Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN


HEMATEMESIS MELENA

Disusun Oleh :
ASHARINI DWI JUNIARTI
P17212195025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
Oktober 2019
A. Definisi

Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran faeses


atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya
perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada
lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar
kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-
merahan dan bergumpal-gumpal.
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal
jejunum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan
hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru
dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis
atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya
perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan
suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.

B. Etiologi
1. Kelainan di esofagus
 Varises esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya
varises esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di
epigastrum. Pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif.
Darah yang dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan tidak
membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.
 Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada
hematemesis. Disamping mengeluh disfagia,badan mengurus dan
anemis, hanya seseklai penderita muntah darah dan itupun tidak masif.
Pada endoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma yang hampir
menutup esofagus dan mudah berdarah yang terletak di sepertiga
bawah esofagus.
 Sindroma Mallory-Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat yang
pada akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum
alkohol atau pada hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena
terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus menerus. Bila penderita
mengalami disfagia kemungkinan disebabkan oleh karsinoma
esofagus.
 Esofagitis korosiva
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan
seorang pria muntah darah setelah minum air keras untuk patri. Dari
hasil analisis air keras tersebut ternyata mengandung asam sitrat dan
asam HCl, yang bersifat korosif untuk mukosa mulut, esofagus dan
lambung. Disamping muntah darah penderita juga mengeluh rasa nyeri
dan panas seperti terbakar di mulut. Dada dan epigastrum.
 Esofagitis dan tukak esofagus
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat
intermittem atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering
timbul melena daripada hematemsis. Tukak di esofagus jarang sekali
mengakibatkan perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung
dan duodenum.
2. Kelainan di lambung
 Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum
obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah
penderita mengeluh nyeri ulu hati. Perlu ditanyakan juga apakah
penderita sedang atau sering menggunakan obat rematik (NSAID +
steroid) ataukah sering minum alkohol atau jamu-jamuan.
 Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hatidan
sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum
yang berhubungan dengan makanan. Sesaat sebelum timbul
hematemesis karena rasa nyeri dan pedih dirasakan semakin hebat.
Setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih berkurang. Sifat
hematemesis tidak begitu masif dan melene lebih dominan dari
hematemesis.
 Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang
dan pada umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering
mengeluh rasa pedih, nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa
lekas kenyang dan badan menjadi lemah. Lebih sering mengeluh
karena melena.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),
purpura trombositopenia dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat,
kortikosteroid, alkohol, dan lain-lain.

C. Tanda Dan Gejala


Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan
beratnya kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Didapatkan gejala dan
tanda sebagai berikut :
a. Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual,
muntah dan diare
b. Demam, berat badan turun, lekas lelah.
c. Ascites, hidratonaks dan edemo.
d. Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau
kecoklatan.
e. Hematomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis.
Bila secara klinis didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana
demam bukan oleh sebab-sebab lain, ditambahkan sirosis dalam
keadaan aktif. Hati-hati akan kemungkinan timbulnya prekoma dan
koma hepatikum.
f. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral didinding,
koput medusa, wasir dan varises esofagus.
g. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme
yaitu:
 Impotensi, atrosi testis, ginekomastia, hilangnya rambut axila dan
pubis. Amenore, hiperpigmentasi areola mamae
 Spider nevi dan eritema, Hiperpigmentasi dan Jari tabuh
D. Pathway dan Patofisiologi
Sirosis hepatis Gastritis

Obstruksi sirkulasi
vena porta Ulkus peptikum

Hipertensi portal
Perforasi
lambung/
Pembentukan duodenum
sirkulasi kolateral

Varises esofagus

Perubahan
nutrisi: kurang
dari kebutuhan
 tekanan
tubuh
vaskuler
Perdarahan
(hematemesis,
Kecemasan
melena)

Anemia Syok  beban nitrogen,


hipovolemik  amonia serum

 perfusi serebral, ensefalopati


Kelemahan
hepatic, ginjal

Gangguan Potensial Defisit volume


pemenuhan ADL gangguan perfusi cairan
jaringan
Pathway
Terbentuknya varises
esophagus, lambung,
pembesaran limfe dan asites

Pembuluh ruptur Sesak

Perdarahan dilambung Penurunan ekspansi paru


Muntah dan berak darah
Pola nafas tidak efektif

Mual, muntah, dan Kelemahan Kurangnya pengetahuan


Hb menurun>anemis tentang perawatan
nafsu makan
Plasma darah menurun menurun
Intoleransi aktifitas

Resiko syok.
Resiko Perdarahan
Resiko ketidakefektifan Cemas
perfusi jaringan
gastrointestinal Kebutuhan nutrisi
kurang dari kebuuhan
tubuh

Penyebab terjadinya hematemesis melena salah satunya yaitu stress, rokok,


asam lambung dan penyakit lainnya yang dapat mengakibatkan erosi pada mukosa
lambung sampai mencapai mukosa muskularis disertai dengan kerusakan
kemampuan mukosa untuk mensekresi muskus sebagai pelindung. Hal ini akan
menimbulkan peradangan pada sel yang akan menjadi granulasi dan akhirnya
menjadi ulkus dan dapat mengakibatkan hemoragi gastrointestinal.

Penyebab hematemesis melena yang lainnya adalah alkohol dan hipertensi


portal berat dan berkepanjangan yang dapat menimbulkan suara kolateral bypass:
melalui vena koronaria lambung ke dalam vena esophagus dan akan menjadi
varises pada vena esophagus. Vena yang melebar dan berkeluk-keluk terutama
terletak di submucosa esophagus distal dan lambung proksimal, disertai
penonjolan tidak teratur mukosa diatasnya ke dalam lumen. Dapat mengalami
ulserasi superficial yang menimbulkan radang, beku darah yang melekat dan
kemungkinan rupture, mengakibatkan hemoragi gastrointestinal.

Gagal hepar sirosis kronik, kematian sel dalam hepar termasuk penyebab
hematemesis melena yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta.
Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral pada dinding abdominal anterior.
Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi
mengembang oleh darah dan membesar. Pembuluh yang berdilatasi ini disebut
varises dan dapat pecah, mengakibatkan hemoragi gastrointestinal.

Hemoragi gastrointestinal dapat menimbulkan hematemesis melena.


Hematemesis biasanya bersumber di atas ligamen Treitz (pada jungsi
denojejunal). Dari hematemesis akan timbul muntah darah. Muntah dapat
berwarna merah terang atau seperti kopi, tergantung dari jumlah kandungan
lambung pada saat perdarahan dan lamanya darah telah berhubungan dengan
sekresi lambung. Asam lambung mengubah hemoglobin merah terang menjadi
hematin coklat dan menerangkan tentang warna seperti kopi drainase yang
dikeluarkan. Cairan lambung yang berwarna merah marun atau merah terang
diakibatkan dari perdarahan hebat dan sedikit kontak dengan asam lambung.
Sedangkan melena terjadi apabila darah terakumulasi dalam lambung dan
akhirnya memasuki traktus intestinal. Feses akan seperti ter. Feses ter dapat
dikeluarkan bila sedikitnya 60 ml darah telah memasuki traktus intestinal.

a. Ulkus peptikum
Ulkus peptikum terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena
jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam
hidroklorida) dan pepsin. Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan
konsentrasi dan kerja asam pepsin, atau berkenaan dengan penurunan
pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi
mucus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.

b. Sekresi lambung
Sekresi lambung terjadi pada tiga fase yang serupa ; (1) fase sefalik
yaitu : fase yang dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau, atau rasa
makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya
merangsang saraf vagal , (2) fase lambung, yaitu : pada fase lambung
dilepaskan asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi
dan mekanis terhadap resptor di dinding lambung, dan (3) fase usus, yaitu
makanan pada usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap sebagai
gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.

c. Barier mukosa lambung


Merupakan pertahanan utama lambung terhadap pencernaan yang
dilakukan lambung itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi pertahanan
mukosa adalah suplai darah , keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa
dan regenersi sel epitel. Seseorang mungkin akan mengalami ulkus peptikum
karena satu dari dua faktor ini , yaitu; (1) hipersekresi asam lambung (2)
kelemahan barier mukosa lambung.
Apapun yang menurunkan produksi mucus lambung atau merusak
mukosa lambung adalah ulserogenik ; salisilat, obat anti inflamasi non
steroid, alcohol dan obat antiinflamasi.

d. Sindrom Zollinger-Ellison
Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan ; hipersekresi getah
lambung, ulkus duodenal, dan gastrinoma dalam pancreas.

e. Ulkus Stres
Merupakan istilah yang diberikan pada ulserasi mukosal akut dari
duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara
fisiologis. Kejadian stress misalnya ; luka bakar, syok, sepsis berat dan
trauma organ multipel.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita
lemah atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu
ditanyakan riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati
menahun, alkoholisme, penyakit lambung, pemakaian obat-obat
ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia dan lain-lain. Biasanya
pada perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di
daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari
hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar
dengan memakai takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng
dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas
yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan
darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan
segera diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau
kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal
dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris,
caput medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema
tungkai.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit,
leukosit, sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera
dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.
2. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan
esofagogram untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan
double contrast pada lambung dan duodenum. emeriksaan tersebut
dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal esofagus,
kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik
ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.
3. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka
pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk
menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan.
Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan
pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk
pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas
yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan
secara darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.
4. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat
mendeteksi penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai
penyebab perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini
memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya
terdapat dikota besar saja.

F. Komplikasi:
 Syok hipovolemik
 Anemia
G. Penatalaksanaan
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan
pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan
penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :
1. Pengawasan dan pengobatan umum
 Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan
efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
 Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
 Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis
selama belum tersedia darah.
 Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan
bila perlu dipasang CVP monitor.
 Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan.
 Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
 Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari,
karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor
antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi
perdarahan.
 Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian
antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi
usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan
produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan
ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan
lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-
obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan
vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di
mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah
lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100-
150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini
dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera
dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus
akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga
menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan
perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat
menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner,
karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama
pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan
elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya
penyakit jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan
akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan
sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat
diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara
pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada
waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian
SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas
akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang
berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak
pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau
sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang
fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon
SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat
diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan
merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi
perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises
esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami
kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan
tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi
varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif
dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari
membaik.

H. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan secara
aktif)
2. Potensial gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemik
karena perdarahan.
3. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan akibat
anemia.
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan nafsu makan akibat mual muntah
5. Kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap kesejahteraan diri.
VIII. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Defisit volume Tujuan: Kebutuhan cairan Ukur dan catat pemasukkan dan Dokumentasi yang akurat membantu meng-
cairan berhubungan terpenuhi setelah dilakukan pengeluaran. identifikasi kehilangan cairan atau memenuhi
dengan perdarahan perawatan. kebutuhan cairan dan mempengaruhi
(kehilangan secara tindakan selanjutnya.
aktif) Kriteria hasil :
 Tanda vital dalam batas Monitor vital sign Hipotensi, tachikardi, peningkatan respirasi
normal. merupakan indikasi kekurangan cairan.
 Turgor kulit normal.
 Membran mukosa lembab. Penurunan volume cairan petensial untuk
 Produksi urine output Monitor cairan parentral terjadinya dehidrasi, kolaps kardiovaskuler
seimbang tidak seimbangnya cairan dan elektrolit.
 Muntah darah dan berak
darah berhenti Monitor laboratorium ; Hb, Hct Anemia, Hct rendah terjadi akibat kehilangan
cairan pada saat muntah darah dan berak
darah
2 Potensial gangguan Tujuan: Setelah dilakukan a. Auskultasi frekuensi dan a. Frekuensi dan irama jantung yang
perfusi jaringan perawatan perfusi jaringan irama jantung abnormal menunjukkan perfusi jaringan
berhubungan dengan adekuat b. Observasi warna dan suhu yang tidak adekuat
hipovolemik karena kulit, membrane mukosa b. Kulit pucat dan sianosis, suhu dingin
perdarahan Kriteria hasil : merupakan tanda fase konstriksi perifer
- TD : 120/80 mmHg c. Ukur keluaran urin c. Menandakan keseimbanagan intake
- Nadi : 60-100x /menit output cairan
- Akral hangat d. Cek kualitas nadi d. Nadi lemah menandakan gangguan
- Sianosis (-) perfusi jaringan perifer
- CRT< 2 s e. Observasi adanya edema e. Edema menandakan adanya gangguan
- Turgor perfusi jaringan
f. Kolaborasi pemberian IV line f. Peningkatan cairan untuk mendukung
perfusi jaringan.
3 Gangguan Tujuan: Pasien mampu 1. Observasi respon terhadap Melihat kemampuan beraktivitas klien
pemenuhan ADL melakukan akvitas aktivitas
berhubungan dengan hariannya dengan bantuan 2. Identifikasi faktor yang Intevensi dilaksanakan sesuai faktor yang
kelemahan akibat orang lain. mempengaruhi pemenuhan mempengaruhi
anemia ADL seperti stres, efek samping
Kriteria Hasil: obat, pemasangan WSD
a. Tingkat kemandirian 3. Rencanakan periode istirahat Mengurangi kelelahan melalui isitirahat yang
klien meningkat dari cukup
kemandirian total ke 4. Bantu pasien memenuhi
parsial. kebutuhan ADL Membantu pasien untuk memenhi
b. Klien memperoleh kebutuhannya tanpa menyebabkan kelelahan
bantuan untuk memenuhi
kebutuhan ADL secara
parsial.
c. Kebutuhan makan,
minum, BAB, BAK,
mandi, dan ganti baju
terpenuhi.

4 Perubahan nutrisi: Tujuan: Kebutuhan nutrisi 1. Tentukan kemampuan pasien mengetahui sejauh mana bantuan akan
kurang dari pasien terpenuhi setelah untuk memenuhi kebutuhan diberikan
kebutuhan tubuh dilakukan perawatan nutrisi
berhubungan dengan menambah nafsu makan pasien
kehilangan nafsu Kriteria Hasil: 2. Ketahui makanan kesukaan
makan akibat mual  Mempertahankan massa pasien memastikan pasien mendapatkan nutrisi
muntah tubuh dan berat badan adekuat
dalam batas normal 3. pantau kandungan nutrisi dan
 Nilai laboratorium kalori pada catatan asupan mengetahui status nutrisi pasien
dalam batas normal menambah nafsu makan pasien
4. pantau nilai laboratorium,
khususnya transferin, albumin, memberikan nutrisi yang tepat bagi pasien
dan elektrolit
5. pertahankan oral hygiene

6. kolaborasi dengan ahli gizi


mengenai diet yang tepat
5 Kecemasan Tujuan : ansietas teratasi a. Kaji perilaku koping baru dan mengajarkan koping positif kepada pasien
berhubungan dengan setelah dilakukan asuhan anjurkan penggunaan
ancaman terhadap keperawatan ketrampilan yang berhasil pada membantu pasien mengurangi stres
kesejahteraan diri waktu lalu.
Kriteria hasil : pasien b. Dorong dan sediakan waktu mengurangi kecemasan pasien
mampu mendemonstrasikan untuk mengungkapkan ansietas
koping positif, TTV normal. dan rasa takut; berikan
penenangan. mengurangi kecemasan pasien
c. Jelaskan prosedur dan
tindakan dan beri penguatan
penjelasan mengenai penyakit,
tindakan dan prognosis.
d. Pertahankan lingkungan yang
tenang dan tanpa stres.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth volume 2. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai