KEPERAWATAN ANAK
“ DSS (DENGUE SYOK SINDROM)”
DI RUANG ASOKA
RSUD BANGIL
DISUSUN OLEH :
SITI FATIMAH TUS ZAHROH
NIM : 14201.10.18035
Mahasiswa
1. Struktur
Dinding arteri terdiri atas tiga lapis, yaitu :
a. Tunika adventisia, lapisan terluar yang terdiri atas jaringan ikat yang
fibrus
b. Tunika media, lapisan tengah yang berotot dan elastik
c. Tunika intima, lapisan dalam yang endotelial
2. Jenis – Jenis
a. Arteri dan Arteriol
Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang membawa
darah keluar dari jantung, selalu membawa darah segar berisi O2,
kecuali arteri pulmoner yang membawa darah ’kotor’ yang
memerlukan oksigenasi.Arteri yang besar disebut Aorta yang
diameternya ± 25 mm (1 inchi) dan memiliki banyak sekali cabang.
Arteri dan arteriol berukuran 4 mm (0,16 inchi) saat mencapai
jaringan.Arteri dan arteriol memperoleh perdarahan dari sebuah
sistem pembuluh yang khusus, yang dikenal sebagai vasa vasorum;
keduanya juga disarafi oleh serabut – serabut saraf yang ramping
yang melingkari dinding pembuluh darah.
b. Vena dan Venula
d. Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe merupakan sistem kmpleks pembuluh berdinding tipis
yang mirip dengan kapiler darah. Pembuluh limfe berfungsi untuk
mengumpulkan cairan limfa dari jaringan dan organ serta mengangkat
cairan tersebut ke sirkulasi vena.
3. Sirkulasi Darah
B. Definisi
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian. Dengue Syok
Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue disertai dengan
manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan.Dengue Syok Syndrome (DSS)
adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) (Aryati, 2019).
C. Klasifikasi
Fase-fase pada DBD:
1. Fase inkubasi : 9 – 11 hari
2. Fase akut : hari ke 1 – 3
3. Fase kritis : hari 4 – 6
4. Fase penyembuhan : hari 7 – 10
Apabila setelah hari ke 7 masih terjadi kenaikan suhu badan perlu dipikirkan
3 hal:
1. Proses pirogen : karena infuse terlalu lama
2. Proses alergi
3. Proses infeksi
D. Etiologi
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke
dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe
yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut
terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara
serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini
berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia
misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel-sel Arthropoda
misalnya sel aedes Albopictus
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya. Nyamuk Aedes
Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus
dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk
Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan
dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air
bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah
(Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-lubang
pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya (Aedes Albopictus).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya
maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak
sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue
yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue
Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi
yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah
mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
E. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal seluruh badan, hiperemi di tenggorokan, timbulnya ruam dan
kelainan yang mungkin muncul pada sistem retikuloendotelial seperti
pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF
disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DD dan DBD ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem
kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat
berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum,
pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat
kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan,
asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain kematian pada DBD adalah
perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran
darah. Kelainan sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati
yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi sistem koagulasi.
Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan
perdarahan hebat
F. Pathway
G. Manifestasi Klinis
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan
berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
anoreksia. Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan
rasa lemah dapat menyetainya (Dr. Irwan. 2019)
1. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan
umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif
mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura.
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian
atas hingga menyebabkan haematemesis.
2. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun
pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan
akan tejadi renjatan pada penderita (Soedarto, 1995).
3. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya
penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit
lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis
disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukan prognosis yang buruk.
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya,
tanda dan gejala lain adalah :
1. Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
2. Asites.
3. Cairan dalam rongga pleura (kanan).
4. Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma
Manifestasi klinis dari DHF dapa dilihat dari klasifikasi atau
derajatnya. Menurut derajat ringannya penyakit.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 tingkat yaitu :
1. Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan
spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis,
melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti
nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg)
tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik
dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140
mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Torniquet
Tes tourniquet (Rumpel-Lende)/ tes kerapuhan kapiler merupakan
metode diagnostik klinis untuk menentukan kecenderungan perdarahan
pada pasien. Penilaian kerapuhan dinding kapiler digunakan untuk
mengidentifikasi trombositopinia. Metode ini merupakan syarat diagnosis
DBD menurut WHO. Langkah tes torniquet :
a. Pra Analitik
Persiapan pasien : tidak memerlukan persiapan khusus
Prinsip : Membuat kapiler anoksia dengan membendung daerah
vena. Dengan terjadinya anoksia dan penambahan tekanan internal
akan terlihat kemampuan kapiler bertahan. Jika ketahanan kapiler
turun akan timbul petechie dikulit
Alat bahan : tensimeter, stetoskop, timer, spidol
b. Analitik
Pasang manset tensimeter pada lengan atas. Tentukan tekanan
sistolik (TS) dan tekanan diastolik (TD)
Buat lingkaran pada volar lengan bawah dengan radius 3cm,
Pasang lagi tensimeter dan buatlah tekanan sebesar ½ x (TS+TD),
pertahankan tekanan ini selama 5 menit.
Longgarkan manset lalu perhatikan ada tidaknya petechie dalam
lingkaran yang dibuat
c. Post Analitik
< 10 : normal/negatif
10-20 : dubia (ragu-ragu)
>20 : abnormal (positif)
2. Labolatorium
Hb dan PCV meningkat ( ³ 20% )
Leukopeni ( mungkin normal atau lekositosis )
Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder
Pada renjatan yang berat, periksa :Hb, PCV berulang kali ( setiap
jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan), Faal
hemostasis, FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatinin serum.
Hemokonsentrasi yaitu terjadi peningkatan nilai hematokrit > 20%.
Meningginya hematokrit sangat berhubungan demean beratnya
renjatan. Hemokonsentrasi selalu mendahului perubahan tekanan
Darah dan nadi, oleh kerena itu pemeriksan hematokrit secara
berkala dapat menentukan yang tepat penghentian pemberian cairan
atau darah.
Trombositopenia, akan terjadi penurunan trombosit sampai dibawah
100.000 mm3
Sediaan hapusan Darah tepi, terdapat fragmentosit, yang menand
akan terjadinya hemolisis
Sumsum tulang, terdapatnya hipoplasi sistem eritropoetik disertai
hiperplasi sistem RE dan terdapatnya makrofag dengan agositosis
dari bermacam jenissel
Elektrolit, : hiponatremi (135 mEq/l). terjadi hiponatremi karena ada
banyak kebocoran plasma, anoreksia, keluarnya keringat, muntah
dan intake yang kurang
Hiperkalemi , asidosis metabolic
Tekanan nonkotik koloid menurun, protein plasma menurun,Serum
transaminasi meningkat.
3. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto roentgen dada, bisa didapatkan efusi pleura terutama
pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat,
efusi dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto dada
sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan. Pemeriksaan foto dada
dilakukan atas indikasi dalam keadaan klinis ragu-ragu dan pemantauan
klinis, sebagai pedoman pemberian cairan.
USG: untuk mendeteksi adanya asites dan juga efusi pleura.(Aryati,
2019).
I. Penatalaksanaan
J. Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD derajat I-IV.
2. Asidosis metabolik
3. Perdarahan masif
4. Gagal ginjal
5. Odema otak
6. Edema pulmoner
7. Infeksi sekunder
8. Asites akibat masuknya cairan ke rongga peritoneum karena peningkatan
permeabilitas pembuluh darah kapiler.
9. Efusi pleura akibat terjadinya kebocoran plasma pada paru terjadi
pengumpulan cairan dalam rongga pleura
K. AskepTeori
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF, paling sering menyerang anak – anak
dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat,
pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan
orang tua.
b. Keluhan Utama
Alasan / keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan lemah sampai penurunan
kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dan saat demam, kesadaran compos mentis-koma.
Turunnya panas terjadi antara hari ke – 3 dan ke – 7, dan kondisi
semakin lemah. Kadang – kadang disertai dengan keluhan batuk
pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare / konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan
bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada
kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis.
d. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak bisa
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
e. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan
yang kurang bersih, seperti air yang menggenang dan gantungan
baju di kamar.
f. Pola Kebiasaan
1. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu
makan berkurang, dan nafsu makan menurun.
2. Eliminasi alvi (buang air besar): Kadang – kadang anak
mengalami diare / konstipasi. Sementara DHF grade III – IV
bisa terjadi melena.
3. Eliminasi urine (buang air kecil): perlu dikaji apakah sering
kencing, sedikit / banyak, sakit / tidak. Pada DHF grade IV
sering terjadi hematuria.
4. Tidur dan istirahat: sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit / nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas
dan kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
5. Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan
tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
6. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
untuk menjaga kesehatan.
g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan
tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik anak adalah sebagai berikut :
a. Grade I : kesadaran compos mentis,
keadaan umum lemah, tanda – tanda vital dannadi lemah.
b. Grade II :kesadaran compos mentis,
keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan : ptekie,
perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur.
c. Grade III :kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun.
d. Grade IV :kesadaran coma, tanda – tanda vital : nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur,
ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.
1. Sistem Integumen
Adanya ptekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul
keringat dingin, dan lembab. Kuku sianosis / tidak.
2. Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam
(flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan
(epsitaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut didapatkan
bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri
telan. Sementara tenggorokan mengalami hiperemia pharing
dan terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III, IV).
3. Dada
Bentuk simetris dan kadang – kadang terasa sesak. Pada foto
thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah
kanan (efusi pleura), rales +, ronchi + yang biasanya terdapat
pada grade III dan IV.
4. Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan
asites.
5. Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, dan tulang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
c. Resiko tinggi terjadinya hipovolemik syok berhubungan dengan
berkurangnya volume intravaskular.
d. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan penurunan
trombosit.
e. Gangguan aktivitas sehari–hari berhubungan dengan kelemahan
fisik.
f. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah, nyeri ulu hati.
3. Intervensi Keperawatan
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue Regulasi
temperatur
observasi
1. monitor sushu tubuh anak tiap 2 jam jika perlu
2. monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia dan
hipertermia
terapeutik
1. tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang ade kuat
2. sesuaikan suhu lingkungan dengan pasien
edukasi
jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat strok
kolaborasi
kolaborasi pemberian antipiretik jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
EGC.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2020). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Erlangga University.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia definisi