Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

VULNUS LACERATUM

Oleh
Novia Nur Laila
NIM P17212195029

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN
April 2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN VULNUS LACERATUM

OLEH :

Novia Nur Laila


P17212195029

Malang, 2020

Mahasiswa

Novia Nur Laila


P17212195029

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik


Konsep Teori
A. Definisi
Vulnus/luka adalah suatu keadaaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh
yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari (A.aziz Alimul. H, 1995;134).
Vulnus laseratum adalah luka robek akibat terkena mesin, kayu atau benda
lainya yang menyebabkan robeknya jaringan dan ada juga yang menyebutnya vulnus
laseratum adalah luka yang bentuknya tidak beraturan. Vulnus/luka adalah hilang atau
rusaknya sebagian jaringan tubuh ( R.Syamsuhidjar, dkk, 1998 ; 72 )
B. Klasifikasi
Secara umum luka dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
 Simple, bila hanya melibatkan kulit.
 Kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya.
Trauma arteri umumnya dapat disebabkan oleh trauma benda tajam (50 % ) misalnya
karena tembakan, luka-luka tusuk, trauma kecelakaan kerja atau kecelakaan lalu
lintas, trauma arteri dibedakan berdasarkan beratnya cidera :
 Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa menembus dinding.
 Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga terluka dan
biasanya menimbulkan pendarahan yang hebat
 Derajat III adalah pembuluh darah putus total, gambaran klinis menunjukan
pendarahan yang tidak besar, arteri akan mengalami vasokontriksi dan retraksi
sehingga masuk ke jaringan karen elastisitasnya.
C. Etiologi
 Alat yang tumpul
 Jatuh ke benda tajam dan keras
 Kecelakaan lalu lintas dan kereta api
 Kecelakaan akibat kuku dan gigitan
 Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan
terjepit
 Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir
 Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin
 Truma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat
iritif dan berbagai korosif lainnya.
D. Gejala Klinis
 Nyeri
 Luka tidak teratur
 Jaringan rusak
 Bengkak
 Pendarahan
 Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah rambut
 Tampak lecet atau memar di setiap luka.
 Diastase yaitu luka yang menganga atau tepinya saling melebar
 Ganguan fungsi, fungsi anggota badan akan terganggu baik oleh karena rasa
nyeri atau kerusakan tendon.
E. Patofisiologi
Vulnus laserratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan,
jatuh, kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh
terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi. Reaksi
peradangan akan terjadi apabila jaringan terputus, dalam keadaan ini ada
peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang
disebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan
itu sebenarnya adalah peristiwa yang dikoordinasikan dengan baik yang
dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan
harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional. Jikajaringan yang nekrosis
luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah jaringan yang hidup dengan
sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan hidup.
Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi
kerusakan jaringan. Sel-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga
akan menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekanosensitif dan
hernosenssitif. Apabila nyeri diatas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa
nyaman nyeri yang berlanjut istirah atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak
F. Pemeriksaan Penunjang
 Lab darah lengkap (Hb, leukosit, hitung darah lengkap, hematocrit, laju endap
darah (LED), gula darah random)
 MRI
 CT scan
 Ultrasonografi
G. Penatalaksanaan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi
luka, tindakan antiseptik, pember sihan luka, penjahitan luka, penutupan luka,
pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensuci kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik
seperti:
 Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif)
 Halogen dan senyawanya
 Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam
konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2- 3 jam
 Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakankompleks
yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci
karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap
 Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik
bor ok
 Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawabiguanid
dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air,
tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung
 Oksidansia
 Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah berdasar
kan sifat oksidator
 Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari
dalam luka dan membunuh kuman anaerob
 Logam berat dan garamnya
 Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan
jamur
 Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik
lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya
kerak (korts)
 Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
 Derivat fenol
 Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptic wajah dan
eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
 Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
 Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan
turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dan konsentrasi 0,1%.
Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka
terinfeksi (Mansjoer, 2000:390)
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang per lu diperhatikan adalah
pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci
yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama
waktu rawat dan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus
cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan antiseptik yang telah
dijelaskan diatasada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu
Normal Saline.
Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang
bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya
mempunyai komposisi natrium klorida 9,0g dengan osmolaritas 308 mOsm/l
setara dengan ion- ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO
Indonesia,2000:18).
3. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meninangkatkan, memperbaiki
dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi;
membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16).
4. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam
boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak
berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh persekundam atau pertertiam
5. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses
penyembuhan berlangsung optimal.
6. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada kondisi
luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi,
mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan,
sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan
darah yang menyebabkan hematom.
7. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
8. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan
jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, Widiyas pengangkatan luka,
usia, kesehatan, sikap pender ita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton,
1990:44)..
Waktu Pengangkatan Jahitan :
 Kelopak Mata (waktu : 3 hari)
 Pipi (waktu : 3-5 hari)
 Hidung, dahi, leher (waktu : 5 hari)
 Telinga, kulit kepala ( waktu : 5-7 hari)
 Lengan, tungkai, tangan, kaki (waktu : 7-10 hari)
 Dada, punggung, abdomen (waktu : 7-10+ hari)
H. Komplikasi
1. Kerusakan arteri:
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah.
3. Infeksi
4. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi
5. Kontraktur
6. Hipertropi jaringan parut
I. Pathway
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a) Pengkajian Primer
Airway
Adanya sumbatan / obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk, jika ada obstruksi maka lakukan:
 Chin lift/jaw trust
 Suction / hisap
 Guedel airway
 Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral
Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan/ atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi/aspirasi, whezing,
sonor,stridor/ngorok,ekspansi dinding dada
Circulation
TD dapat normal atau meningkat,hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, distrimia, kulit dn membran mukosa pucat,
dingin,sianosis pada tahap lanjut
Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau
sama sekali tidak sadar, tidak menganjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang
cukup jelas dan cepat adalah:
A (awake)
V: respon bicara
P : respon nyeri
U : tidak ada respon
b) Pengkajian sekunder
1. Identitas
Nama, Umur, Suku/ bangsa, Agama, Alamat, Pendidikan, Pekerjaan
2. Riwayat kesehatan sekarang
 Sumber kecelakaan
 Sumber panas atau penyebab yang berbahaya
 Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol,obat-obatan.
 Keadaan fisik sekitar luka
3. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien memiliki penyakit keturunan atau tidak seperti (DM, gagal jantung,
sirosishepatis, gangguan pernafasan).
4. Pemeriksaan fisik
 Aktifitas atau istirahat
Gejala : merasa lemah dan lelah
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahana keterbatasan
rentang gerak, perubahan aktifitas
 Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah / normal
Tanda : Perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi
 Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian
Tanda : Ketakutan, cemas, gelisah
 Eliminasi
Gejala : Konstipasi, retensi urin
 Neurosensori
Gejala : Vertigo, tiitus, baal pada ekstermitas, kesemutan nyeri
Tanda : Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri
pada daerah cidera, kemerah-merahan
 Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri pada daerah luka bila disentuh atau di tekan
Tanda : Wajah meringis, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa tidur, kulit nyeri panas, pada luka warna
kemerahan, bau , edema.
B. Diagnose Keperawatan
1. Kerusakan integritas jaringan b.d trauma/diskontinuitas jaringan
2. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
3. Hypovolemic b.d perdarahan aktif
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakanObservasi
jaringan b.d keperawatan selama 1 x 24 1. Monitor karakteristik luka (warna, ukuran, bau)
trauma/diskontinuitas jam diharapkan masalah
2. Monitor tanda-tanda infeksi
jaringan keperawatan dapat teratasiTerapeutik
dengan kriteria hasil : 3. Lakukan perawatan luka
1. Kerusakan jaringan 4. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
menurun Edukasi
2. Kerusakan lapisan kulit
5. Edukasi tentang tanda dan gejala infeksi
menurun
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian antibiotik
2 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Observasi
cedera fisik keperawatan selama 1 x 24 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas
jam diharapkan nyeri nyeri
berkurang dengan kriteria 2. Identifikasi skala nyeri
hasil: 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
1. Keluhan nyeri berkurang 4. Monitor keberhasilan terapi yang sudah diberikan
2. Grimace tidak ada Terapeutik
3. Kesulitan tidur tidak ada 5. Berikan teknik non farmakologis nyeri (TENS, hipnosis, akupresur,
4. Frekuensi nadi DBN (60- aomaterapi, distraksi, terapi musik, terapi pijat, kompres hangat/dingin,
100X/menit) relaksasi)
5. Frekuensi napas DBN (16- 6. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (suhu, pencahayaan,
20x/menit) kebisingan)
6. Ketegangan otot berkurang Edukasi
7. Jelaskan penyebab nyeri
8. Jelaskan strategi mengatasi nyeri
9. Anjurkan penggunaan teknik non famakologi nyeri
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian analgetik
3 Hypovolemic b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi
perdarahan aktif keperawatan selama 1 x 24 1. Monitor TD, nadi, MAP, CVP
jam diharapkan resiko 2. Monitor tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit buruk, CRT terlambat, nadi lemah,
hipovolemi berkurang dengan sangat haus, mukosa kering, output urin menurun)
kriteria hasil:
3. Monitor adanya sumber kehilangan cairan (perdarahan, muntah, diare, dsb)
1. TD DBN (120/80 mmHg)
2. Nadi DBN(60-100X/menit) 4. Monitor hasil laboratorium (Hb, Ht, BUN, BJU, dsb)
3. Turgor kulit baik Terapeutik
4. Membran mukosa lembab 5. Berikan cairan oral, jika tidak ada kontraindikasi
5. DVJ tidak ada Edukasi
6. Hb, Ht, BJU, dan serum 6. Anjurkan pasien/keluarga untuk mencatat intake-output dengan tepat
elektrolit DBN Kolaborasi
7. Berikan cairan IV (isotonic, hipotonik, atau produk darah)
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2001. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC

Masjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Santosa Budi. 2018. Diagnosa Keperawatan NANDA 2018-2020. Jakarta: Prima Medika

Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai