus, tetapi preparat ini masih dalam
penelitian lebih lanjut dan membutuhkan biaya yang mahal
j. Transfusi Tukar
Transfusi tukar adalah prosedur untuk menukarkan sel darah merah
dan plasma resipien dengan sel darah merah dan plasma donor. Tujuan
TT pada sepsis adalah untuk memutuskan rantai reaksi inflamasi sepsis
dan memperbaiki keadaan umum pasien. Dikatakan demikian karena
berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah ada telah menunjukkan
kesimpulan bahwa TT dapat meningkatkan kadar IgG, IgA dan IgM
dalam waktu 12-24 jam; meningkatkan fungsi granulosit; meningkatkan
aktivitas opsonisasi antibodi dan fungsinya serta jumlah neutrofil;
mengeluarkan endotoksin dan mediator inflamasi; meningkatkan
oxygen-carrying capacity darah; memperbaiki perfusi jaringan;
meningkatkan konsentrasi oksihemoglobin di otak; serta memperbaiki
perfusi perifer dan distres pernapasan.
Darah yang digunakan untuk TT adalah darah lengkap. Volume darah
yang diperlukan untuk tindakan TT adalah 80-85 ml/kgBB untuk bayi
cukup bulan atau 100 ml/kgBB untuk bayi prematur dan ditambah lagi
75-100 ml untuk priming the tubing.
Metode yang paling disukai untuk prosedur TT adalah isovolumetric
exchange, yaitu mengeluarkan dan memasukkan darah yang dilakukan
bersama-sama melalui kateter arteri umbilikalis (dipakai untuk
mengeluarkan darah pasien) dan kateter vena umbilikalis (dipakai untuk
memasukkan darah donor).
Kontraindikasi TT adalah ketidakmampuan untuk memasang akses
arteri atau vena dengan tepat, omphalitis, omphalocele/gastroschisis,
necrotizing enterocolitis, bleeding diathesis, infeksi pada tempat
tusukan serta kurang baiknya aliran pembuluh darah kolateral dari arteri
ulnaris atau arteri dorsalis pedis. TT cukup efektif sebagai terapi
alternatif pada sepsis neonatorum yang gagal ditatalaksana secara
konvensional.
k. Terapi Supportif
a. Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa
b. Berikan koreksi jika terjadi hipovolemia, hipokalsemia dan
hipoglikemia
c. Bila terjadi SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretik
Hormon) batasi cairan
d. Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic.
e. Awasi adanya hiperbilirubinemia
f. Lakukan transfuse tukar bila perlu
g. Pertimbangkan nurtisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima
nutrisi enteral.
8. Komplikasi
a. Meningitis
b. Hipoglikemia, asidosis metabolic
c. Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intracranial.
d. Ikterus/kernicterus.

B. Pengkajian Keperawatan

1. Identitas Pasien
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Cara lahir, apgar score, jam lahir, kesadaran
b. Riwayat Prenatal
Lama kehamilan, penyakit yang menyertai kehamilan
c. Riwayat Persalinan
Cara persalinan, trauma persalinan
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran
2) Vital sign
3) Antropometri
b. Kepala
Adakah trauma persalinan, adanya caput, cepat hematan, tanda ponsep
- Mata
Apakah ada Katarak congenital, blenorhoe, ikterik pada sclera,
konjungtiva perdarahan dan anemis.
- Sistem Gastrointestinal
Apakah palatum keras dan lunak, apakah bayi menolak untuk
disusui, muntah, distensi abdomen, stomatitis, kapan BAB pertama
kali.
- Sistem Pernapasan
Apakah ada kesulitan pernapasan, takipnea, bradipneo, teratur/tidak,
bunyi napas
- Tali Pusat
Periksa apakah ada pendarahan, tanda infeksi, keadaan dan jumlah
pembuluh darah (2 arteri dan 1 vena)
- Sistem Genitourinaria
Apakah terdapat hipospadia, epispadia, testis, BAK pertama kali
- Ekstremitas
Apakah ada cacat bawaan, kelainan bentuk, jumlah, bengkak,
posisi/postur, normal/abnormal.
- Muskuloskletal
Tonus otot, kekuatan otot, apakah kaku, apakah lemah,
simetris/asimetris
- Kulit
Apakah ada pustule, abrasi, ruam dan ptekie.
4. Pemeriksaan Spefisik
a. Apgar score
b. Frekuensi kardiovaskuler: apakah ada takikardi, brakikardi, normal
c. Sistem neurologis
d. Reflek moro: tidak ada, asimetris/hiperaktif
e. Reflek menghisap: kuat, lemah
f. Reflek menjejak: baik, buruk
g. koordinasi reflek menghisap dan menelan
5. Pemeriksaan laboratorium
a. sampel darah tali pusat
b. fenil ketonuria
c. hematokrit
d. Bilirubin
e. Kadar gular darah serum
f. Protein aktif C
g. Imunogloblin IgM
h. Hasil kultur cairan serebrospinal, darah asupan hidung, umbilikus,
telinga, pus dari lesi, feces dan urine.
i. Juga dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan darah
tepi dan jumlah leukosit.
C. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi
b. Ketidakefektifan pola makan bayi b.d prematuritas , reflek isap kurang
D. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa
. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Keperawatan (NIC)

1 Ketidakefektifan
NOC : NIC :
 Respiratory status : ventilation Airway management :
pola nafas b.d
 Respiratoty status : airway patency  Auskultasi suara napas, catat adanya suara napas
hiperventilasi  Vital sign status tambahan
Criteria hasil :  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Menunjukkan jalan nafas yang paten keseimbangan
(irama, frekuensi pernapasan dalam  Monitor respirasi dan status O2
rentang normal, tidak ada suara napas Oxygen therapy
tambahan)  Pertahankannjalan napas yang paten
 Tanda2 vital dalam rentang normal  Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
Vital sign monitoring
 Monitor Nadi, Suhu, Respirasi
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
 Monitor adanya sianosis perifer
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x Intubasi Gastrointestinal

pola makan bayi 24 jam, didapatkan hasil : 1. Memilih selang OGT yang sesuai
2. Penempatan selang OGT yang tepat
b.d prematuritas , Hidrasi 3. Jelaskan kepada keluarga mengenai pentingnnya
penggunakaan OGT
1. Nadi tidak cepat dan lemah
reflek isap kurang 2. Peningkatan suhu tubuh Manajemen Nutrisi
3. Turgor kulit
4. Intake cairan 1. Berikan ASI secara teratur
Newborn Adaptation 2. Hitung kebutuhan minum bayi
3. Ukur masukan dan keluaran
1. Berat Badan 4. Pantau koordinasi mengisap bayi
2. Refleks mengisap 5. Timbang berat badan bayi setiap hari
6. Pengukuran TTV dan dehidrasi

Penghisapan non nutrisi

1. Informasikan kepada orang tua alternatif dari


penghisapan puting susu
1. Informasikan betapa pentingnya memenuhi
kebutuhan menghisap (menggunakan jari yang
bersih untuk menstimulasi refleks menghisap)
2. Usap pipi bayi dengan lembut untuk menstimulasi
refleks menghisap
3. Berikan dot untuk mendorong penghisapan selama
pemberian ASI melalui OGT dan 5 menit setelah
pemberian ASI melalui OGT
DAFTAR PUSTAKA

1. Aminullah A. Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Dalam: M. Sholeh Kosim, Ari Yunanto. dkk (editor). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.

2. Bobak , L. (2004). Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.

3. Bulecheck, Gloria M, et al. Nursing Intervention Classifcation (NIC) Fifth Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2008.
4. Nurarif AH dan Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medis dan Nanda-NIC-NOC jilid 1 dan 2.
Panduan Penyusunan Asuhan keperawatan professional. Yogyakarta: Media Action, 2013.

5. Powell KR. Sepsis dan Syok. Dalam: Nelson, Behrman, Kliegman, Arvin (editor). Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2.ed 15. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. Hal 869 – 870

6. Rudolph AM, Julien IEH, Colin DR. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 1 Edisi 2. Jakarta: EGC, 2006.

7. The Merck Manuals Online Medical Library. Neonatal Sepsis (Sepsis Neonatorum). Accessed April 2013. Available from URL:
http://www.merck.com/mmpe/sec19/ch279/ch279m.html.

Anda mungkin juga menyukai