Anda di halaman 1dari 9

1

Sklerosis Sistemik Difusa


dengan Ulkus Digitalis
K.A.

Yunanto, I. Idrus, F. Tabri, A.I. Anwar, A.R.


Nurdin, W.Widita, M. Iswanty

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


Universitas Hasanuddin Makassar, Rumah Sakit
Wahidin Sudirohusodo Makassar, Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin Makassar

ABSTRAK
Sklerosis sistemik (SSc) merupakan penyakit sistemik ditandai dengan adanya kulit yang mengalami
pengerasan disertai penebalan, terjadi vaskulopati fibroploriferatif dan gangguan sistem imun, diikuti
oleh berbagai tingkat fibrosis. Penyakit ini memiliki banyak manifestasi klinis, namun hampir semua
kasus memiliki keterlibatan kulit. Progresifitas penyakit ini bervariasi, dapat berkembang cepat dapat
pula lambat sampai bertahun-tahun kemudian. Sklerosis sistemik difusa merupakan bentuk progresif
SSc yang menyebabkan fibrosis dan inflamasi kronik pada berbagai organ dalam. Ulkus digitalis
merupakan manifestasi dari vaskulopati dan fibrosis yang terjadi, dapat terjadi pada separuh kasus
SSc. Penatalaksanaan untuk SSc bervariasi karena manifestasi klinisnya yang sangat luas, hingga
pengobatan didasarkan pada organ-organ spesifik yang terlibat. Berikut ini dilaporkan seorang wanita
53 tahun penderita sklerosis sistemik difusa dengan ulkus digitalis dan keterlibatan organ
kardiopulmonari yang diterapi dengan kortikosteroid sistemik dan topikal.
Kata Kunci: Autoimun, fibrosis, sklerosis sistemik, ulkus digitalis, vaskulopati

ABSTRACT
Systemic sclerosis (SSc) is a systemic disease characterized by indurative skin thickening, occurrence of
fibroploriferative vasculopathy and immune system disorders, followed by varying degrees of fibrosis.
This disease has many clinical manifestations, but almost all cases occured skin involvement. The
progression of the disease varies, can progress quickly or even slowly until many years later. The
diffuse systemic sclerosis is a progressive form of SSc that cause fibrosis and chronic inflammation in
various internal organs. Digital ulcer is a manifestation of vasculopathy and fibrosis that occurs, which
presents in half of the SSc cases and is often associated with Raynaud's Phenomenon. Management for
SSc varies because its clinical manifestations are very vast, thus the treatment is based on the specific
organs involved. We report a 53-year-old woman suffered from a diffuse cutaneous systemic sclerosis
with digital ulcer and involvement of cardiopulmonary organ, which had been treated with systemic and
topical corticosteroid.
Keywords: Autoimmune, digital ulcer, fibrosis, systemic sclerosis, vasculopathy

Pendahuluan

Skleroderma sudah dikenal sejak Hippocrates

gangguan sistem imun baik humoral maupun

sebagai keadaan kulit yang menebal. Systemic

seluler.(1)

sclerosis (SSc) yang menggambarkan adanya


penyakit sistemik ditandai dengan adanya kulit

Sekarang

yang mengalami pengerasan disertai penebalan

membingungkan, sebagian ahli menyebutkan

dan diikuti oleh berbagai tingkat fibrosis dan

skleroderma

infiltrasi inflamasi kronik pada berbagai organ

sistemik (baik difus maupun terbatas). Namun

dalam,

banyak pula yang masih membagi menjadi dua,

vaskulopati

fibroploriferatif

Der.Ven.Laps.Bangsal. 2016:1(1);1-9

dan

ini

istilah
disamakan

skleroderma
dengan

masih
sklerosis

2
sklerosis sistemik (systemic sclerosis), yang

kurang 20 kasus per 1 juta penduduk, sklerosis

bersifat multisistem (kulit, paru-paru, jantunng,

sistemik

ginjal), dan dapat dibagi menjadi dua: difusa

didasarkan atas proses autoimun. Patogenesis

dan terbatas (limited); serta sklerosis lokalisata

dari penyakit autoimun yang multikompleks ini

(localized scleroderma), yang sering disebut

masih belum jelas. The American College of

morfea

lokalisata/

Rheumatology (ACR) 1980, membuat kriteria

generalisata, en coup de sabre), yang hanya

klasifikasi, yaitu diagnosis dinyatakan benar

mengenai kulit tanpa keterlibatan organ-organ

apabila ada satu kriteria mayor atau minimal

dalam.

dua kriteria minor terpenuhi.(2)

(baik

bentuk

Pada

Raynauds

sklerosis

linear,

sistemik

ditemukan

yang

merupakan

phenomenon

merupakan

penyakit

multisistem

vasospasme pembuluh darah arteri kecil dan

Ulkus digitalis merupakan manifestasi klinis dari

arteriol, sedangkan pada skleroderma lokalisata

pasien sklerosis, dengan insidensi sebesar 30-

tidak ditemukan.

58% dari kasus sklerosis sistemik.

(1, 2)

Sklerosis sistemik merupakan suatu penyakit

Dilaporkan satu laporan kasus seorang wanita

yang jarang dijumpai, dengan prevalensi wanita

53 tahun yang didiagnosis sklerosis sistemik

lebih banyak terkena dari pada pria dengan

difusa

perbandingan

sedangkan

anamenesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan

30

penunjang, yang diterapi dengan kortikosteroid

umur

3:1

penderita

sampai
berkisar

14:1,
antara

tahun

dengan

sampai 50 tahun, tetapi pria bisa terkena lebih

sistemik

dini daripada wanita. Di Amerika Serikat lebih

perbaikan klinis.

ulkus

dan

digitalis,

topikal,

yang

berdasarkan

memberikan

Laporan Kasus

Seorang perempuan berusia 53 tahun datang

disangkal, riwayat kencing manis disangkal,

ke

riwayat tekanan darah tinggi disangkal, riwayat

Rumah

Makassar

Sakit

Universitas

mengeluh

kulit

Hasanuddin
lengan

keluarga yang menderita keluhan yang sama

mengeras dan menjadi kaku sejak kurang lebih

kedua

disangkal. Menurut pengakuan, pasien pernah

2 tahun, disertai munculnya bercak putih di

diambil

kedua lengan yang semakin lama semakin

laboratorium

jelas. Kemudian bercak putih muncul pada

pemeriksaan ANA test.

kulitnya

kemudian

dan

diperiksakan

darahnya

diambil

di

untuk

wajah dan kulit wajah pun dirasa semakin keras


disertai dengan rasa bengkak dan nyeri. Bercak

Pada pemeriksaan fisis didapatkan keadaan

tersebut semakin banyak dan menyebar juga

umum baik, tekanan darah 110/80 mmHg,

hingga jari jari tangan, sekitar mata, leher,

tanda

dada, punggung dan tungkai. Saat awal muncul

keadaan

gejala

dermatologis

kulit

mengeras,

pasien

mengatakan

vital

lainnya

gizi

dalam

baik.
regio

batas

Dari

normal,

pemeriksaan

generalisata

dengan

pernah dirawat di rumah sakit 2 tahun yang lalu

efloresensi makula hipopigmentasi, pada regio

dengan

ekstremitas

diagnosis

skleroderma

berdasarkan

superior

dekstra

et

sinistra,

pemeriksaan yang telah dilakukan dan membaik

ekstremitas inferior dekstra et sinistra dengan

setelah

efloresensi

diterapi.

Namun

beberapa

bulan

terakhir keluhan timbul kembali dan semakin

tegas,

berat

daripada

yang

sebelumnya.

Saat

makula

simetris,

hipopigmentasi

keras

seperti

berbatas

kayu

pada

ini

perabaan (sklerodaktili). Pada regio digiti, sendi

pasien juga mengeluh sesak napas dan batuk.

proksimal interphalangeal (PIP) digiti III manus

Pada ruas jari ketiga tangan kiri pasien terdapat

sinistra terdapat ulkus, madidans, pus.

luka yang muncul tiba-tiba tanpa ada riwayat


trauma disertai rasa nyeri. Riwayat demam

Der.Ven.Laps.Bangsal. 2016:1(1);1-9

3
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap kesan

dan dilakukan pemeriksaan foto toraks. Hasil

anemis dengan Hb : 10,5 g/dL, kadar gula

pemeriksaan

darah, fungsi hati, fungsi ginjal, kadar protein

bronchopneumonia bilateral dan kardiomegali.

darah,

asam

urat,

elektrolit

dengan

foto

toraks

didapatkan

kesan

kesan

dalam batas normal. Pada hasil pemeriksaan

Berdasarkan

biopsi sebelumnya (H.UH.14.313) didapatkan

pemeriksaan penunjang sebelumnya ditegakkan

tampak jaringan ikat padat kolagen eosinofilik

diagnosis sklerosis sistemik dan diberikan terapi

yang luas, dengan adneksa kulit tanpa kelainan

metilprednisolon

tertentu,

infiltrasi sel

radang

mg

pemeriksaan

tablet

per

fisis,

jam,

pada

Neurodex tablet per 24 jam, ranitidin tablet

perivaskuler pembuluh darah kapiler dengan

per 12 jam, betamethasone krim (untuk yang

kesimpulan

skleroderma

dan

limfosit

anamnesis,

test

kaku) dioles pagi dan sore, kompres NaCl 0.9%

didapatkan hasil positif (pola nukleoli), ANA

ANA

pagi dan sore pada jari tangan yang luka

profile didapatkan antigen Scl-70 +3, dan RF

kemudian oles gentamisin krim pagi dan sore.

(-). Pasien dikonsultasikan ke bagian interna

remitas inferior dekstra et sinistra (F): efloresensi makula hipopigmentasi. Pada perabaan regio ekstremitas superior et inferior, dekstra et sinistra (B

Der.Ven.Laps.Bangsal. 2016:1(1);1-9

gen eosinofilik yang luas, dengan adneksa kulit tanpa kelainan tertentu, infiltrasi sel radang limfosit pada perivaskuler pembuluh darah kapiler. Kesim

A1

B1

D1

E1

C1

F1

stra (B1), torakalis (C1), trunkus posterior (D1), ekstremitas inferior dekstra et sinistra (F1): efloresensi makula hipopigmentasi. Pada regio PIP digiti I

Pada

pemeriksaan

tablet siang dan 1 tablet malam. (2-2-1),

didapatkan kulit dibagian lengan sudah tidak

kontrol

hari

ke-7,

pada

Neurodex tablet per 24 jam, ranitidin tablet

terlalu keras dan bengkak berkurang, serta luka

per 12 jam, betamethasone krim (untuk yang

di jari tengah tangan kiri mulai mengering.

kaku) dioles pagi dan sore, kompres NaCl 0.9%

Namun bercak-bercak putih di tubuh masih

pagi dan sore pada jari tangan yang luka dan

belum ada perubahan. Terapi tetap dilanjutkan

oles gentamisin krim pagi dan sore.

metilprednisolon 4 mg dua tablet pagi, dua

Der.Ven.Laps.Bangsal. 2016:1(1);1-9

5
Diskusi

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

mencapai puluhan tahun dapat terjadi pada

pemeriksaan penunjang, kasus ini didiagnosis

sklerosis

sklerosis sistemik. Berdasarkan kepustakaan,

sklerosis

terdapat kriteria diagnosis sklerosis sistemik

penyakit sangat cepat, selain manifestasi pada

yang dikembangkan oleh ACR yaitu kriteria

kulit yang luas, juga munculnya keterlibatan

mayor yang terdiri dari skleroderma proksimal

organ-organ dalam seperti paru-paru, jantung

pada jari dan bagian proksimal ekstremitas,

dan ginjal.(2, 7)

sistemik

terbatas.(6)

sistemik

Namun,

difusa,

pada

perkembangan

wajah, leher dan badan dengan gambaran


distribusi yang bilateral dan simetris, sedangkan

Manifestasi klinis keterlibatan jantung dan paru

kriteria minor terdiri dari sklerodaktili, parut

sulit dibedakan, karena secara klinis mirip yaitu

pitting jari/ ulkus digitalis dan fibrosis bilateral

sesak, batuk yang nonproduktif, kapasitas difusi

pada dasar paru. Diagnosis sklerosis sistemik

terganggu

ditegakkan bila terdapat satu kriteria mayor

keterlibatan

atau, dua atau lebih kriteria minor. Pada kasus

beraktifitas dan mungkin dapat berkembang

ini sesuai kriteria ACR dimana terdapat satu

lebih lanjut dimana pasien mengalami sesak

kriteria mayor dan dua kriteria minor, yaitu

saat beristirahat. Gejala lain yang dapat muncul

skleroderma

diantaranya

proksimal

dengan

distribusi

simetris, sklerodaktili dan ulkus digitalis.

(2, 3)

dan

sianosis.

jantung

Gejala

berupa

paroksismal

awal

pada

sesak

saat

nokturnal

dispneu

(PND), orthopneu, bahkan sampai nyeri dada.


Batuk yang biasanya tanpa disertai sputum

Terdapat 3 tahap penebalan kulit pada sklerosis

merupakan

gejala

sistemik, yaitu tahap edematosa, indurasi dan

sedangkan

sianosis

atrofi.

pasien dengan keterlibatan paru yang lebih

Pada

tahap

edematosa

didapatkan

yang

biasa

mungkin

terjadi,

terjadi

pada

keluhan berupa jari-jari yang bengkak dan

berat.(2,

mengeras,

batuk dan sesak napas saat istirahat maupun

kemudian

terjadi

penebalan,

pengerasan dan kulit tampak mengkilat serta

8)

Pada kasus ini, terdapat keluhan

pada saat beraktifitas.

perubahan warna kulit menjadi eritem (jarang)


atau

hiper/hipopigmentasi

(tahap

indurasi),

Pada kasus ini didapatkan ulkus pada sendi

sedangkan tahap atrofi terjadi beberapa tahun

proksimal

dimana

kepustakaan dikatakan bahwa ulkus digitalis

penebalan

kulit

cenderung

menjadi

jari

ketiga

merupakan

sklerosis, dengan insidensi sebesar 30-58% dari

kulit yanng mengeras

dan

disertai dengan

kasus

sklerosis

sistemik.

dari

Pada

menjadi lebih tipis.(4,

Pada kasus ini terdapat

klinis

kiri.

lembut atau kembali ke ketebalan normal atau


5)

manifestasi

tangan

Ulkus

pasien
digitalis

perubahan warna kulit menjadi hipopigmentasi

biasanya nyeri, dan muncul terutama pada

yang menunjukkan bahwa pasien dalam tahap

ujung

indurasi.

interphalangeal (PIP). Ulkus digitalis merupakan

jari

atau

pada

sendi

proksimal

manifestasi dari vaskulopati dan fibrosis yang


Saat pasien dirawat di rumah sakit dua tahun

terjadi

yang lalu belum muncul keterlibatan organ

dengan

dalam. Namun berdasarkan pemeriksaan klinis

merupakan respon dari paparan dingin atau

dan

radiologi

pemeriksaan
abnormal

saat
jantung

sehingga

ini
dan

pada

SSc,

Raynauds

dan

sering

Phenomenon

dihubungkan
(RP),

yang

didapatkan

hasil

stres emosional dan terdapat pada lebih dari

paru-paru

yang

95% pasien sklerosis sistemik. Pada RP terjadi

terjadi

vasospasme pembuluh darah arteri kecil dan

progresifitas penyakit yang melibatkan organ

diketahui

telah

arteriol hingga mengakibatkan oksigenasi pada

dalam. Berdasarkan kepustakaan, progresi dan

distal jari tangan terganggu hingga terjadi

tingkat keparahan dari sklerosis sistemik sangat

iskemia jaringan.(9) Nitsche et al menyebutkan,

bervariasi. Progresi yang sangat lambat bahkan

ulkus digitalis juga dapat terbentuk dari proses

Der.Ven.Laps.Bangsal. 2016:1(1);1-9

6
vaskulitis dimana terjadi inflamasi yang ditandai

Menurut kepustakaan, pada sklerosis sistemik,

dengan

antinuklear antibodi (ANA)

adanya

infiltrat

mononuklear

yang

ditemukan pada

menyebabkan destruksi dari dinding pembuluh

lebih dari 90% kasus dan dapat menentukan

darah.(10) Perburukan ulkus digitalis disebabkan

diagnosis dan prognosis dari penyakit autoimun

oleh

diantaranya

serta dapat dipakai sebagai penuntun dalam

mikrotrauma yang berulang, kulit yang menipis,

faktor

memberikan terapi. Metode pemeriksaan ANA

kulit

yang

yang
kering

multipel

Ulkus

yang paling sering diguakan adalah indirect

digitalis dapat bermanifestasi ke suatu keadaan

dan

kalsinosis.

immunofluoresccence antinuclear antibody test

iskemik lanjut yang dapat berakibat munculnya

(IF-ANA) dan enzyme linked immunosorbent

komplikasi gangren, osteomielitis, atau auto-

assay (ELISA). Hasil dari ANA test dilaporkan

amputasi.

dalam dua komponen, yaitu kuantitas ANA

(11)

(9, 12)

dalam serum dan pola antibodi yang terikat


Menurut

kepustakaan,

pemeriksaan

foto

pada nukleus (staining pattern). Pada sklerosis

rontgen dada pada pasien sklerosis sistemik

sistemik,

ditemukan penebalan interstitial dalam pola

sentromer, nukleolar dan periferal. Pola ANA

retikular

sentromer ditemukan pada sklerosis sistemik

linear,

nodular

dan

kepadatan

lineonodular yang paling mudah dilihat pada

terbatas,

daerah

atau

paru

yang

lebih

rendah

(bawah).

pola

ANA

yaitu:

anti-KU

yang

dijumpai

anticentromere,
antibodi.

adalah

anti-Th/To,

Sedangkan

pada

Keterlibatan paru pada sklerosis sistemik difusa

sklerosis sistemik difusa ditemukan pola ANA

diperkirakan

nukleolar

kelainan

sebesar

berupa

50%

fibrosis

kasus,

dengan

interstisial

dan

dengan

antbodi

anti-SCL-70

(topoisomerase I), anti-RNA polimerase III atau

penebalan arteri pulmonal (81%) serta pleuritis

anti-U3RNP atibodi.(2,

fibrosa (28%).

didapatkan hasil positif dengan pola nukleoli,

(13)

Sedangkan komplikasi tidak

langsung pada paru akibat sklerosis sistemik

Pada kasus, ANA test

16)

ANA profile didapatkan antigen Scl-70 +3.

diantaranya: infeksi, gastro-esophageal reflux


(GER), aspirasi, kelemahan otot perapasan atau

Gambaran histopatologi kulit pada skleroderma

kelainan

(14)

menunjukkan fibrosis pada dua per tiga bagian

Pada kasus, pemeriksaan foto rontgen dada

bawah dermis dan fibrosa trabekula subkutan

menunjukkan

sekunder dari

masalah

kesan

jantung.

bronchopneumonia

karena deposit yang berlebihan dari protein

bilateral. Bronkopneumonia merupakan suatu

matriks ekstraseluler. Pada keterlibatan kulit

inflamasi infiltratif yang disebabkan oleh suatu

yang berat dapat ditemukan atrofi dengan rete

patogen pada parenkim paru.(15) Berdasarkan

ridges

yang

tinjauan kepustakaan di atas, bronkopneumonia

pada

epidermis

merupakan

ditemukan

komplikasi

tidak

langsung

dari

progresifitas sklerosis sistemik.

kolagen

dan

foto

rontgen

pada

pada

derajat

limfosit.(17)
kasus

dermis

homogenisasi
Gambaran

menunjukkan

kesan

epidermis tampak atrofi yang hiperkeratosis,


pada subepidermis tampak jaringan ikat padat

merupakan

kolagen eosinofilik yang luas, dengan adneksa

utama

didapatkan

infiltrat

hiperkeratosis

kardiomegali. Pada kepustakaan, jantung juga


target

juga

dan

sedangkan

berbagai

histopatologi
Pada

menghilang

pada

penyakit

sklerosis sistemik, tetapi gambaran keterlibatan

kulit

organ ini biasanya tidak tampak dan tidak

radang limfosit pada perivaskuler pembuluh

diperhatikan

darah kapiler. Kesimpulannya adalah sesuai

sampai

terjadi

kerusakan/

kegagalan jantung. Kelainan yang ditemukan

tanpa

kelainan

tertentu,

infiltrasi

sel

untuk skleroderma.

pada jantung berupa fibrosis miokardial yang


terjadi pada 81% kasus dan perikarditis fibrosa

Penatalaksanaan

53% kasus. Secara umum, fibrosis ditemukan

bervariasi karena manifestasi klinisnya yang

bersama-sama dengan hipertrofi otot jantung,

sangat luas, hingga pengobatan didasarkan

yang secara tidak langsung menggambarkan

pada

terjadinya peningkatan tekanan darah pulmonal

Prinsip

akibat vaskulopati yang terjadi pada sklerosis

meminimalkan komplikasi, baik terhadap organ-

sistemik.(8, 13)

organ dalam maupun terhadap kulit itu sendiri.

Der.Ven.Laps.Bangsal. 2016:1(1);1-9

organ-organ

untuk

sklerosis

spesifik

pengobatan

yang

sklerosis

sistemik

terlibat. (18)
adalah

7
Penanganan kulit yang terlibat, secara umum

pemberian kortikosteroid dosis tinggi. Steroid

dapat diberikan emolien yang digunakan secara

dosis tinggi dapat menyebabkan iritasi sistem

frekuen dan dilakukan proteksi fisik terutama

pencernaan bagian atas dan peradangan pada

terhadap

permukaan lambung sehingga menyebabkan

temperatur

Kortikosteroid telah

yang

banyak

ekstrim.(1)

digunakan

oleh

terjadinya gastritis.(22) Jika semakin parah dapat

dermatologis, khususnya pada stadium awal

terjadi

dari

sistemik

terutama terjadi pada pasien yang memiliki

enzim

riwayat ulkus atau secara rutin mengkonsumsi

protease yang akan meningkatkan turnover

obat anti inflamasi. Gejala yang dapat muncul

jaringan ikat, sehingga menghambat fibrosis.

berupa mual bahkan sampai muntah. Pada

Umumnya digunakan prednison 20-30mg/hari

kasus ringan dapat diberikan obat golongan H2-

sebagai

antagonis seperti ranitidine.(23, 24)

edema.

Pada

kortikosteroid

dosis

sklerosis

sklerosis

dapat

menghambat

awal

pada

sistemik.

pasien

Namun,

dengan

ulkus

peptikum.

Ulkus

peptikum

penggunaan

prednison >15mg/hari dapat berisiko terjadinya

Perawatan

scleroderma

kompres menggunakan larutan fisiologis, yang

komplikasi
beberapa

renal
berat

crisis

yang

pada

merupakan

ginjal.(1)

imunosupresan

Saat

bersama-sama

dapat
dengan

dilakukan
antibiotik

topikal

untuk

mempercepat

ulkus.

Kompres

antiseptik

agent

karena memiliki efek sitotoksisitas pada sel.

bersama-sama

dengan

merupakan

dipertimbangkan

untuk

dalam

digunakan

digitalis

terapi sklerosis sistemik sebagai steroid-sparing


Metotreksat

digunakan

ini,

ulkus

kortikosteroid.

penyembuhan
harus

dihindari

obat

yang

sering

Pemberian antibiotik sistemik hanya pada ulkus

terapi

pada

pasien

yang

terinfeksi.

sklerosis sistemik kutaneus difusa dan dapat

pengangkatan

menghambat

yang

atau

nekrotik

dapat

menginduksi

dilakukan untuk mempercepat penyembuhan

aktivasi sel T. Metilprednisolon 30mg/3 kali

luka.(9) Pada kasus ini dilakukan kompres NaCl

pemberian/bulan

0,9% pada ulkus digitalis, kemudian dilanjutkan

dengan

antigen

Debridement

jaringan

dapat

metotrexat

digunakan

bersama

15-25mg/minggu

untuk

dengan pemberian salep gentamisin.

mengurangi gejala kekakuan pada tungkai dan


wajah.

Beberapa

direkomendasikan

pilihan
pada

terapi

topikal

penatalaksanaan

di

Semakin

tua

usia,

menurun

sehingga

fungsi
rentan

saraf

semakin

terkena

penyakit

kulit. Suatu studi menunjukkan betametason

neuropati. Umumnya menyerang pada usia di

topikal efektif dalam mengurangi edema dan

atas 40 tahun dan sering tidak dirasakan.

pengerasan kulit pada penyakit ini.(18-20) Pada

Gejala neuropati timbul justru ketika sudah

kasus ini diberikan terapi oral metilprednisolon

terjadi

4 mg dengan dosis pemberian 2 tablet pagi, 2

pencegahan lebih dini, salah satunya dengan

tablet

atau

vitamin neurotropik, yang terdiri dari vitamin

mengeras

B1, B6, dan B12 yang berfungsi menjaga dan

siang

dan

tablet

24mg/hari.

Untuk

kulit

diberikan

kortikosteroid

malam

yang

topikal

yaitu

betametason.

kerusakan

saraf

sehingga

perlu

menormalkan fungsi saraf. Asupan vitamin B


akan memperbaiki gangguan metabolisme sel
saraf, dan memberikan asupan yang dibutuhkan

Untuk

mengurangi

kortikosteroid

efek

diturunkan

rebound,

agar saraf bekerja dengan baik. Vitamin ini juga

setelah

terlibat dalam metabolisme energi sel, sehingga

tampak perbaikan atau setiap 1-2 minggu. (21)

dapat dipakai untuk mengatasi kelelahan dan

Pada kasus, pasien awalnya diberikan terapi

membantu dalam masa penyembuhan penyakit.

metilprednisolon 8 mg per 8 jam. Setelah

(25,

terjadi

Neurodex

perbaikan

kondisi,

perlahan

dosis

pada

hari

ke-7

26)

Pada

kasus
yang

ini,

diberikan

mengandung

vitamin

vitamin

B1

perawatan dosis metilprednisolon diturunkan

100mg, B6 200mg, dan B12 200mcg, yang

menjadi 4 mg dengan frekuensi pemberian 2-2-

dikonsumsi 1 tablet per 24 jam.

1 atau 20mg/hari.
Tingkat kelangsungan hidup penderita sklerosis
Pada

kasus,

mencegah

diberikan

terjadinya

efek

ranitidine

untuk

sistemik untuk 5 tahun ke depan berkisar

samping

akibat

antara 34%-72%. Prognosis yang lebih buruk

Der.Ven.Laps.Bangsal. 2016:1(1);1-9

8
dihubungkan dengan faktor jenis kelamin lakilaki, usia lebih tua, dan keterlibatan ginjal,
paru-paru dan jantung. Dalam beberapa dekade
terakhir tingkat kelangsungan hidup meningkat
seiring

berhasilnya penanganan

krisis

renal

pada penyakit ini.(4)

Dibacakan pada hari Jumat, 3 Juni 2016


Moderator : dr. Idrianti Idrus, Sp.KK, M.Kes
Penilai
: Dr. dr. Faridha Ilyas, Sp.KK
Copyright Kun Anggi Yunanto. Makassar 2016.
Unauthorized reproduction of this article is
prohibited.

Daftar Pustaka

1. Kabulrachman.
Scleroderma
and
dermatomyositis: an overview. In: Suteja
E, Gunawan H, Dwiyana RF, editors.
Autoimmune Skin and Related Disorders
Update
and
Comprehensive
Management. Bandung: Kelompok Studi
Imunodermatologi. PERDOSKI cabang
Bandung.
Departemen/SMF
Ilmu
Kesehatan
Kulit
dan
Kelamin
FK
Universitas Padjadjaran/ RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung.; 2013. p. 13.
2. Moinzadeh P, Denton CP, Krieg T, Black
CM. Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine. The Skin in Vascular and
Connective Tissue. 8th ed. Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, Wolff K, editors. United Stated
of America: The McGraw-Hill Companies,
Inc.; 2012. 15 p.
3. Kowal-Bielecka O, Bielecki M, Kowal K.
Recent advances in the diagnosis and
treatment of systemic sclerosis. Pol Arch
Med Wewn. 2013;123(1-2):51-8.
4. Eisenberg ME, Nguyen BY, Karnath BM.
Clinical Features of Systemic Sclerosis.
Systemic Sclerosis. Clinical Features of
Systemic Sclerosis Wayne, PA: Turner
White Communications Inc. ; 2008. p.
33-8.
5. Pattanaik D, Brown M, Postlethwaite BC,
Postlethwaite
AE.
Pathogenesis
of
systemic sclerosis. Front Immunol.
2015;6(272):1-40.
6. Habtemichael A, Tesfamariam A, Tekie D,
Wienishet. Systemic sclerosis presenting
as CREST syndrome: A case report and
review. JEMA. 2013;4:1-3.
7. Poanta L, Fodor D, Albu A, Rednic S. The
role of ultrasound examination for
cardiovascular involvement in systemic
sclerosis. Med ultrason. 2009;11(2):1923.
8. Champion
HC.
The
Heart
in
Scleroderma. Rheum Dis Clin North Am.
2008;34(1):181-viii.
Der.Ven.Laps.Bangsal. 2016:1(1);1-9

9. Gualtierotti R, Adorni G, Lubatti C, Zeni


S, Meroni P, Ingegnoli F. Digital ulcer
management in patients with systemic
sclerosis. OA Arthritis. 2014;2(1):1-6.
10.
Guillevin L, Dorner T. Vasculitis:
mechanisms
involved
and
clinical
manifestations. Arthritis Research &
Therapy. 2007;9(2):1-9.
11.
Nitscle A. Raynaud, Digital Ulcers
and
Calcinosis
in
Scleroderma.
Reumatol Clin. 2012;8(5):270-7.
12.
Galluccio F, Matucci-Cerinic M. Two
faces of the same coin: Raynaud
phenomenon and digital ulcers in
systemic sclerosis. Autoimmun Rev.
2010:1-3.
13.
Fleming JN, Nash RA, Jr WMM,
Schwartz
SM.
Is
Scleroderma
a
Vasculopathy? . Curr Rheumatol Rep.
2009;11(2):103-10.
14.
Solomon JJ, Olson AL, Fischer A, Bull
T, Brown KK, Raghu G. Scleroderma lung
disease.
Eur
Respir
Rev.
2013;22(127):6-9.
15.
Wootton DG, Aston SJ, Gordon SB.
The pathophysiology of pneumococcal
pneumonia.
Eur
Respir
Monogr.
2014;63:42-63.
16.
II RWK, Fertig N, Lucas MR, Domsic
RT, Jr. TAM. Anti-PM-Scl antibody in
patients with systemic sclerosis. . Clin
Exp Rheumatol 2012;30(71):S12-S-6.
17.
Krieg T, Takehara K. Skin disease: a
cardinal feature of systemic sclerosis.
Rheumatology. 2009;48:iii14-iii8.
18.
Sampaio-Barros PD, Zimmermann
AF, Borges CTL, Mller CdS, Freire EAM,
Maretti GB, et al. Recommendations for
the management and treatment of
systemic sclerosis. Rev bras reumatol.
2013;53(3):258-75.
19.
Careta MF, Romiti R. Localized
scleroderma: clinical spectrum and

9
therapeutic update. An Bras Dermatol.
2015;90(1):62-73.
20.
Yanaba K. Strategy for treatment of
fibrosis in systemic sclerosis: Present
and future. Journal of dermatology.
2016;43:46-55.
21.
Liu
D,
Ahmet
A,
Ward
L,
Krishnamoorthy P, Mandelcorn ED, Leigh
R, et al. A practical guide to the
monitoring and management of the
complications of systemic corticosteroid
therapy. Allergy, Asthma & Clinical
Immunology 2013;9(30):1-25.
22.
Hsiang KW, Ng YY, Lu CL, Lin HY,
Luo JC, Lin HC, et al. Corticosteroids
therapy and peptic ulcer disease in
nephrotic syndrome patients. Br J Clin
Pharmacol 2010;70(5):756-61.
23.
Gisbert JP, Gonzalez L, Calvet X,
Roque M, Gabriel R, Pajares JM. Proton

Der.Ven.Laps.Bangsal. 2016:1(1);1-9

pump inhibitors versus H2-antagonists:


a meta-analysis of their efficacy in
treating bleeding peptic ulcer. Aliment
Pharmacol Ther. 2001;15:917-26.
24.
Sellebjerg F, Barnes D, Filippini G,
Midgard R, Montalban X, Rieckmann P,
et al. Acute relapses of multiple
sclerosis. In: Gilhus NE, Barnes MP,
Brainin M, editors. European Handbook
of Neurological Management: Volume 1,
2nd Edition 1. 2 ed: Blackwell Publishing
Ltd 2011. p. 411-9.
25.
Ipiolu OM, zcan , Gltepe M,
Tekeli H, enol MG. Functional Vitamin
B12 Deficiency Represented by Elevated
Urine Methylmalonic Acid Levels in
Patients with Migraine. Turk J Med Sci.
2008;38(5):409-14.
26.
Makarchikov
AF.
Vitamin
B1:
Metabolism and functions. Biomedical
chemistry. 2008;3(2):116-28.

Anda mungkin juga menyukai