Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN


FRAKTUR NASAL

Disusun Oleh :
ASHARINI DWI JUNIARTI
P17212195025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
November 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR OS NASAL

A. Pengertian
Fraktur adalah hilangnya konstinuitas tulang, tlang rawan baik yang
bersifat total maupun sebagian. Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang
biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Arif, 2008). Fraktur nasal atau
fraktur hidung adalah hilangnya kontinuitas pada tulang nasal.

Gambar fraktur nasal


B. Anatomi Dan Fisiologi
Os nasal dipasangkan menyokong setengah bagian atas piramida nasal.
Setiap os nasal berartikulasi secara lateral dengan prosesus frontal os maxilla dan
berproyeksi secara anterior ke arah garis tengah. Bagian superior, os nasal tebal
dan berartikulasi dengan os frontal. Bagian inferior, os nasal menjadi tipis, dan
berartikulasi dengan kartilago lateral atas. Akibatnya, sebagian besar fraktur os
nasal terjadi pada setengah bagian bawah os nasal. Septum bagian posterior
terdiri dari vomer dan lamina perpendecularis os ethmoid dan bertempat di garis
tengah belakang os nasal. Sayangnya, tulang-tulang ini tipis dan memberikan
sokongan yang kecil pada setengah bagian atas dari hidung. 10 Setengah bagian
bawah dari hidung disokong oleh 2 kartilago lateral atas, 2 kartilago lateral
bawah, dan kartilago quadrangularis Kartilago lateral atas memiliki artikulasi
jenis fibrosa di bagian superiornya dengan os nasal, di bagian medialnya dengan
kartilago quadrangularis medial, dan di bagian inferiornya dengan kartilago
lateral bawah. Konfigurasi berbentuk sayap burung camar ini memberikan
dukungan yang penting untuk katup nasal internal, bagian dari tahanan terbesar
terhadap aliran udara inspirasi. Kartiloago lateral bawah terdiri dari crus medial
dan lateral dalam konfigurasi berbentuk “sayap burung camar” yang sama.
Terdapat hubungan secara fibrosa di bagian superiornya dengan kartilago lateral
atas, dan di bagian medialnya satu sama lain. Kartilago lateral bawah tebal dan
menggambarkan kontur dari apex nasal dan nostril. Kartilago quadrangularis
bertindak sebagai tiang tenda, memberikan sokongan untuk apex dan dorsum
nasi.

Gambar anatomi hidung


C. Jenis – jenis Fraktur Hidung
1. Fraktur hidung sederhana, jika fraktur dari tulang hidung, dapat dilakukan
perbaikan dari fraktur tersebut dengan anastesi local.
2. Fraktur Tulang Hidung Terbuka, fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan
perubahan tempat dari tulang hidung dan disertai laserasi pada kulit atau
mukoperiosteum rongga hidung.
3. Fraktur Tulang Nasoetmoid, fraktur ini merupakan fraktur hebat pada tulang
hidung, prosesus frontal pars maksila dan prosesus nasal pars frontal. Fraktur
tulang nasoetmoid dapat menyebabkan komplikasi.
D. Etiologi
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh : a. Cedera langsung
berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di
atasnya. b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula. c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai
keadaan berikut : a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan
baru yang tidak terkendali dan progresif. b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat
terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses
yang progresif, lambat dan sakit nyeri. c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang
disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet
lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
Trauma nasal biasanya disebabkan oleh trauma langsung, seperti
terpukl, kecelakaan lalulintas maupun pada saat olahraga (Sjamsuhidayat,
2004).
E. Patofisiologi
Gangguan traumatik os dan kartilago nasal dapat menyebabkan
deformitas eksternal dan obstruksi jalan napas yang bermakna. Jenis dan beratnya
fraktur nasal tergantung pada kekuatan, arah, dan mekanisme cedera. Sebuah
benda kecil dengan kecepatan tinggi dapat memberikan kerusakan yang sama
dengan benda yang lebih besar pada kecepatan yang lebih rendah.
Trauma nasal bagian lateral yang paling umum dan dapat mengakibatkan
fraktur salah satu atau kedua os nasal. Hal ini sering disertai dengan dislokasi
septum nasal di luar krista maxillaris Dislokasi septal dapat mengakibatkan
dorsum nasi berbentuk S, asimetri apex, dan obstruksi jalan napas. Trauma
frontal secara langsung pada hidung sering menyebabkan depresi dan pelebaran
dorsum nasi dengan obstruksi nasal yang terkait.
Cedera yang lebih parah dapat mengakibatkan kominusi pecah menjadi
kecil-kecil seluruh piramida 12 nasal. Jika cedera ini tidak didiagnosis dan
diperbaiki dengan tepat, pasien akan memiliki hasil kosmetik dan fungsional
yang jelek. Diagnosis fraktur nasal yang akurat tergantung pada riwayat dan
pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Riwayat yang lengkap meliputi penilaian
terhadap kekuatan, arah, dan mekanisme cedera munculnya epistaksis atau
rhinorea cairan serebrospinalis, riwayat fraktur atau operasi nasal sebelumnya,
dan obstruksi nasal atau deformitas nasal eksterna setelah cedera. Pemeriksaan
fisik yang paling akurat jika dilakukan sebelum timbulnya edema pasca trauma.
Pemeriksaan ini memerlukan pencahayaan yang cukup lampu kepala atau
otoskop, instrumentasi spekulum hidung, dan suction sebaiknya tipe Frasier.
Inspeksi pada bagian dalam hidung sangat penting. (Rubinstein Brian, 2011).
F. PATHWAY
G. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan didapatkan pembengkakan pada daerah hidung,
epistaksis, nyeri tekan dan teraba garis fraktur (Sjamsuhidayat, 2004).

