Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN ANTARA JUMLAH LEUKOSIT DENGAN JENIS

APENDISITIS DI RSUD EMBUNG FATIMAH


KOTA BATAM TAHUN 2013
Rachindi Qory Trysia*, Putra Hendra**, Ririen Hariningsih**
*

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Batam, **Dosen Fakultas Kedokteran


Universitas Batam
ABSTRAK

Rachindi Qory Trysia, 61111011, 2014. Hubungan antara Jumlah Leukosit dengan jenis
Apendisitis di RSUD Embung Fatimah Kota Batam tahun 2013. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Batam.
Latar Belakang: Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermiformis.
Untuk mendiagnosis apendisitis tentu diperlukan pemeriksaan penunjang salah satunya
adalah hitung jumlah leukosit. Tujuan penelitian ini secara umum yaitu untuk mengetahui
hubungan antara jumlah leukosit dengan jenis apendisitis.
Metode: Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif analitik dengan rancangan crosssectional dan studi retrospektif yang dilakukan di RSUD Embung Fatimah Kota Batam tahun
2013. Penelitian dilakukan pada bulan September 2014. Pengambilan sampel yaitu Total
Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 58 rekam medis pasien apendisitis pada tahun
2013 yang telah menjalani pemeriksaan jumlah leukosit.
Hasil: Dari penelitian ini diketahui bahwa jumlah leukosit <10.000 sel/mm 3 lebih sering pada
kelompok usia 26-35 tahun sebanyak 13 sampel (61,9%) dari total sampel 33 orang
selebihnya pada kelompok usia lain sebanyak 20 sampel dan jumlah leukosit >10.000
sel/mm3 lebih banyak ditemukan pada usia 17-25 tahun sebanyak 9 sampel (60%) dari total
sampel 25 orang selebihnya pada kelompok usia lain sebanyak 16 sampel. Perbandingan
antara laki-laki dan perempuan yaitu 1:1,4. Pada laki-laki jumlah leukosit banyak ditemukan
>10.000 sel/mm3. Jumlah leukosit <10.000 sel/mm3 dan >10.000 sel/mm3 banyak ditemukan
pada apendisitis akut sebanyak 23 sampel (52,3%) dari total sampel 33 orang dan 21 sampel
(47,7%) dari total sampel 25 orang. Dari hasil uji Chi-Square didapatkan p=0,207 artinya
tidak ada hubungan antara jumlah leukosit dengan apendisitis akut maupun apendisitis tidak
akut.
Simpulan: Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jumlah leukosit tidak
bermakna dalam mendiagnosis apendisitis.
Kata Kunci : Apendiks, Jumlah leukosit
PENDAHULUAN
WHO (World Health Organization)
menyebutkan insidensi apendisitis di Asia
dan Afrika pada tahun 2004 adalah 4,8% dan
2,6% penduduk dari total populasi.
Apendisitis perforata sering terjadi pada
umur di bawah 18 tahun ataupun di atas 50
tahun. Insidensi apendisitis pada laki-laki

lebih besar 1,4 kali dari perempuan. Rasio


laki-laki dan wanita sekitar 3:2.1
Di awal tahun 2009, tercatat 2.159
orang Jakarta yang dirawat di rumah sakit
akibat apendisitis. Jumlah pasien apendisitis
yang menjalani rawat inap pada tahun 2008
yaitu 591.819 dan pada tahun 2009 mencapai
596.132 orang. Melihat data tersebut dan
kenyataannya bahwa masih banyak kasus

apendisitis yang tidak terlaporkan di


Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Departemen Kesehatan menganggap bahwa
apendisitis merupakan isu yang tidak bisa
dianggap remeh karena mempunyai dampak
besar pada kesehatan masyarakat karena
statistik menunjukkan bahwa setiap tahun
apendisitis menyerang 10 juta penduduk
Indonesia.2
Dari data yang didapatkan di Rumah
Sakit Umum Daerah Embung Fatimah kota
Batam Tahun 2013 penderita apendisitis
sebanyak 206 orang.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
merupakan dasar dalam diagnosis apendisitis
dengan tingkat akurasi sebesar 76-80%.
Modalitas
untuk
pencitraan
seperti
Ultrasonography (USG) dan Computed
Tomography (CT) scan dapat meningkatkan
akurasi diagnosis hingga 90%, namun karena
biayanya yang mahal dan tidak semua unit
pelayanan kesehatan memiliki peralatan ini,
sehingga pemerisaan ini jarang dilakukan.
Salah satu pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan adalah pemeriksaan hitung
jumlah leukosit.3 Pemeriksaan ini merupakan
suatu pemeriksaan yang tersedia di semua
rumah sakit, murah dan cepat. Jumlah
leukosit
umumnya
meningkat
pada
apendisitis akut yakni sekitar 10.000-18.000
sel/mm3. Jumlah leukosit yang lebih dari
18.000 sel/mm3 menunjukkan adanya
perforasi. Kemampuan dokter dalam
menegakkan diagnosis apendisitis serta
membedakan antara apendisitis akut dan
apendisitis perforasi secara klinis sangat
diperlukan, karena keduanya memiliki
penanganan yang berbeda.4
Leukositosis adalah suatu respon
normal terhadap infeksi atau peradangan.
Leukositosis apabila jumlah leukosit dalam
darah melebihi 10.000 sel/mm3 (Leukosit
normal 5.000-10.000 sel/mm3). Leukositosis
abnormal dijumpai pada keganasan dan
gangguan sumsum tulang tertentu. Semua
atau hanya salah satu jenis sel darah putih
dapat terpengaruh. Sebagai contoh, respon
alergi dan asma secara spesifik berkaitan
dengan peningkatan jumlah eosinofil.5

Berdasarkan penelitian yang dilakukan


oleh Krishnan tahun 2009 di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan,
menunjukkan terdapat leukositosis pada 73%
pasien apendisitis akut.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan merupakan
penelitian deskriptif analitik dengan studi
cross-sectional yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara jumlah leukosit
dengan jenis apendisitis. Desain penelitian
ini adalah retrospektif. Penelitian dilakukan
di Rumah Sakit Umum Daerah Embung
Fatimah kota Batam pada bulan september
2014.
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasien yang didiagnosis apendisitis di
RSUD Embung Fatimah Kota Batam tahun
2013. Populasi dalam penelitian ini diambil
sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu
pasien yang didiagnosis apendisitis oleh
dokter melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
dan
pemeriksaan
penunjang (adanya
pemeriksaan leukosit yang diambil pada saat
pasien masuk) yang dicantumkan dalam
rekam medis. Sedangkan kriteria ekslusi
yaitu pasien yang memiliki penyakit infeksi
atau penyakit lain yang dapat mempengaruhi
peningkatan leukosit. Teknik pengambilan
sampel pada penelitian ini adalah Total
Sampling. Sampel pada penelitian ini yaitu
sebanyak 58 Sampel.
Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah jenis apendisitis dan variabel
bebasnya adalah jumlah leukosit.
Penelitian ini menggunakan data
sekunder dengan mengambil data melalui
pencatatan rekam medis di RSUD Embung
Fatimah
kota
Batam
tahun
2013.
Pengambilan data dilakukan dengan mencatat
data yang ada pada status rekam medis
pasien dengan diagnosis apendisitis pada
tahun 2013. Hasil ukur yang diambil adalah
data jumlah leukosit pasien apendisitis dari
hasil pemeriksaan darah lengkap berdasarkan
dari pemeriksaan pada saat pasien masuk.
Data yang diperoleh dari rekam medis
disusun dalam tabel distribusi frekuensi

berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin


dan jenis apendisitis dengan bantuan
Dari tabel 2 ditemukan jumlah lakiperangkat SPSS.
laki sebanyak 24 orang dan jumlah
perempuan sebanyak 34 orang. Pada
HASIL PENELITIAN
kelompok pertama (<10.000 sel/mm3)
Analisis Univariat
sebanyak 11 orang (45,8%) dari total sampel
Analisis univariat bertujuan untuk 33, kelompok kedua (>10.000 sel/mm3)
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel sebanyak 13 orang (54,2%) dari total sampel
penelitian.
Bentuk
analisis
univariat 25. Pada perempuan kelompok <10.000
tergantung dari jenis datanya.6 Analisis sel/mm3 adalah 22 orang (64,7%) dari total
Bivariat dalam penelitian ini adalah suatu sampel 33, kelompok >10.000 sel/mm3
teknik analisis yang digunakan untuk sebanyak 12 orang (35,3%) dari total sampel
mengetahui hubungan antara jumlah leukosit 25.
dengan jenis apendisitis di RSUD Embung
Fatimah, serta dilakukan pengujian dengan Tabel 3. Distribusi Frekuensi Jumlah
uji Chi-Square yang berguna untuk Leukosit berdasarkan Jenis Apendisitis
Jumlah Leukosit
Total
%
Jenis
mengetahui hubungan antara dua variabel
<10.000
>10.000
%
%
Apendisitis
sel/mm
sel/mm
dan mengukur kuatnya hubungan antara
Apendisitis
23
52,3
21
47,7
44
100
variabel.
Akut
3

Apendisitis
Tidak Akut
Total

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Jumlah


Leukosit berdasarkan Kelompok Usia
Usia
(Tahun)

Jumlah Leukosit
%
>10.000
sel/mm3
0
2
100
0
40
9
61,9
8
58,3
5
100
0
75,0
1
0
56,9
25

10

71,4

28,6

14

100

33

56,9

24

43,1

58

100

Dari tabel 3 distribusi leukosit


berdasarkan
jenis apendisitis (apendisitis
0-5
0
5-11
100
2
100
akut, apendisitis tidak akut) dikelompokkan
12-16
1
100
dalam 2 kelompok <10.000 sel/mm3,
17-25
60
15
100
kelompok kedua >10.000 sel/mm3. Pada
26-35
38,1
20
100
36-45
41,7
13
100
kelompok <10.000 sel/mm3 ditemukan paling
46-55
3
100
banyak pada apendisitis akut sebanyak 23
56-65
25
4
100
>65
0
sampel (52,3%) dan pada apendisitis tidak
Total
43,1
58
100
akut sebanyak 10 orang (71,4%) dari total
Sumber : Depkes RI, 2009
sampel 33, pada kelompok >10.000 sel/mm3
ditemukan apendisitis akut sebanyak 21
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat sampel (47,7%) dan apendisitis tidak akut
bahwa distribusi leukosit. Pada jumlah sebanyak 4 orang (28,6%) dari total sampel
leukosit
<10.000
sel/mm3
terbanyak 25.
didapatkan pada kelompok usia 26-35 tahun
sebanyak 13 sampel (61,9%) dari total Analisis Bivariat
sampel 33 dan tidak ditemukan pada Tabel 4. Distribusi Frekunesi Sampel
kelmpok usia 0-5 tahun dan >65 tahun. Pada Berdasarkan Hubungan antara Jenis
jumlah leukosit >10.000 sel/mm3 terbanyak Apendisitis dengan Jumlah Leukosit
Tot
Jenis
Jumlah Leukosit
%
P
al
ditemukan pada usia 17-25 tahun sebanyak 9 Apendisiti
<10.000
>10.000
%
%
s
orang (60%) dari total sampel 25.
sel/mm
sel/mm
<10.000
sel/mm3
0
0
1
6
13
7
3
3
0
33

Total

Apendisitis
Akut
Apendisitis
Tidak Akut
Total

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jumlah


Leukosit Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis
Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total

<10.000
sel/mm3
11
22
33

Jumlah Leukosit
%
>10.000
sel/mm3
45,8
13
64,7
12
56,9
25

Total

24
34
58

100
100
100

%
54,2
35,3
43,1

23

52,3

21

47,7

44

100

10

71,4

28,6

14

100

33

56,9

24

43,1

58

100

0,207

Dari hasil uji statistik dengan ChiSquare diperoleh nilai p = 0,207 (p < 0,05)
yang artinya dapat disimpulkan tidak ada

hubungan yang signifikan antara jumlah saluran apendiks.9 Bentuk anatomis apendiks
leukosit dengan jenis apendisitis.
pada bayi berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya
PEMBAHASAN
sehingga jarang menyebabkan obstruksi.
Analisis Karakteristik Sampel
Alasan
lain
yang
mungkin
juga
1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia
mempengaruhi rendahnya insiden apendisitis
Insidensi apendisitis di RSUD pada bayi adalah pemberian makanan bayi
Embung Fatimah Kota Batam tahun 2013 yang berbentuk cair atau setengah padat.
adalah sebanyak 58 orang. Apendisitis dapat Keadaan ini mungkin menjadi sebab
terjadi pada setiap usia, namun pada anak rendahnya insiden apendisitis di usia itu.10
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Namun untuk gambaran leukosit pada bayi
Insidensi apendisitis akut paling sering yang baru lahir yaitu leukositnya meningkat
terjadi pada remaja dan dewasa muda yakni jumlahnya berkisar antara 10.000-30.000
usia 20 dan 30 tahun, dan setelah itu sel/mm3. Jumlah leukosit tertinggi pada bayi
menurun
dengan
pertambahan
usia.7 usia 12 jam yaitu antara 13.000-38.000
Berdasarkan tabel 1 dari 33 sampel (<10.000 sel/mm3. Setelah itu jumlah leukosit turun
sel/mm3) frekuensi apendisitis lebih sering secara bertahap dan pada usia 21 tahun
pada kelompok usia 26-35 tahun dengan dengan jumlah leukosit berkisar antara
jumlah 13 sampel (61,9%). Pada jumlah 4.5000-11.000 sel/mm3. Saat keadaan normal
leukosit >10.000 sel/mm3 frekuensi paling jumlah leukosit pada orang dewasa berkisar
sering pada kelompok usia 17-25 tahun antara 5.000-10.000 sel/mm3, untuk itu
sebanyak 9 sampel (60%) dari total 25 apabila ditemukan apendisitis dengan
sampel. Penelitian ini sejalan dengan peningkatan leukosit pada anak usia <10
penelitian yang dilakukan oleh Putrikasari tahun perlu di pastikan usia anak dan perlu
(2010) yang menyatakan bahwa penderita pemeriksaan lain seperti patologi anatomi
apendisitis terbanyak terdapat pada kelompok maupun
pemeriksaan
USG
untuk
usia 20-30 tahun dengan rata-rata usia yaitu mendapatkan
diagnosis
pasti
dari
29 tahun.8 Dan penelitian yang dilakukan apendisitis.11 Pada akhir remaja jumlah
oleh pasaribu (2010) di RSUP H Adam Malik leukosit masih di atas normal karena masih
Medan juga menunjukkan bahwa jumlah dalam tahap perubahan pada faal tubuh
pasien apendisitis terbanyak pada kelompok termasuk faal kekebalan (sistem imun),
usia 11-20 tahun sebanyak 15 orang (25%), leukosit merupakan salah satu dari sistem
dan kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 21 imun yang apabila terjadi infeksi maka
orang (35%). Hal ini dipengaruhi oleh pola leukosit akan meningkat untuk melakukan
makan yang kurang baik pada usia tersebut. perlawanan terhadap infeksi, pada umur
Memang hal ini tidak terjadi pada setiap remaja akhir leukosit masih diatas normal
orang, tetapi seperti kita ketahui bahwa usia sehingga apabila dilakukan pemeriksaan
20-40 tahun bisa dikategorikan sebagai usia hitung leukosit maka
dapat ditemukan
produktif, dimana orang yang berada pada leukositosis.12
usia tersebut melakukan banyak sekali
kegiatan. Hal ini menyebabkan orang 2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis
tersebut mengabaikan nutrisi makanan yang
Kelamin
dikonsumsinya. Kebanyakan orang memakan
Total sampel penelitian ini adalah 58
makanan cepat saji agar tidak mengganggu orang, dimana 24 laki-laki (41,37%) dan 34
waktunya, padahal makanan-makan cepat perempuan (58,62%) dengan rasio lakisaji itu tidak mengandung serat yang cukup. laki:perempuan 1:1,4. Hasil penelitian ini
Akibatnya terjadi kesulitan buang air besar sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
yang akan menyebabkan peningkatan Putrikasari (2010) di RSPAD Gatot Soebroto
tekanan pada tekanan pada rongga usus dan Jakarta pada tahun 2010 dengan penderita
pada akhirnya menyebabkan sumbatan pada apendisitis berjenis kelamin perempuan

sebanyak 51,11% dan laki-laki sebanyak


48,89%. Penelitian yang dilakukan oleh
Satrio (2009) di RSCM Jakarta juga
menunjukkan bahwa jumlah penderita
apendisitis berjenis kelamin perempuan lebih
banyak dibandingkan dengan laki-laki. Hal
ini diperkirakan karena adanya false positive
atau kesalahan hasil positif akibat faktor lain.
Hal tersebut karena diagnosa banding
apendisitis pada wanita lebih banyak, antara
lain kehamilan ektopik dan sebagainya.
Apendiks pada wanita berdekatan dengan
organ reproduksi yang kemungkinan juga
bisa terkena infeksi dan memberi gejala yang
hampir sama dengan apendisitis.13 Hal ini
tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Krishnan (2010) bahwa rasio
laki-laki lebih banyak dari pada perempuan
yang mengalami apendisitis.14 Dan tidak
sejalan juga dengan penelitian Craig (2010)
yang menyatakan rasio laki-laki:perempuan
2:1.1 Pada tabel 2 jumlah leukosit <10.000
sel/mm3 paling banyak ditemukan pada
perempuan yaitu sebanyak 22 sampel
(64,7%). Dan >10.000 sel/mm3 paling banyak
ditemukan pada laki-laki sebanyak 13 sampel
(54,2%) dari total sampel 25. Artinya lakilaki lebih banyak yang mengalami
leukositosis dibandingkan perempuan pada
kasus apendisitis, selain faktor infeksi atau
peradangan faktor lain yang dapat
mempengaruhi peningkatan jumlah leukosit
adalah
aktivitas
berat,
dibandingkan
perempuan laki-laki lebih sering melakukan
aktivitas berat yang dapat mempengaruhi
jumlah leukosit. Leukositosis yang terjadi
setelah aktivitas berat akan mengakibatkan
peningkatan mobilisasi leukosit dari sumsum
tulang ke darah, demarginasi dari dinding
pembuluh
darah
secara
diapedesis.15
Leukositosis terjadi akibat dari peningkatan
sirkulasi sel yang terinflamasi, dan pada saat
masa pemulihan (tidak disebutkan berapa
lama) maka jumlah hitung leukosit menurun
secara signifikan. Peningkatan leukosit
segera setelah latihan terjadi karena epineprin
dan norepineprin yang dilepaskan ke dalam
plasma menyebabkan marked pengaruh
fisiologi pada heart rate dan vasomotor tone
yang akhirnya membentuk pola aliran darah

melalui jaringan limpa dan sirkulasi leukosit.


Katekolamin meningkat secara linear dengan
durasi dan intensitas latihan, namun
tergantung pada individunya.16
3. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis
Apendisitis
Pada tabel 3 menunjukkan bahwa
jumlah leukosit <10.000 sel/mm3 dan
>10.000 sel/mm3 banyak ditemukan pada
jenis apendisitis akut dengan sampel
sebanyak 23 sampel (52,3%) dari total
sampel sebanyak 33 sampel dan 21 sampel
(47,7%) dari total sampel sebanyak 25
sampel. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ortega (2008)
di Madrid yang menyebutkan bahwa jumlah
leukosit tidak bermakna dalam mendiagnosis
apendisitis.17 Hasil penelitian diatas tidak
sesuai dengan pernyataan Brian K.S (2009)
yang menyebutkan bahwa pada pasien
apendisitis akut 70-90% hasil laboratorium
nilai leukosit meningkat, walaupun hal ini
bukan hasil yang karakteristik.18 Dan tidak
sejalan juga dengan penelitian yang
dilakukan oleh Beltran et al (2007) di Rumah
Sakit De Ovalle Chili, menyimpulkan bahwa
jumlah
leukosit
dapat
membantu
19
menegakkan diagnosis apendisitis.
Analisis Hubungan antara Jumlah
Leukosit dengan Jenis Apendisitis
Pada tabel 4 analisis uji statistik
dengan Chi-Squere diperoleh nilai p = 0,207
(p<0,05) yang artinya dapat disimpulkan
tidak ada hubungan yang signifikan antara
jumlah leukosit dengan jenis apendisitis.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ortega (2008) di Madrid yang
menyebutkan bahwa jumlah leukosit tidak
bermakna dalam mendiagnosis apendisitis
dimana dari hasil analisa statistik diperoleh
nilai p=0,3. Pada penelitiannya didapatkan
lebih banyak pasien apendisitis dengan
jumlah leukosit normal, hal ini mungkin
dikarenakan pasien tersebut mengalami selflimiting appendicitis yang berlangsung secara
spontan.17 Menurut Kamran H. Et al (2008)
dari penelitiannya, nilai leukosit sedang
berkisar diantara 10.000-18.000 sel/mm3 dan

dapat disimpulkan sebagai satu kejadian


leuksositosis sedang, sedangkan jumlah
leukosit >18.000 sel/mm3 dikaitkan dengan
apendisitis perforasi dan peritonitis.11
Menurut Shih (2008) saat ini penggunaan
obat-obatan seperti analgetik, antipiretik dan
antibiotik sangat luas digunakan tanpa resep
dokter. Pemakaian antibiotik secara bebas
oleh pasien apendisitis sebelum masuk rumah
sakit dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
hitung jumlah leukosit.20 Hasil penelitian
diatas tidak sesuai dengan pernyataan Brian
K.S (2009) yang menyebutkan bahwa pada
pasien apendisitis akut 70-90% hasil
laboratorium nilai leukosit meningkat,
walaupun hal ini bukan hasil yang
karakteristik.18 Penyakit infeksi pada pelvis
terutama pada wanita akan memberikan
gambaran laboratorium yang terkadang sulit
dibedakan dengan apendisitis akut. Dan
penelitian ini juga tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Beltran et al
(2007) di Rumah Sakit De Ovalle Chili,
menyimpulkan bahwa jumlah leukosit dapat
membantu menegakkan diagnosis apendisitis.
Beberapa jam setelah terjadi proses
peradangan dalam tubuh, leukosit akan
dikeluarkan dari pembuluh darah menuju
jaringan yang meradang. Peningkatan jumlah
leukosit
dikarenakan
dilepaskannya
mediator-mediator kimiawi dan faktor
penginduksi leukosit secara bersamaan dari
jaringan yang meradang. Faktor-faktor ini
akan masuk kedalam pembuluh darah dan
merangsang pelepasan leukosit yang terdapat
didalam sumsum tulang menuju tempat yang
terinflamasi. Sehingga saat dilakukan
pemeriksaan hitung jumlah leukosit pada
pasien
apendisitis
akan
ditemukan
leukositosis. Dan pada pasien apendisitis
yang peradangannya sudah lama biasanya
memiliki jumlah leukosit normal yaitu
diantara 5000-10.000 sel/mm3. Nilai leukosit
tidak melebihi dari 11.000 sel/mm3. Nilai
normal leukosit bukan berarti tidak terdapat
gangguan yang berarti, nilai leukosit yang
normal biasa terjadi pada infeksi yang lama
dan bukan infeksi yang terjadi beberapa jam
setelah onset.21

SIMPULAN
Berdasarkan dari penelitian pada pasien
apendisitis di RSUD Embung Fatimah kota
Batam tahun 2013, dapat diambil beberapa
kesimpulan. Frekuensi apendisitis ditemukan
nilai tertinggi pada kelompok umur 26-35
tahun dengan gambaran jumlah leukosit
normal sedangkan leukositosis nilai tertinggi
pada usia 17-25 tahun. Rasio lakilaki:perempuan 1:1,4, jumlah leukosit normal
banyak ditemukan pada perempuan dan
leukositosis ditemukan pada laki-laki. Pada
jenis apendisitis akut ditemukan jumlah
leukosit dalam batas normal yaitu <10.000
sel/mm3. Tidak ada hubungan yang signifikan
antara jumlah leukosit dengan jenis
apendisitis
DAFTAR PUSTAKA
1.

Craig,
S.,
2014.
Acute
Apendicitis.
http://emedicine.medscape.com/article/773895overview#a0156 (Accessed on 18 Agustus 2014)

2.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia,


Jakarta 2009. Prevalensi Apendisitis di 12
provinsi.

3.

Cardall T, Glasser J, Guss AD. 2004. Clinical


Value of the Total White Blood Cell Count and
Temperature in the Evaluation of Patients with
Suspected Appendicitis. ACAD Emerg Med.

4.

Jaffe, M. Bernard and Berger, H. David, (2005).


Appendix, in F. Charles Brunicardi, M. D., F. A.
C (8th ed). Schwartzs Principles of Surgery,
P.1119. Mc Graw Hill inc. New York

5.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku


Patofisiologi. Jakarta : EGC Departemen Bedah
UGM. 2010. Apendik.

6.

Notoadmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian


Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

7.

Silen W. 2005. Acute Apendicitis an Peritonitis.


Dalam: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Editor.
Harrisonss Principles of Internal Medicine. Edisi
ke-1. New York : The McGraw Hill Companies.

8.

Putrikasari LAP. 2010. Perbedaan Jumlah


Leukosit pada Pasien Apendisitis Akut dan
Apendisitis Kronik Di RSPAD Gatot Soebroto
Jakarta Periode 2010 [Skripsi]. Jakarta:
Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Jakarta. Fakultas Kedokteran.

9.

Pasaribu IC. 2010.


Karakteristik Penderita
Apendisitis Di RSUP H. Adam Malik Medan
pada Tahun 2009 [Skripsi]. Medan: Universitas
Sumatra Utara. Fakultas Kedokteran.

10. Sjamsuhidajat, R.dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu


Bedah Sjamsuhidajat-De Jong ed. 3. Jakarta :
EGC
11. Kamran. H. & et al, 2008. Role of Total
Leukocyte Count in Diagnosis of Acute
Appendicitis: 20(3). Pakistan
12. Lateef,A; Arshad, Misbah, Hamayun. 2009. Role
of Leucocyte Count in the Diagnosis of Acute
Appendicitis. Gomal Journal of Medical
Sciences. Pakistan
13. Satrio S. 2009. Hubungan Perubahan Letak
Serabut Saraf Ektopik dengan Tipe Radang pada
Pasien Yang Didiagnosis Apendisitis Apendisitis
Secara Histopatologis Di RSUPN Cipto
Mangunkusumo antara Tahun 2005-2007
[Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Fakultas Kedokteran.
14. Krishnan S. 2010. Jumlah Leukosit Pasien
Apendisitis Akut Di RSUP Haji Adam Malik
pada 2009
[Skripsi]. Medan : Universitas
Sumatra Utara. Fakultas Kedokteran.

15. Risoy, B. A., Trul, R., H. Jostein, T.L.Knut,


Kjersti, B., Astrid, K., Else, M. S. & Haakon, B.
2003. Delayed Leukocytosis After Hard Strength
and Endurance Excercise : Aspects of Regulatory
Mechanisms. BMC Physiology.
16. Van Helvoort Hanneke, A. C., Heijdra Yvonne,
F., De Boer Roline, C. & Swinkels, A. 2007. SixMinute Walking Induced Systemic Inflammation
and Oxidative Stress in Muscle-Wasted COPD
Patients. In THIJS, M. H. & Dekhuijzen, P. N. R.
(Eds.) Netherlands, American College of Chest
Physicians
17. Ortega P, De Adana JC, Hernandez A, Garcia J,
Moreno M. 2008. Usefulness of Laboratory Data
in Management of Right Iliac Fossa Pain in
Adults. Dis Colon Rectum
18. Brian K.S., 2009. Acute Appendicitis In: Allan
B.W & et al. Harwood-nuss Clinical Practice
of Emergency Medicine: 5th
19. Beltran MA, Almonacid J, Vicencio A, Gutierrez
J, Cruces KS, Cumsille MA. 2007. Predictive
Value of White Blood Cell Count and C-Reactive
Protein in Children With Appendicitis. Journal of
Pediatric Surgery.
20. Sish WL, Ng KC. 2008. Analysis of Inflamatory
Parameters in Acute Appendicitis. Taiwan :
Departement of Community Medicine.
21. Burkitt, H.G., Quick, C.R.G., and Reed, J.B.,
2007. Appendicitis. In: Essential Surgery
Problems, Diagnosis, & Management. Fourth
Edition. London: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai