PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap individu di dunia berisiko untuk cedera atau trauma yang
dapat mengakibatkan luka. Luka merupakan kerusakan atau hilangnya
hubungan antar jaringan seperti jaringan kulit, jaringan lunak, jaringan
otot, jaringan pembuluh darah, jaringan saraf, dan tulang.1
Di seluruh dunia, diperkirakan 5 juta orang meninggal akibat
cedera pada tahun 2000. Cedera mewakili 9% kematian di seluruh dunia
dan 12% dari beban penyakit. 1 Dalam sebuah survey di sebuah rumah
sakit di selatan tenggara kota London, didapatkan 425 pasien dirawat oleh
karena kekerasan fisik yang disengaja. Sekitar 90% mengalami luka yang
serius. Luka-luka disebabkan oleh pukulan (46%), tendangan (17%),
bermacam-macam senjata (17%), pisau dan pecahan kaca (15%), serta
sisanya disebabkan oleh gigitan manusia dan penyebab-penyebab lain
yang tidak diketahui.2 Hal ini didukung oleh studi di Howard University
Hospital, bahwa dari tahun 1994 sampai 2005, terdapat peningkatan kasus
trauma, dengan presentasi trauma atau luka akibat benda tumpul selalu
lebih banyak yaitu sebesar 72% dibandingkan luka akibat benda tajam
sebesar 28%.3
Jenis benda yakni, tajam dan tumpul menentukan jenis luka yang
terjadi. Dalam ilmu perlukaan, dikenal trauma tumpul dan tajam. Trauma
tumpul ialah luka pada permukaan tubuh yang diakibatkan oleh benda-
benda tumpul. Kekerasan tumpul dapat terjadi karena dua sebab yaitu alat
atau senjata yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak
dan yang lain orang bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak. 4
Trauma ini dapat menyebabkan tiga macam luka, yaitu luka memar
(contusio), luka lecet (abrasio), dan luka robek (vulnus laceratum).
Sedangkan trauma tajam ialah luka pada permukaan tubuh akibat benda-
1
benda tajam. Trauma ini dapat menyebabkan luka iris (vulnus scissum),
luka tusuk (vulnus punctum), dan luka bacok (vulnus caesum).1
Trauma merupakan hal yang biasa dijumpai dalam kasus forensik,
di mana dokter dalam hal ini pada hakikatnya diwajibkan untuk dapat
memberikan penjelasan dari permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis
kekerasan yang menyebabkan luka, dan kualifikasi luka.1 Selain itu, guna
membantu penegak hukum dalam rangka membuat terang tindak pidana
kekerasan yang menimpa tubuh seseorang, dokter juga dapat membantu
dalam menentukan luka apakah terjadi saat seseorang masih hidup
(intravital) atau sudah meninggal (post mortem) dan apakah luka tersebut
yang menjadi penyebab kematian.
Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan, pemahaman tentang
perlukaan sangat penting untuk diketahui oleh calon dokter maupun dokter
terutama dalam bidang forensik, sehingga penulis membahas tentang
perlukaan khusunya luka akibat benda tajam dan tumpul.
B. PERUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang di atas, dibuat perumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan luka ?
2. Apakah klasifikasi dari luka ?
3. Bagaimana proses mekanisme terjadinya luka ?
4. Bagaimana mekanisme terjadinya jenis-jenis luka tajam dan tumpul ?
5. Apakah perbedaan antara jenis-jenis luka tajam maupun tumpul yang
terjadi pada masa intravital dengan postmortem ?
6. Bagaimana proses penyembuhan luka ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui definisi dari luka.
2. Mengetahui klasifikasi dari luka.
3. Mengetahui proses mekanisme terjadinya luka.
4. Mengetahui mekanisme terjadinya jenis-jenis luka tajam dan tumpul.
2
5. Mengetahui perbedaan antara jenis-jenis luka tajam maupun tumpul yang
terjadi pada masa intravital dengan postmortem.
6. Mengetahui proses penyembuhan luka.
D. MANFAAT PENULISAN
Menambah pengetahuan dan pemahaman pembaca untuk dapat lebih
memahami hal-hal yang berhubungan dengan perlukaan akibat benda tajam
dan tumpul.
Membantu penegak hukum dalam mencari titik terang tindak pidana
kekerasan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LUKA
1. Pengertian
Luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh
akibat kekerasan.5 Kekerasan yang mengenai tubuh seseorang dapat
menimbulkan efek pada fisik maupun psikisnya. Efek fisik berupa luka-
luka, yang kalau diperiksa dengan teliti akan dapat diketahui jenis
penyebabnya, yaitu:6
a. Benda-benda mekanik (benda tajam, benda tumpul).
b. Benda-benda fisik (benda bersuhu tinggi, benda bersuhu rendah,
sengatan listrik, petir dan barotraumas).
c. Kombinasi benda mekanik dan fisik (senjata api).
d. Zat-zat kimia korosif (golongan asam dan golongan basa)
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :7
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ.
b. Respon stres simpatis.
c. Perdarahan dan pembekuan darah.
d. Kontaminasi bakteri.
e. Kematian sel
2. Klasifikasi Luka
a. Menurut Tingkat Kontaminasi Terhadap Luka7
1) Luka bersih (Clean Wounds), yaitu luka tak terinfeksi yang mana
tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem
pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka
bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan
dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi
luka sekitar 1% – 5%.
2) Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds),
merupakan luka di mana saluran respirasi, pencernaan, genital atau
perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu
terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3-11%.
4
3) Luka terkontaminasi (Contamined Wounds), termasuk luka
terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan
kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari
saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi
nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
4) Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds), yaitu
terdapatnya mikroorganisme pada luka.
b. Berdasarkan Kedalaman dan Luas Luka8
1) Stadium I : Luka Superfisial “Non-Blanching Erithema” : yaitu
luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
2) Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan
kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis.
Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi,
blister atau lubang yang dangkal.
3) Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit
keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan
yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan
yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis,
dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara
klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak
jaringan sekitarnya.
4) Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan
otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang
luas.
5
Gambar 1. Klasifikasi Luka Berdasarkan Kedalaman dan Luas.9
c. Berdasarkan Waktu Penyembuhan10
1) Luka akut: luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
2) Luka kronis: luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen atau endogen.
3. Mekanisme Luka
Tubuh biasanya mengabsorbsi kekuatan baik dari elastisitas
jaringan atau kekuatan rangka. Intensitas tekanan mengikuti hukum fisika.
Hukum fisika yang terkenal dimana kekuatan = ½ masa x kecepatan.
Sebagai contoh, 1 kg batu bata ditekankan ke kepala tidak akan
menyebabkan luka, namun batu bata yang sama dilemparkan ke kepala
dengan kecepatan 10 m/s menyebabkan perlukaan.
Faktor lain yang penting adalah daerah yang mendapatkan
kekuatan. Kekuatan dari masa dan kecepatan yang sama yang terjadi pada
daerah yang lebih kecil menyebabkan pukulan yang lebih besar pada
jaringan. Pada luka tusuk, semua energi kinetik terkonsentrasi pada ujung
pisau sehingga terjadi perlukaaan, sementara dengan energi yang sama
6
pada pukulan oleh karena tongkat pemukul kriket mungkin bahkan tidak
menimbulkan memar.
Efek dari kekuatan mekanis yang berlebih pada jaringan tubuh dan
menyebabkan penekanan, penarikan, perputaran, luka iris. Kerusakan yang
terjadi tergantung tidak hanya pada jenis penyebab mekanisnya tetapi juga
target jaringannya.11
7
e. Luka gores (Lacerated wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti
oleh kaca atau oleh kawat.
f. Luka tembus (Penetrating wound), yaitu luka yang menembus organ
tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi
pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
g. Luka Bakar (Combustio)
4. Penentuan Luka Secara Histologi11
Untuk keperluan forensik, pemeriksaan histologi digunakan untuk
menentukan faktor:
a. Apakah luka yang ditemukan pada saat autopsy terjadi pada saat
sebelum atau sesudah kematian
b. Apabila telah terjadi kematian, berapa lama kematian itu sudah terjadi
Berikut ini adalah perubahan histologi akibat terjadinya luka:
a. 30 menit – 4 jam terjadi pengumpulan leukosit polimorfonuklear
(PMN) pada luka dan terbentuknya benang-benang fibrin.
b. 4 – 12 jam terjadi udem jaringan dan pembengkakan endotel pembuluh
darah.
c. 12 – 24 jam terdapat peningkatan jumlah makrofag dan dimulainya
pembersihan jaringan mati.
d. 24 – 72 jam terdapat peningkatan jumlah lekosit sampai maksimal
sekitar 48 jam, perbaikan dimulai, fibroblast muncul, pembuluh darah
baru mulai terbentuk untuk membuat jaringan granulasi.
e. 3 – 6 hari, epidermis mulai tumbuh.
f. 10 – 15 hari , epidermis menjadi tipis dan datar.
g. Minggu – bulan, proses penyembuhan jaringan berlanjut, jaringan
granulasi terbentuk.
5. Umur Luka6
Untuk mengetahui kapan terjadi kekerasan, perlu diketahui umur
luka. Tidak ada satupun metode yang digunakan untuk menilai dengan
tepat kapan suatu kekerasan (baik pada korban hidup atau mati) dilakukan
8
mengingat adanya faktor individual, penyulit (misalnya infeksi, kelainan
darah, atau penyakit defisiensi).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperkirakannya, yaitu
dengan melakukan:
a. Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan dengan mata telanjang atas luka dapat
memperkirakan berapa umur luka tersebut. Pada korban hidup,
perkiran dihitung dari saat trauma sampai saat diperiksa dan pada
korban mati, mulai dari saat trauma sampai saa kematiannya.
Pada kekerasan dengan benda tumpul, umur luka dapat
diperkirakan dengan mengamati perubahan-perubahan yang terjadi.
Mula-mula akan terlihat pembengkakan akibat ekstravasai dan
inflamasi, berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 sampai 5 hari warna
tersebut berubah menjadi kuning kehijauan dan sesudah lebih dari
seminggu menjadi kekuningan. Pada luka robek atau terbuka dapat
diperkirakan umurnya dengan mengamati perubahan-perubahannya.
Dalam selang waktu 12 jam sesudah trauma akan terjadi
pembengkakan pada tepi luka. Selanjutnya kondisi luka akan
didominasi oleh tanda-tanda inflamasi dan disusul tanda
penyembuhan.
b. Pemeriksaan Mikroskopik
Perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati.
Selain berarti guna bagi penentuan intravitalitas luka, juga dapat
menentukan umur luka secara lebih teliti dengan mengamati
perubahan-perubahan histologiknya.
Menurut Walcher, Robertson dan Hodge, infiltrasi perivaskular
dari leukosit polimorfonuklear (PMN) dapat dilihat dengan jelas pada
kasus dengan periode-periode survival sekitar 4 jam atau lebih. Dilatasi
kapiler dan marginasi sel leukosit mungkin dapat lebih dini lagi, bahkan
beberapa menit sesudah trauma.
Pada trauma dengan inflamasi aseptik, proses eksudasi akan
mencapai puncaknya dalam waktu 48 jam. Epitelisasi baru terjadi hati
ketiga, sedang sel-sel fibroblas mulai menunjukkan perubahan reaktif
sekitar 15 jam sesudah trauma. Tingkat proliferasi tersebut serta
9
pembentukan kapiler-kapiler baru sangat variatif, biasanya jaringan
granulasi lengkap dengan vaskularisasinya akan terbentuk sesudah 3
hari. Serabut kolagen yang baru juga mulai terbentuk 4 atau 5 hari
sesudah trauma.
Pada luka-luka kecil, kemungkinan jaringan parut tampak pada
akhir minggu pertama. Biasanya sekitar 12 hari sesudah trauma,
aktivitas sel-sel epitel dan jaringan di bawahnya mengalami regresi.
Akibatnya jaringan epitel mengalami atrofi, vaskularisasi jeringan di
bawahnya juga berkurang diganti serabut-serabut kolagen. Sampai
beberapa minggu sesudah penyembuhannya, serabut elastis masih lebih
banyak dari jaringan yang tidak terkena trauma.
Perubahan histologik dari luka sangat dipengaruhi oleh ada
tidaknya infeksi karena infeksi akan menghambat proses penyembuhan
luka.
c. Pemeriksaan Histokemik
Perubahan morfologik dari jaringan hidup yang mendapat
trauma adalah akibat dari fenomena fungsional yang sejalan dengan
aktifitas enzim, yaitu protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi
biologik.
Pemeriksaan histokemik ini didasarkan pada reaksi yang dapat
dilihat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan menambahkan zat-zat
tertentu. Mula-mula luka atau bagian dari luka dipotong dengan
menyertakan jaringan di sekitarnya, kira-kira setengah inci. Separo
dari potongan itu difiksasi dengan mengunakan formalin 10% di dalam
refrigerator dengan suhu 4 derajat celcius sepanjang malam untuk
membuktikan adanya aktifitas esterase dan fosfatase. Separonya lagi
dibekukan dengan isopentane dengan menggunakan es kering guna
mendeteksi adanya adenosine triphosphatase dan aminopeptidase.
Peningkatan aktifitas adenosine triphosphatase dan esterase
dapat dilihat lebih dini setengah jam setelah trauma. Peningkatan
aktifitas aminopeptidase dapat dilihat sesudah 2 jam, sedang
peningkatan acid phosphatase alkali phophatase sesudah 4 jam.
d. Pemeriksaan Biokemik
10
Meskipun pemeriksaan histokemik telah banyak menolong,
tetapi reaksi trauma yang ditunjukkan masih memerlukan waktu yang
relatif panjang, yaitu beberapa jam sesudah trauma. Padahal yang
sering terjadi, korban mati beberapa saat sesudah trauma sehingga
belum dapat dilihat reaksinya dengan metode tersebut. Oleh sebab itu
perlu dilakukan pemeriksaan biokemik.
Histamin dan serotinin merupakan zat vasoaktif yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi akut, terutama pada
stadium awal trauma. Penerapannya bagi kepentingan forensik telah
diplubikasikan pertama kali pada tahun 1965 oleh Vazekas dan
Viragos-Kis. Mereka melaporkan adanya kenaikan histamin bebas
pada jejas jerat antemortem pada kasus gantung. Oleh peneliti lain
kenaikan histamin terjadi 20-30 menit sesudah trauma, sedang
serotonin naik setelah 10 menit.
6. Luka Intravital dan Postmortem
Untuk mengetahui suatu luka terjadi sebelum (antemortem) atau
sesudah seseorang mati (postmortem), maka perlu dicari ada tidaknya
tanda-tanda intravital. Jika ditemukan berarti luka terjadi sebelum mati
dan demikian pula sebaliknya. Tanda intravital itu sendiri pada hakekatnya
merupakan tanda yang menunjukkan bahwa jaringan setempat masih
hidup ketika terjadi trauma dan organ dalam masih berfungsi ketika
terjadinya trauma.
Tanda-tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam keadaan
hidup ketika terjadi trauma antara lain :
a. Retraksi jaringan.
Terjadi karena serabut-serabut elastis di bawah kulit terpotong dan
kemudian mengkerut sambil menarik kulit di atasnya. Jika arah luka
memotong serabut secara tegak lurus maka bentuk luka akan
menganga, tetapi jika arah luka sejajar dengan serabut elastis maka
bentuk luka tidak begitu menganga.
b. Reaksi vaskuler
Bentuk retraksi vaskuler tergantung dari jenis trauma, yaitu :
1) Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya berupa
eritema (kulit berwarna kemerahan), vesikel atau bula.
11
2) Pada trauma benda keras dan tumpul, bentuk intravital berupa
kontusio atau memar.
c. Reaksi mikroorganisme
Jika tubuh dari orang yang masih hidup mendapat trauma dan
meninggalkan luka terbuka maka kuman-kuman akan masuk dan
menimbulkan infeksi yang dapat memberikan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Warna kemerahan.
2) Terlihat membengkak.
3) Terdapat pus.
4) Jika sudah lama maka akan terlihat jaringan granulasi
d. Reaksi biokimiawi
Jika tubuh dari orang masih hidup mendapat trauma maka pada daerah
tersebut akan terjadi aktivitas biokimiawi berupa:
1) Kenaikan kadar serotinin (kadar maksimal terjadi 10 menit sesudah
trauma).
2) Kenaikan kadar histamine (kadar maksimal terjadi 20-30 menit
sesudah trauma).
3) Kenaikan kadar enzime yang terjadi beberapa jam sesudah trauma
sebagai akibat dari mekanisme pertahanan jaringan.
Tanda-tanda bahwa organ dalam (jantung dan paru) masih berfungsi saat
terjadi trauma antara lain:
a. Perdarahan Hebat (profuse bleeding)
Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan
perdarahan yang banyak sebab jantung masih bekerja terus-menerus
memompa darah lewat luka.Berbeda dengan trauma yang terjadi
sesudah mati sebab keluarnya darah secara pasif karena pengaruh
gravitasi sehingga jumlah darahnya tidak banyak.
Perdarahan pada luka intravital dibagi 2, yaitu internal dan
eksternal. Perdarahan internal mudah dibuktikan karena darah
tertampung dirongga badan (rongga perut, rongga panggul, rongga
dada, rongga kepala dan kantong perikardium) sehingga dapat diukur
pada waktu otopsi. Perdarahan eksternal darah yang tumpah di tempat
kejadian, yang hanya dapat disimpulkan jika pada waktu otopsi
ditemukan tanda-tanda anemis (muka dan organ-organ dalam pucat)
disertai tanda-tanda limpa melisut, jantung dan nadi utama tidak berisi
darah.
12
b. Emboli Udara
Terdiri atas emboli udara venosa (pulmoner) dan emboli udara
arterial (sistemik). Emboli udara venosa terjadi jika lumen dari vena
yang terpotong tidak mengalami kolap karena terfiksir dengan baik,
seperti misalnya vena jugularis eksterna atau subclavia. Udara akan
masuk ketika tekanan di jantung kanan negatif. Gelembung udara yang
terkumpul di jantung kanan dapat terus menuju ke daerah paru-paru
sehingga dapat mengganggu fungsinya.
Emboli arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli
udara venosa pada penderita foramen ovale persisten atau sebagai
akibat dari tindakan pneumotorak artifisial atau karena luka-luka yang
menembus paru-paru. kematian dapat terjadi akibat gelembung udara
masuk pembuluh darah koroner atau otak
c. Emboli Lemak
Emboli lemak dapat terjadi pada trauma tumpul yang mengenai
jaringan berlemak atau trauma yang mengakibatkan patah tulang
panjang. Akibatnya jaringan jaringan lemak akan mengalami pencairan
dan kemudian masuk kedalam pembuluh darah vena yang pecah
menuju atrium kanan, ventrikel kanan dan dapat terus menuju daerah
paru-paru.
d. Pneumotorak
Jika dinding dada menderita luka tembus atau paru-paru menderita
luka, sementara paru-paru itu sendiri tetap berfungsi maka luka
berfungsi sebagai ventil. Akibatnya, udara luar atau udara paru-paru
akan masuk ke rongga pleura setiap inspirasi.
Semakin lama udara yang masuk ke rongga pleura semakin banyak
yang pada akhirnya akan menghalangi pengembangan paru-paru
sehingga pada akhirnya paru-paru menjadi kolap.
e. Emfisema kulit krepitasi
Jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan menusuk
pau-paru maka pada setiap ekspirasi udara, paru-paru dapat masuk ke
jaringan ikat di bawah kulit. Pada palpasi akan terasa ada krepitasi
13
disekitar daerah trauma. Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi jika
trauma terjadi sesudah orang meninggal.
14
a) Sesuai ciri-ciri umum luka akibat
senjata tajam.
b) Panjang luka lebih besar dari dalamnya
luka.6
15
4) Luka iris intravital dan postmortem
Tabel 1. Perbedaan Luka Iris Intravital dan Postmortem
Intravital Postmortem
1. Banyak mengeluarkan darah 1. Sedikit mengeluarkan darah
2. Berwarna merah darah 2. Berwarna kekuningan, dan
kering
16
dipahami bahwa jaringan elastis terbentuk dari garis lengkung pada
seluruh area tubuh. Jika tusukan terjadi tegak lurus garis tersebut,
maka lukanya akan lebar dan pendek. Sedangkan bila tusukan
terjadi paralel dengan garis tersebut, luka yang terjadi sempit dan
panjang.14
4) Luka tusuk intravital dan postmortem
Tabel 2. Perbedaan Luka Tusuk Intravital dan Postmortem
Intravital Postmortem
1. Banyak mengeluarkan 1. Sedikit mengeluarkan darah
2. Berwarna kekuningan, dan
darah
2. Berwarna merah darah kering
17
tajam dari senjata tersebut mengenai suatu bagian dari tubuh yang
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan. Sebagaimana
telah disebutkan diawal jika permukaan benda yang tajam akan
mengakibatkan energi kinetik lebih terkonsentrasi. Oleh karena
luka bacok terjadi akibat benda tajam dan diayunkan dengan
kekuatan yang kuat, maka kerusakan yang terjadi dapat mencapai
otot dan pembuluh darah.
4) Luka bacok intravital dan postmortem
Tabel 3. Perbedaan Luka Bacok Intravital dan Postmortem
Intravital Postmortem
1. Banyak mengeluarkan 1. Sedikit mengeluarkan darah
2. Berwarna kekuningan, dan
darah
2. Berwarna merah darah kering
18
Bagan. 1 Mekanisme Luka Iris, Luka Tusuk, dan Luka Bacok
19
superfisial, kerusakan jaringan terbatas pada epidermis. Bila kulit
terkena trauma tumpul yang relatif ringan, maka epidermis akan
terluka. Bila kerusakan epidermis ini tidak terlalu dalam,
penyembuhan tidk akan melalui jaringan parut. Pembuluh darah
kapiler dibawah epidermis dapat ikut terluka sehingga
menimbulkan ekstravasasi. Darah atau serum dapat tampak keluar
dari epidermis yang terluka. Reaksi leukosit sudah dapat
diharapkan sejak 2 jam pasca trauma, sedangkan regenerasi epitel
mulai 24 jam.16 Secara sederhana, luka lecet atau abrasi dapat
dikatakan sebagai pengelupasan kulit. Abrasi yang sesungguhnya
tidak berdarah karena pembuluh darah terdapat pada lapisan
dermis. Kontak gesekan yang mengangkat sel keratinisasi dan sel
di bawahnya akan menyebabkan daerah tersebut pucat dan lembab
oleh karena cairan eksudat jaringan.18
Luka lecet dapat terjadi akibat berbagai macam benda seperti
benda kasar (terseret di jalan aspal), tali (gantung diri), benda
runcing (duri, kuku), ban mobil. Sesuai dengan mekanisme
terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai berikut:5
a) Luka lecet gores (scratch)
Luka yang diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser
lapisan permukaan kulit (epidermis) di depannya dan
menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat
menunjukkan arah kekerasan yang terjadi. Arah dari
pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua
tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah
dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah
hubungan kedalaman pada luka yang menandakan
ketidakteraturan benda yang mengenainya.
b) Luka lecet serut (graze)
Merupakan variasi dari luka lecet gores yang daerah
persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar.
20
c) Luka lecet tekan (impression, impact abrasion)
Luka yang disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada
kulit. Pada tubuh mayat dapat ditemukan daerah kulit yang
kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi
lebih padatnya jaringan yang terkena serta terjadinya
pengeringan yang berlangsung pasca mati. Pada luka ini,
epidermis tertekan ke dalam, pada perabaan keras. Dapat
menunjukkan benda penyebabnya, misalnya jejas resleting,
jejas jerat, jejas cekikan.16
d) Luka lecet geser (friction abrasion)
Adalah luka yang disebabkan oleh tekanan linier pada kulit
disertai gerakan bergeser dimana epitel berkumpul pada pihak
yang berlawanan dengan arah trauma.16
Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari
benda yang mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit
dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat
ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk
menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru
terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa
hari lalu, dan lebih dari beberapa hari. Efek lanjut dari abrasi
sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas.
2) Ciri-ciri luka lecet11
a) Sebagian/seluruh epitel hilang.
b) Permukaan tertutup eksudasi yang akan mengering (krusta).
c) Timbul reaksi radang (sel PMN).
d) Biasanya pada penyembuhan tidak meninggalkan jaringan
parut.
21
Gambar 6. Luka Lecet13
Memperkirakan umur luka lecet:
a) Hari ke 1-3: warna coklat kemerahan.
b) Hari ke 4-6: warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram.
c) Hari ke 7-14: pembentukan epidermis baru.
d) Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap.
3) Mekanisme terjadinya luka lecet
Ketika benda yang memiliki permukaan kasar bersentuhan dengan
kulit, maka akan terjadi gesekan antara benda tersebut dengan
kulit. Gesekan ini akan mengakibatkan terkelupasnya lapisan
epidermis.
22
Pada luka intravital, abrasi menjadi kaku, tebal, perabaan seperti
kertas berwarna kecokelatan akibat keringnya permukaan yang
terpapar.19 Pada abrasi yang terjadi sesudah kematian berwarna
kekuningan jernih dan tidak ada perubahan warna.11
Tabel 4. Perbedaan Luka Lecet Intravitsl dan Postmortem
Intravital Postmortem
1. Coklat kemerahan 1. Kekuningan
2. Terdapat sisa-sisa epitel 2. Epidermis terpisah
3. Tanda intravital (+)
sempurna dari dermis
4. Sembarang tempat
3. Tanda intravital (+)
5. Pemeriksaan PA sisa
4. Pada daerah yang ada
epithelium
penonjolan tulang
5. Pemeriksaan PA
epidermis terpisah
sempurna dari dermis
b. Luka memar (kontusio)
1) Pengertian
Luka memar (bruise/contussion) adalah jenis kekerasan benda
tumpul (blunt force injury) yang merusak atau merobek pembuluh
darah kapiler dalam jaringan subkutan sehingga darah meresap ke
jaringan sekitarnya. Pada luka memar tidak harus terjadi kerusakan
kulit, namun daerah yang memar akan menjadi bengkak dan
berwarna merah kebiruan. Bila kekerasan benda tumpul yang
mengakibatkan luka memar terjadi pada daerah jaringan longgar,
seperti di daerah mata, leher, atau pada orang yang lanjut usia,
maka luka memar yang tampak seringkali tidak sebanding dengan
kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas; dan adanya jaringan
longgar tersebut memungkinkan berpindahnya “memar” ke daerah
yang lebih rendah, berdasarkan gravitasi.2
Lokasi memar tak selalu sama dengan lokasi trauma, contoh:
trauma pada dahi yang jaringan ikat dibawahnya jarang, memar
dapat terjadi di daerah kelopak mata.16
23
Gambar 7. Luka Memar13
24
Bagan. 3 Mekanisme Luka Memar
Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya memar:11
a) Kebocoran pembuluh darah. Harus ada ruangan yang cukup
untuk darah yang keluar berakumulasi. Ini menjelaskna kenapa
memar lebih mudah terjadi pada skrotum daripada tumit
dimana jaringan jaringan fibrosanya padat. Karena banyaknya
jaringan subkutanea pada orang yang gemuk, mereka lenih
mudah terjadi memar daripada orang yang kurus jika faktor
lain seperti fragilitas pembuluh dan umur sama.
b) Jumlah darah yang keluar.
c) Ruangan yang cukup.
d) Kedalaman memar yang terjadi.
e) Fragilitas pembuluh darah
25
kontusio jaringan- 2. Terjadinya akibat
kerusakan kapiler bawah hemostasis dan gravitasi
kulit 3. Pembengkakan (-)
3. Pembengkakan (+) 4. Tanda Intravital (-)
4. Tanda Intravital (+) 5. Ditekan Menghilang
5. Ditekan tidak 6. Apabila diiris dan
menghilang dialiri air : kulit akan
6. Apabila diiris dan dialiri menjadi bersih
air : tidak menghilang 7. Tidak terdapat sel
7. Terdapat sel PMN PMN tanpa ekstravasasi
dengan ekstravasasi
26
dimungkinkan bila arah dari kekerasan tumpul tersebut
membentuk sudut dengan permukaan tubuh yang terkena benda
tumpul.
2) Ciri-ciri luka robek6
a) Bentuk luka umumnya tidak beraturan.
b) Tepi atau dinding luka tidak rata.
c) Tampak jembatan jaringan.
d) Bentuk dasar luka tidak beraturan.
e) Sering tampak luka lecet atau memar di sisi luka.
27
4) Luka robek intravital dan postmortem
Tabel 6. Perbedaan Luka Robek Intravitsl dan Postmortem
Intravital Postmortem
Banyak mengeluarkan darah Sedikit mengeluarkan darah
28
Serabut-serabut kolagen terbentuk dan terjadi proses remodeling.
Pergerakan miofibroblast yang aktif menyebabkan kontraksi area
penyembuhan, membentu menutup defek dan membawa ujung
kulit tertutup bersama-sama. Skar yang matur selanjutnya
terbentuk. Skar yang matur tidak mengandung pembuluh darah dan
pucat dan lebih terasa nyeri daripada fase granulasi
b. Intension Sekunder
Luka yang terjadi dari trauma, elserasi dan infeksi dan memiliki
sejumlah besar eksudat dan luas, batas luka ireguler dengan kehilangan
jaringan yang cukup luas menyebabkan tepi luka tidak merapat. Reaksi
inflamasi dapat lebih besar daripada penyembuhan primer.
c. Intension Tersier
Merupakan intension primer yang tertunda. Terjadi karena dua lapisan
jaringan granulasi dijahit bersama-sama. Ini terjadi ketika luka yang
terkontaminasi terbuka dan dijahit rapat setelah infeksi dikendalikan.
Ini juga dapat terjadi ketika luka primer mengalami infeksi, terbuka
dan dibiarkan tumbuh jaringan granulasi dan kemudian dijahit.
Intension tersier biasanya mengakibatkan skar yang lebih luas dan
lebih dalam daripada intension primer atau sekunder
29
Gambar 9. Bentuk Penyembuhan Luka23
Kemungkinan pengganti :
a. Sel parenkim ( sel yang fungsional) atau,
b. Stroma jaringan ikat ( yang tidak khas ) dikenal dengan pembentukan
jaringan parut.
Berdasar kemampuan untuk regenerasi sel tubuh dibagi 3 golongan :
a. Sel labil : dapat berproliferasi terus, mengganti sel yang lepas / mati
secara aktif. Contoh : epidermis, epitel pelapis rongga mulut, saluran
pernafasan, saluran pencernaan, salgenetalia, epitel pelapis duktus,
mukosa usus, sel-sel sumsum tulang dan jaringan limfoid.
b. Sel stabil: mampu regenerasi ( tidak aktif ), dalam kondisi normal tidak
bertambah. Contoh: sel endotel dan otot polos, sel parenkim semua
kelenjar tubuh, termasuk hati, pankreas, kelenjar liur, kelenjar
endokrin, sel tubuli ginjal, kelenjar kulit.
30
c. Sel permanen: rusak berarti kerusakan tetap dan selalu disusul dengan
jaringan parut. Contohnya seperti sel neuron (=/= serabut akson ), sel
otot bercorak, sel otot jantung (miokardium)
Pemulihan parenkim yang sempurna akibat jejas tidak hanya
tergantung kemampuan sel beregenerasi. Keutuhan arsitek stroma /
kerangka dasar jaringan yang cedera juga sangat penting. Bila kerangka
hilang, regenerasi dapat mengembalikan massa jaringan, tetapi bukan
fungsi yang sempurna. Pemulihan dengan pembentukan jaringan ikat:
a. Proliferasi fibroblas dan tunas-tunas kapiler dan selanjutnya
pembentukan kolagen untuk membentuk jaringan parut adalah akibat
yang wajar pada hampir setiap kerusakan jaringan.
b. Pada setiap kerusakan jaringan, akan diawali pembentukan jaringan
ikat yang kaya pembuluh darah yang mengisi rongga yang
ditinggalkan jaringan yang rusak dan disebut jaringan granulasi.
Atas dasar pembentukan jaringan granulasi, ada 2 bentuk pemulihan
/penyembuhan :
a. Penyembuhan primer.
1) Berlangsung cepat mencapai kesembuhan.
2) Reaksi radang hampir hilang seluruhnya.
b. Penyembuhan sekunder
1) Berlangsung lambat (faktor luas kerusakan, banyaknya sel nekrotik
dan eksudat).
2) Hampir selalu berakibat pembentukan jaringan parut & kehilangan
banyak fungsi khas
31
Gambar 10. Penyembuhan Luka11
2. Fase Penyembuhan Luka
a. Luka Terbuka
Berdasarkan uraian diatas yang termasuk luka terbuka adalah
luka iris, luka tusuk, luka bacok dan luka robek. Adapun proses
penyembuhannya terdiri dari 3 proses yaitu:
1) Fase Inflamasi (1-4 hari)
Fase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler
yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak.
Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan
membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri
untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal
fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya
platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi
vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi
“vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler
vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan
menutup pembuluh darah.
Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu
akan terjadi vasodilatasi kapiler stimulasi saraf sensoris (local
sensoris nerve ending), local reflex action, dan adanya substansi
vasodilator: histamin, serotonin dan sitokins. Histamin kecuali
32
menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya
permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi
edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis.
Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit
(terutama netrofil) ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah
melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah luka
selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag
yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada
proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis
adalah:
a) Sintesa kolagen.
b) Pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan
fibroblast.
c) Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi.
d) Pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis
Dengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat
infeksi atau kuman serta terbentuknya makrofag dan fibroblas,
keadaan ini dapat dipakai sebagai pedoman/parameter bahwa fase
inflamasi ditandai dengan adanya: eritema, hangat pada kulit,
edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari
ke-4.
33
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah
memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan
proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan,
yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk
struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi
jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan),
pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di
matriks jaringan penunjang. Sesudah terjaid luka, fibroblas akan
aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka,
kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan
beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin
dan profeoglycans) yang berperan dalam membangun
(rekonstruksi) jaringan baru.
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membnetuk cikal
bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan
dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa
makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai satu
kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.
Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di
dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi,
sedangkan proses proliferasi fibroblas dengan aktifitas sintetiknya
disebut fibroblasia. Respons yang dilakukan fibroblas terhadap
proses fibroplasia adalah:
a) Proliferasi
b) Migrasi
c) Deposit jaringan matriks
d) Kontraksi luka
Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler
baru didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap
proleferaswi proses penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat
34
penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat
steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena
terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan
invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan
oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya
pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan
oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan
proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang
dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (grwth factors).
Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas
mengeluarkan keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan
dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai
dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi
permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas,
pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya
dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis.
Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas
akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai
kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi
akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan
dengan defek luka minimal.
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan
kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan
dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk oleh
makrofag dan platelet.
35
Gambar 12. Fase Proliferasi20
3) Fase Maturasi (21 hari-1 bulan/tahunan)
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan
berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. . Tujuan dari fase maturasi
adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi
jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah
mulai meninggalkan jaringan garunalasi, warna kemerahan dari
jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat
fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan
parut. Kekuatan dari ajringan parut akan mencapai puncaknya pada
minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah
dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi.
Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan
kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda (gelatinous
collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah
menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur
yang lebih baik (proses re-modelling).
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan
keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang
dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan
jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang
berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan
selalu terbuka.
36
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit
dan kekuatan jaringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk
melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan
luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang
dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing
individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan
mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi,
disertai dengan penyakit sistemik (diabetes melitus).
37
2) Koagulasi: adanya kelainan pembekuan darah (koagulasi) akan
menghambat penyembuhan luka sebab hemostasis merupakan
tolak dan dasar fase inflamasi.
3) Gizi (kelaparan, malabsorbsi): gizi kurang mempengaruhi sistem
imun.
4) Penyakit Kronis: penyakit kronis seperti TBC, Diabetes, juga
mempengaruhi sistem imun.
5) Keganasan: keganasan tahap lanjut dapat menyebabkan gangguan
sistem imun yang akan mengganggu penyembuhan luka.
6) Infeksi: menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga
menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga
akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun
kedalaman luka.
7) Hipovolemia: kurangnya volume darah akan mengakibatkan
vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi
untuk penyembuhan luka.
8) Hematoma: merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka
secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi.
Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan
waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses
penyembuhan luka.
9) Benda asing: benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan
menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut
diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan
lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang
kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
10) Iskemia: merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan
suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran
darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu
ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya
obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
38
11) Diabetes: hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan
peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel.
Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori
tubuh.
12) Pengobatan: steroid akan menurunkan mekanisme peradangan
normal tubuh terhadap cedera, antikoagulan akan mengakibatkan
perdarahan, antibiotik efektif diberikan segera sebelum
pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik
dan jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan
efektif akibat koagulasi intravaskular.
13) Teknik Penjahitan: tehnik penjahitan luka yang tidak dilakukan
lapisan demi lapisan akan mengganggu penyembuhan luka.
14) Kebersihan diri/Personal Hygiene: kebersihan diri seseorang akan
mempengaruhi proses penyembuhan luka, karena kuman setiap
saat dapat masuk melalui luka bila kebersihan diri kurang.
15) Vaskularisasi: proses penyembuhan berlangsung cepat, sementara
daerah yang memiliki vaskularisasi kurang baik proses
penyembuhan membutuhkan waktu lama.
16) Pergerakan: daerah yang relative sering bergerak; penyembuhan
terjadi lebih lama.
17) Ketegangan tepi luka, pada daerah yang tight (tegang)
penyembuhan lebih lama dibandingkan dengan daerah yang loose.
39
Gambar 15. Fase Penyembuhan Luka22
b. Luka Tertutup
Berdasarkan uraian di atas yang termasuk dalam luka tertutup adalah
luka memar dan luka lecet. Adapun proses penyembuhan masing-
masing luka tersebut adalah sebagai berikut:
1) Luka Memar
Pada memar, yang terjadi adalah kerusakan pembuluh
darah, sehingga hematom yang terbentuk pecah oleh pengaruh
enzim jaringan dan infiltrasi sel. Hal tersebut menyebabkan sel
darah merah ruptur sehingga Hb diuraiakan. Proses penguraian
tersebut menyebabkan perubahan warna memar. Maka proses
penyembuhannya sesuai dengan proses penyembuhan pembuluh
dalah. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut:
a) Terjadi respon pada sistem vaskular dimana pembuluh darah
akan mengalami vasokonstriksi sebagai respon rusaknya
pembuluh darah.
b) Setelah itu terjadi respon trombosit, dimana pad pembuluh
darah yang rusak/terpotong/robek trombosit akan melekat guna
membentuk sumbat trombosit.
40
c) Selanjutnya terjadi proses koagulasi
d) Proses yang terakhir adalah terjadinya fibrinolisis sehingga
darah dapat mengalir kembali secara normal.18
2) Luka Lecet (abrasi)
a) Formasi keropeng
Serum, sel darah merah, dan fibrin terdeposit di atas luka.
Setelah 4-6 jam terjadinya luka, terjadi infiltrasi sel
polimorfonuklear (PMN) di perivaskular. Setelah 8 jam
terbentuk zona infiltrasi PMN yang mendasari area epitel yang
luka. Setelah 12 jam terbentuk 3 lapisan, yaitu lapisan
permukaan yang tersusun atas fibrin dan sel darah merah, pada
lapisan yang lebih dalam terbentuk infiltrasi PMN, dan lapisan
yang terakhir terdiri atas kolagen. Setelah 12-18 jam, lapisan
terakhir terinfiltrasi PMN secara progresif.
b) Regenerasi epitel
c) Granulasi sub-epitel dan hyperplasia epitel
Granulasi sub epidermal mulai terlihat selama hari ke-5 sampai
ke-8. Hal tersebut terjadi setelah epitel melapisi luka. Infiltrasi
perivaskular dan sel radang kronik saat ini mulai terlihat. Epitel
mulai mengalami hiperplasia secara progresif, dengan adanya
keratin. Proses tersebut mulai menonjol setelah hari ke 9-12
setelah perlukaan.
d) Regresi epitel dan granulasi jaringan
Proses ini dimulai pada hari ke-12. Selama fase ini tejadi
remodeling epitel dan epitel tersebut menjadi lebih tipis bahkan
mengalami atropi. Kolagen yang mulai terlihat pada fase
terakhir granulasi sub epidermal, pada saat ini mulai menonjol.
Disini terdapat membran dasar yang jelas dan pendarahan di
dermis meningkat.19
41
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh
akibat kekerasan.
2. Klasifikasi luka dapat dibagi berdasarkan tingkat kontaminasi
terhadap luka, kedalaman dan luas luka, dan waktu penyembuhan luka.
3. Efek dari kekuatan mekanis yang berlebih pada jaringan tubuh dan
menyebabkan penekanan, penarikan, perputaran, luka iris. Kerusakan
yang terjadi tergantung tidak hanya pada jenis penyebab mekanisnya
tetapi juga target jaringannya.
4. Proses penyembuhan luka dibedakan atas penyembuhan luka
terbuka dan tertutup. Penyembuhan luka terbuka terdiri dari tiga fase
yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Sedangkan
penyembuhan luka tertutup dibedakan untuk luka memar dan lecet.
Pada luka memar terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sebagai
42
respon rusaknya pembuluh darah kemudian terjadi respon dari
trombosit guna membentuk sumbat trombosit selanjutnya proses
koagulasi dan terakhir terjadi fibrinolisis sehingga darah dapat
mengalir kembali secara normal. Pada luka lecet terjadi proses
penyembuhan melalui fase formasi keropeng, regenerasi epitel,
granulasi subepitel dan hiperplasia epitel, dan regresi epitel dan
granulasi jaringan.
B. SARAN
1. Bagi mahasiswa
Diharapkan selalu menambah pengetahuan tentang luka, klasifikasi
luka. Mekanisme luka, sampai dengan proses penyembuhan luka baik
luka akibat benda tajam maupun luka tumpul, sehingga mahasiswa
mampu mendeskripsikan luka yang berguna dalam proses pembuatan
Visum et Repertum saat menjadi dokter di masa depan.
2. Bagi dokter
Diharapkan dokter menambah pengetahuan dan ketrampilannya dalam
penatalaksanaan luka akibat benda tajam dan tumpul, sehingga mampu
memberi penatalaksanaan yang tepat bagi setiap luka, selain itu dokter
mampu membuat deskripsi luka dalam Visum et Repertum yang
berguna dalam sebuah proses hukum.
43
DAFTAR PUSTAKA
44
5. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilmu kedokteran forensik edisi pertama. Jakarta:Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1997;37-54.
13. Jay Dix. Color atlas of forensic pathology. USA:CRC Press LLC; 2000
16. Budi S dan Zulhasmar S. Peranan lmu forensik dalam penegakan hukum.
45
surgery_in_the_third_world_a_trinidad_experience.html [cited : 23
September 2010]
22. Martin, Glenn and Porth, Carol, Mattson. Wound healing pathophysiology.
2009. Available from :
http://gardenrain.wordpress.com/2009/11/12/wound-healing-
pathophysiology/ [cited : 20 September 2010]
23. http://creasoft.files.2008/04/luka1.jpg
46