Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

“ CVA TROMBOSIS ”
DI RUANG 26 S RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas PK 2


Departemen Surgical/KMB

Oleh:
MUHAMMAD GUSTI AGUNG MAHARDIKA
NIM. 1601470059

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG
SEPTEMBER 2018
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN NEUROLOGI
DENGAN KASUS CVA TROMBOSIS

I. KONSEP DASAR CVA


A. Definisi
Stroke trombosis yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran darah
menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemik.

Stroke thrombosis dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem arteri carotis
atau pembuluh darah kecil termasuk percabangan sirkulus wilis dan sirkulasi posterior.
Tempat yang umum terjadi thrombosis adalah titik percabangan arteri serebral khususnya
distribusi arteri carotis interna.
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir,
daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin,
2008:234).
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa
defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis dan
emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah
arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua
arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta)
(Suzanne, 2002: 2131).
B. Anatomi Fisiologi
1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron.
Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil),
brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-
masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer
yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan
pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi
tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan
lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi
penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur
dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus
serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa
dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
(Sylvia A. Price, 1995)
2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen total
tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri
yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri
ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus
Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang
kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri
anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen
basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus
frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri
serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks
serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan
medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus
berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk
sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular. Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang
mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang
terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju
ke jantung. (Harsono, 2000)
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis internal
bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans anterior, kedua
arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini
memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagain
anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi kolateral
jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak & Gallo, 2005: 254)
C. Etiologi
Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)
1. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini
disebabkan karena adanya:
a. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding
pembuluh darah
b. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas/
hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah cerebral
c. Arteritis: radang pada arteri.

2. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat
menimbulkan emboli:
a. Penyakit jantung reumatik
b. Infark miokardium
c. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang
dapat menyebabkan emboli cerebri
d. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium

Faktor Resiko Terjadinya CVA (Brunner & Suddarth, 2000: 94-95) :


a. Hypertensi, faktor resiko utama
b. Penyakit kardiovaskuler
c. Kadar hematokrit tinggi
d. DM (peningkatan anterogenesis)
e. Pemakaian kontrasepsi oral
f. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
g. Obesitas, perokok, alkoholisme
h. Kadar esterogen yang tinggi
i. Usia > 35 tahun
j. Penyalahgunaan obat
k. Gangguan aliran darah otak sepintas
l. Hyperkolesterolemia
m. Kelainan pembuluh darah otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
n. Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
o. Asam urat

Faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236) :


a. Hipertensi.
b. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama
(khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif.
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Peningkatan hematokrit
f. Diabetes Melitus
g. Merokok

E. Patofisiologi
Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan kolagen
di bawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi antara trombosit dan dinding
pembuluh darah, adanya kerusakan endotel pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang
normal bersifat antitrombosis karena adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel
endotel dan adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi
platelet agregasi. Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan
serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian merangsang trombosit dan agregasi trombosit
dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granula-granula di
dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang mengandung lemak. Akibat
adanya reseptor pada trombosit menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen
pembuluh darah.

Thrombus mengakibatkan ;
1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema dan kongesti disekitar area
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan,CVA.
Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah
yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal iniakan me
yebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak
lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah..
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan
dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat
berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari
10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya cardiac arrest.

D. Klasifikasi CVA
Berdasarkan patologi dan manifestasi klinis :
1. Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi
Widjaja et. al, 1994).
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan
Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19).
b) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya
yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan
keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll). (Simposium Nasional
Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di
ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 %
akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid
(PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

2. Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umummnya baik.
Tabel 2. Perbedaan CVA infark dan haemoragie :
Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak
Waktu (saat “serangan”) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas
Peringatan + 50% TIA -
Nyeri Kepala +/- +++
Kejang - +
Muntah - +
Kesadaran menurun Kadang sedikit +++

Koma/kesadaran menurun +/- +++


Kaku kuduk - ++
Kernig - +
pupil edema - +
Perdarahan Retina - +
Bradikardia hari ke-4 sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya aterosklerosis Hampir selalu hypertensi,
di retina, koroner, perifer. aterosklerosis, HHD
Emboli pada ke-lainan
katub, fibrilasi, bising
karotis
Pemeriksaan:
Darah pada LP - +
X foto Skedel + Kemungkinan pergeseran
glandula pineal
Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma. AVM. massa
intra hemisfer/ vaso-
spasme.
CT Scan Densitas berkurang Massa intrakranial
(lesi hypodensi) densitas bertambah.
(lesi hyperdensi)
Opthalmoscope Crossing phenomena Perdarahan retina atau
Silver wire art corpus vitreum
Lumbal pungsi :
· Tekanan Normal Meningkat
· Warna Jernih Merah
· Eritrosit < 250/mm3 >1000/mm3
Arteriografi oklusi ada shift
EEG di tengah shift midline echo

Berdasarkan perjalanan penyakit atau stadiumnya:


1. TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna
dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3. Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan
istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

E. Tanda Dan Gejala


Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (2000: 258-260), yaitu:
1. Lobus Frontal
a. Defisit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan
distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung, memberi
alasan atau berpikir abstrak.
b. Defisit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara),
disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c. Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional, kehilangan
kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan,
permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri,
isolasi, depresi.

2. Lobus Parietal
a. Dominan :
1. Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar
pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan,
nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi
(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
2. Defisit bahasa/komunikasi
 Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara
yang dapat dipahami)
 Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
 Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
 Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)\
 Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).
b. Non Dominan
Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi
diri/lingkungan) antara lain:
 Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise)
 Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
 Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak
dengan tepat)
 Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui
indra)
 Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
 Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
 Disorientasi kanan kiri
3. Lobus Occipital
Deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan, diplobia(penglihatan
ganda), buta.

4. Lobus Temporal
Defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh

F. Pemeriksaan Penunjang
Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:
1. Laboratorium :
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada peningkatan
VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA), Platelet
Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252)
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark
mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah (LED)
pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam
tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak
menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar
(Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk
,2005:1122)
2. CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel
atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).
3. Pemeriksaan sinar X toraks
Dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali) dan infiltrate paru yang
berkaitan dengan gagal jantung kongestif (Prince,dkk,2005:1122)
4. Ultrasonografi (USG) karaois
Evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan
memmperbaiki kausa stroke (Prince,dkk ,2005:1122).
5. Angiografi serebrum
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara Spesifik seperti lesi ulseratrif,
stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan pembentukan
thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk ,2005:1122).
6. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET)
Mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan memetabolisme
glukosa serta luas cedera (Prince, dkk ,2005:1122)
7. Ekokardiogram transesofagus (TEE)
Mendeteksi sumber kardioembolus potensial (Prince, dkk ,2005:1123).
8. MRI
Menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar / luasnya
daerah infark (Muttaqin, 2008:140).

G. Penatalaksanaan
Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin, 2008:14):
1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
 Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan penghisapan
lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernapasan.
 Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha
memperbaiki hipertensi dan hipotensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
c. Merawat kandung kemih, serta sedapat mungkin jangan memakai kateter
d. Menempatkan klien pada posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin. Posisi
klien harus diubah setiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
2. Terapi Konservatif
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.

d. Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:


1) Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
2) Osmoterapi antara lain :
- Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30
menit, 4-6 kali/hari.
- Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
3) Posisi kepala head up (15-30⁰)
4) Menghindari mengejan pada BAB
5) Hindari batuk
6) Meminimalkan lingkungan yang panas

H. Komplikasi
Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat
dikelompokkan berdasarkan:
1. Dalam hal immobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan tromboflebitis
2. Dalam hal paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas, dan terjatuh
3. Dalam hal kerusakan otak: epilepsy dan sakit kepala
4. Hidrosefalus
I. dan PathWay
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat dia alami
oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat mempengaruhi.
b. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan
penurunan kesadaran pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit
jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat
(kokain).
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya
riwayat stroke pada generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran
klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan untuk
berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut akan terjadinya kecacatan
serta gangguan citra diri.
g. Kebutuhan
1) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai
dengan kesulitan menelan, obesitas
2) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus
3) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, gangguan tonus otot,
paralitik (hemiplegia)
4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot

h. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman
pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan
kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar
baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
2) Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut
jantung irreguler, adanya murmur
3) Sistem neurologi
a) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk
menilai tingkat kesadaran klien
b) Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan
intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding
atau infark
c) Pemeriksaan saraf kranial
· Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman
· Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer
diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-
spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin
tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
· Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral disisi yang sakit
· Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
· Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indera pengecapan normal.
4) Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine.
5) Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan
seksual.
6) Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
7) Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi
atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
8) Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter gerakan
motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji
adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.
Skala ukuran kekuatan otot
Kekuatan Ciri-ciri
otot
0 Tak bergerak, tak berkontraksi, 100% pasif, apabila lengan
dan kaki diangkat dan dilepaskan akan jatuh
1 Ada kontraksi, sedikit bergerak, ada tahanan sedikit saat
ekstremitas dijatuhkan
2 Sedikit dapat menahan daya gravitasi, tetapi tak mampu
menahan dorongan yang ringan dari pemeriksa
3 Mampu menahan gravitasi tetapi tak mampu menahan
dorongan yang ringan dari pemeriksa
4 Mempunyai kekuatan otot yang kurang dibanding sisi yang
lain. Dapat menahan gravitasi dan tekanan sedang
5 Kekuatan utuh (normal) dapat menahan gravitasi, bergerak
dengan kekuatan penuh

2. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1 Risiko NOC : NIC :
ketidakefektifan Setelah dilakukan Intrakranial Pressure
Perfusi jaringan tindakan keperawatan (ICP) Monitoring
serebral perfusi jaringan (Monitor tekanan
Berhubungan dengan: serebral adekuat intrakranial)
· edema serebral dengan kriteria hasil : 1. Berikan informasi kepada
· embolisme 1. Fungsi neurologis keluarga
· aterosklerosis normal 2. Monitor tekanan perfusi
· koagulasi 2. Tekanan intra kranial serebral
intravaskuler dalam batas normal 3. Catat respon pasien
3 Tidak terdapat nyeri terhadap stimuli
kepala 4. Monitor tekanan
4. Tidak terdapat cartid intrakranial pasien dan
bruit respon neurology terhadap
5. Tidak terdapat aktivitas
kegelisahan 5. Monitor jumlah drainage
6. Tidak terdapat lesu cairan serebrospinal
7. Tidak terdapat 6. Monitor intake dan output
kecemasan cairan
8. Tidak ada agitasi 7. Restrain pasien jika perlu
9. Tidak terdapat muntah 8. Monitor suhu dan angka
10. Tidak pingsan WBC
9. Kolaborasi pemberian
antibiotik
10. Posisikan pasien pada
posisi semifowler
11. Minimalkan stimuli dari
lingkungan

Cerebral Perfussion
Promotion
1. Kolaborasi dengan dokter
untuk menentukan
parameter hemodinamik
yang diperlukan,
2. pertahankan posisi kepala
pasien lebih tinggi 15
derajat
3. hindari aktivitas secara
tiba-tiba
4. pertahankan serum glukosa
pada rentang normal
5. monitor tanda-tanda
perdarahan
6. monitor status neurologi

2 Nyeri akut NOC : Manajemen nyeri (Pain


Berhubungan dengan: Setelah dilakukan Management) :
· agen cedera biologis tindakan keperawatan 1. Observasi reaksi nonverbal
Pain Control dengan dari ketidaknyamanan
kriteria hasil : 2. Kaji nyeri secara
1. Mengenali faktor komprehensif meliputi
penyebab (lokasi, karakteristik, dan
2. Mengenali onset onset, durasi, frekuensi,
(lamanya sakit) kualitas, intensitas nyeri)
3. Menggunakan metode 3. Kaji skala nyeri
pencegahan untuk 4. Gunakan komunikasi
mengurangi nyeri terapeutik agar klien dapat
4. Menggunakan metode mengekspresikan nyeri
nonanalgetik untuk 5. Kaji factor yang dapat
mengurangi nyeri menyebabkan nyeri timbul
5. Mengunakan 6. Anjurkan pada pasien untuk
analgesik sesuai cukup istirahat
dengan kebutuhan 7. Control lingkungan yang
6. Mencari bantuan dapat mempengaruhi nyeri
tenaga kesehatan 8. Monitor tanda tanda vital
7. Melaporkan gejala 9. Ajarkan tentang teknik
pada petugas nonfarmakologi (relaksasi)
kesehatan untuk mengurangi nyeri
8. Mengenali gejala 10. Jelaskan factor factor yang
gejala nyeri dapat mempengaruhi nyeri
9. Melaporkan 11. Kolaborasi dengan dokter
nyeri yang sudah dalam pemberian obat
terkontrol Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

3. Resiko Aspirasi NOC : NIC:


Faktor resiko : Setelah dilakukan Aspiration precaution
tindakan keperawatn 1. Monitor tingkat kesadaran,
 Penurunan tingkat
aspirasi terkontrol reflek batuk dan
kesadaran
dengan kriteria : kemampuan menelan
 Gangguan menelan
1. Identifikasi faktor 2. Monitor status paru
 Gangguan reflek
risiko 3. Pelihara jalan nafas
 Penurunan motilitas
2. Terhindar dari faktor 4. Lakukan suction jika
gastrointestinal
risiko diperlukan
3. Posisikan dengan 5. Cek nasogastrik sebelum
meninggikan kepala makan
ada saat makan dan 6. Hindari makan kalau residu
minum masih banyak
4. Pilih makanan sesuai 7. Potong makanan kecil kecil
dengan 8. Haluskan obat sebelum
kemampuannya pemberian
5. Posisikan senyaman 9. Naikkan kepala 30-45
mungkin pada saat derajat setelah makan
makan dan minum
6. Jaga keamanan pada
saat makan dan minum

4. Resiko Injury/ NOC : NIC : Environment


cedera Setelah dilakukan Management
Faktor resiko : tindakan keperawatan (Manajemen lingkungan)
- Disfungsi sensorik risiko cedera terkontrol 1. Sediakan lingkungan yang
(penekanan sensorik dengan kriteria sebagai aman untuk pasien
patologi intrakranial ) berikut: 2. Identifikasi kebutuhan
- Penurunan 1. Klien terbebas dari keamanan pasien, sesuai
ketidaksadaran cedera dengan kondisi fisik dan
2. Klien mampu fungsi kognitif pasien dan
menjelaskan riwayat penyakit terdahulu
cara/metode pasien
untukmencegah 3. Menghindarkan lingkungan
injury/cedera yang berbahaya (misalnya
3. Klien mampu memindahkan perabotan)
menjelaskan factor 4. Memasang side rail tempat
resiko dari tidur
lingkungan/perilaku 5. Menyediakan tempat tidur
personal yang nyaman dan bersih
4. Mampumemodifikasi 6. Menempatkan saklar lampu
gaya hidup ditempat yang mudah
untukmencegah injury dijangkau pasien.
5. Menggunakan fasilitas 7. Membatasi pengunjung
kesehatan yang ada 8. Memberikan penerangan
6. Mampu mengenali yang cukup
perubahan status 9. Menganjurkan keluarga
kesehatan untuk menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
11.Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
12. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.

5. Defisit perawatan NOC : NIC :


diri Setelah dilakukan Self Care assistance :
Faktor yang tindakan Self care : ADLs
berhubungan : Activity of Daily 1. Monitor kemempuan klien
· kelemahan Living (ADLs) untuk perawatan diri yang
· kerusakan kognitif terpenuhi dengan mandiri.
atau perceptual kriteria sebagai 2. Monitor kebutuhan klien
· kerusakan berikut: untuk alat-alat bantu untuk
neuromuskular/ otot- 1. Klien terbebas dari kebersihan diri, berpakaian,
otot saraf bau badan
2. Menyatakan berhias, toileting dan
kenyamanan terhadap makan.
kemampuan untuk 3. Sediakan bantuan sampai
melakukan ADLs klien mampu secara utuh
3. Dapat melakukan untuk melakukan self-care.
ADLS dengan bantuan 4. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas sehari-
hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga
untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu
untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien
jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

6. Kerusakan NOC : NIC :


integritas kulit Setelah dilakukan Perawatan luka (wound
Faktor yang tindakan keperawatan care)
berhubungan : Tissue Integrity : 1. Ganti balutan
Eksternal : Skin and Mucous 2. Bersihkan rambut diarea
- Immobilitas fisik Membranes adekuat luka
Internal : dengan kriteria hasil : 3. Kaji karakteristik luka
- Perubahan sensasi 1. Integritas kulit yang meliputi : cairan, warna,
baik bisa ukuran
dipertahankan 4. Bersihkan menggunakan
(sensasi, elastisitas, NaCl / normal saline /
temperatur, hidrasi, pembersih non toksik
pigmentasi) 5. Berikan perawatan diarea
2. Tidak ada luka/lesi insisi
pada kulit 6. Berikan perawatan pada
3. Perfusi jaringan baik daerah ulcer
4. Menunjukkan 7. Berikan balutan sesuai
pemahaman dalam dengan tipe luka
proses perbaikan kulit 8. Jaga kesterilan dalam
dan mencegah melakukan perawatan luka
terjadinya sedera 9. Ganti balutan jika terdapat
berulang banyak eksudat
5. Mampu melindungi 10. Bandingkan laporan
kulit dan perkembangan luka setiap
mempertahankan hari
kelembaban kulit dan 11. Ganti posisi pasien setiap 2
perawatan alami jam sekali
12. Anjurkan untuk
mengkonsumsi cairan yang
adekuat
13. Anjurkanpengaturan
makanan yang seimbang
14. Anjurkan pasien atau
keluarga untuk melaporkan
jika ada tanda dan gejala
infeksi
15. Catat kondisi luka di buku
perkembangan pasien
Pressure Management
1. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang
longgar
2. Hindari kerutan padaa
tempat tidur
3. Jaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien (ubah
posisi pasien) setiap dua
jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya
kemerahan
6. Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada derah
yang tertekan
7. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi
pasien
9. Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami & Menghindari Hipertensi, Jantung, dan Stroke.
Dianloka Pustaka: Yogyakarta
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatab pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Corwin, Elisabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta

Dochterman, Joanne McClaskey. (2004). Nursing Interventions Classification (NIC). United


states of America: Mosby
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
http://www.infoperawatindonesia.com/2016/10/asuhan-keperawatan-askep-cerebro_21.html

Hudak, C. M. Gallo, B. M. (1996). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistic Edisi holistik


volume II. Jakarta: EGC.
Johnson, Marion, et.al. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). United states of
America: Mosby.
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta: salemba medika.
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik Edisi
4. EGC: Jakarta
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta

Price, Sylvia A. (2002).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.


Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta

Smeltzer, Suzanne. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai