Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK SEHAT DAN SAKIT AKUT

PATOFISIOLOGI, FARMAKOLOGI, DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA BAYI RESIKO TINGGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP
PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
Dosen Pengampu : Neti Mustikawati, Ns.Sp.Kep.An

Disusun Oleh :
SRI DEWI JAYANTI
202102030043
4B

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN


PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
2022/2023
DAFTAR ISI

BAB 1 3
A. Pengertian/definisi sepsis neonatorum 3
B. Etiologi/penyebab 3
C. Patofisiologi 6
D. Manifestasi klinis/tanda dan gejala 7
E. Pemeriksaan penunjang 8
F. Penatalaksanaan 8
G. Komplikasi 9
H. Pengkajian fokus 10
I. Fokus intervensi 11
J. Pathways 19
A. Pengertian/definisi Hiperbillirubin 20
B. Etiologi/penyebab 20
C. Patofisiologi 21
D. Manifestasi klinis/tanda gejala 21
E. Pemeriksaan penunjang 21
F. Penatalaksanaan 22
G. Komplikasi 24
H. Pengkajian fokus 24
I. Fokus intervensi 25
J. Pathways 28
BAB 2 30
Judul penelitian 30
Penulis 30
Tujuan penelitian 30
Desain/metode penelitian 30
Hasil dan pembahasan 30
kesimpulan 31
DAFTAR PUSTAKA 33
BAB 1
KONSEP TEORI
A. Pengertian/definisi sepsis neonatorum
Sepsis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh merespons infeksi
dengan menyerang organ tubuh dan jaringan. Infeksi dapat terjadi pada
beberapa bagian tubuh, termasuk paru-paru, usus, saluran kemih atau
kulit. Sepsis menyebabkan reaksitubuh normal terhadap infeksi untuk
bertindak di luar kendali. Bakteri yang disebabkan dari infeksi dan racun
dapat mengubah suhu tubuh seseorang, denyut janutng, dan tekanan darah,
dan mencegah organ tubuh bekerja dengan baik.
Sepsis adalah syndrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda
klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah
septisimia dan syok septik. Sepsis merupakan respon tubuh terhadap
infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain.
Sepsis neonatrum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada
bayi selama 4 minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu 1
dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup. Sepsis bakterial pada
neonatus adalah syndrom klinis dengan gejala infeksi ssitemik dan diikuti
dengan bakterimia pada bulan pertama kehidupan. Sepsis neonatorum
adalah semua infeksi pada bayi pada 28 pertama sejak kelahiran.
B. Etiologi/penyebab
Infeksi dapat menyebar secara menyeluruh atau terlokasi pada satu
organ saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa
didapatkan pada saat sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah
persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat disebabkan karena virus
(herpes, rubella), bskteri (streptococus B), dan fungsi atau jamur (candida)
meskipun jarang ditemui. Bakteri seperti Escherichiacoli, Listeria moniae,
Haemophilus influenza tiep B, Salmonella, dan Streptococcus grub B
merupakan penyebab paling sering terjadinya sepsis pada bayi.
Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki
tubuh bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa
komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko pada sepsis
neonatorus, antara lain :
a. Perdarahan.
b. Demam yang terjadi pada ibu.
c. Infeksi pada uterus atau plasenta.
d. Ketuban pecah dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu ata
18 jam atau lebih sebelum persalinan).
e. Proses kelahiran yang lama dan sulit.
Faktor faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara
umum berasal dari tiga kelompok, yaitu :
a. Faktor maternal
1) Status sosial ekonomi ibu, ras dan latar belakang
mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi. Ibu
yang berstatus sosio-ekonomi rendah mungkin
nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat tidak
higienis. Bayi kuli hitam lebih banyak mengalami
infeksi daripada bayi berkulit putih.
2) Status pantas (wanita multipara atau gravida lebih dari
3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atau lebih dari
30 tahun).
3) Kurangnya perawatan prenatal.
4) Ketuban pecah dini (KPD).
5) Prosedur selama persalinan.
b. Faktor neonatal
1) Prematuris ( berat badan bayi kurang dari 1500
gram) merupakan faktor risiko utama untuk sepsis
neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan
lebih rendah daripada bayi cukup bulan. Transpor
imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi
pada paruh akhir trimester ketiga. Setelah lahir,
konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun,
menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
2) Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami
kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap
streptokokus atau Hemophilus Influenza IgG dan
IgA tidak melewati plsaenta dan hampir tidak
terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya
hal tersebut aktivitas lintasan komplemen terlambat.
3) Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis
pada bayi laki-laki empat kali lebih besar dari pada
bayi perempuan.
c. Faktor lingkungan
1) Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit
sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan
memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih
lama. Penggunaan katete vena/arteri maupun kateter
nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi
mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga
mungkin terinfeksi akibat alat yang terkotaminasi.
2) Paparan terhadap obat-obatan tertentu, seperti
steroid bisa menimbulkan resiko pada neonatus
yang melebihi resiko penggunaan antibiotik
spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi
spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten
berlipat ganda.
3) Kadang-kadang diruang perawatan terdapat
epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal
dari petugas (infeksi nosokomial), paling sering
akibat kontak tangan.
4) Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus
dan E.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan
bayi yang minum susu formula hanya didominasi
oleh E.Colli
Sepsis dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Sepsis dini terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik :
sumber organisme pada saluran genital ibu dan cairan
amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
b. Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu
pertama kehidupan dan didapat dari llingkungan pasca
lahir. Karakteristik : didapat dari kontaklangsung atau tak
langsung dengan organisme yang ditemukan dari
lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami
komplikasi
C. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sisteik.
Pelepasan endokrin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungs
miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terlambatnya
fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis
yang tiba-tiba dan berat. Complment cascade menimbulkan banyak
kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan,
asidosis metabolik, dan syok yang mengakibatkan disseminated
intravaskuler coagulation (DIC). Bayi baru lahir mendapat infeksi melalui
beberapa jalan, dapat terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi
konginetal virus rubella, protozoa toxoplasma, atau basilus listeria
monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi didapatkan melalui jalur
vertikel, dari ibu selama proses persalinan (infeksi streptokokus group B
atau infeksi kuman gram negatif) atau secara horizontal dari
lingkungan/perawatan setelah persalinan (infeksi stafilokokus koagulase
positif/negatif).
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina/rektrum pada satu dari
setiap lima wanita hamil yang dapat mengkontaminasi bayi selama
melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif rentan
terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan
mereka biasnaya menjalani prosedur-prosedur invasiff seperti infus jangka
panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang
dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di
permukaan kulit dapat masuk kedalam tubuh kemudian ke dalam aliran
darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut diatas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun berisiko mengalami
bakteremia tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat
mengarah ke sepsis. Bakteremia tersamar artinya bahwa bakteria telah
memasuki aliran darah. Tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda
paling umum terjadinya bakteremia tersamar adalah demam. Hampir satu
per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa
adanya alasan yang jelas dan penelitian menunjukan bahwa 4% dari
mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah,
streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekiatr 85%
dari semua kasus bakteremia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3
tahun.
D. Manifestasi klinis/tanda dan gejala
Manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai berikut :
1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema.
2. Saluran cerna : distensi abdomen, perut kembung, jaundice,
anoreksia, muntah, diare, hepatomegali.
3. Saluran nafas : apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping
hidung, merintih, sianosis.
4. Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi,
takikardi, bradikardi.
5. Sistem saraf pusat : iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas
minum, pernafasan tidak teratur, ubun-ubun menonjol.
6. Hematologi : ikterus, splenomegali, pucat, petekie, perdarahan.
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi
dan penyebarannya
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya
nanah atau darah dari pusar.
b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak
menyebabkan koma, kejang, opistotonus, (posisi tubuh
melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun.
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya
pergerakan pada lengan atau tungkal yang terkena.
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan,
kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hanagt.
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebbkan
pembengkakan perut dan diare berdarah.
E. Pemeriksaan penunjang
Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut off
yang optimal, nilai diagnostik yang baik yaitu sensitivitas mendekati
100% spesifisitas lebih dari 85% positive propable value (PPV) lebih dari
85% negative probablevalue (NPV) mendekati 100% dan dapat
mendeteksi infeksi pada tahao awal. Kegunaan klinis dari pertanda
diagnostik yang ideal adalah utnuk membedakan antara infeksi bakteridan
virus, petunjuk untuk penggunaa antibiotik, memantau kemajuan
pengobatan, dan untuk menentukan prognosis.
F. Penatalaksanaan
a. Terapi Pengobatan
Proses pengobatan pada sepsis neonatorum adalah
mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan
umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan
nutrisi dan monitor pemberian antibiotik
1) Diberikan kombinasi antibiotik golongan Ampisilin dosis
200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus
umur kurang lebih 7 hari dibagi 3 dosis) dan Netylmycin
(Amino Glikosida) dosis 7 ½ mg/kg BB/perhari i.m/i.v
dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan
Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus
diencerkan dan waktu pemberian ½ sampai 1 ja pelan-
pelan).
2) Dilakukan septic work up sebelu antibiotika diberikan
(darah lengkap, urine lengkap, feses lengkap, kultur darah,
cairan serebrospinal, urine dan fese (atas indikasi), pungsi
lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel,
kimia, pengecatan gram) foto polos dada, pemeriksaan CRP
kuantitatif.
G. Komplikasi
a. Hipoglikemia, hiperglikemia,asidosis metabolik, an jaundice.
Bayi memiliki kebutuhan glukosa meningkat sebagai akibat dari
keadaan septik, bayi mugnkin juga kurang giat sebagai akibat dari
asupan energi yang berkurang. Asidosis metabolik disebabkan oleh
konversi kemetabolisme anaerobik dengan produksi asam laktat,
selain itu ketika bayi mengalami hipotermia atau tidak disimpan
dalam lingkungan ternal netral. Untuk mengatur suhu tubuh dapat
menyebabkan asidosis metabolik. Jaundice terjadi dalam
menanggapi terlalu banyaknya billirubin ynag dilepaskan ke
seluruh tubuh yang disebabkan oleh organ hati sebagai bayi baru
lahir bekum dapat berfungsi optimal bahkan disfungsi hati akibat
sepsis yang terjadi dan keruskan eritrosit yang meningkat.
b. Dehidrasi
Kekurangan cairan terjadi dikarenakan asuoan cairan pada bayi
yang kurang, tidak mau menyusu dan terjadinya hipertermia.
c. Hiperbillirubin dan anemia
Hiperbillirubinemia berhubungan dengan penumpukan billirubin
yang berlebihan pada jaringan. Billirubin dibuat ketika tubuh
melepaskan sel-sel darah merah yang sudah tua. Ini merupakan
proses normal. Billirubin merupakan hasil zat pemecahan
hemoglobin (protein sel darah merah yang memungkinkan darah
menagngkut oksigen). Hemoglobin terdapat pada sel darah merah
yang dalam waktu tertentu selalu mengalami destruksi
(pemecahan). Namun pada bayi yang mengalami sepsis terdapat
infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh.
H. Pengkajian fokus
a. Identitas bayi dan orang tua
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tempat
tanggal lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan
orangtua.
b. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien sepsis neonatorum biasanya panas.
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber
infeksi dan penyebarannya.
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasnaya keadaan umum diawali dengan panas, malas minum,
letargi, muntah, diare, pucat, sianosis, pernafasan tidak teratur,
takipneu, apneu, kulit lembab dan dingin, TTV tidak stabil dapat
terjadi takikardi atau brakikardi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat masalalu tentang penyakit yang pernah dialami
misalnya infeksi pda tali pusat,meningitis dan penyakit lain yang
menyebabkan bayi rawat inap dan serta adanya tindakan invasif.
e. Riwayat penyaki keluarga
Ibu yang memiliki riwayat infeksi saat kehamilan beresiko
menularkan kepada bayinya. Kaji ada atau tidaknya riwayat
penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamida, gonores).
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
Kaji apakah selama kehamilan dan saat [ersalinan menderita
penyakit infeksi (toksoplasmosis, rubella, toksemia gravidarum,
dan amnionitis).
g. Riwayat imunisasi
Menyangkut jenis-jenis imunisasi yang harus diperoleh bayi guna
mencegah infeksi yaitu:
1) BCG: pada umur 0-3 bulan dengan pemberian 1 kali BCG
cara pemberian intracutan (IC) dengan dosis 0,05 cc.
2) Polio: diberikan pada umur 0-11 bulan dengan pemberian 4
kali dengan interval 4 minggu, cara pemberian melalui oral
tetes.
3) Hepatitis b: diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir,
dilanjutkan pada usia 1 dan 3-6 bulan dengan pemberian 3
kali dengan interval 4 minggu, cara pemberia intramuskular
(IM) dengan dosis 0,05 cc.
h. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan ‘
Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan secara fisik dan
perkembangan dan kemampuan motorik halus dan motorik kasar,
yang diketahui dengan menilai refleks pada bayi
i. Pola kebutuhan dasar
1) Pola respirasi
2) Pola nutrisi
3) Pola eliminasi
4) Pola istirahat dan tidur
5) Kebutuhan aktivitas
I. Fokus intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria hasil Keperawatan
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan1) Kaji frekuensi1) Suara nafas
efektif asuhan dan pola tambahan dapat
berhubungan keperawatan pernafasan, menjadi tanda
dengan selama 4x30 menit perhatikan jalan nafas tidak
gangguan diharapkan pola adanya suara paten.
sirkulasi O2 nafas menjadi nafas tambahan2) Posisi ini
dan CO2 akibat efektif dengan perubahan memaksimalkan
infeksi kriteria hasil : frekuensi ventilasi
1) Laporan pasien jantung 3) Menghilangkan
tidak sesak lagi 2) Posisikan pasien mukus yang
2) Tidak ada semi flower menyumbat jalan
retraksi dinding3) Isap jalan nafas nafas
dada. sesuai 4) Perbaikan kadar
3) Tidak ada kebutuhan oksigen dan
sianosis dan4) Berikan oksigen karbon dioksida
dispneu sesuai indikasi dapat
4) Menunjukkan dan berikan meningkatkan
jalan nafas yang obat-obatan fungsi pernafasan
paten (tidak ada yang sesuai
suara nafas indikasi
tambahan)
5) Frekuensi
pernafasan
dalam batas
normal (30-
60x/menit)
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan 1) Kaji adanya 1) Untuk
berhubungan asuhan tanda-tanda infeksi mengetahui lebih
dengan keperawatan 2) Lakukan isolasi dini adanya tanda-
prosedur invasif selama 4x24 jam bayi lain yang tanda terjadinya
diharapkan infeksi menderita infeksi infeksi
tidak terjadi dengan sesuai kebijakan 2) Tindakan yang
kriteria hasil : instusi. Sebelum dilakukan untuk
1) Suhu dalam batas dan setelah meminimalkan
normal (36-37) menangani bayi, terjadinya infeksi
2) Perkembangan lakukan pencucian yang lebih luas
klien membaik tangan mencegah
selama terapi 3) Yakinkan semua perpindahan
3) Jumlah leukosit peralatan yang mikroorganisme
dalam batas kontak dengan bayi dari tangan
normal bersih dan steril 3) Untuk mencegah
terjadinya infeksi
3. Hipertermi Setelah dilakukan 1) Kaji suhu 1) Mendapatkan
berhubungan asuhan dengan hasil pengukuran
dengan keperawatan memeriksa suhu suhu yang lebih
kerusakan selama 4x24 jam rektal pada akurat
kontrol suhu diharapkan awalnya 2) Perubahan tanda-
sekunder akibat hipertermi dapat selanjutnya tanda vital yang
infeksi teratasi dengan periksa suhu signifikan akan
kriteria hasil : aksila atau mempengaruhi
1) Tubuh teraba gunakan alat proses regulasi
hangat termostat dengan ataupun
2) Suhu tubuh dasar terbuka dan metabolisme dalam
dalam batas penyebar hangat tubuh
normal (36-37) 2) Monitor tanda- 3) Hipertermi
3) Nadi dan tanda vital setiap sangat potensial
frekuensi dalam dua jam dan untuk menyebabkan
batas normal pantau warna kejang seerta dapat
(nadi 100- kulit menyebakan pasien
180x/menit, 3) Observasi kehilangan banyak
respirasi 30- adanya kejang cairan secara
60x/menit) dan dehidrasi evaporasi yang
4) Berikan tidak diketahui
kompres hangat jumlahnya dan
pada aksila, leher dapat menyebabkan
dan lipatan paha, pasien masuk
hindari kedalam kondisi
penggunaan dehidrasi
alkohol ntuk 4) Kompres pada
kompres aksila, leher dan
5) Kolaborasi: lipatan paha
dalam pemberian terdapat pembuluh
antripretik sesuai dasar besar yang
kebutuhan jika akan membantu
paas tidak turun menurunkan
demam.
Penggunaan alkohol
tidak dilakukan
karena akan
menyebabkan
penurunan dan
peningkatan panas
secara drastis
4. Kekurangan Setelah dilakukan 1) Bandingkan 1) Intake yang lebih
volume cairan asuhan masukan dan rendah
berhubungan keperawatan pengeluaran urine dibandingkan
dengan adanya selama 4x24 jam setiap shift dan dengan output
demam, muntah diharapkan keseimbangan menyebabkan
diare kekurangan caran kumulatif setiap kekurangan cairan
tidak terjadi dengan periodik 24 jam dalam tubuh
kriteria hasil : 2) Observasi 2) Hipertermi sangat
1) Membran adanya hipertermi, potensial untuk
mukosa lembab kejang dan menyebabkan
2) Turgor kulit dehidrasi kejang yang akan
elastis 3) Evaluasi turgor semakin
3) Suhu dalam kulit, membran memperburuk
batas normal (36- mukosa dan kondisi pasien
37 keadaan fontanel serta dapat
interior menyebabkan
4) Pantau tekanan pasien kehilangan
darah, nadi, dan banyak cairan
tekana arterial rata- secara evaporasi
rata (TAR) yang tidak
5) Berikan infus diketahui
parenteral dan jumlahnya dan
berikan ASI/PASI dapat
sesuai dengan menyebabkan
jumlah pemberian pasien masuk ke
yang telah dalam kondisi
ditentukan dehidrasi
3) Kehilangan atau
perpindahan
cairan minimal
dapat dengan
cepat
menimbulkan
dehidrasi, terlihat
oleh turgor kulit
yang buruk,
membran mukosa
kering dan
fontanel cekung
4) Kehilangan 24%
volume darah
mengakibatkan
syok TAR <25
mmHg
menandakan
hipotensi
5) Penggantian
cairan yang hilang
dan pemberian
ASI/PASI sesuai
jadwal diperlukan
untuk mencegah
bayi dari kondisi
lapar dan haus
yang berlebih

5. Perubahan Setelah dilakukan 1) Pertahankan


1) Menurunkan
perfusi jaringan asuhan tirah baring beban kerja
perifer keperawatan 2) Pantau
mikard dan
selama 4x24 jam frekuensi dan
konsumsi oksigen
diharapakan irama jantung
2) Distrimia dapat
perubahan perfusi 3) Kaji frekuensi
terjadi sebagai
jaringan perifer nafas, kedalam
akibat dari
efektif dengan dan kualitas hipoksia
kriteria hasil : 4) Catat haluaran
3) Peningkatan
1) Saturasi oksigen urine dan berat
pernafasan terjadi
>90% jenisnya sebagai respon
2) Kulit kemerahan 5) Kaji perubahan
terhadap efek
3) Badan teraba warna kulit, suhu,
langsung
hang tidak pucat dan kelembabanendoktoksin pada
dan tidak dingin pusat pernafasan
4) CRT <3 detik di dalam otak
4) Penurunan urine
mengndikasikan
penurunan perfusi
ginjal
5) Mengetahui
status syok yang
berlanjut
6. Perubahan Setelah dilakukan 1) Kaji maturitas 1) Menentukan
nutrisi kurang asuhan refleks berkenan pemberian makan
dari kebutuhan keperawatan dengan pemberian yang tepat untuk
tubuh selama 4x24 jam makan (misalnya: bayi
diharapkan mengisap, menelan 2) Memberikan
perubahan nutrisi dan batuk) informasi tentang
kurang dari 2) Kaji tanda-tanda masukan aktual
kebutuhan tubuh hipoglikemia dalam hubungannya
dapat teratasi takipnea dan 3) Pemberian
dengan kriteria pernafasan tidak makan pertama bayi
hasil: teratur, apnea, stabil memiliki
1) Terjadi letaregi, fruktuasi peristalti dapat
peningkatan berat suhu, dan dimulai 6-12 jam
badan sesuai diaphoresis setelah kelahiran
umur 3) Auskultasi 4) Mengidentifikasi
2) Tidak ada tanda- adanya bising usus, adanya resiko
tanda malnutrisi kaji status fisik dan derajat dan resiko
3) Muntah status penafasan terhadap pola
berkurang 4) Kaji berat badan pertumbuhan
4) Bayi mau engan menimbang 5) Mengidentifikasi
minum ASI/PASI berat badan setiap masalah nutrisi
hari, kemudian dalam terapi
dokumentasikan perawatannya
pada grafik
pertumbuhan bayi
5) Kolaborasikan
dengan ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori yang
dibutuhkan pasien

7. Cemas Setelah dilakukan 1) Kaji tingkat 1) Membantu dalam


berhubungan asuhan ansietas ibu mengidentifikasi
dengan keperawatan 2) Berikan tingkat kecemasan
hospitalisasi selama 4x24 jam informasi yang 2) Meningkatkan
diharapkan cemas akurat dan jawaban rasa percaya ibu
ibu dan keluarga yang jujur tentang terhadap perawat
bekurang atau
kondisi bayinya dan dapat berbagi
hilang dengan3) Berikan mengurangi
kriteria hasil : kesempatan kepada kecemasan
1) Ibu tampak keluarga untuk 3) Meningkatkan
tenang mengungkapkan koping terhadap
2) Ibu tampak masalah yang situasi yang
rileks dihadapi dihadapi
3) Ibu dapat
4) Tunjukan atau 4) Memberikan
mengetahui bantu dengan kesempatan untuk
kondisi anaknya teknik relaksasi, mengatasi
4) Ibu tidak gelisah
mediasi atau ansietasnya sendiri
dengan bimbingan
8. Kurang Setelah dilakukan 1) Tentukan tingkat 1) Mengidentifikasi
pengetahuan asuhan pemahaman orang area
berhubungan keperawatan tua tentang sepsis masalah/kebutuhan
dengan kurang selama 4x24jam neonatorum. yang memerlukan
informasi yang diharapkan Anjurkan diskusi informasi
dimiliki pengetahuan ibu dan pertanyaan tambahan atau
keluarga klien atau keluarga dari 2) Lakukan demonstrasi
bayi dapat pemeriksaan fisik aktivitas perawatan
meningkat atau pada saat orang 2) Membantu orang
bertambah dengan tua ada.berikan tua untuk
kriteria hasil: informasi tentang mengenali variasi
1) Orangtua dapat variasi normal normal dan dapat
mengungkapkan dan menurunkan
pemahaman karakteristiknya ansietas
tentang kebutuhan 3) Jelaskan tanda 3) Agar orangtua
individu bayi dan gejala dapat waspada jika
2) Orang tua dapat kegawatan pada tanda dan gejala
mendemonstrasikan sepsis kegawatan
perilaku yang tepa 4) Jelaskan pada didapatkan dan
dalam memenuhi orangtua tentang segera melaporkan
kebutuhan kebutuhan kepada petugas
fisiologis dan perawatan yang 4) Orangtua dapat
emosional bayi tepat pada bayi melaksanakan
3) Orang tua dapat dengan sepsis. teknik aseptik
mengidentifikasi Misalnya cuci sehingga
tanda dan gejala tangan sebelum memiimalisir
yang memerlukan memegang bayi, infeksi nosokornial
intervensi medis jauhkan dari
orang lain yang
sedang sakit

J. Pathways

Penyakit yang diderita oleh ibu


A. Pengertian/definisi Hiperbillirubin
Penyakit kuning atau hiperbilirubin adalah kondisi umum pada
bayi baru lahir yang mengacu
Bakteri dan
padavirus
warna kuning pada kulit danbagian
puth mata disebabkan terlalu banyaknya billirubin dalam darah. Bilirubin
sendiri diproduksi oleh kerusakan normal sel darah merah. Biasanya
Masuk
bilirubin dibentuk oleh hati,keyang
neonatus
melepaskannya kedalam usus sebagai
empedu (cairan yang membantu pencernaan).
Billirubin adalah tetrapyrrole yang dihasilkan oleh pemecahan
normal heme. Kebanyakan billirubin diproduksi selama pemecahan
Masa antenatal
hemoglobin dan hemoproteinsMasa intranatal Masa pascanatal
lainnya. Akumulasi billirubin atau konjugat
dalam jaringan tubuh menghasilkan penyakit kuning yang ditandai dengan
tingginya tingkat plasma bilirubin dan deposisi pigmen billirubin berwarna
Kuman divagina
kuningdanpada kulit, sklera,
Kuman dan virus
membran Infeksi nosocomial
mukosa, dan jaringan dari
kurang terlihat
servik
lainnya. . dari ibu luar rahim
Neonatal hyperbillirubinemia adalah peningkatan level serum
billirubin yang biasa terjadi pada neonatus. Saat terjadi peningkatan
Melewati plasenta
billirubin sebagian billirubin dideposit
Naik mencapai dalam jaringan
kiroin Melaluitubuh sehingga
alat-alat penghisap
dan umbilicus
menyebabkan kulit dan sklera bayi berwarna kuning.
dan amnion Tingkat
lender, selangbillirubin
endotrakeal,
yang dapat mengakibatkan penetrasi pada otak danselang
infuse, kerusakan otak botol
nasogastric,
(kernicterus). Insiden billirubin pada bayi premature berkisar
minuman80% atau dari
dot
seluruh premature yang lahir
B. Etiologi/penyebab
penyebabnya diantaranya sebagai berikut:
a. Produksi hiperbillirubin yang berlebihan
b. Gangguan dalam proses ambil darah dan konjugasi hepar
c. Gangguan transportasi dalam metabolis billirubin
d. Gangguan dalam sekresi
e. Obstrituksi gastrointestinal
f. Gangguan metabolik misalnya galaktosemia

C. Patofisiologi
peningkatan kadar billirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan bahan billirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan.
Hal ini dapat ditemukan bila terjadi peningkatan penghancuran eritrosit
polisemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi. Meningkatnya
billirubin dari sumber lain, atau terdapat peningkatan sirkulasi
entrohepatik.
Pada derajat tertentu, billirubin ini akan bersifat toksik dan akan
merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada billirubin
inderek yang bersifat sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam
lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak, ini
disebut kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut akan timbul apabila
kadar bilirubin inderek lebih dari 20 mg/dl.
D. Manifestasi klinis/tanda gejala
Adapun tanda dan gejala dari hiperbillirubin menurut Hidayat A.A (2013):
a. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
b. Latergik (lemas)
c. Kejang
d. Reflek menghisap lemah sampai tidak ada
e. Kulit tampak kering
f. Kadar billirubin serum
Masuk kedalam melebihi
Amnionitis dan 10% mg pada neonatus cukup
tubuh bayi bulan, dan melebihi 12,5% mg pada neonatus kurang bulan
kiroinitis
g. Terjadi peningkatan billirubin lebih dari 5% mg atau lebih setiap
24jam
Melalui sirkulasi
E. Pemeriksaan penunjang Kuman melalui umbikus
darah bayi masuk ketubuh janin
a. Golongan darah bayi dan ibu: mengidentifikasi inkompatibilitas
AB, dapat disebabkan oleh dua hal, yang pertama akibat
ketidakcocokan golongan darah ABO saat melakkan tranfuse
sehingga terjad reaksi hemolysis intravaskuler akut juga data
disebabkan oleh reaksiSEPSIS Leukosit
imunitas antara antigen Resiko infeksi
dan antibody yang
meningkat
sering terjadi pada ibu dan janin yang akan dilahirkan
b. Billirubin total: kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi
1,0 – 1,5 mg/dl Pelepasan endotoksik
yang mungkin dihubungkan dengan sepsis, kadar
inderek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5
mg/dl 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20mg/dl pada bayi cukup
bulan 15mg/dl pada bayi pereterm (tergantung pada berat badan).
c. Protein serum total:
System pencernaan Penurunan
kadar ekstrasi Merangsang
kurang dari 3,09 kkal sintesa dan
menandakan
anoreksia, muntah, diare, O2 ke jaringan pelepasan
penurunan kapasitas ikatan, terutama pada bayi preterm zat pyrogen
menyusui buruk, oleh leukosit
d. Hitung darah lengkap: hemoglobin(hb) mungkin rendah (kurang
hepatomegaly,
peningkatan residudari 14 g/dl) karena hemolisis, hematocrit, (ht), mungkin
setelah
Hipoksia sel
menyusuimeningkat (lebih besar dari 67%) pada polisemia penurunan
Zat pyrogen beredar
(kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan dalam darah
e. Glukosa:Terjadi
kadar dekstrosik mungkin kurang dari 45% glukosa
mekanisme kompensasi tubuh
Gangguan darah, kuranguntukdari 30 mg/dl, atau
meningkatkan tes O2
intake glukosa serum kurang dari 50
dengan
mg/dl, atau tespeningkatan
glukosa serum kurangnafas Aktivasi
dari 50 mg/dl bila bayi baru
gastrointestinal frekuensi prostaglandin
lahir hipoglikemia dan mulai menggunakan simpanan lemak dan
melepaskan asam lemak.
F. Penatalaksanaan
Ketidakefektifan Prostaglandin
Peningkatan
Penatalaksanaan Keperawatan oada respiratory
pasien dengan hiperbillirubin adalah
pola makan bayi rate memengaruhi pusat
sebagai berikut :
1) Apabila terjadi resiko tinggi cedera karena dampak peningkatan
kadar hiperbilirubin, maka intervensi yang dapat dilakukan adalah
Gangguan pola nafas Hipotalamus
mengkaji dan mengawasi dampak perubahan kadar billirubin,
meningkatkan set
seperti adanya jaundice, konsentrasi urine, latergik, kesulitan
poin suhu
makan, reflek moro, adanya tremor, iritabilitas, memantau
hemoglobin dan hematocrit, serta pencatatan penurunan:
melakukan fototerapi dengan mengatur waktu sesuai dengan
prosedur dan menyiapkan untuk melakukan transfusi tukar.Hipertermi

System
2) Fototerapi merupakan tindakan dengan memberikan terapi melalui
Disfungsi Gangguan perfusi
sinar yang menggunakan lampu. Lampu yang digunakan sebaiknya
kardiovaskuler mikrosirkulasi jaringan perifer
tidak lebih dari 500 jam untuk menghindari turunnya energi yang
dihasilkan oleh lampu. Cara melakukan fototerapi adalah sebagai
berikut :
a. Pakaian bayi dibuka agar seluruh bagian tubuh bayi kena
sinar
b. Kedua mata dan gonad ditutup dengan penutup yang
memantulkan cahaya
c. Jarak bayi dan lampu kurang lebih 40 cm
d. Lakukan pengukuran suhu setiap 4-6 jam
e. Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-
kurangnya sekali dalam 24 jam
f. Lakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala terutama
pada pasien yang mengalami hemolysis
g. Berikan atau sediakan lampu masing-masing 20 watt atau
sebanyak 8-10 buah yang disusun secara parallel
3) Tranfusi tukar
Transfusi tukar dilakukan pada keadaan hiperbillirubin yang dapat
diatasi dengan tindakan lain. Misalnya telah diberikan kadar terapi
kada billirubin tetap meningkat. Indikasi untuk melakukan
transfusi tukar:
a. Kadar bilirubin inderek lebih dari 20%
b. Kenaikan kadar billirubin inderek cepat yaitu 0,3-1 mgh%
c. Anemia berat pada neonatus dan gejala jantung
d. Bayi dengan kadar hemoglobin tali pust <14%
Tujuan tranfusi tukar adalah mengganti eritrosit yang dapat
menjadi hemolisi, membuang eritrosit yang dapat menjadi
hemolisis, membuang antibodi yang menyebabkan hemolisis
(Ridha 2014)
G. Komplikasi
a. Bila terjadi hiperbilirubin maka dikhawatirkan akan mengalami
kern ikterus yaitu pada kerusakan otot akibat peningkatan
billirubin inderek pada otot terutama korpus stiatrum, thalamus,
nucleus merah dan nucleus dasar ventrikel 1V.
1) Letargik
2) Kejang
3) Tidak mau menghisap
4) Tonus otot meninggi
5) Leher kaku
a. Pada umur yang lebih lanjut, jika byi masih hidup dapat terjadi:
1) Spasme otot
2) Kejang
3) Gangguan bicara
4) Tuli pada nada yang tinggi
H. Pengkajian fokus
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akura dari pasien sehingga akan dikehatui
berbagai permasalahan yang ada. Langkah-langkah dalam pengkajian
meliputi:
a. Identitas bayi dan ornagtua
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tempat
tanggal lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan
orangtua, sebagian besar pasien hiperbillirubin adalah bayi dengan
umur mulai dari 0-28 hari
b. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien hiperbillirubin biasanya ikterus pada
kulit, sklera dan kuku (Wong, 2012)
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu
tubuh, reflek hisap menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot
(kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan, kulit tampak
kuning, sklera mata kuning, perubahan warna pada feses dan urine
d. Riwayat penyakit dahulu
Yang dapat ditanyakan adalah riwayat masalalu tentang penyakit
yang pernah dialami, atau riwayat masuk rumah sakit
e. Riwayat penyakit keluarga
Pada bayi dengan hiperbilirubin bia juga dipengaruhi oleh asal
etnik: mereka yang berasal dari Korea, China, Jepang dan India
Amerika yang memiliki kadar hiperbilluribin lebih tinggi
f. Riwayat kehamlan persalinan
Riwayat prenatal meliputi DM, golongan darah (Rh/abo),
penggunaan obat-obatan yang meningkatkan ikterus.
g. Riwayat imunisasi
Menyangkut jenis-jenis imunisasi yang harus diperoleh bayi guna
mencegah infeksi yaitu:
4) BCG: pada umur 0-3 bulan dengan pemberian 1 kali BCG
cara pemberian intracutan (IC) dengan dosis 0,05 cc.
5) Polio: diberikan pada umur 0-11 bulan dengan pemberian 4
kali dengan interval 4 minggu, cara pemberian melalui oral
tetes.
6) Hepatitis b: diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir,
dilanjutkan pada usia 1 dan 3-6 bulan dengan pemberian 3
kali dengan interval 4 minggu, cara pemberia intramuskular
(IM) dengan dosis 0,05 cc.
I. Fokus intervensi
no Tujuan dan Intervensi keperawatan Rasional
kriteria hasil
1. Setelah dilakukan a. Tutup mata bayi a. Mencegah iritasi
tindakan keperawatan pastikan kelopak mata kornea
selama 3x24 jam bayi sebelum b. Mencegah
diharapkan keadaan kulit memasang penutup pemajanan
bayi dapat dipertahankan b. Tmepakan bayi kerusakan testis dan
dengan kriteria hasil: dibawah sinar matahari penis dari panas
a. Pasien mempunyai c. Tutup testis dan penis c. Sebagian daerah
kulit yang utuh bayi pria tubuh bayi yang
b. Menunjukan rutinitas d. Ubah posisi bayi setiap tidak terkena
utuh perawatan kulit 6 jam sekali selama penerangan akan
yang efektif fototerapi mengembalikan
c. Tingkat sensasi dan e. Pantau kulit bayi dan ikterus
warna kulit normal suhu tiap dua jam atau d. Fluktasi pada suhu
lebih dapat terjadi sebagai
respon terhadap
pemajanan sinar
radiasi
2. Setelah dilakukan a. Pastikan cairan adekuat a. Mencegah dehidrasi
tindakan keperawatan b. Pantau masukan dan b. Peningkatan
selama 3x24 jam pengeluaran cairan, kehilangan air
diharapkan cairan tubuh timbang berat badan dua melalui evaporasi
bayi normal dengan kali sehari, perhatikan dan feses dapat
kriteria hasil : tanda-tanda dehidrasi menyebabkan
a. Kebutuhan cairan c. Monitor frekuensi dan dehidrasi
terpenuhi konsistensi BAB dan c. Deteksi encer sering
b. Turgor dan membran urine kehijauan
mukosa lemab d. Beri asi sesuai terapi menandakan
e. Monitor tanda-tanda vital keefektifan
f. Observasi turgor dan fototerapi dengan
membran mukosa pemecahan dan
eksresi billirubin
d. Mencegah dehidrasi
e. Menentukan terapi
yang tepat
f. Melihat kebutuhan
cairan terpenuhi
3. Setelah dilakukan a. Menganjurkan ibu a. Mempertahankan
tindakan keperawatan memberikan asi sedikit nutrisi pasien
selama 3x24 jam demi sedikit tapi sering b. Mengetahui tingkat
diharapkan kebutuhan kepada pasien asupan asi yang
nutrisi terpenuhi dengan b. Mengkaji asupan asi diberikan
kriteria hasil : yang diberikan pada c. Agar kebutuhan
a. Tidak adanya muntah pasien pasien terpenuhi dan
lagi c. Berikan minuman berat badan
b. Klien mau menetek melalui sonde (asi yang meningkat
di ibunya diperah) d. Mengetahui
c. Reflek hisap baik d. Monitor intake dan keseimbngan nutrisi
d. Berat badan output e. Indikator dari status
meningkat e. Timbang berat badan tiap gizi
hari
4. Setelah dilakuakn a. Hentikan fototerapi a. Meningkatkan
tindakan keperawatan selama keluarga interaksi keluarga
selama 3x24 jam berkunjung, lepaskan b. Memperbaiki
diharapkan orang tua penutup mata bayi kesalahan onsep,
mengerti tentang b. Berikan informasi meningkatkan
perawatan, dapat tentang tipe-tipe ikterus pemahaamn dan
mengidentifikasi gejala- dan faktor fisiologis dan menurunkan rasa
gejala untuk komplikasi ada masa yang c. Mencegah
menyampaikan pada tim akan datang dari penyakit kekhawatiran orang
kesehatan dengan hiperbillirubin tua yang tidak perlu
kriteria hasil : c. Berikan informasi dan potensi terlalu
a. Orang tua tentang mempertahankan melindungi anak
menunjukan suplay asi d. Memahami cara
koping yang d. Ajarkan teknik pemberian asi yang
adaptif pemberian asi yang benar benar
b. Orang tua e. Tenangkan keluarga e. Membantu ibu utnuk
menunjukan f. Libatkan orangtua dalam mempertahankan
tentang terapi perawatan bayi dan pemahaman
yang diberikan informasi kepada orangtua pentingnya terapi
tentang perkembangan untuk meningkatkan
keadaan bayi interaksi ibu dan bayi
f. Meningkatkan
pengetahuan keluarga
dan mengurangi
kecemasan ornagtua

J. Pathways

BAB 2
Judul penelitian : Faktor Risiko pada Sepsis Neonatorum Awitan
Dini.
Penulis : Rosalina D Roeslani, Idham Amir, M. Hafiz
Nasrulloh, Suryani
Tujuan penelitian : Mengetahui faktor risiko pada ibu dan bayi yang
berhubungan dengan sepsis neonatorum awitan
dini.
Desain/metode penelitian : Penelitian ini dilakukan secara observasional
retrospektif kasus kontrol menggunakan analisis
bivariat dan mutivariatdi ruang perawatan bayi
baru lahir Divisi Perinatologi Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSCM berdasarkan rule of
thumb.
Hasil dan pembahasan : Diperoleh 90 kasus sepsis dan 100 kontrol. Satu
dari 90 kasus kontrol diperoleh hasil biakan positif
bakteri gram positif. Penelitian menunjukan 4
faktor yang berhubungan erat dengan terjadinya
sepsis berdasarkan analisis bivariat dengan p<0,05
yaitu ketuban pecah lebih dari 24 jam, demam
dengan suhu lebih dari 38, usia gestasi <37
minngu dan nilai APGAR rendah. Hasil analisis
dilanjutkan dengan analisis multivariat yang
memberikan hasil bahwa usia gestasi <37 minggu
dan nilai APGAR rendah berhubungan erat
dengan terjadinya sepsis pada bayi baru lahir.
Di negara berkembang seperti India dan
Nepal,2,10,13 beberapa penelitian mempunyai
faktor risiko yang sama seperti penelitian kami,
yaitu nilai APGAR yang rendah dan UG<37
minggu atau prematur/NKB. Pelayanan kesehatan
yang belum baik terutama untuk ibu melahirkan
dan neonatus meyebabkan nilai APGAR yang
rendah. Hubungan erat antara nilai APGAR
rendah dan infeksi dapat disebabkan karena
prosedur intervensi yang tinggi pada bayi tersebut
sejak usia awal sehingga dapat saja terinfeksi oleh
kuman di kamar bersalin seperti hipotesis yang di
laporkan oleh Shah dkk.10 Sedangkan hubungan
yang erat antara terjadinya sepsis dan neonatus
kurang bulan atau prematur karena adanya
defisiensi imunitas yang relatif.10 Di Divisi
Perinatologi, neonatus irawat inap sebagian besar
(±60%) adalah prematur, dan karakteristik
penelitian kami mendapatkan 57/90 kasus sepsis
adalah prematur. Kelahiran prematur belum dapat
dicegah, baik di negara maju maupun
berkembang. Infeksi adalah sebagian besar
penyebab kelahiran prematur di negara
berkembang seperti di Indonesia.
Pada analisis bivariat ketuban pecah >24 jam, dan
demam pada ibu dengan suhu >38 ditunjukkan
hubungan yang erat dengan berkembangnya
sepsis, tetapi tidak terbukti pada analisis
multivariat. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
keduanya merupakan faktor yang memperkuat
kejadian sepsis yang tinggi pada bayi lahir
prematur dan asfiksia (nilai APGAR rendah).

kesimpulan : Pada neonatus yang lahir di RSCM jakarta apabla


terdapat faktor resiko prematur (usia gestasi >37
minggu dan atau nilai APGAR rendah maka harus
dilakukan skrinning sepsis, pemantauan ketat
terhadap timbulnya SNAD, bila melakukan
tindakan intervensif maka harus dengan tindakan
septik-antiseptik yang ideal, serta pemberian
antibiotik empiris dapat dipertimbangkan.

DAFTAR PUSTAKA
2

Anda mungkin juga menyukai