Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI NEONATORUM

Disusun Oleh

RAHMAT BAYU SETIAWAN


2022207209002

FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI NEONATORUM

A. Konsep Dasar Infeksi Neonatus


1. Definisi
Infeksi neonatus adalah infeksi yang terjadi pada neonatus, dapat terjadi pada masa
antenatal, perinatal dan post partum. Infeksi neonatorum atau infeksi adalah infeksi
bakteri umum generalista yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan yang
menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Infeksi adalah sindroma yang
dikarakteristikkan oelh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang
dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septic (Doenges, Marlyn E, 2000).

Infeksi neonatorum adalah infeksi pada neonatus yang terjadi pada masa neonatal,
intranatal dan postnatal.Inkfesi Neonatorum atau Infeksi adalah infeksi bakteri
umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. yang
menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir.Infeksi adalah sindrom yang
dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang
dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. Infeksi merupakan respon
tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain. Infeksi
terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab dari 30%
kematian pada bayi baru lahir (mitayani, 2009)

Infeksi neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat
minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau
1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
B. Etiologi
Menurut Blane dalam (Doenges, Marlyn E, 2000) infeksi pada neonatus bisa melalui
beberapa cara :
a. Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui peredaran darah ibu ke placenta. Kuman melewati
placenta dan mengadakan intervilositas masuk ke vena umbilicus samapi ke janin
kuman teresebut seperti : virus : rubella, poliomelisis, koksakie, variola, dll.
Spirokaeta : sifilis. Bakteri : jarang sekali kecuali E. Colli dan listeria.
b. Infeksi intranatal
1) Pemeriksaan vaginal yang terlalu sering
2) Partus yang lama
c. Infeksi post partum.
Penggunaan alat-alat perawatan yang tidak steril
d. Cross infection
Infeksi yang telah ada di rumah sakit.
C. Tanda dan gejala.
1. Umum : panas, hipoermia, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema.
2. Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia, muntah, hipotomegali.
3. Saluran nafas : apnea, dispnea, takspnea, retraksi, nafas cuping hidung, merintih
sianosis.
4. Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kulit marmoratu, kulit lembab, hipotensi,
takikardi, bradikardia.
5. Sistem saraf pusat : invitabilitas, tremor, kejang, hiporeflerksi, malas minum,
pernapasan tidak teratur, ubun-ubun menonjol, high pitched cry
6. Hematologi : Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan (Kapita
Selekta Kedokteran Jilid II)
Gejala infeksi yang terjadi pada neonatus anatar lain, bayi tampak lesu, tidak
kuat menghisap, denyut jantung lambat, suhu tubuh naik turun. Gejala –gejala lainnya
dapat berupa gangguan pernapasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung,
Gejala dan infeksi neonatorum juga tergantung kepada sumbber infeksi dan penyebaran :
1. Infeksi pada tali pusat (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari
pusar.
2. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang,
epsitotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun.
3. Infeksi pada tulang (ostemiolisis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan
atau tungkai yang terkena Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan,
kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat.
4. Infeksi pada selaput perut (perilositis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare
berdarah.

D. Patofisiologi
Infeksi dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endoskrin
oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan
oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolic yang progresif. Pada
infeksi yang tiba-tiba dan berat, complement cascade menimbulkan banyak kematian dan
kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan fungsi jaringan, asidosis metabolic dan syok.
Yang menyebabkan disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC) dan kematian. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga kelompok,
yaitu :
1. Faktor maternal
a. Status social ekonomi ibu, ras dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan
terjadinya infeksi dengan alas an yang tidak diketahi sepenuhnya. Ibu yang berstatus
social ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan
tidak higienis.
b. Status paritas.
Wanita multipara atau gravid lebih dari 3 dan umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 30 tahun.
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini
e. Prosedur selama persalinan
2.    Faktor Neonatal
a.       Prematuritas (berat badan bayi kurang dari 1500 gram)
Merupakan faktor resiko utama untuk infeksi neonatal. Umumnya immunitas bayi
kurang bulan lebih rndah dari pada bayi cukup bulan. Transfor immunoglobulin
melalui placenta terutama terjadi pada paruh terakhir trisemester ketiga. Setelah lahir,
konsentrasi immunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan
hipogamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
b.      Definisi imun
Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus
atau haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati placenta dan hampir tidak
terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut aktivitas lintasan
komplemen terhambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap
lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penururnan antibodi total dan
spesifik bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar
penurunan aktivitas opsonisasi.
c.       Laki-laki dan kehamilan kembar
Insiden infeksi pada bayi laki-laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.

3.      Faktor lingkungan


a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan
prosedur invasive, dan memerlukan waktu perawatan dirumah sakit lebih lama.
Penggunaan kateter vena/arteri maupun kateter nutrisi parental merupakan tempat
masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat
alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obatan tertentu, seperti steroid, bisa menimbulkan resiko pada
nonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotic spectrum luas, sehingga
menyebabkan kolonisasi spectrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat
ganda.
c. Kadang-kadang di ruang perawatan terhadap epidemic penyebaran mikroorganisme
yang berasal dari petugas (infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies lactobacillus dan E. Colli di temukan hanya di
dominasi oleh E. Colli saja.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara, yaitu :
1) Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu setelah
melewati placenta dan umbrilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi
darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus
placenta, antara lain virus vubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis,
influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis,
dan toxplasma.
2) Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi karena
kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion.
Akibatnya, terjadi amnonitis dan korionitis , selanjutnya kuman melalui umbilicus
masuk ke tubuh bayi. Cara lain yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah
terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke dalam traktus digestives dan
traktus respiratoris, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain
melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat melalui kulit bayi atau “ port
de entre” lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman
(misal : herpes genetalis, candida albican dan gonorrhea).
3) Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah persalinan/
kelahiran umunya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahin
(misal : melalui alat-alat pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang
nasagastrik, botol minuman, atau dst). Perawat atau profesi lain yang ikut
menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosocomial.
E. Penatalaksanaan
1.    Suportif
a. Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa.
b. Berikan koreksi jika terjadi hipovdemia, hipokalsemia dan hipoglikemia.
c. Bila terjadi SIADN (Syndrome of Inappropiate Anti Dieuretik Hormon) batasi
cairan.
d. Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic.
e. Awasi adanya hiperbilirubinemia.
f. Lakukan transfuse tukar bila perlu.
g. Pertimbangkan nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi enteral.
2.    Kausatif
Antibiotik diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya digunakan
golongan penicillin seperti ampicilin ditambah tminoglileosida seperti Gentamicin.
Pada infeksi nosokomial, antibiotic diberikan dengan mempertimbangkan flora di
ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial biasanya di berikan van komisin dan
aminoglikosida atau sefalosforin generasi ketiga.Setelah dapat hasil biakan dan uji
sistematis di berikan antibiotic yang sesuai. Terapi dilakukan selama 10 – 14 hari.
Bila terjadi meningitis, antibiotic diberikan selama 14 – 21 hari dengan dosis sesuai
untuk meningitis. Pada masa antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara
berkala, imunisasi, pengobatan, terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu. Asupan
gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan
kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke tempat pusat kesehatan bila diperlukan. Pada masa
persalinan, perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara akseptic. Pada masa
pasca persalinan rawta gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, juag
lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan lukan umbilicus secara steril.
F. Pemeriksaan Penunjang.
Menegakkan diagnosis infeksi  perlu dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1.      Hitung darah lengkap dengan turunannya
Yang terpenting adalah jumlah sel darah merah (WBC).septik neonatus biasanya
menunjukkan penurunan jumlah white blood cell (WBC), yaitu kurang dari 500 mm.
Hitung jenis darah juga menunjukkan banyak WBC tidak matang dalam aliran darah.
Banyaknya darah tidak matang dihubungkan dengan jumlah total WBC
diidentifikasikan bahwa bayi men galami respons yang signifikan.
2.      Platelet
Biasanya 150.000 sampai 300.000 mm pada keadaan sepsis platelet munurun, kultur
darah gram negatif atau positif, dan tes sensitivitas.
Hasil dari kultur harus tersedia  dalam beberapa jam dan akan mengindikasikan
jumlah dan jenis bakteri. Kultur darah atau sensitivitas membutuhkan waktu 24 – 48
jam untuk mengembangkan dan mengidentifikasikan  jenis patogen serta antibiotik
yang sesuai.
3.      Lumbal pungsi untuk kultur dan tes sensitivitas pada cairan serebrospinal.
Hal ini dilakukan jika ada  indikasi infeksi neuron.
4.      Kultur urine
a.       Kultur permukaan (surface culture)
Untuk mengidentifikasi kolonisasi, tidak spesifik untuk infeksi bakteri.
b.      Pencegahan infeksi pada neonatus
Cara pencegahan pada neonatus dapat dibagi sebagai berikut :
1) Cara umum
a) Pencegahan infeksi neonatus sudah harus dimulai dari periode antenatal
infeksi ibu harus diobati dengan baik, misalnya infeksi umum, lekorea, dan
lain –lain. Di kamar bersalin harus ada pemisahan  yang sempurna antara
bagian yang sepsis dengan aseptik. Pemisahan ini mencakup ruangan, tenaga
perawatan, serta alat kedokteran dan alat perawatan. Ibu yang akan
melahirkan sebelumnya masuk kamar bersalin. Pada kelahiran bayi,
pertolongan harus dilakukan secara aseptik. Suasana kamar bersalin harus
sama dengan kamar operasi. Alat yang digunakan harus steril.
b) Di kamar bayi yang baru lahir harus ada pemisahan yang sempurna untuk bayi
yang baru lahir dengan partus aseptik dan partus septik. Pemisahan ini harus
mencakup personalia, fasilitas perawatan, dan alat yang digunakan. Selain itu
juga dilakukan pemisahan terhadap bayi yang menderita penyakit menular.
Perawat harus mendapat pendidikan khusus dan mutu perawatan harus baik,
apalagi bila kamar perawatan bayi merupakan suatu kamar perawatan yang
khusus. Sebelum dan sesudah memegang bayi harus cuci tangan. Mencuci
tangan dengan menggunakan sabun antiseptik atau sabun biasa asal cukup
lama, dalam ruangan harus memakai jubah steril, masker, dan sandal khusus.
Dalam ruangan bayi, kita tidak boleh banyak bicara,  dan bila menderita sakit
saluran pernapasan atas, tidak boleh masuk kamar bayi.
c) Dapur susu harus bersih dan cara mencampur harus aspetik air susu ibu yang
dipompa sebelum diberikan  kepada bayi harus dipasteurisasi dulu. Setiap
bayi harus punya tempat pakaian tersendiri, begitu juga inkubator harus sering
dibersihkan dan lantai ruangan setiap hari harus dibersihkan serta setiap
minggu dicuci dengan menggunakan antiseptik.
2) Cara khusus
a) Pemakaian antibiotik hanya untuk tujuan dan indikasi yang jelas.
b) Pada beberapa keadaan, misalnya ketuban pecah lama (lebih dari 12 jam) air
ketuban keruh, infeksi sistemik pada ibu, partus yang lama dan banyak
manipulasi intravaginal. Resusitasi  yang berat sering timbul dilema  apakah
akan digunakan antibiotik secara prokfilaksis. Penggunaan antibiotik yang
banyak dan tidak terarah dapat menyebabkan timbulnya jamur yang
berlebihan, misalnya kandida albikans. Sebaliknya jika terlambat memberikan
antibiotik pada penyakit infeksi neonatus, seringmberakibat kematian.

ASUHAN KEPERAWATAN
( Infeksi neonatorum )
A. Pengkajian.
Perawat mempunyai tugas yang penting dalam mengkaji tanda-tanda infeksi pada
neonatus, tanda dan gejala sepsis pada neonatus sering tak terlihat dan dikenali oleh pemberi
keperawatan profesional. Perawat neonatus mempunyai tanggung jawab untuk mengenali
tanda-tanda, sehingga diagnosis dan perawatannya dapat diberikan segera.
1. Biodata bayi.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a. Sistem saraf pusat
1) Fontanel yang menonjol.
2) Letargi.
3) Temperatur yang tidak stabil.
4) Hipotonia.
5) Tremor yang kuat.
b. Sistem pencernaan
1) Hilangnya keinginan untuk menyusui.
2) Penurunan intake melalui oral.
3) Muntah.
4) Diare.
5) Distensi abdomen.
c. Sistem integumen
1) Kuning.
2) Adanya lesi.
3) Ruam.
d. Sistem pernapasan
1) Apnea.
2) Sianosis.
3) Takipnea.
4) Penurunan saturasi oksigen.
5) Nasal memerah, mendengkur, dan retraksi dinding dada.
e. Sistem kardiovaskular
1) Takikardi.
2) Menurunnya denyut perifer.
3) Pucat.
d.   Riwayat kesehatan keluarga
1) Apakah ada anggota keluarga yang menderita sifilis.
e. Data psikologi
f. Keluhan dan reaksi bayi terhadap penyakitnya.
g. Tingkat adaptasi bayi terhadap penyakitnya.
B. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin ditemukan pada infeksi neonatus :
1. Tidak efektifnya pola napas yang berhubungan dengan meningkatnya sekret di
saluran napas.
2. Perubahan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses infeksi.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan malas minum, diare, dan muntah.
4. Kurangnya volume cairan yang berhubungan dengan diare dan malas menyusui.
5. Gangguan rasa nyaman dan aman yang berhubungan dengan infeksi.
C. Intervensi keperawatan
1. Diagnosis 1: tidak efektifnya pola napas yang berhubungan dengan meningkatnya
sekret di saluran napas.
Data objektif: bayi t ampak sesak napas, gelisah, frekuensi pernapasan meningkat,
dan sekret berlebihan.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan ketidakefektifan pernapasan dapat
diatasi.
Kriteria hasil: bayi tidak sesak lagi, bayi tenang, frekuensi pernapasan menurun,
sekret di saluran napas tidak ada lagi.
Intervensi:
a. Tempatkan bayi pada posisi yang nyaman, kepala ditinggikan (misalnya
digendong).
Rasional: posisi yang baik dapat membantu melonggarkan jalan napas.
b. Berikan O2 dan bersihkan jalan napas dari sekret.
Rasional: O2 mengatasi kebutuhan tubuh akan oksigen dan membersihkan jalan
napas akan mengurangi sumbatan di saluran napas.
c. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian antibiotik.
Rasional: antibiotik dapat mengatasi infeksi.
2. Diagnosis 2: gangguan pemenuhan nutrisi yang berhubungan dengan malas minum,
diare, dan muntah.
Data objektif: bayi malas minum atau menyusui, muntah, diare, berat badan
menurun, dan gelisah.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, gangguan pemenuhan nutrisi
dapat diatasi.
Kriteria hasil: muntah dan diare berhenti, bayi mau disusui.
Intervensi:
a. Anjurkan pada ibu untuk tetap memberikan ASI.
Rasional: ASI mengandung IgA dalam jumlah tinggi yang dapat memberikan
imunitas.
b. Auskultasi bising usus.
Rasional: penurunan aliran darah dapat menurunkan peristaltik usus.
c. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat-obatan seperti antibiotik dan
pemberian cairan.
d. Rasional: antibiotik dapat mengatasi infeksi yang akan memperberat infeksi.
3. Diagnosis 3: kurangnya volume cairan tubuh yang berhubungan dengan diare,
muntah, dan malas minum.
Data objektif:
a. Turgor buruk dan kulit kering.
b. Membran mukosa kering.
c. Hipertermi.
d. Masa menyusui.
e. Diare
f. Muntah.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, volume cairan kembali normal.
Kriteria hasil: suhu normal,membran mukosa dan kulit tidak lagi kering.
Intervensi:
a. Anjurkan pada ibu tetap memberikan ASI.
Rasional: ASI mengandung IgA dalam jumlah tinggi dapat memberikan
imunitas.
b. Awasi masukan dan pengeluaran, catat dan ukur frekuensi diare, dan kehilangan
cairan.
Rasional: perubahan pada kualitas susu sangat mempengaruhi kebutuhan cairan
dan peningkatan risiko dehidrasi.
c. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat-obatan dan terapi cairan.
Rasional: terapi cairan dapat membantu mengurangi gangguan cairan tubuh.
4. Diagnosis 4 : perubahan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, suhu tubuh bayi kembali normal.
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda hipertermi
Intervensi :
a. Pantau suhu pasien (derajat dan  pola ) ; perhatikan bunyi menggigil / diaforesis.
Rasional : suhu 38,9 derajat sampai 41 derajat menunjukan proses penyakit
infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.
b. Pantau suhu lungkunagn, batasi atau tambahkan linen tempat tidur, sesuai
indikasi.
Rasional : suhu ruangan atau jumlah selimut harus di ubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal.
c. Berikan kompres mandi hangat ; hindari penggunaan alkohol.
Rasional : dapat membantu mengurangi demam
d. Kolaborasi :
1) Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (tylenol).
Rasional : digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi
pertumbuhan organisme, dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang
terinfeksi.

2) Berikan antibiotic
Rasional : antimikroba mengobati infeksi yang menjadi penyebab penyakit.
5. Diagnosis 5 : Gangguan rasa nyaman dan aman yang berhubungan dengan infeksi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, bayi tidak rewel
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda nyeri,bayi nampak tenang.
Intervensi :
a. Menjelaskan proses terjadinya infeksi kepada keluarga klien.
Rasional : agar tidak adda kekhawatiran saat terjadi sesuatu
b. Beri lingkungan tenang dan nyaman.
Rasional : menurunkan reaksi terhadap terhadap stimulus dari luar agar dapat
meningkatkan istrahat atau relaksasi.

D. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan,
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan
kesimpulan perawat dan bukan atas putunjuk tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil
keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.

E. Evaluasi keperawatan
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan
yang hendak dicapai.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . Jakarta : EGC

Gale, Danielle & Charette, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta : EGC

hidayat2.wordpress.com/2009/07/14/askep-ca-colon. Di akses 8 januari 2011


Mansjoer Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta.: FKUI

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta :Salemba Medika

Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M., 2005. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses–Proses 
Penyakit  .Vol. 1, Edisi 6, Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G., 2002 . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth  Vol. 2, Edisi 8, Jakarta : EGC

www.daceband.com/read.../asuhan-keperawatan-askep-ca-colon. di akses 8 januari 2011

www.ilmukeperawatan.com/askep.htm. di akses 8 januari 2011

www.lintasberita.com/Dunia/Berita-Dunia/askep-ca-colon. di akses 8 januari 2011

Anda mungkin juga menyukai