Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma saat ini merupakan penyebab kematian paling sering di empat dekade
pertama kehidupan dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama
di setiap negara (Gad, 2012). Data WHO (World Health Organization)
menyebutkan sebanyak 5,6 juta orang meninggal dan sekitar 1,3 juta orang
mengalami cacat fisik akibat kecelakaan lalu lintas di seluruh dunia selama tahun
2011. Data dari Kepolisian Republik Indonesia tahun 2010 menyebutkan pada
tahun 2009 terjadi 57.726 kasus kecelakaan di jalan raya dengan korban terbanyak
berusia 15-55 tahun.
Sebagai penyebab utama kematian dan kecacatan, trauma telah menjadi
masalah kesehatan dan social yang signifikan. Multi trauma adalah Keadaan yang
di sebabkan oleh luka atau cedera defenisi ini memberikaan gambaran superficial
dari respon fisik terhadap cedera, trauma juga mempunyai dampak psikologis dan
social. Pada kenyataannya trauma adalah kejadian yang bersifat holistic dan dapat
menyebabkan hilangnya produktif seseorang. Berdasarkan mekanismenya,
terdapat trauma tumpul yang biasanya disebabkan karena kecelakaan kendaraan
bermotor dan trauma tajam biasanya disebabkan karena tusukan, tikaman atau
tembakan senapan. Trauma yang terjadi seringkali melibatkan beberapa regio
tubuh. Pada multipel trauma, sering terjadi perdarahan yang akan mengakibatkan
kematian (Sauaia, 1995). Selain itu, pada multipel trauma juga terjadi keadaan
hipoperfusi dan asidosis serta koagulopati yang juga akan meningkatkan mortalitas
pasien multipel trauma (Brohi, 2007).
Luka akibat trauma benda tumpul adalah kerusakan jaringan yang disebabkan
oleh benda atau alat yang tidak bermata tajam, konsistensi keras atau kenyal, dan
permukaan halus atau kasar. Cara kejadian trauma benda tumpul lebih sering
disebabkan karena kecelakaan atau penganiayaan, jarang karena bunuh diri (Satyo,
2006).

1
Berdasarkan data otopsi di Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum
dr. Saiful Anwar Malang dari bulan Januari 2012 hingga Desember 2012
menunjukkan data korban mati akibat trauma benda tumpul sebagian besar
disebabkan karena kecelakaan lalu lintas. Dari total 492 kasus kematian yang
diotopsi, sebanyak 408 kasus merupakan kecelakaan lalu lintas. Sebagian besar
kecelakaan lalu lintas merupakan kecelakaan sepeda motor, pejalan kaki, dan sisa
nya bus, truk, dan kereta api.
Jenis luka yang ditimbulkan akibat trauma benda tumpul yang sering dijumpai
dalam kasus kecelakaan lalu lintas antara lain luka memar, luka babras, luka robek
dengan tepi tidak rata, serta patah tulang. Bagian tubuh yang paling banyak
terkena adalah kepala dan anggota gerak atas dan bawah. Luka-luka tersebut dapat
menyebabkan dampak kerusakan jaringan maupun organ bervariasi mulai dari
ringan hingga berat, bahkan lebih parah yaitu kematian. Sebab kematian terjadi
karena kerusakan organ vital atau perdarahan yang banyak (Vincent dan
Dominick, 2001).
Luka trauma benda tumpul yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas merupakan
akibat dari benda yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak
dan orang bergerak ke arah benda yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal
kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit dipastikan.
Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut
terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme tersebut. Oleh karena itu, pada
referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai deskripsi luka trauma benda tumpul,
mekanisme luka akibat trauma benda tumpul, serta aspek medikolegal yang
diharapkan dapat membantu dalam proses pemeriksaan untuk kepentingan di
bidang kedokteran forensik.
Penanganan secara sistematis sangat penting dalam penatalaksanaan pasien
dengan trauma. Perawatan penting yang menjadi prioritas adalah mempertahankan
jalan napas, memastikan pertukaran udara secara efektif, dan mengontrol
pendarahan.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi luka dan trauma?
2. Apa etiologi ?
3. Apa klasifikasi luka trauma?
4. Apa perbedaan luka trauma benda tumpul dan benda tajam?
5. Bagaimana pembagian derajat luka?
6. Bagaimana penatalaksanaan?
7. Bagaimana komplikasi?
8. Bagaimana asuhan keperawatan?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari luka dan trauma
2. Mengetahui etiologi
3. Mengetahui klasifikasi luka trauma
4. Mengetahui perbedaan luka trauma benda tumpul dan benda tajam
5. Mengetahui pembagian derajat luka
6. Mengetahui penatalaksanaan
7. Mengetahui komplikasi
8. Mengetahui asuhan keperawatan

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
1. Luka
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, 1997).
Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau
organ tubuh lain (Kozier, 1995). Luka adalah terputusnya kontinuitas atau
hubungan anatomis jaringan sebagai akibat dari ruda paksa. Luka dapat
merupakan luka yang disengaja dibuat untuk tujuan tertentu, seperti insisi pada
operasi atau luka akibat trauma seperti luka akibat kecelakaan (Hunt, 2003;
Mam, 2001).

2. Trauma
Trauma Dalam istilah kesehatan, “trauma” adalah cedera yang parah dan
sering membahayakan jiwa yang terjadi ketika seluruh atau suatu bagian
tubuh terkena pukulan benda tumpul atau tiba-tiba terbentur. Jenis cedera
yang seperti ini berbahaya karena tubuh dapat mengalami shock sistemik,
dan organ vital dapat berhenti bekerja secara cepat. Oleh karena itu,
penolongan secara medis tidak hanya dibutuhkan, namun juga harus cepat
diberikan agar dapat meningkatkan kemungkinan pasien selamat dari
trauma.

B. Etiologi
Beberapa penyebab yang paling umum adalah:
1. Terjatuh
2. Kecelakaan
3. Trauma akibat benda tumpul pada kepala atau bagian tubuh lainnya
4. Luka bakar

4
5. Luka tusuk

C. Klasifikasi luka trauma


Secara umum, luka atau cedera dibagi kepada berapa klasifikasi menurut
penyebabnya yaitu, trauma benda tumpul, trauma benda tajam, luka tembak, jenis
luka akibat suhu/temperatur,dan luka akibat trauma listrik (Vicent dan Domiick,
2001). Pembagian jenis luka dibagi berdasarkan jenis benda yang menyebabkan
kekerasan:
1. Jenis luka akibat kekerasan benda tumpul.
Luka akibat trauma benda tumpul adalah kerusakan jaringan yang
disebabkan oleh benda atau alat yang tidak bermata tajam, konsistensi keras
atau kenyal, dan permukaan halus atau kasar. Cara kejadian trauma benda
tumpul lebih sering disebabkan karena kecelakaan atau penganiayaan, jarang
karena bunuh diri (Satyo,2006).
Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi,
sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain.
Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2 sebab yaitu alat atau senjata yang
mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain orang
bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak.
Luka akibat trauma benda tumpul dapat berupa salah satu atau kombinasi
dari luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.
Derajat luka, perluasan luka, serta penampakan dari luka yang disebabkan
oleh trauma benda tumpul bergantung kepada :
a. Kekuatan dari benda yang mengenai tubuh
b. Waktu dari benda yang mengenai tubuh
c. Bagian tubuh yang terkena
d. Perluasan terhadap bagian tubuh yang terkena
e. Jenis benda yang mengenai tubuh

5
Organ atau jaringan tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan
yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimblkan berbagai tipe
luka. Luka akibat trauma benda tumpul dibagi menurut beberapa kategori
(Vincent dan Dominick, 2001).
a. Luka lecet (abrassio)
Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh tebatas hanya
pada lapisan kuli epidermis. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan
epidermis pembuluh darah padat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah
dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda
yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah dimana epidermis
bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang
menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya (Vincent dan
Dominick, 2001).
Karakteristik luka lecet:
 Sebagian/seluruh epitel hilang terbatas pada lapisan epidermis.
 Di sebabkan oleh pergeseran dengan benda keras dengan permukaan
kasar dan tumpul.
 Permukaan tertutup exudasi yang akan engering (krusta).
 Tibul reaksi radang (Sel PMN).
 Sembuh dalam 1-2 minggu dan biasanya pada penyembuhan meningalkan
jaringan parut.
Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang
mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata
telanjang perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik.
Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini
(beberapa jam sebelumnya), baru terjadi (beberapa jam sebelumnya sampai
beberapa hari), beberapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi.
Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas (Idries,2008).
Memperkirakan umur luka lecet:

6
 Hari ke 1-3 : warna coklat kemerahan
 Hari ke 4-6: warna pelan-pelan menjadi glap dan lebih suram
 Hari ke 7-14: pembentukan epidermis baru
 Beberapa minggu: terjadinya penyembuhan lengkap

b. Luka memar (kantusio)


Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat
menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya.
Kontusio adalah salah satu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah
dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan
pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul (Vincent
dan Dominick,2001).
Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi
pada daerah dimana jaringan longgar, seperti didaerah mata, leher, atau pada
orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak seringkali tidak
sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas, dan adanya

7
jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya “memar” ke daerah
yang lebih rendah, berdasarkan gravitasi.
Mula-mula pembengkakan timbul warna merah kebiruan lalu warnanya
berubah menjadi biru kehitaman pada hari ke-1 sampai hari ke-3. Setelah itu
warnanya berubah menjadi biru kehijauan kemudian coklat. Warna
menghilang pada minggu pertama sampai minggu ke-4.
Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya
penurunan darah dalam sirkulasi yang di sebabkan memar yang luas dan
masif sehingga dapat menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan
kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang
akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat
menyebabkan ganggren dan kematian jaringan dengan kerusakan atau
ketidaan airan darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah
sehingga kuman anerob dapat hidup, kuman tersering adalah golongan
clostridium yang dapat memperduksi gas gangrene.
Memperkirakan umur luka memar:
 Hari ke 1: terjadinya pembengkakan, warna merah kebiruan
 Hari ke 2-3: warna biru kehitaman
 Hari ke 4-6: biru kehijauna-coklat
 >1minggu-4minggu: menghilang / sembuh

8
c. Luka robek (laceration)
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan
kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari
pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan
pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang
permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan
jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah
kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet
yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang
mengalami indentasi (Vincent dan Dominick, 2001).
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan
dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan
jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi
dengan luka oleh benda tajam (Shkrum dan Ramsay, 2007).
Laserasi dapat menyebabkan pendarahan hebat. Subuah laserasi kecil
tanpa adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila
pndarahan terjadi terus menerus. Laserasi juga dapat terjadi pada organ
akibat dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperti pada ronga jantung,
aorta, hati, dan limpa.

9
2. Jenis luka akibat
benda tajam,
yaitu:
Trauma benda
tajam adalah
bentuk luka yang
mudah dikenali
karena berciri
seperti garis batas luka yang teratur, tepinya rata, sudut lukanya tajam, tidak
adanya jembatan jaringan, tebing luka rata, bila ditautkan akan menjadi rapat
karena benda tersebut hanya memisahkan tidak menghilangkan jaringan dan
membentuk garis lurus atau melengkung, serta daerah di sekitar garis batas luka
tidak ada memar atau luka lecet. Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka
dengan sifat luka seperti ini adalah benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa
garis maupun benda dengan ujung yang runcing, contohnya bervariasi dari alat-
alat seperti pisau, golok, dan sebagainya hingga keping kaca, gelas, logam,
bahkan tepi kertas ataupun rumput.
Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun tetap harus
dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan, tetapi pada umumnya karena
suatu peristiwa pembunuhan atau peristiwa bunuh diri. Luka yang disebabkan
oleh benda yang berujung runcing dan bermata tajam dibagi menjadi beberapa
kategori, yaitu luka tusuk, luka iris, luka bacok.

a. Luka iris / luka sayat (incised wound)


Luka iris merupakan luka yang terjadi jika benda tajam yang mengenai
tubuh hampir sejajar dengan permukaan tubuh. Luka iris dapat ditandai

10
dengan panjang luka lebih besar dari dalamnya, tepi rata, disekitar luka
umumnya tidak ditemukan memar dan luka lecet, dinding luka tidak terdapat
jembatan jaringan, dan sudut luka runcing.
Jenis luka ini umumnya lebih sering ditemukan pada kecelakaan dan
bunuh diri. Bila luka mengenai pembuluh darah besar, maka kematian
korban dapat disebabkan oleh perdarahan atau masuknya udara kedalam
pembuluh darah (emboli darah).
Pada bunuh diri sering ditemukan luka-luka sayat yang khas yang disebut
luka sayat percobaan. Lokasi luka percobaan hampir selalu pada lengan-
pergelangan tangan atau leher merupakan irisan-irisan yang berkelompok
dengan arah yang hampir sejajar.
Ciri luka sayat:
1. Pinggir luka rata
2. luka tajam
3. Rambut ikut terpotong
4. Biasanya mngenai kulit, otot, pembulu darah, tidak sampai tulang

b. Luka tusuk (stab wound)

11
Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau
korban yang terjatuh diatas benda tajam. Bila pisau yang digunakan bermata
satu, maka salah satu sudut akan tajam, sedang sisi lainnya tumpul atau
hancur. Jika pisau bermata dua, maka kedua sudutnya tajam.
Deskripsi luka tusuk pada umumnya sama dengan diskripsi luka tusuk
pada umumnya sama dengan deskripsi luka lainnya yaitu berdasarkan
jumlah, letak, bentuk, ukuran dan sifat.
Bentuk luka tusuk tidak sepenuhnya tergantuk bentuk senjata. Jaringan
elatis dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek yang sesuai
dengan bentuk senjata. Harus dipahami bahwa jaringan elastis berbentuk
garis lengkung pada seluruh area tubuh, sehingga jika ditusuk tegak lurus
garis tersebut, maka lukanya akan lebar dan pendek. Sedangkan bila ditusuk
parallel dengan garis tersebut, luka yang terjadi sempit dan panjang.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah
satunya adalah reaksi korban saat ditusuk atau pisau keluar, dimana hal
tersebut dapat menyebabkan lukanya menjadi tidak begitu khas. Manipulasi
yang dilakukan pada saat penusukan, juga akan mempengaruhi bentuk luka
tusuk, misalnya:
a. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian dan kemudian
ditusukan kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut
luka tidak sesuai dengan gambaran biasanya
a. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarah ke salah satu
sudut, sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka
pada permukaan kulit seperti ekor.
b. Tusukan masuk kemudian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain
menyebabkan saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat
juga lebih luas dibandingkan dengan lebar senjata yang digunakan.
c. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan menggunakan titik
terdalam sebagai landasan menyebabkan saluran luka sempit pada titik

12
terdalam dan terlebar pada bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih
besar dibandingkan lebar senjata yang digunakan.
d. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka
berbentuk ireguler dan besar. Jika senjata digunakan dengan kekuatan
tambahan, dapat ditemukan kontusio minimal pada luka tusuk tersebut.
Hal ini juga dapat diindikasikan adanya pukulan.
Panjang saluran luka dapat mengindikasikan panjang minimum dari
senjata yang digunakan. Harus diingat bahwa posisi tubuh korban saat
ditusuk berbeda dengan saat autopsi. Memanipulasi tubuh sesuai dengan
posisi saat ditusuk sulit dilakukan atau bahkan tidak mungkin mengingat
berat dan adanya kaku mayat. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah
adanya kompresi dari beberapa anggota tubuh pada saat penusukkan.
Pemeriksa yang sudah berpengalaman biasanya ragu-ragu untuk menentukan
jenis senjata yang digunakan.
Pisau yang ditusukan pada dinding dada dengan kekuatan tertentu akan
mengenai tulang rawan dada, tulang iga, dan bahkan sternum. Karakteristik
senjata paling baik dilihat melalui trauma pada tulang. Biasanya senjata yang
tidak begitu kuat dapat rusak atau patah pada ujungnya yang akan tertancap
pada tulang. Sehingga dapat dicocokkan, ujung pisau yang tertancap pada
tulang dengan pasangannya.
Karakteristik luka tusuk, dapat menerangkan tentang:
1) Dimensi senjata
2) Tipe senjata
3) Kelancipan senjata
4) Gerakan pisau pada luka
5) Arah luka
6) Banyaknya tenaga yang digunakan
Ciri luka tusuk (misalnya senjata pisau/bayonet)
1) Tepi luka rata

13
2) Dalam luka lebih besar dari panjang luka
3) Sisi tumpul pisau menyebabkan sudut luka kurang tajam
4) Sering ada memar / echymosis di sekitarnya

c. Luka bacok (choip wound)


Luka akibat benda tajam dapat pula disebabkan oleh benda tajam yang
ukurannya besar dan berat, seperti luka akibat golok, kapak, sabit dan celurit.
Luka yang disebabkan benda atau senjata yang ukurannya besar akan lebih
hebat dan berat, disebut sebagai luka bacok. Pada dasarnya terletak pada
bagaimana senjata atau benda tajam tersebut mengenai tubuh, yaitu tepi
tajam yang pertama kali mengenai tubuh serta tenaga yang dipakai
sedemikian besarnya.
Bila pada pisau digerakkan menusuk dengan ujung pisau, faktor yang
paling penting diperhatikan adalah faktor tenaga atau kekuatan yang disertai
serta faktor ketajaman bagian benda tajam yang mengenai tubuh. Pada
senjata seperti celurit, maka luka akan diperberat dengan adanya gerakan
untuk menarik clurit dari tubuh korban, selain faktor gerakan dari korban
sendiri.
Istilah ‘dibacokkan’ mengandung pengertian bahwa senjata yang
digunakan adalah senjata tajam yang ukurannya relatif besar dan diayunkan
dengan tenaga yang kuat sehingga mata tajam dari senjata tersebut mengenai
suatu bagian dari tubuh. Tulang-tulang di bawahnya biasanya berfungsi
sebagai bantalan sehingga ikut menderita luka.

14
Makin tajam instrumen makin tajam pula tepi luka. Sebagaimana luka
lecet yang dibuat oleh instrumen tajam yang lebih kecil, luka akibat
penapisan dapat terjadi pada tempat dimana bacokan dibuat. Abrasi lanjutan
dapat ditemukan pada sisi di seberang tempat penapisan, yang disebabkan
oleh hapusan bilah yang pipih. Pada instrumen pembacok yang diarahkan
pada kepala, sudut besaran bilah terkadang dapat dinilai dari bentuk patahan
tulang tengkorak. Sisi pipih bilah bias meninggalkan cekungan pada salah
satu sisi patahan, sementara sisi yang lain dapat tajam atau menipis.
Berat senjata penting untuk menilai kemampuannya memotong hingga
tulang di bawah luka yang dibuatnya. Ketebalan tulang tengkorak dapat
dikalahkan dengan menggunakan instrument yang lebih berat. Ketebalan
tulang tengkorak dapat dikalahkan dengan menggunakan instrument yang
lebih berat. Perlu dicatat kemungkinan dilakukannya pemelintiran setelah
terjadi bacokan dan dalam upaya melepaskan senjata. Gerakan tersebut, jika
dilakukan dengan tekanan dapat mengakibatkan pergeseran tulang,
umumnya di dekat kaki-kaki luka bacok.
Terdapat dua tipe luka yang dapat disebabkan oleh instrumen tajam baik
dengan benda atau senjata tajam yang dapat dikenal dengan baik dan
memiliki ciri yang dapat dikenali dari aksi korban. Yang pertama merupakan
“tanda percobaan”, yaitu insisi dangkal yang dibuat sebelum luka yang fatal
oleh individu yang berencana bunuh diri. Luka percobaan tersebut seringkali
terletak parallel dan terletak dekat dengan luka dalam di daerah pergelangan
tangan atau leher. Meskipun jarang sekali dilaporkan, luka bacok superfisial
ini di kepala dapat terjadi sebelum ayunan yang keras dan menyebabkan
kehilangan kesadaran dan/ atau kematian. Bentuk lainnya merupakan “luka
perawatan” yang dapat ditemukan di jari-jari, tangan, dan lengan bawah
(jarang di tempat lain) dari korban sebagaimana ia berusaha melindungi diri
dari ayunan senjata, contohnya dengan menggenggam bilah dari instrument
tajam.

15
Luka-luka yang merupakan luka bacok (chop wound) memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Ciri-ciri umum luka akibat benda tajam
b. Ukuran luka besar dan menganga
c. Panjang luka kurang lebih sama dengan dalam luka
d. Biasanya tulang-tulang dibawahnya ikut menderita luka
e. Jika senjata yang digunakan tidak begitu tajam maka di sekitar garis batas
luka terdapat memar.
Kematian pada luka bacok biasanya terjadi pada kasus pembunuhan dan
kecelakaan. Sebab kematian pada luka bacok, yaitu perdarahan, rusaknya
organ vital, emboli udara, infeksi dan sepsis, dan refleks vagal pada luka
bacok di daerah leher.

D. Perbadaan luka trauma benda tumpul dan benda tajam


Benda tumpul Benda tajam
Bentuk garis batas luka tidak teratur dan Garis batas luka tegas
tepi luka tidak rata

16
Bila ditautkan tidak dapat rapat (karena Bila ditautkan membentuk garis
sebagian jaringan hancur) lurus
Tebing luka tidak rata dan terdapat Tebing luka rata, tidak ada
jembatan jaringan jembatan jaringan
Disekitar garis batas luka ditemukan memar Biasa tidak ditemukan memar
Lokasi luka lebih mudah terjadi pada Bentuk luka bergantung dari cara
daerah yang dekat tulang (misalnya daerah benda tajam tersebut mengenai
kepala, muka dan ekstremitras) dan bentuk sasaran
luka tidak menggambarkan bentuk dari
benda penyebabnya.

E. Pembagian darajat luka


Jika dari sudut medik, luka merupakan kerusakan jaringan (baik disertai atau
tidak disertai diskontinuitas permukaan kulit) akibat trauma. Bila ditinjau dari
sudut hukum, luka merupakan kelainan yang disebabkan oleh suatu tindak pidana,
baik yang bersifat intentional (sengaja), recklessness (ceroboh), atau negligence
(kurang hati-hati). Untuk menentukan berat ringannya hukuman perlu ditentukan
lebih dahulu berat ringannya luka. Kebijakan hukum pidana di dalam penentuan
berat ringannya luka tersebut didasarkan atas pengaruhnya terhadap kesehatan
jasmani, kesehatan rohani, kelangsungan hidup janin dalam kandungan, estetika
jasmani, pekerjaan/jabatan atau pekerjaan mata pencaharian, serta fungsi alat
indera.
1. Luka Ringan
Luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan
pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencahariannya.
2. Luka Sedang

17
Luka yang dapat menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan
pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencahariannya untuk sementara waktu
(sementara waktu harus dinyatakan beberapa hari atau bulan).
3. Luka Berat
a. Penyakit atau luka yang tak dapat diharapkan sembuh dengan sempurna
b. Luka yang datang mendatangkan bahaya maut
c. Rintangan tetap menjalan pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata
pencahariannya.
d. Kehilangan salah satu dari panca indera
e. Cacat besar atau kudung
f. Mengakibatkan kelumpuhan
g. Mengakibatkan gangguan daya pikir empat minggu lamanya atau lebih
h. Mengakibatkan keguguran atau matinya janin dalam kandungan

F. Penatalaksanaan
Cara penanganan luka tergantung pada jenis dan tingkat keparahan luka yang
dialami penderita baik itu luka akibat benda tumpul ataupun benda tajam. Berikut
cara untuk menangani luka akibat benda tumpul dan benda tajam:
a. Trauma Benda Tumpul
1. Penanganan Luka Lecet
Cara penaganan Luka lecet yaitu bersihkan area sekitar dari debu dan
kotoran, kemudian beri antiseptik secukupnya, Pasang pembalut jika lukanya
agak parah, fungsinya biar tidak mudah masuk debu dan kuman pada area
yang luka, jangan lupa ganti pembalut sehari sekali agar tetap bersih dan
mempercepat proses penyembuhan, jika lecetnya kecil berikan antiseptik
biasa tanpa harus dikasih pembalut, ingat pembalutnya juga jangan ketebalan
bisa menyebabkan panas yang bisa memperparah kondisi.
2. Cara penanganan Luka Memar

18
Cara penanganan Luka memar yaitu Atur posisi yang sesuai, kemudian
kompreslah area sekitar luka memar / lebam dengan menggunakan air
hangat. Sebelum di kompres pastikan dulu airnya jangan terlalu panas.
3. Cara penanganan Luka Robek
Cara penanganan luka robek yaitu Hal pertama yang harus anda lakukan
adalah menghentikan pendarahan dengan cara ditekan daerah yang luka,
kemudian bersihkan daerah sekitar dari pecahan penyebab benda-benda
penyebab luka, lalu beri anti septip, atau bisa langsung dibawa kerumah sakit
karena luka robek memang membutuhkan perawatan ekstra karena tepi-tepi
luka robekan harus disatukan kembali dengan cara di jahit.
b. Trauma Benda Tajam
1. Luka Tusuk (stab wound)
Cara penanganan : Hal pertama ketika melihat pasien luka tusuk adalah
jangan asal menarik benda yang menusuk, karena bisa mengakibatkan
perlukaan tempat lain ataupun mengenai pembuluh darah. Bila benda yang
menusuk sudah dicabut, maka yang harus kita lakukan adalah membersihkan
luka dengan cara menggunakan H2O2, kemudian didesinfektan. Lubang
luka ditutup menggunakan kasa, namun dimodifikasi sehingga ada aliran
udara yang terjadi.
2. Luka Sayat/Iris (incised wound)
Cara penanganan : yang perlu dilakukan adalah membersihkan dan
memberikan desinfektan.
3. Luka Bacok (choip wound)
Cara Penanganan :Perhatikan kondisi luka tersebut. Jika luka cukup
membuat pendarahan yang hebat, segera cari tali atau kain panjang untuk
menghentikan pendarahan yang lebih serius. Caranya ialah dengan mengikat
tali atau kain panjang di atas luka.Kemudian, setelah itu bersihkan luka
dengan baik.Kemudian segera oleskan antiseptic jika luka sudah dirasa
cukup bersih.Jika luka bersifat terbuka dan besar, tutup dengan kain kasa.

19
G. Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka adalah respon tubuh terhadap kerusakan jaringan
atau organ serta salah satu usaha pengembalian kondisi homeostasis sehingga
mencapai kestabilan fisiologis jaringan atau organ yang pada kulit ditandai dengan
terbentuknya epitel fungsional yang menutupi luka. Penyembuhan luka optimal
terjadi pada lingkungan yang lembap (tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering).
Proses penyembuhan luka terdiri dari tiga fase tanpa memandang penyebabnya, yaitu
fase inflamasi, fase poliferasi, dan fase maturasi.
Fase inflamasi adalah fase pertama dalam proses penyembuhan luka yang
terjadi sesaat setelah terjadinya luka. Pada saat cedera segera terjadi vasokontriksi,
hal ini merupakan cara tubuh untuk mengontrol perdarahan. Setelah terjadi
vasokontriksi, trombosit berkumpul ditempat tersebut dan menumpuk fibrin untuk
membentuk bekuan. Vasokontriksi menahan luka untuk merapat dan trombosit
dengan formasi bekuan fibrinnya pada intinya “menyumbat lubang”. Fagositosis juga
terjadi selama fase inflamasi. Fagositosis adalah pelepasan makrofag di tempat cedera
untuk menghancurkan setiap bakteri yang mungin ada dan untuk menghilangkan
debris selular luka. Hal ini merupakan cara tubuh untuk menyediakan lingkungan
optimal guna penyembuhan luka (dasar luka yang bersih). Pada saat ini faktor
pertumbuhan juga ada ditempat cedera. Secara keseluruhan, fase inflamasi
deiperkirakan berlangsung antara 4 sampai 6 hari. Pengkajian luka secara visual
selama fase inflamasi memperlihatkan luka dengan eritema, edema dan nyeri.
Fase kedua penyembuhan luka adalah fase poliferasi. Faktor pertumbuhan
menstimulasi fibroblas untuk menghasilkan kolagen. Kolagen, bersamaan dengan
pembuluh darah yang baru dan jaringan ikat, menghasilkan jaringan granulasi.
Pengkajian luka secara visual pada fase ini memperlihatkan luka yang berwarna
kemerahan seperti daging dan mengkilap dengan permukaan yang kasar dan tidak
teratur. Penampakan jaringan granulasi dengan cepat mendorong tepi luka untuk
merapat. Penarikan tepi luka mengurangi luka. Langkah terakhir dalam fase poliferasi

20
adalah epitelisasi atau reepitalisasi. Epitelisasi menghasilkan sebuah jaringan parut.
Fase poliferasi diperkirakan selamas 4 sampai 24 hari.
Fase terakhir dari proses penyembuhan luka adalah fase maturasi. Selama
fase maturasi, serat kolagen mengalami remodeling. Tujuannya adalah meningkatkan
daya renggang jaringan parut. Diperkirakan bahwa hanya sekitar 70% sampai 80%
kekuatan alami kulit yang dipertahankan saat luka telah sembuh. Luka basah atau
kering akan mempengaruhi fase penyembuhan luka menjadi cepat atau lambat. Hal
ini dapat mempengaruhi kualitas akhir jaringan parut berkenan dengan integritas
anatomis dan fungsional serta daya regang.

H. Komplikasi
1. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi
serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
3. Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
4. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.

21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a) Pengkajian primer (Primary Survey)
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di
lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat. Apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera
ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi, jika
korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1) Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas
menggunakan teknik ’head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala
dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat
mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah
atau benda asing lainnya.
2) Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan
untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).
3) Circulation, dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan
korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat
dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera.
4) Disability: Penilaian Kesadaran menggunakan Metode AVPUP
A: Alert
V: respon terhadap rangsang Vokal
P: respon terhadap rangsang Pain
U: Unresponsif
P: ukuran dan reaksi Pupil

22
Catatan: GCS lebihdetil namun termasuk pada secondary survey;
kecuali jika akan melakukan intubasi maka pemeriksaan GCS harus
dilakukan lebih dulu.
5) Exposure (Head To Toe)
 Di rumah sakit seluruh pakaian penderita harus dibuka untuk
evaluasi kelainan atau injury secara cepat pada tubuh penderita.
Mulai dari kepala sampai kaki
 Pada abdomen: Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya,
cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru, benjolan dll.
Lakukan Log roll saat exposure tubuh bagian belakang apabila
pada primary survey dicurigai adanya perdarahan dari belakang
tubuh untuk mengetahui sumber perdarahan.
 Colok semua lubang (tubes and fingers in every orifice)
 Setelah pakaian dibuka perhatikan injury / jejas pada tubuh
penderita dan harus dipasang selimut agar penderita tidak
kedinginan. Harus dipakaikan selimut yang hangat, ruangan cukup
hangat dan diberikan cairan intravena yang sudah dihangatkan.
6) Folley Cateter
Pemakaian kateter urine harus dipertimbangkan. Jangan lupa
mengambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutin. Produksi
urin merupakan indikator yang peka untuk menilai keadaan
hemodinamik penderita. Urine dewasa ½ /kg/kgBB, anak-anak 1
cc/KgBB/jam dan bayi 2 cc/KgBB/jam. Kateter urine jangan
digunakan apabila ada dugaan terjadinya ruptur uretra. Ruptur uretra
ditandai dengan adanya darah dilubang uretra bagian luar (OUE /
Orifisium Uretra External), adanya hematom di skrotum dan pada
colok dubur prostat terletak tinggi / tidak teraba.

23
7) Gastric Tube
Kateter lambung dipakai untuk mengurangi distensi lambung dan
mencegah muntah. Apabila lamina fibrosa patah (fraktur basis kranii 
anterior), kateter lambung harus dipasang melalui mulut untuk
mencegah masuknya NGT dalam rongga otak.
8) Heart Monitor
 Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada ABC penderita.
 Airway seharusnya sudah diatasi
 Breathing: pemantauan laju nafas (sekaligus pemantauan airway)
dan bila ada pulse oximetry.
 Circulation: nadi, tekanan nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan
jumlah urine setiap jam. Apabila ada sebaiknya terpasang monitor
EKG.
 Disability: nilai tingkat kesadaran penderita dan adakah perubahan
pupil.

b) Secodary Survey
 Evaluasi keseluruhan termasuk tanda vital, BP, nadi, respirasi dan
temperature
 Dilakukan setelah primary survey, resusitasi, dan pemeriksaan ABC.
 Dapat disingkat menjadi ‘tubes and fingers in every orifice’
 Dimulai dengan anamnesa AMPLE :

A Alergi
M Medikasi yang dikonsumsi baru-baru ini
P Past illness (RPD)
L Last meal (makan terakhir)
E Event/environment yang terkait injury

24
1. Dapatkan riwayat mekanisme cedera; kekuatan tusukan/tembakan;
kekuatan tumpul (pukulan)
2. Metode cedera
3. Waktu awitan gejala
4. Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita
ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe
restrain yang digunakan.

c) Anamnesa
1. Biodata
2. Keluhan Utama
 Keluhan yang dirasakan sakit.
 Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya.
3. Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
 Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.
 Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana
posisinya saat jatuh.
 Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
 Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana
sifatnya pada quadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit
sekali.
4. Riwayat Penyakit yang lalu
 Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan
jiwa.
 Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus
dan gangguan faal hemostasis.
5. Riwayat psikososial spiritual
 Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.
 Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.

25
 Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).
B. Pemeriksaan Fisik
1. Sistim Pernapasan
 Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada
dada serta jalan napasnya.
 Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan
pernapasan tertinggal.
 Pada perkusi adakah suara hipersonor dan pekak.
 Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
2. Sistim cardivaskuler (B2 = blead)
 Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari
daerah abdominal dan adakah anemis.
 Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan
bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah
denyut jantung paradoks.
3. Sistim Neurologis (B3 = Brain)
 Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di
kepala.
 Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak
 Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS)
4. Sistim Gatrointestinal (B4 = bowel)
 Pada inspeksi: Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar,
Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam
cavum abdomen, Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak,
Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa,
kemungkinan adanya abdomen iritasi.

26
 Pada palpasi: Adakah spasme / defance mascular dan abdomen,
Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa, Kalau ada vulnus
sebatas mana kedalamannya.
 Pada perkusi: Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana,
Kemungkinan – kemungkinan adanya cairan / udara bebas dalam
cavum abdomen.
 Pada Auskultasi: Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan
dari bising usus atau menghilang.
 Pada rectal toucher: Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung
tangan, Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.
a. Auskultasi: Harus sabar dan teliti
 Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar
sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah
tanda awal keterlibatan intraperitoneal; jika ada tanda iritasi
peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan
kedalam rongga abdomen).
 Borboryghmi, metalic sound pada ileus mekanik
 Silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik.
b. Palpasi
 Diperhatikan adanya distensi abdomen, defans muskuler, sakit
tekan titik McBurney, iliopsoas sign, obturator sign, rovsing
sign, rebound tenderness.
 Rectal toucher: untuk menduga kausa ileus mekanik, invaginasi,
tumor, appendikuler infiltrate.
 pemeriksaan vaginal  
c. Perkusi
Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra abdominal.

27
5. Sistim Urologi ( B5 = bladder)
 Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah
distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine
dan warnanya.
 Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya
distensi.
 Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
6. Sistim Tulang dan Otot ( B6 = Bone )
 Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama
daerah pelvis.
 Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.
7. Pemeriksaan Penunjang :
1. Radiologi :
 Foto BOF (Buick Oversic Foto)
 Bila perlu thoraks foto.
 USG (Ultrasonografi)
2. Laboratorium :
 Darah lengkap dan sample darah (untuk transfusi)
Disini terpenting Hb serial ½ jam sekali sebanyak 3 kali.
 Urine lengkap (terutama ery dalam urine)
3. Elektro Kardiogram
 Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien usia lebih 40 tahun.

28
C. Diagnosa Keperawatan
Adapun masalah perawatan yang actual maupun potensial pada
penderita pre operasi trauma adalah sebagai berikut:
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan kurang terpapar
informasi tentang faktor pemberat (trauma) d.d akral teraba dingin, nadi
perifer menurun atau tidak teraba, pengisian kapiler >3 detik
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma) d.d tampak
meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat

D. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Perfusi perifer Tujuan : 1. Kaji dan monitoring kondisi
tidak efektif  Tidak terjadi / pasien termasuk Airway,
berhubungan mempertahankan perfusi Breathing dan Circulation serta
dengan kurang jaringan dalam kondisi kontrol adanya perdarahan.
terpapar informasi normal. 2. Lakukan pemeriksaan
tentang faktor Kriteria hasil : Glasgow Coma scale (GCS)
pemberat (trauma)  Status haemodinamik dan pupil.
d.d akral teraba dalam kondisi normal 3. Observasi tanda – tanda vital
dingin, nadi perifer dan stabil. setiap 15 menit.
menurun atau tidak  Suhu dan warna kulit 4. Lakukan pemeriksaan
teraba, pengisian bagian akral hangat dan Capillary reffil, warna kulit
kapiler >3 detik kemerahan. dan kehangatan bagian akral.

 Capillary reffil kurang 5. Kolaborasi dalam pemberian

dari 3 detik. cairan infus.

 Produksi urine lebih dari 6. Monitoring input dan out put


terutama produksi urine.

29
30 ml/jam.

2. Nyeri akut Tujuan : 1. Kaji tentang kualitas,


berhubungan  Rasa nyeri yang dialami intensitas dan penyebaran
dengan agen klien berkurang / hilang. nyeri.
pencedera fisik Kriteria hasil : 2. Beri penjelasan tentang sebab
(trauma) d.d  Klien mengatakan dan akibat nyeri, serta jelaskan
tampak meringis, nyerinya berkurang atau tentang tindakan yang akan
gelisah, frekuensi hilang. dilakukan.
nadi meningkat  Klien nampak tidak 3. Berikan posisi pasien yang
menyeringai kesakitan. nyaman dan hindari

 Tanda – tanda vital pergerakan yang dapat

dalam batas normal. menimbulkan rangsangan


nyeri.
4. Berikan tekhnik relaksasi
untuk mengurangi rasa nyeri
dengan jalan tarik napas
panjang dan dikeluarkan
secara perlahan – lahan.
5. Observasi tanda – tanda vital,
suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah.
6. Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian obat
analgesik bilamana
dibutuhkan, (lihat penyebab
utama)

30
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Luka Trauma adalah kehilangan sebagian atau seluruh jaringan tubuh yang
disebabkan baik dari benda tajam atau tumpul yang dapat membahayakan nyawa.
Luka trauma benda tajam biasanya terjadi karena bunuh diri atau
penyerangan, sedangkan benda tumpul biasanya terjadi karena kecelakaan.
Penangganan untuk luka trauma karena benda tumpul, dibersihkan dengan
antiseptik, dikompres air dingin atau hangat tergantung luka, berhentikan
perdarahannya.
Sedangkan untuk luka trauma dengan benda tajam, jangan asal menarik
benda tajam itu, tutupi dengan kasa.

31

Anda mungkin juga menyukai