Anda di halaman 1dari 25

Nour Sriyanah, S.Kep., Ns., M.

Kep
LAPORAN PENDAHULUAN
“SEPSIS”

KELOMPOK 8 :
FRISYE TIOTOR (21906019)
SELVI AYU ANDINI (21906003)
FARIDAH BINTI OSMAN (21906017)
A. ASYRARUL HIDAYAH (21906005)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR


PRODI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2022
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep dasar sepsis
1. Pengertian
Sepsis adalah respon system inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti atau dugaan
infeksi sebagai penyebabnya. Sepsis disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap
infeksi seperti bakteri gram positif maupun gram negative, virus jamur, atau protozoa,
dan sebagainya.
Sepsis terjadi bila bakteri yang masuk kedalam tubuh atau sirkulasi tidak dapat
dieliminasi secara efektif oleh tubuh atau terjadi kegagalan mekanisme pertahanan
tubuh secara umum. Hal tersebut akan merangsang suatu respon inflamasi sistemik.
(Schexnayder, 1999).
Berikut adalah beberapa defenisi atau pengertian dari sepsis neonatorum atau
sepsis pada neonatus, yang perlu diketahui, yaitu:
a. Sepsis neonatorum atau septicaemia neonatal didefenisikan sebagai infeksi bakteri
pada aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan. (Bobak, 2004)
b. Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah
dan jaringan lain.
c. Sepsis bacterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi
sistemik dan diikuti dengan bakterimia pada bulan pertama kehidupan (WHO,
1996)
d. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan muali dari infeksi, SIR (Systeic
Inflammatory Response Syndrome), sepsis; sepsis berat, syok septic, disfungsi
multiorgan dan akhirnya kematian.
2. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatus dapat dibagi menjadi dua bentuk,
yaitu:
a. Sepsis dini/Sepsis Awitan Dini
Merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode setelah lahir
(kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran in utero.
Karakteristik: sumber organisme pada saluran genitalia ibu dan cairan amnion,
biasanya fulmina dengan angka mortalitas tinggi.
Jenis kuman yang sering ditemukan adalah: streptokokus group B, Escheria Coli,
Haemophilus influenza, listeria monocytogenesis, batang gram negative.
b. Sepsis Lanjutan/Sepsis nosocomial atau Sepsis Awitan Lambat (SAL)
Merupakan infeksi setelah lahir (lebih dari 72 jam) yang diperoleh dari
lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosocomial)
Karakteristik: didapat dari bentuk langsung dan tidak langsung dengan organisme
yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami
komplikasi.
3. Epidemiologi
Sepsis terjadi pada kurang lebih 1% bayi bru lahir, tetapi merupakan penyebab
dari 30% kematian pada bayi baru lahir. Imfeksi bakteri lima kali lebih sering terjadi
pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kilogram dan dua kali
lebih sering menyerang bayi laki-laki. Angka kejadian/insidens sepsis di Negara
berkembang cukup tinggi, yaitu 1,8-18 per 1000 kelahiran hidup dengan angka
kematian sebesar 12-68%, sedangakn di Negara maju angka kejadian sepsis
berkisaran antara 3 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian 10,3%. (Anik
Maryunani & Nurhayati, 2009)
4. Etiologi
Pola mikroorganisme penyebab sepsis dari waktu ke waktu dan berbeda setiap
Negara dan tempat perawatan, selain itu juga sangat berhubungan erat dengan umur
dan status imunitas anak.
Penyebab sepsis pada neonatorum adalah berbagai macam kuman dan bakteri,
virus, parasite atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri,
seperti Acinetobacter sp, Enterobacter sp, Pseudomonas sp, Serratia sp, Escerichia
Coli, grup B Sterptococcus, Listeria sp, dll.
Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko sepsis pada
neonatus adalah:
a. Pendarahan
b. Demam yang terjadi pada ibu
c. Infeksi pada uterus atau plasenta
d. Ketuban pecah dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu)
e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum
melahirkan)
f. Proses kelahiran yang lama dan sulit. (Anik Maryunani dan Nurhayanti 2009)
Sedangkan pada anak yang lebih besar sepsis banyak disebabkan oleh kuman
staphylococcus pneumonia, haemophyllus influenza tipe B, neisserai meningitidins,
salmonella dan streptococcus spp. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh levy et all yang mengatakan bahwa sepsis pada anak umumnya disebabkan oleh
adanya infeksi bakteri yang terdiri dari 19% infeksi nosocomial, dan bakteremia pada
49% penderita gram negative sebanyak 52% dan gram positif 48%. Infeksi
nosocomial yang tersering adalah karena coagulase-negative staphylococcus,
staphylococcus aereus dan enterococcus, infeksi jamur meningkat menjadi 20%.
(Chareulfatah, 2002; Levy et all, 2009)
Menurut studi rismala dewi menunjukan bahwa kuman penyebab sepsis terbanyak
di PICU RSCM adalah klebsiella cepacia (14%). Sebagian besar kuman yang
ditemukan adalah kuman gram negative. Levy et all juga menemukan hal yang serupa
pada penelitian tahun 1996. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa bakteri gram
negative menyebabkan lebih dari 50% dari seluruh kasus bakteremia pada anak,
dengan klebsiella pneumonia sebagai penyebab terbanyak. (Dewi, 2011)
Pada penelitian rismala dewi ditemukan pula hasil kultur berupa jamur, termasuk
didalamnya adalah candida sp, kolonisasi candida sp. Dapat ditemukan pada pasien
PICU seperti dilaporkan oleh singhi et al, bahwa pasien dengan kondisi kritis dan
status imunokompromais merupakan target infeksi oportunistik candida sp.
Mekanisme pertahanan local berupa keasaman lambung, peristaltic, sekresi substansi
antibakteri, dan flora endogen mengalami perubahan pada pasien kritis sehingga
terjadi kolonisasi dan pertumbuhan berlebihan candida sp. Pada pasien sepsis,
penggunaan antibiotic spectrum luas menekan flora normal gastrointestinal dan
paparan kortikosteroid dosis tinggi membuka jalan untuk proliferasi candida sp,
sehingga menyebabkan perkembangan yang berlebihan. Menurut singhi et al,
insidens kolonisasi candida sp, sangat tinggi pada pasien PICU yang dirawat lebih
dari 5 hari. Sebagian besar kolonisasi tersebut berhubungan dengan ragi yang dibawa
oleh tenaga medis. (Singhi et al, 2008)
Selain bakteri, ilmuwan Marshall dan Taneja menyebutkan bahwa virus pernah
diisolasikan dari penderita sepsis dengan gejala mirip dengan sepsis yang disebabkan
oleh infeksi kuman gram negative penting pula untuk diketahui bahwa dahulu para
ilmuwan mempercayai bahwa sepsis selalu disertai dengan bakteriemia, oleh
karenanya sering kita dengar istilah septicaemia, namun penelitian multisenter akhir-
akhir ini menemukan bakterimia hanya terjadi pada sebagian kecil pasien dengan
gambaran klinis sepsis, dikatakan hanya 32% yang terbukti adanya infeksi pada aliran
darahnya. (Trzeciak, 2005)
5. Faktor Predisposisi
Terdapat beberapa factor resiko yang dapat meningkatkan insidens sepsis pada
anak adalah:
a. Factor host yang terdiri dari malnutrisi, imunodefisiensi, problem penyakit kronik,
trauma/luka bakar, penyakit berat dan kritis.
b. Factor pengobatan : tindakan operasi, prosedur invasive, alat pantau invasive,
antibiotik, terapi imunosupresif, lama perawatan dan lingkungan rumah sakit.
(Budhiarso, 2000)
Dalam buku Anik Maryunani & Nurhayati (2009) factor resiko, yaitu:
1) Factor resiko dilihat dari:
a. Sepsis Awitan Dini (SAD), meliputi:
1) Kolonisasi maternal dalam GBS, infeksi fekal
2) Malnutrisi pada ibu
3) Prematuris, BBLR
b. Sepsis Awitan Lanjutan (SAL), meliputi:
1) BBLR, pertumbuhan janin terhambat/IUGR
2) Nutrisi parenteral totalis, pemberian makanan melalui selang
3) Pemberian antibiotic
2) Factor resiko dilihat dari factor resiko ibu dan bayi
a. Factor resiko ibu
1) Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lama >18 jam
2) Infeksi dan deman >38̊C pada masa peripartum karena korioamnionitis,
infeksi saluran kemih, kolonisasi kuman streptokokus group B di vagina,
kolonisasi kuman E. coli di perineum.
3) Cairan ketuban hijau dan keruh
4) Kehamilan kembar
5) Factor social ekonomi dan gizi buruk pada ibu
b. Factor resiko bayi
1) Bayi premature dan berat badan rendah
2) Bayi dengan cacat bawaan
3) Bayi dirawat dirumah sakit
4) Bayi dilakukan tindakan resusitasi pada saat lahir
5) Bayi dilakukan prosedur invasive, seperti pemasangan infus, kateter,
intubasi ETT, pemakaian ventilator, akses vena sentral, pembedahan
6) Bayi dengan asfiksia neonatorum
7) Bayi yang tidak diberi ASI
8) Bayi dengan pemberian nutrisi parenteral
9) Bayi yang dirawat terlalu lama diruang intensif bayi
10) Bayi yang dirawat di ruang rawat bayi baru lahir terlalu padat
11) Kebersihan ruang bayi atau ruang intensif bayi yang buruk
12) Prosedur cuci tangan yang tidak benar pada tenaga kesehatan maupun
anggota keluarga pasien (bayi). (Anik Maryunani & Nurhayati, 2009)
6. Patofisiologi
1) Selama dalam kandungan
Oleh karena terlindungi oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput
amnion, khorion dan beberapa factor anti infeksi pada cairan amnion, janin
selama dalam kandungan sebenarnya relative aman terhadap kontaminasi.
Namun, terdapat beberapa kemungkinan kontaminasi kuman melalui:
a. Infeksi kuman yang diderita ibu yang dapat mencapai janin melalui aliran
darah menembus barrier plasenta dan masuk sirkulasi janin.
b. Prosedur tindakan obstetric yang kurang memperhatikan factor antiseptic
misalnya pada saat pengambilan contoh darah janin.
c. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan
berperan dalam infeksi janin.
2) Setelah lahir
Kontaminasi kuman dapat terjadi dari lingkungan bayi, oleh karena antara lain
hal-hal berikut ini:
a. Infeksi silang
b. Alat-alat yang digunakan bayi kurang bersih/steril
c. Prosedur infasive seperti kateterisasi umbilicus
d. Kurang memperhatikan tindakan aseptic
e. Rawat inap terlalu lama
f. Bayi yang dirawat terlalu banyak/padat. (Anik maryunani & Nurhayati, 2009)
Perhatian saat ini terfokus pada kedua proses yaitu koagulasi dan fibrinolysis,
yaitu system pembekuan darah yang alamiah. Ada 3 tahapan mekanisme
timbulnya sepsis yaitu: (1) Tahap inflamasi, (2) tahap koagulasi, dan (3) tahap
disfungsi bekuan darah, kerusakan jaringan, dan kematian. Skema mekanisme
timbulnya sepsis digambakan dalam skema di bawah ini.
7. Manifestasi klinis
Menurut terminologis medis, sepsis mengacu pada adanya bukti infeksi dengan
ditemukannya minimal 3 dari kriteria berikut:
a. Suhu tubu <36̊C atau >38̊C
b. Denyut jantung >90x/menit
c. Peningkatan frekuensi nafas (hiperventilasi): >20x/menit
d. PaCO2 <32mmHg
e. Peningkatan jumlah lekosit >12.000 mm3 atau penurunan jumlah leukosit <4000
sel/mm3
f. Hitunglah jumlah leukosit normal, dengan >10% bentuk sel imatur.
Gejala sepsis meliputi penurunan respon mental, bingung, tremor, mengigil,
demam, mual, muntah, dan diare dengan adanya infeksi. Focus infeksi tersering yang
dapat menyebabkan sepsis adalah paru-paru, traktus urinarius, traktus gastrointestinal,
dan pelvis. Namun, hampir 30% dari pasien tidak dapat ditentukan focus infeksinya.
Perjalanan penyakit dari sidrom sepsis tidak dapat diprediksi, beberapa pasien dapat
langsung mengalami syok sepsis, sementara pasien lainnya mengalami disfungsi
organ dalam berbagai tingkatan atau mengalami proses penyembuhan.
Pada neonatus tanda primer yang didapatkan adalah distress respirasi, apneu,
distensi abdomen, muntah dan diare, jaundice, hilangnya tonus otot, penurunan
aktifitas spontan, kurangnya respon menyedot letargi, kejang dan suhu tubuh yang
abnormal (dapat hipertermi atau hipotermi). Pada kulit bayi sering didapatkan
mottling, sebagai akibat dari penurunan perfusi, perubahan curah jantung, dan
resistensi vaskuler. Kadang-kadang dapat juga ditemukan lesi kulit spesifik, seperti
ptekie atau pustule, terutama yang disebabkan oleh kuman meningococcus dan
pseudomonas aeuruginosa.
Manifestasi sekunder merupakan kelanjutan dari proses perjalanan penyakit yang
mengarah pada syok septic. Pada fase ini ditandai dengan hipotensi, sinosis gangrene,
oliguria, anuria, jaundice dan tanda gagal jantung. Hipotensi merupakan penyebab
gagal jantung akut,gangrene perifer dan asidosis laktat. Pada fase ini rentan untuk
terjadinya acute respiratory distress syndrome atau ARDS, gagal ginjal akut, gagal
hati akut, disfungsi saraf pusat, disseminated intravaskuler coagulation/DIC dan
disfungsi organ multiple. Disfungsi organ pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat
langsung, atau karena hipoksia atau hipoperfusi, atau karena komplikasi dari terapi
terhadap penyakit yang mendasari. Disfungsi organ bukan saja berperan sebagai
pertanda sepsis melainkan juga sebagai kontribusi terhadap kematian pada pasien.
a. System respirasi
Disfungsi organ paru sering terjadi pada pasien sepsis atau SIRS. 50% terjadi
Acute Respiratory Distress Syndrom dan meningkat menjadi 60% bila disertai
syok. 85% membutuhkan ventilator mekanis. Disfungsi paru diawali dengan
adanya radikal oksigen yang dihasilkan oleh netrofil teraktifasi yang
menyebabkan kerusakan pada endotel kapiler paru. Disfungsi endotel kapiler paru
inilah yang menyebabkan terjadinya edem alveolar dan interstisial yang berisi
cairan protein dan eksudat yang kaya akan sel imun fagosit. Permeabilitas endotel
meningkat karena bereaksi terhadap sitokin proinflamasi. Hal ini menyebabkan
penghancuran membrane dasar.
b. System kardiovakuler
Jantung maupun pembuluh darah sensitive terhadap pengaruh sitokin
proinflamasi. Nitrogen oksida adalah mediator vasoaktif yang dianggap
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik yang menjadi latar belakang
timbulnya syok pada sepsis. Terjadi vasodilatasi dan kebocoran kapiler yang
menyebabkan penurunan volume preload dan curah jantung. Baroreseptor
memberikan rangsangan terjadinya takikardi. Namun demikian endotoksin dan
sitokin proinflamasi telah terbukti menyebabkan depresi miokard. Sehingga,
gambaran hemodinamik yang terjadi adalah vasodilatasi, volume intravaskuler
tidak adekuat, dan penekanan fungsi miokard.
c. System urinarius
Disfungsi renal terjadi disebabkan oleh adanya hypovolemia dan vasodilatasi oleh
sitokin yang menyebabkan hipoperfusi renal. Kerusakan renal disebabkan oleh
karena akut tubular nekrosis, uropati obstruktif, nefritis interstisial rabdomiolisis
dan glomerulonephritis.
d. System traktus gastrointestinal
Traktus gastrointestinal adalah salah satu organ yang penting seringkali
dikorbankan dalam keadaan syok atau hipoperfusi untuk lenih memenuhi
kebutuhan oksigenasi organ vital seperti: otak, jantung, paru. Manifestasi klinis
dari hipoksia pada organ pencernaan antara lain adalah hilangnya integritas
mukosa yang menyebabkan nekrosis hemoragik atau pendarahan saluran cerna.
Pada penderita yang dirawat lama, penghentian diet enteral dapat menyebabkan
terjadinya atrofi dari vilii-vili usus. Adanya kerusakan barien mukosa
menyebabkan translokasi bakteri dari usus ke sirkulasi sistematik. Akibat lain dari
sepsis adalah terjadinya gangguan fungsi enzim dari system filtrasi imunologis
dan mekanis dari hati. Peningkatan serum SGOT dan SGPT, bilirubin, dan alkali
fosfatase menandakan adanya kerusakan organ lain.
e. System hematologi
Ditandai adanya anemia, leukopenia dan trombositopenia. DIC menyebabkan
terjadinya konsumsi yang berlebihan terhadap trombosit. Akibat adanya
pembentukan formasi thrombus mikrovaskuler dan inhibisi dari fibrinolysis
menyebabkan semakin banyaknya pelepasan sitokin, molekul-molekul adhesi dari
sel proinflamasi dan promosi dari kaskade sepsis. Pertanda yang dijumpai adalah
kenaikan protrombin time, partial tromboplastin time, D-Dimer dan produk
pemecahan fibrinogen. Pada penderita dengan ventilator mekanik yang relative
statis berisiko mengalami thrombosis vena dalam dan emboli pulmonal.
(Paterson, 2008; Sareharto, 2007)
8. Komplikasi
Sepsis merupakan salah satu penyebab dari systemic inflammatory respon
syndrome (SIRS). Bila tidak segera dikenali dan ditangani sedini mungkin, sepsis
dapat berkembang menjadi tahapan lebih berat yaitu severe sepsis (sepsis dengan
disfungsi organ akut), syok sepsis (sepsis dengan hipotensi arterial refraksi), multiple
organ disfunction syndrome (MODS) atau disfungsi organ multiple dan berakhir pada
kematian (Powell, 2000)
Jika tidak segera ditangani dapat mengakibatkan adanya komplikasi, yaitu:
1) Dehidrasi
2) Asidosis metabolic
3) Hipoglikemia
4) Anemia
5) Hiperbilirubinemia
6) Meningnitis
7) DIC
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut:
a. Early Goal Directed Therapy
EGDT meliputi resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kritaloid,
pemberian obat-obatan inotropic, dan atau vasopressor dalam waktu 6 jam
sesudah diagnosis ditegakkan di UGD sebelum masuk PICU. Resusitasi awal 20
ml/kgBB 5-10 menit, dan dapat diulang beberapa kali sampai lebih dari 60
ml/kgBB dalam waktu 6 jam. Pada syok septik dengan tekanan nadisangat sempit,
koloid lebih efektif daripada kristaloid.
b. Inotropik/vasopressor/vasodilator
Vasopressor diberikan apabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume, dan
map kurang dari normal, diberikan vasopressor. Dopamine merupakan pilihan
pertama. Apabila refrakter terhadap pemberian dopamine, maka dapat diberikan
epenefrin atau neropinefrin. Dobutamin diberikan pada keadaan curah jantung
yang rendah. Vasodilator diberikan pada keadaan tahanan pembuluh darah perifer
yang meningkat dengan map tinggi sesudah resusitasi volume dan pemberian
inotropic. Nitrovasodilator (nitroglinserin atau nitropusid) diberikan apabila
terjadi curah jantung rendah dan tahanan pembuluh darah sistemik meningkat
disertai syok.
c. Extra corporeal membrane oxygenation (ECMO)
ECMO dilakukan pada syok septic pediatric yang refrakter terhadap terapi cairan,
inotropik, vasopressor, vasodilatasi, dan terapi hormone.
d. Suplemen oksigen
Intubasi endotrakeal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat
bermanfaatn pada bayi dan anak dengan sepsis berat atau syok septik, karena
kapasitas residual fungsional yang rendah.
e. Terapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau mengurangi kebutuhan
akan vasopressor, tidak dianjurkan pada keadaan asidosis laktat dan pH >7,15
dengan hipoperfusi.
f. Terapi antibiotik
Pemberian antibiotic segera satu jam sesudah diagnosis sepsis ditegakkan dan
pengambilan kultur darah. Pada keadaan dimana focus infeksi tidak jelas, maka
antibiotic harus diberikan pada keadaan penderita yang mengalami perburukan,
status imunologik yang buruk, adanya kateter intravena berdasarkan kuman
penyebabnya dan tes kepekaan. Prinsip pemulihan antibiotic tergantung dari
berbagai hal antara lain dari: communityacquired disease atau pola infeksi di
wilayah tersebut, pola resistensi kuman, penyakit penyerta (missal pada penderita
dengan imunocompromised), pemberian infuse atau obat-obatan parenteral dalam
kaitannya dengan pola kuman-kuman nosokomial, dan modifikasi regimen.
Dalam panduan internasional surviving sepsis campaign 2008 direkomendasikan
untuk memberikan terapi antibiotic empiris sedini mungkin, dalam waktu satu
jam setelah diagnosis syok septic (1B) dan sepsis berat tanpa syok sepsis (1D).
Antimikroba yang diberikan termasuk satu atau lebih obat yang aktif melawan
semua kemungkinan pathogen (bakteri) dan dapat berprenetrasi dalam konsentrasi
yang adekuat ke organ yang dicurigai merupakan sumber infeksi. Antibiotic yang
dapat diberikan yaitu:
 Ampisilin 200 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, dikombinasikan
dengan aminoglikosida garamycin 5-7 mg/kgBB/hari atau amikasin 15-20
mg/kgBB/hari iv atau netilmisin 5-6 mg/kgBB/hari iv dalam 2 dosis.
 Kombinasi lain adalah ampisilin dengan cefotaxime 100mg/kgBB/hari
intravena dalam 3 dosis. Kombinasi ini lebih disukai apabila terdapat
gangguan fungsi ginjal atau tidak tersedia sarana pengukuran
aminoglikosida.
Penggunaan antibiotic b-laktam spectrum luas sebagai monoterapi sama
efektifnya dan kurang nefrotoksik dibandingkan dengan kombinasi b-laktam dan
aminoglikosida. Pemilihan antibiotic monoterapi yang digunakan, yaitu yang
dapat mencakup pathogen penyebab yang dicurigai dari focus infeksi, memiliki
potensi resistensi rendah, dan profil keamanan yang baik. Namun, monoterapi
tidak dapat dipilih sebagai terapi antibiotic empiris secara universal. Pemilihan
antibiotic empiris bergantung pada beberapa factor, terkait dengan latar belakang
pasien (termasuk intoleransi obat-obatan), penyakit penyerta, dan pola kuman di
lingkungan rumah sakit. Pilihan rejimen antibiotic inisial harus cukup luas untuk
melawan semua kemungkinan pathogen. Penggunaan terapi kombinasi dua
antibiotic dapat memperluas spectrum anti-bakteri, memiliki efek sinergis yang
meningkatkan aktivitas antibakteri, dan mengurangi resistensi bakteri atau
superiinfeksi.
g. Sumber infeksi
Eradikasi sumber infeksi sangat penting, seperti drainase abses, debridement
jaringan nekrosis, alat-alat yang terinfeksi dilepas.
h. Terapi kortikosteroid
Pemberian 15%. Dosis kortikosteroid yang direkomendasikan untuk syok septic
pediatric adalah 1-2 mg/kg berat badan sampai 50 mg/kg untuk terapi empiris
syok septic diikuti dosis yang sama diberikan dalam 24 jam.
i. Granulocyte macrophage colony stimulating factor
(GMCSF) Transfusi granulosit diberikan pada sepsis meonatus dengan hitung
neutrophil <1500/ul, yang diberikan 1-10 ug/kgBB selama 7 hari.
j. Intravenous immunoglobin (IVIG) Mekanisme efek IVIG pada sepsis yaitu
sebagai berikut:
 Netralisasi melalui antibody dengan meningkatkan fungsi bakterisid,
fagositosis, netralisasi endotoksin dan eksotoksin
 Antagonis reseptor TNFα reseptor IL-1 dan reseptor IL-6.
 Egek sinegris dengan antibiotic β lactam melalui efek antibody anti-
laktamase, transport oksigen, memperbaiki fungsi granulosit dalam
melakukan lisis bakteri, dan aktivitas opsonim, memperbaiki koagulopati
dan gangguan elektrolit.
k. Hemofiltrasi transfusi tukar dapat dilakukan untuk mengeluarkan endotoksin
bakteri dan mengatur mediator inflamasi, meningkatkan transport oksigen, dan
aktifitas opsonim, memperbaiki koagulopati dan gangguan elektrolit.
l. Terapi suportif
 Profilaksis stress ulcer
Diberikan inhibitor reseptor H2 yaitu ranitidine
 Profilaksis thrombosis vena dalam
Dosis rendah heparin dianjurkan, kecuali pada penderita yang mempunyai
kontraindikasinya yanitu trombositoenia berat, koagulopati berat, perdarah
aktif, riwayat pendarahan intraserebral.
 Pencegahan hipoglikemia pada sepsis balita dengan sepsis mempunyai
resiko untuk menderita hipoglikemia, sehingga perlu diberikan glukosa 4-
6 mg/kg berat badan/menit atau glukosa 10% dalm NaCl 0,45 dan
mempertahankan gula darah dalam batas normal.
 Penatalaksanaan disfungsi organ
a. Disfungsi paru
Volume tidak 6-8 ml/kg berat badan, permissive hiperkapnea, dan
positif end expiratory pressure (PEEP) yg optimal untuk mencegah
kolaps alveolus.
b. Disfungsi saluran cerna
Nutrisi enteral diberikan segera sesudah hemodinamik stabil dalam 1
atau 2 hari dengan tujuan mempertahankan integritas saluran cerna.
Mencegah atrofi mukosa saluran cerna dan jaringan limfoid saluran
cerna, dan mempertahankan hormone saluran cerna
c. Disfungsi koagulasi
Konsentrat trombosit diberikan pada pendarahan aktif yaitu pada
pendarahan pasca operasi yaitu sebagai berikut:
 Jumlah trombosit 5000-30.000/mm3 dan
 Jumlah trombosit >5.000/mm3 tidak tergantung ada atau
tidaknya pendarahan
 Jumlah tromobit >50.000/mm3 diperlukan apabila akan
dilakukan tindakan operasi
Fresh frozen plasma diberikan apabila ada gangguan koagulasi dengan
pendarahan aktif untuk mempertahankan kadar fibrinogen >1,0 gr/L/
recombinant human APC diberikan pada sepsis berat dengan disfungsi
organ multiple dengan jumlah trombosit >30.000/mm3. Haemoglobin
dipertahankan dalam batas normal sesuai umur (Hb 10g/dl atau lebih)
d. Disfungsi renal
Resusitasi volume yang adekuat dapat memperbaiki oliguria.
Hemofiltrasi venous terbukti efektif pada syok septic meningococcuc.
Oemberian dopamine dan diuretic untuk mencegah disfungsi renal
belum terbukti. (FKUNDIP, 2004; Kumar, 2009; Paul, 2009;
Sareharto, 2007)
10. Pemeriksaan penunjang
a. Darah rutin: Hb, Ht, Leukosit, Trombosit
b. GDS
c. CRP
d. Factor koagulasi
e. Kultur darah berseri
f. Apusan darah tepi: leukopenia/lekositosis, granula toksik, shift to the left
g. Urinalisis
h. Foto thoraks
i. Asam laktat, BGA, LFT, elektrolit dan EKG

11. Pathway
12. ssded

Nour Sriyanah, S.Kep., Ns., M.Kep


ASUHAN KEPERAWATAN
“SEPSIS”

KELOMPOK 8 :
FRISYE TIOTOR (21906019)
SELVI AYU ANDINI (21906003)
FARIDAH BINTI OSMAN (21906017)
B. ASYRARUL HIDAYAH (21906005)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR


PRODI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2022

ASUHAN KEPERAWATAN SEPSIS NEONATARUM PADA BY.NY R DIRUANANG


PERINATOLOGI ATAS RSDP SERANG

A. Pengkajian
1. Identitas Bayi
Nama                           : By. A
Tgl Lahir/ Jam lahir     : 01-02-2015
Jenis kelamin bayi       : Laki-Laki
No. Tanda identifikasi bayi : -
2. Identitas Ibu
Nama                           : Ny. R
Umur                           : 30
Agama                         : Islam
Jenis kelamin               : Perempuan
Pendidikan                  : SMA
Suku/Bangsa               : Sunda / Indonesia
Pekerjaan                     : IRT
Alamat                         : Griya Rajeg RT/RW 07/00
3. Identitas Ayah
Nama                           : Tn. S
Umur                           : 34
Agama                         : Islam
Jenis kelamin               : Laki-Laki
Pendidikan                  : SMK
Pekerjaan                     : Wiraswasta
Alamat                        : Griya Rajeg RT/RW 07/006
4. Riwayat prenatal     : G3 P2 A0
5. Riwayat Intranatal  :-
Masa gestasi : 33 minggu
Jenis persalinan : normal
Apgar score :

APGAR 0 1 2 1 5
MENIT MENIT

Denyut Tidak teraba < 100 >100 2 2


jantung

Pernafasan Tidak ada Tak teratur Baik 1 1

Tonus otot Lemas/lumpuh Sedang Baik 0 1

Peka Tidak ada Meringis menangi 0 1


rangsangan s

Warna Biru pucat Merah jambu Merah 1 1


ujung ujung jambu
biru

JUMLAH 4 6

6. Riwayat Penyakit Sekarang


Keadaan umum: bayi kelihatan lemah, tampak tidak sehat, malas minum, hipotermi,
nafsu makan buruk dan disertai dengan tanda-tanda pernafasan cepat.
7. Riwayat Penyakit Dahulu
Sejak lahir bayi sudah kelihatan lemah.Pada saat dilahirkan ia tidak menangis, pada
saat mengandung ibunya pernah menderita flu yang berat dan demam yang tinggi.
Bayi lahir dalm keadaan prematur dan BB yang kurang dibantu oleh seorang
Bidan dan dokter
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : bayi terlihat lemah
b. Tanda vital :
 suhu aksila      : 35.5
  FJ apical         : 145x/menit
 Pernafasan:     60x/menit
c. Pengukuran umum :
 BB                  : 1.700 Gr
 PB                 : 43
 LK/LD           : 30/26
d. Menangis  : meringis
e. Kulit   : warna kuning
f. kepala :
 kulit kepala kurang bersih, tidak ada nyeri tekan, tidak ada edem
 LK 30
g. Mata : Sklera mata warna putih dan Konjuntiva  tampak pucat
dan refleks-refleks mata kurang terangsang karena belum maturnya fungsi mata
h. Telinga : Bentuk keduanya simetris tidak ada kelainan. Bersih tidak
ada nyeri tekan. telinga kurang berkembang, keadaan lunak dan lembut ditumbuhi
lanugo
i. Hidung : Bentuk hidung pasien normal, simetris, tidak ada
perdarahan. Tidak ada nyeri tekan
j. Mulut : bentuk bibir normal tidak ada kelainan,warna bibir
kebiruan, mukosa kering
k. Leher : Pada leher ditemukan adanya refleks tonik neck,
penurunan reflex menelan (swallow refleks).
l. Dada : Bentuk dada relatif kecil dibandingkan ukuran lingkaran
kepala tulang rusuk masih agak lemah. Pernafasan cenderung tidak teratur,
seringkali ditemukan takipnea
m. Abdomen : Abdomen buncit atau kembung dan pembuluh darah
tampak terlihat, peristaltik usus dapat terdengar 16 x / menit, tampak kuning
n. Genetalia : Laki-laki
 Bersih, tidak ada darah, tidak ada gangguan
o. Anus :
 saat diinspeksi ada lubang anus , BaB bercampus mekonium (hitam)
 saat dipalpasi wink anal baik
p. Ekstremita :
 Atas : tidak ada edema, tidak ada clubbing finger, terdapat sianosis,
terpasang infuse pada tangan sebelah kiri, aktivitas lemah
 Bawah : tidak ada edema, tidak ada clubbing finger, aktivitas lemah
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 DS : - Penyakit infeksi yang di Infeksi
derita ibu:
DO :  Bakt
 suhu tubuh 35.5 eri
 masa kehamilan 33 dan virus masuk
minggu ke neonatus
 nilai apgar dibawah  Masa antenatal
normal kuman dan virus
 kulit tubuh kuning dari ibu Melewati
plasenta dan
umbikikus masuk
ketubuh bayi
 sepsis
 Peningkatan
leukosit Infeksi
2 DS : - Penyakit infeksi yang di Nutrisi kurang dari
derita ibu : kebutuhan tubuh
DO :  Bakteri dan virus
 aktivitas lemah masuk ke neonatus
 tampak sakit  Masa intranatal
 menyusu buruk Kuman di vagina
 BB rendah 1.700 gr dan sevik naik
mencapai amnion
 Kuman melalui
umbikikus masuk
ke tubuh janin
 Sepsis
 System pencernaan
distensi abdomen
anoreksia,
 Muntah
3 DS:- Penyakit infeksi yang di Gangguan pola
derita ibu: nafas
DO:  Bakteri dan virus
 Pernafasan masuk ke neonatus
60x/menit  Masa intranatal
 Terpasang oksigen Kuman di vagina
dan sevik naik
mencapai amnion
 Kuman melalui
umbikikus masuk
ke tubuh janin
 Sepsis
 takipnea

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Infeksi yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi sebelum, selama dan
sesudah kelahiran.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum sedikit atau
intoleran  terhadap minuman.
3. Gangguan pola pernapasan yang berhubungan dengan takipnea

INTERVENSI KEPERAWATAN

N DX KEP TUJUAN INTERVENSI


O
1 1 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji bayi yang memiliki
keperawatan 3x24 jam masalah resiko menderita infeksi
infeksi dapat teratasi dengan meliputi :
kriteria hasil : Kecil untuk masa
 penularan infeksi tidak kehamilan, besar untuk
terjadi. masa kehamilan, prematur.
2. Nilai agar dibawah normal
3. Bayi mengalami tindakan
operasi
4. Epidemi infeksi dibangsal
bayi dengan kuman E. coli
Streptokokus
5. Bayi yang megalami
prosedur invasive
6. Kaji riwayat ibu, status
sosial ekonomi, flora
vagina, ketuban pecah dini,
dan infeksi yang diderita
ibu.
7. Kaji adanya tanda infeksi
meliputi suhu tubuh yang
tidak stabil, apnea, ikterus,
refleks mengisap kurang,
minum sedikit, distensi
abdomen, letargi atau
iritablitas.
8. Kaji tanda infeksi yang
berhubungan dengan
sistem organ, apnea,
takipena, sianosis, syok,
hipotermia, hipertermia,
letargi, hipotoni, hipertoni,
ikterus, ubun-ubun
cembung, muntah diare.
9. Kaji hasil pemeriksaan
laboratorium.
10. Dapatkan sampel untuk
pemeriksaaan kultur.
2 2 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji intoleran terhadap
keperawatan dalam waktu 3x24jam minuman
masalah dapat teratasi dengan 2. Hitung kebutuhan minum
kriteria hasil : bayi
 aktivitas baik 3. Ukur masukan dan keluara
 minum susu baik 4. Timbang berat badan setiap
           hari
5. Catat perilaku makan dan
aktivitas secara kurat
3 3 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji perubahan pernapasan
keperawatan 1x24jam masaalah meliputi takipnea,
dapat teratasi dengan kriteria hasil : pernapasan cuping hidung,
 frekuensi pernapasan normal, gunting,sianosis, ronki
tidak mengalami apneu. kasar, periode apnea yang
lebih dari 10 detik.
2. Pantau denyut jantung
secara elektronik untuk
mengetahui takikardia atau
bradikardia dan perubahan
tekanan darah.
3. Sediakan oksigen lembap
dan hangat dengan kadar
T1O2 yang rendah untuk
menjaga pengeluaran
energi dan panas.
4. Sediakan alat bantu
pernapasan atau ventilasi
mekanik
5. Isap lendir atau bersihkan
jalan napas secara hati-hati
6. Amati gas darah yang ada
atau pantau tingkat analisis
gas darah sesuai
kebutuhan.
7. Atur perawatan bayi dan
cegah penanganan yang
berlebihan .

IMPLEMENTASI
No Hari/Tanggal/waktu DX IMPLEMENTASI PARAF
KEP KEPERAWATAN
1 Senin , 02-02-2015 1 Mengkaji bayi yang memiliki resiko
10.00 WIB menderita infeksi:
Mengkaji adanya tanda infeksi
meliputi suhu tubuh yang tidak stabil,
apnea, ikterus, refleks mengisap
kurang, minum sedikit, distensi
abdomen, letargi atau iritablitas.
 pasien mengalami hipertermi
s : 38 celcius
mengkaji tanda infeksi yang
berhubungan dengan sistem organ
 pola nafas pasien  berangsur
normal
mengkaji hasil pemeriksaan
laboratorium
2 Senin , 02-02-2015 2 Mengkaji intoleran terhadap
11.00 WIB minuman :
 pasien mau meminum susu
yang diberikan lewat NGT
Menghitung kebutuhan minum bayi
 Kebutuhan minum pasien
60x3 sehari
Menimbang berat badan setiap hari :
 Berat badan pasien
mengalami kenaikan 1 bulan
BB naik : 0,2 ons
Mengkaji perubahan pernapasan
meliputi takipnea, pernapasan cuping
hidung, gunting,sianosis, ronki kasar,
periode apnea yang lebih dari 10
detik.
 Pasien sudah tidak mengalami
periode apnea
3 Senin , 02-02-2015 3 Memantau denyut jantung secara
12:10 wib elektronik untuk mengetahui
takikardia atau bradikardia dan
perubahan tekanan darah.
 denyut jantung pasien normal
Menyediakan oksigen lembap dan
hangat dengan kadar T1O2 yang
rendah untuk menjaga pengeluaran
energi dan panas.
 pasien mau diberikan oksigen
menghisap lendir atau bersihkan jalan
napas secara hati-hati
 pernafasan pasien menjadi
lebih bersih
EVALUASI
NO HARI/TANGGAL/WAKT DX EVALUASI PARAF
U KEP
1 Senin , 02-02-2015 1 S:
15:00 wib O : suhu tubuh pasien mengalami
hipertermi S : 38 celcius
A : masalah hipertermi belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Kaji bayi yang memiliki resiko
menderita infeksi meliputi:
 Kecil untuk masa
kehamilan, besar untuk
masa kehamilan, prematur.
 Bayi mengalami tindakan
operasi
 Epidemi infeksi dibangsal
bayi dengan kuman E. coli
Streptokokus
 Bayi yang megalami
prosedur invasive
 Kaji riwayat ibu, status
sosial ekonomi,
 flora vagina, ketuban pecah
dini, dan infeksi yang
diderita ibu.
Kaji adanya tanda infeksi meliputi:
 suhu tubuh yang tidak stabil
 apnea
 icterus
 refleks mengisap kurang
 minum sedikit
 distensi apnea
 distensi abdomen
 letargi atau iritablitas.
Kaji tanda infeksi yang
berhubungan dengan sistem organ:
 Apnea
 Takipena
 Sianosis
 Syok
 Hipotermia
 Hipertermia
 Letargi
 Hipotoni
 Hipertoni
 Icterus
 ubun-ubun cembung
 muntah diare.
2 Senin , 02-02-2015 2 S:
15.00 wib O: pasien terlihat sudah mau
meminum susu
A : materatasisalah nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh 
P : Intervensi dihentikan
3 Senin , 02-02-2015 3 S:
15:00wib O : pasien nampak sudah tidak
sesak lagi ketika bernafas
A : masalah gangguan pola nafas
teratasi
P : Intervensi dihentikankan
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan
sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007)
Penyebab neonatus sepsis/sepsis adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus,
parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi.Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
NANDA. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC. Media ihardy:Yogyakarta
Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai