Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN


SEPSIS PADA NEUNATUS

Disusun Oleh :
ASHARINI DWI JUNIARTI
P17212195025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
Desember 2019
1. Definisi
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi
selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1
dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons
sistemik terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah
sindrom yang dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi
yang parah yang dapat berkembang kearah septikemia dan syok septik (Dongoes,
2000)
Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama
sejak dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi hanya
pada satu orga saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa
didapatkan pada saat sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah
persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat disebabkan karena virus (herpes,
rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau jamur (candida) meskipun
jarang ditemui. (John Mersch, MD, FAAP, 2009). Sepsis dapat dibagi menjadi
dua yaitu :
a. Sepsis dini : terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber
organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya
fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
b. Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan
dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari
kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan
dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi.
(Vietha, 2008)

2. Etiologi
Bakteria seperti Escherichiacoli, Listeria monocytogenes,
Neisseriameningitidis, Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe
B,Salmonella, dan Streptococcus grup B merupakan penyebab paling sering terjadinya
sepsis pada bayi berusia sampai dengan 3 bulan. Streptococcus grup B merupakan
penyebab sepsis paling sering pada neonatus.
Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi melalui
ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus, antara lain:
a. Perdarahan
b. Demam yang terjadi pada ibu
c. Infeksi pada uterus atau plasenta
d. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih
sebelum melahirkan)
f. Proses kelahiran yang lama dan sulit.
g. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses
kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention
(CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau
rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat
mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang
menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem
imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani
prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan
sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan
dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan
kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah
melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia
tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis.
Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi
tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia
tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia
ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian
menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi
bakterial di dalam darah.Streptococcus pneumoniae (pneumococcus)
menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi
berusia 3 bulan sampai 3 tahun.

3. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan
endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan
ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan
kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat,
complment cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya
adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang
mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian
(Bobak, 2005).Bayi baru lahir mendapat infeksi melalui beberapa jalan, dapat
terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi konginetal virus rubella, protozoa
Toxoplasma, atau basilus Listeria monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi
didapatkan melalui jalur vertikel, dari ibu selam proses persalinan ( infeksi
Streptokokus group B atau infeksi kuman gram negatif ) atau secara horizontal
dari lingkungan atau perawatan setelah persalinan ( infeksi Stafilokokus koagulase
positif atau negatif).
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari
tiga kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
i. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin
nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi
kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit
putih.
ii. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur
ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
iii. Kurangnya perawatan prenatal.
iv. Ketuban pecah dini (KPD) dan Prosedur selama persalinan.
b. Faktor Neonatatal
i. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan
faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi
kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor
imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir
trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus
menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit
juga melemahkan pertahanan kulit.
ii. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,
khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG
dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam
darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan
komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai
respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun
dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan
fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas
opsonisasi.
iii. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki
empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
c. Faktor Lingkungan
i. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering
memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di
rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun
kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi
mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi
akibat alat yang terkontaminasi.
ii. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan
resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik
spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas,
sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
iii. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial),
paling sering akibat kontak tangan.
iv. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli
ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu
formula hanya didominasi oleh E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus
melalui beberapa cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari
ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi
melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang
dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo,
koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini,
antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi
karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan
amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman
melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat
persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi
dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius,
kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut
di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de
entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman.
Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis,
Candida albican,dan N.gonorrea.
3. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah
kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di
luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang
endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat
atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003).
4. Manifestasi Klinik
Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah
sebagai berikut,
a. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema
b. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare,
hepatomegali
c. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung,
merintih, sianosis
d. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi,
takikardi, bradikardi
e. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas
minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol
f. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura,
perdarahan.
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu,
tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik.
Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice,
muntah, diare, dan perut kembung Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung
kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau
darah dari pusar
b.Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak
menyebabkan koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung
ke depan) atau penonjolan pada ubun- ubun
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya
pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena
d.Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan,
nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan
perut dan diare berdarah.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut off tepat
yang optimal, nilai diagnostik yang baik yaitu sesitivitas mendekati 100%,
spesifisitas lebih dari 85%,Positive Probable Value (PPV) lebih dari 85%,
Negative Probable Value (NPV) mendekati 100%, dan dapat mendeteksi infeksi
pada tahap awal. Kegunaan klinis dari pertanda diagnostik yang ideal adalah
untuk membedakan antara infeksi bakteri dan virus petunjuk untuk penggunaan
antibiotik, memantau kemajuan pengobatan, dan untuk menentukan prognosis.
Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih total,
hitung neutrofil, neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total
(I:T), mikroErytrocyte Sedimentation Rate (ESR), dan hitung trombosit. Tes
laboratorium yang dikerjakan adalah CRP, prokalsitonin, sitokin IL-6, GCSF, tes
cepat (rapid test) untuk deteksi antigen, dan panel skrining sepsis.
Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis adalah
sebagai berikut: IL6, dan IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya gejala; IL6
(atau IL1-ra 0, IL8, G-CSF, TNF, CRP, dan hematological indices pada hari
ke-0); CRP, IL6 (atau GCSF dan hematological indices pada hari ke-1); dan
CRP pada hari-hari berikutnya untuk memonitor respons terhadap terapi. Tabel 3
menjelaskan sensitivitas dan spesifisitas dari berbagai uji laboratorium.
6. Penatalaksanaan
a. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg
BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3
dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari
i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan
Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu
pemberian ½ sampai 1 jam pelan-pelan).
b. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap,
urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine
dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan
serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada,
pemeriksaan CRP kuantitatif).
c. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula
darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
d. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi,
pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka
antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
e. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong
infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari
diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per
hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas
indikasi khusus).
Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama
pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika
minimal 21 hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi
oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi
hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi
tukar
ASKEP SEPSIS NEONATORUM

Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat
infeksi atau inflamasi
Kriteria Hasil
1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal
100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
i. Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap Perubahan tanda-tanda vital yang
dua jam dan pantau warna kulit signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
2. Observasi adanya kejang dan Hipertermi sangat potensial untuk
dehidrasi menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam
kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres denga air Kompres pada aksila, leher dan lipatan
hangat pada aksila, leher dan paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar
lipatan paha, hindari penggunaan besar yang akan membantu menurunkan
alcohol untuk kompres. demam. Penggunaan alcohol tidak
dilakukan karena akan menyebabkan
penurunan dan peningkatan panas secara
drastis.
Kolaborasi Pemberian antipiretik juga diperlukan
untuk menurunkan panas dengan segera.
4. Berikan antipiretik sesuai
kebutuhan jika panas tidak turun.
Diagnosa Keperawatan 2 :
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat
demam
Kriteria Hasil
1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal
100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
3. Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam
Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap Perubahan tanda-tanda vital yang
dua jam dan pantau warna kulit signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.

2. Observasi adanya hipertermi, kejang Hipertermi sangat potensial untuk


dan dehidrasi. menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam
kondisi dehidrasi.

3. Berikan kompres hangat jika terjadi Kompres air hangat lebih cocok
hipertermi, dan pertimbangkan digunakan pada anak dibawah usia 1
untuk langkah kolaborasi dengan tahun, untuk menjaga tubuh agar tidak
memberikan antipiretik. terjadi hipotermi secara tiba-tiba.
Hipertermi yang terlalu lama tidak baik
untuk tubuh bayi oleh karena itu
pemberian antipiretik diperlukan untuk
segera menurunkan panas, misal dengan
asetaminofen.

4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal


dengan jumlah pemberian yang diperlukan untuk mencegah bayi dari
telah ditentukan kondisi lapar dan haus yang berlebih.
Diagnosa Keperawatan 3
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
volume bersirkulasi akibat dehidrasi
Kriteria Hasil
1. Tercapai keseimbangan ai dalam suang interselular dan ekstraselular
2. Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan
3. Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan
memelihara fungsi jaringan
Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. perawatan sirkulasi (misalnya periksa meningkatkan sirkulasi arteri dan vena
nadi perifer,edema, pengisian perifer,
warna, dan suhu ekstremitas)

2. pantau perbedaan ketajaman/tumpul mengetahui sensasi perifer, kemungkinan


dan panas/dingin parestesia
3. pantau status cairan mengetahui keseimbangan antara asupan
dan haluaran

Diagnosa Keperawatan 4
Trombositopenia
Tujuan
Perawat akan menangani dan mengurangi komplikasi penurunan trombosit.
Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau JDL, hemoglobin, tes Nilai ini membantu mengevaluasi respon
koagulasi dan jumlah trombosit klien terhadap pengobatan dan resiko
terhadap pendarahan akibat dari sepsis.

2. Pantau tanda tau gejala pendarahan Pemantauan secara konstan sangat


spontan atau perdarahan hebat : dibutuhkan untuk menjamin deteksi dini
ptekie, ekimosis, hematoma adanya episode perdarahan
spontan, perubahan tanda-tanda
vital.
3. Pantau tanda perdarahan sisemik Perubahan pada oksigen sirkulasi akan
atau hipovolemia, seperti mempengaruhi fungsi jantung, vascular
peningkatan frekuensi nadi, napas dan fungsi neurologis
dan tekanan darah, perubahan
status neurologis
DAFTAR PUSTAKA

Berkow&Beers.1997.Neonatal Problems : Sepsis Neonatorum.Akses internet


dihttp://debussy.hon.ch/cgi-bin/find?1+submit+sepsis_neonatorum
Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi
6.Jakarta : EGC.
Doengoes, dkk. 1999 .Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :EGC
Harianto, Agus.2008.Sepsis Neonatorum.Akses internet
dihttp://www.pediatrik.com/artikel/sepsis-neonatorium
Novriani, Erni. 2008.Sepsis Neonatorum.Akses Internet di http://cemolgadis-
melayu.blogspot.com/2008/12/kepanak-sepsis.html
Nurcahyo.2000.Sepsis Neonatorum. Akses internet
dihttp://www.indonesiaindonesia.com/images_greenish/misc/navbits_finallin
k.gif disusun oleh Indri Diyah bersama kelompok 5A keperawatan maternitas
FKP UNAIR
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka
Vietha. 2008. Askep pada Sepsi Neonatorum. Akses internet
dihttp://viethanurse.wordpress.com/2008/12/01/askep-pada-sepsis-neonatorum

Anda mungkin juga menyukai