Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEPERAWATAN ANAK
“ DSS (DENGUE SYOK SINDROM)”
DI RUANG ASOKA
RSUD BANGIL

DISUSUN OLEH :
SITI FATIMAH TUS ZAHROH
NIM : 14201.10.18035

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
DSS (DENGUE SYOK SYNDROM)
DI RUANG ASOKA
RSUD BANGIL

Bangil, 04 Oktober 2022

Mahasiswa

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik


A. Anatomi Fisiologi
Anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan penyakit DSS
adalahsystem sirkulasi. System sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan
makanan dan oksigen dari traktus distivus dari paru-paru ke sela-sela tubuh.
Selain itu, system sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa
metabolisme dari sel- sel ginjal, paru-paru dan kulit yang merupakan tempat
ekskresi pembuluh darah (Ethel Sloane 2019).
a. Pembuluh Darah

1. Struktur
Dinding arteri terdiri atas tiga lapis, yaitu :
a. Tunika adventisia, lapisan terluar yang terdiri atas jaringan ikat yang
fibrus
b. Tunika media, lapisan tengah yang berotot dan elastik
c. Tunika intima, lapisan dalam yang endotelial
2. Jenis – Jenis
a. Arteri dan Arteriol
Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang membawa
darah keluar dari jantung, selalu membawa darah segar berisi O2,
kecuali arteri pulmoner yang membawa darah ’kotor’ yang
memerlukan oksigenasi.Arteri yang besar disebut Aorta yang
diameternya ± 25 mm (1 inchi) dan memiliki banyak sekali cabang.
Arteri dan arteriol berukuran 4 mm (0,16 inchi) saat mencapai
jaringan.Arteri dan arteriol memperoleh perdarahan dari sebuah
sistem pembuluh yang khusus, yang dikenal sebagai vasa vasorum;
keduanya juga disarafi oleh serabut – serabut saraf yang ramping
yang melingkari dinding pembuluh darah.
b. Vena dan Venula

Vena dan venula membawa darah ke arah jantung dan selalu


membawa darah yang miskin akan oksigen, kecuali vena
pulmoner.Struktur dinding vena yang tipis dan sedikit ototnya
memungkinkan dinding vena mengalami distensi lebih besar dibanding
arteri.Sistem saraf simpatis yang mempersarafi otot vena dapat
merangsang vena untuk berkontriksi sehingga menurunkan volume
vena dan menaikkan volume darah dalam sirkulasi umum.
c. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil dan disitu arteriol
berakhir dan venula mulai. Kapiler membentuk jalinan pembuluh
darah bercabang – cabang di dalam sebagian besar jaringan
tubuh.Dinding kapiler tidak memiliki otot polos maupun adventisia
dan tersusun hanya oleh satu lapis sel endotel. Diameter kapiler ± 5 –
10 µm. Struktur dinding kapiler yang tipis ini memungkinkan transpor
nutrisi yang cepat dan efisien ke sel dan mengangkut sisa metabolisme.

d. Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe merupakan sistem kmpleks pembuluh berdinding tipis
yang mirip dengan kapiler darah. Pembuluh limfe berfungsi untuk
mengumpulkan cairan limfa dari jaringan dan organ serta mengangkat
cairan tersebut ke sirkulasi vena.
3. Sirkulasi Darah

Sirkulasi darah dalam tubuh ada dua, yaitu :


a. Sirkulasi Sistemik
Darah dari ventrikel kiri (jantung) → aorta → arteri → arteriola →
kapiler → venula → vena cava inferior dan superior → atrium kanan
(jantung)
b. Sirkulasi Pulmonal
Darah dari ventrikel kanan (jantung) → arteri pulmonalis → paru –
paru kanan dan kiri → vena pulmonalis → atrium kiri (jantung)
4. Kebutuhan Sirkulasi Jaringan
Presentasi aliran darah yang diterima oleh organ atau jaringan tertentu
ditentukan oleh kecepatan metabolisme jaringan, ketersediaan oksigen,
dan fungsi jaringan. Ketika terjadi peningkatan kebutuhan metabolisme,
pembuluh darah akan berdilatasi untuk meningkatkan aliran O2 dan nutrisi
ke jaringan. Apabila pembuluh darah gagal berdilatasi, maka akan terjadi
ischemic jaringan.
5. Aliran Darah
Aliran darah terjadi disebabkan karena perbedaan tekanan darah antara
sistem arteri (± 100 mmHg) dan vena (± 4 mmHg) dan cairan selalu
mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke tekanan rendah.
6. Tahanan Hemodinamika
Faktor terpenting pada sistem vaskuler yang menentukan tahanan adalah
jari – jari pembuluh darah. Peningkatan hematokrit yang sangat tinggi
dapat meningkatkan kekentalan darah dan menurunkan aliran darah
kapiler.
b. Darah
Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena
berbentuk cairan. Darah diproduksi di sumsum tulang dan nodus limfa.
Cairan darah tersusun atas komponen – komponen, yaitu :
1. Serum Darah / Plasma. Serum atau plasma darah terdiri atas :
a. Air (91,0 %)
b. Protein (8,0 %) : Albumin, Globulin, Protrombin, dan Fibrinogen
c. Mineral (0,9 %) : NaCl, Na2CO2, garam dan kalsium, P, Mg, Fe
d. Bahan organik : glukosa, lemak, urea, asam urat, kreatinin,
kolesterol, asam amino
e. Gas : O2 dan CO2
f. Hormon – hormon
g. Enzim
h. Antigen
2. Sel Darah. Sel darah dibagi menjadi :
a. Sel darah merah (Eritrosit)
Bentuk eritrosit adalah cakram bikonkaf, cekung pada kedua sisinya
sehingga dilihat dari samping tampak seperti dua buah bulan sabit
yang saling bertolak belakang. Diameternya ± 8 µm.Volume eritrosit
sekitar 90 m3 dan membrannya sangat tipis sehingga O2 dan CO2
dapat dengan mudah berdifusi. Eritrosit tersusun terutama oleh
hemoglobin, yaitu protein yang kaya akan zat besi (Pearce, 1997 :
134) sehingga memungkinkan dapat menjalankan fungsi utamanya
sebagai transport O2 antara paru dan jaringan.Rata – rata panjang
hidup eritrosit ± 115 hari. Sel menjadi usang dan dihancurkan dalam
sistema retikulo-endotelial, terutama dalam limfa dan hati. Bila
terjadi perdarahan, maka eritrosit dan Hb hilang. Pada perdarahan
sedang, eritrosit diganti dalam waktu beberapa minggu berikutnya.
Namun, apabila kadar Hb turun sampai 40 % atau di bawahnya,
maka perlu transfusi darah. Nilai normal eritrosit adalah 4.500.000 –
5.500.000 / mm3.
b. Sel darah putih (Leukosit)
Nilai normal leukosit adalah 5.000 – 10.000 / mm 3. Leukosit
berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap invasi bakteri atau benda
asing. Leukosit dibagi dalam dua kategori, yaitu :
a. Granulosit (60 %)
Granulosit ditentukan oleh adanya granula dalam sitoplasmanya.
Diameternya 2 – 3 kali dari eritrosit. Granulosit dibagi dalam tiga
sub grup, yaitu :
1. Eosinofil :granula berwarna merah terang dalam
sitoplasmanya
2. Basofil :granula berwarna biru
3. Netrofil :granula berwarna ungu pucat
Eosinofil dan Basofil berfungsi sebagai tempat penyimpanan
berbagai material biologis kuat, seperti histamin, serotonin, dan
heparin.
b. Leukosit Mononuklear (Agranulosit) (40 %)
Agranulosit merupakan leukosit dengan inti satu lobus dan
sitoplasmanya bebas granula.
Agranulosit terdiri atas :
1. Limfosit
Dalam darah orang dewasa terdapat 30 % limfosit. Limfosit
diproduksi oleh nodus limfe dan jaringan limfoid usus, limfa,
dan kelenjar timus dari sel prekursor yang berasal sebagai sel
stem sumsum. Limfosit berfungsi untuk menghasilkan
substansi yang membantu penyerangan benda asing. Limfosit
dapat dikelompokan menjadi :
a. Limfosit T yang berfungsi untuk membunuh sel secara
langsung atau menghasilkan berbagai limfokin, yaitu
suatu substansi yang memperkuat aktivitas sel fagositik.
b. Limfosit B yang berfungsi untuk menghasilkan antibodi.
2. Monosit
Dalamdarah orang dewasa terdapat 5 % monosit. Monosit
diproduksi oleh sumsum tulang dan dapat berubah menjadi
histiosit jaringan, termasuk sel Kupfer di hati, makrofag
peritoneal, makrofag alveolar, dan komponen lain sistem
retikuloendotelial.
3. Butir pembeku (Trombosit)
Nilai normal trombosit adalah 150.000 – 450.000 / mm3.
Trombosit merupakan partikel kecil dengan diameter 2 – 4
µm yang terdapat dalam sirkulasi plasma darah. Trombosit
dibentuk oleh fragmentasi sel raksasa sumsum tulang
(megakariosit) dan produksi trombosit diatur oleh
tromboprotein.Trombosit berperan dalam mengontrol
perdarahan. Apabila terjadi cedera vaskuler, maka trombosit
menggumpal pada tempat cedera tersebut. Substansi yang
dilepaskan dari granula trombosit dan sel darah lainnya
menyebabkan trombosit menmpel satu sama lain dan
membentuk tambalan / sumbatan. Substansi lain dilepaskan
dari trombosit untuk mengaktifasi faktor pembekuan dalam
plasma darah.
Pembekuan darah adalah proses dimana komponen cairan
darah ditransformasi menjadi material semisolid yang dinamakan
bekuan darah (Smeltzer & Bare,2020). Bekuan darah tersusun
terutama oleh sel – sel darah yang terperangkap dalam jaring –
jaring fibrin. Faktor pembekuan darah terdiri dari :
 Faktor I : Fibrinogen
 Faktor II : Protrombin
 Faktor III: Tromboplastin jaringan
 Faktor IV: Kalsium
 Faktor V: Labil
 Faktor VII: Faktor stabil
 Faktor VIII: Faktor antihemofilik
 Faktor IX: Faktor Christmas
 Faktor X: Faktor Stuart – Power
 Faktor XI: (anteseden) Plasma tromboplastin
 Faktor XII: Faktor Hageman

B. Definisi
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian. Dengue Syok
Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue disertai dengan
manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan.Dengue Syok Syndrome (DSS)
adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) (Aryati, 2019).

C. Klasifikasi
Fase-fase pada DBD:
1. Fase inkubasi : 9 – 11 hari
2. Fase akut : hari ke 1 – 3
3. Fase kritis : hari 4 – 6
4. Fase penyembuhan : hari 7 – 10
Apabila setelah hari ke 7 masih terjadi kenaikan suhu badan perlu dipikirkan
3 hal:
1. Proses pirogen : karena infuse terlalu lama
2. Proses alergi
3. Proses infeksi
D. Etiologi
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke
dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe
yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut
terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara
serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini
berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia
misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel-sel Arthropoda
misalnya sel aedes Albopictus
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya. Nyamuk Aedes
Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus
dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk
Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan
dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air
bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah
(Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-lubang
pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya (Aedes Albopictus).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya
maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak
sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue
yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue
Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi
yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah
mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
E. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal seluruh badan, hiperemi di tenggorokan, timbulnya ruam dan
kelainan yang mungkin muncul pada sistem retikuloendotelial seperti
pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF
disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DD dan DBD ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem
kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat
berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum,
pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat
kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan,
asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain kematian pada DBD adalah
perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran
darah. Kelainan sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati
yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi sistem koagulasi.
Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan
perdarahan hebat
F. Pathway
G. Manifestasi Klinis
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan
berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
anoreksia. Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan
rasa lemah dapat menyetainya (Dr. Irwan. 2019)
1. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan
umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif
mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura.
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian
atas hingga menyebabkan haematemesis.
2. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun
pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan
akan tejadi renjatan pada penderita (Soedarto, 1995).
3. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya
penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit
lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis
disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukan prognosis yang buruk.
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya,
tanda dan gejala lain adalah :
1. Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
2. Asites.
3. Cairan dalam rongga pleura (kanan).
4. Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma
Manifestasi klinis dari DHF dapa dilihat dari klasifikasi atau
derajatnya. Menurut derajat ringannya penyakit.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 tingkat yaitu :
1. Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan
spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis,
melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti
nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg)
tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik
dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140
mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Torniquet
Tes tourniquet (Rumpel-Lende)/ tes kerapuhan kapiler merupakan
metode diagnostik klinis untuk menentukan kecenderungan perdarahan
pada pasien. Penilaian kerapuhan dinding kapiler digunakan untuk
mengidentifikasi trombositopinia. Metode ini merupakan syarat diagnosis
DBD menurut WHO. Langkah tes torniquet :
a. Pra Analitik
 Persiapan pasien : tidak memerlukan persiapan khusus
 Prinsip : Membuat kapiler anoksia dengan membendung daerah
vena. Dengan terjadinya anoksia dan penambahan tekanan internal
akan terlihat kemampuan kapiler bertahan. Jika ketahanan kapiler
turun akan timbul petechie dikulit
 Alat bahan : tensimeter, stetoskop, timer, spidol
b. Analitik
 Pasang manset tensimeter pada lengan atas. Tentukan tekanan
sistolik (TS) dan tekanan diastolik (TD)
 Buat lingkaran pada volar lengan bawah dengan radius 3cm,
 Pasang lagi tensimeter dan buatlah tekanan sebesar ½ x (TS+TD),
pertahankan tekanan ini selama 5 menit.
 Longgarkan manset lalu perhatikan ada tidaknya petechie dalam
lingkaran yang dibuat
c. Post Analitik
 < 10 : normal/negatif
 10-20 : dubia (ragu-ragu)
 >20 : abnormal (positif)
2. Labolatorium
 Hb dan PCV meningkat ( ³ 20% )
 Leukopeni ( mungkin normal atau lekositosis )
 Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder
 Pada renjatan yang berat, periksa :Hb, PCV berulang kali ( setiap
jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan), Faal
hemostasis, FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatinin serum.
 Hemokonsentrasi yaitu terjadi peningkatan nilai hematokrit > 20%.
Meningginya hematokrit sangat berhubungan demean beratnya
renjatan. Hemokonsentrasi selalu mendahului perubahan tekanan
Darah dan nadi, oleh kerena itu pemeriksan hematokrit secara
berkala dapat menentukan yang tepat penghentian pemberian cairan
atau darah.
 Trombositopenia, akan terjadi penurunan trombosit sampai dibawah
100.000 mm3
 Sediaan hapusan Darah tepi, terdapat fragmentosit, yang menand
akan terjadinya hemolisis
 Sumsum tulang, terdapatnya hipoplasi sistem eritropoetik disertai
hiperplasi sistem RE dan terdapatnya makrofag dengan agositosis
dari bermacam jenissel
 Elektrolit, : hiponatremi (135 mEq/l). terjadi hiponatremi karena ada
banyak kebocoran plasma, anoreksia, keluarnya keringat, muntah
dan intake yang kurang
 Hiperkalemi , asidosis metabolic
 Tekanan nonkotik koloid menurun, protein plasma menurun,Serum
transaminasi meningkat.
3. Pemeriksaan Radiologis
 Pemeriksaan foto roentgen dada, bisa didapatkan efusi pleura terutama
pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat,
efusi dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto dada
sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan. Pemeriksaan foto dada
dilakukan atas indikasi dalam keadaan klinis ragu-ragu dan pemantauan
klinis, sebagai pedoman pemberian cairan.
 USG: untuk mendeteksi adanya asites dan juga efusi pleura.(Aryati,
2019).

I. Penatalaksanaan

Penanganan renjatan pada DBD merupakan suatu masalah yang sangat


penting diperhatikan, oleh karena angka kematian akan meninggi bila
renjatan tidak ditanggulangi secara dini dan adekuat.Dasar penanganan
renjatan DBD ialah volume replacement atau penggantian cairan
intravascular yang hilang, sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang
menimbulkan peninggian permeabilitas sehingga mengakibatkan plasma
leakage.Prinsip pengobatan Dengue Shock Syndrome (DSS):

 Atasi segera hipovolemia


 Lanjutkan penggantian cairan yang terus keluar dari pembuluh darah
selama 12 – 24 jam, atau paling lama 48 jam
 Koreksi keseimbangan asam basa
 Beri darah segera bila terjadi perdarahan hebat.

Mengatasi renjatan (volume replacement)


a. Jenis cairanJenis cairan yang dipakai ialah:
 Ringer laktat
 Glukosa 5% dalam half strength NaC1 0,9%
 RL-D5, dapat dibuat dengan jalan mengeluarkan 62,5 cc cairan RL,
kemudian ditambahkan D40% sebanyak 62,5 cc.
 NaC1 0,9%; D10, aa ditambahkan Natrium Bikarbonat 7,5%
sebanyak 2 cc/ kgBB.
b. Plasma/ plasma ekspander
 Diperlukan pada penderita renjatan berat, atau pada penderita yang
tidak segera mengalami perbaikan dengan cairan kristaloid di atas.
 Bila dapat cepat disiapkan, diberikan sebagai pengganti cairan a.1,
setelah itu cairan pertama dilanjutkan lagi.
 Setelah pemberian cairan a.1, nilai hematokrit masih tinggi dan
hitung trombosit masih rendah.
 Dosis yang diberikan 10 – 20 ml/ kg.bb dalam waktu 1-2 jam
 Apabila nadi/ tekanan darah masih jelek atau hematokrit masih
tinggi, dapat ditambahkan plasma 10 ml/kh.bb setiap jam sampai
total 40 ml/ kg.bb.
c. Plasma ekspander yang dapat digunakan adalah:
 Plasbumin (human albumin 25%)
 Plasmanate (plasma, protein, fleksion 5%)
 Plasmafuchin
 Dextran L 40
d. Pemberian obat-obatan:
 Antibiotic
 Antivirus
 Heparin
 Kartikosteroid
 Carbazochrom Sodium Sulfonat
 Dopamine
 Sedative anti konvulsen
 Antasida
 Diuretika
 Digitalisasi
Panatalkasanaan terdiri dari:
a. Pencegahan
Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk flavivirus
demam berdarah. Pencegahan utama demam berdarah terletak pada
menghapuskan atau mengurangi vector nyamuk demam berdarah.
Cara pencegahan DBD:
1. Bersihkan tempat menyimpan air (bak mandi, wc)
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air
3. Kubur atatu buanglah pada tempatnya barang-barang bekas (kaleng,
botol bekas)
4. Tutuplah lubang-lubang, pagar pada pagar gambu dengan tanah.
5. Lipatlah pakaian atau kain yang bergantungan dalam kamar agar
nyamuk tidak hinggap di situ.
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin untuk membunuh
jintik-jintik nyamuk (ulangi hal ini setiap 2 sampai 3 bulan sekali.
b. Pengobatan
Pengobatan penderita demam berdarah adalah dengan cara:
1. Penggantian cairan tubuh
2. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter sampai 2 liter dalam 24
jam
3. Gastroenteritis oral solution atau krital diare yaitu garam elektrolid
(oralit kalau perlu 1 sendok makan setiap 3 sampai 5 menit)
4. Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit diperlukan untuk
mencegah terjadinya syok yang dapat terjadi secara tepat.
5. Pemasangan infuse NaC1 atau Ringer melihat keperluannya dapat
ditambahkan, plasma atau plasma expander atau preparat hemasel.
Antibiotic diberikan bila ada dugaan infeksi sekunder.
1. Keperawatan
a. Memonitor vital sign
b. Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang
c. Memonitor tanda dehidrasi dan overhidrasi
d. Memonitor tanda-tanda syok
e. Memonitor perdarahan dan kebocoran plasma
f. Mengelola infuse dan tranfusi
g. Memenuhi kebutuhan nutrisi
h. Mengontrol dan mengatasi demam
i. Tirah baring
j. Mengelola pemberian oksigen jika diperlukan
2. Medis
a. Terapi intravena: RL, Asering
b. Transfusi sesuai kebutuhan: plasma, trombosit, whole blood
c. Antipiretik: paracetamol 10 mg/kg BB/pemberian. Tidak boleh
diberikan aspirin, Proris/ ibuprofen dapat memperberat
trombositopenia
d. Oksigtenasi jika diperlukan

J. Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD derajat I-IV.
2. Asidosis metabolik
3. Perdarahan masif
4. Gagal ginjal
5. Odema otak
6. Edema pulmoner
7. Infeksi sekunder
8. Asites akibat masuknya cairan ke rongga peritoneum karena peningkatan
permeabilitas pembuluh darah kapiler.
9. Efusi pleura akibat terjadinya kebocoran plasma pada paru terjadi
pengumpulan cairan dalam rongga pleura
K. AskepTeori
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF, paling sering menyerang anak – anak
dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat,
pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan
orang tua.
b. Keluhan Utama
Alasan / keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan lemah sampai penurunan
kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dan saat demam, kesadaran compos mentis-koma.
Turunnya panas terjadi antara hari ke – 3 dan ke – 7, dan kondisi
semakin lemah. Kadang – kadang disertai dengan keluhan batuk
pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare / konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan
bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada
kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis.
d. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak bisa
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
e. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan
yang kurang bersih, seperti air yang menggenang dan gantungan
baju di kamar.
f. Pola Kebiasaan
1. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu
makan berkurang, dan nafsu makan menurun.
2. Eliminasi alvi (buang air besar): Kadang – kadang anak
mengalami diare / konstipasi. Sementara DHF grade III – IV
bisa terjadi melena.
3. Eliminasi urine (buang air kecil): perlu dikaji apakah sering
kencing, sedikit / banyak, sakit / tidak. Pada DHF grade IV
sering terjadi hematuria.
4. Tidur dan istirahat: sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit / nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas
dan kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
5. Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan
tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
6. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
untuk menjaga kesehatan.
g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan
tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik anak adalah sebagai berikut :
a. Grade I : kesadaran compos mentis,
keadaan umum lemah, tanda – tanda vital dannadi lemah.
b. Grade II :kesadaran compos mentis,
keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan : ptekie,
perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur.
c. Grade III :kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun.
d. Grade IV :kesadaran coma, tanda – tanda vital : nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur,
ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.

1. Sistem Integumen
Adanya ptekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul
keringat dingin, dan lembab. Kuku sianosis / tidak.
2. Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam
(flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan
(epsitaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut didapatkan
bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri
telan. Sementara tenggorokan mengalami hiperemia pharing
dan terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III, IV).
3. Dada
Bentuk simetris dan kadang – kadang terasa sesak. Pada foto
thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah
kanan (efusi pleura), rales +, ronchi + yang biasanya terdapat
pada grade III dan IV.
4. Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan
asites.
5. Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, dan tulang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
c. Resiko tinggi terjadinya hipovolemik syok berhubungan dengan
berkurangnya volume intravaskular.
d. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan penurunan
trombosit.
e. Gangguan aktivitas sehari–hari berhubungan dengan kelemahan
fisik.
f. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah, nyeri ulu hati.
3. Intervensi Keperawatan
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue Regulasi
temperatur
 observasi
1. monitor sushu tubuh anak tiap 2 jam jika perlu
2. monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia dan
hipertermia
 terapeutik
1. tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang ade kuat
2. sesuaikan suhu lingkungan dengan pasien
 edukasi
jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat strok
 kolaborasi
kolaborasi pemberian antipiretik jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

M. Ester, dkk. 2019. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:

EGC.

Dr. Irwan. 2019. Epidimiologi Penyakit Menular. Jakarta: Gramedia.

Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2020). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas

Kedokteran UI : Media Aescullapius : Jakarta.

Aryati. 2019. Demam Berdarah Denguege Tinjauan Laboratoris. Surabaya

Erlangga University.

Ethel Sloane. 2018. Anatomi dan fisiologi. Jakarta : EGC.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia definisi

dan tindakan keperawatan. 2018. Edisi 1 : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai