“ CVA TROMBOSIS ”
DI RUANG 26 S RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh:
MUHAMMAD GUSTI AGUNG MAHARDIKA
NIM. 1601470059
Stroke thrombosis dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem arteri carotis
atau pembuluh darah kecil termasuk percabangan sirkulus wilis dan sirkulasi posterior.
Tempat yang umum terjadi thrombosis adalah titik percabangan arteri serebral khususnya
distribusi arteri carotis interna.
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir,
daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin,
2008:234).
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa
defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis dan
emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah
arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua
arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta)
(Suzanne, 2002: 2131).
B. Anatomi Fisiologi
1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron.
Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil),
brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-
masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer
yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan
pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi
tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan
lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi
penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur
dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus
serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa
dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
(Sylvia A. Price, 1995)
2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen total
tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri
yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri
ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus
Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang
kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri
anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen
basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus
frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri
serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks
serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan
medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus
berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk
sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular. Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang
mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang
terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju
ke jantung. (Harsono, 2000)
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis internal
bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans anterior, kedua
arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini
memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagain
anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi kolateral
jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak & Gallo, 2005: 254)
C. Etiologi
Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)
1. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini
disebabkan karena adanya:
a. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding
pembuluh darah
b. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas/
hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah cerebral
c. Arteritis: radang pada arteri.
2. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat
menimbulkan emboli:
a. Penyakit jantung reumatik
b. Infark miokardium
c. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang
dapat menyebabkan emboli cerebri
d. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
E. Patofisiologi
Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan kolagen
di bawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi antara trombosit dan dinding
pembuluh darah, adanya kerusakan endotel pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang
normal bersifat antitrombosis karena adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel
endotel dan adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi
platelet agregasi. Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan
serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian merangsang trombosit dan agregasi trombosit
dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granula-granula di
dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang mengandung lemak. Akibat
adanya reseptor pada trombosit menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen
pembuluh darah.
Thrombus mengakibatkan ;
1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema dan kongesti disekitar area
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan,CVA.
Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah
yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal iniakan me
yebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak
lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah..
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan
dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat
berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari
10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya cardiac arrest.
D. Klasifikasi CVA
Berdasarkan patologi dan manifestasi klinis :
1. Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi
Widjaja et. al, 1994).
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan
Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19).
b) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya
yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan
keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll). (Simposium Nasional
Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di
ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 %
akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid
(PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
2. Lobus Parietal
a. Dominan :
1. Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar
pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan,
nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi
(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
2. Defisit bahasa/komunikasi
Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara
yang dapat dipahami)
Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)\
Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).
b. Non Dominan
Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi
diri/lingkungan) antara lain:
Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise)
Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak
dengan tepat)
Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui
indra)
Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
Disorientasi kanan kiri
3. Lobus Occipital
Deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan, diplobia(penglihatan
ganda), buta.
4. Lobus Temporal
Defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh
F. Pemeriksaan Penunjang
Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:
1. Laboratorium :
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada peningkatan
VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA), Platelet
Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252)
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark
mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah (LED)
pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam
tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak
menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar
(Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk
,2005:1122)
2. CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel
atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).
3. Pemeriksaan sinar X toraks
Dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali) dan infiltrate paru yang
berkaitan dengan gagal jantung kongestif (Prince,dkk,2005:1122)
4. Ultrasonografi (USG) karaois
Evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan
memmperbaiki kausa stroke (Prince,dkk ,2005:1122).
5. Angiografi serebrum
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara Spesifik seperti lesi ulseratrif,
stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan pembentukan
thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk ,2005:1122).
6. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET)
Mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan memetabolisme
glukosa serta luas cedera (Prince, dkk ,2005:1122)
7. Ekokardiogram transesofagus (TEE)
Mendeteksi sumber kardioembolus potensial (Prince, dkk ,2005:1123).
8. MRI
Menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar / luasnya
daerah infark (Muttaqin, 2008:140).
G. Penatalaksanaan
Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin, 2008:14):
1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan penghisapan
lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernapasan.
Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha
memperbaiki hipertensi dan hipotensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
c. Merawat kandung kemih, serta sedapat mungkin jangan memakai kateter
d. Menempatkan klien pada posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin. Posisi
klien harus diubah setiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
2. Terapi Konservatif
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
H. Komplikasi
Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat
dikelompokkan berdasarkan:
1. Dalam hal immobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan tromboflebitis
2. Dalam hal paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas, dan terjatuh
3. Dalam hal kerusakan otak: epilepsy dan sakit kepala
4. Hidrosefalus
I. dan PathWay
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat dia alami
oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat mempengaruhi.
b. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan
penurunan kesadaran pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit
jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat
(kokain).
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya
riwayat stroke pada generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran
klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan untuk
berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut akan terjadinya kecacatan
serta gangguan citra diri.
g. Kebutuhan
1) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai
dengan kesulitan menelan, obesitas
2) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus
3) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, gangguan tonus otot,
paralitik (hemiplegia)
4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
h. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman
pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan
kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar
baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
2) Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut
jantung irreguler, adanya murmur
3) Sistem neurologi
a) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk
menilai tingkat kesadaran klien
b) Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan
intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding
atau infark
c) Pemeriksaan saraf kranial
· Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman
· Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer
diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-
spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin
tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
· Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral disisi yang sakit
· Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
· Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indera pengecapan normal.
4) Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine.
5) Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan
seksual.
6) Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
7) Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi
atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
8) Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter gerakan
motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji
adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.
Skala ukuran kekuatan otot
Kekuatan Ciri-ciri
otot
0 Tak bergerak, tak berkontraksi, 100% pasif, apabila lengan
dan kaki diangkat dan dilepaskan akan jatuh
1 Ada kontraksi, sedikit bergerak, ada tahanan sedikit saat
ekstremitas dijatuhkan
2 Sedikit dapat menahan daya gravitasi, tetapi tak mampu
menahan dorongan yang ringan dari pemeriksa
3 Mampu menahan gravitasi tetapi tak mampu menahan
dorongan yang ringan dari pemeriksa
4 Mempunyai kekuatan otot yang kurang dibanding sisi yang
lain. Dapat menahan gravitasi dan tekanan sedang
5 Kekuatan utuh (normal) dapat menahan gravitasi, bergerak
dengan kekuatan penuh
2. Diagnosa Keperawatan
Cerebral Perfussion
Promotion
1. Kolaborasi dengan dokter
untuk menentukan
parameter hemodinamik
yang diperlukan,
2. pertahankan posisi kepala
pasien lebih tinggi 15
derajat
3. hindari aktivitas secara
tiba-tiba
4. pertahankan serum glukosa
pada rentang normal
5. monitor tanda-tanda
perdarahan
6. monitor status neurologi
Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami & Menghindari Hipertensi, Jantung, dan Stroke.
Dianloka Pustaka: Yogyakarta
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatab pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Corwin, Elisabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta