Anda di halaman 1dari 30

PENDAHULUAN

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah vertigo yang timbul bila kepala

mengambil posisi atau sikap tertentu. Serangan vertigo dapat dicetuskan oleh perubahan sikap,

misalnya bila penderita berguling di tempat tidur, menolehkan kepala, melihat ke bawah,

menengadah. BPPV merupakan vertigo yang berasal dari kelainan perifer terbanyak, paling

sering dijumpai di masyarakat, yaitu sekitar 30%. Wanita agak lebih sering daripada pria.

Penatalaksanaan BPPV salah satunya adalah Epley maneuver yang sering dilakukan oleh

dokter. Maneuver ini dapat dilakukan olh pasien bersama dokter maupun di rumah. Tetapi

memang untuk pertama kalinya akan lebih aman pada pasien apabila melakukannya bersama

dokter. Manuver Epley memiliki keefektifan pada BPPV sekitar 80%.

BPPV bukanlah penyakit yang secara langsung membahayakan jiwa, tetapi apabila

gejalanya sering timbul dapat menimbulkan kecemasan pada pasien. Manuver Epley adalah

serangkaian posisi yang dapat diterapkan pada pasien BPPV. Pada referat kali ini akan dibahas

mengenai maneuver Epley tersebut pada BPPV.

1
BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A

Umur : 25 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Pekerjaan : Karyawan

Alamat : Bida Asri Blok O 135

Tanggal masuk : 17 agustus 2019

No CM : 00220194

II. SUBYEKTIF
Keluhan Utama :Kepala pusing berputar

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan kepala terasa pusing berputar sejak
2 jam SMRS. Pusing dirasakan selama kurang lebih 20 detik. Pusing yang dirasakan
timbul secara tiba-tiba dan dirasakan hilang timbul. Pasien merasa dirinya melayang
mengitari ruangan, terutama jika pasien membuka mata dan mengubah posisi kepala, dari
posisi tidur ke posisi duduk atau tegak/berdiri.
Tidak dirasakan rasa penuh dan suara berdenging pada kedua telinga. Penurunan
pendengaran tidak dirasakan selama serangan. Sebelumnya pasien tidak pernah

2
merasakan pusing yang sehebat ini. Keluhan juga disertai dengan mual dan muntah
selama kepala terasa pusing. Pasien akan merasakan pusing jika berubah posisi ke arah
kanan ataupun kiri. Pasien lebih nyaman jika memejamkan matanya. Tidak ada gangguan
penglihatan selama keluhan ini dirasakan. Tidak ada riwayat trauma/terjatuh dan demam
sebelumnya. Tidak ada riwayat kejang dan penurunan kesadaran. Di keluarga pasien
tidak ada yang merasakan keluhan yang seperti dirasakan pasien saat ini. Keluhan seperti
ini baru dirasakan pertama kali.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat merokok disangkal


 Riwayat darah tinggi disangkal
 Riwayat penyakit DM disangkal
 Riwayat penyakit paru tidak ada
 Riwayat penyakit jantung tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada keluarga pasien yang mengeluh adanya keluhan yang sama seperti yang
dirasakan pasien.

Riwayat Sosial Ekonomi dan Pribadi

 Cukup

III. OBJEKTIF (Status Present)


 Kesadaran : Composmentis
 GCS : 15 (E4.M6.V5)
 Tekanan darah : 120/70 mmHg
 Nadi : 84 x/ menit

3
 Respirasi : 20 x/ menit
 Suhu : 36,7 oC
 Kepala : dalam batas normal
 Leher : dalam batas normal

Status Interna

 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula kiri

Perkusi : Batas jantung kanan : ICS 4 parasternal kanan

Batas jantung atas : ICS 2 parasternal

Batas jantung kiri : ICS 5 midclavicula kiri

Auskultasi : BJ I – II murni reguler

 Paru
Inspeksi : Simetris hemitoraks kanan-kiri saat statis dan dinamis

Palpasi : Simetris hemitorak kanan-kiri pada fremitus fokal dan taktil

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

 Abdomen
Inspeksi : Permukaan cembung

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani pada keempat quadran abdomen

Palpasi : NT/NK/NL : -/-/-. Hepar, lien, ginjal sulit diraba.

