Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

LANDASAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Teoritis Medis


2.1.1 Anatomi fisiologi

Gambar 2.1 Sel darah merah

Menurut Tarwoto (2009) anatomi darah manusia adalah sebagai


berikut
a. Darah
Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup yang
berada dalam ruang vaskuler, karena peranannya sebagai media
komunikasi antar sel ke berbagai bagian tubuh dengan dunia
luar karena fungsinya membawa oksigen dari paru-paru ke
jaringan dan karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru untuk
dikeluarkan, membawa zat nutrein dari saluran cerna ke jaringan
kemudian menghantarkan sisa metabolisme melalui organ
sekresi seperti ginjal, menghantarkan hormon dan materi-materi
pembekuan darah (Tarwoto, 2009).
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya
adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di
seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan
nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung
berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan

6
7

mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon


dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah. Darah terdiri
dari dua komponen,yaitu plasma darah dan sel-sel darah.
Banyaknya volume darah yang beredar di dalam tubuh manusia
8% dari berat badan atau sekitar 5600 cc pada orang yang bobot
tubuhnya 70kg. Dari 5600 cc darah tersebut sekitar 55% adalah
plasma darah dan sekitar 45% adalah sel-sel darah. Darah adalah
suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah
yang warnannya merah. Warna merah itu keadaannya tidak tetap
tergantung pada banyaknya kadar oksigen dan karbondioksida di
dalamnya. Darah yang banyak mengandung karbondioksida
warnanya merah tua. Adanya oksigen dalam darah di ambil
dengan cara bernapas, dan zat tersebut sangat berguna pada
peristiwa pembakaran/ metabolisme di dalam tubuh (Muttaqin,
2009).
b. Karakteristik darah
Karakteristik umum darah meliputi warna, viskositas, pH,
Volume dan komposisinya warna, darah arteri berwarna merah
muda karena banyak oksigenyang berkaitan dengan hemoglobin
dalam sel darah merah. Viskositas, viskositas darah 3/4 lebih
tinggi dari pada viskositas air yaitu sekitar 1.048 sampai 1.066.
pH, pH darah bersifat alkaline dengan pH 7.35 sampai dengan
7.45 (netral 7.00). Volume, pada orang dewasa volume darah
sekitar 70 sampai 75 ml/kgBB, atau sekitar 4 sampai 5 liter
darah. Komposisi, darah tersusun atas dua komponen utama
yaitu plasma darah dan sel-sel darah (Wiwik & Andi, 2009).
c. Bagian-bagian darah
1) Eritrosit (Sel darah merah)
Merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti, ukurannya
0.007 mm, tidak bergerak, banyaknya kira-kira 4,5-5
juta/mm³, warnanya kuning kemerah-merahan karena
didalamnya mengandung hemoglobin (hemoglobin
adalah
protein pigmen yang meberi warnamerah pada darah.
Hemoglobin terdiri atas protein yang di sebut globin dan
pigmen non-protein yang disebut heme, setiap eritrosi
mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, sifatnya
kenyal sehingga dapat berubah bentuk sesuai dengan
pembuluh darah yang dilalui.Sel darah merah memerlukan
protein karena strukturnya terbentuk dari asam amino.

Wanita memerlukan lebih banyak zat besi karena beberapa


diantaranya dibuang sewaktu menstruasi. Sewaktu hsmil
diperlukan zat besi dalam jumlah yang lebih banyak lagi
untuk perkembangan janin dan pembuatan susu.Sel darah
merah dibentuk didalam sumsum tulang, terutama dari
tulang pendek, pipih, dan tak beraturan dari jaringan
konselus pada ujung tulang pipa dan dari sumsum dalam
batang iga-iga dan dari sternum.Perkembangan sel darah
dalam sumsum tulang melalui berbagai tahap mula-mula
besar dan berisi nukleus tetapi tidak ada hemoglobin;
kemudian dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan
nukleusnya dan baru diedarkan ke dalam sirkulasi darah.

Rata-rata panjang hidup sel darah merah kira-kira 115 hari.


Sel menjadi usang dan dihancurkan dalam sistema retikulo-
endotelial, terutama dalam limpa dan hati. Globin dan
hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan
sebagai protein dalam jaringan-jaringan dan zat besi dalam
hem dari hemoglobin dikeluarkan untuk digunakan dalam
pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem dari
hemoglobin diubah lagi menjadi bilirubin (pigmen kuning)
dan biliverdin yaitu yang berwarna kehijau-hijauan yang
dapat dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang rusak
pada luka memar. Bila terjadi perdarahan maka sel merah
dengan hemoglobinnya sebagai pembawa oksigen, hilang.
Pada perdarahan sedang, sel-sel itu diganti dalam waktu
beberapa minggu berikutnya. Tetapi bila kadar hemoglobin
turun sampai 40% atau dibawahnya, maka diperlukan
tranfusi darah. Berfungsi mengikat oksigen dari paru-paru
untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh dan mengikat
karbon dioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan
melalui paru-paru / melalui jalan pernafasan.Produksi
eritrosit (eritropoesis) terjadi di sumsum tulang
dan
memerlukan besi, Vit B12, asam folat, piridoksin (vit B6),
di pengaruhi oleh O₂ dalam jaringan, masa hidup 120 hari,
eritrosit tua dihancurkan di sistem retikuloendotelial
(hati
dan limpa), pemecahan Hb menghasilkan bilirubin dan besi.
Besi berkaitan dengan protein (transferin) dan diolah
kembali menjadi Hb baru.

2) Leukosit (Sel darah putih)


Berbentuk bening, tidak bewarna, memiliki inti, lebih besar
dari sel drah merah (eritrosit), dapat berubah dan bergerak
dengan perantaraan kaki palsu (psedoupodia),dalam
keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel
darah putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang
sehat, sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam setiap
milimeter kubil darah terdapat 6000 sampai 10000 (rata-rata
8000) sel darah putih. Leukosit selain berada di dalam
pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh
manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan oleh
masuknya kuman / infeksi maka jumlah leukosit yang ada
di dalam darah akan lebih banyak dari biasanya. Hal ini
disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam
kelenjar limfe, sekarang beredar dalam darah untuk
mempertahankan tubuh dari serangan penyakit tersebut.
Rentang kehidupan leukosit setelah di produksi di sumsum
tulang, leukosit bertahan kurang lebih satu hari di dalam
sirkulasi sebelum masuk ke jaringan. Sel ini tetap dalam
jaringan selama beberapa hari, beberapa minggu, atau
beberapa bulan, tergantung jenis leukositnya. Berfungsi
sebagai pertahan tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit
penyakit/bakteri yang masuk kedalam jaringan RES
(retikuloendotel system), tempat pembikannya di dalam
limpa dan kelenjar limfe, sebagai pengangkut yaitu
mengangkut membawa zat lemak dari dinding usus melalui
limpa terus ke pembuluh darah.

3) Trombosit (Sel pembeku darah)


Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang
bentuk dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat
dan lonjong, warnanya putih, normal pada orang dewasa
200.000-300.000/mm³. Bagian inti yang merupakan
fragmen sel tanpa nukleus yang berasal dari sumsum
tukang. Ukuran trombosit mencapai setengah ukuran sel
darah merah. Sitoplasmanya terbungkus suatu membran
plasma dan mengandung berbagai jenis granula yang
berhubungan dengan proses koagulasi darah.Trombosit
lebih dari 300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang
kurang dari 200.000 disebut trombositopenia. Trombosit
memiliki masa hidup dalam darah antara 5-9 hari.
Trombosit yang tua atau mati di ambil dari sistem perdaran
darah, terutama oleh makrofag jaringan. Lebih dari separuh
trombosit diambil oleh makrofag dalam limpa, pada waktu
darah melewati organ tersebut.
Di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut
membantu terjadinya peristiwa pembekuan darah yaitu
Ca2+ dan fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila
tubuh mendapat luka. Ketika kita luka maka darah akan
keluar, trombosit pecah dan akan mengeluarkan zat yang di
namakan trombokinase. Trombokinase ini akan bertemu
dengan protrombin dengan pertolongan Ca2+ akan menjadi
trombin. Trombin akan bertemu dengan fibrin yang
merupakan benang-benang halus, bentuk jaringan yang
tidak teratur letaknya, yang akan menahan sel darah, dengan
demikian terjadilah pembekuan. Protrombin ini dibuat di
dalam hati dan untuk membuatnya diperlukan vitamin K,
dengan demikian vitamin K penting untuk pembekuan
darah.Berfungsi memegang peranan penting dalam
pembekuan darah (hemostatis). Jika banyaknya kurang dari
normal, maka kalau ada luka darah tidak lekas membeku
sehingga timbul perdarahan yang terus-menerus.

4) Plasma Darah
Merupakan komponen terbesar dalam darah dan merupakan
bagian darah yang cair, tersusun dari air 91%, protein
plasma darah 7%, asam amino, lemak, glukosa, urea, garam
sebanyak 0,9%, dan hormon, antibodi sebanyak 0,1%.
Protein Plasma mencapai 7% dari plasma dan merupakan satu-
satunya unsur pokok plasma yang tidak dapat menembus
membran kapiler untuk mencapai sel. Ada 3 jenis protein
plasma yang utama :
a. Albumin adalah protein yang terbanyak, sekitar 55%-60%
tetapi ukurannya paling kecil. Albumin di sintesis di
dalam hati dan bertanggung jawab untuk tekanan osmotik
koloid darah. Mempertahankan tekanan osmotik agar
normal (25 mmHg).
b. Globulin membentuk sekitar 30% protein plasma. Alfa dan
beta globulin disintesis di hati, dengan fungsi utama
sebagai molekul pembawa lipid, beberapa hormone,
berbagai subtrat, dan zat penting lainnya. Gamma globulin
(immunoglobulin) fungsi utama berperan sebagai
antibodi.Berfungsi mengangkut sari makanan ke sel-sel
serta membawa sisa pembakaran dari sel ke tempat
pembuangan selain itu plasma darah juga menghasilkan
zat kekebalan tubuh terhadap penyakit atau zat antibodi.

2.2 Anemia
2.2.1 Pengertian
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, berakibat
pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah. Tetapi
harus di ingat terdapat keadaan tertentu dimana ketiga parameter
tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi,
pendarahan akut, dan kehamilan. Oleh Karena itu dalam diagnosis
anemia tidak cukup hanya sampai kpada label anemia tetapi harus dapat
ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut (Sudoyo
Aru, dkk. 2009).

Anemia adalah defisiensi sel darah erah yang dapat disebabkan oleh
kehilangan sel darah merah terlalu banyak atau pebentukan sel darah
merah terlalu lambat. Pada anemia berat, viskositas darah dapat turun
sampai kurang dari setengah dari nilai normal yang menurunkan
resistensi aliran darah dalam pembuluh perifer sehingga jauh lebih
banyak darah kembali ke jantung (Syaifuddin,2012). Anemia adalah
pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan
volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah (Muttaqin,
2009).
2.2.2 Klasifikasi
Menurut Nanda Nic Noc (2015), klasifikasi anemia menurut
Etiopatogenesis
2.2.2.1 Anemia Karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum
tulang
a. Kekuranga bahan esensial pembentukan eritrosit
1) Anemia defisiensi besi
2) Anemia defisiensi asam folat
3) Anemia defisiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan besi
1) Anemia akibat penyakit kronik
2) Anemia sideroblastik
c. Kerusakan sumsum tulang
1) Anemia aplastic
2) Anemia mieloplastik
3) Anemia pada keganasan hematologi
4) Anemia diseritropoitik
5) Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia akibat kekurangan eritroprotein: anemia pada gagal
ginjal kronik.
2.2.2.2 Anemia akibat hemorologi
a. Anemia pasca pendarahan akut
b. Anemia akibat pendarahan kronik
2.2.2.3 Anemia hemolitik
a. Anemia hemolitik intrakospuskular
1) Gangguan membrane eritrosit
2) Gangguan enzim eritrosit: aneia akibat defisiensi G6PD
3) Gangguan hemoglobin
b. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
1) Anemia hemolitik autoimun
2) Anemia hemolitik mikroangiopatik
Menurut Tartowo dan Wartonah (2008), klsifikasi anemia
berdasarkan penyebabnya dikelompokan menjadi tiga kategori
yaitu:
a) Anemia karena hilangnya sel darah merah, terjadi akibat
pendarahan karena berbagai sebab seperti perlukaan,
pendarahan gastrointestinal, pendarahan uterus, pendarahan
hidung, pendarahan akibat operasi.
b) Anemia karena menurunnya produksi sel darah merah,
disebabkan karena kekurangan unsur penyusun sel darah
merah (asam folat, vitamin B12 dan zat besi), gangguan
fungsi sumsum tulang, tidak adekuatnya stimulasi karena
berkurangnya eritropoitin (pada penyakit ginjal kroik).
c) Anemia karena meningkatnya destruksi/kekurangan sel
darah merah, dapat terjadi karena overaktifnya
Reticuloendothelial System (RES).

Menurut Muttaqin (2009), klasifikasi anemia ada dua, yaitu menurut


morfologi sel darah merah dan etiologi.
2.2.2.1 Klasifikasi Morfologi
a. Anemia Normositik Normokrom
b. Anemia Makrositik Normokrom
c. Anemia Mikrositik hipokrom
2.2.2.2 Klasifikasi Etiologi
Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologinya. Penyebab
utamanya adalah meningkatnya kehilangan se darah merah, dan
enurunan atau gangguan pembentukan sel.

2.2.3 Etiologi
Anemia disebabkan oleh karena gangguan pembentukan eritrosit oleh
sumsum tulang, kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan), proses
penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya (Nanda Nic Noc,
2015).
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2008), penyebab anemia adalah :
2.2.3.1 Genetik
a. Hemoglobinopati
b. Thalasemia
c. Abnormal enzim glikolotik
d. Fanconi anemia
2.2.3.2 Nutrisi
a. Defisiensi besi, defisiensi asam folat
b. Defisiensi vitamin B12
c. Alkoholis, kekurangan nutrisi
2.2.3.3 Perdarahan
2.1.4.4 Immunologi
2.1.4.5 Infeksi
a. Hepatitis
b. Cytomegalovirus
c. Parvovirus
d. Clostrida
e. Sepsis gram negative
f. Malaria
g. Toksoplasmosis

2.1.4.6 Obat-obatan dan zat kimia


a. Agen kemoterapi
b. Anticonvulsan
c. Kontrasepsi
d. Antimetabolis
e. Zat kimia toksik

2.1.4.7 Efek fisik


a. Trauma
b. Luka bakar
c. Gigitan ular
2.1.4.8 Penyakit kronis dan maligna
a. Penyakit ginjal, hati
b. Infeksi kronis
c. Neoplasma

Menurut Muttaqin (2009), penyebab anemia adalah :


a. Perdarahan, misalnya ulkus, gastritis atau tumor saluran pencernaan,
serta malabsorpsi, terutama setelah reseksi gaster.
b. Malabsorpsi besi. Besi tidak dapat diabsorpsi dengan baik bila klien
diet dengan serat sangat tinggi.
c. Menoragia (menstruasi berlebihan). Setiap mili liter darah
mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali,
dari 0,5 sampai 1mg/hari. Namum, wanita yang mengalami menstruasi
kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan
darah karena menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian
tetap meningkat. Hal ini terjadi Karena volume darah ibu selama hamil
meningkat, pembentukan plasenta, tali pusat, dan fetus, serta untuk
mengimbangi darah yang hilang pada waktu melahirkan.
d. Klien dengan alkoholisme kronis sering mengalami kekurangan
asupan besi dan kehilangan zat besi akibat hilangnya darah dari traktus
gastrointestinal sehingga menimbulkan anemia.

2.2.4 Patofisiolgi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
tulang (misalnya, berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, terpapar zat toksik, invasi tumor, atau kebanyakan
akibat idiopatik. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemolysis. Pada kasus yang disebut terakhir, masalahnya dapat terjadi
akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah
normal atau akibat beberapa faktor di luar sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi)
terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial,
terutama dalam hati dan limpa. Sebagai efek samping proses ini, bilirubin,
yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan
bilirubin plasma.

Konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang, kadar diatas 1,5 mg/dl


mengakibatkan ikterik pada skelera. Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, seperti yang terjadi pada berbagai kelainan
hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma(hemoglobinemia).
Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma
(protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya
(misal, apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100 mg/dl), hemoglobin akan
terdufusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urine (hemoglobinuria).
Jadi ada atau tidak adanya hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat
memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah
abnormal pada klien dengan hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk
mengetahui sifat proses hemolitik tersebut.

Perdarahan hemolisis
Kekurangan nutrisi
(destruksi sel darah merah)
Kegagalan sumsum tulang
Kehilangan sel darah merah

Anemia

Resistensi aliran darah perier Pertahanan sekunder tidak kuat

Resiko infeksi
Penurunan transport O2

Hipoksida Lemah lesu

Intoleransi aktifitas Defisit perawatan diri

Ketidakefektifan perfusi jaringan Gg fungsi otak

Intake nutrisi turun anoreksia pusing


Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Nyeri akut

2.2 Skema patofisiologi anemia


2.2.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala anemia menurut Nanda Nanda Nic Noc (2015) :
2.2.5.1 Manifestasi yang sering muncul :
a. Pusing
b. Mudah berkunang-kunang
c. Aktivitas kurang
d. Rasa mengantuk
e. Lesu
f. Cepat Lelah
g. Pikiran menurun
2.2.5.2 Gejala khas masing- masing anemia
a. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan
anemia defisiensi besi.
b. Ikterus, urine berwarna tua/coklat, perut makin buncit pada
anemia hemolitik.
c. Mudah infeksi pada anemia aplastic dan anemia Karena
keganasan.
Tanda dan gejala anemia menurut Muttaqin (2009) :
Banyak klien melaporkan adanya penurunan kelemahan, peningkatan
tingkat energi, peningkatan peerasaan sehat, perbaikan toleransi terhadap
latihan, dan toleransi yang baik terhadap penanganan dialisis. Hipertensi
merupakan efek samping paling serius dan memerlukan terapi
antihipertensi. Terapi ini telah menurunkan perlunya transfusi dan segala
risikonya.
Tanda dan gejala anemia menurut Syafuddin (2012) :
a. Lemah, letih, lesu dan lelah.
b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang.
c. Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan
menjadi pucat.
d. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi.
e. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah).
f. Angina (sakit dada).
g. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2
berkurang).
h. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan
berkurangnya oksigenasi pada SSP.
i. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau diare).

2.2.6 Komplikasi
Komplikasi anemia menurut Muttaqin (2009) sebagai berikut :
2.2.6.1 Gagal jantung
Pembesaran jantung pada penderita anemia telah ditemukan sejak
satu abad yang lalu. Anemia akan menginduksi terjadinya
mekanisme kompensasi terhadap penurunan konsentrasi Hb untuk
memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Pada keadaan anemia,
jantung akan meningkatkan venois terurn maka sesuai mekanisme
Frank-Starling, jantung akan meningkatkan stroke volume sehingga
dapat terjadi hipetrofi ventrikel kiri, dengan myofibril jantung yang
memanjang, gagal jantung kongestif, kejadian gagal jantung
berulang dan kematian.
2.2.6.2 Gagal ginjal
Berkurangnya asupan oksigen ke jaringan misalnya pada ginjal akan
terjadi kerusakan ginjal yang menyebabkan gagal ginjal.
2.2.6.3 Hipoksia
Hipoksia adalah penurunan pemasukan oksigen ke jaringan sampai
fisiologik. Hb berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh
tubuh, jika terjadi penurunan Hb maka akan terjadi hipoksia bahkan
dapat menyebabkan kematian.
2.2.6.4 Anemia pada ibu hamil
Seorang wanita yang menderita anemia kemungkinan besar akan
melahirkan bayi yang mempunyai persendian zat besi sedikit atau
tidak mempunyai persendian zat besi sama sekali di dalam tubuhnya.
Selain itu, anemia pada ibu hamil juga dapat megakibatkan daya
tahan ibu menjadi rendah terhadap infeksi.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Tartowo dan Wartonah (2009) untuk menentukan adanya kelainan
darah perlu dilakukan test diagnostik dan pemeriksaan darah. Beberapa
istilah yang lazim dipakai dalam pemeriksan darah diantaranya :
a. Hitung sel darah yaitu jumlah sebenarnya dari unsur darah, dinyatakan
sebagai jumlah sel per mm kubik.
b. Hitung jenis sel darah yaitu menentukan karakteristik morfologi darah
maupun jumlah sel darah.
c. Pengukuran hematokrit atau volume sel padat, menunjukan volume darah
lengkap. Pengukuran ini menunjukan presentasi sel darah merah dalam
darah.
d. Hitung leukosit adalah jumlah leukosit dalam 1 mm darah
e. Hitung trombosit adalah jumlah eukosit dalam 1 mm darah.
f. Pemeriksaan pada sumsum tulang yaitu dengan melakukan aspirasi dan
biopsi pada sumsum tulang, biasanya pada sternum, prosesus spinosus
vertebrata, dan posterior. Pemeriksaan sumsung dilakukan jika tidak
cukup data-data yang diperoleh untuk mendiagnosa penyakit pada sIstem
hemotologik.
g. Pemeriksaan biokimiawi, pemeriksaan untuk mengukur kadar unsur-
unsur yang perlu bagi perkembangan sel-sel darah merah seperti kadar
besi serum, vitamin B12, dan asam folat.

Menurut Nanda Nic Noc (2015), pemeriksaan penunjang pada anemia :


a. Pemeriksaa laboratorium
b. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
c. Radiologi
d. Pemeriksaan sitogenik
e. Pemeriksaan biologi molekuler

Menurut Muttaqin (2009) :


a. Count blood cells : indikasi normositik
b. Hemoglobin : bias kurang dari 10%
c. Serum meningkat
d. Serum zinc menurun
e. Bone marrow biopsy : indikasi 60-90% adalah blast sel dengan
precursor eritroid, sel matur, dan penurunan megakariosit
f. Rontgen dada dan biopsy kelenjer limfa: menunjukan
tingkatkesulitan tertentu.
2.2.8 Penatalaksaan
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang :
a) Anemia Aplastik, yaitu transplantasi sumsum tulang, pemberian
terapi Imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG).
b) Anemia pada penyakit ginjal, yaitu pada pasien dialisis harus
ditangani dengan pemberian besi dan asam folat.
c) Anemia pada penyakit kronis, yaitu kebanyakan pasien tidak
menunjukan gejala dan tidak perlu penanganan untuk anemianya,
dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi
sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga
hemoglobin meningkat.
d) Anemia pada defisiensi besi, yaitu menggunakan preparat besi oral :
sulfat feros, glukonat, ferosus, fumarate ferosus.
e) Anemia megaloblastik, yaitu defisiensi vitamin B12 ditangani
dengan pemberian vitamin B12.

Menurut Nanda Nic Noc (2015) penatalaksanaan anemia berdasarkan


penyebabnya yaitu :
a) Anemia aplastik, yaitu dengan transpalntasi sumsum tulang dan terapi
ATG yang diperlukan melalu jalur sentral selama 7-10 hari. Prognosis
buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan
dapat diberikan transfuse RBC rendah leukosit dan platelet.
b) Anemia pada penyakit ginjal, yaitu pada pasien dialisis harus ditangani
pemberian besi dan asam folat.
c) Anemia pasca perdarahan, yaitu dengan memberina transfusi darah dan
plasma. Dalam keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan
infus apa yang tersedia.
d) Anemia hemolitik, yaitu dengan pemberian transfuse darah
menggantikan darah yang hemolisis.

Menurut Muttaqin (2009) penatalaksanaan anemia yaitu :


a) Transplantasi, yaitu transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk
memberikan persediaan aringan hematopoetik yang masih dapat
berfungsi.
b) Imunosupresif, yaitu terapi imunosupresif globulin antitimosit diberikan
untuk menghentikan fungsi imunologis yang memperpanjang kondisi,
sehingga memungkinkan sumsum tulang mengalami penyembuhan.
Klien yang berespons terhadap terapi biasanya akan sembuh dalam
beberapa minggu sampai 3 bulan, tetapi respon dapat lambat sampai 6
bulan setelah penanganan.
c) Transfusi, yaitu klien disokong dengan transfusi sel darah merh dan
trombosit secukupnya untuk mengatasi gejala. Selanjutnya klien tersebut
akan mengembangkan antibody terhadap antigen sel darah merah minor
dan antigen trombosit, sehingga transfusi tidak lagi mampu menaikkan
jumlah sel.

2.3 Tinjauan Teoritis Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
Menurut Muttaqin (2009) pengkajian klien anemia meliputi :
2.3.1.1 Pengkajian
Pengkajian pada klien anemia difokuskan pada penggalian data
dasar tentang informasi status terkini dari klien mengenai
berkurangnya sel darah merah dapat disebabkan oleh
kekurangan kofaktor untuk eritropoesis, serta asam folat,
vitamin B12, dan besi.
2.3.1.2 Anamnesis
Kehilangan darah yang mendadak atau berlebihan seperti pada
perdarahan, sehingga menimbulkan gejala sekunder
hipovelemia dan hipoksemia. Masing-masing gejala harus
dievaluasi waktu dan durasinya, serta faktor yang mencetuskan
dan yang meringankan.
2.3.1.3 Keluhan Utama
Klien anemia biasanya mengeluhkan cepat Lelah. Riwayat
penyakit sekarang mungkin didapatkan meliputi tanda dan
gejala penurunan kadar eritrosit dan hemoglobin dalam darah,
yaitu dengan adanya kelemahan fisik, pusing dan sakit kepala,
geliah, takikardia, sesak napas, serta kolaps atau syok.
2.3.1.4 Riwayat Penyakit dahulu
Pengkajian riwayat penyakit daulu yang mendukung dengan
melakukan serangkaian pertanyaan, meliputi :
a. Apakah sebelumnya klien pernah menderita anemia.
b. Apakah meminum suatu obat dalam jangka lama.
c. Apakah pernah mengalami pembesran limfe.
d. Apakah pernah engalami penyakit keanasan yang tersebar
seperti kanker payudara, leukemia, dan multiple mielima.
e. Apakah pernah kontak dengan zat kimia toksik dan
penyinaran radiasi.
e. Apakah pernah menderita penyakit menahun yang melibtkan
ginjal dan hati.
f. Apakah pernah menderita penyakit infeksi dan defisiensi
endokrin.
g. Apakah pernah mengaami kekurangan vitamin penting.
2.3.1.4 Psikososial
Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku mnyerang, fokus pada diri sendiri. Interaksi
social stress Karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya
ekonomi, kesulitan koping dengan stressor yang ada.
2.3.1.5 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum pucat, ini umumnya diakibtakna oleh
berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan
vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman oksigen ke organ-
organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit,
suhu, dan kedalaman serta distribusi kapiler memengaruhi
warna kulit, maka kulit bukan pucat yang dapat diandalkan. Warna
kuku, telapak tangan, dan membrane mukosa bibir serta
konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna kepucatan.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut Muttaqin (2009), diagnosa keperawatan anemia yaitu :
2.3.2.1 Aktual/resiko tinggi gangguan perfusi perifer yang
berhubungan dengan menurunnya pengangkutan oksigen
kejaringan sekunder dari penurunan jumlah sel-sel darah
merah di sirkulasi.
2.3.2.2 Aktual/resiko tinggi pola napas tidak efektif yang
berhubungan dengan respons peningkatan frekuensi
pernafasan.
2.3.2.3 Aktual/resiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh yang berhubungan dengan penurunan intake, mual, dan
anoreksia.
2.3.2.4 Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke jaringan.
2.3.2.5 Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian,
penurunan status kesehatan, atau perubahan kesehatan.

2.3.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan menurut Muttaqin (2009), yaitu :
2.3.3.1 Aktual/resiko tinggi gangguan perfusi perifer yang
berhubungan dengan menurunnya pengangkutan oksigen
kejaringan sekunder dari penurunan jumlah sel-sel darah
merah di sirkulasi.
Tujuan dalam waktu 3x24 jam perfusi perifer meningkat.
Kriteria: klien tidak mengeluh pusing, tanda-tanda vital
dalam batas normal, konjungtiva tidak pucat.
Intervensi:
a. Kaji status mental klien secara teratur
Rasioal : mengetahui derajat hipoksia pada otak
b. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, secara teratur.
Rasional : mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan
tahanan perifer.
c. Catat adanya keluhan pusing
Rasional: keluhan pusing merupakan manifestai penurunan
suplai darah ke jaringan otak yang parah.
d. Kolaborasi transfuse darah
Rasional : transfuse darah lebih rasional dank lien
mengalami anemia akibat penurunan sel-sel darah merah.
e. Pemantauan laboratorium
Rasional: pemantauan darah rutin berguna untuk melihat
perkembangan pasca intervensi.

2.3.3.2 Aktual/resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan


dengan respons peningkatan frekuensi pernafasan.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi perubahan pola
napas.
Kriteria : klien tidak sesak napas, RR dalam batas normal.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi napas
Rasional : Indikasi edema paru, sekunder akibat
dekompensasi jantung.
b. Kaji adanya edema
Rasional : curiga gagal kongestif
c. Kolaborasi berikan diet tanpa garam
Rasional : Natrium meningkatkan retensi cairan dan
volume plasma yang berdampak terhadap
peningkatan beban kerja jantung dan akan
meningkatkan kebutuhan miokardium
d. Pantau data laboratorium elektrolit kalium
Rasional : hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi.
2.3.3.3 Aktual/resiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh yang berhubungan dengan penurunan intake, mual, dan
anoreksia.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam terdapat pemenuhan nutrisi.
Kriteria : klien secara subjektif termotivasi untuk melakukan
pemenuhan nutrisi sesuai anjuran, asupan meningkat
pada porsi makan yang disediakan.
Intervensi :
a. Jelaskan tentang manfaat makan bila dikaitkan dengan
kondisi klien saat ini.
Rasional : dengan pemahaman klien akan lebih kooperatif
mengikuti aturan
b. Beri makanan dalam keadaan hangat dan porsi kecil serta
tinggi kalori dan protein
Rasional : untuk meningkatkan selera dan mencegah mual.
c. Libatkan keluarga klien dalamm pemenuhan nutrisi
Rasional: klien kadang kala mempunyai selera makan yang
sudah terbiasa sejak dirumah dengan bantuan
keluarga dalam pemenuhan nutrisi.
d. Beri motivasi dan dukungn
Rasional : meningkatkan secara psikologis
e. Kolaborasi dengan nutrisi tentang pemenuhan diet klien
Rasional : meningkatkan pemenuhan sesuai dengan kondisi
klien.
2.3.3.4 Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen ke jaringan.
Tujuan : aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan
meningkatkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala-gejala
berat, terutama mobilisasi di tempat tidur.
Intervensi :
a. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan
aktivitas senggang yang tidak berat.
Rasional : menurunkan kerja miokardiom
b. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan
abdomen.
Rasional : dengan mengejan dapat mengakibatkan
takikardia serta peningkatan tekanan darah.
c. Pertahankan tirah baring klien
Rasional : untuk mengurangi beban jantung
d. Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi
Rasional : untuk mengetahui fungsi jantung
2.3.3.5 Cemas berhubungan dengan rasa takut kematian, penurunan
status kesehatan.
Tujuan : dalam 1x24 jam cemas berkurang
Intervensi :
a. Bantu klien mengapresiasikan perasaan
b. Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan
c. Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan

Anda mungkin juga menyukai