Anda di halaman 1dari 21

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

I. KONSEP DASAR CVA


A. Definisi
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir,
daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin,
2008:234).   

CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena
trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang
jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria
karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung
aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002: 2131).

B. Anatomi Fisiologi
1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun
neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak
kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri.
Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik
primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang
berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih
tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer,
menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur
dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan
penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa
dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
(Sylvia A. Price, 1995)
2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen total
tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri
yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat
arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.
(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang
kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri
serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan
putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama
medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan
frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan
medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris
terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-
organ vestibular. Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena
interna yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus
sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis,
dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis internal
bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans anterior, kedua
arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini
memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari
bagain anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi
kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak & Gallo, 2005: 254)

C. Etiologi
Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)
1. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi
jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya. Trombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini
disebabkan karena adanya:
a. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding
pembuluh darah
b. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas/
hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah cerebral
c. Arteritis: radang pada arteri.

2. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh bekuan
darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas
dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:
a. Penyakit jantung reumatik
b. Infark miokardium
c. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang
dapat menyebabkan emboli cerebri
d. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium

Faktor Resiko Terjadinya CVA (Brunner & Suddarth, 2000: 94-95) :


a. Hypertensi, faktor resiko utama
b. Penyakit kardiovaskuler
c. Kadar hematokrit tinggi
d. DM (peningkatan anterogenesis)
e. Pemakaian kontrasepsi oral
f. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
g. Obesitas, perokok, alkoholisme
h. Kadar esterogen yang tinggi
i. Usia > 35 tahun
j. Penyalahgunaan obat
k. Gangguan aliran darah otak sepintas
l. Hyperkolesterolemia
m. Infeksi
n. Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
o. Lansia
p. Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
q. Asam urat

Faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236) :


a. Hipertensi.
b. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama
(khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif.
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Peningkatan hematokrit
f. Diabetes Melitus
g. Merokok
D.
E. Klasifikasi CVA
Berdasarkan patologi dan manifestasi klinis :
1. Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi
Widjaja et. al, 1994).
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan
serebelum. (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf
Indonesia, Siti Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19).
b) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke
ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi
sensorik, afasia, dll). (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah
Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri
kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid
pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang
berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri
di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia
danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan
bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi
serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses
metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid
(PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
Disadur dari Laporan Praktik Klinik KMB di Ruang Syaraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya

2. Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umummnya baik.
Perbedaan CVA infark dan haemoragie :
Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak
Waktu (saat “serangan”) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas
Peringatan + 50% TIA -
Nyeri Kepala +/- +++
Kejang - +
Muntah - +
Kesadaran menurun Kadang sedikit +++

Koma/kesadaran menurun +/- +++


Kaku kuduk - ++
Kernig - +
pupil edema - +
Perdarahan Retina - +
Bradikardia hari ke-4 sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya Hampir selalu hypertensi,
aterosklerosis di retina, aterosklerosis, HHD
koroner, perifer. Emboli
pada ke-lainan katub,
fibrilasi, bising karotis
Pemeriksaan:
Darah pada LP - +
X foto Skedel + Kemungkinan pergeseran
glandula pineal
Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma. AVM. massa
intra hemisfer/ vaso-
spasme.
CT Scan Densitas berkurang Massa intrakranial
(lesi hypodensi) densitas bertambah.
(lesi hyperdensi)
Opthalmoscope Crossing phenomena Perdarahan retina atau
Silver wire art corpus vitreum
Lumbal pungsi :
 Tekanan Normal Meningkat
 Warna Jernih Merah
 Eritrosit < 250/mm3 >1000/mm3
Arteriografi oklusi ada shift
EEG di tengah shift midline echo

Disadur dari Makalah Simposium Sehari “Peran Perawat dalam Kegawat Daruratan” dalam
Rangka Dirgahayu PPNI XIX di Tirta Graha Lantai V Jl. Myjen Prof. Dr. Moestopo No. 2
Surabaya (Gedung PDAM Kotamadya Surabaya yang diselenggarakan oleh Persatuan Perawat
Nasional Indonesia Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II Kotamadya Suarabaya
Berdasarkan perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1. TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam
saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang
dari 24 jam.
2. Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3. Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan
istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

F. Tanda Dan Gejala


Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (2000: 258-260), yaitu:
1. Lobus Frontal
a. Defisit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan
distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung, memberi
alasan atau berpikir abstrak.
b. Defisit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara),
disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c. Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional, kehilangan
kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan,
permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri, isolasi,
depresi.

2. Lobus Parietal
a.    Dominan :
1. Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar
pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan,
nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi
(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
2. Defisit bahasa/komunikasi
 Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara
yang dapat dipahami)
 Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
 Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
 Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)\
 Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).
b. Non Dominan
Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi
diri/lingkungan) antara lain:
 Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas
yang mengalami paralise)
 Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
 Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak dengan
tepat)
 Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra)
 Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
 Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
 Disorientasi kanan kiri

3. Lobus Occipital
Deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan, diplobia(penglihatan
ganda), buta.

4. Lobus Temporal
Defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh

G. Pemeriksaan Penunjang
Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:
1. Laboratorium :
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic
(AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252)
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark
mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah
(LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah
mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang.
Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis,
panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l),
klorida,) (Prince, dkk ,2005:1122)
2. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).
3. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali)   
dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif
(Prince,dkk,2005:1122)
4. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran
darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa  stroke (Prince,dkk ,2005:1122).
5. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara  Spesifik
seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia  fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis
dan   pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk ,2005:1122).
6. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikasi
seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan  memetabolisme glukosa serta luas
cedera  (Prince, dkk ,2005:1122)
7. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus  potensial
(Prince, dkk ,2005:1123).
8. MRI : menggunakan gelombang magnetik  untuk memeriksa posisi dan besar /
luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).

H. Penatalaksanaan
Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin, 2008:14):
1.   Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2. Terapi Konservatif
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
d. Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
1)      Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
2)      Osmoterapi antara lain :
- Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-
30 menit, 4-6 kali/hari.
- Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
3)      Posisi kepala head up (15-30⁰)
4)      Menghindari mengejan pada BAB
5)      Hindari batuk
6)      Meminimalkan lingkungan yang panas
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat dia
alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat mempengaruhi.
b. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan
penurunan kesadaran pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit
jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penyalahgunaan obat (kokain).
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya
riwayat stroke pada generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran
klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan
untuk berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut akan terjadinya
kecacatan serta gangguan citra diri.
g. Kebutuhan
1) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai
dengan kesulitan menelan, obesitas
2) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus
3) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, gangguan
tonus otot, paralitik (hemiplegia)
4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot

h. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman
pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan
kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar
baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
2) Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut
jantung irreguler, adanya murmur
3) Sistem neurologi
a) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk
menilai tingkat kesadaran klien
b) Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan
intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding
atau infark
c) Pemeriksaan saraf kranial
 Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman
 Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer
diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-spasial
sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak
dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
 Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral disisi yang sakit
 Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
 Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indera pengecapan normal.
4) Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine.
5) Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan
kebutuhan seksual.
6) Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
7) Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi
atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan
seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan
kurang baik, kesukaran membuka mulut.
8) Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter gerakan
motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji
adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.
Skala ukuran kekuatan otot
Kekuatan Ciri-ciri
otot
0 Tak bergerak, tak berkontraksi, 100% pasif, apabila lengan dan
kaki diangkat dan dilepaskan akan jatuh
1 Ada kontraksi, sedikit bergerak, ada tahanan sedikit saat
ekstremitas dijatuhkan
2 Sedikit dapat menahan daya gravitasi, tetapi tak mampu
menahan dorongan yang ringan dari pemeriksa
3 Mampu menahan gravitasi tetapi tak mampu menahan
dorongan yang ringan dari pemeriksa
4 Mempunyai kekuatan otot yang kurang dibanding sisi yang
lain. Dapat menahan gravitasi dan tekanan sedang
5 Kekuatan utuh (normal) dapat menahan gravitasi, bergerak
dengan kekuatan penuh
2. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Risiko ketidakefektifan Perfusi NOC : NIC :
jaringan serebral Setelah dilakukan tindakan Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring (Monitor tekanan
Berhubungan dengan : keperawatan perfusi jaringan intrakranial)
 edema serebral serebral adekuat dengan 1. Berikan informasi kepada keluarga
 embolisme kriteria hasil : 2. Monitor tekanan perfusi serebral
 aterosklerosis 1. Fungsi neurologis normal 3. Catat respon pasien terhadap stimuli
 koagulasi intravaskuler (5) 4. Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology
2. Tekanan intra kranial dalam terhadap aktivitas
batas normal(5) 5. Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
3. Tidak terdapat nyeri 6. Monitor intake dan output cairan
kepala(5) 7. Restrain pasien jika perlu
4. Tidak terdapat cartid bruit(5) 8. Monitor suhu dan angka WBC
5. Tidak terdapat 9. Kolaborasi pemberian antibiotik
kegelisahan(5) 10. Posisikan pasien pada posisi semifowler
6. Tidak terdapat lesu(5) 11. Minimalkan stimuli dari lingkungan
7. Tidak terdapat kecemasan(5)
8. Tidak ada agitasi(5) Cerebral Perfussion Promotion
9. Tidak terdapat muntah(5) 1. Kolaborasi dengan dokter untuk menentukan parameter
10. Tidak pingsan(5) hemodinamik yang diperlukan,
2. pertahankan posisi kepala pasien lebih tinggi 15 derajat
3. hindari aktivitas secara tiba-tiba
4. pertahankan serum glukosa pada rentang normal
5. monitor tanda-tanda perdarahan
6. monitor status neurologi

2 Nyeri akut NOC : Manajemen nyeri (Pain Management) :


Berhubungan dengan: Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 agen cedera biologis keperawatan Pain Control 2. Kaji nyeri secara komprehensif meliputi (lokasi,
dengan kriteria hasil : karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
1. Mengenali faktor penyebab nyeri)
(5) 3. Kaji skala nyeri
2. Mengenali onset (lamanya 4. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat
sakit) (5) mengekspresikan nyeri
3. Menggunakan metode 5. Kaji factor yang dapat menyebabkan nyeri timbul
pencegahan untuk 6. Anjurkan pada pasien untuk cukup istirahat
mengurangi nyeri(5) 7. Control  lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
4. Menggunakan metode 8. Monitor tanda tanda vital
nonanalgetik untuk 9. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi (relaksasi) untuk
mengurangi nyeri (5) mengurangi nyeri
5. Mengunakan analgesik 10. Jelaskan factor factor yang dapat mempengaruhi nyeri
sesuai dengan kebutuhan (5) 11. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
6. Mencari bantuan tenaga Analgesic Administration
kesehatan(5) 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
7. Melaporkan gejala pada sebelum pemberian obat
petugas kesehatan (5) 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
8. Mengenali gejala gejala 3. Cek riwayat alergi
nyeri(5) 4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
9. Melaporkan nyeri  yang analgesik ketika pemberian lebih dari satu
sudah terkontrol(5) 5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)

3. Resiko Aspirasi NOC : NIC:


Faktor resiko : Setelah dilakukan tindakan Aspiration precaution
 Penurunan tingkat keperawatn aspirasi terkontrol 1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan
kesadaran dengan kriteria : menelan
 Gangguan menelan 1. Identifikasi faktor 2. Monitor status paru
 Gangguan reflek risiko(5) 3. Pelihara jalan nafas
 Penurunan motilitas 2. Terhindar dari faktor 4. Lakukan suction jika diperlukan
gastrointestinal risiko(5) 5. Cek nasogastrik sebelum makan
3. Posisikan dengan 6. Hindari makan kalau residu masih banyak
meninggikan kepala ada 7. Potong makanan kecil kecil
saat makan dan 8. Haluskan obat sebelumpemberian
minum(5) 9. Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan
4. Pilih makanan sesuai
dengan
kemampuannya(5)
5. Posisikan senyaman
mungkin pada saat
makan dan minum(5)
6. Jaga keamanan pada saat
makan dan minum(5)
4. Resiko Injury/ cedera NOC : NIC : Environment Management (Manajemen lingkungan)
Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Faktor resiko :
keperawatan risiko cedera 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan
- Disfungsi sensorik
terkontrol dengan kriteria kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat
(penekanan sensorik
sebagai berikut : penyakit terdahulu pasien
patologi intrakranial )
1. Klien terbebas dari 3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya
- Penurunan
cedera(5) memindahkan perabotan)
ketidaksadaran
2. Klien mampu menjelaskan 4. Memasang side rail tempat tidur
cara/metode 5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
untukmencegah 6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau
injury/cedera(5) pasien.
3. Klien mampu menjelaskan 7. Membatasi pengunjung
factor resiko dari 8. Memberikan penerangan yang cukup
lingkungan/perilaku 9. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
personal(5) 10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
4. Mampumemodifikasi gaya 11. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
hidup untukmencegah 12. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
injury(5) pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
5. Menggunakan fasilitas penyebab penyakit.
kesehatan yang ada(5)
6. Mampu mengenali
perubahan status
kesehatan(5)

5. Defisit perawatan diri NOC : NIC :


Faktor yang berhubungan : Setelah dilakukan tindakan Self Self Care assistance : ADLs
 kelemahan care : Activity of Daily Living 1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
 kerusakan kognitif atau (ADLs) terpenuhi dengan mandiri.
perceptual kriteria sebagai berikut: 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
 kerusakan neuromuskular/ 1. Klien terbebas kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
otot-otot saraf dari bau badan(5) 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
2. Menyatakan melakukan self-care.
kenyamanan terhadap 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
kemampuan untuk normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
melakukan ADLs(5) 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan
3. Dapat ketika klien tidak mampu melakukannya.
melakukan ADLS dengan 6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,
bantuan(5) untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu
untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.

6. Kerusakan integritas kulit NOC : NIC :


Faktor yang berhubungan : Setelah dilakukan tindakan Perawatan luka (wound care)
Eksternal : keperawatan Tissue Integrity : 1. Ganti balutan
- Immobilitas fisik Skin and Mucous Membranes 2. Bersihkan rambut diarea luka
Internal : adekuat dengan kriteria hasil : 3. Kaji karakteristik luka meliputi : cairan, warna, ukuran
- Perubahan sensasi 1. Integritas kulit yang baik 4. Bersihkan menggunakan NaCl / normal saline / pembersih
bisa dipertahankan non toksik
(sensasi, elastisitas, 5. Berikan perawatan diarea insisi
temperatur, hidrasi, 6. Berikan perawatan pada daerah ulcer
pigmentasi) (5) 7. Berikan balutan sesuai dengan tipe luka
2. Tidak ada luka/lesi pada 8. Jaga kesterilan dalam melakukan perawatan luka
kulit(5) 9. Ganti balutan jika terdapat banyak eksudat
3. Perfusi jaringan baik(5) 10. Bandingkan laporan perkembangan luka setiap hari
4. Menunjukkan pemahaman 11. Ganti posisi pasien setiap 2 jam sekali
dalam proses perbaikan 12. Anjurkan untuk mengkonsumsi cairan yang adekuat
kulit dan mencegah 13. Anjurkanpengaturan makanan yang seimbang
terjadinya sedera 14. Anjurkan pasien atau keluarga untuk melaporkan jika ada
berulang(5) tanda dan gejala infeksi
5. Mampu melindungi kulit 15. Catat kondisi luka di buku perkembangan pasien
dan mempertahankan Pressure Management
kelembaban kulit dan 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
perawatan alami(5) 2. Hindari kerutan padaa tempat tidur
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
tertekan
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Joanne McClaskey. (2004). Nursing Interventions Classification (NIC).


United states of America: Mosby
Hudak, C. M. Gallo, B. M. (1996). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistic Edisi holistik
volume II. Jakarta: EGC.
Johnson, Marion, et.al. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). United states of
America: Mosby.
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: salemba medika.
Price, Sylvia A. (2002).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Smeltzer, Suzanne. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai