BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepsis pada bayi baru lahir masih merupakan masalah yang belum dapat dipecahkan
dalam perawatan dan penanganan bayi baru lahir. Di negara berkembang hampir sebagian besar
bayi baru lahir yang dirawat mempunyai kaitannya dengan sepsis. Hal yang sama ditemukan
pada negara maju yang dirawat di unit intensif bayi baru lahir. Disamping morbiditas, mortalitas
tinggi ditemukan pada penderita sepsis bayi baru lahir.
Diantaranya tingkat mortalitas bayi setelah lahir, dengan sepsis, malnutrisi, BBLR dan
prematurisme yang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Sepsis neonatorum merupakan
salahsatu masalah yang dapat menyebabkan kematian pada bayi dengan insiden sepsis neonatal
sangat rendah, antara 1-8 kasus per 1000 kelahiran hidup dengan Meningitis sebanyak 20%-25%,
mortalitas berkisar antara 20%-30%.
Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana terdapat
infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat
berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi
dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam. Angka kejadian sepsis neonatorum masih cukup dan
merupakan penyebab kematian utama pada neonatus.Hal ini karena neonatus rentan terhadap
infeksi. Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor. (Surasmi, 2003)
Bila tidak ditangani dengan segera dapat menyebabkan kematian dalam beberapa jam,
oleh Karena itu perlu adanya pengetahuan bagi tim kesehatan dalam pemberian pelayanan
keperawatan dan medis dalam penatalaksanaan sepsis neonatorum, sehingga dapat mengurangi
tingkat morbiditas dan mortalitas bayi, dan dapat mempertahankan generasi penerus yang sehat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sepsis neonatorum?
2. Apa saja etiologi dari sepsis neonatorum?
3. Bagaimana Patofisiologi dari sepsis neonatorum?
4. Bagaimana manifestasi klinis pada penderita sepsis neonatorum?
5. Apa saja komplikasi yang terjadi pada penderita sepsis neonatorum?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic pada penderita sepsis neonatorum?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita sepsis neonatorum?
8. Bagaimana pencegahan dari sepsis neonatorum?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari sepsis neonattorum
2. Mengetahui Etiologi dari sepsis nenatorum
3. Mengetahui Patofisiologi dari sepsis neonatorum
4. Mengetahui Manifestasi klinis dari sepsis neonatorum
5. Mengetahui komplikasi yang terjadi pada penderita sepsis neonatorum
6. Mengetahui Pemeriksaan diagnostic pada penderita sepsis neonatorum
7. Mengetahui penatalaksanaa pada penderita sepsis neonatarum
8. Mengetahui pencegahan dari sepsis neonatorum
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala
infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges, 1999)
Sedangkan sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala
sistematik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat
berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi
dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam. (Surasmi, 2003)
Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan
sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007)
Berikut ini adalah beberapa definisi atau pengertian dari sepsis neonatorum atau sepsis
pada neonatus yang perlu diketahui, yaitu:
1. Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana terdapat infeksi oleh
bakteri dalam darah di seluruh tubuh.
2. Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain
3. Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti
dengan bakterimia pada bulan pertama kehidupan. (WHO, 1996)
4. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS (Systeic Inflammatory
Respopnse Syndrome), sepsis, sepsis berat, syok septic, disfungsi multiorgan dan akhirnya
kematian.
Dari beberapa pengertian diatas, kami menyimpulkan bahwa sepsis neunatorum adalah
infeksi berat karena bakteri pada aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan dan
dapat menyebabkan kematian.
B. Etiologi
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti
bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri :
1. Bakteri escherichia koli
2. Streptococus group B
3. Stophylococus aureus
4. Enterococus
5. Listeria monocytogenes
6. Klepsiella
7. Entererobacter sp
8. Pseudemonas aeruginosa
9. Proteus sp
10. Organisme anaerobic
Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat
bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat
mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif
rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya
menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter,
dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang bila
tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya
bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda
paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua
bayi pada rentang usia ini mengalami demam.
Faktor- faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu :
a. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya
infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi
rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit
hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun
atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
b. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk
sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan.
Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga.
Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan
hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap
streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak
terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen
terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida.
Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan
penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari
pada bayi perempuan.
c. Faktor Lingkungan
a. ada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif,
dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri
maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang
luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus yang
melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi
spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal
dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya,
sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa
cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir.
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk
dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang
dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis,
influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan
toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan.
Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai
korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui
umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah
terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus
respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas
infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan
lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah
Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.
3. Infeksi paska atau sesudah persalinan.
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari
lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus,
selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka
umbilikus (AsriningS.,2003)
D. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik serta dapat
mengenai beberapa sistem organ. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dapat ditemukan dapa
neonatus yang menderita sepsis.’
1. Gangguan nafas seperti serangan apnea, takipnea dengan kecepatan pernafasan >60x/menit,
cuping hidung, sianosis, mendengus, tampak merintih, retraksi dada yang dalam: terjadi karena
adanya lesi ataupun inflamasi pada paru-paru bayi akibat dari aspirasi cairan ketuban ibu.
Aspirasi ini terjadi saat intrapartum dan selain itu dapat menyebabkan infeksidengan perubahan
paru, infiltrasi, dan kerusakan jaringan bronkopulmonalis. Kerusakan ini sebagian disebabkan
oleh pelepasan granulosit dari protaglandin dan leukotrien.
2. Penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun besar menonjol, keluar nanah dari telinga, ekstensor
kaku: terjadi karena sepsis sudah sampai ke dalam manifestasi umum dari infeksi sistem saraf
pusat. Keadaan akut dan kronis yang berhubungan dengan organisme tertentu. Apabila bayi
sudah mengalami infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan penurunan
kesadaran, hal tersebut juga menyebabkan ubun-ubun besar menonjol (berisi cairan infeksi) dan
keluarnya nanah dari telinga. Dalam hal terganggunya sistem saraf pusat ini kemungkinan terjadi
gangguan saraf yang lain seperti ekstensor kaku.
3. Hipertermia (> 37,7oC) atau hipotermi (<35,5oC) terjadi karena respon tubuh bayi dalam
menanggapi pirogen yang disekresikan oleh organisme bakteri atau dari ketidakstabilan sistem
saraf simpatik.
4. Tidak mau menyusu dan tidak dapat minum adalah respon keadaan psikologis bayi yang tidak
menyenangkan terhadap ketidakstabilan suhu tubuhnya, serta nanah yang keluar dari telinga
5. Kemerahan sekitar umbilikus terjadi karena bakteri dapat bertumbuh tidak terkendali di saluran
pencernaan, apalagi jika penyebab sepsis pada bayi terjadi dimulai dari infeksi luka umbilikus.
6. Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
7. Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kulit marmorata, kulit lembab, hipotensi, takikardi,
bradikardia.
8. Sistem saraf pusat : irritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan
tidak teratur, ubun-ubun menonjol,high-pitched cry
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar
Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang,opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun
Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau
tungkai yang terkena
Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang
terkena teraba hangat
Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah
E. Komplikasi
1. Asidosis metabolik dan jaundice
Asidosis metabolik disebabkan oleh konversi ke metabolisme anaerobik dengan produksi
asam laktat, selain itu ketika bayi mengalami hipotermia atau tidak disimpan dalam lingkungan
termal netral, upaya untuk mengatur suhu tubuh dapat menyebabkan asidosis metabolik.
Jaundice terjadi dalam menanggapi terlalu banyaknya bilirubin yang dilepaskan ke seluruh tubuh
yang disebabkan oleh organ hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal, bahkan
disfungsi hati akibat sepsis yang terjadi dan kerusakan eritrosit yang meningkat.
2. Dehidrasi
Kekuarangan cairan terjadi dikarenakan asupan cairan pada bayi yang kurang, tidak mau
menyusu, dan terjadinya hipertermia..
3. Hiperbilirubinemia dan anemia
Hiperbilirubinemia berhubungan dengan penumpukan bilirubin yang berlebihan pada
jaringan. Bilirubin dibuat ketika tubuh melepaskan sel-sel darah merah yang sudah tua, ini
merupakan proses normal. Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin (protein sel
darah merah yang memungkinkan darah mengakut oksigen). Hemoglobin terdapat pada sel darah
merah yang dalam waktu tertentu selalu mengalami destruksi (pemecahan). Namun pada bayi
yang mengalami sepsis terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh, sehingga
terjadi kerusakan sel darah merah bukanlah hal yang tidak mungkin, bayi akan kekurangan darah
akibat dari hal ini (anemia) yang disertai hiperbilirubinemia karena seringnya destruksi
hemoglobin sering terjadi.
4. Meningitis
Infeksi sepsis dapat menyebar ke meningies (selaput-selaput otak) melalui aliran darah.
5. Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC)
Kelainan perdarahan ini terjadi karena dipicu oleh bakteri gram negatif yang
mengeluarkan endotoksin ataupun bakteri gram postif yang mengeluarkan mukopoliskarida pada
sepsis. Inilah yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear
dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi trombi
dan emboli pada mikrovaskular.
Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada
neonatus adalah:
1. Perdarahan
2. Demam yang terjadi pada ibu
3. Infeksi pada uterus dan plasenta
4. Ketuban pecah dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu)
5. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
6. Proses kelahiran yang lama dan sulit
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiografi pada dada seharusnya dilakukan sebagai bagian dari evaluasi diagnostik dari bayi
yang diduga sepsis dan tanda-tanda penyakit saluran pernapasan. Dalam kasus ini, radiografi
dada dapat menunjukkan difusi atau infiltrat fokus, penebalan pleura, efusi atau mungkin
menunjukkan bronco grams udara dibedakan dari yang terlihat dengan sindrom gangguan
pernapasan surfaktan-kekurangan. Studi radiografi lainnya dapat diindikasikan dengan kondisi
klinis spesifik, seperti diduga osteomyelitis atau necrotizing enterocolitis
2. Pemeriksaan labolatorium perlu dilakukan untuk menunjukan penetapan diagnosis. Selain itu,
hasil pemeriksaan tes resistensi dapat digunakan untuk menentukan pilihan antibiotik yang tepat.
Pada hasil pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemuksan anemia, laju endap darah mikro tinggi,
dan trombositopenia. Hasil biakan darah tidak selalu positif walaupun secara klinis sepsis sudah
jelas. Selain itu, biakan perlu dilakukan terhadap darah, cairan serebrospinal, usapan umbilikus,
lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan drainase atau hasil isapan isapan lambung. Hasil
biakan darah memberi kepastian adanya sepsis, setelah dua atau tiga kali biakan memberikan
hasil positif dengan kuman yang sama. Bahan biakan darah sebaiknya diambil sebelum bayi
diberi terapi antibiotika. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan, antara lain pemeriksaan C-
Reactive protein (CRP) yang merupakan pemeriksaan protein yang disentetis di hepatosit dan
muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. (Surasmi, 2003)
a. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
b. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat mendeteksi
organisme.
c. DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan neutrofil
immatur yang menyatakan adanya infeksi.
d. Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya inflamasi.
G. Penatalaksanaan
1. Perawatan suportif
Perawatan suportif diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh normal, untuk
menstabilkan status kardiopulmonary, untuk memperbaiki hipoglikemia dan untuk mencegah
kecenderungan perdarahan. Perawatan suportif neonatus septik sakit meliputi sebagai berikut :
a. Menjaga kehangatan untuk memastikan temperature. Agar bayi tetap normal harus dirawat di
lingkungan yang hangat. Suhu tubuh harus dipantau secara teratur.
b. Cairan intravena harus diperhatikan. Jika neonatus mengalami perfusi yang jelek, maka saline
normal dengan10 ml / kg selama 5 sampai 10 menit. Dengan dosis yang sama 1 sampai 2 kali
selama 30 sampai 45 menit berikutnya, jika perfusi terus menjadi buruk. Dextrose(10%) 2 ml per
kg pil besar dapat diresapi untuk memperbaiki hipoglikemia yang adalah biasanya ada dalam
sepsis neonatal dan dilanjutkan selama 2 hari atau sampai bayi dapat memiliki feed oral.
c. Terapi oksigen harus disediakan jika neonatus mengalami distres pernapasan atau sianosis
d. Oksigen mungkin diperlukan jika bayi tersebut apnea atau napas tidak memadai
e. Vitamin K 1 mg intramuskular harus diberikan untuk mencegah gangguan perdarahan
f. Makanan secara enteral dihindari jika neonatus sangat sakit atau memiliki perut kembung.
Menjaga cairan harus dilakukan dengan infus IV.
g. Langkah-langkah pendukung lainnya termasuk stimulasi lembut fisik, aspirasi nasigastric,
pemantauan ketat dankonstan kondisi bayi dan perawatan ahli
2. Terapi pengobatan
Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh
dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi
dan monitor pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan pemantauan
mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh, dan dapat diberi secara parental. Pilihan obat yang
diberikan adalah ampisilin, gentasimin atau kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau
obat lain sesuai hasil tes resistensi.
Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2
dosis untuk neonatus umur < 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida)dosis 7 1/2
mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida
yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ½ sampai 1 jam pelan-pelan).
Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses
lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan
analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan
CRP kuantitatif).
Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas
darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah dan
CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap
abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan
dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas
indikasi khusus).
Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika
10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.Pengobatan suportif
meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik
asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang,
transfusi tukar
H. Pencegahan
Sepsis neonatorum adalah penyebab kematian utama pada neonatus.tanpa pengobatan
yang memadai, gangguan ion dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Oleh karena
itu, tindakan pencegahan mempunyai arti penting karena dapat mencegah terjadinya kesakitan
dan kematian (Surasmi, 2003)
Tindakan yang dapat dilakukan (Surasmi, 2003) adalah :
1. Pada masa antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi,
pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan
segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera
ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
2. Pada saat persalinan
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptic, yang artinya dalam melakukan
pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik.Tindakan intervensi pada ibu dan bayi
seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin
yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan
menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
3. Sesudah persalinan
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian
ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan
peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan
dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit,
mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang
setiap bayi. Pemantauan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan
baik. Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang
berpenyakit menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui
pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi. (Sarwono, 2004)
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA SEPSIS NEONATARUM
PADA BY.NY R DIRUANG PERINATOLOGI ATAS RSDP SERANG
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Bayi
Nama : -
Tgl Lahir/ Jam lahir : 01-02-2015
Jenis kelamin bayi : Laki-Laki
No. Tanda identifikasi bayi : -
2. Identitas Ibu
Nama : Ny. R
Umur : 30
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Suku/Bangsa : Sunda / Indonesia
Pekerjaan : IRT
Alamat : Griya Rajeg RT/RW 07/006
3. Identitas Ayah
Nama : Tn. S
Umur : 34
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-Laki
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Griya Rajeg RT/RW 07/006
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : bayi terlihat lemah
b. Tanda vital
- suhu aksila : 35.5
- FJ apical : 145x/menit
- Pernafasan: 60x/menit
c. Pengukuran umum
- BB : 1.700 Gr
- PB : 43
- LK/LD : 30/26
d. Menangis : meringis
e. Kulit : warna kuning
f. kepala :
- kulit kepala kurang bersih, tidak ada nyeri tekan, tidak ada edem
- LK 30
g. Mata :
- Sklera mata warna putih dan Konjuntiva tampak pucat dan refleks-refleks mata kurang
terangsang karena belum maturnya fungsi mata
h. Telinga
- Bentuk keduanya simetris tidak ada kelainan. Bersih tidak ada nyeri tekan. telinga kurang
berkembang, keadaan lunak dan lembut ditumbuhi lanugo
i. Hidung :
- Bentuk hidung pasien normal, simetris, tidak ada perdarahan. Tidak ada nyeri tekan
j. Mulut
- bentuk bibir normal tidak ada kelainan,warna bibir kebiruan, mukosa kering
k. Leher
- Pada leher ditemukan adanya refleks tonik neck, penurunan refleks menelan (swallow refleks).
l. Dada :
- Bentuk dada relatif kecil dibandingkan ukuran lingkaran kepala tulang rusuk masih agak lemah.
Pernafasan cenderung tidak teratur, seringkali ditemukan takipnea
m. Abdomen
- Abdomen buncit atau kembung dan pembuluh darah tampak terlihat, peristaltik usus dapat
terdengar 16 x / menit, tampak kuning
n. Genetalia : Laki-laki
- Bersih, tidak ada darah, tidak ada gangguan
o. Anus
- saat diinspeksi ada lubang anus , BaB bercampus mekonium (hitam)
- saat dipalpasi wink anal baik
p. EkstremitaAtas : tidak ada edema, tidak ada clubbing finger, terdapat sianosis, terpasang infuse
pada tangan sebelah kiri, aktivitas lemah
Bawah : tidak ada edema, tidak ada clubbing finger, aktivitas lemah
ANALISA DATA
Masuk keneonatus
Masa antenatal
Sepsis
Peningkatan leukosit
Infeksi
Masuk keneonatus
Masa intranatal
kuman di vagina dan sevik
sepsiss
sistempencernaan distensi
abdomen
anoreksia, muntah
Masuk keneonatus
Masa intranatal
sepsiss
takipnea
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Infeksi yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi sebelum, selama
dan sesudah kelahiran.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum sedikit atau
intoleran terhadap minuman.
3. Gangguan pola pernapasan yang berhubungan dengan takipnea
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DX TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Infeksi yang berhubungan Setelah dilakukan a. Kaji bayi yang memiliki
dengan penularan infeksi asuhan keperawatan resiko menderita infeksi meliputi :
pada bayi sebelum, 3x24 jam masalah 1. Kecil untuk masa kehamilan, besar
selama dan sesudah infeksi dapat teratasi untuk masa kehamilan, prematur.
kelahiran. dengan criteria hasil 2. Nilai agar dibawah normal
penularan infeksi tidak
3. Bayi mengalami tindakan operasi
terjadi. 4. Epidemi infeksi dibangsal bayi
dengan kuman E. coli Streptokokus
5. Bayi yang megalami prosedur
invasif
6. Kaji riwayat ibu, status sosial
ekonomi, flora vagina, ketuban
pecah dini, dan infeksi yang
diderita ibu.
b. Kaji adanya tanda infeksi
meliputi suhu tubuh yang tidak
stabil, apnea, ikterus, refleks
mengisap kurang, minum sedikit,
distensi abdomen, letargi atau
iritablitas.
c. Kaji tanda infeksi yang
berhubungan dengan sistem organ,
apnea, takipena, sianosis, syok,
hipotermia, hipertermia, letargi,
hipotoni, hipertoni, ikterus, ubun-
ubun cembung, muntah diare.
d. Kaji hasil pemeriksaan
laboratorium
e. Dapatkan sampel untuk
pemeriksaaan kultur.
2 Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan a. Kaji intoleran terhadap minuman
kebutuhan yang asuhan keperawatan Hitung kebutuhan minum bayi
berhubungan dengan dalam waktu 3x24jam Ukur masukan dan keluaran
minum sedikit atau masalah dapat teratasi Timbang berat badan setiap hari
intoleran terhadap dengan criteria hasil : Catat perilaku makan dan aktivitas
minuman. aktivitas baik secara kurat
minum susu baik
IMPLEMENTASI
no tanggal jam Implementasi Paraf
1 mengkaji bayi yang memiliki resiko menderita
infeksi
R/
mengkaji adanya tanda infeksi meliputi suhu
tubuh yang tidak stabil, apnea, ikterus, refleks
mengisap kurang, minum sedikit, distensi
abdomen, letargi atau iritablitas.
R/ pasien mengalami hipertermi s : 38 celcius
mengkaji tanda infeksi yang berhubungan dengan
sistem organ
R/ pola nafas pasien berangsur normal
mengkaji hasil pemeriksaan laboratorium
R/
2 mengkaji intoleran terhadap minuman
R/ pasien mau meminum susu yang diberikan
lewat NGT
menghitung kebutuhan minum bayi
R/ kebutuhan minum pasien 60 X 3 sehari
menimbang berat badan setiap hari
R/ berat badan pasien mengalami penaikan setiap 1
bulan. BB naik : 0,2 ons
mengkaji perubahan pernapasan meliputi takipnea,
pernapasan cuping hidung, gunting,sianosis, ronki
kasar, periode apnea yang lebih dari 10 detik.
R/ pasien sudah tidak mengalami periode apnea
3 memantau denyut jantung secara elektronik untuk
mengetahui takikardia atau bradikardia dan
perubahan tekanan darah.
R/ denyut jantung pasien normal
menyediakan oksigen lembap dan hangat dengan
kadar T1O2 yang rendah untuk menjaga
pengeluaran energi dan panas.
R/ pasien mau diberikan oksigen
menghisap lendir atau bersihkan jalan napas secara
hati-hati
R/ pernafasan pasien menjadi lebih bersih
EVALUASI
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan
sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007)
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti
bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami serta menanggapi apa yang telah penulis susun untuk kemajuan
penulisan makalah selanjutnya dan umumnya untuk lebih dalam asuhan keperawatan dalam
kasus sepsis neonatorum.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi.Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
NANDA. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC. Media ihardy:Yogyakarta
Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan meningkatnya taraf kesehatan Indonesia, dimana hal ini sangat berpengaruh
terhadap kualitas SDM anak Indonesia yang cerdas, sehat untuk masa yang akan datang maka
pemerintah bersama Dinas Kesehatan beserta jajarannya berupaya sedini mungkin untuk
mengatasi masalah-masalah kesehatan yang sangat banyak terjadi di masyarakat khususnya
yang terjadi pada anak-anak.
Diantaranya tingkat mortalitas bayi setelah lahir, dengan sepsis, malnutrisi, BBLR dan
prematurisme yang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Sepsis neonatorum merupakan
salahsatu masalah yang dapat menyebabkan kematian pada bayi dengan insiden sepsis neonatal
sangat rendah, antara 1-8 kasus per 1000 kelahiran hidup dengan Meningitis sebanyak 20%-25%,
mortalitas berkisar antara 20%-30%.
Epidemiologi infeksi neonatal dapat berubah-ubah seperti halnya bayi berat lahir rendah
yang dapat bertahan hidup untuk waktu yang lebih lama. Insiden infeksi berbanding terbalik
dengan umur kelahiran dan berat badan lahir mungkin mencapai 25%-40% diantara bayi dengan
berat badan 500-1000 gr saat lahir dan 12%-40% pada bayi 1000-1500gr. Infeksi nasokomial
pada bayi berat badan lahir sangat rendah (< 1500gr ) rentan sekali menderita sepsis neonatal.
Selain perubahan-perubahan tersebut, spektrum etiologi bakteri dan mortalitas sepsis
neonatal yang berkembang. Pada tahun 1930, Steptococcus hemolitikus grup A merupakan
penyebab terbanyak infeksi neonatal dan dikendalikan dengan penisilin. Pada tahun 1940 insiden
infeksi gram negatif, khususnyan E.colli, meningkat dan pada tahun 1950-an insiden
staphilococcus penghasil penisilinase ( S.aureus ) meningkat.
Sejalan dengan berkembangnya pemahaman kolonisasi pada neonatus, praktik perawatan
kulit dan tali pusat berkembang pula. Infeksi gram negatif menonjol pada tahun 1960 dan tahun
1970 streptococcus b hemolitikus grup B yang menonjol. Pada tahun 1980-an infeksi nasokomial
merupakan masalah utama dalam bangsal perawatan intensif. Bersamaan dengan perubahan
organisme penyebab infeksi bisa terjadi menurunnya mortalitas, mungkin sebagian
mencerminkan besarnya organisme gram positif sebagai agen etiologi yang menonjol hingga
sekarang mortalitasnya dilaporkan sebesar 11% – 20 %.
Bila tidak ditangani dengan segera dapat menyebabkan kematian dalam beberapa jam,
oleh Karena itu perlu adanya pengetahuan bagi tim kesehatan dalam pemberian pelayanan
keperawatan dan medis dalam penatalaksanaan sepsis neonatorum, sehingga dapat mengurangi
tingkat morbiditas dan mortalitas bayi, dan dapat mempertahankan generasi penerus yang sehat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sepsis neonatorum?
2. Apa saja etiologi dari sepsis neonatorum?
3. Bagaimana Patofisiologi dari sepsis neonatorum?
4. Bagaimana manifestasi klinis pada penderita sepsis neonatorum?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostic pada penderita sepsis neonatorum?
6. Bagaimana prognosis pada penderita sepsis neonatorum?
7. Apa saja komplikasi yang terjadi pada penderita sepsis neonatorum?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita sepsis neonatorum?
9. Bagaimana pencegahan dari sepsis neonatorum?
10. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang tepat pada pasien denagan sepsis neonatorum?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk melengkapi tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan Anak II pada semester VI, sertta
diharapkan mhasiswa mampu memahami dan mengerti tentang Sepsis Neonatorum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
Diharapkan penulisan makalah ini mahasiswa dapat mengidentifikasi tentang Sepsis Neonatorum
pada bayi baru lahir serta penanganannya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
- Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan
terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat
sehingga seringkali tidak terpantau, tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal
dalam 24 sampai 48jam.(perawatan bayi beriko tinggi, penerbit buku kedoktoran, jakarta : EGC)
- Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat minggu
pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600
kelahiran hidup (Bobak, 2005).
- Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan
terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat berlangsung cepat sehingga sering
kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam
waktu 24 sampai 48 hari. (Surasmi, 2003)
- Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama
satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis
bayi baru lahir. (DEPKES 2007)
- Sepsis neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28 hari pertama setelah
kelahiran. (Mochtar, 2005)
Dari beberapa pengertian diatas, kami menyimpulkan bahwa sepsis neunatorum adalah infeksi
berat karena bakteri pada aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan dan dapat
menyebabkan kematian.
B. Etiologi
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti
bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.
- Bakteri escherichia koli
- Streptococus group B
- Stophylococus aureus
- Enterococus
- Listeria monocytogenes
- Klepsiella
- Entererobacter sp
- Pseudemonas aeruginosa
- Proteus sp
- Organisme anaerobic
Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat
bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat
mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif
rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya
menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter,
dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya
hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui
alat-alat seperti yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang bila
tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya
bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda
paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua
bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas dan penelitian
menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah.
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus
bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun
Faktor- faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya
infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi
rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit
hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun
atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk
sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan.
Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga.
Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan
hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap
streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak
terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen
terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida.
Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan
penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari
pada bayi perempuan.
3. Faktor Lingkungan
a. ada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif,
dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri
maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang
luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus yang
melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi
spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal
dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya,
sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa
cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir.
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam
tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat
menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza,
parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan.
Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai
korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui
umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah
terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus
respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas
infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan
lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah
Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.
C. Patofisiologi
D. Manifestasi klinis
1. Umum : panas, hipotermi, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3. Saluran napas : apnea, dispnea, takipnea, retraksi, napas cuping hidung, merintih, sianosis.
4. Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kulit marmorata, kulit lembab, hipotensi, takikardi,
bradikardia.
5. Sistem saraf pusat : irritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak
teratur, ubun-ubun menonjol,high-pitched cry
6. Hematologi : ikterus,splenomegali, pucat, petekie, purpura, pendarahan.
(Kapita selekta kedokteran Jilid II,Mansjoer Arief 2008)
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat
berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
- Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar
- Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang,opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun
- Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau
tungkai yang terkena
- Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang
terkena teraba hangat
- Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah
E. Pemeriksaan penunjang
- Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan neutropemia dengan pergeseran ke kiri (imatur:
total seri granolisik > 0,2).
- Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
- Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat mendeteksi
organisme.
- DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan neutrofil
immatur yang menyatakan adanya infeksi.
- Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya inflamasi.
F. Prognosis
Pada umumnya angka kematian sepsis neonatal berkisar antara 10–40% dan pada meningitis 15–
50%. Tinggi rendahnya angka kematian tergantung dari waktu timbulnya penyakit
penyebabnya, besar kecilnya bayi, beratnya penyakit dan tempat perawatannya. Gejala sisa
neurologik yang jelas nampak adalah hidrosefalus, retardasi mental, buta, tuli dan cara bicara
yang tidak normal. Kejadian gejala sisa ini adalah sekitar 30 – 50% pada bayi yang sembuh dari
meningitis neonatal. Gejala sisa ringan seperti gangguan penglihatan, kesukaran belajar dan
kelainan tingkah laku dapat pula terjadi.
G. Komplikasi
- Dehidrasi
- Asidosis metabolic
- Hipoglikemia
- Anemia
- Hiperbilirubinemia
- Meningnitis
- DIC.
H. penatalaksanaan
- Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2
dosis untuk neonatus umur < 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida)dosis 7 1/2
mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida
yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ½ sampai 1 jam pelan-pelan).
- Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses
lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan
analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan
CRP kuantitatif).
- Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas
darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
- Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah dan
CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
- Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap
abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan
dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas
indikasi khusus).
- Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika
10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.Pengobatan suportif
meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik
asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang,
transfusi tukar
I. Pencegahan
a. Pada masa antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan
terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera
terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat
pelayanan yang memadai bila diperlukan.
b. Pada saat persalinan
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptic, yang artinya dalam melakukan
pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik.Tindakan intervensi pada ibu dan bayi
seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin
yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan
menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
c. Sesudah persalinan
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI
secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan
peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan
dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit,
mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang
setiap bayi. Pemantauan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan
baik. Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang
berpenyakit menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui
pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi. (Sarwono, 2004)
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata / identitas
Nama : Diisi sesuai nama pasien
Umur : Biasanya menyerang pada usia neonatal 0 hari – 28 hari Infeksi nasokomial pada bayi berat
badan lahir sangat rendah (<1500gr) rentan sekali menderita sepsis neonatal.
Alamat : tempat tinggal keluarga tempat tinggalnya padat dan tidak
higienis
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : Klien datang dengan tubuh berwarna kuning, letargi, kejang, tak mau
menghisap, lemah
b. Riwayat penyakit sekarang: cara lahir (normal), hilangnya reflek rooting, kekakuan pada leher,
tonus otot meningkat serta asfiksia atau hipoksia.apgar score, jam lahir, kesadaran
c. Riwayat penyakit dahulu : Ibu klien mempunyai kelainan hepar atau kerusakan hepar karena
obstruksi.
d. Riwayat kehamilan: demam pada ibu (<37,9ºc), riwayat sepsis GBS pada bayi sebelumnya,
infeksi pada masa kehamilan
e. Riwayat prenatal: Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat transfusi tukar
atau terapi sinar pada bayi sebelumnya, kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikanpd ibu
selama hamil / persalinan, persalinan dgntindakan / komplikasi, rupture selaput ketuban yang
lama (>18 jam), persalinan premature(<37 minggu.
f. Riwayat neonatal : Secara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihatsegera setelah lahir atau
beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampakpun ssngat tergantung kepada penyebeb ikterus itu
sendiri. Bayi menderita sindrom gawat nafas, sindrom crigler-najjar, hepatitis neonatal, stenosis
pilorus, hiperparatiroidisme, infeksi pasca natal dan lain-lain.
g. Riwayat penyakit keluarga: Orang tua atau keluarga mempunyai riwayat penyakit yang
berhubungan dengan hepar atau dengan darah.
h. Riwayat imunisasi : Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT / DT atau TT dan kapan
terakhir
g. Ekstremitas
Suhu pada daerah akral panas, Apakah ada cacat bawaan, kelainan bentuk, Fleksi pada tangan,
ekstensi pada tungkai, hipertoni sehingga bayi dapat diangkat bagai sepotong kayu.
6. Pemeriksaan Spefisik
a. Apagar score
b. Frekuensi kardiovaskuler: apakah ada takikardi, brakikardi, normal
c. Sistem neurologis
4. Reflek moro: tidak ada, asimetris/hiperaktif
5. Reflek menghisap: kuat, lemah
6. Reflek menjejak: baik, buruk
7. koordinasi reflek menghisap dan menelan
7. Pemeriksaan laboatorium
a. sampel darah tali pusat
b. fenil ketonuria
c. hematokrit
B. Analisa dan Sintesa DatA
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi,
menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat
pola data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat
kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut
diagnosa keperawatan.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi (progesi dari sepsis ke syok sepsis) berdasarkan prosedur invasif,
pemajanan lingkungan (nasokomial).
2. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam
4. Pola nafas tidak efektif b/d perubahan pada suplai O2
(Doenges, 2000)
D. Rencana Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi (progesi dari sepsis ke syok sepsis) berdasarkan prosedur invasif,
pemajanan lingkungan (nasokomial).
a. tujuan: Mengenali secara dini bayi yang mempunyai resiko menderita infeksi.
b. kriteria hasil: penularan infeksi tidak terjadi.
c. intervensi dan rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. 1. Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai
1. Isolasi luka linen dan mencuci tangan
indikasi adalah yang dibutuhkan untuk mengalirkan
luka, sementar pengunjung untuk
menguranagi kemungkinan infeksi.
2. 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah 2. Mengurangi kontaminasi ulang.
melakukaan aktivitas walaupun menggunakan
sarung tangan steril
3. 3. Dorong penggantian posisi , nafas dalama/ Bersihkan paru yang baaik untuk
batuk. mencegah pnemonia
4. Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika
3. Mencegah penyebaran infeksi melalui
memungkinkan proplet udaraa.
5. 5. Pantau kecendrungan suhu 4. Demam ( 38,5OC- 40OC) disebabkan oleh
efek dari endotoksinhipotalkus dan
endofrin yang melepaskan pirogen.
2. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan suhu tubuh dalam keadaan normal
( 36,5-37 )
b. Kriteria Hasil
- Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
- Pasien mampu tidur dengan nyenyakPasien tidak kejang
- hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
- Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 110-120 x/menit,
frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam Perubahan tanda-tanda vital yang
dan pantau warna kulit signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi Hipertermi sangat potensial untuk
menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam
kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres denga air hangat pada Kompres pada aksila, leher dan lipatan
aksila, leher dan lipatan paha, hindari paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar
penggunaan alcohol untuk kompres. besar yang akan membantu menurunkan
demam. Penggunaan alcohol tidak
dilakukan karena akan menyebabkan
penurunan dan peningkatan panas secara
drastis.
Kolaborasi Pemberian antipiretik juga diperlukan
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan jika untuk menurunkan panas dengan segera.
panas tidak turun.
Intervensi Rasional
Pertahankan jalan nafas paten. Tempatkan Meningkatkan ekspansi paru-paro, upaya
pasienpada posisi yang nyamandengan kepala pernafasan
tempat tidur tinggi
Pantau frekuansi dankedalaman pernafasan. Pernafasan cepat atau dangkalterjadi karena
Catatpenggunaan otot aksesoris/ upaya untuk hipoksemia stress dan sirkulasi
bernafas endotoksin.hipovestilasi dan dispnea
merefleksikan mekanisme kompensasi yang
tida efektif dan merupakan indikasi bahwa
diperlukan dukungan ventilator.
Auskultasi bunyi nafas. Perhatikan krekels , Kesulitan pernafasan dan munculnya bunyi
mengi, area yang mengalami penurunan/ advevtisinus merupakan indicator dari kongesti
kehilangan ventilasi pulmonal/edema interstisial. Etelektasis
Catat munculnya sianosis sirkumoral Menunjukkan ogsigen sistemik tidak
adekuat/pengurangan perfusi
Selidiki perubahan pada sensorium, agitasi, Fungsi serebral sangat sensitive terhadap
kacau mental, perubahan kepribadian, penurunan oksigenasi
delirium, koma
Berikan o2 tambahan melalui jalur yang sesuai, Diperlukan untuk mengoreksi hipoksemia
misalnya kanula nasal, masker dengan menggagalkan upaya/progresi asidosis
respitorik
Tinjau sinar x dada Perubahan menunjukkan perkembangan/
resolusi dari komplikasi pulmonal, misalnya
edema.
E. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama
melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI,
1989;162 )
F. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan
obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau
belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik dan terencana tentang kesehatan pasien
dengan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan . Dalam evaluasi tujuan tersebut
terdapat tiga alternatif, yaitu :
a. Tujuan tercapai : pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian : pasien menunjukkan perubahan sebagian sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai : pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama
satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis
bayi baru lahir. (DEPKES 2007)
2. Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri,
virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.
3. Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.
Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium
perubahan ambilan dan penggunaan oksigen terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan
metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complemen cascade
menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan,
asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminatedintravaskular coagulation (DIC)
dan kematian.( Bobak, 2004).
4. Manifestasi klinis meliputi:
a. Umum : panas, hipotermi, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema
b. Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
c. Saluran napas : apnea, dispnea, takipnea, retraksi, napas cuping hidung, merintih, sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kulit marmorata, kulit lembab, hipotensi, takikardi,
bradikardia.
e. Sistem saraf pusat : irritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak
teratur, ubun-ubun menonjol,high-pitched cry
f. Hematologi : ikterus,splenomegali, pucat, petekie, purpura, pendarahan.
(Kapita selekta kedokteran Jilid II,Mansjoer Arief 2008)
5. Pemeriksaan penujang meliputi: pemeriksaan darah tepi, Kultur darah, analisa kultur urine, DPL,
CPR.
6. Pada umumnya angka kematian sepsis neonatal berkisar antara 10–40% dan pada meningitis 15–
50%. Tinggi rendahnya angka kematian tergantung dari waktu timbulnya penyakit
penyebabnya, besar kecilnya bayi, beratnya penyakit dan tempat perawatannya.
7. Dehidrasi, Asidosis metabolic, Hipoglikemia, Anemia, Hiperbilirubinemia, Meningnitis, DIC.
8. Penatalaksanaan:
9. Pencegahan:
a. Pada masa antenatal: Perawatan antenatal: meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala,
imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu.
b. Pada masa antenatal: Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala,
imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu.
c. Sesudah persalinan: Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi
normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap
bayi menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril.
10. Konsep Asuhan Keperawatan: pengkajian, analisa data, diagnose keperawatan, NCP,
implenentasi, evaluasi.
B. Saran
a. Meningkatkan mutu pelayan kesehatan
b. Meningkatkan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
c. Meningkatkan pofesionalitas kerja perawat.
DAFTAR PUSTAKA
A.H. Markum, 1996, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid I.Jakarta : Gaya Baru. 15 April 2012
10.00
Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC. 15 April 2012 10.00
http://jatiarsoeko.blogspot.com/2012/01/makalah-askep-sepsis-neonatus.html