Kep (2014901014)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi
LAPORAN PENDAHULUAN
SEPSIS NEONATORUM
Oleh :
Nim : 2014901014
Bukittinggi
Risa Diana Hasti, S.Kep (2014901014)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi
A. Defenisi Sepsis
Sepsis adalah kondisi yang sangat sberat, bisa menyebabkan organ-organ tubuh gagal
berfungsi dan berujung pada kematian. Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah
bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Kejadian sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500
atau 1 dalam 600 kelahiran hidup.
Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama sejak dilahirkan.
Infeksi dapat menyebar secara menyeluruh atau terlokasi hanya pada satu organ saja seperti paru-
paru dengan pneumonia. Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat sebelum persalinan atau
setelah persalinan dan dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan fungi atau jamur meskipun jarang
ditemui.
B. Etiologi sepsis
Organisme penyebab sepsis primer berbeda dengan sepsis nosokomial adalah:
1. Sepsis primer biasanya disebabkan : Streptokokus Grub B (GBS), kuman usus gram negatif,
terutama escherisia coli, listeria monocytogenes, stafilokokus lainnya, kuman anaerob, dan
haemophilus influenzae.
2. Sepsis nosokomial adalah stafilokokus, kuman gram negatif, dan jamur
E. Patofisiologi Sepsis
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh
bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen,
terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-
tiba dan berat, menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan
perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskular
coagulation (DIC) dan kematian. Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai
neonatus melalui beberapa cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati
plasenta dan umpilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi dara janin. Kumam
penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella,
Risa Diana Hasti, S.Kep (2014901014)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi
herpes, situmegalo, koksari, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini,
antara lain malaria, sifilis, dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada
pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amnionitis dan
korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat
persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasioleh bayi dan masuk ke
tyraktus digestifus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi
tersebut.
3. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya
terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim.
F. Komplikasi sepsis
1. Hipoglikemia, Hiperglikemia, asidosis metabolik, dan jaundice.
2. Dehidrasi.
3. Hiperbilirubinemia dan anemia
4. Meningitis
5. Disseminated intravaskuler coagulation (DIC)
G. Pemeriksaan sepsis
1. Pemeriksaan laboratorium
Hematologi
2. Pemeriksaan radiologi
Foto dada, abdomen atas indikasi, dan ginjal. Pemeriksaan USG ginjal, skanning ginjal
3. Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan plasenta dan selaput janin dapat menunjukkan adanya korioamnionitis, yang
merupakan potensi terjadinya infeksi pada neonatus.
Risa Diana Hasti, S.Kep (2014901014)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi
H. Pathway sepsis
Risa Diana Hasti, S.Kep (2014901014)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi
I. Pencegahan Sepsis
Sepsis neonatorum adalah penyebab kematian utama pada neonatus.tanpa pengobatan yang
memadai, gangguan ion dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Oleh karena itu,
tindakan pencegahan mempunyai arti penting karena dapat mencegah terjadinya kesakitan dan
kematian (Surasmi, 2003). Tindakan yang dapat dilakukan (Surasmi, 2003) adalah :
1. Pada masa antenatal.
Pada masa antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara bekala, imunisasi, pengobatan
terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu,asupan gizi yang memadai, penanganan segera
terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ke tempat
pelayanan yang memadai bila diperlukan.
2. Pada saat persalinan.
Perawatan ibu selama persdalinan dilakukan secara aseptik, dalam arti persalinan piperlakukan
sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan
(bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses
persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan, dan menghindari perlukaan kulit dan
selaput lendir.
3. Sesudah persalinan.
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI
secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan
peralatan sendiri. Perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan infasif harus dilakukan
dengan prinsip – prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci
tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi.
Pemantauan keadaan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan
baik. Semua personil yang menangani atau bertugas bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit
menular harus diisolasi. Pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin memalui
pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi.
J. Penatalaksanaan Sepsis
1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2
dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7
1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan
Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ½ sampai 1
jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses
lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal
dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada,
pemeriksaan CRP kuantitatif).
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas
darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah dan
CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap
abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan
Risa Diana Hasti, S.Kep (2014901014)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi
dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m
(atas indikasi khusus).
6. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika
10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.Pengobatan
suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi
metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi
kejang, transfusi.
b. Frekuensi kardiovaskuler
Apakah ada takikardi, bradikardi, normal.
c. Sistem Neurologis
Refleks moro : tidak ada, asimetris/hiperaktif
Refleks menghisap : kuat, lemah
Refleks menjejak : baik, buruk
Koordinasi refleks menghisap dan menela
5. Diagnosa keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispnea, apnea, takipnea.
b. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi/ inflamasi
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam
6. Intervensi
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispnea, apnea, takipnea.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola nafas kembali
efektif dengan criteria hasil:
Frekuensi pernafasan
Irama nafas
Kedalaman inspirasi
Intervensi:
Manajemen jalan nafas
Buka jalan nafas dengan chin lift atau jaw trust
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Monitor status pernafasan dan oksigenasi
Auskultasi suara nafas
Kelola pemberian bronkodilator
Lakukan suction bila perlu
b. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi/ inflamasi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh kembali
normal dengan criteria hasil:
Tingkat pernafasan
Berkeringat saat panas
Suhu normal
Intervensi:
Perawatan demam
Pantau suhu dan tanda-tanda vital
Monitor warna kulit
Dorong konsumsi cairan
Anjurkan pasien untuk istirahat
Berikan oksigen yang sesuai
Lembabkan bibir dan mukosa yang kering
Risa Diana Hasti, S.Kep (2014901014)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi