Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Disusun oleh :
Elfira Sutanto (031031910021)

Pembimbing :
dr. Magdalena Huwae, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU


KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT TNI AL
DR. MINTHOHARDJO FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 28 MARET 2022 – 06 MEI 2022
Laporan kasus:
Kejang Demam Kompleks

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan 


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehataan Anak RSAL. Dr. Mintohardjo
periode 28 Maret – 06 Mei 2022

Disusun oleh:
Elfira Sutanto
031.191.021

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Magdalena Huwae FS, Sp.A selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSAL. Dr.Mintohardjo

Jakarta,    Maret 2022

dr. Magdalena Huwae, Sp.A

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Kejang Demam Kompleks” ini dengan sebaik-baiknya. Laporan kasus ini dibuat
untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Anak di RSAL
Drr.Mintohardjo periode periode 28 Maret – 06 Mei 2022. Dalam menyelesaikan
laporan kasus, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan, untuk itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Magdalena Huwae,Sp.A selaku pembimbing laporan kasus sekaligus
pembimbing selama menjalani Kepaniteraan Klinik yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani Kepaniteraan
Klinik Stase Ilmu Kesehatan Anak di RSAL Dr.Mintohardjo.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSAL Dr.Mintohardjo.
3. Serta rekan-rekan Kepaniteraan Klinik selama di RSAL Dr.Mintohardjo.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik. Semoga pembuatan
laporan kasus ini dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu pengetahuan bagi
seluruh pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran maupun paramedis
lainnya, dan masyarakat umum.

Jakarta,    Maret 2022

ii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
BAB II PRESENTASI KASUS.............................................................. 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 18
3.1 Definisi.................................................................................. 18
3.2 Epidemiologi......................................................................... 18
3.3 Etiologi.................................................................................. 18
3.4 Faktor risiko........................................................................... 19
3.5 Klasifikasi kejang demam..................................................... 19
3.6 Patofisiologi........................................................................... 20
3.7 Manifestasi klinis................................................................... 23
3.8 Diagnosis............................................................................... 24
3.9 Diagnosis banding................................................................. 26
3.10 Tatalaksana.......................................................................... 27
BAB IV ANALISA KASUS.................................................................... 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 36

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak usia 6 bulan –
5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu diatas 38oC) yang tidak
disebabkan oleh proses intrakranial. Pada anak usia 1-6 bulan dapat mengalami
kejang demam namun jarang, bila anak berusia kurang dari 6 bulan mengalami
kejang didahului demam, dapat dipikirkan kemungkinan lain terutama infeksi
susunan saraf pusat. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam dan bayi
berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam
kompleks adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, kejang berbentuk
fokal atau secondary generalized, atau terjadi kejang berulang dalam waktu 24 jam..(1)
Lebih dari 90% kasus kejang demam terjadi pada anak berusia di bawah 5 tahun.(2)
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai
dibidang neurologi anak dan terjadi pada 25% anak. Prevalensi kejang demam di
Amerika Serikat dan Eropa berkisar 2%-5%, sedangkan di Asia prevalensinya
meningkat 2 kali lipat. Amerika Serikat setiap tahunnya tercatat hampir 1,5 juta
kejadian kejang demam dengan puncak terjadinya usia 18 bulan.(2,3)
Faktor risiko kejang demam antara lain demam, usia, dan riwayat keluarga.
Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab seperti infeksi saluran nafas, saluran
cerna, infeksi THT, infeksi saluran kemih, infeksi virus, pasca imunisasi, dan
pneumonia. Demam merupakan faktor utama timbulnya bangkitan kejang. Usia
paling banyak yaitu 6 bulan sampai 5 tahun. Umur kurang dari 6 bulan mungkin
diakibatkan oleh infeksi SSP. Riwayat keluarga memiliki risiko terjadinya kejang
demam, seperti meningkat 2-3x lipat bila saudara kandung mengalami kejang
demam, dan meningkat 5% bila orang tua mengalami kejang demam.(4,5)

1
BAB II

PRESENTASI KASUS

Anemnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap ibu kandung pasien.


Alloanamneesis dilakukan pada tanggal 29 Maret 2022 Pukul 14.16.
2.1 IDENTITAS PASIEN
a. Nama Pasien : By. DS
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c. Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 24 November 2021
d. Umur : 04 Bulan
e. Pendidikan : Belum Sekolah
f. Alamat : Sepitan Timur, Tangerang, Banten.
g. Orangtua/wali
Identitas Ayah / wali Ibu
Nama KT TD
Umur 35 tahun 36 tahun
Suku/bangsa Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Alamat Sepitan Timur, Sepitan Timur, Tangerang,
Tangerang, Banten. Banten.
Pekerjaan TNI Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Pendidikan militer SMA
Penghasilan/ 5-7 juta -
bulan

2.1. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Pasien datang keluhan kejang berulang 2 hari SMRS.
B. Keluhan Tambahan
Pasien juga mengeluhkan adanya demam sejak 3 hari SMRS dan
demam tinggi dimulai sejak 2 hari SMRS.

2
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak laki – laki berusia 4 bulan datang ke IGD RSAL.
DR. Mintohardjo dengan keluhan kejang berulang sejak 2 hari SMRS.
Kejang disertai dengan keluhan demam tinggi dengan suhu mencapai
39,8oC.
Keluhan demam pasien dimulai sejak Kamis malam (24 Maret
2022) dengan suhu kurang dari 37oC lalu pasien diberikan paracetamol
sirup dan demamnya turun. Pada hari Jumat (25 Maret 2022) pukul 4.30
pagi pasien kembali demam dengan suhu <37oC dan kemudian demam
pasien semakin meningkat hingga pukul 16.20 sore demam mencapai
39,8oC. Pada pukul 4.20 sore tersebut pasien mengalami kejang sekitar
kurang lebih 1 menit kejang langsung seluruh tubuh tanpa lokalisasi.
Pasien kemudian dibawa ke RSIA dan diberikan paracetamol
suppositoria dan demamnya mulai turun. Pukul 11.00 malam di hari yang
sama pasien kembali kejang dan suhu masih mencapai 39 oC. Hari Sabtu
(26 Maret) pasien demam namun suhu tidak tinggi dan tidak ada episode
kejang. Hari minggu (27 Maret 2022) pasien kembali kejang pada pukul
4.30 pagi dini hari lalu pukul 12.00. Saat kejang episode kedua pada hari
minggu, pasien dibawa ke IGD RSAL, Dr. Mintohardjo. Pasien
kemudian dirawat dan pada pukul 18.00 pasien kejang lagi di ruang
rawat.
Sebelum adanya keluhan demam tinggi serta episode kejang, ibu
pasien menyangkal adanya keluhan flu dan batuk, penurunan kesadaran
juga disangkal, keluhan kejang sebelumnya juga di sangkal. Episode
kejang demam ini merupakan episode pertama kali dan setelah kejang
kondisi paasien kembali normal.

3
D. Riwayat Penyakit Dahulu

PENYAKIT UMUR PENYAKIT UMUR PENYAKIT UMUR


Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
DBD - Kejang - Darah -
Tifoid - Kecelakaan - Pneumonia -
Otitis - Morbili - TB -
parotitis - Operasi - Lainnya……
….
Kesimpulan riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu.

E. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


KEHAMILAN Penyakit Kehamilan Tidak ada
Perawatan antenatal ANC teratur
Tempat lahir Rumah Bersalin
KELAHIRAN Penolong kelahiran Bidan
Diagnosa Ibu G2P2A0
Cara persalinan o Spontan
o Penyulit
kelahiran : -
Keadaan bayi o Berat lahir: 3800
gram
o Panjang lahir ; 49
cm
o Lingkar kepala :

4
tidak tahu
o Langsung
menangis
o Biru (-)
o Pucat (-)
o Kejang (-)
o Kelainan bawaan
(-)
o Kelainan Bawaan
(-)
Masa gestasi Cukup bulan (38
minggu)

F. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Psikomotor dan kognitif


● Pertumbuhan gigi pertama: -
● Psikomotor
- Tengkurap : 3 bulan (N: 3-6 bulan)
● Bahasa
- Ngoceh : 3 Bulan (N : 3-6 bulan)

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: belum


terdapat keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan
pasien.

G. Riwayat Makanan
Umur (Bulan) ASI/PASI
0–1 Susu
Formula

5
1–4 Susu
Formula
4–6 -
6–8 -
8 – 10 -
10 – 12 -

H. Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar (umur)
Hepatitis B Lahir 2 bulan 3 bulan 4
bulan
Polio Lahir 2 bulan 3 bulan 4
bulan
BCG 1 bulan
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Belum Belum dilakukan
dilakukan

Hib 2 bulan 3 bulan 4 bulan


Belum Belum dilakukan
dilakukan
Campak 9 bulan

Kesimpulan : Riwayat imunisasi dasar dan pengulangan belum lengkap.

I. Riwayat Keluarga
a. Corak Reproduksi
No Tgl lahir Jenis Lahir Abortus Mati
kelamin Hidup Mati (sebab)
1. 12 Mei Perempuan + - - -
2014

b. Riwayat pernikahan

6
Keterangan Ayah / wali Ibu/ wali
Nama F Y
Perkawinan ke 1 1
Umur saat menikah 20 21
Pendidikan terakhir Pendidikan militer SMA
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
kosangualitas - -
Penyakit, bila ada - -

Pasien memiliki kakak perempuan yang berusia 7 tahun 9


bulan, kakak pasien pernah demam tinggi saat usia 10 bulan dan pada
saat demam tersebut ada episode diam seperti melamun selama 2 menit.

A. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien memiliki hubungan baik dengan keluarganya. Ayah pasien
bekerja sebagai TNI dan Ibu pasien adalah ibu rumah tangga.
Penghasilan ayah pasien dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari – hari keluarga pasien.

B. Riwayat Lingkungan Perumahan


Kepemilikan Rumah :
Rumah Milik Pribadi

Keadaan Rumah :
Dirumah pasien tinggal berempat bersama orang tua pasien. Pasien
tidur bersama orang tuanya dengan ventilasi yang baik, dan sinar
matahari yang masuk juga cukup. Kebutuhan air mandi menggunakan
air PAM, untuk kebutuhan minum pasien menggunakan air aqua gallon.
Sampah di buang di tempat pembuangan sampah dan diangkut oleh
petugas setiap hari.

7
Daerah / lingkungan :
kondisi lingkungan baik, aliran got terbuka dan tidak tersumbat.
Keadaan Lingkungan :
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Kondisi lingkungan baik,
aliran got terbuka dan tidak tersumbat.

Kesan : Kondisi rumah dan lingkungan tempat tinggal pasien cukup


baik.

C. Riwayat Pengobatan
Pemberian paracetamol supp untuk menurunkan demam.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 29 Maret 2022, pukul 14.16
WIB di ruang Pulau Bunyu kamar 302B RSAL DR. Mintohardjo.
A. Keadaan umum ( Kesan sakit, Kesan Gizi, Kesadaran)
- Kesan sakit : Tampak sakit ringan
- Kesan gizi : Tampak gizi cukup
- Kesadaran : Komposmentis
B. Tanda vital :
- Frekuensi nadi : 130 / menit
- Frekuensi nafas : 32x / menit
- Suhu : 36,8’C
- Tekanan darah : - mmHg
- SpO2 : 99 %
C. Antropometri :
- Berat badan : 8,1 kg
- Tinggi / Panjang badan : 62 cm
- Usia : 4 bulan

8
Status gizi : (menggunakan kurva WHO)
- BB/U : Z score 3 SD (Obese)
- TB/U : Z score 3 SD
- BB/TB : Z Score +2-+3 SD (Overweight)
- Kesan gizi = pasien masuk dalam kategori Overweight

D. Status Generalis
1) Kepala : normocepali, ubun-ubun tidak menonjol.
A. Rambut : Warna hitam, lurus, pendek, distribusi merata,
tidak mudah tercabut.
B. Wajah. :Simetris, tidak ada pembengkakan dan luka maupun
jaringan parut.
C. Mata :sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), RCL
(+/+)
D. Hidung : simetris, sekret (-/-), mukosa hiperemis (-/-), nafas
cuping hidung (-)
E. Mulut : trismus (-), mukosa pipi berwarna merah muda,
arcus palatum simetris.
F.Lidah : normoglosia, mukosa berwarna merah muda, atrofi
papil (-).
G. Tenggorokkan: tonsil T1-T1, hiperemis (-), detritus (-), dinding
posterior faring hiperemis (-), arcus faring tidak
hiperemis, uvula ditengah.
H.Telinga : bentuk normotia, nyeri tarik aurikula (-/-), nyeri
tekan aurikula (-/-), liang telinga lapang, tidak
terdapat cairan maupun serumen.
2) Leher : tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-), tidak teraba
pembesaran tiroid dan KGB.
3) Thorax
a. Jantung

9
❖ Inspeksi : ictus kordis tidak tampak.
❖ Palpasi : ictus kordis teraba di ICS V linea midclavikularis
sinistra.
❖ Perkusi :
o Batas kiri jantung → ICS V linea midclavikularis
sinistra.
o Batas kanan jantung → ICS III-V linea strenalis dextra
.
❖ Auskultasi : BJ I dan BJ II reguler, tidak terdapat mumur
maupun gallop.
b. Paru
❖ Inspeksi : bentuk torak simetris, gerak dinding dada
simetris, tidak ada retraksi dinding dada.
❖ Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan benjolan, gerak pernafasan
simetris.
❖ Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
❖ Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, tidak ada ronki dan
wheezing.
4) Abdomen
❖ Inspeksi : tidak tampak distensi, ruam (-), kulit keriput (-),
gerak dinding perut saat pernafasan simetris, rose spot
(-).
❖ Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 1x/menit.
❖ Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
❖ Perkusi : timpani pada seluruh regio abdomen, shifting
dulness (-).
5) Ekstremitas
a. Atas : simetris, sianosis (-), edema (-), ptechie (-),
akral hangat, CRT <2 detik.

10
b. Bawah : simetris, sianosis (-), edema (-), ptechie (-),
akral hangat, CRT <2 detik.
6) Genetalia : Jenis kelamin laki-laki, tampak penis belum di
sirkumsisi dan fimosis.
7) Anus dan Rektum: tidak ada kelainan
8) Status Neurologis:
a. Refleks Fisiologis :
i. Biceps : ++/++
ii. Triceps: ++/++
iii. Patella: ++/++
b. Refleks Patologis:
i. Babinski : -/-
ii. Chaddock: -/-
c. Tanda rangsang meningeal:
i. Brudzinski I: (-)
ii. Kaku kuduk : (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang (27 Maret 2022)

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN FLAG NILAI


RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah lengkap
Leukosit 12.200 /A μL H 5000 - 10000

Eritrosit 4.18 Juta/ A μL L 4.60 – 6.20


Hemoglobin 10.8 g/dL L 14.0 – 16.0
Hematokrit 31 % L 42- 46
Trombosit 128.000 / A μL H 150000 - 450000

11
KIMIA KLINIK
Glukotes Sewaktu 98 Mg/dL A <200
Elektrolit
Natrium 130 Mmol/L 134 – 148
Kalium 4.27 Mmol/L H 3.40 – 4.50
Chlorida 96 Mmol/L 96 – 108

Imunoserologi
NS1 Non
Reaktif
Dengue IgG Non
Reaktif
Dengue IgM Non
Reaktif

2.5 Resume
Anak laki-laki berusia 4 bulan datang ke UGD RSAL Mintohardjo pada tanggal
27 Maret 2022 diantar oleh ibunya dengan keluhan kejang. Kejang terjadi 2 kali saat
2 hari SMRS dan 1 kali sebelum ke IGD, kejang berupa kelonjotan seluruh tubuh,
durasi kejang kurang lebih 5 menit dan setelah kejang pasien lemas dan kemudian
menangis kencang
Kejang disertai dengan demam. Demam sudah dialami pasien sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit, demam naik perlahan tinggi dan demam berkisar antara
37,00C – 39,80 C.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang, dan pada pemeriksaan status
generalis tidak didapatkan kelainan serta pemeriksaaan neurologis dalam batas
normal. Dari hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada 27 Maret 2022
ditemukan Leukosit 12200 yang sangat meningkat berada diatas nilai rujukan yang
menunjukkan adanya fokus infeksi

12
2.6 Diagnosis Kerja
Kejang demam kompleks e.c infeksi bakterialis

2.7 Diagnosis Banding


 Meningitis bacterial
 Ensefaalitis bakterial

2.8 Penatalaksanaan
1.Medikamentosa
 Cairan infus RL 25 tpm mikro
 Inj.Fenitoin 90mg dalam NaCl 600ml
 Inj.Ceftriaxone 2 x 300 mg
 Inj Dexa 3 x 0,8mg
 Stesolid Supp Klp
 Proris Supp kalau demam >38,2oC

2. Non-medikamentosa
 Tirah baring
 Pantau keadaan umum serta tanda vital setiap hari
 Memastikan cairan tercukupi

3. Edukasi
Jika terjadi kejang yang berulang dirumah, maka pastikan
jalan napas tidak terhalang, pakaian ketat dilonggarkan, anak
diposisikan miring agar lender atau cairan dapat mengalir keluar. Lalu
berikan Diazepam 5-10 mg per rektal dengan maksimal pemberian 2
kali diberi jarak 5 menit.

13
2.9 Prognosis
Ad Vitam : ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam
Ad Functionam : Dubia ad Bonam

14
2.10 Follow Up
S O A P
28 Maret 2022 CM, Tampak sakit sedang - Kejang Demam  Cairan infus RL 25 tpm
Keluhan : TD : - Kompleks e.c Infeksi mikro
Nadi : 151 x per menit Bakterialis
Kejang (-) - ISK  Inj.Fenitoin 90mg dalam
Demam (+) RR : 36x per menit
NaCl 600ml
Batuk pilek (-) SpO2 : 98%
 Inj.Ceftriaxone 2 x 300
Mual, Muntah (+) Suhu : 36,8’c
mg
Mata: CA-/-, SI-/-
 Inj Dexa 3 x 0,8mg
Hidung : simetris,
 Stesolid Supp Klp
sekret (-/-),
 Proris Supp kalau demam
Tenggorokan :
>38,2oC
Hiperemis (-)
Thorax:
BJ I&II reg, m(-), g(-)
SN : rh-/-, wh-/-
Abdomen : turgor
Kembali cepat
Ekstremitas: akral hangat
+/+,
edema -/-

15
Pemeriksaan Penunjang
28 Maret 07:56:
- Leukosit : 17.600
- Eritrosiit : 4.07
- Hb: 10,5
- Hematokrit: 30%
- PLT: 118.000

28 Maret 11.18:
URINALISA:
- Mikroskopik:
- Leukosit : 8-10 LPB
- Eritrotist: 10-15 LPB
29 Maret 2022 CM, Tampak sakit sedang - Kejang Demam  Cairan infus RL 25 tpm
Keluhan : TD : - Kompleks e.c Infeksi mikro
Nadi : 130 x per menit Bakterialis
Kejang (-) - ISK  Inj.Fenitoin 2x15mg
Demam (-) RR : 32x per menit
 Inj.Ceftriaxone 2 x 300
Batuk pilek (-) SpO2 : 99%
mg
Mual, Muntah (-) Suhu : 36,8’c
 Inj Dexa 2x 0,8mg
Mata: CA-/-, SI-/-
 Stesolid Supp Klp
Hidung : simetris,
 Proris Supp kalau demam
sekret (-/-),
>38,2oC
Tenggorokan :
Hiperemis (-)
Thorax:

16
BJ I&II reg, m(-), g(-)
SN : rh-/-, wh-/-
Abdomen : turgor
Kembali cepat
Ekstremitas: akral hangat
+/+,
edema -/-

Pemeriksaan Penunjang
29 Maret 07:56:
- Leukosit : 22.000
- Eritrosiit : 3.96
- Hb: 10,4
- Hematokrit: 29%
- PLT: 191.000
30 Maret 2022 CM, Tampak sakit sedang - Kejang Demam  Cairan infus RL 25 tpm
Keluhan : TD : - Kompleks e.c Infeksi mikro
Nadi : 130 x per menit Bakterialis
- ISK  Inj.Gentamicin 1 x 40 mg
Kejang (-)
RR : 32x per menit - Diare akut  Inj. Ampicilin 4x200 mg
Demam (-) SpO2 : 99%
 Inj Dexa 1 x 0,8mg
Suhu : 37,1’c
Batuk pilek (-)  Fenitoin Tab 2x15 mg
Mata: CA-/-, SI-/-
Mual, Muntah (-)  Stesolid Supp Klp
Hidung : simetris,
Diare saat 29 Maret malam  Proris Supp kalau demam
konsistensi cair 2 kali sekret (-/-),

17
>38,2oC
Tenggorokan :
 LactoB
Hiperemis (-); tampak
 Zinc 1x1/2 cth
bercak putih
 Nystatin drop
Thorax:
BJ I&II reg, m(-), g(-)
SN : rh-/-, wh-/-
Abdomen : turgor
Kembali cepat
Ekstremitas: akral hangat
+/+,
edema -/-

18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(> 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
kompleks adalah kejang yang berlangsung lama, durasi lebih dari 15 menit atau
kejang berulang dalam waktu kurang dari 24 jam. Kejang berbentuk umum yaitu
tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24
jam. Ciri khas kejang demam adalah demamnya mendahului kejang, pada saat
kejang anak masih demam, dan setelah kejang anak langsung sadar kembali.(1,2)

3.2 Epidemiologi
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak berusia 6 bulan – 5 tahun. Kejan
g demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai dibidang neurol
ogi anak dan terjadi pada 25% anak. Prevalensi kejang demam di Amerika Serikat
dan Eropa berkisar 2%-5%, sedangkan di Asia prevalensinya meningkat 2 kali lip
at. Amerika Serikat setiap tahunnya tercatat hampir 1,5 juta kejadian kejang dema
m dengan puncak terjadinya usia 18 bulan.(3,4) Berdasarkan survey yang dilakukan
RSIA Budhi Mulia, kejang demam menempati urutan pertama dari sepuluh penya
kit terbanyak pada balita yaitu sebanyak 204 kasus dengan proporsi kasus 49,04%.
(5)

3.3 Etiologi
Penyebab kejang demam dapat dibagi menjadi dua yaitu intrakranial dan
ekstrakranial. Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer da
n sekunder. Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik. Sedangkan sekun
der dapat disebabkan karena neoplasma intrakranial, kelainan kongenital seperti hi

19
drosefalus, infeksi seperti meningitis dan ensefalitis, trauma kepala, dan perdaraha
n intracranial.
Penyebab ekstrakranial biasa disebabkan karena infeksi saluran pernapasan ata
s, pencernaan, saluran kemih, pneumonia otitis media, dan gangguan metabolisme
seperti hipoglikemia, hipokalsemia, hepatik ensefalopati, uremia, hiperproteinemi
a, hiperlipidemia, hipotiroid, dan hipoksia.(2,3)

3.4 Faktor risiko


Faktor risiko kejang demam antara lain demam, usia, dan riwayat keluarga.
Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab seperti infeksi saluran nafas,
saluran cerna, infeksi THT, infeksi saluran kemih, infeksi virus, pasca imunisasi,
dan pneumonia. Demam merupakan faktor utama timbulnya bangkitan kejang.
Usia paling banyak yaitu 6 bulan sampai 5 tahun. Umur kurang dari 6 bulan
mungkin diakibatkan oleh infeksi SSP. Riwayat keluarga memiliki risiko
terjadinya kejang demam, seperti meningkat 2-3x lipat bila saudara kandung
mengalami kejang demam, dan meningkat 5% bila orang tua mengalami kejang
demam.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko ber
ulangnya kejang demam yaitu adanya riwayat kejang demam dalam keluarga, usia
kurang dari 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang, cepatnya kejang setelah
demam. Bila seluruh faktor tersebut ada, kemungkinan berulangnya kejang dema
m adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulan
gnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam
paling besar pada tahun pertama.(6)

3.5 Klasifikasi
1. Kejang demam sederhana (simpleks)
- Kejang demam yang berlangsung singkat
- Durasi kurang dari 15 menit

20
- Bentuk kejang umum (tonik dan atau klonik)
- Akan berhenti sendiri
- Tidak berulang dalam waktu 24 jam
Keterangan: Kejang demam serderhana merupakan 80% diantara seluruh
kejang demam, sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung <5 menit
dan berhenti sendiri.(2)

2. Kejang demam kompleks


- Kejang yang berlangsung lama (>15 menit)
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
- Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam (diantara 2 bangkitan
kejang anak sadar)
Keterangan: Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak
sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. Kejang berulang adalah
kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara 2 bangkitan kejang anak
sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam.
(2)

3.6 Patofisiologi2
Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu
senyawa glukosa yang didapat dari proses metabolisme. Sel-sel otak dikelilingi
oleh membran yang dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium
(Na+) dan elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K di
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na rendah. Keadaan sebaliknya
terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel tersebut maka terjadi beda potensial yang disebut “Potensial
Membran Sel Neuron”. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel

21
diperlukan energi dan enzim Na-K-ATP ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran sel dipengaruhi oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak baik rangsangan mekanis, kimiawi, atau
aliran listrik disekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membrane karena penyakit atau factor keturunan
Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat adanya perubahan potensial
membran sel yang didahului dengan stimulus membrane sel neuron. Saat
depolarisasi, channel ion Na+ terbuka dan channel ion K+ tertutup. Hal ini
menyebabkan influx dari ion Na+, sehingga menyebabkan potensial membran sel
lebih positif, sehingga terbentuklah suatu potensial aksi. Sebaliknya, untuk
membuat keadaan sel neuron repolarisasi, channel ion K+ harus terbuka dan
channel ion Na+ harus tertutup, agar dapat terjadi efluks ion K+ sehingga
mengembalikan potensial membran lebih negative atau ke potensial membrane
istirahat. Renjatan listrik akan diteruskan sepanjang sel neuron. Dan diantara 2 sel
neuron, terdapat celah yang disebut sinaps, yang menghubungkan akson neuron
pre-sinaps dan dendrite neuron post sinaps. Untuk menghantarkan arus listrik
pada sinaps ini, dibutuhkan peran dari suatu neurotransmitter.
Ada dua tipe neurotransmitter, yaitu :
1. Eksitatorik, neurotransmiter yang membuat potensial membrane lebih positif dan
mengeksitasi neuron post sinaps. ACH, Glutamat
2. Inhibitorik, neuritransmiter yang membuat potensial membrane lebih negative
sehingga menghambat transmisi sebuah impuls. Contoh : GABA (Gamma
Aminobutyric Acid). Sering digunakan untuk pengobatan epilepsi dan hipertensi.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung kepada lokasi lepas
muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebri
kemungkinan besar bersifat epileptogenik sedangkan lesi di serebelum dan batang

22
otak umumnya tidak memicu kejang. Ditingkat membran sel, fokus kejang
memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
● Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
● Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun
dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.
● Kelainan polarisasi ( polarisasi berlebih, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi ) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi GABA.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%.
Pada seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
sirkulasi tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi
kenaikan suhu tubuh pada seorang anak dapat mengubah keseimbangan membran
sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium
melalui membran tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya lepas muatan
listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian besar sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel lain yang ada didekatnya dengan perantaraan
neurotransmitter sehingga terjadilah kejang.
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori yaitu:
- Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya
pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri
dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
- Perubahan permeabilitas sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan hipomagnesemia.
- Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan
neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan.
Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan menimbulkan
kejang.
Pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan
demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan
lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan

23
ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan
menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf
meningkat.
Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung,
otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan
kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang
yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial, hiperpireksia
sekunder akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini akan
mengakibatkan iskemi neuron karena kegagalan metabolisme di otak.
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut:
- Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum
matang/immatur.
- Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan
gangguan permiabilitas membran sel.
- Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2
yang akan merusak neuron.
- Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan
kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan aliran ion-ion
keluar masuk sel.(7)

3.7 Manifestasi klinis


Umumnya kejang demam didahului oleh demam (terutama demam tinggi ata
u kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), berlangsung singkat, berupa
serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti
sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak,
tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa
defisit neurologis.  Penurunan kesadaran berlangsung selama 30 detik-5 menit (ha
mpir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam), lidah atau pip
i tergigit, gigi atau rahang terkatup rapat, inkontinensia, apneu dan sianosis. (2,3)

24
3.8 Diagnosis(8,9)
Anamnesis
a. Terdapat kejang, sifat kejang, bentuk kejang, durasi, kesadaran selama dan
setelah kejang, frekuensi
b. Faktor pencetus kejang
c. Riwayat demam sebelumnya (sejak kapan, timbul mendadak atau
perlahan, menetap atau naik turun)
d. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai
demam)
e. Riwayat gangguan neurologis (untuk menyingkirkan diagnosis epilepsi)
f. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga.
g. Riwayat trauma
h. Riwayat kehamilan (ibu terkena Rubella)
i. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA,
dan lainnya)
j. Penyebab kejang lainnya (gangguan elektrolit, hipoksemia, hipoglikemia,
dan lainnya)

Pemeriksaan Fisik
a. Tanda vital
b. Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran
c. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau molase kepala berlebihan
d. Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun-ubun besar (UUB)
membonjol, papil edema
e. Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK dan lainnya

Pemeriksaan neurologis
a. Tonus

25
b. Motorik
c. Rangsang meningeal
d. Refleks patologis
e. Refleks fisiologis
f. Pemeriksaan nervus kranialis
Kejang demam umumnya tidak dijumpai adanya kelainan neurologis dan ti
dak ada kelumpuhan nervus kranialis.(8)

Pemeriksaan penunjang(9)

a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah
perifer, elektrolit dan gula darah.

b. Pungsi lumbal
Dilakukan untuk meneggakan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Indikasi :
- Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
- Kecurigaan infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
- Dipertimbangkan pada anak kejang demam yang sebelumnya telah mendapat
antibiotik dan antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala
meningitis.
Pada bayi kecil sering kali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas Bila klinis yakin
bukan meningitis maka tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi lumbal
dianjurkan pada:
Bayi kurang dari 12 bulan: sangat dianjurkan
Bayi antara 12-18 bulan: dianjurkan

26
Bayi >18 bulan: tidak rutin

c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi tidak direkomendasikan. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas,
misalnya pada kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau
kejang demam fokal.

d. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)


Dilakukan jika ada indikasi yaitu :
- Kelainan neurologi fokal yang menetap misalnya hemiparesis atau kemungkinan
adanya lesi structural di otak (mikrosefali)
- Terdapat tanda peningkatan intracranial yaitu kesadaran menurun, muntah
berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI, edema papil).(8)

3.9 Diagnosis Banding(8,9)


Diagnosis banding kejang demam antara lain:
1. Meningitis aseptis
2. Bakterial meningitis
3. Ensefalitis
4. Kejang tonik klonik

3.10 Tatalaksana(10,11)
Tatalaksana saat kejang
Pada umumnya kejang berlangsung singkat dan pada waktu pasien
dating, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan

27
kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam
intravena.
Penanganan kejang pada saat dirumah (prehospital) diberikan diazepam
rektal dosis 0,5-0,75 mg/kg. Diazepam rektal 5 mg untuk BB < 12 kg dan
diazepam rektal 10 mg untuk BB > 12 kg. Bila anak masih kejang, diazepam
rektal dapat diulang dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu
5 menit. Bila setelah 2x pemberian masih tetap kejang, dianjurkan ke RS.
Pada saat di RS diberikan diazepam intravena dosis 0,2-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit
dengan dosis maksimal 10 mg. Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme
tatalaksana status epileptikus. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.(6)

Pemberian obat pada saat demam


1. Antipiretik
Dosis parasetamol 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis
ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

2. Antikonvulsan(10)
a. Pemberian obat antikonvulsan intermiten
Obat antikonvulsan diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis
intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko
di bawah ini:
- Kelainan neurologis berat, misalnya cerebral palsy
- Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
- Usia < 6 bulan
- Bila kejang terjadi pada suhu tubuh < 39℃
- Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat

28
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kgBB/kali per
oral atau rektal 0,5 mg/kgBB/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan
10 mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis
maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan
selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orang tua
bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia,
iritabilitas, serta sedasi.

b. Pemberian obat antikonvulsan rumat(10)


Pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam
jangka pendek. Indikasi pengobatan rumat:
- Kejang fokal
- Kejang lama >15 menit
- Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya cerebral palsy, hidrosefalus, hemiparesis.
Pilihan obat rumatan:
- Asam valproat 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis
- Fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis
Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat
untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun
dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.(11)

29
BAB IV
ANALISIS KASUS

4.1 Anamnesis
Seorang anak laki – laki berusia 4 bulan datang ke IGD RSAL. DR.
Mintohardjo dengan keluhan kejang berulang sejak 2 hari SMRS. Kejang
disertai dengan keluhan demam tinggi dengan suhu mencapai 39,8oC.
Keluhan demam pasien dimulai sejak Kamis malam (24 Maret 2022)
dengan suhu kurang dari 37oC lalu pasien diberikan paracetamol sirup dan
demamnya turun. Pada hari Jumat (25 Maret 2022) pukul 4.30 pagi pasien
kembali demam dengan suhu <37oC dan kemudian demam pasien semakin
meningkat hingga pukul 16.20 sore demam mencapai 39,8oC. Pada pukul
4.20 sore tersebut pasien mengalami kejang sekitar kurang lebih 1 menit
kejang langsung seluruh tubuh tanpa lokalisasi. Pasien kemudian dibawa ke
RSIA dan diberikan paracetamol suppositoria dan demamnya mulai turun.
Pukul 11.00 malam di hari yang sama pasien kembali kejang dan suhu masih
mencapai 39 oC. Hari Sabtu (26 Maret) pasien demam namun suhu tidak
tinggi dan tidak ada episode kejang. Hari minggu (27 Maret 2022) pasien
kembali kejang pada pukul 4.30 pagi dini hari lalu pukul 12.00. Saat kejang
episode kedua pada hari minggu, pasien dibawa ke IGD RSAL, Dr.
Mintohardjo. Pasien kemudian dirawat dan pada pukul 18.00 pasien kejang
lagi di ruang rawat.
Sebelum adanya keluhan demam tinggi serta episode kejang, ibu
pasien menyangkal adanya keluhan flu dan batuk, penurunan kesadaran juga
disangkal, keluhan kejang sebelumnya juga di sangkal. Episode kejang
demam ini merupakan episode pertama kali dan setelah kejang kondisi
paasien kembali normal.
Melalui hasil anamnesa diatas maka dapat dilihat bahwa pasien
meengalami kejang yang terprovokasi oleh adanya hiperpireksia yang

30
mencapai 39oC yang dimana kejang demam dapat terjadi pdaa anaak dengan
suhu lebih dari 38oC oleh karena itu maka melalui anamnesis diatas maka
dapat dikatakan diagnosis kerja pasien adalah kejang demam. Kejang demam
yang dialami oleh pasieen berulang dalam kurun waktu kurang dari 24 jam
oleh karenaa itu tipe kejang demam yang dialami pasien adalah kejang
demam kompleks.
Berdasarkaan onset usia, usia pasien adalah 4 bulan sedangkan onset
kejang demam seringkali berlaangsung pada anak usia 6 bulan hingga 6
tahun. Kejang yang terprovokasi akibat demam pada anak usia kurang dari 6
bulan patut dicurigai adanya infeksi sistem saraf pusat oleh sebab itu maka
dapat dibuat diagnosis banding pasien adalah meningitis atau ensefalitis.

4.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fiisik yang dilakukan pada pasien adalah
pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan status generalis, serta pemeriksaaan status
neurologis. Dari hasil pemeriksan tanda vital yang dilakukan pada tanggal 27
Maret 2022 pasien masuk rumah sakit deengan suhu 38,3oC hal ini
menunjukkan adanya febris sedangkaan pemeriksaan tanda vital lain dalam batas
normal.
Pada pemeriksaan status generalis ditemukan bahwa alat kelamin pasien
maasih belum disirkumsisi dan sulit untuk diretraaksi, hal ini dapat menjadi
faktor resiko terjadinya infeksi saluran kemih pada pasien.
Pada pemeriksaaan status neurologis dilakukan pemeriksaan refleks
fiisiologis, refleks patologis dan tanda rangsang meningeal. Berdasarkan hasil
pemeriksaan neurologis yang dilakukan paasien tidak mengalami gangguaaan
neurologis sehingga diagnosis bandiing infeksi SSP dapat disingkirkan.

31
4.3 Pemeriksaaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya peningkataan jumlah se
leukosit yang mencaapai 22,000. Berdaasarkan hasil pemeriksaan ini maka
dilihaat pasien memiliki fokus infeksi sehingga dilakukann pemeriksaaan
lanjutaann untuk mencaari fokus infeksi tersebut. Oleh karena itu dilakukan
pemeriksaaan urinalisaa, dari hasil urinalisa ditemukan adaanyaa peningkatan sel
leukosit sehingga berdasarkan pemeriksaaan tersebut dapat dilihat bahwa fokus
infeksi yang menyebaabkan hiperpireksia pasien didugaa disebabkan oleh karena
infeksi saluran kemih.

4.4 Diagnosis kerja


A. Kejang demam kompleks
Kejang demam kompleks menjadi diagnosis kerja utama karena pasien
mengalami kejang setelah terprovokasi adanya kondisi hiperpireksia. Kejang
juga berulang dalam waktu kurang dari 24 jam serta diantara kejang tersebut
terdapat perbaikan kesaadaran. Selain itu kejang demaam kompleks juga
menjadi diagnosis kerja utama karena pasien tidak mengalami deficit
neurologis serta pemeriksaan status neurologis dalam batas normal.

B. Infeksi Saluran Kemih


Infeksi saluran kemih menjadi diagnosis kerja karena pasien mengalami
leukositosis hingaa mencapai 22.000 dan dari pemeriksaan urinalisa
ditemukan peningkatan sel leukosit.

4.5 Diagnosis Banding


A. Meningitis
B. Ensefalitis

4.6 Pemeriksaaan tambaahan

32
- Kultur dan uji resistensi antibiotic
Pemeriksaan ini perlu ditambahkan karena berdasaarkan hasil
follow up harian pasien jumlah leukosit terus meningkat sehingga
dapat diduga antibiotic yang diberikan tidak efektif atau mungkin
resisten oleh karenaa ituu maka perlu dilakukan pemeriksaan kultur
untuk mengetahui aantibiotik apa yang efektif.

4.6 Tatalaksana
Tatalaksaana yang diberikan pada pasien ini adalaah diberikan
antipiretik, antikonvulsan, serta aantibiotik broad spectrum untuk mengobati
kausa hiperpireksia pasien.
Antipiretik yang diberikan adalah dexamethasone dan paracetamol
suppositoria. Pemberian dexa dilakukan secara injeksi 3x0,8mg sedangkaan
paracetamol suppositoria diberikan jika demam lebih dari 38oC.
Antikonvulsan yang diberikan adalah fenitoin drip dan stesolid atau
diazepam suppositoria 5mg jika kejang.
Antibiotic yang diiberikan adalah antibiotic broaadspectrum karenaa
belum dilakukan uji resistensi atau kultur.

4.7 Prognosis
Ad vitam
Prognosis ad vitam bonam karena kondisi pasien maasih baik dan kejang sudaah
terkontrol serta tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK dan deficit neurologis.

Ad sanationam
Prognosis ad sanationam dubia ad malam karena resiko untuk terjadinya kejang
demam lagi tinggi
Ad fungtionam
Prognosis ad fungtional adalah dubia ad bonam karena tidak ada tandaa-tanda

33
deficit neurologis sertaa tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK dan infeksi SSP.

BAB V

34
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 380C) akibat suatu proses ekstrakranial. Kejang
demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada
anak usia 6 bulan hingga 5 tahun, dengan insiden terbanyak pada rentang usia 12
sampai 18 bulan. Penggolongan kejang demam dibagi menjadi kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang
demam yang lama kejangnya kurang dari 15 menit, umum dan tidak berulang
pada satu episode demam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang
lebih lama dari 15 menit baik bersifat fokal atau multipel.
Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan
dengan cermat dapat membantu penegakan diagnosis sesuai dengan klasifikasi
kejang yang ada. Dari anamnesis bisa ditanyakan terkait perjalanan penyakit dan
faktor-faktor yang mungkin menjadi pencetus terjadinya demam. Dari
pemeriksaan fisik, bisa dinilai kondisi pasien dan faktor yang mungkin menjadi
pencetus terjadinya demam. Kemudian pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan guna membantu penegakan diagnosis.
Tatalaksana yang tepat dan cepat dapat mencegah terjadinya perburukan.
Terdapat beberapa pilihan medikamentosa yang dapat diberikan sesuai algoritma
yang ada, dan tentunya disesuaikan dengan kondisi pasien. Diazepam masih
menjadi pilihan pertama yang diberikan ketika pasien sedang kejang, yang
bertujuan untuk menghentikan kejang. Pengenalan dan manajemen yang cepat
diperlukan untuk mengidentifikasi dan mengobati etiologi yang mendasari,
mencegah cedera otak lebih lanjut, dan memadamkan aktivitas kejang.

5.2 Saran
1. Tetap tenang dan tidak panik. 

35
2. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher. 
3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah,
bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. 
4. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut. 
5. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang. 
6. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang. 
7. Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit.
Jangan berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh
diberikan satu kali oleh orangtua. 
8. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih,
suhu tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan
diazepam rektal, kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat
kelumpuhan.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus Penatalaksanaan


Kejang Demam. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Neurologi, Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI). 2011.
2. Xixis KL, Samanta D, Keenaghan M. Febrile Seizure. [Updated 2022 Feb
4]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448123/
3. Leung AK, Hon KL, Leung TN. Febrile seizures: an overview. Drugs
Context. 2018;7:212536.
4. Ismet. Kejang Demam. Jurnal Kesehatan Melayu. 2017;1(1):41-44.
5. Rasyida Z, Astutia D, Purba C. Determinan Kejadian Kejang Demam pada
Balita di Rumah Sakit Ibu dan Anak Budhi Mulia Pekanbaru. Jurnal
Epidemiologi Kesehatan Indonesia. 2019.
6. Fuadi F, Bahtera P. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak.
Semarang: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
7. Batra P, Thakur N, Mahajan P, Patel R, Rai N, Trivedi N, Fassl B, Shah B,
Saha A, Lozon M, Oteng RA, Shah D, Galwankar S. An evidence-based
approach to evaluation and management of the febrile child in Indian
emergency department. Int J Crit Illn Inj Sci. 2018 Apr-Jun;8(2):63-72.
8. Auvin S, Antonios M, Benoist G, Dommergues MA, Corrard F, Gajdos V,
Gras Leguen C, Launay E, Salaün A, Titomanlio L, Vallée L, Milh M.
[Evaluating a child after a febrile seizure: Insights on three important
issues]. Arch Pediatr. 2017 Nov;24(11):1137-1146.
9. Pavone P, Corsello G, Ruggieri M, Marino S, Marino S, Falsaperla R.
Benign and severe early-life seizures: a round in the first year of life. Ital J
Pediatr. 2018 May 15;44(1):54.

37
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang
Demam. 2016.
11. Offringa M, Newton R, Cozijnsen MA, Nevitt SJ. Prophylactic drug
management for febrile seizures in children. Cochrane Database Syst
Rev. 2017 Feb 22;2:CD003031.

38

Anda mungkin juga menyukai