Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

HALAMAN JUDUL
KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Oleh:
M. Shafriedho Darmaputra, S.Ked. 04084822124014
Sindy Bintang Permata, S.Ked. 04084822124113

Pembimbing:
dr. Isnada, Sp. A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD Dr. H. M RABAIN MUARA ENIM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Oleh:

M. Shafriedho Darmaputra, S.Ked. 04084822124014


Sindy Bintang Permata, S.Ked. 04084822124113

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di
Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
RSUD H. M. Rabain Muara Enim periode 12 September – 30 September 2022

Palembang, September 2022

dr. Isnada, Sp. A

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha
Pengasih dan Maha Penyayang karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus berjudul "Kejang Demam Kompleks”. Laporan
kasus ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di
Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
RSUD Dr. H. M Rabain Muara Enim periode 12 September – 30 September 2022
Dalam kesempatan ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa
terima kasih dan penghargaan kepada dr. Isnada, Sp. A sebagai pembimbing yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, kritik, dan saran dalam
pembuatan laporan kasus ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa
memberikan berkat-Nya kepada pembimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
laporan kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat kepada
pembaca.

Palembang, September 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................i
Halaman Pengesahan............................................................................................ii
Kata Pengantar.....................................................................................................iii
Daftar Isi................................................................................................................iv
Bab I Pendahuluan................................................................................................1
Bab II Status Pasien...............................................................................................2
Bab III Tinjauan Pustaka.................................................................................111
Bab IV Analisis Masalah.....................................................................................20
Daftar Pustaka......................................................................................................24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak-anak pada
rentang usia 6 bulan sampai 5 tahun akibat demam dengan suhu 38°C atau lebih,
yang tidak memiliki bukti penyebab intrakranial (misalnya infeksi, trauma kepala,
dan epilepsi), penyebab kejang lain (misalnya ketidakseimbangan elektrolit,
hipoglikemia, penggunaan obat, penarikan obat), atau riwayat kejang afebris. 1–3
Mekanisme demam memicu kejang tersebut masih belum jelas.4
Kejang demam termasuk jenis kejang anak yang paling umum,
memengaruhi 2% sampai 5% anak-anak.5 Insiden puncak terjadi pada usia 18
bulan.6 Kejang demam dibagi menjadi kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang
berlangsung singkat (<15 menit), bentuk kejang umum (tonik dan atau klonik),
serta tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks adalah
serangan dengan onset fokal atau yang terjadi lebih dari satu kali dalam waktu 24
jam, atau berlangsung >15 menit.3,7 Febrile status epilepticus, subtipe kejang
demam kompleks, mewakili 25% dari semua episode status epilepticus pediatrik.6
Risiko kekambuhan setelah satu episode kejang demam adalah sekitar 30%,
dengan risiko 60% setelah dua episode kejang demam dan 90% setelah tiga
episode.8
Beberapa kromosom dianggap berhubungan dengan kerentanan genetik
terhadap kejang demam, dengan saudara kandung memiliki peningkatan risiko
25%.9 Suatu studi mengusulkan hubungan antara faktor genetik dan lingkungan:
proses inflamasi memengaruhi eksitasi neuron yang menjadi predisposisi
terjadinya kejang demam.10
Kejang demam merupakan kompetensi 4A bagi dokter umum berdasarkan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Dokter umum dituntut dapat mendiagnosis
dan menatalaksana kejang demam hingga tuntas.11 Oleh karena itu, memahami
teori kejang demam, algoritma tatalaksana kejang, dan konsensus penatalaksanaan
kejang demam menjadi penting.

1
BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTIFIKASI
Nama : Muhammad Ziyan Shidqurrahman
Tanggal Lahir (Usia) : 16 Juli 2020 (2 tahun 2 bulan)
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Nama Ayah : Tn. A
Nama Ibu : Ny. M
Alamat : Desa Lemataang Jaya
Suku Bangsa : Sumatera Selatan
Dikirim oleh : IGD
MRS : 9 September 2022 (07:45 WIB)

B. ANAMNESIS
(Alloanamnesis dengan ibu dan ayah kandung penderita, 13 September 2022)
Keluhan Utama : Kejang
Keluhan Tambahan : Demam

Riwayat Perjalanan Penyakit


± 3 hari SMRS pasien mengalami batuk pilek, namun tidak berobat dan
tidak minum obat, ± 1 hari SMRS pasien mengalami demam, suhu 39 oC,
pasien diberikan parasetamol, suhu tubuh turun, namun kembali naik pada
malam harinya naik lagi. BAB cair (+) 1 kali dan BAK tidak ada keluhan.
Muntah 1x, isi apa yang dimakan.
± 7 jam SMRS, pasien mengalami kejang, kejang selama ± 2 menit,
kejang seluruh tubuh diawali kaku lalu kelonjotan. Pada saat kejang pasien
masih demam, namun suhu tidak diukur. Selama kejang dan setelah kejang,
pasien tidak diberikan obat. Pasien kembali sadar setelah kejang.

2
± 1,5 jam SMRS, pasien mengalami kejang dengan durasi ± 2 menit,
kejang diawali kaku lalu kelonjotan. Demam (+), batuk (+), nafsu makan
menurun. Pasien lalu dibawa ke IGD RS H. M Rabain, pada saat sampai di
IGD, suhu tubuh 40oC.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat kejang demam pada Juli 2022 dengan durasi kejang < 2
menit. Kejang seluruh tubuh diawali kaku lalu kelonjotan.
 Riwayat kejang tanpa demam (-)
 Riwayat sakit radang pada otak (-)
 Riwayat trauma kepala (-)
 Riwayat alergi makanan, susu dan obat-obatan (-)

Riwayat Penyakit dalam Keluarga dan Lingkungan sekitar


 Riwayat kejang disertai demam pada keluarga disangkal
 Riwayat kejang tanpa demam pada keluarga disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien bekerja sebagai buruh. Ibu pasien merupakan ibu rumah
tangga. Penghasilan keluarga ini rata-rata Rp.2.000.000 per bulan. Kesan:
sosioekonomi menengah ke bawah.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Kehamilan
Perawatan Antenatal : 3 kali kunjungan ke bidan
Penyakit Kehamilan : Tidak ada
Kelahiran (lahir dari ibu G2P1A0)
Tempat kelahiran : Klinik Bidan
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Pervaginam

3
Masa gestasi : 38 minggu
Keadaan bayi
 Berat badan lahir : 3000 gram
 Panjang badan lahir : 45 cm
 Lingkar kepala : Ibu tidak ingat
 Langsung menangis : Iya
 Nilai APGAR : Ibu tidak tahu
 Kelainan bawaan : Tidak ada
 Inisiasi Menyusu Dini : Tidak ada
Kesan: riwayat kehamilan dan kelahiran cukup baik

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan:
Berat badan lahir 3000 gram. Panjang badan lahir 45 cm.
Berat badan sekarang 10 kg. Panjang badan 83 cm.
Perkembangan:
Pertumbuhan gigi pertama : Usia 7 bulan
Psikomotor
 Tengkurap dan berbalik sendiri : Usia 3 bulan
 Duduk : Usia 6 bulan
 Merangkak : Usia 7 bulan
 Berdiri : Usia 10 bulan
 Berjalan : Usia 1 tahun
 Berbicara : Usia 1 tahun (“ma-ma”)
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usia

Riwayat Makan
 ASI : Dari 0 bulan hingga sekarang (eksklusif hingga usia 6
bulan)
 Susu Formula : Diberikan usia 6 bulan hingga sekarang

4
 Bubur saring : Diberikan usia 6 bulan hingga sekarang
 Nasi biasa : Belum diberikan
Kesan: Kualitas makanan cukup baik dan kuantitas makanan baik.

Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR ULANGAN
HB0 0 bln
BCG 1 bln
DPT 1 2 bln DPT 2 3 bln DPT 3 4 bln -
HEPATITIS 2 bln HEPATITIS 3 bln HEPATITIS 4 bln -
B1 B2 B3
Hib 1 2bln Hib 2 3 bln Hib 3 4 bln -
POLIO 1 1 bln POLIO 2 2 bln POLIO 3 3 bln -
CAMPAK 9 bln POLIO 4 4 bln
Kesan : Imunisasi dasar PPI lengkap sesuai usia.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan: 13 September 2022 (IGD)
Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis/E4V5M6
Nadi : 130x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi jantung : 130x/menit
Pernapasan : 21x/menit
Suhu : 37,2°c
SpO2 : 99%

Data Antropometri
Berat Badan : 10 kg
Panjang Badan : 79 cm
Lingkar Kepala : 48 cm (0 SD pada kurva nellhaus)
Status Gizi: BB/U : z = -2 (normoweight)

5
TB/U : -2 < z < 0 SD (normolength)
BB/TB : -2 < z < -1 SD (gizi baik)
Kesan : Gizi baik

Keadaan Spesifik
 Kepala
Bentuk : Normocephali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+, konjungtiva pucat
(-), sklera ikterik (-),
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-)
Telinga : Sekret (-)
Mulut : Sianosis (-), edema (-), mukosa mulut kering (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
 Thorak
Paru-paru
- Inspeksi : Statis, dinamis simetris, retraksi (-/-)
- Palpaasi : Stem fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Tidak dilakukan
- Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
- Inspeksi : Datar dan simetris
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba,
- Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

6
 Lipat paha : Pembesaran KGB (-)
 Genitalia dan anus : Tidak diperiksa
 Ekstremitas superior : Akral hangat, palmar pucat (-), CRT <3”
 Ekstremitas inferior : Akral hangat, edema (-)

Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Motorik :
Tungkai Lengan
Pemeriksaan Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Cukup Cukup Cukup Cukup
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Refleks fisiologis N N N N
Refleks patologis - - - -
Fungsi sensorik : Normal
Fungsi nervi kraniales : Tidak diperiksa
Gejala rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-)

D. DAFTAR MASALAH
1. Kejang
2. Demam
3. Batuk, pilek

E. DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang Demam Kompleks ec Infeksi Saluran Napas Akut
2. Epilepsi + Infeksi Saluran Napas Akut
3. Meningitis + Infeksi Saluran Napas Akut

F. DIAGNOSIS KERJA

7
Kejang Demam Kompleks ec Infeksi Saluran Napas Akut

G. TATALAKSANA
a) PEMERIKSAAN ANJURAN
 Pemeriksaan darah rutin (hemoglobin, eritrosit, hematokrit,
leukosit, trombosit, hitung jenis)
 Pemeriksaan elektrolit
 Elektroensefalografi (EEG)

b) TERAPI
- IVFD KAEN 1B gtt 10 x/m
- Diazepam supp 5 mg 1 kali (PR)
- Injeksi Ceftriaxone 1x1 gram (IV) (dalam D5% 100 cc)
- Paracetamol Sirup 120g/5 ml 4 x 1 cth (PO)
- Cetirizine 5mg 2x1 (PO)
- Nebulisasi NS 3% 5cc 2x1

c) DIET
RDA= 10 kg x 100 kkal/kg = 1000 kkal.

d) MONITORING
- Observasi febris
- Tanda-tanda vital

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam

8
I. FOLLOW UP
13/9/2022 S : Batuk (+), demam (-), kejang (-) A : Kejang Demam
06.30 O : Kompleks ec ISPA
Hari Rawat Sens: CM, N: 110x/m, RR: 24x/m,
Ke-5 T: 36oC P :
Kepala : konjungtiva pucat (-), - IVFD KAEN 1B gtt
skelera ikterik (-), NCH (-) 10 x/m
- Inj. Ceftriaxone 1 x
Thorax : simetris, retraksi (-)
1 g (IV)
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), - Paracetamol Sirup
gallop (-) 120g/5 ml 3 x 2 cth
(PO)
Pulmo : Vesikuler (+) normal, rhonki
- NS 3% 5cc 2x1
(-/-), wheezing (-/-) (Nebu)
Abdomen : datar, BU (+) normal, - As. Valproat 1,5ml
2x1 (PO)
timpani, hepar dan lien tak teraba,
Ekstremitas : akral hangat, CRT<3”
14/9/2022 S : Batuk (+), demam (-), kejang (-) A : Kejang Demam
07.30 O : Kompleks ec ISPA
Hari Rawat Sens: CM, N: 110x/m, RR: 34x/m,
Ke-6 T: 36,7oC P :
Kepala : konjungtiva pucat (-), - IVFD KAEN 1B gtt
skelera ikterik (-), NCH (-) 10 x/m
- Inj. Ceftriaxone 1 x
Thorax : simetris, retraksi (-)
1 g (IV)
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), - Paracetamol Sirup
gallop (-) 120g/5 ml 3 x 2 cth
(PO)
Pulmo : Vesikuler (+) normal, rhonki
- NS 3% 5cc 2x1
(-/-), wheezing (-/-) (Nebu)
Abdomen : datar, BU (+) normal, - As. Valproat 1,5ml
2x1 (PO)
timpani, hepar dan lien tak teraba,
Ekstremitas : akral hangat, CRT<3”

9
PEMERIKSAAN LABORATORIUM (9 September 2022)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi
Hemoglobin 10.7 g/dl 14-18 g/dl Anemia
Eritrosit (RBC) 4.14 x106/mm3 4,5-6 x106/mm3 Normal
Leukosit (WBC) 15,9 x106/mm3 5-10 x106/mm3 Leukositosis
Trombosit(PLT) 253x103/uL 150-450 x103/uL Normal
Hematokrit 32 % 35-47% Menurun
MCV 77,3fL 82-92fL Menurun
MCH 25,8pg 27-31pg Menurun
MCHC 33,4g/dL 32-36g/dL Normal
Diff Count
Basofil 0,1% 0-1% Shift to the
Eosinofil 0% 1-6% left (Infeksi
Neutrofil 81,3% 50-70% akut)
Limfosit 8,9% 20-40%
Monosit 9,7% 2-8%
PCT 0,26 0,15-0,4% Normal

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3. 1 Kejang Demam
A. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak
berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh
(suhu di atas 380C, dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak
disebabkan oleh proses intrakranial.1,3 Namun, merujuk pada Nelson,
patokan suhu untuk kejang demam dapat dimulai dari suhu 380C.7
Syarat kejang demam1:
1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan
karena gangguan elektrolit atau metabolik lainnya.
2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya
maka tidak disebut sebagai kejang demam.
3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat
mengalami kejang demam, namun jarang sekali. National Institute of
Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan
Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan
batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan
mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain,
terutama infeksi susunan saraf pusat.
4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam rekomendasi ini melainkan termasuk dalam kejang neonatus

B. Etiologi dan Faktor Resiko7

Riwayat kejang demam pada keluarga, problem disaat neonatus,


perkembangan terlambat, anak dalam perawatan khusus, kadar natrium
serum yang rendah, dan temperatur tubuh yang tinggi merupakan faktor

11
risiko terjadinya kejang demam. Bila ada 2 atau lebih faktor risiko
dibawah ini, kemungkinan terjadinya kejang demam sebesar sekitar 30%.

C. Patofisiologi
Meskipun mekanisme kejang demam masih belum jelas, model
hewan informatif. Pertama, peningkatan suhu otak mengubah banyak
fungsi saraf, termasuk beberapa saluran ion yang sensitif terhadap suhu.
Ini memengaruhi penembakan neuron dan meningkatkan kemungkinan
menghasilkan aktivitas neuron masif, yaitu kejang. Juga, proses inflamasi
termasuk sekresi sitokin di pinggiran dan di otak dikenal sebagai bagian
dari mekanisme. Kedua, ditemukan bahwa demam dan hipertermia
memiliki mekanisme yang sama dalam memprovokasi kejang: pirogen
interleukin-1β yang memicu demam berkontribusi pada pembentukan
demam dan sebaliknya, demam mengarah pada sintesis sitokin ini dalam
hippocampus. Selain itu, interleukin-1β telah terbukti meningkatkan
rangsangan saraf, bertindak melalui glutamat dan GABA. In vivo, aksi
interleukin-1β ini meningkatkan aksi agen pemicu kejang. Pentingnya

12
interleukin-1β endogen dalam terjadinya kejang demam didukung oleh
penelitian pada tikus yang tidak memiliki reseptor untuk sitokin ini.
Demam etiologi infeksi spesifik, khususnya human herpes virus 6
(HHV6), dapat memengaruhi kemungkinan timbulnya kejang demam.
Ketiga, hiperventilasi dan alkalosis yang diinduksi hipertermia telah
diusulkan sebagai elemen penting dari generasi kejang demam karena
alkalosis otak memicu rangsangan saraf dan berkontribusi terhadap
patofisiologi kejang. Namun, kondisi manusia yang terkait dengan
alkalosis berat, termasuk menangis berkepanjangan dan stenosis pilorik
pada bayi, tidak terkait dengan generasi kejang.12

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan


kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas

13
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter”
dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik.7,13
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak
yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat
celcius, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40 derajat celcius. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.14

D. Klasifikasi dan Gejala Klinis1,7


A. Kejang demam sederhana
1) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6
bulan –
6 tahun
2) Lamanya kejang berlangsung < 15 menit
3) Kejang bersifat tonik dan atau klonik
4) Tanpa kejang berulang dalam 24 jam
5) Sebagian besar berlangsung kurang dari 5 menit dan berhenti
sendiri.
B. Kejang demam kompleks

1) Kejang lama (>15 menit) atau kejang berulang lebih dari 2 kali
dan
di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.
2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial

14
3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.

E. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis1


 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula
darah
 Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik.
EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian
hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien
kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak
dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
 Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti
terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara
rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam
sederhana dengan keadaan umum baik. Indikasi lain jika:
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik
tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.
 Radioimaging
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin
dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan

15
tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis
fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus
kranialis.

F. Tatalaksana1
Pengobatan Saat Kejang
1. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut
mengikuti algoritma kejang pada umumnya.
2. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital) adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah
0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12
kg.
3. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap
kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan
diazepam intravena. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.
4. Jika kejang belum berhenti, berikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 20 mg/kg/kali kali dengan kecepatan 1 mg/kg/ menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti, dosis selanjutnya 4 – 8
mg /kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal
5. Jika belum berhenti pertimbangkan pasien untuk masuk ke ICU

16
Gambar 1. Alur Tatalaksana Saat Kejang15

Pengobatan Saat Demam


Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
risiko terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi
anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
parasetamol atau asetaminofe yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

Antikovulsan
Intermitten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis
intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di
bawah ini:

17
 Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
 Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
 Usia <6 bulan
 Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
 Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat.

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral
atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg
untuk berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis
maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama
48 jam pertama demam.
Rumatan
Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.

Maksud dari rumatan yaitu pengobatan yang diberikan secara terus


menerus dalam waktu tertentu. Obat yang dapat diberikan yaitu Asam
valproate dengan dosis 15-40 mg/KgBB/hari terbagi dalam 2-3 dosis atau
fenobarbital dengan dosis 3-4 mg/KgBB/hari terbagi dalam 1-2 dosis.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini
adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur
kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati.

G. Edukasi 1

18
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap
orangtua. Pada saat kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa
anaknya akan meninggal. Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara
diantaranya:
 Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai
prognosis baik.
 Memberitahukan cara penanganan kejang.
 Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
 Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang
memang efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

H. Prognosis1,7
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian
kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Dan
juga kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus
kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor
risiko berulangnya kejang demam adalah:
 Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
 Usia kurang dari 12 bulan
 Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
 Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya
kejang.
 Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya


kejang demam adalah 80%.

19
20
BAB IV
ANALISIS MASALAH

Muhammad Ziyan Shidqurrahman, laki-laki, usia 2 tahun 2 bulan, dibawa


keluarganya ke IGD RS H. M. Rabain dengan keluhan utama berupa kejang dan
demam. Beberapa diagnosis banding dengan gejala kejang yang disertai demam
yaitu kejang demam, epilepsi, dan meningitis.7 Kejang demam merupakan
bangkitan kejang yang umumnya terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5
tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 oC, dengan metode
pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial. 1,3
Berdasarkan hasil anamnesis, ibu pasien mengaku anaknya menderita batuk dan
pilek sekitar 3 hari lalu sehingga dapat dicurigai kejang yang terjadi merupakan
akibat dari demam yang disebabkan adanya fokus infeksi, terutama berasal dari
infeksi saluran pernapasan.
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi
susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis air dan
elektrolit, adanya lesi struktural pada sistem saraf misalnya epilepsi, serta tidak
lupa adanya proses intrakranial seperti meningitis, meningoensefalitis, atau
ensefalitis harus selalu dipertimbangkan. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis
ini.16
Berdasarkan anamnesis, tidak didapatkan penurunan kesadaran pada
pasien dan dari pemeriksaan fisik neurologis tidak terdapat kelainan, dimana
defisit neurologis biasanya dijumpai pada pasien dengan infeksi intrakranial.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, pasien tidak menunjukkan tanda-tanda
infeksi sistem saraf pusat yang biasanya dicirikan dengan timbulnya gangguan
upper motor neuron (gejala gangguan sistem saraf pusat) dan pasien tidak
menunjukkan gejala rangsangan meningeal sehingga diagnosis banding
meningitis dapat disingkirkan.7,14 Dalam kasus ini, bangkitan terjadi sebanyak 2

21
kali dalam kurun waktu 24 jam dengan durasi kejang yang sama antara serangan
pertama (berlangsung 7 jam lalu) dan kedua (berlangsung 1,5 jam lalu), yaitu
selama ± 2 menit.1 Kejang diawali dengan kekakuan seluruh tubuh lalu berubah
menjadi kelonjotan. Selama kejang pasien tidak sadar. Sebelum dan sesudah
kejang pasien sadar. Kejang pada pasien berhenti tanpa diberikan tatalaksana
medikamentosa.
Pemeriksaan penunjang laboratorium yang dapat digunakan adalah
pemeriksaan darah rutin (hemoglobin, eritrosit, hematokrit, leukosit, trombosit,
hitung jenis) dan pemeriksaan elektrolit guna mengetahui apabila ada imbalans
elektrolit yang turut dapat mencetuskan terjadinya bangkitan. Pemeriksaan
laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi penyebab maupun sumber infeksi penyebab
demam.
Berdasarkan kasus, pasien ini tidak diindikasikan untuk menjalani
pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) karena tidak didapatkannya kejang fokal
pada pasien. Pemeriksaan pencitraan juga tidak dilakukan karena tidak terdapat
indikasi yang jelas pada pasien, misalnya adanya deficit neurologis, kejang fokal,
atau gerak rangsang meningeal. Disamping itu, pasien ini tidak memiliki indikasi
untuk dilakukannya pungsi lumbal karena tidak didapatkan tanda dan gejala
rangsang meningeal dan adanya dugaan infeksi SSP.1
Dasar diagnosis kejang demam pada kasus ini yaitu adanya bangkitan
kejang yang didahului dengan demam >38°C (suhu tubuh pada saat pasien dibawa
ke IGD adalah 40oC) dan tidak adanya keterlibatan gangguan intrakranial. Pada
pasien didapatkan frekuensi kejang sebaganyak 2 kali dalam kurun waktu 24 jam
sehingga tergolong kedalam kejang demam kompleks. Diketahui pula bahwa
pasien memiliki gejala demam, batuk, dan pilek sejak 3 hari lalu sehingga fokal
infeksi yang dicurigai pada pasien ini adalah infeksi saluran pernapasan. Dari
uraian di atas, disimpulkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditegakkanlah
diagnosis pasien ini dengan kejang demam kompleks et causa infeksi saluran
napas akut.

22
Tatalaksana yang dapat diberikan salah satunya adalah bersifat suportif
berupa terapi cairan. Terapi cairan dapat diberikan infus cairan elektrolit dan
karbohidrat atau infus yang mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang
mengandung karbohidrat contohnya larutan KAEN, Dextran+saline, Ringer’s
dextrose 5, N4D5 sedangkan larutan rumatan yang hanya mengandung
karbohidrat adalah dextrose 5%.17 Pada pasien ini diberikan cairan IVFD KAEN
1B gtt X kali/menit. Kecepatan tetesan per menit didasarkan pada kebutuhan
cairan pasien menurut perhitungan kebutuhan cairan harian HOLIDAY SEGAR
pada anak dengan berat badan 10 kg, sehingga kebutuhan cairan per hari adalah
(100 x BB (kg) = 100 x 10 kg) = 1000 cc per hari, Kemudian, untuk mengatur
kecepatan tetesan (1 cc = 15 tetes makro) adalah menggunakan perhitungan
(1000x15) / (24x60) = 10 tetes makro dalam 1 menit.
Terapi yang diberikan pada pasien untuk mengatasi kejang demam sudah
sesuai, yakni dengan pemberian paracetamol, dimana paracetamol diberikan
selama pasien mengalami demam yaitu dengan dosis 10-15mg/kgBB/kali dapat
diulang 4-6 jam. Dengan BB 10 kg maka paracetamol yang dapat diberikan 10-15
mg x 10 kg = 100-150 mg/kali pemberian. Pada pasien ini diberikan paracetamol
120 mg/5 mL 3x1 cth = 120 mg paracetamol setiap kali konsumsi. Pada kasus ini
diberikan 120 x 4 = 480 mg. Indikasi dan dosis paracetamol pada kasus ini sudah
sesuai.
Pasien juga diresepkan obat diazepam supp 5 mg yang ditujukan sebagai
tatalaksana awal kejang guna menghentikan kejang. Disamping itu, pasien
diberikan tatalaksana medikamentosa infeksi saluran pernapasan akut berupa
terapi etiologi menggunakan antibiotik injeksi Ceftriaxone 1x1 gram (IV) (dalam
D5% 100 cc) serta terapi suportif berupa Cetirizine 5mg 2x1 (PO) dan Nebulisasi
NS 3% 5cc 2x1.
Selain dengan pengobatan medikamentosa, beberapa hal yang perlu
diperhatikan adalah menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, membebaskan
jalan nafas dan terapi oksigen terutama untuk kejang yang berlangsung lama
(lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hiposekmia,

23
hiperkapnia, asidosis laktat, disebabkan metabolism anaerobik. Menggunakan
pakaian tipis dalam ruangan yang baik ventilasi udaranya. Anak tidak harus terus
berbaring di tempat tidur, tetapi dijaga agar tidak melakukan aktivitas berlebihan.
Anak dapat dikompres untuk mencegah demam yang akan memicu kejang.
Umumnya mengkompres anak akan menurunkan demamnya dalam 30-45 menit.1
Pemantauan yang harus dilakukan pada pasien adalah memantau
kesadaran dan tanda-tanda vital untuk menilai kemungkinan kegawatdaruratan
yang dapat timbul setiap saat serta observasi kekambuhan kejang berulang.
Pemantauan suhu tubuh juga harus dilakukan untuk tujuan terapeutik, misalnya
pertimbangan seperti perlu tidaknya pengobatan intermitten diberikan, menilai
perjalanan infeksi, serta menilai apakah terdapat perbaikan dengan pemberian
antibiotik atau tidak.
Kejang demam memiliki risiko untuk berulang dalam beberapa kasus.
Faktor risiko berulangnya kejang demam ialah adanya riwayat kejang demam atau
epilepsi dalam keluarga, usia kurang dari 12 bulan, suhu tubuh kurang dari 39
derajat Celsius saat kejang, interval waktu yang singkat antara awitan demam
dengan terjadinya kejang, dan apabila kejang demam pertama merupakan kejang
demam kompleks.1 Pada pasien ini, kejang terjadi 2 kali dalam kurun waktu 24
jam sehingga digolongkan kedalam kejang demam kompleks. Prognosis penyakit
sangat bergantung terhadap kondisi dan faktor risiko yang dimiliki pasien. Pada
pasien ini, meskipun beberapa faktor risiko tidak dimiliki, namun kondisi saat ini
tergolong kejang demam kompleks dan turut dijadikan faktor risiko kejang
berulang di kemudian hari.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Ismael S. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.; 2016.


2. Leung AK. Febrile Seizures: an Overview. Drugs Context. 2018;7:1-12.
doi:10.7573/dic.212536
3. Duffner PK. Febrile Seizures : Clinical Practice Guideline for the Long-
term Management of the Child With Simple. Pediatrics. 2008;121(6).
doi:10.1542/peds.2008-0939
4. Kang J-Q, Shen W, Macdonald R. Why does fever trigger febrile seizures?
GABAA receptor γ2 subunit mutations associated with idiopathic
generalized epilepsies have temperature dependent trafficking deficiencies.
J Neurosci. 2006;26:2590-2597.
5. Shinnar S, Glauser T. Febrile seizures. J Child Neurol. 2002;17:44-52.
6. Perry MS. Febrile Seizures: Evaluation and Treatment. 2017;(July).
7. Johnston M. Kejang pada Anak. In: Behrman, Kliegman, Jenson, eds.
Nelson Textbook of Pediatrics. 15th ed. Jakarta: EGC; 2000:1993-2011.
8. Tarkka R, Rantala H, Uhari M, Pokka T. Risk of recurrence and outcome
after the first febrile seizure. Pediatr Neurol. 1998;18:218-220.
9. Audenaert D, Schwartz E, Claeys K. A novel GABRG2 mutation
associated with febrile seizures. Neurology. 2006;67:687-690.
10. Dube C, Brewster A, Baram T. Febrile seizures: mechanisms and
relationship to epilepsy. Brain Dev. 2009;31:366-371.
11. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.;
2012.
12. Chung S. Febrile seizures. 2014;57(9):384-395.
13. Ruspeno H. Kejang Demam. In: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. 11th
ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007.
14. Soetomenggalo T. Kejang Demam. In: Soetomenggalo, Samuel, eds. Buku
Ajar Neurologi Anak. IDAI; 1999:244-251.
15. Ismael S. Konsensus Penatalaksanaan Status Epileptikus.; 2016.

25
16. Deliana, Melda. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. IDAI Sari Pediatri. 2012;
14(1):5761.
17. Juffrie M. Penelitian Kendali Acak Terbuka Terhadap Efektivitas dan Keamanan
Cairan Elektrolit Rumatan pada Neonatus dan Anak (KAEN 4B vs N/4DS. Sari
Pediatri; 2004; 6(2):91-96.

26

Anda mungkin juga menyukai