Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS NEONATORUM
1. Definisi
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi
selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu
antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons
sistemik terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah
sindrom yang dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala
infeksi yang parah yang dapat berkembang kearah septikemia dan syok septik
(Dongoes, 2000)
Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama
sejak dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi
hanya pada satu orga saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada
sepsis bisa didapatkan pada saat sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau
setelah persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat disebabkan
karena virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau jamur
(candida) meskipun jarang ditemui. (John Mersch, MD, FAAP, 2009). Sepsis
dapat dibagi menjadi dua yaitu,

1. Sepsis dini :terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber


organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya
fulminan dengan angka mortalitas tinggi. 
2. Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan
dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari
kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari
lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi. (Vietha,
2008)
2. Epidemiologi
Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan
penyebab daro 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih
sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg
dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.
2.3 Etiologi
Bakteria seperti Escherichia
coli, Listeria monocytogenes, Neisseriameningitidis, Sterptococcus pneumoni
ae, Haemophilus influenzae tipe B,Salmonella, dan Streptococcus grup B
merupakan penyebab paling sering terjadinya sepsis pada bayi berusia sampai
dengan 3 bulan. Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis paling
sering pada neonatus.
Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi
melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi
kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus,
antara lain:
a. Perdarahan
b. Demam yang terjadi pada ibu
c. Infeksi pada uterus atau plasenta
d. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih
sebelum melahirkan)
f. Proses kelahiran yang lama dan sulit.
g. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses
kelahiran. Menurut Centers for
Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak
terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari
setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama
melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif rentan
terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang
dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus
jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui
selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang
normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh
kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah
disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia
tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat
megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah
memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas.
Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam.
Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami
demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan
bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di
dalam darah.Streptococcus pneumoniae (pneumococcus)
menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia tersamar
pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun.
4. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.
Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi
miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen,
terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang
progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade
menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah
penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang
mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan
kematian (Bobak, 2005).Bayi baru lahir mendapat infeksi melalui
beberapa jalan, dapat terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi
konginetal virus rubella, protozoa Toxoplasma, atau basilus Listeria
monocytogenesis.  Yang lebih umum, infeksi didapatkan melalui jalur
vertikel, dari ibu selam proses persalinan ( infeksi Streptokokus group
B atau infeksi kuman gram negatif ) atau secara horizontal dari
lingkungan atau perawatan setelah persalinan ( infeksi Stafilokokus
koagulase positif atau negatif).
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara
umum berasal dari tiga kelompok, yaitu : 
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak
diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah
mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak
higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari
pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan
umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan. 

2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram),
merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya
imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup
bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi
pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi
imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan
hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan
pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG
spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus
influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak
terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut,
aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak
diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi
antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik,
bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian
besar penurunan aktivitas opsonisasi. 
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki-
laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor Lingkungan
a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering
memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan
di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun
kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi
mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin
terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis
menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko
penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan
kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat
ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial),
paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI,
spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya,
sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi
oleh E.colli.

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai


neonatus melalui beberapa cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman
dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh
bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah
kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella,
herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri
yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan
toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan
terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai
korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis,
selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara
lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan
terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan
traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi
tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi
melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan
lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang
melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida
albican,dan N.gonorrea.
3. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah
kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari
lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir,
selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau
dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi
melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)

5. Manifestasi Klinik
Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah
sebagai berikut,
1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare,
hepatomegali
3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung,
merintih, sianosis
4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi,
takikardi, bradikardi
5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas
minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol
6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu,
tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-
naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang,
jaundice, muntah, diare, dan perut kembung
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau
darah dari pusar
b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan
koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau
penonjolan pada ubun-ubun
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan
pada lengan atau tungkai yang terkena
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri
tekan dan sendi yang terkena teraba hangat
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan
perut dan diare berdarah.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut off  tepat
yang optimal, nilai diagnostik yang baik yaitu sesitivitas mendekati 100%,
spesifisitas lebih dari 85%,Positive Probable Value  (PPV) lebih dari
85%, Negative Probable Value (NPV) mendekati 100%, dan dapat
mendeteksi infeksi pada tahap awal. Kegunaan klinis dari pertanda diagnostik
yang ideal adalah untuk membedakan antara infeksi bakteri dan virus,
petunjuk untuk penggunaan antibiotik, memantau kemajuan pengobatan, dan
untuk menentukan prognosis.
Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih total,
hitung neutrofil, neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total
(I:T), mikroErytrocyte Sedimentation Rate (ESR), dan hitung trombosit. Tes
laboratorium yang dikerjakan adalah CRP, prokalsitonin, sitokin IL-6, GCSF,
tes cepat (rapid test) untuk deteksi antigen, dan panel skrining sepsis.
Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis adalah
sebagai berikut: IL6, dan IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya gejala; IL6
(atau IL1-ra 0, IL8, G-CSF, TNF, CRP, dan hematological indices pada hari
ke-0); CRP, IL6 (atau GCSF dan hematological indices pada hari ke-1); dan
CRP pada hari-hari berikutnya untuk memonitor respons terhadap terapi.
Tabel 3 menjelaskan sensitivitas dan spesifisitas dari berbagai uji
laboratorium.
7. Penatalaksanaan
1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg
BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3
dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari
i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan
Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu
pemberian ½ sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap,
urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan
feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal
(jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP
kuantitatif).
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula
darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi,
pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka
antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong
infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari
diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari
i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi
khusus).
6. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama
pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian
antibiotika minimal 21 hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi,
terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik asidosis,
terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi
kejang, transfusi tukar 

Anda mungkin juga menyukai