Anda di halaman 1dari 17

ERUPSI PUSTULAR PADA TELAPAK TANGAN DAN KAKI

PALMOPLANTAR PUSTULOSIS AT A GLANCE


-

Merupakan kelainan inflamasi dengan pembentukan pustul steril


Hanya menyerang telapak tangan dan kaki.
Sangat mengganggu pada kasus yang berat
Angka rekurensi yang tinggi
Sering resisten terhadap pengobatan
Dapat menjadi bagian dari sindroma SAPHO (synovitis, acne, pustulosis,
hiperostosis, osteitis)

Erupsi pustular pada telapak tangan dan kaki diantaranya adalah


palmoplantar pustulosis (PPP), akrodermatitis continua (Hallopeau disease), dan
infantile akropustulosis (tabel 21-2). Gambaran klinis kondisi ini adalah
munculnya erupsi steril, vesikel purulen yang persisten dan kronik.
Ruam akibat obat klinis menyerupai PPP telah dijelaskan pada pasien yang
diobati dengan nekrosis tumor Faktor- (TNF-) antagonis.
PALMOPLANTAR PUSTULOSIS
PPP merupakan dermatosis pustular yang kronik yang berlokasi hanya di
telapak tangan dan kaki. Resistensi dan angka rekurensi yang tinggi terhadap
pengobatan merupakan karakteristik dari kondisi ini. Secara histologi, kondisi ini
dikarakteristikkan oleh adanya vesikel intraepidermal yang diisi dengan neutrofil.
Sebelumnya, PPP diklasifikasikan sebagai psoriasis pustular dan banyak
dari teksbook yang menjelaskan tentang PPP dalam bab yang membahas psoriasis.
Sekarang ini, PPP adalah penyakit tersendiri.
Keterlibatan telapak tangan dan telapak kaki memiliki dampak yang besar
pada kualitas hidup dan kemampuan untuk bekerja.

EPIDEMIOLOGI DAN GENETIK


PPP tersebar di seluruh dunia. Ini merupakan kondisi yang jarang, tetapi
insidensi pasti tidak diketahui. Wanita cenderung memiliki prevalensi yang lebih
tinggi dibandingkan laki-laki, dengan rasio 3:1. Onset dari penyakit ini terjadi
paling banyak pada usia 20 dan 60 tahun, kondisi ini dapat terjadi setelah dekade
ke enam namun hal ini sangat jarang, dan dalam 10 persen pasien mengalami
onset sebelum usia 20 tahun.
HLA mencatat pada pasien dengan PPP menunjukkan tidak adanya
peningkatan frekuensi dari semua alloantigen yang dihubungkan dengan psoriasis.
Dalam perbandingan langsung pada psoriasis plak kronik, psoriasis gutata, dan
PPP, terdapat tiga kandidat gen utama dalam regio PSORS1 (HLA-Cw6,
HCRWWCC, dan CDSN5) menunjukkan adanya asosiasi yang tinggi terhadap
psoriasi gutata dan psoriasis plak kronik, namun pada investigasi PPP terhadap
apolioprotein E alel e2, e3, dan e4 pada psoriasi plak kronik dan gutata sama
halnya pada PPP dalam acitretin responder dan nonrsponder menunjukkan bahwa
terdapat frekuensi yang tinggi secara signifikan dari e4-alel pada kelompok
psoriasis tetapi tidak pada pasien PPP, jika dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Pada psoriasis plak kornik dan psoriasis artritis telah ditemukan adanya
hubungan dengan tumor nekrosis faktor (TNF)--238 dan -308 promotor
polimorfisme; namun, hubungan ini tidak ditemukan ada PPP.
Penelitian

di

negara

Jepang

mendukung

adanya

bukti

tentang

heterogenitas fenotip dan genetik pada PPP yang dihubungkan dengan adanya
provokasi oleh tonsilitis. Pada pasien PPP yang tidak dihubungkan dengan
tonsilitis, frekuensi fenotipe dari TNF-2 alel dari TNF- gen dan dari alel B dari
TNF- gen (TNF-pB) secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok kontrol.
studi hubungan genetik dalam kelompok Kaukasia mengungkapkan bahwa
gen yang mengkode untuk sitokin dari IL-10 , yaitu, IL-19, IL-20, dan IL-24 acara
haplotype meningkatkan risiko terjadinya PPP.

Temuan ini menunjukkan bahwa PPP dan psoriasis merupakan dua hal
yang berbeda secara keseluruhan.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Penyebab dari PPP tidak diketahui. Ketidak seimbangan dari sistem
protease/antiprotease

pada

kulit

menyebabkan

penurunan

akivitas

antileukoprotease (elafin/SKALP) pada psoriasis pustular telah didiskusikan


sebagai mekanisme yang mungkin dari pembentukan pustul. Eksaserbasi dari PPP
telah di amati setelah dilakukan patch test dengan metal dan di sertai dengan
peningkatan kadar leukotrien B4 pada plasma dan pustul.
Pada survey jangka panjang yang dilakukan di Jepang, insidensi PPP
ditemukan secara positif dihubungkan dengan perokok berat (lebih dari 20 batang
per hari), tonsilitis, dan faktor musim seperti tingginya kelembaban dan
temperatur yang tinggi.
Yang paling menonjol adalah hubungan antara merokok dengan PPP. Pada
dua survey yang dilakukan di Swedia, 95 persen pasien PPP adalah perokok dan
onset dari penyakit dan penghentian merokok merupakan penilaian penting dalam
menatalaksana penyakit ini. Terdapat bukti dari penelitian imunohistokima yang
menyatakan bahwa reseptor nicotinic asetilkolin berperan dalam pembentukan lesi
pada kulit dari pasien PPP yang merokok dibandingkan pada kelopok kontrol
perokok yang sehat, dan menunjukkan adanya respon abnromal terhadap nikotin
pada pasien dengan PPP.
Investigasi jaringan amandel dari PPP-pasien yang formasi unik dari
folikel limfoid dikelilingi oleh sel epitel crypt reticular ditemukan yang tidak
hadir di amandel dari controls. Pembiakan crypt sel epitel itu menunjukkan bahwa
ekspresi terkait p53 faktor kontribusi untuk peningkatan regulasi ekspresi gen dari
IL-6. Kemungkinan pentingnya IL-6 untuk PPP telah ditekankan sebelumnya dan
telah menunjukkan amandel yang mengarah ke perbaikan lesions. Dalam studi
lain, ekspresi diinduksi costimulator (ICOS), sebuah costimulatory reseptor pada
sel T diaktifkan lebih tinggi pada jaringan amandel PPP-pasien dibandingkan

dengan Tonsilektomi controls. atau pengobatan fokus gigi mengakibatkan ditandai


dan

perbaikan

berkelanjutan

dari

lesi

menunjukkan

besar

Peran infeksi fokal sebagai pemicu untuk PPP. Peran dari sel T dalam amandel
untuk PPP selanjutnya dibuktikan dengan demonstrasi peningkatan ekspresi kulit
limfosit terkait antigen (CLA) di CD3 + Sel T di amandel dan kulit yang sakit
bersama-sama dengan ditingkatkan ekspresi dari CLA-ligan E-selectin.
Penyambungan terlibat PPP-kulit ke SCID / CB-17 disuntik ke tikus
dengan limfosit dari amandel pasien PPP bersama-sama dengan protein heat
shock 60 diinduksi tinggi syok antiheat protein tingkat 65-IgG bersama-sama
dengan peningkatan IL-6 dan interferon .19 Perekrutan limfosit tampaknya
dimediasi oleh kemokin yang CCL20 / MIP3 reseptor yang, CCR6, secara
signifikan diekspresikan pada sel T tonsilar pasien PPP sebagai pembanding
dengan kontrol. Memang, Tonsilektomi mengakibatkan ekspresi CCR6 menurun
pada perifer PPP T cells.
Pengamatan baik PPP atau psoriasis onset baru pada pasien yang diobati
dengan agen anti-TNF- belum belum baik. tetapi pergeseran dari TNF--driven
kekebalan tubuh Tanggapan menuju inflamasi interferon-didominasi respon
discussed. Dalam model binatang, netralisasi peradangan kulit TNF--induced
mengakibatkan peningkatan ekspresi IL-1b, IL-6, IL-17, IL-21, dan IL-22 dan
penindasan FoxP3-positif peraturan T cells.Dalam terang pentingnya sel T dan IL6 untuk pengembangan PPP pergeseran ini mungkin setidaknya sebagian
menjelaskan hal terkait.
GAMBARAN KLINIS
Lesi primer pada kondisi ini adalah pustul yang memiliki ukuran diameter
2-4 mm. pustul sebesar biji jagung biasanya muncul dalam beberapa jam pada
kulit telapak tangan dan kaki (gambar 21-1). Biasanya terjadi secara simetris
tetapi lokasi unilateral pada telapak tangan dan/atau kaki juga dapat terjadi. Lesi
tunggal kemudian akan dikelilingi oleh cincin eritematous. Terkadang, pustul
meuas sampai ke punggung jari, kaki, atau sampai pergelangan (lihat gambar 21-

1c). episode dari erupsi pustular yang baru terjadi dalam interval yang bervariasi
dan terbatas pada tempat predileksinya.
Saat pustul menjadi tua, warnanya akan berubah dari warna kuning
menjadi coklat gelap, sehingga pada PPP yang tidak diobati, dapat ditemukan lesi
dengan warna yang bervariasi.(lihat gambar 21-1C dan D). pustul yang kering
akan menghilang dalam waktu 8 sampai 10 hari.
Tidak terdapat gejala lainnya selain gatal atau terasa panas, yang akan
muncul pada saat lesi baru akan terbentuk. Namun, pada erupsi yang berat, nyeri
dan ketidak mampuan untuk berdiri, berjalan, atau pekerjaan dengan tangan dapat
menurunkan kualitas hidup.

Gambar 21-1. Palmoplantar pustulosis. A. dan B. pustul yang berkelompok


dengan ukuran diameter 2 sampai 3 mm yang terjadi pada kulit eritema pada
telapak tangan dan kaki. Kedua kaki dan kedua tangan biasanya terserang secara
simetris. C dan D lesi terkadang dapat menyebar disekitar tempat predileksi, dan
pustul dapat muncul pada pergelangan tagan. Dalam beberapa hari setelah
pembentukan pustul, lesi menjadi kering, mendatar, dan warna menjadi

kecoklatan. Hal ini kemudian diikuti dengan perubahan ekzematous dengan


skuama dan fisura.

PENYAKIT YANG DIHUBUNGKAN


Hubungan PPP dengan osteoartritis dinding anterior dada pertama kali
ditemukan di Jepang. Dilaporkan oleh penulis Swedia, terdapat keterlibatan dari
sendi manubriosterni pada 6 persen pasien dan sendi sternoklavikular pada 10
persen pasien. Investigasi Scintigraphic menunjukkan adanya ketelibatan sendi
sternocostoklavikular pada 16 sampai 73 (22 persen) pasien. Untuk kondisi ini,
diberikan istilah SAPHO (synovitis, acne, pustulosis, hiperostosis, osteitis).
Manifestasi klinisi dari sindroma SAPHO serupa dengan akne yang berat
(kebanyakan akne konglobata) atau PPP. Lesi primer terdiri dari abses steril yang
mengandung neutrofil. Tempat predileksi adalah di dinding anterior. Sindroma
SAPHO dapat dihubungkan dengan pseudoinfeksi arthritis. Keterlibatan sendi
sakroiliakal juga dapat terjadi.
PPP juga terlihat pada pasien dengan osteomielitis multifokal kronik yang
rekuren dan juga dapat terlihat pada pasien dengan lesi tulang inflamasi
noninfeksi.
Sebuah

asosiasi

PPP

dengan

gluten-sensitivitas

telah

diusulkan

1991,Dalam lebih baru studi dari 123 pasien dengan PPP IgA-antibodi terhadap
gliadin ditemukan pada 18% pasien dan terhadap jaringan transglutaminase di
10%, respectively.30 Dalam Sel-sel pasien CD3 + dan CD8 + T meningkat pada
angka dalam biospsies duodenum. Dalam 6% dari pasien diagnosis penyakit
celiac dibuat. pasien yang diuji positif untuk setiap antibodi menunjukkan jumlah
atau hampir keseluruhan clearance lesi kulit ketika mereka patuh pada diet bebas
gluten.
HISTOPATOLOGI

Secara histopatologi, terdapat kavum intraepidermal yang diisi dengan


polymorfonuklear leukositosis yang dihubungkan dengan perubahan spongiform
pada sekeliling epidermis (gambar 21-2). Eosinofil dan sel mast meningkat
jumlahnya pada biopsi lesi pada kulit. Tanda lainnya adalah ketidakmampuan
untuk memvisualisasi bagian epidermal dari ekrin duktus pada spesimen PPP yang
mengindikasikan adanya keterlibatan dari akrosyringium.

Gambar 21-2. Secara histologis, terdapat gambaran pustula spongioform dan


moderate limfohistiosit infiltrate
TEMUAN LABORATORIUM
Lesi PPP merupakan lesi yang steril, terkadang dapat ditemukan
peningkatan sedang dari sel darah putih, tetapi semua hasil laboratorium biasanya
normal. Pada pasien dengan pemicu infeksi, parameter laboratorium yang
dihubungkan dengan infeksi, seperti C-ractive protein dapat mengalami
peningkatan. Peningkatan kadar dari antibodi anti-gliadin terkadang juga dapat
ditemukan.
Box 21-1 Penyakit PPP
1. sindrom SAPHO
2. Kronis berulang osteomyelitis multifokal dan
3. lesi tulang inflamasi non-infeksi sensitivitas gluten

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

PPP dapat dibedakan secara keseluruhan. Perjalanan penyakit, bersama


dengan karakteristik morfologi, dapat memberikan diagnosis yang tepat. Penyakit
ini harus dapat dibedakan dengan dermatitis ekzemea dyshidroti (pomopholyx),
khususnya saat pustul mengalami infeksi sekunder. Pada kondisi ini, onset
biasanya juga akut, tetapi vesikel yang bersih dalam ukuran yang bervariasi
tersebar pada telapak tangan, kaki, dan celah jari. Lesi ini dapat bergabung dan
secara sekunder menjadi pustular karena adanya infeksi bakteri sekunder.
Tinea pada telapak tangan dan kaki dengan varian pustular atau pustul
yang terjadi karena adanya infeksi skabies dapat menyerupai PPP. . Kultur bakteri
atau pencarian hifa atau tungau dapat membedakan dengan jelas ketiganya dengan
PPP.
Varian klinis yang jarang seperti vesikopustular mikosis fungiodes
palamaris et plantaris, vaskulitis pustular terlokalisasi, atau keterlibatan
palmoplantar pada psoriasis pustular generalisata juga dapat menyerupai PPP.
Box 21-2
Diagnosis Banding
Hampir mirip
Ekzea dyshidrotic dengan infeksi bakteri sekunder
Tinea pada telapak tangan dan kaki dengan pustul
Dipertimbangkan
Keratoderma blenorrhagicum pada penyakit heifer
Keterlibatan telapak tangan dan kaki pada psoriasis pustular generalisata
Infeksi skabies dengan pustulasi
Vesikopustular mikosis fungiodes pada telapak tangan dan kaki
Vaskulitis Pustular terlokalisasi

PROGNOSIS
Perjalanan klinis PPP sangat tidak terduga. Di pasien dengan penyakit
aktif dengan pembangunan berkelanjutan pustula segar pada awal pengobatan

kambuh dalam beberapa hari setelah penghentian terapi apapun atau dosis-reduksi
sangat mungkin. Dalam fase remisi sedikit pustula diproduksi, tapi kulit mungkin
tetap eritematosa dan hiperkeratosis, kadang-kadang menyerupai eksim.
Penghentian merokok mungkin membantu untuk memperpanjang interval bebas
penyakit dan menurunkan aktivitas PPP.
PENGOBATAN
PPP sulit untuk diobati dan semua pengobatan memiliki angka rekurensi
yang tinggi. Panatalaksanaa dari PPP di rangkum pada Box 21-3.
Terapi topikal dengan kortikosteroid (ampuh dan super ampuh) Pada
pasien dengan penyakit tertentu atau lesi focal hanya ampuh) adalah pengobatan
pilihan. peningkatan efektivitas dapat diperoleh dengan terapi oklusi. ketika PPP
melibatkan bagian yang lebih besar dari telapak tangan dan / atau telapak sistemik
pengobatan dengan atau tanpa terapi topikal tambahan harus dimulai.
Dalam meta-analisis dari beberapa uji khasiat sederhana retinoid
(etretinate / acitretin) atau PUVA (oral, topikal, bath) didirikan bila dibandingkan
dengan

plasebo.

Penambahan

retinoid

untuk

PUVA (kembali

PUVA)

mengakibatkan peningkatan efektivitas. Siklosporin menunjukkan bukti yang baik


perbaikan hingga tidak ada dukungan data yang diberikan untuk cyclosporine
therapy.
jangka panjang Dalam sidang terbuka baru-baru ini di 52 pasien dengan
PPP 35% bisa dikendalikan dengan terapi topikal. Pada pasien membutuhkan
terapi acitretin sistemik ditemukan paling berkhasiat diikuti oleh colchicine dan
methotrexate.

Kemanjuran

terapi

ester

asam

fumarat

di

PPP

telah

di jelaskan.
Dalam enam perempuan PPP-pasien itraconazole oral (100 mg / hari
selama 4 minggu diikuti oleh 100 mg setiap hari selama 4 minggu) menyebabkan
clearance lengkap dalam tiga dari enam dan dalam perbaikan ringan di tiga pasien

lainnya. Semua pasien kambuh dalam waktu 1 bulan setelah penghentian Terapi
tapi respon terapi bisa kembali di dua dari tiga mantan responders.
Dalam sebuah sidang terbuka pada 15 pasien 15 mg alefacept i.m.
seminggu selama 16 minggu ditemukan untuk menjadi sukses di mayoritas
cases.38 Namun, di seri lain dari 15 pasien PPP alefacept 15-30 mg mingguan
adalah ditemukan berkhasiat hanya dalam beberapa kasus dengan maksimal
Tanggapan pada minggu 10,39 Ada perdebatan mengenai apakah antagonis TNF mungkin bermanfaat dalam PPP. Sedangkan di tipe plak psoriasis kronis dan
pustular umum psoriasis anti-TNF- antibodi monoklonal infliximab ditemukan
sangat efektif, agen ini ditemukan untuk menjadi bermanfaat dan memburuk PPP.
Dalam sindrom SAPHO, infliximab menyebabkan lengkap remisi penyakit
osteoarticular tapi PPP memburuk selama treatment.42 Dalam kecil plaseboterkontrol trial di 15 PPP-pasien etanercept diberikan 2 50 mg S.C. mingguan
selama 6 bulan hanya beberapa pasien menunjukkan response.43 klinis yang
signifikan.

BOX 21-3 pengobatan untuk Palmoplantar pustulosis dan Akrodermatitis continua


Topikal
Fisikal
Sistemik
Lini
Steroid
2x1
psoralen
Acitretin
0.5 mg/kg/BB/hari
pertama

poten

dan

dan sinar

superpoten,

ultraviole

calcipotriol

Lini

Anthalin

kedua

Sekali

Metrotrexat

sehari

10 25 mg/minggu
3-5

Tazaroten

2 x1

Siklosporine

mg/kg/bb,

dilakukan

dengan

titrasi.

Lini

Asam

Mengacu

pada

ketiga

fumarat

skema dosis, dosis

ester.

maksimun 720 mg
dari
dimetilfumarat/hari
.

Colchicine
Itraconazole

1-2

mg/hari1oo

mg/hari sampai 4
Alefaceptc
TNF-antagonists

minggu
15-30

mg/minggu

rekomendasi dosis
untuk psoriasis

AKRODERMATITIS KONTINUA (HALLOPEAU)


Akrodermatitis continua merupakan kondisi yang jarang, dengan ciri
erupsi pustular steril pada jari tangan dan jari kaki yang secara lambat menyebar

ke arah proksimal. Pustulasi yang berlanjut menyebabkan destruksi pada kuku dan
atropi pada distal palang.
Pada tahun 1888, Crocker menemukan erupsi pustular dan bulosa yang
relaps pada tangan dan kaki, hal ini kemudian disebut sebagai Hallopeau.
Akrodermatitis

continua

sekarang

diklasifikasikan

sebagai

bentuk

daro

akropustular psoriasis.
EPIDEMIOLOGI
Tidak ada data tentang prevalensi atau kejadian acrodermatitis continua.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Etiologi continua acrodermatitis tetap misterius. Bahkan faktor pemicu
belum dijelaskan. Namun, pembentukan jerawat mungkin melibatkan jalur yang
sama seperti yang dibahas untuk PPP, namun karena kelangkaan penyakit ini
belum diteliti.
GAMBARAN KLINIS
Akrodermatitis continua sering dimulai pada ujung satu atau dua jari
(gambar 21-3), dan juga pada jari kaki. Nail fold merupakan yang paling pertama
terserang, dan trauma memainkan peranan dalam memulai keadaan ini. Gejala
pertama yang muncul adalah pustul yang kecil, yang akhirnya pecah,
meninggalkan daerah eritema yang megkilap dan munculah pustul yang baru.
Kondisi ini cenderung dibarengi dengan pembentukan polisiklik pus. Saat
penyakit menyebar ke daerah proksimal, area yang terserang akan mengalami
eritema yang mengkilap atau krusta, keratotik, dan terdapat fisura dengan pustula
yang baru terbentuk (Lihat Gambar. 21-3). Pustulasi pada nail bed dan nail
matriks hampir selalu terjadi dan cukup sering menyebabkan kehilangan nail
plate atau onychodystropi yang berat (gambar 21-3). Akrodermatitis continua
dalam jangka panjang dapat menunjukkan destruksi yang komplit pada nail
matriks dan menyebabkan anonychia. Kulit akan menjadi mengkilap dan

mengalami atropi yang berat, dan atropi akan menebal pada bagian distal dari
phalang.
Penyakit ini akan tetap berada pada tempat asalnya, kadang bertahan
selama beberapa tahun, tetapi lebih sering menyebar ke proksimal dan menutupi
tangan, dorsum lengan bawah, atau kaki. Pada beberapa keadaanya kondisi ini
terjadi pada lebih dari satu ekstremitas. Akrodermatitis continua dihubungkan
dengan psoriasis pustular generalisata dari jenis Zumbusch.

Gambar 21-3. A. akrodermatitis continua menunjukkan adanya pembentukan


pustul pada akral dan subungual pus dengan destruksi pada nail plate. B. erupsi
yang berulang menyebabkan kuku menjadi lepas dan mengalami atropi yang
berat. Ditemukan pustulasi pada atropi epidermis dari distal phalanges.
HISTOPATOLOGI
Gambaran histopatologi utama dari akrodermatitis continua adalah
subkorneal kavum yang diisi dengan neutofil. Epidermal sel nekrosis dan
spongiosis tidak terjadi, tetapi zona atap dan bahu pada pustul menunjukkan
adanya agregrasi leukosit antara sel epidemal, membentuk spongioform pustul.
Terdapat infiltrat limphohistiosit yang moderate di bagian atas dermis, bersamaan
dengan fokal edema.

Lesi dengan durasi yang lama menunjukkan adanya atropi yang berat dari
papilaris dermis dan penebalan dari epidermis.
TEMUAN LABORATORIUM
Kelainan sistemik tidak ada, dan hasil pemeriksaan laboratorium biasanya
dalam batas normal. Pustul pada kondisi ini adalah steril. Pada kasus yang sudah
berlanjut, x-ray dapat menentukan adanya atropi pada distal phalanges dan
artropati dari sendi interphalanges.
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Acrodermatitis continua pada tahap awal harus dibedakan dari paronychia
akut yang disebabkan oleh bakteri atau jamur dan dari lesi herpetic (lihat Bab
193). Kultur dan smear membantu menyingkirkan penyebab infeksi. lokasi distal
dan

kecenderungan

pustula

Gambar

21-3

A.

Acrodermatitis

continua

berdemonstrasi pembentukan jerawat acral dan danau subungual nanah dengan


kehancuran lempeng kuku. B. Erupsi berulang menyebabkan kehilangan kuku
dan atrofi parah. Catatan micropustulation dalam epidermis atropi dari falang
distal. menjadi konfluen, membentuk gundul, eritematosa,batau lesi berkulit,
membedakan continua acrodermatitis dari PPP atau pustular dyshidrotic eksim.
Atrophia dan hilangnya kuku tidak terjadi dalam kondisi ini. Kontak dermatitis
dengan infeksi sekunder dan pustulation memiliki margin kurang jelas,
menjalankan berbeda klinis saja, dan tidak memiliki ketekunan khas untuk
acrodermatitis continua.
PROGNOSIS
continua acrodermatitis menunjukkan kasus kronis dengan kecenderungan
lesi menyebar proksimal. Perbaikan spontan adalah langka, dan episode akut
pustulasi yang terjadi tanpa sebab yang jelas. Pembangunan pustula di tempat
lain, atau bahkan erupsi dari pustular psoriasis, mendukung gagasan yang
acrodermatitis continua adalah varian dari psoriasis. Ketika tidak terkontrol,
kerusakan ireversibel dari aparatus kuku lengkap

PENGOBATAN
Seperti ada psoriasis pustular, tidak ada obat spesifik yang dapat menjaga
remisi bertahan lama. Steroid topikal poten atau superpoten, berguna dalam
menghambat pustulasi. Perhatian disarankan pada kasus yang menunjukkan
adanya atropi. PUVA menekan erupsi pustul yang baru dan dapat digunakan
dalam periode yang lama sebagai terapi rumatan (lihat bab 238).
Pengobatan

dengan

kombinasi

sistemik

acitretin

dan

lokal

calcipotriol/calcipotriene telah berhasil pada salah satu pasien dengan


perbandingan kanan-kiri. Pada pasien dengan recalcitran, dapsone dapat dicoba.
Baru-baru ini, pengobatan tunggal topikal dengan takrolimus 0,1 persen oinment
atau dengan kombinasi dengan calcipotriol memberikan hasil yang efektif. Pada
kasus yang lebih berat, TNF- antagonis infliximab, etanercept, dan adalimumab,
dikombinasikan dengan acitretin atau methotrexate menunjukkan hasil yang
efektif.

mungkin

disarankan

untuk

menjaga

perawatan

respon

ketika

menghentikan anti-TNF--terapi sementara terus acitretin atau methotrexate.


Regimen yang digunakan untuk pengobatan PPp juga dapat digunakan
dalam terapi akrodermatitis continua (lihat kotak 21-3). Hasil pengobatan
bertahan selama obat diberikan, dan kembali relaps saat obat dihentikan.
PENCEGAHAN
Tidak ada data tentang langkah-langkah pencegahan untuk acrodermatitis
continua.

Daftar pustaka

daftar referensi lengkap tersedia di www.DIGM8.com DVD berisi referensi dan


konten tambahan
2. Asumalahti K et al: Genetic analysis of PSORS1 distinguishes guttate psoriasis
and palmoplantar pustulosis. J Invest Dermatol 120:627, 2003
12. Michaelsson G et al: The psoriasis variant palmoplantar pustulosis can be
improved after cessation of smoking. J Am Acad Dermatol 54:737, 2006
15. Koshiba S et al: Tonsillar crypt epithelium of palmoplantar pustulosis secretes
interleukin-6 to support B-cell development via p63/p73 transcription factors. J
Pathol 214:75-84, 2008
21. Rallis E et al: Onset of palmoplantar pustular psoriasis while on adalimumab
for psoriatic arthritis: A class effect of TNF-alpha antagonists or simply an antipsoriatic treatment adverse reaction? J Dermatolog Treat 1:1-3, 2009
34. Chalmers R et al: Interventions for chronic palmoplantar pustulosis. The
Cochrane Library 4:1-49, 2009
49. Puig L et al: Treatment of acrodermatitis continua of Hallopeau with TNFblocking agents: Case report and review. Dermatology 220:154-158, 2010

Anda mungkin juga menyukai