4
1. Status Psikis
Cara berfikir : baik

Perasaan hati : baik

Tingkah laku : baik

Ingatan : baik

Kecerdasan : baik

2. Status Neurologis
A. Kepala
Bentuk : normocephalus

Nyeri tekan : tidak ada

Simetris : (+)

Pulsasi : (-)

B. Leher
Sikap : dalam batas normal

Pergerakan : dalam batas normal

Kaku kuduk : (-)

C. Nervus kranialis
 N. I (olfaktorius)
Subyektif : tidak dilakukan

Dengan bahan : tidak dilakukan

5
 N. II (optikus)
Tajam penglihatan : baik

Lapang peglihatan : baik

Melihat warna & fundus okuli : tidak dilakukan

 N. III (oculomotor)
Sela mata : simetri kanan kiri sama

Pergerakan bulbus : baik ke segala arah

Strabismus : (-)

Nistagmus : (+/+) horizontal

Eksopftalmus : (-)

Pupil

Besar : ± 3 mm

Bentuk : simetris bulat isokor

Refleks cahaya : (+/+)

Refleks konsensual : (+/+)

Refleks konvergensi : tidak dilakukan

Melihat kembar : tidak dilakukan

 N. IV (trochlearis)
Pergerakan mata (bawah-dalam) : tidak dapat dinilai

Sikap bulbus : simetris

Melihat kembar : tidak ada

 N. V (trigeminus)

6
Membuka mulut : baik

Menguyah : baik

Mengigit : baik

Reflek kornea : tidak dilakukan

Sensibilitas muka : tidak dilakukan

 N.VI (abducens)
Pergerakan mata (ke lateral) : baik

Sikap bulbus : simetris

Melihat kembar : tidak ada

 N.VII (fascialis)
Mengerutkan dahi : baik

Menutup mata : baik

Memperlihatkan gigi : baik

Bersiul : tidak dilakukan

Perasaan lidah

2/3 bagian depan lidah : tidak dilakukan

 N.VIII ( vestibulo cochlear)


Detik arloji : tidak dilakukan

Suara berbisik : baik

Tes Weber : tidak dilakukan

Tes Rinne : tidak dilakukan

7
Tes Swabach : tidak dilakukan

 N.IX (glosofaringeus)
Perasaan lidah

(1/3 bagian belakang) : tidak dilakukan

Sensibilitas faring : tidak dilakukan

 N.X (vagus)
Arkus faring : dalam batas normal

Uvula : tidak dilakukan

Berbicara : baik

Menelan : baik

 N.XI (asesorius)
Menengok : baik

Mengangkat bahu : baik

 N.XII (hipoglosus)
Pergerakan lidah : baik

Lidah deviasi : tidak ada

Artikulasi : baik

D. Fungsi luhur
Baik

E. Badan dan anggota gerak


1. Badan
Respirasi : torako abdominal

Bentuk kolumna vetebralis : dalam batas normal

8
Pergerakan kolumna vetebralis : dalam batas normal

Refleks kulit perut atas : tidak dilakukan

Refleks kulit perut tengah : tidak dilakukan

Refleks kulit perut bawah : tidak dilakukan

2. Anggota gerak atas


Motorik : 5/5

Pergerakan : +/+

Kekuatan : 5/5

Tonus : baik

Atropi : (-)

Refleks

Biceps : +/+

Trisep : +/+

Brakio Radialis : +/+

Radius : +/+

Hoffman/trommer : tidak dilakukan

Sensibilitas : baik

Taktil : baik

Nyeri : baik

Suhu : 36,7

Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan

9
Lokalis : tidak dilakukan

Getar : tidak dilakukan

3. Anggota gerak bawah


Motorik : +/+

Pergerakan : +/+

Kekuatan : 5/5

Tonus : baik

Atropi : (-)

Sensibilitas

Taktil : baik

Nyeri : baik

Suhu : baik

Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan

Lokalis : tidak dilakukan

Getar : tidak dilakukan

Refleks fisiologis

Patella : +/+

Achilles : +/+

Refleks patologis

Babinsky : (-/-)

Chaddock : (-/-)

10
Openhaeim : (-/-)

Gordon : (-/-)

Schaefer : (-/-)

Mendel Bechtrew : tidak dilakukan

Rosolimo : tidak dilakukan

Klonus paha : (-/-)

Klonus kaki : (-/-)

Test Laseque : (-)

Test brudzinsky I/II/III : (-)

Test kernig : (-)

Meningial Sign : kaku kuduk (-)

Patrick : tidak dilakukan

Kontra patrick : tidak dilakukan

F. Koordinasi, Gait dan Keseimbangan


Cara berjalan : tidak dilakukan

Test Romberg : tidak dilakukan

Disdiadokokinesis : baik

Test finger to nose : baik

Test hell to knee : baik

Ataksia : tidak dilakukan

11
Rebound phenomen : tidak dilakukan

G. Gerakan – gerakan abnormal


Tremor : (-)

Athetosis : (-)

Mioklonik : (-)

Khorea : (-)

H. Fungsi vegetatif
Miksi : lancar

Defekasi : lancar

IV. Diagnosis
Benign Paroxysmal Positional Vertigo

V. Rencana Awal
 Medikamentosa
 Betahistine meleat tab 2x1
 Inj. ondancentron
 Inj. Neurotam 2x 3gr iv
 Inj. Neurilon 3x12mg iv
VI. Rencana edukasi
 Minum obat sesuai anjuran
 Istirahat yang cukup dan mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan keluhan
tersebut di atas
 Menerapkan pola hidup sehat (makan makanan yang bergizi, tidur cukup, dan
olahraga teratur)
VII. Prognosis
 Ad vitam : ad bonam
 Ad fungsionam : ad bonam
 Ad sanationam : ad bonam

12
BAB II

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO

1. DEFINISI
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah salah satu jenis vertigo vestibular
tipe perifer yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, ditandai dengan serangan-
serangan yang menghilang spontan. Benign Paroxysmal Positional Vetigo didefinisikan sebagai
kelainan pada telinga bagian dalam yang mana ada pengulangan episodic dari vertigo posisional.
BPPV juga sering dikenal dengan kelainan pada bagian vestibular.1,2

BPPV bukan suatu penyakit, melainkan suatu sindroma sebagai gejala sisa dari penyakit
pada telinga dalam.3

Penelitian Baloh mendapatkan usia rata-rata penderita BPPV adalah 54 tahun, dengan
rentang usia 11-84 tahun. Wanita : pria 1.6 : 1.0, sedangkan pada yang idiopatik 2:1. Insidensi
dari BPPV berkisar 10.7-64 per 100.000 orang dan meningkat 38% setiap dekadenya.1,4

2. ETIOLOGI
a. Idiopatik
Sekitar 50% penderita BPPV tidak diketahui penyebabnya.4
b. Simtomatik
Pasca trauma, pasca-labirinitis virus, insufisiensi vertebrobasilaris, Meniere, pasca-
operasi, ototoksisitas, mastoiditis kronik.5
Pada orang tua, penyebab paling umum adalah degenerasi dari sistem vestibular dari
telinga bagian dalam.6

3. PATOFISIOLOGI
Terdapat 2 hipotesa yang menerangkan patofisiologi BPPV, yaitu:4,7

1. Hipotesa kupulotiasis
2. Hipotesa kanalitiasis

13
Hipotesa Kupulotiasis

Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen otokonia yang terlepas
dari macula utrikulus yang berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula semisirkularis
posterior yang letaknya langsung di bawah makula urtikulus. Debris ini menyebabkannya lebih
berat daripada endolimfe sekitarnya, dengan demikian menjadi lebih sensitif terhadap perubahan
arah gravitasi. Bilamana pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring dengan kepala
tergantung, seperti pada tes Dix Hallpike, kanalis posterior berubah posisi dari inferior ke
superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan
vertigo.

Pergeseran massa otokonia tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan
adanya masa laten sebelum timbulnya nistagmus dan keluhan vertigo.

14
Gerakan posisi kepala yang berulang akan menyebabkan otokonia terlepas dan masuk ke
dalam endolimfe, hal ini yang menyebabkan timbulnya fatigue, yaitu berkurangnya atau
menghilangnya nistagmus/vertigo, disamping adanya mekanisme kompensasi sentral.

Nistagmus tersebut timbul secara paroksismal pada bidang kanalis posterior telinga yang
berada pada bidang kanalis posterior telinga yang berada pada posisi di bawah, dengan arah
komponen cepat ke atas.

Hipotesa Kanalitiasis

Menurut hipotesa ini debris otokonia tidak melekat pada kupula, melainkan mengambang
di dalam endolimfe kanalisis posterior. Pada perubahan posisi kepala debris tersebut akan
bergerak ke posisi paling bawah, endolimfe bergerak menjauhi ampula dan merangsang nervus
ampularis. Bila kepala digerakkan tertentu debris akan ke luar dari kanalis posterior ke dalam
krus komunis, lalu masuk ke dalam vestibulum, dan vertigo/nistagmus menghilang.

4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum yang didapatkan yaitu pusing biasanya muncul setelah beberapa gerakan
kepala, bermasalah dengan keseimbangan, dan rasa ingin muntah (mual).8
Vertigo muncul mendadak pada perubahan posisi, misalnya miring ke satu sisi pada waktu
berbaring, bangkit dari tidur, membungkuk atau waktu menegakkan kembali badan, menunduk
atau menengadah. Serangan berlangsung dalam waktu singkat, biasanya kurang dari 30 detik.4
Vertigo pada BPPV dirasakan berputar, bisa disertai rasa mual, kadang-kadang muntah.
Setelah rasa berputar menghilang pasien bisa merasa melayang.9,10
Umumnya BPPV menghilang sendiri dalam beberapa hari sampai minggu dan kadang-
kadang bisa kambuh lagi.10

5. DIAGNOSIS
Diagnosis BPPV ditegakkan secara klinis berdasarkan:4,10

a. Anamnesis

15
Adanya vertigo yang terasa berputar, timbul mendadak pada perubahan posisi
kepala atau badan, lamanya kurang dari 30 detik, bisa disertai oleh rasa mual, kadang-
kadang muntah.
b. Pemeriksaan fisik
Pada yang idiopatik tidak ditemukan kelainan. Pada yang sistomatik bisa
ditemukan kelainan neurologic fokal, atau kelainan sistemik.
1. Tes Dix Hallpike
Tes ini dilakukan sebagai berikut:2,4
a. Sebelumnya pasien diberi penjelasan dulu mengenai prosedur pemeriksaan
supaya tidak tegang.
b. Pasien duduk dekat bagian ujung pemeriksa.
c. Dengan mata terbuka dan berkedip sedikit mungkin selama pemeriksaan, pada
posisi duduk kepala menengok ke kiri atau ke kanan, lalu dengan cepat badan
pasien dibaringkan sehingga kepala tergantung pada ujung meja pemeriksa, lalu
dilihat adanya nistagmus dan keluhan vertigo, pertahankan posisi tersebut selama
10 sampai 15 detik, setelah itu pasien dengan cepat didudukkan kembali.
Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menunjuk kesisi lain. Untuk
melihat adanya fatigue maneuver ini diulang 2-3 kali.
Interpretasi Tes Dix Hallpike11,12
a. Normal : tidak timbul vertigo dan nistagmus dengan mata terbuka. Kadang-
kadang dengan mata tertutup bisa terekam dengan elektronistagmografi
adanya beberapa detak nistagmus.
b. Abnormal : timbulnya nistagmus posisional yang pada BPPV mempunyai 4
ciri, yaitu: ada masa laten, lamanya kurang dari 30 detk, disertai vertigo yang
lamanya sama dengan nistagmus, dan adanya fatigue, yaitu nistagmus dan
vertigo yang makin berkurang setiap kali manuver diulang

16
Gambar 1. Tes Dix Hallpike bagian I.

Gambar 2. Tes Dix Hallpike bagian II.

