Anatomi Fisiologi
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler
adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat,
yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan 1/12 berat
badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan, sedangkan 45%
sisanya terdiri atas sel darah. Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau
volume sel darah yang dipadatkan yang berkisar anatara 40-47. Diwaktu sehat
volume darah adalah konstan dan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan
osmotik dalam pembuluh darah dan dalam jaringan.
1. Kandungan yang ada di dalam darah :
a. Air : 91%
b. Protein : 3% (albumin, globulin, protombin, dan fibrinigen)
c. Mineral : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat,
magnesium, kalsium dan zat besi.
d. Bahan Organik : 0.1% (glukosa, lemakasam urat, keratinin, kolesterol, dan
asam amino)
2. Fungsi Darah :
a. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
- Mengambil oksigen / zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan
keseluruh jaringan tubuh.
- Mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui
paru-paru.
- Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan keseluruh jaringan / alat tubuh.
- Mengangkat / mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh
untuk dikeluarkan melalui ginjal dan kulit.
- Mengedarkan hormon yaitu hormon untuk membantu proses fisiologis.
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam
tubuh dengan perantaraan leukosit dan antibodi / zat-zat anti racun.
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
d. Menjaga keseimbangan asam basa jaringan tubuh untuk menghindari
kerusakan.
3. Karakteristik Darah :
a. Volume darah: 7% - 10% BB (5 Lt pada dewasa normal)
b. Komponen darah : Eritrosit, Leukosit, trombosit →40% - 45% volume
darah; tersuspensi dalam plasma darah
c. PH darah : 7,37 – 7,45
d. Temp : 38°C
e. Viskositas lebih kental dari air dengan BJ 1,041 – 1,067
4. Bagian-Bagian Darah:
a. Sel-Sel Darah
1) Eritrosit (Sel darah merah)
Anatomi : Merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti, ukurannya
0.007 mm, tidak bergerak, banyaknya kira-kira 4,5-5 juta/mm³, warnanya
kuning kemerah-merahan karena didalamnya mengandung hemoglobin
(hemoglobin adalah protein pigmen yang meberi warnamerah pada
darah. Hemoglobin terdiri atas protein yang di sebut globin dan pigmen
non-protein yang disebut heme.), setiap eritrosi mengandung sekitar 300
juta molekul hemoglobin, sifatnya kenyal sehingga dapat berubah bentuk
sesuai dengan pembuluh darah yang dilalui.
Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya terbentuk
dari asam amino. Mereka juga memerlukan zat besi wnita memerlukan
lebih banyak zat besi karena beberapa diantaranya dibuang sewaktu
menstruasi. Sewaktu hsmil diperlukan zat besi dalam jumlah yang lebih
banyak lagi untuk perkembangan janin dan pembuatan susu.
Sel darah merah dibentuk didalam sumsum tulang, terutama dari
tulang pendek, pipih, dan tak beraturan dari jaringan konselus pada ujung
tulang pipa dan dari sumsum dalam batang iga-iga dan dari sternum.
Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang melalui berbagai
tahap mula-mula besar dan berisi nukleus tetapi tidak ada hemoglobin;
kemudian dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan nukleusnya dan
baru diedarkan ke dalam sirkulasi darah.
Rata-rata panjang hidup sel darah merah kira-kira 115 hari. Sel
menjadi usang dan dihancurkan dalam sistema retikulo-endotelial,
terutama dalam limpa dan hati. Globin dan hemoglobin dipecah menjadi
asam amino untuk digunakan sebagai protein dalam jaringan-jaringan
dan zat besi dalam hem dari hemoglobin dikeluarkan untuk digunakan
dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem dari hemoglobin
diubah lagi menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin yaitu yang
berwarna kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna
hemoglobin yang rusak pada luka memar.
Bila terjadi perdarahan maka sel merah dengan hemoglobinnya
sebagai pembawa oksigen, hilang. Pada perdarahan sedang, sel-sel itu
diganti dalam waktu beberapa minggu berikutnya. Tetapi bila kadar
hemoglobin turun sampai 40% atau dibawahnya, maka diperlukan
tranfusi darah.
Fungsi: Mengikat oksigen dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh
jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari jaringan tubuh untuk
dikeluarkan melalui paru-paru / melalui jalan pernafasan.
a) Produksi Eritrosit (Eritropoesis):
- Terjadi di sumsum tulang dan memerlukan besi, Vit B12, asam folat,
piridoksin (B6)
- Di pengaruhi oleh O₂ dalam jaringan
- Masa hidup : 120 hari
- Eritrosit tua dihancurkan di sistem retikuloendotelial (hati dan limpa)
- Pemecahan Hb menghasilkan bilirubin dan besi. Besi berkaitan
dengan protein (transferin) dan diolah kembali menjadi Hb baru.
2) Leukosit (Sel darah putih)
Anatomi: Berbentuk bening, tidak bewarna, memiliki inti, lebih besar dari
sel drah merah (eritrosit), dapat berubah dan bergerak dengan
perantaraan kaki palsu (psedoupodia),dalam keadaan normalnya
terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih di dalam seliter darah
manusia dewasa yang sehat, sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam
setiap milimeter kubil darah terdapat 6000 sampai 10000 (rata-rata 8000)
sel darah putih.
Leukosit selain berada di dalam pembuluh darah juga terdapat di
seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit di sebabkan
oleh masuknya kuman / infeksi maka jumlah leukosit yang ada di dalam
darah akan lebih banyak dari biasanya. Hal ini disebabkan sel leukosit
yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe, sekarang beredar dalam
darah untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit tersebut.
Rentang kehidupan leukosit setelah di produksi di sumsum tulang,
leukosit bertahan kurang lebih satu hari di dalam sirkulasi sebelum masuk
ke jaringan. Sel ini tetap dalam jaringan selama beberapa hari, beberapa
minggu, atau beberapa bulan, tergantung jenis leukositnya.
Fungsi: sebagai pertahan tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit
penyakit/bakteri yang masuk kedalam jaringan RES (sistem
retikuloendotel), tempat pembikannya didalam limpa dan kelenjar limfe,
sebagai pengangkut yaitu mengangkut membawa zat lemak dari dinding
usus melalui limpa terus ke pembuluh darah.
Macam-Macam Sel Darah Putih (Leukosit), meliputi:
a) Agranulosit
Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya, yang terdiri
dari :
- Limfosit
yaitu macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan
kelenjar limfe, bentuknya ada yang besar dan kecil, didalam
sitoplasmanya tidak terdapat glandula dan intinya besar, banyaknya
kira-kira 15%-20%. rentang hidupnya dapat mencapai beberapa
tahun.
Struktur: Limfosit mengandung nukleus bulat berwarna biru gelap
yang dikelilingi lapisan tipis sitoplasma. Ukurannya bervariasi
ukuran kecil 5 µm – 8 µm, ukuran terbesar 15 µm
Fungsi: membunuh dan memakan bakteri yang masuk kedalam
jaringan tubuh dan berfungsi juga dalam reaksi imunologis.
- Monosit
terbanyak dibuat di sumsum merah, lebih besar dari limfosit,
mencapai 3%-8% jumlah total.
Struktur: merupakan sel darah terbesar. Memilik protoplasma yang
lebar, berwarna biru abu-abu mempunyai bintik-bintik sedikit
kemerahan, inti selnya bulat dan panjang, warnanya lembayung
muda.
Fungsi: sangat fagositik dan sangat aktif. Sel ini siap bermigrasi
melalui pembuluh darah. Jika monosit telah meninggalkan aliran
darah, maka sel ini menjadi hitosit jaringan (makrofag tetap).
b) Granulosit
Disebut juga leukosit granular yang terdiri dari :
- Neutrofil
Disebut juga polimorfonuklear leukosit banyaknya mencapai 50%-
60%.
Struktur: neutrofil memiliki granula kecil berwarna merah muda
dalam sitoplasmanya dan banyak bintik-bintik halus / glandula.
Nukleusnya memiliki 3-5 lobus yang terhubungkan dengan benang
kromatin tipis. Diameternya mencapai 9 µm – 12 µm
Fungsi: pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses
peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga juga yang
memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri, aktivitas
dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak menyebabkan
adanya nanah.
- Eusinofil
mencapai 1%-3% jumlah sel darah putih.
Struktur: memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar, dengan
pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus berlobus
dua, dan berdiameter 12 µm – 15 µm.
Fungsi: merupakan fagosti lemah, jumlahnya akan mengikat saat
terjadi alergi atau penyakit parasit, tetapi akan berkurang selama
stres berkepanjangan. Sel ini berfungsi dalam detoksifikasi
hestamin yang di produksi sel mast dan jaringan yang cedera saat
inflamasi berlangsung.
- Basofil
mencapai kurang dari 1% jumlah leukosit.
Struktur: memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang
bentuknya tidak beraturan dan akan bewarna keunguan sampai
hitam serta memperlihatkan nukleus berbentuk S. Diameternya 12
µm – 15 µm.
Fungsi: bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi dan antigen
dengan jalan mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan
peradangan.
3) Trombosit (Sel pembeku darah)
Anatomi: trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk
dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan lonjong, warnanya
putih, normal pada orang dewasa 200.000-300.000/mm³. Bagian inti yang
merupakan fragmen sel tanpa nukleus yang berasal dari sumsum tukang.
Ukuran trombosit mencapai setengah ukuran sel darah merah.
Sitoplasmanya terbungkus suatu membran plasma dan mengandung
berbagai jenis granula yang berhubungan dengan proses koagulasi
darah.
Trombosit lebih dari 300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang
kurang dari 200.000 disebut trombositopenia. Trombosit memiliki masa
hidup dalam drah antara 5-9 hari. Trombosit yang tua atau mati di ambil
dari sistem perdaran darah, terutama oleh makrofag jaringan. Lebih dari
separuh trombosit diambil oleh makrofag dalam limpa, pada waktu darah
melewati organ tersebut.
Di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu
terjadinya peristiwa pembekuan darah yaitu Ca2+ dan fibrinogen.
Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapat luka. Ketika kita luka
maka darah akan keluar, trombosit pecah dan akan mengeluarkan zat
yang di namakan trombokinase. Trombokinase ini akan bertemu dengan
protrombin dengan pertolongan Ca2+ akan menjadi trombin. Trombin
akan bertemu dengan fibrin yang merupakan benang-benang halus,
bentuk jaringan yang tidak teratur letaknya, yang akan menahan sel
darah, dengan demikian terjadilah pembekuan. Protrombin ini dibuat di
dalam hati dan untuk membuatnya diperlukan vitamin K, dengan demikian
vitamin K penting untuk pembekuan darah.
Fungsi: memegang peranan penting dalam pembekuan darah
(hemostatis). Jika banyaknya kurang dari normal, maka kalau ada luka
darah tidak lekas membeku sehingga timbul perdarahan yang terus-
menerus.
4) Plasma Darah
Anatomi: merupakan komponen terbesar dalam darah dan merupakan
bagian darah yang cair, tersusun dari air 91%, protein plasma darah 7%,
asam amino, lemak, glukosa, urea, garam sebanyak 0,9%, dan hormon,
antibodi sebanyak 0,1%.
Protein Plasma: Mencapai 7% dari plasma dan merupakan satu-satunya
unsur pokok plasma yang tidak dapat menembus membran kapiler untuk
mencapai sel. Ada 3 jenis protein plasma yang utama :
a) Albumin adalah protein yang terbanyak, sekitar 55%-60% tetapi
ukurannya paling kecil. Albumin di sintesis di dalam hati dan
bertanggung jawab untuk tekanan osmotik koloid darah.
Mempertahankan tekanan osmotik agar normal (25 mmHg).
b) Globulin membentuk sekitar 30% protein plasma. Alfa dan beta
globulin disintesis di hati, dengan fungsi utama sebagai molekul
pembawa lipid, beberapa hormone, berbagai subtrat, dan zat penting
lainnya. Gamma globulin (immunoglobulin) fungsi utama berperan
sebagai antibody.
c) Fibrinogen membentuk sekitar 4% protein plasma. Disintesis di hati
dan merupakan komponen esensial dalam mekanisme pembekuan
darah.
Fungsi: mengangkut sari makanan ke sel-sel serta membawa sisa
pembakaran dari sel ke tempat pembuangan selain itu plasma darah juga
menghasilkan zat kekebalan tubuh terhadap penyakit atau zat antibodi.
5) Proses Pembekuan Darah
Pembekuan darah yaitu darah yang mengeras dan menjadi sel
yang bersatu. Hal ini dikarenakan di dalam darah terdapat sel-sel yang
dapat membentuk jaringan secara cepat. Inilah kenapa disebut membeku
karena darah yang cair itu dapat seolah-olah “mengeras” dengan cepat.
Namun proses ini terjadi jika terdapat jaringan tubuh yang rusak, yang
mengakibatkan drah keluar dari pembuluh darah. Bila tidak, darah hanya
akan beredar menyuplai zat-zat yang dibutuhkan oleh organ tubuh.
Dalam proses pembekuan darah ada beberapa zat yang dibutuhkan,
yakni trombosit atau keping darah, fibrinogen, protrombin, kalsium dan
vitamin K.
Ketika luka terjadi yang mengakibatkan rusaknya jaringan tubuh,
merobek pembuluh darah hingga darah keluar, maka hati akan
menggenjot produksi produksi komponen yang ada di trombosit maupun
plasma darah yang bernama fibrinogen. Fibrinogen adalah sebuah
glikoprotein yang ada dalam plasma darah dalam bentuk cairan dan
trombosit dalam bentuk granula yang semuanya dihasilkan oleh hati.
Fibrinogen ini yang kemudian melakukan proses koagulasi darah dan
meningkatkan viskositas darah. Proses ini akan menghasilkan trombin
dan protrombin dengan bantuan Ca2+ dan vitamin K. Trombin yang
terbentuk akan memecah fibrinogen menjadi benang fibrin. Bersamaan
dengan proses ini, terjadi pengendapan LDL yang memacu proses
terbentuknya plak dan memicu agregasi trombosit yang pecah
mengeluarkan trombokinase untuk merubah protrombin menjadi trombin
dan proses kembali ini menyebabkan semakin banyaknya benang fibrin
yang terbentuk.
6) Proses Pembentukan Sel Darah
a) Terjadi awal masa embrional, sebagian besar pada hati dan sebagian
kecil pada limpa. Pada minggu ke-20 masa embrional mulai terjadi
pada sumsum tulang.
b) Semakin besar janin peranan pembentukan sel darah terjadi pada
sumsum tulang.
c) Setelah lahir semua sel darah dibuat di sumsum tulang, kecuali limfosit
yang juga di bentuk di kelenjar limfe, thymus dan lien.
B. Definisi
Sindroma Mielodisplasia atau MDS (Myelodysplastic Syndrome) biasa
disebut pre leukemia karena mayoritas penyakit ini pada kemudian hari akan
berkembang menjadi leukemia akut (AML). MDS merupakan suatu kumpulan
kelainan dari sel punca (stem cell) darah yang ditandai dengan terganggunya
proliferasi dan pendewasaan sel hematopoiesis, juga terganggunya pertumbuhan
jaringan baru sel sel darah manusia. Sebagian besar sindroma ini mengenai
penderita berumur lebih dari 50 tahun. Penyebab MDS ini masih belum diketahui.
Kemungkinan karena paparan bahan kimia atau akibat radioterapi dan kemoterapi
penyakit yang lain.
Karakteristik dari MDS adalah hematopoiesis (pembentukan sel darah) yang
tidak efektif dan adanya displasia sel punca akibat proliferasi dan maturasi yang
abnormal. Dua karakteristik inilah yang menyebabkan terjadinya anemia,
leukopenia, dan/atau trombositopenia pada penderita MDS. Gejala dan tanda
klinis yang dialami merupakan akibat dari turunnya jumlah sel darah, yaitu lemah
lesu dan sesak (karena anemia), rentan terhadap infeksi (karena leukopenia), dan
rentan terhadap perdarahan, ptekiae, purpura, ekimosis (karena trombositopenia).
Meningkatnya resiko kematian pada MDS terutama karena perdarahan dan
infeksi. Selain itu, penderita MDS memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
berkembang menjadi leukemia akut.
Gambaran laboratorium yang biasa ditemukan adalah turunnya kadar Hb,
jumlah leukosit, dan jumlah trombosit. Sebagian besar pasien menunjukkan
gambaran eritrosit yang makrositik (MCV>102). Jumlah leukosit bisa saja normal
atau turun dengan disertai perubahan displasia seperti netrofil hipogranulasi,
hiposegmentasi, fragmentasi inti dan kelainan Pelger-Huet. Sedangkan jumlah
trombosit bisa normal atau turun, namun dengan riwayat perdarahan yang
berlebihan pada cedera yang ringan, menunjukkan telah terjadi kelainan fungsi
trombosit. Namun untuk lebih memastikan seseorang terkena MDS atau bukan
haruslah melalui pemeriksaan sumsum tulang belakang (BMP), dimana pada
pemeriksaan ini dapat diketahui kelainan kelainan bentuk sel serta perubahan
perubahan pada eritrosit dan neutrophil.
C. Klasifikasi
Beberapa jenis sindrom mielodispastik menurut Barbara, 2014:
1. Anemia refraktori: anemia tanpa adanya peningkatan sel blast.
2. Sitopenia refraktori: neutropenia atau trombositopenia tanpa adanya
peningkatan sel blast.
3. Anemia refraktori dengan cincin sideroblast: anemia sideroblast tanpa adanya
peningkatan sel blast.
4. Sitopenia refraktori dengan dysplasia multigalur: anemia atau sitopenia dengan
dysplasia lebih dari satu galur tanpa adanya peningkatan sel blast.
5. Anemia refraktori dengan sel blast berlebihhan: anemia dan displasia dengan
peningkatan sel blast didarah dan disusum tulang.
6. MDS dengan sel (5)(q) terisolasi: anemia refraktori dengan atau tanpa cincin
sideroblast tanpa peninngkatan sel blast.
7. MDS terkait terapi: MDS dalam kemoterapi sititoksik atau irradiasi.
D. Etiologi
Penyebab MDS tidak diketahui, tetapi studi menunjukkan bahwa ada faktor-faktor
risiko tertentu terkait dengan terjadinya penyakit.
Faktor-faktor risiko sindrom myelodysplastic
1. Kehadiran anggota keluarga dengan MDS;
2. Sindrom genetik tertentu:
- Sindrom Down
- Fanconi Anemia
- Neutropenia bawaan
- Riwayat Keluarga gangguan trombosit
3. Paparan dosis besar radiasi.
4. Paparan bahan kimia tertentu, seperti benzena.
5. Dampak dari pestisida.
6. Terapi radiasi atau kemoterapi untuk pengobatan kanker.
7. Merokok.
E. Manifestasi Klinis
Ciri umum yang bisa ditemukan pada MDS ini adalah:
1. Turunya kadar HB atau trombosit atau bahkan leukosit serta eritrosit yang
terkadang jauh melampaui jumlah normalnya
2. Namun untuk lebih memastikan seseorang terkena MDS atau bukan haruslah
melalui pemeriksaan sumsum tulang belakang (BMP), dimana pada
pemeriksaan ini dapat diketahui kelainan kelainan bentuk sel serta perubahan
perubahan pada eritrosit dan neutrophil.
F. Patofisiologi
MDS disebabkan paparan lingkungan seperti radiasi dan benzene yang
merupakan faktor resikonya. MDS sekunder terjadi pada toksisitas lama akibat
pengobatan kanker biasanya dengan kombinasi radiasi dan radiomimetik
alkylating agent seperti bisulfan, nitrosourea atau procarbazine ( dengan masa
laten 5-7 tahun) atau DNA topoisomerase inhibitor (2tahun). Baik anemia aplastik
yang didapat yang diikuti dengan pengobatan imunosupresif maupun anemia
Fanconi’s dapat berubah menjadi MDS.
MDS diperkirakan berasal dari mutasi pada sel sumsum tulang yang
multipoten tetapi defek spesifiknya belum diketahui. Diferensiasi dari sel prekursor
darah tidak seimbang dan ada peningkatan aktivitas apoptosis sel di sumsum
tulang. Ekspansi klonal dari sel abnormal mengakibatkan sel yang telah
kehilangan kemampuan untuk berdiferensiasi. Jika keseluruhan persentasi dari
blas sumsum berkembang melebii batas (20-30%) maka ia akan bertransformasi
menjadi AML. Pasien MDS akan menderita sitopenia pada umumnya seperti
anemia parah. Tetapi dalam beberapa tahun pasien akan menderita kelebihan
besi. Komplikasi yang berbahaya bagi mereka adalah pendarahan karena
kurangnya trombosit atau infeksi karena kurangnya leukosit.
Beberapa penlitian menyebutkan bahwa hilangnya fungsi mitokondria
mengakibatkan akumulasi dari mutasi DNA pada sel sitem hematopoietik dan
meningkatkan insiden MDS pada pasien yang lebih tua. Dan adanya akumulasi
dari besi mitokondria yang berupa cincin sideroblas merupakan bukti dari disfungsi
mitokondria pada MDS.
G. Pathway
MDS
Perfusi jaringan
tidak efektif
H. Komplikasi
1. Anemia.
2. Perdarahan sulit berhenti akibat rendahnya trombosit (trombositopenia).
3. Sering mengalami infeksi akibat rendahnya sel darah putih matang.
4. Berkembang menjadi leukemia akut (kanker darah).
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes darah: Untuk mengetahui jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan
trombosit dalam tubuh, serta melihat jika terjadi perubahan terhadap ukuran,
bentuk, dan wujud sel darah.
2. Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang (BMP): Mengambil sampel darah
langsung dari pabriknya (sumsum tulang) untuk melihat gambaran sel darah
keseluruhan dan pemeriksaan genetik sel, sekaligus pengambilan sampel
jaringan sumsum tulang (biopsi) untuk melihat perubahan struktur sel di
sumsum tulang. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan sebuah jarum ke
satu titik di bagian belakang tulang panggul. Prosedur ini berlangsung sekitar
15-20 menit.
J. Penatalaksanaan
1. Pada sindroma mielodisplasia resiko rendah
Pasien yang memiliki jumlah sel blas kurang dari 5 % dalam sumsum
tulang didefinisikan sebagai penderita sindroma mielodisplasia resiko rendah.
Sehingga ditangani dengan konservatif dengan tranfusi eritrosit, trombosit, atau
pemberian antibiotik sesuai dengan keperluan. Upaya memperbaiki keperluan
fungsi sumsum dengan faktor pertumbuhan hemopeitik sedang dilakukan.
Eritropoietin dosis tinggi dapat meningkatkan konsentrasi Hb sehingga tranfusi
tidak perlu dilakukan. Siklosporin atau globulin antilimfosit (GAL) kadang
membuat pasien lebih baik terutama pasien dengan sumsum tulang hiposeluler.
Untuk jangka panjang penimbunan besi tranfusi berulang harus diatasi dengan
chelasi besi setelah mendapat tranfusi 30 - 50 menit. Pada pasien usia muda
terkadang transplantasi alogenik dapat memberikan kesembuhan permanen.
Perlu diperhatikan pada pasien yang memerlukan banyak tranfusi RBC
(red blood cell) adalah level serum ferritin yang dapat berakibat disfungsi organ
dan harus dikontrol < 1000 mg mcg / L, dan ada 2 macam chelasi besi seperti
deferoxamine IV dan deferasinox per oral. Pada kasus yang jarang, deferasinox
dapat menyebabkan gagal ginjal dan hati yang berakhir dengan kematian.
2. Pada sindroma mielodisplasia resiko tinggi
Pada pasien yang memiliki jumlah sel blas lebih dari 5 % dalam sumsum
dapat diberi beberapa terapi:
a. Perawat suportif umum sesuai diberikan untuk pasien usia tua dengan
masalah medis mayor. Tranfusi eritrosit dan trombosit, trapi antibiotik dan
obat anti jamur diberikan sesuai dengan kebutuhan.
b. Kemoterapi agen tunggal hidroksiurea, etopasid, merkaptopurin, ezasitidin,
atau sitosin arabinosida dosis rendah dapat diberikan dengan sedikit
manfaat pada pasien cml (chronik myeloid leukimia) atau anemia refrakter
dengan kelebihan sel blas dalam tranformasi dengan jumlah leukosit dalam
darah yang tinggi.
c. Kemotrapi intensif seperti pada aml (acut myelogeneus leukimia). Kombinasi
fludarabin dengan sitosin sitosin arabinosida (ara-c) dosis tinggi dengan
faktor pembentukan koloni granulosit (g-csf) (flag) dapat sangat bermanfaat
untuk mencapai remisi pada mds.
d. Transplantasi sel induk. Pada pasien dengan usia yang lebih muda (kurang
dari 50 – 55 tahun) dengan saudara laki-laki atau perempuannya yang hila-
nya sesuai atau donor yang tidak berkerabat tetapi sesuai hila-nya. Sct
memberikan prospek kesembuhan yang lengkap dan biasanya dilakukan
pada mds tanpa mencapai remisi lengkap dengan kemoterapi sebelumnya,
walaupun pada kasus resiko tinggi dapat dicoba kemoterapi awal untuk
mengurangi proporsi sel blas dan resiko kambuhnya kbs. Sct hanya dapat
dilaksanakan pada sebagian kecil pasien karena umumnya pasien mds
berusia tua.
Tiga agen yang diterima oleh FDA (food and drug administration)sebagai
pengobatan MDS:
a. 5-azacytidine : rata – rata bertahan hidup 21 bulan
b. Decitabine : respon komplit dilaporkan setinggi 43 % dan pada A,L
decitabine lebih efektif apabila dikombinasikan dengan asam valporat
c. lenalidomine : efektif dalam mengurangi tranfusi sel eritrosit pada pasien
MDSdelesi kromosom 5 q.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi jaringan tidak efektif b/d penurunan konsentrasi Hb dan darah, suplai
oksigen berkurang
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue atau anemia
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan jumlah leukosit
4. Resiko Perdarahan berhubungan dengan Trombositopenia
5. Resiko Injury berhubungan dengan kecenderungan perdarahan sekunder
Jane Bain, Barbara. 2014. Hematologi: Kurikulum inti. Barbara Jane Bain; Alih
Bahasa, Anggraini Iriani, dkk. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC
Richard N. Mitchel. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran.
Jakarta: EGC.
Thaha,Wiradewi, L.AA,Sutirta, Y. (2014). Diagnosis, Diagnosis Differensial dan
Penatalaksanaan Immunosupresif dan Terapi Sumsum Tulang pada Pasien
Anemia Aplastik. Sanglah Denpasar: Fakultas Kedokteran, Universitas
Udayana.