Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN


CRONIK LYMPHOCITYC LEUKEMIA (CLL)

Disusun Oleh :
ASHARINI DWI JUNIARTI
P17212195025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
November 2019

ASUS-PC 1
LAPORAN PENDAHULUAN
CRONIK LYMPHOCITYC LEUKEMIA (CLL)

A. KONSEP MEDIS
1. PENGERTIAN
Leukemia adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan
abnormal(neoplastik) dari sel darah putih yang ditandai dengan
pembelahan abnormal dari sel-sel hematopoetik (sel-sel pembentuk darah,
khususnya sel darah putih). Leukemia tidak hanya terkait keganasan
limfoid, tetapi juga keganasan sel-sel sumsum tulang dengan unsur-unsur
ganas dalam sirkulasi (Ribera, 2009).
Istilah leukemia menggambarkan suatu bentuk kanker yang timbul
pada organ pembentukan darah pada tubuh (limpa, system limfatik,
sumsum tulang). Organ ini dibedakan sesuai leukositik yang terlibat.
Bentuk umumd ari semua leukemia adalah proliferasi tidak teratur dari
SDP dalam sumsum tulang yang menggantikan elemen normal. Ada suatu
penampilan abnormal dalam sel asal hematopoetik, yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk membedakan dari sel normal. Bila sel normal
digantikan oleh sel leukemia, leukemia mielositik akut, yang melibatkan
neutrofil, tipe granulosit. Leukemia kronis paling umum adalah leukemia
limfositik kronis yang dikarakteristikkan oleh peningkatan abnormal pada
limfosit.
Chronic Lymphocytic leukemia (CLL) atau leukemia limfositik
kronis adalah kondisi menyebabkan sumsum tulang memproduksi terlalu
banyak sel darah putih. Sel-sel yang terkena kanker tidak dapat bekerja
dengan normal. Sel-sel ini tidak dapat menyerang infeksi tapi juga tidak
akan mati, jadi menghalangi sel-sel yang sehat. Leukemia limfositik
berkembang dari perubahan sel darah limfosit menjadi sel kanker.
Leukemia kronis mempengaruhi sel-sel dewasa.(Rotty, 2009)
Leukemia limfositik kronis (LLK) adalah jenis kanker darah dan
sumsum tulang – jaringan kenyal di dalam tulang tempat sel darah dibuat.

ASUS-PC 2
Pengertian Kronis dalam leukemia limfositik kronis berasal dari kenyataan
bahwa biasanya berkembang lebih lambat dibandingkan dengan jenis
leukemia lainnya . Istilah “limfositik” pada leukemia limfositik kronis
berasal dari sel-sel yang terkena penyakit – sekelompok sel darah putih
yang disebut limfosit, yang membantu memerangi infeksi tubuh Anda.
Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah
besar limfosit (salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas
dan pembesaran kelenjar getah bening (Aster, 2012).

2. KLASIFIKASI
Leukemia secara umum
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan
maturasi sel dan tipe sel asal yaitu:
a. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal
(blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain.
Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan
penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
1) Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya
proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik
yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam)
dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur
dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur
3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3
bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari
sumsum tulang. (gambar 1. hapusan sumsum tulang dengan
pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).

ASUS-PC 3
Gambar 1. Leukemia Limfositik Akut

2) Leukemia Mielositik Akut (LMA)


LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik
yang akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan
leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. LMA atau
Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada
orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak (15%). Permulaannya
mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan
durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3
sampai 6 bulan. (gambar 2. hapusan sumsum tulang dengan
pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).

Gambar 2. Leukemia Mielositik Akut

ASUS-PC 4
b. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena
keganasan hematologi. Dibagi menjadi :
1) Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit
T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi
progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur
panjang. LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang
menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan
perbandingan 2:1 untuk laki-laki. (gambar 3. a dan b. hapusan
sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).

a b
Gambar 3. Leukemia Limfositik Kronik

2) Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)


LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan
produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif
matang. LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering
dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun).
Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia
ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah
memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi
berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa
mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel

ASUS-PC 5
darah merah yang amat kurang. (gambar 4. hapusan sumsum tulang
dengan pewarnaan giemsa a. perbesaran 200x, b. perbesaran
1000x).

a b

Gambar 4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik


c. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi LLA berdasarkan
morfologik untuk lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik,
antara lain sebagai berikut:
1) L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin
homogen, nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
2) L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya
bervariasi, kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti
3) L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin
berbecak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang
basofilik dan bervakuolisasi.

3. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
a. Genetik
1) Keturunan

ASUS-PC 6
a) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan
kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma
Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich,
sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy
sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan
erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada
kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang
tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
b) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada
kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada
tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga
dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
2) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan
kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan
obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat
pada leukemia akut, khususnya ALL ,
b. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada
sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim
ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang
menyebabkan leukemia pada hewan. Salah satu virus yang terbukti
dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell
Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell
Leukemia.

ASUS-PC 7
c. Bahan Kimia dan Obat-obatan
1) Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan
dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang
sepatu yang sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan
lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain :
produk – produk minyak, cat, ethylene oxide, herbisida, pestisida,
dan ladang elektromagnetik
2) Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor
topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom
yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon,
dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum
tulang yang lambat laun menjadi AML
d. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan
pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi
radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia
pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom.
Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat
terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos
radiasi dan para radiologis.
e. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related
leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma,
myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan
yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain
menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .

ASUS-PC 8
4. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah
(RBC) dan leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau
platelet. Seluruh55 sel darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang
terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam
lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada kebalikannya
menjadi cikal bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus.
Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum
tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang dada, dan pada
proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan
kematangan lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam
sumsum tulang. Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang
berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah
hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan
petunjuk untuk menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan
darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis,
kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali
rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil
pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang
dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten,
kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B
matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel
stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur,
cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan
limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat
ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe
dan hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul
serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah,
“seizures” dan gangguan penglihatan.

ASUS-PC 9
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam
jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ,
termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal.
Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer
sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan
haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah
leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai
organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala,
muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit
menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah
terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya
sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah
mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme
sehingga sel kekurangan makanan.

5. MANIFESTASI KLINIS
Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan
berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi
utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang dapat
ditemukan yaitu:
a. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
b. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
c. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel
leukemia), biasanya terjadi pada anak
d. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
e. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering
adalah gramnegatif usus
f. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur
g. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
h. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati

1
ASUS-PC
0
i. Massa di mediastinum (T-ALL)
j. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial
naik, muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik
fokal, dan perubahan statusmental.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
a. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
b. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
c. Retikulosit : jumlah biasanya rendah
d. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
e. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang
imatur (mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast
leukemia.
f. PT/PTT : memanjang
g. LDH : mungkin meningkat
h. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat
i. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik
akut dan mielomonositik.
j. Copper serum : meningkat
k. Zinc serum : meningkat/ menurun
l. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau
lebih dari SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast,
dengan prekusor eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun.
m. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat
keterlibatan

7. PENATALAKSANAAN
a. Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan
menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh

1
ASUS-PC
1
kembali di dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani
kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau
beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh
sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita
mungkin memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi
anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik
untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi
sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau
beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednison per-oral
(ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau
asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak,
biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan
spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa
bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel
leukemik, diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi)
untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik. Pengobatan bisa
berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik bisa kembali muncul,
seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan
kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang
sangat serius. Penderita harus kembali menjalani kemoterapi.
Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh
pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak, maka
obat kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2
kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar,
biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi penyinaran.

b. Pengobatan Leukeumia Limfositik Kronik


Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat,
sehingga banyak penderita yang tidak memerlukan pengobatan selama
bertahun-tahun sampai jumlah limfosit sangat banyak, kelenjar getah

1
ASUS-PC
2
bening membesar atau terjadi penurunan jumlah eritrosit atau
trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan
eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-sel darah
merah). Jika jumlah trombosit sangat menurun, diberikan transfusi
trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik.
Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran
kelenjar getah bening, hati atau limpa. Obat antikanker saja atau
ditambah kortikosteroid diberikan jika jumlah limfositnya sangat
banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa menyebabkan
perbaikan pada penderita leukemia yang sudah menyebar. Tetapi
respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian jangka
panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping.
Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent, yang membunuh sel
kanker dengan mempengaruhi DNAnya. Leukemia sel berambut
diobati dengan interferon alfa dan pentostatin.
 Penatalaksanaan lain:
a. Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis
pengobatan kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh
sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa
mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
1) Melalui mulut
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau
intravena)
2) Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di
dalam pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas
- perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk
menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan
mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh
darah balik/kulit.

1
ASUS-PC
3
3) Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli
patologi menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi
ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa
memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan
obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode ini
digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau
diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum
tulang belakang.
b. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi
biologi untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap
kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh
darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis
terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang
akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini
memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel
leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita
dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan
adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat
pertumbuhan sel-sel leukemia.
c. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan
sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi
sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan
radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan
radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh
biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)
d. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem
cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan

1
ASUS-PC
4
dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan
menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal
dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel
induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang
dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher.
Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell)
hasil transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk (stem cell),
pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama beberapa
minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai
sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-
sel darah putih dalam jumlah yang memadai.
e. Transfusi darah
Biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan
transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat dibe-
rikan heparin.
f. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan
sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi
sedikit dan akhirnya dihentikan.
g. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau
6-mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang
baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin
(daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid
atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika
diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada
pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa
alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis.
Hendaknya lebih berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang dari
2.000/mm3.
h. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi
dalam kamar yang suci hama).

1
ASUS-PC
5
i. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah ter-
capai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106),
imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan
dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium
dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat
daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyunti-
kan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan
akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia,
sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga
diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
j. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada
pengalamannya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap
pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih
lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai
pola dasar pengobatan sebagai berikut:
1) Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian
berbagai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun
intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari
5%.
2) Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
3) Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu
masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian
sitostatika separuh dosis biasa.
4) Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya
dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti
pada induksi selama 10-14 hari.

1
ASUS-PC
6
5) Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk
mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400-
2.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia
serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
6) Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama
sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh
sempurna.

8. KOMPLIKASI
a. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang
rendah ditandai dengan:
1) Memar (ekimosis)
2) Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung
jarum dipermukaan kulit)
Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam
dan infeksi dapat memperberat perdarahan
b. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai
derajat netropenia dan disfungsi imun.
c. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan
kadar asam urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
d. Anemia
e. Masalah gastrointestinal.

1
ASUS-PC
7
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Anamnesa
1) Identitas.
2) Keluhan utama.
3) Riwayat kesehatan sekarang.
4) Riwayat kesehatan yang lalu.
5) Riwayat kesehatan keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan
Tanda : kelemahan otot, somnolen.
2) Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
3) Eliminasi
Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan
haluaran urine.
4) Makanan / cairan
5) Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi
(infiltrasi gusimengindikasikan leukemia monositik akut).
c. Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda : depresi, ansietas, marah.
d. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi,
pusing, kesemutan.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.

1
ASUS-PC
8
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
Tanda : gelisah, distraksi.
f. Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal.
Tanda : dispnea, takipnea, batuk.
g. Keamanan
Gejala : riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan pengihatan,
perdarahan spontan, tak terkontrol dengan trauma minimal. Tanda :
demam, infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.
h. Pemeriksaan Diagnostik
Count Blood Cells : indikasi normocytic, normochromic anemia
Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr%
Retikulosit : menurun/rendah
Platelet count : sangat rendah (<50.000/mm)
White Blood cells : > 50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC
(“kiri ke kanan”)
Serum/urin uric acid : meningkat
Serum zinc : menurun
Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan
erythroid
Prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit
Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat
kesulitan tertentu

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan
tubuh
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
c. Resiko terhadap cedera: perdarahan berhubungan dengan penurunan
jumlah trombosit

1
ASUS-PC
9
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual
dan muntah
e. Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis berhubungan dengan
efek samping , agen kemoterapi
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan
atau stomatitis
g. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens
kemoterapi, radioterapi, imobilitas.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
1 Resiko infeksi NOC : NIC :
Definisi : Peningkatan  Immune Status Infection Control
resiko masuknya  Knowledge : Infection (Kontrol infeksi)
organisme patogen control - Bersihkan
Faktor-faktor resiko :  Risk control lingkungan setelah
o Prosedur Infasif Kriteria Hasil : dipakai pasien lain
o Ketidakcukupan  Klien bebas dari tanda dan - Pertahankan teknik
pengetahuan untuk gejala infeksi isolasi
menghindari paparan  Mendeskripsikan proses - Batasi pengunjung
patogen penularan penyakit, factor bila perlu
o Trauma yang mempengaruhi - Instruksikan pada
o Kerusakan jaringan penularan serta pengunjung untuk
dan peningkatan penatalaksanaannya, mencuci tangan saat
paparan lingkungan  Menunjukkan kemampuan berkunjung dan
o Ruptur membran untuk mencegah timbulnya setelah berkunjung
amnion infeksi meninggalkan
o Agen farmasi  Jumlah leukosit dalam pasien
(imunosupresan) batas normal - Gunakan sabun
o Malnutrisi  Menunjukkan perilaku antimikrobia untuk
o Peningkatan paparan hidup sehat cuci tangan
lingkungan patogen - Cuci tangan setiap
o Imonusupresi sebelum dan
o Ketidakadekuatan sesudah tindakan
imum buatan kperawtan

2
ASUS-PC
0
o Tidak adekuat - Gunakan baju,
pertahanan sekunder sarung tangan
(penurunan Hb, sebagai alat
Leukopenia, pelindung
penekanan respon - Pertahankan
inflamasi) lingkungan aseptik
o Tidak adekuat selama pemasangan
pertahanan tubuh alat
primer (kulit tidak - Ganti letak IV
utuh, trauma jaringan, perifer dan line
penurunan kerja silia, central dan dressing
cairan tubuh statis, sesuai dengan
perubahan sekresi petunjuk umum
pH, perubahan - Gunakan kateter
peristaltik) intermiten untuk
o Penyakit menurunkan infeksi
kronikhiperplasia kandung kencing
dinding bronkus, - Tingktkan intake
alergi jalan nafas, nutrisi
asma. - Berikan terapi
o Obstruksi jalan nafas antibiotik bila perlu
: spasme jalan nafas, Infection Protection
sekresi tertahan, (proteksi terhadap
banyaknya mukus, infeksi)
adanya jalan nafas - Monitor tanda dan
buatan, sekresi gejala infeksi
bronkus, adanya sistemik dan lokal
eksudat di alveolus, - Monitor hitung
adanya benda asing granulosit, WBC
di jalan nafas. - Monitor kerentanan
terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
- Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
- Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
- Pertahankan teknik
isolasi k/p
- Berikan perawatan
kuliat pada area
epidema
- Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap

2
ASUS-PC
1
kemerahan, panas,
drainase
- Ispeksi kondisi luka
/ insisi bedah
- Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
- Dorong masukan
cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai
resep
- Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cara
menghindari infeksi
- Laporkan
kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur
positif
2 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Definisi : Ketidakcukupan  Energy conservation Energy Management
energu secara fisiologis  Self Care : ADLs  Observasi adanya
maupun psikologis untuk Kriteria Hasil : pembatasan klien
meneruskan atau  Berpartisipasi dalam dalam melakukan
menyelesaikan aktifitas aktivitas fisik tanpa aktivitas
yang diminta atau aktifitas disertai peningkatan  Dorong anak untuk
sehari hari. tekanan darah, nadi dan mengungkapkan
Batasan karakteristik : RR. perasaan terhadap
o melaporkan secara  Mampu melakukan keterbatasan
verbal adanya aktivitas sehari hari  Kaji adanya factor
kelelahan atau (ADLs) secara mandiri yang menyebabkan
kelemahan. kelelahan
o Respon abnormal dari  Monitor nutrisi dan
tekanan darah atau sumber energi
nadi terhadap tangadekuat
aktifitas  Monitor pasien akan
o Perubahan EKG yang adanya kelelahan
menunjukkan aritmia fisik dan emosi
atau iskemia secara berlebihan
o Adanya dyspneu atau  Monitor respon
ketidaknyamanan kardivaskuler terhad
saat beraktivitas. ap aktivitas
Faktor factor yang  Monitor pola tidur

2
ASUS-PC
2
berhubungan : dan lamanya
 Tirah Baring atau tidur/istirahat pasien
imobilisasi Activity Therapy
 Kelemahan  Kolaborasikan
menyeluruh dengan Tenaga
 Ketidakseimbangan Rehabilitasi Medik
antara suplei oksigen dalammerencanaka
dengan kebutuhan n progran terapi
 Gaya hidup yang yang tepat.
dipertahankan.  Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
mampu dilakukan
 Bantu untuk
memilih aktivitas
konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
 Bantu untuk
mengidentifikasi
dan mendapatkan
sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda,
krek
 Bantu untu
mengidentifikasi
aktivitas yang
disukai
 Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu
luang
 Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas

2
ASUS-PC
3
 Sediakan penguatan
positif bagi yang
aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon
fisik, emoi, social
dan spiritual
3 Resiko terhadap Tujuan :  Gunakan semua
cedera/perdarahan klien tidak menunjukkan bukti- tindakan untuk
bukti perdarahan mencegah
perdarahan
khususnya pada
daerah ekimosis
 Cegah ulserasi oral
dan rectal
 Gunakan jarum
yang kecil pada saat
melakukan injeksi
 Menggunakan sikat
gigi yang lunak dan
lembut
 Laporkan setiap
tanda-tanda
perdarahan
(tekanan darah
menurun, denyut
nadi cepat, dan
pucat)
 Hindari obat-obat
yang mengandung
aspirin
 Ajarkan orang tua
dan anak yang lebih
besar ntuk
mengontrol
perdarahan hidung

2
ASUS-PC
4
DAFTAR PUSTAKA

Aster, Jon. 2012. Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anderson. 2009. A Patient’s Guide to Rectal Cancer. MD Anderson Cancer Center.


University of Texas.

American Cancer Society. 2008. Cancer Facts and Figures 2008. Atlanta: American
Cancer Society Inc.

Herdman, T.H. 2015. Nanda International : Diagnosa Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2015-2017.Jakarta:EGC.

LeMone, P. et al. 2008. Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking in Client Care.


Volume 2

Nurarif.A.H. dan Kusuma.H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction

Ribera JM, Oriol A. 2010. Cronic lymphoblastic leukemia in adolescents and young
adults. Hematol Oncol Clin North Am. Oct 2010;23(5):1033-42.2.

Rotty LWA. Leukemia Limfositik Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit. Dalam:
Sudowo AW, dkk (editor). Jilid II. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
hlm.1276-81.

University IOWA. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth Edition.


Mosby Elsevier.

2
ASUS-PC
5

Anda mungkin juga menyukai