Anda di halaman 1dari 26

BAB I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Seorang dokter, dalam tugas sehari harinya, selain melakukan pemeriksaan diagnostik serta memberikan pengobatan dan perawatan kepada pasien juga mempunyai tugas melakukan pemeriksaan medik untuk membantu penegakan hukum, baik untuk korban hidup maupun korban mati antara lain adalah adalah pembuatan Visum et Repertum (VeR).1 Sebuah VeR yang baik harus mampu membuat terang perkara tindak pidana yang terjadi dengan melibatkan bukti - bukti forensik yang cukup. Dokter pemeriksa VeR harus mencantumkan kualifikasi luka menurut rumusan pasal 351, 352, dan 90 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). VeR menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan.3 Sekitar 50-70% kasus yang datang ke rumah sakit terutama di instalasi gawat darurat adalah kasus perlukaan atau trauma. Luka-luka ini dapat terjadi akibat dari kecelakaan, penganiayaan, bunuh diri, bencana, maupun terorisme. 1 Dalam sebuah survey di sebuah rumah sakit di selatan tenggara kota London dimana didapatkan

425 pasien yang dirawat oleh karena kekerasan fisik yang disengaja. Beberapa jenis senjata yang digunakan 12 % dari penyerangan menggunakan besi batangan, pemukul baseball atau benda benda serupa dengan itu, lalu 18% dengan pisau pada kasus penusukan, sekitar 47% kasus yang masuk rumah sakit dan 90% mengalami luka yang serius. Luka-luka yang disebabkan oleh pukulan (46%), tendangan (17%) bermacam-macam senjata (17%), pisau dan pecahan kaca (15%) sisanya disebabkan oleh gigitan manusia dan penyebab-penyebab lain yang tidak diketahui.2 Penggunaan benda-benda tumpul pada kasus-kasus penyerangan diatas dapat menimbulkan jenis luka akibat benda mekanik yang khas, yaitu luka memar. Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenaakan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul.2 Di sinilah peranan forensik klinis yang merupakan suatu ruang lingkup keilmuan yang berintegrasi antara bidang medis dan bidang hukum diperlukan. Berbeda dengan forensik patologi, seorang dokter di forensik klinik lebih banyak menghabiskan waktunya menangani korban hidup. Didalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan yang menyebabkan luka, dan kualifikasi luka.2,4 Berikut dilaporkan sebuah kasus cedera kepala disertai luka memar pada seorang laki-laki berusia 20 tahun korban penganiayaan berdasarkan permintaan visum oleh kepolisian Resort Kota Banjarbaru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2

II.1 Definisi Luka Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah gangguan kontinuitas dari jaringan tubuh seperti kulit, membran mukosa, kornea, dan sebagainya. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artinya orang yang sehat, tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan kecederaan. 5,6,7 Di dalam ilmu kedokteran forensik traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan pengertian luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan.5,6 Luka memar (bruise/contussion) adalah jenis kekerasan benda tumpul (blunt force injury) yang merusak atau merobek pembuluh darah kapiler dalam jaringan subkutan sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya.2 II.2. Trauma Benda Tumpul Trauma atau luka mekanik terjadi karena alat atau senjata dalam berbagai bentuk, baik secara alami atau dibuat manusia. Senjata atau alat yang dibuat manusia seperti kampak, pisau, panah, martil dan lain-lain. Bila ditelusuri, benda-benda ini

telah ada sejak zaman pra sejarah dalam usaha manusia mempertahankan hidup sampai dengan pembuatan senjata-senjata masa kini seperti senjata api, bom dan senjata penghancur lainnya. Akibat pada tubuh dapat dibedakan dari penyebabnya. Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri adalah :5,6

Tidak bermata tajam Konsistensi keras / kenyal Permukaan halus / kasar Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2 sebab yaitu alat atau senjata yang

mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain orang bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak.Luka karena kererasan tumpul dapat berbentuk salah satu atau kombinasi dari luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.5,6 II.2.1. Luka Akibat Trauma Tumpul5,8,9 Variasi mekanisme terjadinya trauma tumpul adalah: 1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam. 2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam. Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu. Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka yakni: a. Abrasi b. Laserasi

c. Kontusio d. Fraktur e. Kompresi 4

Dalam hal ini akan dibahas lebih dalam mengenai luka memar. Kata lain yang lazim digunakan ialah Kontusio Supefisialis, terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Pada orang dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat dari nyeri tekan yang ditimbulkannya.5,8,9 II.2.2 Proses Terjadinya Memar Terjadinya luka memar biasanya diawali oleh adanya suatu benturan / kekerasan dengan energi yang cukup untuk mengganggu permeabilitas sel-sel pembuluh darah sehingga terjadi pembengkakan di sekitar daerah tubuh yang terkena benturan. Pembengkakan ini ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan selsel sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstsial. Mula-mula pembengkakan timbul warna merah kebiruan lalu warnanya berubah menjadi biru kehitaman pada hari ke-1 sampai hari ke-3. Setelah itu warnanya berubah menjadi biru kehijauan kemudian coklat. Warna menghilang pada minggu pertama sampai minggu ke-4.2

Proses perubahan struktur jaringan diatas yang sering disebut sebagai proses peradangan (inflamasi) memiliki beberapa variasi tergantung lokasi dan struktur jaringan disekitar luka memar. Apabila terjadi pada daerah jaringan ikat 6 longgar (mata, leher, atau pada lansia) maka luka memar yang tampak seringkali tidak sebanding dengan kekerasan, dalam arti lebih luas. Ada 4 faktor yang mempermudah terjadinya luka memar (contusion), yaitu:2 1. Jaringan lemak yang berada dibawah jaringan sublutan. 2. Kulit (epidermis) yang tipis. 3. Wanita lebih mudah mengalami luka memar (contusion)daripada lakilaki. 4. Penyakit, seperti defisiensi vitamin K, penyakit kronis, hemophilia, sirosis, dan lain-lain.

Hal yang harus diingat bahwa luka memar yang disebabkan oleh serangan benda tumpul tidak dapat dilihat dengan segera. Dapat terlihat jejas sepanjang jaringan tubuh atau dapat meluas jika terdapat pada bagian bagian tubuh yang bergantung pada grafitasi. Penampakan tempat dan waktu dari perubahan warna harus dinilai secara teliti sebelum membuat diagnosa pasti. Luka memar yang jelas

terlihat pada muka, leher, tungkai bawah, dan di sekitar mata kaki dan kaki semua itu merupakan daerah-daerah yang rawan salah diagnosa. Selain itu tidak semua luka memar disebabkan oleh serangan, luka memar karena serangan dan yang bukan karena serangan dapat bercampur jadi diperlukan penekanan untuk membedakan antara lesi yang lama dengan yang baru ketika memeriksa sebuah kasus yang dicurigai karena serangan. Inilah yang membedakan antara luka memar dan lebam mayat.2 LUKA MEMAR (Contusion,Bruise,) Intravital LEBAM MAYAT (Livor Mortis) Pst mortem letaknya intravaskular maka

- Karena terjadi ekstravasasi darah maka Karena

dalam jangka waktu kurang 7 jam, warna dalam jangka waktu kurang 7 jam, warna memar tidak hilang pada penekanan. memar akan hilang. Batas tidak tegas

- Jika lebih dari 7 jam darah sudah karena hemoglobin yang berpindah ke berpindah ke jaringan sehingga batasnya jaringan. menjadi jelas.

Daerah sekitarnya terbentuk edema Tidak menghilang jika

Daerah sekitar tidak terbentuk edema

irisannya Menghilang jika dicuci

dibersihkan Sel PMN ada Lokasinya tidak menentu Sel PMN tidak ada Lokasinya pada bagian tubuh

II.2.3 Mekanisme Biomolekular


Sel sebagai bagian dari sebuah jaringan yang apabila mengalami jejas atau cedera

akan melakukan respon adaptasi tersendiri. Penyebab jejas sel, antara lain: 1. Hipoksia. 2. Fisik 3. Obat-obatan dan zat kimia. 4. Reaksi imunologis. 5. Defek genetic.

6. Ketidakseimbangan nutrisi.

Pada kasus luka memar, jejas sel terjadi dikarenakan trauma fisik benda tumpul. Sel yang terkena jejas akan mengalami beberapa fase unruk beradaptasi agar dapat kembali homeosatis. Mekanisme jejas sel pada luka memar merupakan suatu proses biomolekuler sel yang meliputi:2 1. Ischemia. Pada jejas reversible seperti luka memar, sel akan mengalami penurunan aktifitas oksidasi fosforilasi karena sel mengalami iskemia (kekurangan suplai nutrisi), sehingga terjadilah penurunan jumlah ATP (kalsium bebas dalam sitosol meningkat) dan penurunan kemampuan pompa natrium. Penurunan kemampuan pompa natrium ini berakibat ion natrium berakumulasi di dalam sel, terjadi pembengkakan sel (peningkatan isoosmotik), dan difusi ion kalium dari dalam sel.

Lain halnya dengan ion kalsium intra sel, pada kondisi ini terjadi peningkatan ion kalsium dalam sitoplasma yang berasal dari mitokondria yang fungsinya menurun, reticulum endoplasma, dan dari luar sel. Konsekuensi dari kenaikan kadar ion kalsium intra sel ini adalah terjadinya aktivasi beberapa enzim, antara lain: 2

a. Enzim ATP-ase (menurunkan kadar ATP). b. Enzim Fosfoipase (menurunkan kadar fosfolipid). c. Enzim Endonuklease (merusak inti kromatin). d. Enzim Protease (merusal protein membrane dan sitoskeletal). Efek dari iskemia tidak berhenti sampai disini, Jejas sel pada luka memar juga memacu peningkatan glikolisis anaerob yang mengkibatkan : a. Penipisan cadangan glikogen. b. Akumulasi asam laktat. c. Akumulasi fosfat anorganik. d. Penurunan pH intrasel.
Pada ribosom juga terjadi penurunan sintesis protein, fungsi mitokondria menjadi

jelek, kenaikan permeabiltas membran, hingga kerusakan sitoskeleton. Pada akhirnya mitokondria, reticulum endoplasma, dan sekitar sel ikut membengkak.

2. Radikal Bebas (Activated Oxygen Species).2 Jejas sel pada luka memar juga melibatkan radikal bebas, ini dapat dilihat pada proses kerusakan oleh karena proses peradangan. Radikal bebas sendiri ialah sejenis bahan kimia yang memiliki satu elektron tanpa pasangan pada orbit luarnya. Sifat radikal bebas tidak mantap, sangat reaktif, dalam sel mengadakan reaksi dengan bahan kimia anorganik dan organik, protein, lemak, dan karbohidrat. Sumber radikal bebas berasal dari hidrolisis air menjadi OH- dan H+ dengan ionisasi radiasi, raksi reduksi-oksidasi pada fisiologi normal (respirasi, oksidasi intrasel, dan resksi logam transisi), dan metabolism bahan kimia eksogen. Mekanisme jejas oleh karena radikal bebas meliputi: 1. Peroksidasi lemak dalam selaput organel sampai merusak retikulum endoplasma, mitokondria, dan komponen mikrosom lain. 2. Peroksidasi lipid pada membran. 3. Kerusakan pada DNA karena radikal bebas bereaksi dengan Thymine. Karena termasuk dalam proses peradangan (inflamasi), maka luka memar memiliki 5 tanda mayor dari peradangan, yaitu: Rubor (kemerahan), Kalor (panas), Dolor (rasa sakit), Tumor (pembengkakan), dan Fungsio Laesa (perubahan fungsi). Ketika luka timbul, beberapa efek kemungkinan akan muncul, antara lain: a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ Kehilangan seluruh atau sebagain fungsi ini atau fungsio laesa, merupakan efek 10

gabungan dari bengkak, nyeri yang disertai sirkulasi abnormal, dan lingkungan kimiawi local yang abnormal. b. Respon stres simpatis. Akibat sensasi Dolor (rasa sakit) dari peradangan disebabkan oleh perubahan pH local atau konsentrasi local ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung syaraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamine. c. Perdarahan dan pembekuan darah. d. Kontaminasi bakteri. e. Kematian sel. II.3. Cedera Kepala Cedera kepala adalah penyebab utama kematian, dan kecacatan. Manfaat dari kepala, termasuk tengkorak dan wajah adalah untuk melindungi otak terhadap cedera. Selain perlindungan oleh tulang, otak juga tertutup lapisan keras yang disebut meninges fibrosa dan terdapat cairan yang disebut cerebrospinal fuild (CSF). Trauma tersebut berpotensi menyebabkan fraktur tulang tengkorang, perdarahan di ruang sekitar otak, memar pada jaringan otak, atau kerusakan hubungan antar nervus pada otak.10 Lebih dari 60% dari kasus fraktur tulang tengkorak merupakan kasus fraktur linear sederhana, yang merupakan jenis yang paling umum, terutama pada anak usia dibawah 5 tahun. Fraktur tulang temporal sebanyak 15-48% dari seluruh kejadian fraktur tulang tengkorak, dan fraktur basis cranii sebesar 19-21%. Fraktur depresi antara lain frontoparietal (75%), temporal (10%), occipital (5%), dan pada daerah11

daerah lain (10%). Sebagian besar fraktur depresi merupakan fraktur terbuka (7590%). Insiden fraktur tulang tengkorak rata-rata 1 dari 6.413 penduduk (0.02%), atau 42.409 orang setiap tahunnya. Sejauh ini fraktur linear adalah jenis yang banyak, terutama pada anak usia dibawah 5 tahun di Amerika Serikat.11 Fraktur basis cranii/Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat benturan langsung pada daerah daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita); transmisi energy yang berasal dari benturan pada wajah atau mandibula; atau efek remote dari benturan pada kepala (gelombang tekanan yang dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk tengkorak).12 Dalam beberapa studi telah terbukti fraktur basis cranii dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme termaksud ruda paksa akibat fraktur maksilofacial, ruda paksa dari arah lateral cranial dan dari arah kubah cranial, atau karena beban inersia oleh kepala.13 Pasien dengan fraktur basis cranii (fraktur pertrous os temporal) dijumpai dengan otorrhea dan memar pada mastoids ( battle sign). Presentasi dengan fraktur basis cranii fossa anterior adalah dengan Rhinorrhea dan memar di sekitar palpebra (raccoon eyes). Kehilangan kesadaran dan Glasgow Coma Scale dapat bervariasi, tergantung pada kondisi patologis intrakranial. Untuk penegakan diagnosis fraktur basis cranii, diawali dengan pemeriksaan neurologis lengkap, analisis laboratorium dasar, diagnostic untuk fraktur dengan pemeriksaan radiologic.14

12

II.4. Aspek Medikolegal Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada hakikatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari permasalahan sebagai berikut:15 a. Jenis luka apa yang terjadi b. Jenis kekerasan atau senjata apa yang menyebabkan luka c. Bagaimana kualifikasi luka itu Pengertian kualifikasi luka di sini semata-mata pengertian ilmu Kedokteran Forensik, yang hanya baru dipahami setelah mempelajari pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang bersangkutan dengan BAB XX (tentang penganiayaan), terutama pasal 351 dan pasal 352; dan BAB IX (tentang arti beberapa istilah yang dipakai dalam kitab undang-undang), yaitu pasal 90.15 Pasal 351 1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. 2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun. 3) Jika mengakibatkan mati dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 4) Dengan pengiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. 5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Pasal 352 1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 354 dan pasal 356, maka penganiayaan

13

yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk melakukan pekerjaan jabatan atau pencaharian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap terhadap orang yang berkerja padanya atau menjadi bawahannya. 2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Pasal 90 Luka berat berarti:
-

Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.

Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian.

Kehilangan salah satu panca indra. Mendapat cacat berat (verminking). Menderita sakit lumpuh. Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.

Dari pasal-pasal tersebut dapat dibedakan 4 jenis tindak pidana yaitu11:


-

Penganiayaan ringan Penganiayaan Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat 14

Penganiayaan yang mengakibatkan kematian Oleh karena istilah penganiayaan merupakan istilah hukum, yaitu: dengan

sengaja melukai atau menimbulkan perasaan nyeri pada seseorang, maka di dalam Visum et Repertum yang dibuat dokter tidak boleh mencantumkan istilah penganiayaan, oleh karena dengan sengaja atau tidak itu urusan Hakim. Demikian pula dengan istilah menimbulkan perasaan nyeri sukar sekali untuk dapat dipastikan secara obyektif, maka kewajiban dokter di dalam membuat Visum et Repertum hanyalah menentukan secara obyektif adanya luka, dan bila ada luka dokter harus menentukan derajatnya.15 Derajat luka tersebut harus disesuaikan dengan salah satu dari ketiga jenis tindak pidana yang telah disebutkan tadi, yaitu15:
-

Penganiayaan ringan Penganiayaan Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat Penganiayaan ringan, yaitu penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit

atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian; di dalam ilmu Kedoketeran Forensik pengertiannya menjadi: luka yang tidak berakibat penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian. Luka ini dinamakan luka derajat pertama.15 Bila sebagai akibat penganiayaan seseorang itu mendapat luka atau menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau

15

pencaharian, akan tetapi hanya untuk sementara waktu saja, maka luka ini dinamakan luka derajat kedua.15 Apabila penganiayaan tersebut mengakibatkan luka berat seperti yang disebut dalam pasal 90 KUHP, luka tersebut dinamakan luka derajat ketiga.15 Dengan demikian di dalam penulisan kesimpulan Visum et Repertum kasuskasus perlukaan, penulisan kualifikasi luka adalah sebagai berikut15: 1. Luka yang tidak mengakibatkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian. 2. Luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian untuk sementara waktu. 3. Luka yang termasuk dalam pengertian hukum luka berat (pasal 90 KUHP). Suatu hal yang penting harus diingat di dalam menentukan ada tidaknya luka akibat kekerasan adalah adanya kenyataan bahwa tidak selamanya kekerasaan itu akan meninggalkan bekas atau luka. Kenyaatan tersebut antara lain disebabkan adanya faktor yang menentukan terbentuknya luka akibat kekerasan suatu benda, yaitu luas permukaan benda yang bersentuhan dengan tubuh. Bila luas permukaan benda yang bersentuhan dengan tubuh itu cukup besar, yang berarti kekuatan untuk dapat merusak menimbulkan luka yang lebih kecil bila dibandingkan dengan benda yang mempunyai luas permukaan yang mengenai tubuh lebih kecil.15 Dengan perkataan lain tidak selamanya kekerasaan itu akan menimbulkan kelainan atau luka, sedangkan adanya luka sudah dapat dipastikan adanya kekerasan.15 16

Dengan demikian pada kasus perlukaan akan tetapi tidak ditemukan luka, maka dalam penulisan: kesimpulan Visum et Repertum yang dibuat, haruslah ditulis tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan dan jangan dinyatakan secara pasti bahwa dalam pemeriksaan tidak ada kekerasan.15 Faktor lain yang juga harus diingat adalah faktor waktu, oleh karena dengan berjalannya waktu maka suatu luka dapat menyembuh dan tidak ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan. Dalam hal yang demikian penulisan di dalam kesimpulan Visum et Repertum juga berbunyi tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.15

17

BAB III LAPORAN KASUS

Pro Justitia VISUM et REPERTUM No. VER/365/V/IGD/RSUD/2011 Saya yang bertanda tangan dibawah ini, dokter Rakhmat Setiawan sebagai dokter jaga pada Rumah Sakit Umum Daerah Ulin di Banjarmasin menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Resort Kota Banjarbaru dalam suratnya Delapan Belas Mei Dua Ribu Sebelas nomor B/22/V/2011/Reskrim, maka pada tanggal Delapan Belas Bulan Mei Dua Ribu Sebelas, pukul dua puluh waktu Indonesia bagian tengah, bertempat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin, telah memeriksa seorang laki-laki bangsa Indonesia bernama Hijarjiyansyah berumur dua puluh tahun dan bertempat tinggal di Jl. Mistarcokrokusumo dekat Warung 41 Kelurahan Sungai Tiang Kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru. ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------PADA PEMERIKSAAN TERDAPAT------------------------Pada tanggal Delapan Belas Mei Dua Ribu Sebelas, pukul dua puluh waktu Indonesia bagian tengah, bertempat di ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin, ---------------------------------------------------------------------I. Korban datang dengan penurunan kesadaran, dengan tanda vital:---------------------1. Tekanan darah: seratus empat puluh per seratus milimeter air raksa-----------2. Nadi: tujuh puluh delapan kali per menit-------------------------------------------3. Pernapasan: dua puluh sembilan kali per menit-----------------------------------4. Suhu tubuh: tiga puluh tujuh derajat selsius---------------------------------------II. Pada korban ditemukan : 1. Daerah Kepala : -----------------------------------------------------------------------a. Pada daerah di atas alis sebelah kiri, terdapat dua buah luka lecet tekan. Luka pertama berukuran dua koma lima sentimeter kali nol koma empat sentimeter terletak pada tiga sentimeter dari sumbu tengah tubuh dan tiga sentimeter dari garis horizontal yang memotong mata ke atas. Luka kedua berukuran satu koma lima sentimeter kali satu koma lima sentimeter terletak pada empat koma lima sentimeter dari sumbu tengah tubuh dan tiga sentimeter dari garis horizontal yang memotong mata ke atas.---------18

b. Bengkak dan memar pada kedua mata berwarna kebiruan.------------------c. Keluar darah dari hidung dan telinga.-------------------------------------------d. Pada pipi sebelah kanan, terdapat patah tulang rahang atas ditandai dengan ditemukannya derik tulang.----------------------------------------------2. Tangan :----------------------------------------------------------------------------------Terdapat sebuah luka lecet geser disertai memar dengan ukuran nol koma delapan sentimeter kali nol koma delapan sentimeter terletak pada nol sentimeter dari sumbu tengah lengan kiri dan empat koma dua sentimeter dari garis horizontal yang memotong siku ke atas.--------------------------------------3. Kaki Kiri : -------------------------------------------------------------------------a. Luka Memar Terdapat dua buah luka memar, berukuran lima koma lima sentimeter kali empat koma lima sentimeter terletak pada tiga sentimeter dari sumbu tengah kaki kiri depan dan enam belas sentimeter dari garis horizontal yang memotong lutut dan luka memar ukuran sembilan sentimeter kali dua sentimeter terletak pada lima sentimeter dari sumbu tengah tungkai kiri depan ke kanan dan enam sentimeter dari tumit ke atas. ---------------b. Luka lecet geser. -------------------------------------------------------------------Luka berukuran lima sentimeter kali tiga sentimeter terletak nol sentimeter dari sumbu tengah punggung kaki bawah kanan dan empat sentimeter dari tumit ke atas. -----------------------------------------------------4. Alat kelamin-----------------------------------------------------------------------------Dari alat kelamin keluar darah. -------------------------------------------------------III. Pemeriksaan Penunjang :-----------------------------------------------------------------Foto CT-Scan kepala :-----------------------------------------------------------------Tampak perdarahan di daerah otak di bagian depan bawah otak kiri dan otak kanan berukuran lima koma lima belas sentimeter kali dua koma lima puluh lima sentimeter dan terdapat patah tulang yang melesak ke dalam di bagian tulang tengkorak depan kiri.----------------------------------------------------------IV. Observasi Korban datang ke instalasi gawat darurat pada tanggal Delapan Belas Mei Dua Ribu Sebelas, kemudian di rawat di ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Ulin di Banjarmasin dan direncanakan akan dilakukan operasi bedah saraf.------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------KESIMPULAN--------------------------------------1. Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia dua puluh tahun-----------------------2. Terdapat adanya dua luka robek di atas alis sebelah kiri, memar pada kedua mata, keluarnya darah melalui hidung dan telinga, serta patah tulang rahang akibat persentuhan benda tumpul (II.1.a;II.1.b;II.1.c;II.1.d)------------------------------------19

3. Terdapat luka lecet geser pada kaki kiri akibat persentuhan benda tumpul (2)------4. Kelainan pada poin dua dan tiga tersebut merupakan tanda-tanda cedera kepala berat yang dapat menimbulkan kecacatan dan mengancam jiwa.-----------------------------------------------------------------PENUTUP------------------------------------------Demikian VISUM et REPERTUM ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah jabatan dan berdasarkan lembaran Negara No. 350 tahun 1937---------------------------------------------------------------------

Banjarmasin, 6 Juni 2011 Dokter yang memeriksa

dr. Rakhmat Setiawan NIP 19811129 200912 1 004

20

BAB IV PEMBAHASAN

Pada kasus ini, terjadi sebuah penganiayaan terhadap seorang laki-laki berusia 20 tahun. Laki-laki tersebut mengalami cedera kepala berat, patah tulang dan beberapa luka memar, serta luka lecet yang dapat menyebabkan kecacatan dan mengancam jiwa. Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 18 Mei 2011 pukul 20.00 WITA di ruang IGD RSUD Ulin Banjarmasin. Berdasarkan pemeriksaan terdapat luka lecet lecet tekan diatas alis sebelah kiri. Tepi luka nampak tidak beraturan dan membentuk jejas. Pada dasar luka berupa kulit dengan daerah luka tampak memar. Keadaan ini mengindikasikan sebuah luka yang disebabkan oleh benda tumpul. Berikut perbedaan luka trauma tajam dan tumpul. Pembeda bentuk luka tepi luka sudut luka jembatan jaringan folikel rambut terpotong dasar luka sekitar luka Tajam teratur Rata tajam tidak ada ya/tidak garis/titik Bersih Tumpul tidak tidak rata tumpul ada/tidak tidak tidak teratur bisa lecet/memar

21

Selanjutnya, terdapat bengkak dan memar pada kedua mata berwarna kebiruan, dari hidung dan telinga keluar darah, disertai dengan penurunan kesadaran. Hal ini terjadi akibat ruda paksa tumpul pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi serebral sementara. Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalu lintas. Pada pemeriksaan CT-scan didapatkan tampak perdarahan otak di bagian depan otak kiri dan otak kanan berukuran 5,15 cm x 2,55 cm dan terdapat patah tulang yang melesak kedalam dibagian tulang tengkorak depan kiri. Menurut klasifikasi pembagian trauma kapitis pada kasus ini termasuk fraktur basis cranii yang mengenai bagian anterior dan media hal ini berdasarkan gejala klinis yang ditimbulkan yaitu: adanya memar pada kedua mata yang membentuk kaca mata, adanya darah yang keluar dari hidung ( epistaksis/rhinore), memar sekitar telinga disertai dengan keluarnya darah dari telinga. Adapun pembagian cedera kepala lainnya yaitu: 1) cedera kepala ringan; skor GCS: 13-15, tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit, pasien mengeluh pusing dan sakit kepala, ada muntah, ada anemsia retrograd dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis. 2) cedera kepala sedang; skor GCS 9-12, ada pingsan lebih dari 10 menit, ada sakit kepala, muntah, kejang, dan anemsia retrogad, pemeriksaan neurologis terdapat kelumpuhan saraf dan anggota gerak. 3) cedera kepala berat; skor GCS <8, gejala serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat, terjadi penurunan kesadaran secara progresif,

22

adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas. Pada kasus initermasuk dalam cedera kepala berat. Derajat luka pada kasus ini termasuk dalam penganiayaan yang

mengakibatkan luka berat. Apabila penganiayaan tersebut mengakibatkan luka berat seperti yang disebut dalam pasal 90 KUHP, luka tersebut dinamakan luka derajat ketiga. Luka berat/luka derajat tiga menurut KUHP pasal 90 sebagai berikut15: 1. Luka atau penyakit yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut. 2. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian. 3. Kehilangan salah satu panca indera. 4. Mendapat cacat berat. 5. Menderita sakit lumpuh. 6. Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih. 7. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan. Cedera kepala pada korban tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali dan bisa menimbulkan bahaya maut. Korban juga tidak mampu terus menerus untuk menjalankan pekerjaan sebagai pedagang. Pada kasus ini korban menjalani perawatan di RSUD Ulin Banjarmasin di ruangan ICU dan direncanakan untuk operasi bedah saraf.

23

BAB V PENUTUP Berdasarkan analisis pada kasus ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Kekerasan yang terjadi pada korban akibat dari kekerasan mekanik persentuhan benda tumpul. 2. Kualifikasi luka tersebut termasuk luka berat/luka derajat tiga karena mengakibatkan cacat seumur hidup, halangan, dan tidak sempurna melakukan pekerjaan sebagai pedagang.

24

DAFTAR PUSTAKA 1. Dedi Afandi. Visum et Repertum Pada Korban Hidup. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan II FK UR, September 2008 2. Penggalih Mahardika Herlambang. Mekanisme Biomolekuler Luka Memar. Kepaniteraan klinik Forensik Dan Medikollegal FK UNS/RSUD DR Moeward Surakarta. 2008 3. Dedi Afandi. Visum et Repertum Perlukaan: Aspek Medikolegal dan Penentuan Derajat Luka. Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 4, April 2010 4. Yayan Akhyar Israr, Yance Warman, Rizki Kurniati, Apriani Dewi. Peranan Forensik Klinik Dalam Kasus Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Desember 2009 5. Munthe ER. Fenomena Kekerasan. http://www.gkps.or.id. Diakses tanggal 6 Juli 2012. 6. Budiyanto AW, Siswandi S, Winarno T. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK UI. 1997. 7. Abdussalam HR. Forensik. Jakarta: Restu Agung, 2006. 8. Anonymous. Roman Forensik Edisi 29. Bagian Kedokteran Forensik. Banjarbaru: FK Unlam. 2012. 9. Knight BS. Forensic Medicine. 11th edition. New York: Arnold, 1996. 10. Listiono L D. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara, edisi III; Cedera Kepala Bab 6. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 11. Thai T J G K. Helmet protection against basilar skull fracture. Biomechanical of basilar skull fracture. On ATSB Research and analysis report road safety research grant report 2007-03. Australia 2007. 12. Qureshi N H, Harsh G, Nosko M G , Talavera F, Wyler A R, Zamboni P. Skull fracture. On emedicine health 2009. Available http://emedicine.medscape.com diakses tanggal 6 Juli 2012 13. American College of Surgeon Committe on Trauma. Cedera kepala. Dalam: Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia,

penerjemah. Edisi 7. Komisi trauma IKABI; 2004. 168-193. 14. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning System LLC;2003. 15. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997.

Anda mungkin juga menyukai