PROLONGED FEVER
Disusun oleh :
Elfira Sutanto (031031910021)
Pembimbing :
dr . Azis Sehanudin Masduki,Sp.A
Disusun oleh:
Elfira Sutanto
031.191.021
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul
“Prolonged Fever” ini dengan sebaik-baiknya. Laporan kasus ini dibuat untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Anak di RSAL
Drr.Mintohardjo periode periode 28 Maret – 06 Mei 2022. Dalam menyelesaikan
laporan kasus, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan, untuk itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr, Aziz Sehanudin Masduki, Sp.Aselaku pembimbing laporan kasus sekaligus
pembimbing selama menjalani Kepaniteraan Klinik yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani Kepaniteraan
Klinik Stase Ilmu Kesehatan Anak di RSAL Dr.Mintohardjo.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSAL Dr.Mintohardjo.
3. Serta rekan-rekan Kepaniteraan Klinik selama di RSAL Dr.Mintohardjo.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik. Semoga pembuatan
laporan kasus ini dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu pengetahuan bagi
seluruh pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran maupun paramedis
lainnya, dan masyarakat umum.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 2
2.1 Fisiologi demam.................................................................... 2
2.2 Definisi.................................................................................. 2
2.3 Epidemiologi......................................................................... 2
2.4 Etiologi.................................................................................. 4
2.5Faktor resiko........................................................................... 6
2.6 Patofisiologi........................................................................... 7
2.7 Diagnosis............................................................................... 9
2.8 Diagnosis banding................................................................. 13
2.9 Tatalaksana............................................................................ 14
2.10 Prognosis............................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Epidemiologi
Global3
Berdasarkan systematic review oleh Fusco et al, yang menggunakan
18 seri kasus dan mencakup 3164 pasien secara global, penyakit infeksi
dengan 37.8% merupakan penyebab utama prolonged fever diikuti dengan
peradangan non infeksi sebanyak 20.9% dan neoplasma sebesar 11.6%. Ada
sejumlah 23.2% pasien yang tidak terdiagnosis. Peradangan non infeksi
meningkat pesat seiring bertambahnya waktu.
2
Semakin maju sebuah negara maka proporsi penyakit infeksi yang
terdiagnosis semakin kecil dan sebaliknya prolonged fever yang tidak
terdiagnosis semakin banyak. Di negara berkembang, penyebab prolonged
fever terbanyak adalah infeksi. Sedangkan di negara maju, prolonged fever
paling umum disebabkan oleh penyakit inflamasi noninfeksi. Jika dilihat
berdasarkan letak geografis, penyakit infeksi semakin banyak ditemukan di
Asia, sedangkan di Eropa paling sering ditemukan prolonged fever yang tidak
terdiagnosis.
Indonesia4
Riset tentang epidemiologi prolonged fever di Indonesia saat ini
masih kurang. Menurut data penelitian demam berkepanjangan pada
kelompok usia pediatrik, penyebab masih didominasi oleh penyakit infeksi.[
Berdasarkan penelitian Latupeirissa pada anak-anak di RSUP
Fatmawati, Jakarta pada tahun 2008-2010 menunjukkan bahwa mayoritas
penyebab demam berkepanjangan adalah penyakit infeksi (97%). Penyakit
yang mendominasi adalah demam tifoid, tuberkulosis paru, dan infeksi
saluran kemih. Agen infeksius yang paling banyak ditemukan pada riset ini
adalah Salmonella typhi dan Escherichia coli.
Penelitian oleh Bakry et al di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
pada anak menunjukkan bahwa etiologi terbanyak pada demam
berkepanjangan adalah penyakit infeksi (80%), selanjutnya adalah penyakit
kolagen vaskular sebanyak 6%, diikuti dengan penyakit keganasan (5%), dan
tidak terdiagnosis (9%).5
Menurut beberapa studi prolonged fever yang terjadi di daerah negara
berkembang seringkali diakibatkan oleh karena infeksi. Menurut studi yang
dilakukan pada populasi pasien pediatric di negara berkembang diteemukan
bahwa 78% kasus prolonged fever tersebut disebabkan oleh karena infeksi.
Infeksi bakteri lebih sering menyebabkan prrolongrd fever didaerah negara
berkembang dibandingkan dengan infeksi virus.6
3
2.4 Etiologi7
Etiologi Prolonnged fever dibagi menjadi empat kategori utama, yaitu
infeksi, peradangan non infeksi/reumatologi, neoplasma/malignansi, dan
gangguan lainnya, di mana kategori infeksi, peradangan non infeksi, dan
malignansi merupakan penyebab yang paling umum.8
Spektrum etiologi Prolonged fever itu berbeda-beda berdasarkan letak
geografis, subpopulasi (lanjut usia, imunokompromais), faktor pejamu dan
mikroba, usia pasien dan perbedaan sumber daya kesehatan. Di negara
berkembang, penyakit infeksi merupakan penyebab utama prolonged fever,
sedangkan di negara maju peradangan non infeksi adalah penyebab terbanyak9
Di negara maju, sejak dekade 1950-an hingga 2000an, terjadi perubahan
etiologi prolonged feveer. Pada dekade 1950-an hingga 1970an, penyakit infeksi
dan keganasan mendominasi etiologi prolonged fever. Seiring dengan kemajuan
teknologi diagnostik, penyakit infeksi dan keganasan semakin mudah dan cepat
untuk dilacak sehingga terjadi penurunan persentase prolonged fever.Namun di
negara berkembang, penyakit infeksi, seperti tuberkulosis, demam
tifoid, malaria, abses hati amuba, masih menduduki peringkat pertama penyebab
prolonged fever.
Penyakit Infeksi
Tuberkulosis merupakan penyakit yang paling umum dijumpai pada
kategori infeksi. Presentasi tuberkulosis yang terbanyak adalah ekstrapulmonal,
milier, atau subtle (pada pasien dengan penyakit paru yang berat atau
imunodefisiensi).
Selain penyakit tuberkulosis, abses okulta juga cukup umum dijumpai.
Abses ini terjadi jika gangguan anatomis mengalami disrupsi dan sering
ditemukan pada rongga abdomen atau pelvis, seperti pada dinding usus (pada
kasus appendicitis, diverticulitis, penyakit radang usus). Ada beberapa faktor
predisposisi pembentukan abses okulta, seperti sirosis, penggunaan steroid atau
imunosupresif, riwayat bedah dalam waktu dekat, dan diabetes mellitus.
4
Peradangan Non Infeksi
Selain penyakit infeksi, peradangan non infeksi atau penyakit jaringan ikat
juga merupakan salah satu penyebab prolonged fever. Pada kelompok dewasa
muda, sering ditemukan adult Still’s disease, sedangkan pada lanjut usia
gangguan reumatologik.
Adult Still’s disease merupakan penyakit inflamasi dengan ciri-ciri:
demam quotidian (tiap hari), artritis, dan ruam yang cepat menghilang. Arteritis
sel raksasa umum dijumpai pada usia di atas 50 tahun dengan gejala dan tanda
sebagai berikut: sakit kepala, kehilangan penglihatan secara mendadak,
klaudikasio rahang, gejala-gejala penyakit polimialgia rematika, demam/anemia
yang tidak dapat dijelaskan, dan laju endap darah yang tinggi. Biopsi arteri
temporal bermanfaaat pada penyakit arteritis sel raksasa.
Keganasan
Penyakit keganasan yang menjadi penyebab terbanyak prolonged fever
adalah limfoma, karsinoma sel renal, dan leukemia. Keganasan okulta yang paling
sering menyebabkan demam berasal dari jaringan retikuloendotelial (misal
limfoma dan leukemia). Biopsi sumsum tulang dan computed
tomography/magnetic resonance imaging pada thoraks, abdomen dan pelvis
biasanya dapat mengidentifikasi lokasi anatomis yang terkena.
Sindrom mielodisplastik kadang-kadang bermanifestasi dengan demam
dan pada apusan darah terlihat arrest maturasi atau perubahan displastik pada satu
atau beberapa garis keturunan sel darah. Kira-kira pada 20% penderita karsinoma
sel renal ditemukan adanya gejala demam dengan hematuria mikroskopik dan
eritrositosis tanpa abnormalitas sedimen urin dan dengan hematokrit yang normal.
Drug Fever
Obat-obatan menyebabkan demam dengan cara menstimulasi reaksi alergi
atau idiosinkrasi atau dengan memengaruhi termoregulasi. Drug fever dapat
terjadi tak lama setelah menggunakan obat. Namun, dapat juga terjadi beberapa
minggu hingga bertahun-tahun setelah memulai pengobatan.
Obat-obatan yang paling sering mengakibatkan demam adalah:
5
Antimikroba (sulfonamida, penisilin, nitrofurantoin, vankomisin,
antimalaria)
Antihistamin H1 dan H2
Antiepilepsi (barbiturat dan phenytoin)
Obat anti inflamasi nonsteroid/OAINS (termasuk aspirin)
Antihipertensi (hidralazin, metildopa)
Antiaritmia (kuinidin, prokainamida)
Antitiroid
6
kekebalan tubuh yang menurun meningkatkan resiko infeksi yang memicu
inflamasi.
B. Lingkungan
Lingkungan juga memiliki pengaruh terhadap kejadian infeksi oleh
karena itu lingkungan dapat menjadi salah satuu faktor resiko. Lingkungan
yang dapat meningkatkan kejadian infeksi adalah lingkuungan padat
penduduk karena meningkatkan resiko kejadian infeksi tuberkulosis,
lingkungan dengan sarana air bersih yang kurang, lingkungan yang kotor
dan lembab, serta lingkungan rawan banjir yang meningkatkan resiko
leptospirosis. Selain lingkungan yang tidak sehat beberapa daerah juga
menjadi faktor resiko seperti daerah endemis malaria.
2.6 Patofisiologi
Patofisiologi fever of unknown origin (FUO), sama dengan patofisiologi
demam pada umumnya, berhubungan dengan peningkatan kadar prostaglandin E2
(PGE2) pada hipotalamus sehingga memicu peningkatan set point suhu tubuh.10
Demam adalah peningkatan suhu tubuh yang terkontrol secara ketat di atas
rentang normal sebagai respons terhadap perubahan set point yang dimediasi oleh
interleukin-1 pada hipotalamus.11Zat yang menyebabkan demam dinamakan
pirogen, dan terbagi terbagi menjadi dua, yaitu pirogen eksogen dan endogen.
Pirogen Eksogen
Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh, terutama adalah mikroba atau produknya,
seperti toksin.
Pirogen eksogen dengan contoh sebagai berikut:
7
Endotoksin lipopolisakarida yang diproduksi oleh bakteri gram negatif.
Endotoksin menyebabkan peningkatan suhu yang berkaitan dengan dosis
paparan
Peptidoglikan yang dihasilkan oleh bakteri gram positif
Virus menyebabkan demam dengan cara menginvasi langsung pada
makrofag dan reaksi imunologis terhadap komponen virus. Reaksi tersebut
menimbulkan pembentukan antibodi, induksi interferon, dan nekrosis sel
Nonmikrobial, dengan contoh yaitu proses fagositosis pada reaksi transfusi
darah dan anemia hemolitik imun, kompleks antigen antibodi, hormon,
obat-obatan, dan lesi intrakranial, seperti perdarahan dan trombosis
Pirogen Endogen
Pirogen endogen berasal dari dalam tubuh dan bekerja pada pusat pengaturan suhu
di hipotalamus. Pirogen endogen termasuk dalam golongan sitokin dan dapat
disebut sebagai sitokin pirogenik. Contoh pirogen adalah interleukin-1 (IL-1),
interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor (TNF), dan interferon (INF). Tanpa
adanya infeksi mikrobial, inflamasi, trauma, atau kompleks antigen-antibodi dapat
menginduksi produksi IL-1, TNF, dan IL-6 sehingga memicu peningkatan set
point pada hipotalamus.
Patogenesis Demam
Mikroba dan/atau produknya, disertai sitokin serta produk inflamasi
lainnya (yang dilepas karena kerusakan jaringan, iskemia/nekrosis jaringan,
dan/atau hipoksia) akan menginduksi makrofarg, sel endotel, dan sistem
retikuloendotelial untuk memproduksi dan melepaskan sitokin pirogenik (IL-1,
IL-6, TNF, IFN) ke dalam sirkulasi sistemik. Interaksi antara pirogen dengan
endotelium vaskular sirkumventrikular hipotalamus adalah langkah pertama untuk
meningkatkan set point ke tingkat suhu demam. Sitokin pirogenik tersebut akan
memicu sintesis PGE2 di hipotalamus.
Selain itu, toksin mikroba seperti endotoksin bertindak sebagai ligan toll-
like receptor (TLR) di hipotalamus dan merangsang untuk sintesis PGE2. PGE2
akan meningkatkan set point termostatik di hipotalamus ke tingkat suhu demam.
8
Pusat vasomotor akan mengirimkan sinyal untuk mempertahankan panas dengan
cara vasokonstriksi dan menghasilkan panas dengan cara menggigil, sehingga
terjadilah demam.
2.7 Diagnosis12
Evaluasi diagnosis prolonged fever harus dilakukan secara teliti dan
sistematis. Anamnesis harus dilakukan secaara detail sehingga dapat
menyingkirkan diagnosis banding, pemerksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
juga harus dilakukan secaraa benar agar dapat mengetahui etiologi demam secara
tepat.
A. Anamnesis
Anamnesis dimulai dari menanyakan keluhan utama, keluhan utama
pasien prolonged fever adalah demam yang tidak kunjung sembuh dalam
beberapa hari. Keluhan demam tersebut harus digali seperti suhu sampai
berapa, onset keluhan, pola demamnya seperti apa apakah step ladder atau
ada pola setiap berapa hari. Menanyakan pola demam daapat membantu
untuk mencari etiologi demam tersebut. Setelah menanyakan pola demam
perlu ditanyakan adanya keluhan lain seperti flu, batuk, infeksi telinga,
apakah ada nyeri berkemih, diare, mual, dan muntah, serta riwayaat
penurunan berat badan.
Setelah menanyakan keluhan utama dan keluhan lain bisa ditanyakan
apakah ada riwayat penyakit sebelumnya seperti apakaah ada riwayat
diabetes, batuk lama. Menanyakan riwyat pengobatan apakah daa
mengonsumsi obat rutin atau tidaak.Riwayat penyakit keluarga juga perlu
ditanyakaan apakah ada keluarga yang memiliki keluhann yang sama atau
tidak.
Riwayat lingkungan serta riwayat bepergian ke tempat endemis juga perlu
ditnyaakan untuk mencari etiologi demam pasien. Lingkungan yang tidak
sehat dapat menjadi faaktor resiko infeksi sehingga menyebabkn kejdian
demam. Faktor lingkungan yang perlu ditanyakan adalah kondisi rumah
9
apaakaah ventilsi baik, sirkulasi udara, dan apakah tiinggal ditempaat paadaat
penduduk ataau tidak
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai kedaan umum pasien lalu
menilaii kesadaran pasien. Setelah itu dilanjutkan dengan menilai tanda vital
sert satus gizi.
Pemeriksaan thorax :
Dapat dilakukan dengan inspeksi, perkusi, palpasi, dan auskultasi.
Hal yang perlu diinspeksi pada pemeriksaan thorax adalah gerakan dinding
dada dan tanda penggunaan dari otot bantu nafas. Perkusi kemudian
dilakukan untuk mendengar apakah ada perubahan suara pada hasil
perkusi daerah thorax misalnya perubahan suara yang normalnya adalah
timpani berubah menjadi redup. Palpasi dilakukan untuk mendeteksi
adanya nyeri tekan atau tidak. Setelah inspeksi, palpasi, dan perkusi
pemeriksaan kemudian dilanjutkan ke auskultasi, pada pemeriksaan ini
digunakan stetoskop untuk mendengan suara nafas tambahan dan bunti
jantung tambahan. Pada pasien dengan infeksi pernafasan biasa ditemukan
suara tambahan nafas seperti ronki yang menandakan adanya edema paru,
selain itu apabila terdapat gangguan jantung maka akan didapatkan bunyi
suara tambahan pada jantung sepserti murmur.
Pemeriksaan abdominal
Sama halnya dengan pemeriksaan thorax, abdominal juga diperiksa
dengan inspeksi, palpasi perkusi, dan auskultasi, akan tetapi yang berbeda
auskultasi dilakukan duluan sebelum palpasi dan perkusi. Bila fokus
10
infeksi ada pada bagian abdomen maka biasanya terjadi distensi abdomen,
nyeri tekan, dan ada perubahan tekstur pada saat dilakukan palpasi.
Kulit
Apabila fokus infeksi pada kulit maka dapat ditemukan ptechiae,
purpura, eritema, ulserasi, dan bullae.
C. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien prolong fever dilakukan dengan tujuan
untuk mencari etiologic agar dapat dilakukan pengobatan yang efektif
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
Pemeriksaan Laboratorium awal
o Pemeriksan darah lengkap:
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk menilai apakah
ada infeksi akut yang menyebabkan keluhan demam pasien.
Adanya infeksi akut dapat ditandai dengan adanya peningkatan
leukosit serta peningkatan hitung jenis neutrophil batang (bakteri)
atau limfosit (virus).
o Pemeriksaan urin:
11
Pemeriksaan urinalisa dilkukan untuk mencari apakah ada
fokus infeksi pada traktus urinarius yang menyeabkan keluhan
demam pada pasien.
Pemeriksaan radiologis
o Pemeriksaan foto thoraks
Pemeiksaan foto thoraks dapt dilakukan pada tahap awal
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan ini berfungsii untuk melihat
apakah terjaadi proses innfeksi paada lapang paru paasien sehingga
memicu terjadinya demam.
12
o CT-scan
Pemeriksaan CT-scan dilakukan pada pemeeriksaan
lanjutan, pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai kondisi paru
yang lebih detail.
13
Diagnosis banding dari prolonged fever cukup luas karena demam
hanyalah sebuah gejala umum yang paling sering muncul pada bebagai pennyakit.
Diagnosis banding dari prolonged fever adalah sebagai berikut:
Infeksi bakteri
o ISK
o Sepsis
o Enteric fever
o Tuberkulosis
Infeksi Virus
o Cytomegalovirus
o Virus hepatitis
Infeksi Parasit
o Malaria
o Toxoplasmosis
Penyakit kolagen
o Juvenile rheumatoid arthritis
o Systemic lupus erythematosus
Endokarditis infektif
Pneumonia
Pyelonefiris
HIV
Infeksius mononukleosis
Neoplasma
o Hodgkin’s disease
o Leukimia limfoblastik akut
Penyakit lain
o Demam obat
o Tirotoksikosis
o Hypothalamic central fever
14
2.9 Tatalaksana12
Penatalaksaan prolonged fever tidak memiliki satu protokol manajemen
yang standar sehingga dilakukan secara suportif hingga etiologinya telah
ditemukan. Yang terpenting adalah melakukan investigasi berkelanjutan hingga
etiologinya ditemukan dan/atau menyingkirkan semua diagnosis yang mungkin.
Terapi Empiris
Penggunaan terapi empiris pada prolonged fever belum diteliti secara
intensif. Namun, secara umum terapi empiris, seperti obat antituberkulosis,
antibiotik, dan steroid sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan prolonged
fever. Hal ini disebabkan pemberian terapi empiris dapat mengaburkan diagnosis
sehingga menyebabkan penundaan diagnosis dan terapi yang tepat.
Pada kasus infeksi yang ditandai dengan peningkatan leukosit maka dapat
diberikan antibiotik yang bersifat broad spectrum
Terapi suportif
1. Antipiretik
a. Paracetamol
Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat yang
bekerja sebagai antipiretik dan juga analgetik. Peran paracetamol
sebagai antipiretik adalah obat ini bekerja langsunng pada pusat
termoregulator sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah perifer, dan keringat sehingga menurunkan suhu tubuh.
15
Kortikosteroid diberikan untuk menekan inflamasi pada
pasien. Kotikosteroid bekerja dengan menekann sintesis protein
proinflamasi dan menghambaat proses migrasi PMN.
Dosis prednisone:
0,5-2mg/kgBB 2 kali sehari dengan dosis maksimal 80 mg/
hari
Dosis dexamethasone
0.08-0.3 mg/kgBB/hari diberikan setiap 6 jam sekali atau
12 jam.
b. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan antiinflamasi golonngan non steroid
(NSAID). Obat ini bekerja dengan menhambat proses sintesis
prostaglandin serta menghambat COX1 dan COX2.
Dosis ibuprofen
Hanya diberikan pada anak lebih dari 6 bulan (5-10 mg/kgBB)
2.10 Prognosis12
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Antoon JW, Potisek NM, Lohr JA. Pediatric Fever of Unknown Origin. Pediatr
Rev. 2015 Sep;36(9):380-90; quiz 391. doi: 10.1542/pir.36-9-380. PMID:
26330472.
3. F. M. Fusco, R. Pisapia et al. Fever of unknown origin (FUO): which are the
factors influencing the final diagnosis? A 2005-2015 systematic review. BMC
Infectious Diseases (2019) 19:653
6. Chouchane S, Chouchane CH, Ben Meriem CH, et al. Prolonged fever in children.
Retrospective study of 67 cases. Arch Pediatr. 2004;11:1319–25.
12. Wright WF, Auwaerter PG. Fever and Fever of Unknown Origin: Review, Recent
Advances, and Lingering Dogma. Open Forum Infect Dis. 2020;7(5):ofaa132.
Published 2020 May 2. doi:10.1093/ofid/ofaa132
17