17
Gambar 3. Tes Dix Hallpike bagian III.

18
2. Electronystagmography (ENG) pengujian mungkin diperlukan untuk mencari
karakteristik nistagmus yang disebabkan oleh Dix-Hallpike tes. Telah diklaim
bahwa BPPV disertai dengan kelumpuhan unilateral kanal lateral adalah sugestif
dari etiologi vaskuler. Untuk diagnosis BPPV dengan tes laboratorium, adalah
penting untuk memiliki tes ENG dilakukan oleh laboratorium yang dapat
mengukur gerakan mata vertikal. Sebuah Magnetic Resonance Imaging (MRI)
scan akan dilakukan jika tumor otak stroke atau dicurigai. Sebuah tes kursi
berputar dapat digunakan untuk masalah diagnostik sulit.. Hal ini mungkin tetapi
jarang (5%) untuk memiliki BPPV di kedua telinga (bilateral BPPV).7,12

6. PENATALAKSANAAN
Komunikasi dan Informasi

Oleh karena BPPV menimbulkan vertigo yang hebat, pasien menjadi cemas dan
khawatir akan adanya penyakit berat seperti stroke atau tumor otak. Maka itu perlu
diberikan penjelasan bahwa BPPV bukan sesuatu yang berbahaya dan prognosisnya baik,
dapat hilang spontan setelah beberapa waktu, walaupun kadang-kadang berlangsung lama
dan sewaktu-waktu bisa kambuh lagi.4

Medikamentosa

Beberapa kategori dari medikasi vestibular suppresan yang biasa digunakan yaitu
benzodiazepine dan antihistamine. Benzodiazepine seperti diazepam dan clonazepam
yang memiliki efek anxiolitik, sedatif, muscle relaksan, anti konvulsi derivate dari efek
inhibitor potensial sistem asam gamma-amino butirat. Dalam mengatasi dizziness,
medikasi ini bisa mengurangi sensasi rasa berputar, tetapi juga dengan kompensasi pada
kondisi vestibular perifer. Antihistamin, di sisi lain untuk menekan rasa mual dan
muntah. Contoh antihistamin yaitu meclizine dan diphenhydramine. Akan tetapi belum
ada bukti dari literature yang menyarankan medikasi vestibular suppresan efektif
sebagai pengobatan primer dari BPPV atau subsitusi dari manuver reposisi.

19
Obat-obatan anti vertigo seringkali tidak dibutuhkan, oleh karena vertigo-nya
berlangsung sebentar saja. Lagipula serangan akut vertigonya tidak dapat sepenuhnya
ditekan dengan obat antivertigo.9

ANTIHISTAMIN
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo.Antihistamin yang
dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin,
siklisin.Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga memiliki aktivitas anti-
kholinergik di susunan saraf pusat.Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya
dengan kemampuannya sebagai obat antivertigo.Efek samping yang umum dijumpai
ialah sedasi (mengantuk).Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini
memberikan dampak yang positif.

ANTAGONIS KALSIUM
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo.Obat antagonis kalsium
Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan.Merupakan obat
supresan vestibular karena sel rambut vestibular mengandung banyak terowongan
kalsium.Namun, antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti anti
kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini berperan dalam
mengatasi vertigo belum diketahui.

- Cinnarizine (Stugerone)

Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular.Dapat mengurangi respons


terhadap akselerasi angular dan linier.Dosis biasanya ialah 15 – 30 mg, 3 kali sehari
atau 1 x 75 mg sehari.Efek samping ialah rasa mengantuk (sedasi), rasa cape, diare
atau konstipasi, mulut rasa kering dan “rash” di kulit.

FENOTIAZINE
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah). Namun
tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan

20
Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh bahan
kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap vertigo.

OBAT SIMPATOMIMETIK
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo.Salah satunya obat
simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.

- Efedrin

Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali sehari.
Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti vertigo lainnya.
Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi gelisah –
gugup.

OBAT PENENANG MINOR


Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan yang
diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek samping seperti mulut kering dan
penglihatan menjadi kabur.

- Lorazepam. Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg

- Diazepam. Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg.

OBAT ANTI KHOLINERGIK


Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem vestibular
dan dapat mengurangi gejala vertigo.

- Skopolamin

Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin dan mempunyai
khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg – 0,6 mg, 3 – 4 kali sehari.

21
Latihan

a. Metoda Brandt Daroff


Pasien duduk tegak ditepi tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung. Lalu
dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi,
pertahankan selama 30 detik, setelah itu duduk tegak kembali. Setelah 30 detik
baringkan dengan cepat ke sisi lain, perahankan selama 30 detik, lalu duduk tegak
kembali. Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi hari sebelum bangun tidur, dan 3 kali
pada malam hari sebelum tidur, sampai 2 hari berturut-turut tidak timbul
vertigo.1,10,13

Gambar 4. Metoda Brandt Daroff

22
Gambar 4. Metoda Brandt Daroff

b. Vibrasi
Metoda ini diperkenalkan oleh Epley dan disebut Canalith Repositioning
Procedure.
Caranya L vibrator diletakkan pada daerah mastoid telinga yang diduga ada
kelainan. Pasien berbaring terlentang dengan kepala agak hiperektensi, lalu kepala
diputar ke arah telinga tersebut sampai muka menghadap ke lantai dengan sudut
45o, pertahankan posisi tersebut selama 15 detik atau sampai nistagmus
menghilang. Kemudian kepala dan badan diputar kea rah berlawanan sampai muka
menghadap ke lantai dengan sudut 45o, pertahankan selama 15 detik. Selanjutnya
pasien duduk dengan kepala menunduk selama 15-30 detik, sementara itu vibrasi
dilakukan terus pada mastoid.

23
Prosedur ini menyebabkan debris terlepas dari kupula dan masuk ke dalam
endolimfe. Setelah 1 minggu bila vertigo timbul lagi bisa dilakukan vibrasi ulang.
Komplikasi dari prosedur ini termasuk konversi dari canalith menjadi canal
yang berbeda pada alterasi dari tipe nistagmus dan atau arah nistagmus. Komplikasi
ini dapat dicegah dengan manuver tambahan selama duduk, Komplikasi lain
termasuk yang dilaporkan yaitu rasa nyeri, berkeringat, demam, dan hipotensi
selama manuver tadi.1,2,4,13

Gambar 5. Epley Manuver. Gambar 6. Canalith


Repositioning Procedure (Epley
Manuver).

Instruksi untuk pasien setelah perawatan (Manuver Epley):13

1. Tunggu selama 10 menit setelah manuver dilakukan sebelum pulang ke rumah. Ini
mencegah terjadinya putaran cepat atau serangan vertigo tiba-tiba seperti reposisi

24
debris setelah manuver. Jangan berkendara sendirian ke rumah; lebih baik
seseorang yang mengantar.
2. Tidur dengan kepala ditinggikan dengan 45o. Ini biasanya lebih mudah dilakukan
dengan kursi sandaran atau menggunakan bantal yang disusun di atas kursi.
Selama hari itu, tetap jaga kepala posisi vertical. TIdak boleh bepergian ke tempat
tukang cukur atau dokter gigi. Jangan beraktifitas yang berhubungan dengan
kepala.
3. Untuk sekurangnya 1 minggu, mencegah perubahan posisi kepala yang memicu
BPPV lagi. Gunakan 2 bantal saat tidur, cegah tidur dalam posisi sisi afektif, dan
jangan biarkan kepala terlalu ke atas atau ke bawah.
4. Selama 1 minggu setelah perawatan, posisikan diri biasanya yang membuat
pusing. Posisikan dengan tanpa mencederai diri. Biarkan dokter tahu bagaimana
dirimu melakukannya.

Manuver ini efektif dalam 80% pasien dengan BPPV. Jika manuver ini bekerja
dengan baik tetapi gejala muncul atau berespon parsial, manuver lain disarankan
dilakukan.2,13

Gambar 7. Posisi tidur setelah Manuver Epley.

25
Terapi Bedah

Pada sebagian kecil penderita BPPV yang berkepanjangan dan tidak sembuh dengan
terapi konservatif bisa dilakukan operasi neurektomi atau cannal plugging. Akan tetapi
tindakan operatif tersebut bisa menimbulakn komplikasi berupa tuli sensorineural pada
10% kasus.10

Hanya sekitar 1 / 200 BPPV kami pasien akhirnya memiliki prosedur ini dilakukan.
Operasi tidak harus dipertimbangkan sampai ketiga manuver / latihan (manuver epley,
semont, dan brandt daroff) telah dicoba dan gagal.

Pengobatan bedah BPPV tidak mudah - dokter THT Anda mungkin akan tidak
memiliki pengalaman sama sekali dengan operasi ini. Tentu saja, selalu dianjurkan
saat merencanakan operasi untuk memilih ahli bedah yang telah selebar pengalaman
mungkin. Komplikasi jarang terjadi, namun demikian kita masih harus berpikir hati-
hati tentang menjalani prosedur yang memiliki resiko 3% dari kehilangan pendengaran
unilateral.10,13

Indikasi untuk operasi:

Jika latihan yang dijelaskan di atas tidak efektif dalam mengendalikan gejala, gejala
telah berlangsung selama satu tahun atau lebih, dan diagnosis sangat jelas, prosedur
bedah yang disebut "Canal plugging blocks" mungkin disarankan. Canal memasukkan
sebagian besar blok fungsi kanal posterior tanpa mempengaruhi fungsi dari saluran
lain atau bagian dari telinga. Prosedur ini menimbulkan risiko kecil untuk mendengar -
sekitar 3%, tetapi efektif pada sekitar 85-90% dari individu yang tidak memiliki
respon terhadap pengobatan lain. Risiko operasi untuk mendengar berasal dari
melanggar sengaja ke dalam kompartemen endolimfatik ketika mencoba untuk
membuka labirin tulang dengan bor.10,13

26
BAB IV

PEMBAHASAN

1. Lesi Sentral, gejalanya: Pada penderita ditemukan gejala:

- Onset bertahap dan berlangsung - Onsetnya mendadak dan


dalam hari sampai minggu berlangsung beberapa detik sampai
(permanen) beberapa menit.
- Pusing tidak tergantung - Pusing tergantung perubahan posisi
perubahan posisi dan gerakan dan gerakan kepala.
kepala. - Serangan berat.
- Serangan ringan - Tidak ada gejala gangguan batang
- Nystagmus bisa (-) dan bila (+) otak, serebelum dan korteks
arah vertical atau multidireksi serebral.
- Terdapat gejala gangguan
• batang otak: diplopia, disartria,
disfagia, disfonia
• serebelum: gangguan
koordinasi, kesulitan
melakukan pergerakan yang
butuh ketrampilan.
• korteks serebral: gejala iritatif,
gejala fokal, deficit sensori dan
motorik.

Jadi kemungkinan lesi sentral dapat disingkirkan.

2. Lesi Perifer, gejalanya: Pada penderita ditemukan gejala:

- Organ yang terkena bisa: - Gejalanya berlangsung dalam


- gejalanya berlangsung dalam beberapa beberapa beberapa detik serta

27
detik sampai beberapa menit dan diperberat oleh perubahan posisi
intermiten serta tergantung posisi dan dan gerakan kepala.
gerakan kepala. - Serangan berat.
- Serangan berat - Terdapat mual dan muntah.
- Selalu disertai nystagmus (+) arah - Tidak ada gangguan pendengaran.
horisontal.
- Terdapat gejala otonom, seperti mual,
muntah, keringatan.
- Biasanya ada disfungsi pendengaran.
Jadi kemungkinan lesi perifer belum dapat disingkirkan.

Etiologi dan gejalanya: Pada penderita ditemukan gejala:

1. Trauma Kepala - Tidak terdapat riwayat trauma


- Terdapat riwayat trauma kepala kepala.
sebelumnya
2. Infeksi Telinga Tengah - Tidak terdapat riwayat keluar cairan
- Terdapat riwayat keluar cairan berbau dari telinga.
berbau dari telinga - Tidak terdapat riwayat rasa penuh
- Terdapat riwayat rasa penuh dalam dalam telinga.
telinga.
3. Idiopatik - Tidak terdapat riwayat trauma
- Tidak terdapat riwayat trauma kepala kepala.
- Tidak terdapat riwayat keluar cairan - Tidak terdapat riwayat keluar cairan
berbau dari telinga dan rasa penuh berbau dari telinga dan rasa penuh
dalam telinga. dalam telinga.
- Terjadi tanpa diketahui - Terjadi tanpa diketahui
penyebabnya. penyebabnya.

Jadi kemungkinan etiologi trauma kepala dan infeksi telinga tengah dapat disingkirkan,

Kemungkinan etiologi idiopatik belum dapat disingkirkan.

28
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Benign Paroxysmal Positional Vetigo didefinisikan sebagai kelainan pada

telinga bagian dalam yang mana ada pengulangan episodic dari vertigo posisional.

Penyebab dari BPPV yaitu Idiopatik dan simtomatik (pasca trauma, pasca-labirinitis

virus, degenerasi dari sistem vestibular dari telinga bagian dalam).

Terdapat 2 hipotesa yang menerangkan patofisiologi BPPV, yaitu: hipotesa

kupulotiasis dan hipotesa kanalitiasis.

Vertigo pada BPPV dirasakan berputar, bisa disertai rasa mual, kadang-kadang

muntah. Setelah rasa berputar menghilang pasien bisa merasa melayang.

Umumnya BPPV menghilang sendiri dalam beberapa hari sampai minggu dan

kadang-kadang bisa kambuh lagi.

Diagnosa BPPV didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, tes Dix Hallpike

dan Elektronistagmografi.

Terapi dari BPPV yaitu komunikasi dan informasi, medikamentosa, latihan

(manuver Brandt Daroff, Manuver Epley), terapi pembedahan (Cannal Plugging).

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Weber Peter. Vertigo and disequilibrium: a practical guide to diagnose and management.
United Kingdom: Thieme Medical Publishers, 2008.

2. Solomon David. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Current Science Inc. 2000:
2:417–427.

3. Von Brevern M, Radtke A, Lezius F, et al. Epidemiology of benign baroxysmal


positional vertigo: a population based study. J Neurol Neurosurg Psychiatry.
2007;78:710-715.

4. Fife D, Fitzgerald JE. Do patients with benign paroxysmal positional vertigo receive
prompt treatment? Analysis of waiting times and human and financial costs associated
with current practice. Int J Audiol. 2005;44: 50-57.

5. Amar A, Kurnia K. Neuro-otologi klinis vertigo. Surabaya: Airlangga University Press,


2002

6. Oghalai JS, Manolidis S, Barth JL, et al. Unrecognized benign paroxysmal positional
vertigo in elderly patients. Otolaryngol Head Neck Surg. 2000;122:630-4.

7. Aw ST, Todd MJ, Aw GE, McGarvie LA, Halmagyi GM. Benign positional nystagmus:
A study of its three-dimensional spatio-temporal characteristics. Neurology.
2005;64:1897-1905.

8. Tomaz A, Gananca MM, Gananca CF, et al. Benign Paroxysmal Positional Vertigo:
Concomitant Involvement of Different Semicurcular Canals. Ann Oto Rhinol Laryn.
2009;118: 113-117.

9. Herdman SJ. Advances in the treatment of vestibular disorders. Phys Ther.


1997;77:602-618.

30

Anda mungkin juga menyukai