H. Penatalaksanaan
Fraktur hidung ini harus segera direparasi dengan anastesi lokal dan
immobilisasi dilakukan dengan cara memasukkan tempon tiga sampai empat hari,
patahan dapat dilindungi dengan gips tipis berbentuk kupu-kupu untuk satu
hingga dua minggu (Sjamsuhidayat, 2004).

I. Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan radiologi water positions, pada foto cranium
anteroposterior, foto nasale lateral, didapatkan kesan fraktur os nasal dengan
aposisi et alignment baik dan tidak tampak pembesaran chonca nasalis bilateral.
Dari data tersebut dapat ditegakkan diagnosis fraktur os nasal dengan penyebab
oleh karena kecelakaan lalu lintas.

J. Komplikasi
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam
beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau
lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas
permanent jika tidak ditangani segera.komplikasi lainnya adalah infeksi,
tromboemboli yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah
cedera dan koagulopati intravaskuler diseminata (KID).
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat pendarahan (baik kehilangan
dara eksterna maupun tak kelihatan ) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan
yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis,dan vertebra
karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapaler terjadi
kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma,khususnya pada
fraktur femur pelvis.
Penanganan meliputi mempertahankan volume darah,mengurangi nyeri
yang diderita pasien, memasang pembebatan yang memadai, dan melindungi
pasien dari cedera lebih lanjut.
Komplikasi dari fraktur nasal termasuk deformitas secara kosmetik dan
obstruksi saluran napas. Selain itu ada beberapa komplikasi yang lain antara lain
hematoma (membutuhkan drainase untuk menghindari nekrosis septum dan
superinfeksi septum), epistaksis yang tidak berhenti/ bleeding, obstruksi saluran
nafas, kontraktur jaringan parut, deformitas nasal/deviasi, saddling, Kebocoran
cairan serebrospinal, komplikasi orbital.

K. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien, meliputi nama, usia (bisa terjadi pada semua usia), jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaaan, alamat, agama, suku, nomer registrasi dan
diagnosa masuk.
b. Keluhan utama: nyeri pada daerah nasal post trauma
c. Riwayat penyakit sekarang: riwayat trauma pada daerah hidung disertai nyeri
dan perdarahan pada hidung.
d. Riwayat penyakit dahulu: apakah ada penyakit degeneratif pada tulang dan
riwayat patah tulang pada hidung sebelumnya.
e. Psikososial: kaji apakah ada rasa ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, dan
gangguan citra diri.
f. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breathing): adanya perubahan pada sistem pernafasan, karena adanya
kerusakan jalan nafas atau trauma pada nasal, adanya perdarahan pada
daerah nasal, dan adanya suara nafas tambahan (ronchi) pada trakea
akibat perdarahan pada hidung.
2) B2 (Bleeding) : didapatkan rejanan (syok hipovelemik) dengan intensitas
sedang hingga berat akibat perdarah pada hidung, kulit yang pucat
menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah, hipotensi
menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan menandakan syok
hipovolemik.
3) B3 (Brain) : kesadaran bisa composmetis sampai koma tergantung pada
keparahan trauma pada kepala. Mengobservasi penampilan tingkah laku,
gangguan dalam berbicara dan ekspresi wajah, biasanya pada fraktur nasal
terdapat pembengkakan pada daerah wajah.
4) B4 (Bladder) : menkaji keaadan urin meliputi warna, jumlah dan
karakteristik.
5) B5 (Bowel) : pemenuhan nutrisi biasanya normal bila tidak disertai rasa
nyeri saat menelan dan tidak ada mual muntah, pola defekasi tidak ada
kelainan.
6) B6 (Bone) : fraktur pada tulang nasal akan mengganggu jalan nafas,
adanya deformitas pada nasal dan kaji adanya rasa nyeri tekan pada
daerah nasal, terdapat perubahan warna kulit, warna kebiruan pada daerah
wajah menunjukan adanya sianosis.
g. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi dengan foto rongten dari arah lateral dapat
menunjang diagn osis fraktur pada nasal.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan perdarahan
pada hidung.
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan os nasal
3. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman terhadap konsep
diri/citra diri
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan kreteria hasil Intervensi
Bersihan Jalan Nafas NOC: NIC:
tidak efektif berhubungan Respiratory status : a. Pastikan kebutuhan
dengan: Ventilation oral / tracheal
Obstruksi jalan nafas : Respiratory status : suctioning.
perdarahan pada hidung Airway patency b. Berikan O2 ……
Aspiration Control l/mnt, metode………
Setelah dilakukan c. Anjurkan pasien
tindakan keperawatan untuk istirahat dan
selama …………..pasien napas dalam
menunjukkan keefektifan d. Posisikan pasien
jalan nafas dibuktikan untuk memaksimalkan
dengan kriteria hasil : ventilasi
a. Mendemonstrasikan e. Lakukan fisioterapi
batuk efektif dan suara dada jika perlu
nafas yang bersih, tidak f. Keluarkan sekret
ada sianosis dan dengan batuk atau
dyspneu (mampu suction
mengeluarkan sputum, g. Auskultasi suara
bernafas dengan nafas, catat adanya
mudah, tidak ada suara tambahan
pursed lips) h. Berikan
b. Menunjukkan jalan bronkodilator :
nafas yang paten (klien i. Monitor status
tidak merasa tercekik, hemodinamik
irama nafas, frekuensi j. Berikan antibiotik
pernafasan dalam k. Atur intake untuk
rentang normal, tidak cairan mengoptimalkan
ada suara nafas keseimbangan.
abnormal) l. Monitor respirasi
c. Mampu dan status O2
mengidentifikasikan m. Pertahankan
dan mencegah faktor hidrasi yang adekuat
yang penyebab. untuk mengencerkan
d. Saturasi O2 dalam sekret
batas normal n. Jelaskan pada
Foto thorak dalam batas pasien dan keluarga
normal tentang penggunaan
peralatan : O2, Suction,
Inhalasi.
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan: Agen injuri Pain Level, a. Lakukan pengkajian
(biologi, kimia, fisik, pain control, comfort level nyeri secara
psikologis), kerusakan Setelah dilakukan tinfakan komprehensif termasuk
jaringan keperawatan selama …. lokasi, karakteristik,
Pasien tidak mengalami durasi, frekuensi,
nyeri, dengan kriteria kualitas dan faktor
hasil: presipitasi
a. Mampu mengontrol b. Observasi reaksi
nyeri (tahu penyebab nonverbal dari ketidak
nyeri, mampu nyamanan
menggunakan tehnik c. Bantu pasien dan
nonfarmakologi untuk keluarga untuk mencari
mengurangi nyeri, dan menemukan
mencari bantuan) dukungan
b. Melaporkan bahwa d. Kontrol lingkungan
nyeri berkurang dengan yang dapat
menggunakan mempengaruhi nyeri
manajemen nyeri seperti suhu ruangan,
c. Mampu mengenali pencahayaan dan
nyeri (skala, intensitas, kebisingan
frekuensi dan tanda e. Kurangi faktor
nyeri) presipitasi nyeri
d. Menyatakan rasa f. Kaji tipe dan sumber
nyaman setelah nyeri nyeri untuk
berkurang menentukan intervensi
e. Tanda vital dalam g. Ajarkan tentang teknik
rentang normal non farmakologi: napas
f. Tidak mengalami dala, relaksasi,
gangguan tidur distraksi, kompres
hangat/ dingin
h. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri: ……...
i. Tingkatkan istirahat
j. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
k. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan, Jakarta : Salemba Medika.

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Rubenstein B, Strong, Bradley. (2011). Management of nasal fractures. American


Medical Association, Arch Fam Med/vol 9.

Anda mungkin juga menyukai