Anda di halaman 1dari 31

KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL REFERAT

RS BHAYANGKARA Agustus 2020


PROVINSI SULAWESI TENGGARA
KEPANITERAAN KLINIK FK UHO
UNIVERSITAS HALU OLEO

TRAUMATOLOGI

Oleh :

1. Shendyca Zilma N. S.Ked (K1A114108)


2. Nahoya, S.Ked (K1A114104)
3. Septi Ayunugrawati, S.Ked (K1A111014)

Pembimbing :

DR. dr. Hj. Annisa Anwar Muthaher, S.H, M.Kes, Sp.F

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
RUMAH SAKIT BAYANGKARA KENDARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama :
1. Shendyca Zilma N. S.Ked (K1A114108)
2. Nahoya, S.Ked (K1A114104)
3. Septi Ayunugrawati, S.Ked (K1A111014)
Judul Refarat : Traumatologi
Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran,
Universitas Halu Oleo.

Kendari, Agustus 2020


Mengetahui :
Pembimbing,

DR. dr. Hj. Annisa Anwar Muthaher, S.H, M.Kes, Sp.F

2
TRAUMATOLOGI
Shendyca Zilma N, Nahoya, Septi Ayunugrawati, Annisa Anwar Muthaher

A. Pendahuluan
Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti
kekerasan atas jaringan tubuh yang hidup (living tissue), sedangkan logos
berarti ilmu. Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan
cedera serta hubungan berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan yang
dimaksud dengan luka adalah suatu keadaan yang tidak sinambungan jaringan
tubuh akibat kekerasan.1
Pemeriksaan yang paling banyak dilayani dokter untuk vissum et repertum
adalah untuk korban yang mengalami trauma (cedera), baik yang masih hidup,
atau yang meninggal dunia. Berbeda dengan pelayanan luka untuk
penyembuhan, untuk visum seorang dokter melayaninya bagi kepentingan
medicolegal. Dimana dokter memeriksa dan merekam pendapat tentang
hubungan sebab akibat, karena pemeriksaan yang menyeluruh dan
menentukan proses hukum di pengadilan nanti. Diperlukan kejelasan
mengenai jenis trauma, alat yang digunakan, hubungan sebab akibat, perkiraan
umur luka serta derajad kualifikasi luka. Pada orang mati ditambah dengan
penentuan sebab, cara dan mekanisme kematiannya.1
Dari hasil data Riskesdas di Indonesia tahun 2013, prevelensi cedera
secara nasional adalah 8,2%. Proporsi jenis cidera di indonesia didominasi
oleh luka lecet/memar sebesar 70,9%. Jenis cedera terbanyak ke dua adalah
terkilir, ratarata di Indonesia 27,5%. Luka robek menduduki urutan ketiga
jenis cedera terbanyak. Proporsi jenis cedera menurut provinsi lampung yang
mengalami luka lecet/memar sebanyak 76,3%. Dan proporsi tempat terjadinya
cedera lebih banyak di rumah 44%, jalan raya 33,4%. Prevelensi cedera
karena benda tajam/tumpul 7,9, terbakar 0,4%, jatuh 43%, kejatuhan 2%.2
Pengertian tentang trauma (injury) dari aspek medikolegal sedikit berbeda
dengan pengertian medis. Dimana pengertian medis menyatakan bahwa
trauma atau perlukaan adalah hilangnya kontinuitas dari jaringan, sedangkan

3
secara medicolegaltrauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artinya, orang sehat yang
tiba-tiba mengalami gangguan kesehatan akibat efek dari alat atau benda yang
dapat menimbulkan kecederaan. Aplikasinya dalam pelayanan kedokteran
forensik adalah untuk membuat terang suatu tindak kekerasan yang terjadi
pada seseorang. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi seorang dokter,
terutama ahli forensik untuk memahami arti dari trauma.1
B. Kerangka Konsep

TRAUMATOLOGI

PENYEBAB WAKTU TERJADINYA CARA MELAKUKAN AKIBAT


TRAUMA TRAUMA KEKERASAN TRAUMA
Benda Mekanik Luka Antemortem Dan Diiris
Aspek medis
Benda Fisik Postmortem
Ditusuk
Aspek Yuridis
Kombinasi Umur Luka Dibacok
Zat Kimia Korosif
Ditembak
C. Penyebab Trauma
1. Trauma Mekanik
a. Trauma Tajam
Ciri-ciri suatu luka dapat menunjukkan cara benda penyebabnya
digunakan. Hal ini tergantung dari jenis benda penyebab luka tersebut.
Cara penggunaan senjata tajam dapat dibedakan, yaitu diiriskan,
ditusukan, dan dibacokkan.3
1) Luka Iris
Luka iris merupakan luka yang terjadi jika benda tajam
yang mengenai tubuh hampir sejajar dengan permukaan tubuh.
Luka iris dapat ditandai dengan panjang luka lebih besar dari
dalamnya, tepi rata, disekitar luka umumnya tidak ditemukan
memar dan luka lecet, dinding luka tidak terdapat jembatan

4
jaringan, dan sudut luka runcing. Jenis luka ini umumnya lebih
sering ditemukan pada kecelakaan dan bunuh diri. Bila luka
mengenai pembuluh darah besar, maka kematian korban dapat
disebabkan oleh perdarahan atau masuknya udara kedalam
pembuluh darah (emboli darah). Pada bunuh diri sering ditemukan
luka-luka sayat yang khas yang disebut luka sayat percobaan.
Lokasi luka percobaan hampir selalu pada lengan-pergelangan
tangan atau leher merupakan irisan-irisan yang berkelompok
dengan arah yang hampir sejajar. 3

Gambar 1. Luka iris. 3


2) Luka Tusuk
Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi
menusuk atau korban yang terjatuh di atas benda tajam. Bila pisau
yang digunakan bermata satu, maka salah satu sudut akan tajam,
sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika pisau bermata dua,
maka kedua sudutnya tajam. Deskripsi luka tusuk pada umumnya
sama dengan diskripsi luka tusuk pada umumnya sama dengan
deskripsi luka lainnya yaitu berdasarkan jumlah,letak, bentuk,
ukuran dan sifat. Bentuk luka tusuk tidak sepenuhnya tergantuk
bentuk senjata. Jaringan elatis dermis, bagian kulit yang lebih
dalam, mempunyai efek yang sesuai dengan bentuk senjata. Harus
dipahami bahwa jaringan elastis berbentuk garis lengkung pada
seluruh area tubuh, sehingga jika ditusuk tegak lurus garis tersebut,

5
maka lukanya akan lebar dan pendek. Sedangkan bila ditusuk
parallel dengan garis tersebut, luka yang terjadi sempit dan
panjang. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk
luka tusuk, salah satunya adalah reaksi korban saat ditusuk atau
pisau keluar, dimana hal tersebut dapat menyebabkan lukanya
menjadi tidak begitu khas. Manipulasi yang dilakukan pada saat
penusukan, juga akan mempengaruhi bentuk luka tusuk, misalnya:
3

a) Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian dan


kemudian ditusukan kembali melalui saluran yang berbeda.
Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai dengan gambaran
biasanya
b) Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarah ke
salah satu sudut, sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan
memberikan luka pada permukaan kulit seperti ekor.
c) Tusukan masuk kemudian saat masih di dalam ditusukkan ke
arah lain menyebabkan saluran luka menjadi lebih luas. Luka
luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan dengan lebar
senjata yang digunakan.
d) Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan
menggunakan titik terdalam sebagai landasan menyebabkan
saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada
bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan
lebar senjata yang digunakan.
e) Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut
luka berbentuk ireguler dan besar. Jika senjata digunakan
dengan kekuatan tambahan, dapat ditemukan kontusio minimal
pada luka tusuk tersebut. Hal ini juga dapat diindikasikan
adanya pukulan.

6
Gambar 2. Luka tusuk
3) Luka Bacok (Chop Wound)
Luka akibat benda tajam dapat pula disebabkan oleh benda
tajam yang ukurannya besar dan berat, seperti luka akibat golok,
kapak, sabit dan celurit. Luka yang disebabkan benda atau senjata
yang ukurannya besar akan lebih hebat dan berat, disebut sebagai
luka bacok. Pada dasarnya terletak pada bagaimana senjata atau
benda tajam tersebut mengenai tubuh, yaitu tepi tajam yang
pertama kali mengenai tubuh serta tenaga yang dipakai sedemikian
besarnya. Bila pada pisau digerakkan menusuk dengan ujung pisau,
faktor yang paling penting diperhatikan adalah faktor tenaga atau
kekuatan yang disertai serta factor ketajaman bagian benda tajam
yang mengenai tubuh. Pada senjata seperti celurit, maka luka akan
diperberat dengan adanya gerakan untuk menarik clurit dari tubuh
korban, selain faktor gerakan dari korban sendiri. Istilah
“dibacokkan” mengandung pengertian bahwa senjata yang
digunakan adalah senjata tajam yang ukurannya relatif besar dan
diayunkan dengan tenaga yang kuat sehingga mata tajam dari
senjata tersebut mengenai suatu bagian dari tubuh. Tulang-tulang
di bawahnya biasanya berfungsi sebagai bantalan sehingga ikut
menderita luka. 3
Kematian pada luka bacok biasanya terjadi pada kasus
pembunuhan dan kecelakaan.Sebab kematian pada luka bacok,

7
yaitu perdarahan, rusaknya organ vital, emboli udara, infeksi dan
sepsis, dan refleks vagal pada luka bacok di daerah leher. 3

Gambar 3. Luka bacok. 3


b. Trauma Tumpul
Trauma tumpul menyebabkan : 4
1) Abration (luka lecet)
Suatu keadaan berupa hilang atau rusaknya epitel sel
pembungkus kulit (epidermis) atau membranamukosa diakibatkan
tekanan benda keras, tumpul atau kasar. Kerusakan tubuh hanya
terbatas pada lapisan kulit terluar/ kulit ari. Berdasarkan
Mekanisme terjadinya luka lecet : 4
a) Luka lecet geser.
Terjadi apabila objek tumpul yang lebar dan kasar
permukaannya bergeser dengan permukaan tubuh.
b) Luka lecet gores.
Abrasi yang terjadi akibat geseran benda runcing seperti
duri, kuku dan benda sejenisnya.
c) Luka lecet tekan.
Abrasi akibat hentakan benda tumpul ke tubuh korban (atau
sebaliknya) dengan sudut tegak lurus yang akan menghasilkan
corak/bentuk objek yang mengenainya
2) Contution (luka memar)
Suatu keadaan dimana terjadinya penggumpalan darah
dalam jaringan sewaktu orang masih hidup, oleh karena pecahnya
pembuluh darah kapiler akibat kekerasan atau ruda paksa. 4

8
3) Laceration (luka robek).
Laceration merupakan keadaan dimana permukaan tubuh
terkena benda, sehingga menimbulkan reaksi tertarik dan tegang
permukaan tubuh sampai melampaui batas elastisitasnya dan
tekanan benda itu akan merobeknya bagian yang terpenting. 4
4) Fraktur (patah tulang )
Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang, akibat tekanan
dari luar. 4
2. Trauma Fisik
1) Trauma Suhu
1) Benda bersuhu tinggi
Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat
menimbulkan luka bakar yang cirinya tergantung dari jenis
bendanya.
2) Benda bersuhu rendah
Biasanya pada bagian yang terbuka seperti tangan, kaki
atau wajah. Awalnya akan terjadi vasokontriksi pembulih darah
superfisial sehingga terlihat pucat selanjutnya akan terjadi paralisis
dari vasomotor kontrol yang mengakibatkan daerah tersebut
menjadi kemerahan.
2) Trauma Listrik
Rangkaian listrik adalah suatu kumpulan elemen yang saling
dihubungkan dengan cara tertentu. Elemen atau komponen memiliki
dua buah terminal atau kutub pada kedua ujungnya. Pembatasan
elemen dikelompokkan menjadi dua yakni elemen aktif dn elemen
pasif. Elemen katif adalah elemen yang menghasilkan energi dalam hal
ini adalah sumber tegangan atau sumber arus sedangkan elemen pasif
tidak dapat menghasilkan energi, hanya dapat menyerap energi.5
Kerusakan yang diakibatkan oleh trauma listrik disebabkan oleh
dua mekanisme yaitu terjadinya pemanasan dan aliran listrik itu sendiri
yang melewati jaringan. Pemanasan akan menyebabkan nekrosis

9
koagulatif dan aliran listrik pada jaringan akan menyebabkan
kerusakan membran sel. Kerusakan terbesar biasanya pada sel-sel saraf
pembuluh darah dan otot. 5

Gambar 4. Cadaveric spasm dan luka bakar listrik pada lengan dan dada5
3) Trauma Petir
Luka akibat trauma petir dapat berupa gabungan dari luka akibat
listrik, panas dan luka ledakan. Mekanisme tersering penyebab cedera
akibat sambaran petir adalah efek penyebaran energi sambaran petir
melalui permukaan bumi atau tanah, yang jarak korban dengan
sumberny jauh dengan angka kejadian sekitar 40-50%.6
Elektron yang dihasilkan oleh petir akan mengalir secara abnormal
melaluitubuh sehingga akan menyebabkan cedera atau kematian
melalui mekanisme depolarisasi otot dan saraf, abnormalitas irama
jantung dan otak, luka bakar, dan pembentukan pori membran sel. 6
Pemeriksaan luar didapatkan electriclal mark yang terbentuk
didaerah tempat masuk aliran listrik, aborescent markings seperti
pohon gundul tanpa daun akibat terjadinya vasodilatasi vena pada kulit
sebagai reaksi dari petir menyentuh kulit dan magnetisasi dimana
logam yang terkena sambaran petir akan berubah menjadi magnet. 6

10
Gambar 5. Aborescent mark dan electrical mark.6
Pada pemeriksaan dalam didapatkan edema atau kongesti pada
paru, bila tegangan tinggi ddiapatkan lobus paru bisa terbakar atau
pneumotorak. Perdarahan mukosa pada sistem gastrointestinal. Lesi
yang tidak khas pada hepar. Terbentuk butiran-butiran kalsium fosfat
yang menyerupai mutiara (pearl like bodies) pada sistem skeletal. Pada
otot dapat putus karena terjadi perubahan hialin. Dan dapat terjadi
nekrosis vaskuler. 6
3. Zat Kimia Korosif
a. Trauma Asam
Asam dianggap korosif jika memiliki konsentrasi tinggi,
merupakan iritan pada konsentrasi sedang, dan stimulan pada
konsentrasi rendah. Asam kuat menyebabkan luka dengan cara
mengekstraksi air dari jaringan, mengental protein menjadi albuminat
yang mengakibatkan perubahan warna menjadi hitam atau coklat, dan
mengubah hemoglobin menjadi asam hematin. Beberapa asam kimia
yang menyebabkan cedera adalah asam klorida, asam sulfat, asam
nitrat, asam asetat dan asam oksalat.7
Pemeriksaan forensik eksternal dan internal, atau pemeriksaan
penunjang ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: 7
1) Hasil pemeriksaan luar menunjukkan: Bekas luka bakar berwarna
coklat kemerahan atau hitam, kering dan keras pada kelopak mata,
lubang hidung, bibir, lidah, leher dan dada
2) Pemeriksaan bagian dalam menunjukkan:
a) Mukosa yang teriritasi, merah kecokelatan, juga ulserasi.

11
b) Tanda iritasi pada lidah, laring, edema pada glotis dan
esofagus.
c) Pseudomembranous inflamasi dari trakea dan bronkus
mengakibatkan kerusakan epitel superfisial dan nekrosis yang
mempengaruhi mukosa
d) Edema otak
3) Evaluasi dengan kertas lakmus dan patologi anatomi menunjukkan
hasil sebagai berikut: 7
a) Pemeriksaan dengan kertas lakmus menunjukkan adanya
perubahan warna merah.
b) Evaluasi cedera jaringan akibat asam kuat, penebalan lapisan
epidermis dan adanya granul pada vesikel berbentuk
gelombang kolagen dan hiperemia.

Gambar 6. Pemeriksaan forensik eksternal dan internal trauma asam.7


b. Trauma Basa
Pada trauma basa akan mengubah hemoglobin menjadi alkali
hematin sehingga luka berwarna merah kecoklatan. Trauma basa dapat
disebabkan oleh amonia, NaOH, Ca(OH)2, dll.8
Gambaran post mortem yaitu tanda-tanda korosif tidak begitu jelas
seperti pada trauma asam, pada sistem pencernaan menunjukkan
bercak-bercak yang mengalami inflamasi dan nekrosis. 8
Pada pemeriksaan luar luka terlihat basa dan edematous berwarna
merah, perabaan lunak dan licin. Dan pada pemeriksaan dalam
membran mukosa lembut, edema dan merah dengan sedikit bintik

12
coklat. Pada pemeriksaan patologi anatomi terjadi penebalan dan
nekrosis disemua jaringan sel di lapisan epidermis dan dermis. 8

Gambar 7. Terjadi nekrosis yang disertai edema dan kongesti


hemoragik akibat paparan NaOH. 8

Perbedaan trauma asam dan trauma basa dapat dilihat berdasarkan


jenis pemeriksaannya. Hal tersebut dapat dilihat pada table berikut ini :
Jenis Asam Basa
Pemeriksaan
Pemeriksaan Tanda terbakar yang Luka terlihat biasa dan
Luar berwarna coklat edematous berwarna
kemerahan atau hitam, merah kecoklatan,
kering dan keras sesuai perabaan lunak dan licin
dengan bagian yang
terkena
Pemeriksaan Mukosa iritasi, Membran mukosa
Dalam memberikan gambaran lembut, bengkak, edema
merah terang atau merah dan merah dengan
kecoklatan, mungkin sedikit bintik coklat
didapatkan laserasi
Pemeriksaan Terjadi penebalan pada Terjadi penebalan dan
Patologi lapisan epidermis dan nekrosis disemua
Anatomi adanya granul-granul jaringan sel di lapisan
pada vesikel kolagen epidermis dan dermis.
berbentuk gelombang dan
hiperemis

13
D. Waktu Terjadinya Trauma
Penentuan atau lebih tepatnya perkiraan umur luka, walaupun sukar
dilakukan kadang-kadang perlu dibuat oleh dokter dan dimuat dalam
kesimpulan visum et repertum, misalnya dalam kasus-kasus dimana
rekonstruksi menemui kesulitan dalam pelaksanaanya yang berarti
menghambat proses penyelidikan. Sehingga seorang tenaga medis perlu
menguasai pengetahuan tentang terjadinya luka sebelum meninggal
(Antemortem) dan setelah meninggal (Postmortem), dalam hal ini untuk
menentukan waktu kematian. Tujuannya untuk mempermudah membuat
visum et repertum yang baik dan benar.9
1. Luka Antemortem Dan Postmortem
a. Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma
1) Retraksi jaringan
Terjadi karena serabut-serabut elastis dibawah kulit
terpotong dan kemudian mengkerut sambil menarik kulit diatasnya.
Jika arah luka memotong serabut secara tegak lurus maka bentuk
luka akan menganga, tetapi jika arah luka sejajar dengan serabut
elastis maka bentuk luka tak begitu menganga.
2) Reaksi vaskuler
Misalnya pada pasien dengan luka bakar. Ada tiga point
utama untuk membedakan luka bakar ante mortem/postmortem,
yaitu batas kemerahan, vesikasi dan proses perbaikan. Pada kasus
luka bakar intravital, ada eritema yang disebabkan oleh distensi
kapiler yang bersifat sementara, menghilang karena tekanan selama
hidup dan memudar setelah mati. Namun, garis merah ini bisa saja
tidak ada pada orang yang sangat lemah kondisi badannya, yang
meninggal segera setelah syok karena luka bakar tersebut.10
Vesikasi yang timbul akibat luka bakar saat hidup
mengandung cairan serosa yang berisi albumin, klorida, dan sering
juga sedikit sel PMN sel darah putih dan memiliki daerah yang
memerah, dasar inflamasi dengan papilla yang meninggi. Kulit

14
yang mengelilingi vesikasi tersebut berwarna merah
cerah/berwarna tembaga. Hal ini merupakan ciri khas yang
membedakan antara vesikasi sejati/palsu yang diproduksi setelah
mati. Vesikasi palsu mengandung udara saja, dan biasanya juga
mengandung serum dalam jumlah yang sangat sedikit yang berisi
albumin, tapi tidak ada klorida seperti pada orang yang menderita
general anasarka, kemudian dasarnya keras, kering, bertangkai,
kekuningan selain menjadi merah dan inflamasi.10
Proses perbaikan seperti tanda-tanda inflamasi, formasi
jaringan granulasi, pus dan pengelupasan yang mengindikasikan
bahwa luka bakar tersebut terjadi saat hidup. Luka bakar yang
disebabkan setelah mati menunjukkan tidak ada reaksi vital dan
memiliki tampakan dull white dengan membukanya kelenjar pada
kulit yang berwarna abu-abu. Organ internal terpanggang dan
menimbulkan bau yang khas.10
3) Reaksi mikroorganisme (infeksi)
Inflamasi adalah suatu respon protektif setempat yang
ditimbulkan oleh kerusakan pada jaringan yang disebabkan oleh
trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat mikrobiologik.
Inflamasi berfungsi untuk menghancurkan, mengurangi, atau
melokalisasi (sekuster) baik agen yang merusak maupun jaringan
yang rusak. Tanda terjadinya inflamasi adalah pembengkakan/
edema, kemerahan, panas, nyeri, dan perubahan fungsi.11
Inflamasi ditimbulkan oleh terjadinya kerusakan jaringan.
Reaksi inflamasi ditandai dengan kalor (panas), dolor (nyeri), rubor
(merah), penurunan fungsi, dan tumor (bengkak). Bengkak
(edema) terjadi disebabkan oleh terjadinya peningkatan
permeabilitas kapiler.12
Respon inflamasi berfungsi untuk menurunkan,
menyingkirkan, atau menahan patogen atau jaringan cedera disaat
leukosit bergerak untuk melindungi tubuh dari cedera. Suatu

15
jaringan dari interaksi sel ke sel didorong oleh peptida dan lipid
molekoler memberi isyarat untuk mendorong dan mempertahankan
reaksi inflamasi dengan bertindak pada sel endotel, memicu
pengerahan leukosit, dan meningkatkan aktivitas biokimia,
“endocytic”, dan sintesis dari fagositosis leukosit. Selanjutnya,
ketika stimulus inflamasi bersifat antigenik, sel T dan produk
ekskresinya menambah tingkatan dari amplifikasi dan
kompleksitas pertahanan tubuh.1
4) Reaksi biokimiawi.
Meskipun pemeriksaan histokemik lebih banyak menolong,
tetapi reaksi trauma yang dapat ditunjukkannya masih memerlukan
waktu yang relatif panjang yaitu beberapa jam sesudah trauma.
Padahal yang sering terjadi korban mati beberapa saat sesudah
trauma sehingga belum dapat dilihat reaksinya dengan metode
tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan biokemik.
Perlu diketahui bahwa histamine dan serotonin merupakan
zat vasoaktif yang bertanggung jawab terhadap terjadinya
inflamasi akut, terutama pada stadium yang paling awal dari
trauma. Penerapannya bagi kepentingan forensik telah
dipublikasikan untuk yang pertama kali pada tahun 1965 oleh
Vazekas dan Viragos-Kis. Mereka melaporkan adanya kenaikan
histamine bebas pada jejas jerat antemortem pada kasus
menggantung. Oleh peneliti lain dibuktikan bahwa kenaikan
histamin terjadi 20-30 menit sesudah trauma sedangkan serotonin
naik setelah 10 menit.
b. Organ dalam masih berfungsi saat terjadi trauma
1) Perdarahan hebat (profuse bleeding)
Luka dapat menyebabkan reaksi pendarahan dan
pembekuan darah akibat respon imun di dalam tubuh. Lesi kulit
dapat terjadi karena gangguan pembuluh darah arteri dan vena.
Pendarahan dibedakan menjadi dua yaitu pendarahan internal dan

16
eksternal. Pendarahan internal ditandai dengan nyeri pada area
luka, perubahan tanda-tanda vital dan adanya hematoma yang
menyebabkan penekanan jaringan disekitarnya, sehingga dapat
menyumbat aliran darah.
2) Emboli
Emboli paru merupakan salah satu kegawatdaruratan pada
bidang kardiovaskular yang cukup sering terjadi. Emboli paru
merupakan peristiwa infark jaringan paru akibat tersumbatnya
pembuluh darah arteri pulmonalis akibat peristiwa emboli. Oklusi
pada arteri pulmonal dapat menimbulkan tanda gejala yang
beragam, dari keadaan yang asimptomatik hingga keadaan yang
mengancam nyawa, seperti hipotensi, shok kardiogenik, hingga
henti jantung tiba-tiba. 13
Beberapa penyebab utama dari sebuah kejadian emboli
paru merupakan tromboemboli vena, tetapi penyebab lain seperti
emboli udara, emboli lemak, cairan amnion, fragmen tumor, dan
sepsis masih mungkin terjadi. Berdasarkan American Heart
Association, terdapat beberapa faktor predisposisi yang dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya emboli paru antara lain
fraktur, operasi dan trauma besar dan cedara pada tulang
belakang.13
3) Pneumothoraks
Beberapa cedera dada yang dapat terjadi antara lain, tension
pneumothoraks, pneumotoraks terbuka, flail chest, hematotoraks,
tamponade jantung. Jika dinding dada menderita luka tembus atau
paru-paru menderita luka, sementara paru-paru itu sendiri tetap
berfungsi maka luka tersebut dapat berfungsi sebagai ventil.
Akibatnya, udara luar atau udara paru-paru akan masuk ke rongga
pleura setiap inspirasi. Semakin lama udara yang masuk kerongga
pleura, semakin banyak yang pada akhirnya akan menghalangi

17
pengembangan paru-paru sehingga pada akhirnya paru-paru
menjadi kolap.14
Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapatnya
udara pada rongga potensial diantara pleura visceral dan pleura
parietal. Pada keadaan normal rongga pleura di penuhi oleh paru –
paru yang mengembang pada saat inspirasi disebabkan karena
adanya tegangan permukaaan (tekanan negatif) antara kedua
permukaan pleura, adanya udara pada rongga potensial di antara
pleura visceral dan pleura parietal menyebabkan paru-paru terdesak
sesuai dengan jumlah udara yang masuk kedalam rongga pleura
tersebut, semakin banyak udara yang masuk kedalam rongga
pleura akan menyebabkan paru –paru menjadi kolaps karena
terdesak akibat udara yang masuk meningkat tekanan pada
intrapleura. Secara otomatis terjadi juga gangguan pada proses
perfusi oksigen kejaringan atau organ, akibat darah yang menuju
kedalam paru yang kolaps tidak mengalami proses ventilasi,
sehingga proses oksigenasi tidak terjadi.14
4) Emfisema kulit
Jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan
menusuk paruparu maka pada setiap ekspirasi udara paru-paru
dapat masuk ke jaringan ikat dibawah kulit. Pada palpasi akan
terasa ada krepitasi disekitar daerah trauma. Keadaan seperti ini
tidak mungkin terjadi jika trauma terjadi sesudah orang meninggal
dunia. Jika trauma terjadi sesudah orang meninggal dunia maka
kelainan-kelainan tersebut diatas tidak mungkin terjadi mengingat
pada saat itu jantung dan paruparunya sudah berhenti bekerja.
2. Umur Luka
a. Pemeriksaan Makroskopik
Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui
perubahan warnanya. Pada saat timbul, memar berwarna merah,
kemudian berubah menjadi ungu atau hitam, setelah 4 sampai 5 hari

18
akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjadi kuning
dalam 7 sampai 10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14 sampai 15
hari. Perubahan warna tersebut berlangsung mulai dari tepi dan
waktunya dapat bervariasi tergantung derajat dan berbagai faktor yang
memengaruhinya.15
Metode penilaian umur luka memar yang selama ini digunakan
dalam bidang forensik melalui perubahan warna kulit yaitu merah 0-1
hari, biru keunguan 1-4 hari, hijau kuning 5-7 hari, kuning kecoklatan
8-10 hari, normal 1-3 minggu.16
b. Pemeriksaan Mikroskopik
Mengingat hasil pemeriksaan makroskopik sangat variatif dan jauh
dari ketetapan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada
korban mati. Selain berguna bagi penentuan intravitalisasi luka,
pemeriksaan mikroskopik juga dapat menentukan umur luka secara
lebih teliti. Caranya ialah dengan mengamati perubahan-perubahan
histologiknya.
Menurut Walcher, Robertson dan Hodge, infiltrasi perivaskuler
dari leukosit polimorfonukler dapat dilihat dengan jelas pada kasus-
kasus dengan periode survival sekitar 4 jam atau lebih. Dilatasi kapiler
dan marginasi sel leukosit mungkin dapat dilihat lebih dini lagi,
bahkan dalam beberapa menit sesudah trauma. Leukosit yang mula-
mula masuk kejaringan adalah jenis polimorfonuklear. Pada stadium
berikutnya akan tampak monosit, namun leukosit jenis ini jarang
ditemukan pada eksudat kurang dari 12 jam sesudah trauma. Pada
trauma dengan inflamasi aseptik, proses eksudasi akan mencapai
puncaknya dalam waktu 48 jam. Epitelisasi baru terjadi pada hari
ketiga, sedangkan sel-sel fibroblast mulai menunjukan perubahan
reaktif (dalam bentuk proliferasi) sekitar 15 jam sesudah trauma.
Tingkat proliferasi tersebut serta proses pembentukan kapiler-kapiler
baru sangat variatif, tetapi biasanya jaringan granulasi lengkap dengan
vaskularisasinya akan terbentuk paling tidak sesudah 3 hari.serabut-

19
serabut kolagen yang baru juga mulai tebentuk 4 atau 5 hari sesudah
trauma.
Pada luka-luka kecil, kemungkinan jaringan perut tampak pada
akhir minggu pertama. Biasanya sekitar 12 hari sesudah trauma,
aktifitas sl-sel epitel dan jaringan dibawah nya mengalami tahapan
regresi. Akibatnya jaringan epitel akan mengalami atrofi, vaakularisasi
jaringan di bawahnya juga berkurang diganti serabut-serabut
kolagen,sampai beberapa minggu sesudah penyembuhannya, serabut-
serabut elastis masih tampak lebih banyak dari jaringan yang tak
terkena trauma. Perubahan-perubahan histologik dari luka ini sangat
dipengaruhi oleh ada tidaknya infeksi dan perlu diketahui bahwa
infeksi akan memperlambat proses penyembuhan luka.
c. Pemeriksaan Histokemik (histochemical examination)
Perubahan-perubahan morfologik dari jaringan hidup yang
mendapat trauma merupakan akibat dari fenomena fungsional yang
sering sejalan dengan aktifitas enzim, yaitu protein yang berfungsi
sebagai katalisator reaksi biologik. Oleh sebab itu di temukannya
enzim yang bertanggung jawab terhadap perubahan tersebut dapat
membuktikan lebih dini tentang adanya trauma sebelum perubahan
morfologiknya dapat dilihat.
Pemeriksaan histokemik ini didasarkan pada reaksi yang dapat
dilihat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan menambahkan zat-zat
tertentu. Mula-mula luka atau bagian dari luka dipotong dengan
mengikutsertakan jaringan disekitarnya, kira-kira setengah inci. Separo
dari potongan itu difiksasi dengan menggunakan formalin 10%
didalam refrigerator dengan suhu 4 derajat celcius sepanjang malam
untuk membuktikan adanya aktifitas esterase dan fosfatase. Separonya
lagi dibekukan dengan isopentane dengan menggunakan es kering (dry
ice) guna mendeteksi adanya adenosine triphosphatase dan
aminopeptidase. Peningkatan aktifitas adenosine triphosphatase dan
esterase dapat dilihat lebih dini, yaitu setengah jam setelah trauma.

20
Peningkatan aktifitas aminopeptidase dapat dilihat sesudah 2 jam,
sedangkan peningkatan acid phosphatase dan alkali phosphatase
sesudah 4 jam.
d. Pemeriksaan Biokemik (biochemical examination)
Meskipun pemeriksaan histokemik lebih banyak menolong, tetapi
reaksi trauma yang dapat ditunjukkannya masih memerlukan waktu
yang relatif panjang yaitu beberapa jam sesudah trauma. Padahal yang
sering terjadi korban mati beberapa saat sesudah trauma sehingga
belum dapat dilihat reaksinya dengan metode tersebut. Oleh sebab itu
perlu dilakukan pemeriksaan biokemik. Perlu diketahui bahwa
histamine dan serotonin merupakan zat vasoaktif yang bertanggung
jawab terhadap terjadinya inflamasi akut, terutama pada stadium yang
paling awal dari trauma. Penerapannya bagi kepentingan forensik telah
dipublikasikan untuk yang pertama kali pada tahun 1965 oleh Vazekas
dan Viragos-Kis. Mereka melaporkan adanya kenaikan histamine
bebas pada jejas jerat antemortem pada kasus menggantung. Oleh
peneliti lain dibuktikan bahwa kenaikan histamin terjadi 20-30 menit
sesudah trauma sedangkan serotonin naik setelah 10 menit.
E. Cara Melakukan Kekerasan
1. Diiris
Diiriskan artinya bahwa mata tajam dari senjata tersebut ditekankan
lebih dahulu ke suatu bagian dari tubuh kemudian digeser ke arah yang
sesuai dengan arah senjata. Luka yang ditimbulkannya merupakan luka iris
(incised wound) yang ciri-cirinya:
a. Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
b. Panjang luka lebih besar dari dalamnya luka

21
Gambar 8. Luka iris.
2. Ditusuk
Ditusukkan artinya bagian ujung dari senjata tajam ditembakkan
pada suatu bagian dari tubuh dengan arah tegak lurus atau miring dan
kemudian ditekan ke dalam tubuh sesuai arah tadi. Luka yang ditimbulkan
merupakan luka tusuk (stab wound) yang ciri-cirinya:
a. Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
b. Dalam luka lebih besar dari panjangnya luka

Gambar 9. Luka tusuk.

3. Dibacok
Dibacokkan artinya bahwa senjata tajam yang ukurannya relatif besar
dan diayunkan dengan tenaga yang kuat sehingga mata tajam dari senjata
tersebut mengenai suatu bagian dari tubuh. Tulang-tulang dibawahnya
biasanya berfungsi sebagai bantalan sehingga ikut menderita luka. Luka
yang ditimbulkannya merupakan luka bacok (chop wound) yang ciri-
cirinya:
a. Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
b. Ukuran luka besar dan menganga
c. Panjang luka kurang lebih sama dengan dalam luka
d. Biasanya tulang-tulang dibawahnya ikut menderita luka
Jika senjata yang digunakan tidak begitu tajam maka disekitar garis
batas luka terdapat memar.

22
Gambar 10. Luka bacok.
4. Ditembak
Jika ditembakkan tegak lurus ke arah permukaan tubuh, maka ciri-
cirinya adalah letak lubang luka terhadap cincin lecet konsentris. Jika
ditembakkansecara miring kearah permukaan tubuh maka ciri-cirinya
adalah letak lubang luka terhadap cincin lecet episentris. Jika ditembakkan
dengan jarak kontak maka luka yang terjadi mempunyai ciri-cirinya adalah
bentuknya seperti bintang (cruciform) dan erlihat memar berbentuk
sirkuler akibat hentakan balik dari moncong senjata. Jika ditembakkan
dengan jarak dekat (1 inci - 2 kaki) maka ciri-ciri dari luka yang terjadi
adalah berupa lubang berbentuk bulat yang dikelilingi cincin lecet dan
terdapat produk dari mesiu (tatto, sisa-sisa mesiu atau jelaga). Jika
ditembakkan dengan jarak jauh (lebih dari 2 kaki) maka ciri-ciri dari luka
yang terjadi adalah berupa lubang berbentuk bulat yang dikelilingi cincin
lecetdan tidak ditemukan produk mesiu
F. Akibat Trauma
1. Aspek Medis
a. Kelainan Fisik
Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka
akibat kekerasan tumpul ialah benda yang memiliki permukaan
tumpul. Luka yang terjadi dapat berupa memar (kontusio, hematom,
luka lecet (ekskoriasi, abrasi) dan luka terbuka/ robek (vulnus
laseratum).6 Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah
kulit akibat pecahnya kapiler dan vena, yang disebabkan oleh

23
kekerasan benda tumpul. Luka memar kadangkala memberi petunjuk
tentang bentuk benda penyebabnya, misalnya jejas ban yang
sebernarnya ialah suatu perdarahan tepi (marginal haemorrhage).15
Luka iris merupakan luka yang terjadi jika benda tajam yang
mengenai tubuh hampir sejajar dengan permukaan tubuh. Luka iris
dapat ditandai dengan panjang luka lebih besar dari dalamnya, tepi
rata, disekitar luka umumnya tidak ditemukan memar dan luka lecet,
dinding luka tidak terdapat jembatan jaringan, dan sudut luka
runcing.12
Luka-luka yang merupakan luka bacok (chop wound) memiliki
ciri-ciri antara lain ciri umum luka akibat benda tajam, ukuran luka
besar dan menganga, panjang luka kurang lebih sama dengan dalam
luka, biasanya tulang-tulang dibawahnya ikut menderita luka dan Jika
senjata yang digunakan tidak begitu tajam maka di sekitar garis batas
luka terdapat memar.12
b. Gangguan Fungsi
Bentuk dari gangguan fungsi ini tergantung dari organ atau bagian
tubuh yang terkena trauma. Contoh dari gangguan fungsi antara lain
lumpuh, buta, tuli atau terganggunya fungsi organ-organ dalam. Luka
tusuk pada bagian abdomen dapat menimbulkan kerusakan pada hepar,
lien, gaster, pankreas, renal, vesika urinaria, usus sehingga dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak. Luka tusuk lebih sering
terjadi pada kuadran atas dari abdomen dibandingkan dengan kuadran
bawah.17
Luka tusukan pada kepala dan leher jarang terjadi. Luka tusuk pada
leher dapat menyebabkan kematian yang cepat oleh karena perdarahan,
emboli udara atau asfiksia yang disebabkan karena perdarahan jaringan
lunak yang hebat dengan tekanan kompresi di trakea dan pembuluh
darah di leher. Luka tusukan pada tulang belakang juga jarang ditemui.
Seperti pada luka tusukan kepala, pisau yang digunakan dapat pecah

24
dan ditemukan pecahannya di tulang belakang. Cedera pada medula
spinalis dapat menyebabkan kelumpuhan.17
Multipel organ disfungsi yang terjadi pada korban bisa jadi akibat
komplikasi dari DIC. Sebagaimana diketahui, DIC mengkibatkan
hipoperfusi organ dan menurunkan pengiriman oksigen ke jaringan
akibat adanya gumpalan yang menyumbat sehingga mengakibatkan
kegagalan multi organ. Tanda klinis termasuk kardiak akut, gagal
ginjal atau hepar, nekrosis kulit dan tulang, acute respiratory distress
syndrome (ARDS), dan/atau disfungsi gastrointestinal dan otak.18
c. Infeksi
Luka merupakan gangguan atau kerusakan dari keutuhan kulit.
Luka adalah gangguan pada struktur, fungsi dan bentuk kulit normal
yang dapat dibedakan menjadi 2 jenis menurut waktu
penyembuhannya yaitu luka akut dan luka kronis. Semua luka
traumatik cenderung terkontaminasi bakteri serta mikro organisme
lainnya. Bakteri adalah organisme bersel tunggal yang berpotensi
menyebabkan infeksi. Bakteri biasanya juga mampu hidup tanpa
bantuan, walaupun beberapa diantaranya bersifat parasit. Imunitas
terhadap bakteri bervariasi tergantung pada organisme yang hidup di
dalam atau di luar sel.. Walaupun banyak bekteri dapat ditolak atau
bahkan dimusnahkan oleh sistem pertahanan tubuh dasar, beberapa
bakteri telah mengembangkan kemampuannya untuk memperdaya
sistem pertahanan tubuh. Bahkan kuman dapat masuk lewat daerah
memar atau bahkan iritasi akibat benda yang terkontaminasi oleh
kuman. Jenis kuman dapat berupa Streptococcus, Staphylococcus,
Eschericia coli, Proteus vulgaris, Clostridium tetani serta kuman yang
menyebabkan gas gangrene.19
Pasien dengan gangguan nutrisi mempunyai risiko terjadinya
gangguan dalam penyembuhan luka. Jaringan yang luka mempunyai
prioritas yang lebih besar untuk mendapatkan nutrisi dibanding
jaringan normal. Tersedianya protein memengaruhi pembentukan

25
kolagen dan infeksi pada umumnya terjadi pada pasien dengan kadar
albumin rendah. Vitamin C penting untuk sintesis serabut kolagen.
Demikian juga seng (Zn), yang berperan sebagai kofaktor beberapa
enzim yang berperan dalam proses penyembuhan luka. Komponen-
komponen imunitas, seperti antibodi, juga mengandung unsur protein.
Zat makronutrient tersebut berasal dari makanan atau nutrisi sehari-
hari.19
d. Kelainan psikis
Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak,
kemungkinan dapat menjadi precipitating factor bagi terjadinya
kelainan mental yang spektrumnya amat luas; yaitu dapat berupa
compensational neurosis, anxiety neurosis, dementia praecox primer
(schizophrenia), manic depressive atau psikosis. Kepribadian serta
potensi individu untuk terjadinya reaksi mental yang abnormal
merupakan faktor utama timbulnya gangguan mental tersebut; meliputi
jenis, derajat serta lamanya gangguan. Oleh sebab itu pada setiap
gangguan mental post-trauma perlu dikaji elemen-elemen dasarnya
yang terdiri atas latar belakang mental dan emosi serta nilai relatif bagi
yang bersangkutan atas jaringan atau organ yang terkena trauma.
2. Aspek Yuridis
Seorang dokter dalam melaksanakan upaya kesehatan
perseorangan, umumnya melakukan pemeriksaan medis, pengobatan,
perawatan dan menentukan prognosis kepada pasien dalam rangka
meningkatkan dan memperbaiki kesehatan. Selain itu, dokter juga dapat
melakukan pemeriksaan medis dalam rangka melakukan penilaian
medikolegal kesehatan pasien untuk kepentingan penegakan hukum, baik
itu terhadap orang hidup maupun orangmati. Pekerjaan dokter untuk
kepentingan hukum sebagaimana di atas, hasilnya dituangkan dalam
bentuk laporan, salah satunya dalam bentuk visum et repertum. Pembuatan
visum et repertumini didasarkan ataspermintaan oleh penyidik karena
dugaan tindak pidana atau kecurigaan adanya tindak pidana.20

26
Pembuatan visum et repertumpada kasus perlukaan korban hidup
yang dimintakan oleh penyidik kepada dokter adalah untuk melihat apakah
suatu peristiwa penganiayaan memenuhirumusan dari Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) seperti penganiayaan (Pasal 351) dan
penganiayaan ringan (Pasal 352), serta rumusan luka berat (Pasal 90) yang
dapat mengenai Pasal 351 ayat (2), Pasal 353 ayat (2), Pasal 354 ayat (1),
Pasal 355 ayat (1), Pasal 360, Pasal 365 ayat (2) angka 4, dan Pasal 365
ayat (4) dan pasalpasal dalam Undang-undang (UU) selain KUHP). 20
Pada proses peradilan, yaitu pada tahap pembuktian di sidang
pengadilan, seorang hakim akan mempertimbangkan berbagai fakta
hukumberdasarkan alat bukti dan keyakinan hakimdalam rangka membuat
putusan. Saat pertimbangan, putusan tersebut juga harus memperhatikan
pemenuhan kecukupan bukti yang benar dan meyakinkan. Salah satu
contoh, pada kasus tindak pidana berupa kasus penganiayaan, salah satu
alat bukti yang sering digunakan oleh hakim adalah visum et repertum
yang didapat dari hasil pemeriksaan dokter. Hasil pemeriksaan dokter
tersebut akan berisi tentang status kesehatan korban yang merupakan
gambaran dari efek kekerasan atau penganiayaan.20
Dalam KUHP disebutkan bahwa pelaku penganiayaan ringan
diberi hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan, pelaku penganiayaan
akan dihukum kurungan selama-lamanya 2 tahun 8 bulan, dan hukuman
dapat dinaikkan hingga 5 tahun jika korbannya luka berat. Penerapan
derajat luka dalam penulisan kesimpulan visum et repertum tidak
disebutkan derajat lukanya, melainkan disebutkan dampaknya
sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pidana dalam KUHP atau UU
lain. Meskipun tidak menyebutkan derajat lukanya secara eksplisit, namun
rumusan kesimpulan tetap menunjukkan derajat lukanya. Derajat luka
ringan biasanya dituliskan sebagai “luka yang tidak menimbulkan penyakit
atau halangan dalam melakukan pekerjaan, jabatan atau pencahariannya”,
sedangkan derajat luka sedang biasanya dituliskan “ yang menimbulkan
penyakit yang mengakibatkan halangan dalam melakukan pekerjaan,

27
jabatan atau pencahariannya selama …” atau “yang menimbulkan penyakit
yang mengakibatkan halangan dalam melakukan pekerjaan, jabatan atau
pencahariannya untuk sementara waktu”.20
G. Konteks Peristiwa Penyebab Luka
Latar belakang terjadinya luka dapat disebabkan oleh peristiwa
pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan.
1. Pembunuhan
Ciri-ciri lukanya adalah:
a. Lokasi luka di sembarang tempat, yaitu daerah yang mematikan
maupun yang tidak mematikan
b. Lokasi tersebut di daerah yang dapat dijangkau maupun yang tidak
dapat dijangkau oleh tangan korban
c. Pakaian yang menutupi daerah luka ikut robek terkena senjata
d. Dapat ditemukan luka tangkisan (defensive wounds), yaitu pada korban
yang sadar ketika mengalami serangan. Luka tangkisan tersebut terjadi
akibat reflek menahan serangan sehingga letak luka tangkisan biasanya
pada lengan bawah bagian luar.
2. Bunuh Diri
Ciri-ciri lukanya adalah:
a. Lokasi luka pada daerah yang dapat mematikan secara cepat
b. Lokasi tersebut dapat dijangkau oleh tangan yang bersangkutan
c. Pakaian yang menutupi luka tidak ikut robek oleh senjata
d. Ditemukan luka-luka percobaan (tentative wounds).
Luka percobaan tersebut terjadi karena yang bersangkutan masih ragu-
ragu atau karena sedang memilih letak senjata yang pas sambil
mengumpulkan keberaniannya, sehingga ciri-ciri luka percobaan adalah:
a. Jumlahnya lebih dari satu
b. Lokasinya di sekitar luka yang mematikan
c. Kualitas lukanya dangkal
d. Tidak mematikan

28
3. Kecelakaan
Jika ciri-ciri luka yang ditemukan tidak menggambarkan
pembunuhan atau bunuh diri maka kemungkinannya adalah akibat
kecelakaan. Untuk lebih memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan di
tempat kejadian

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Ritonga, M. 2013. Penilaian Alur Luka Untuk Menentukan Penyebab


Kematian. The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara
48(3): 163-165
2. Possible, JF., Eksa, DR., Pirnata, Y. 2017. Prevalensi Kelengkapan Penulisan
Deskripsi Luka Pada Korban Hidup Kasus Trauma Mekanik Berdasarkan
Data Rekam Medik Menurut Keilmuan Forensik di Instalasi Forensik RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2016. Jurnal Ilmu
Kedokteran dan Kesehatan 4(3): 170-175
3. Dahlan, S. 2015. Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum et
Repertum.Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
4. Parinduri, AG. 2017. Trauma Tumpul. Jurnal Ibnu Sina Medika 1(2): 29-36
5. Prawetiningtyas, E. 2016. Trauma Listrik Pada Kematian Seorang TKW
Indonesia yang diduga Mengalami Penganiayaan di Cina. Konas PDFI
6. Wisnu, DH. 2013. Trauma Tersambar Petir. Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati. Bandar Lampung.
7. Trisnadi, S. 2016. A Death Man due to Strong Acid Trauma at a Rice Field, a
Homicide or Suicide?. Sains Medika Journal. 7(1): 35-39
8. Machroes, BH., Pramono, AH., Zakirah, AP., Manullang, EN., Amir, MF.,
Permata, N. 2016. Trauma Asam Basa. Fakultas Kedokteran. Universitas
Kristen Krida Wacana
9. Kawulusan AR. Kalangi SJR. Kaseke MM. Gambaran Reaksi Radang Luka
Antemortem Yang Diperiksa 1 Jam Postmortem Pada Hewan Coba. Jurnal e-
Biomedik (eBM), Volume 2(1). 2014 : 393-7.
10. Dewi YRS. Luka Bakar Konsep Umum Dan Investigasi Berbasis Klinis Luka
Antemortem Dan Postmortem. 2012. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
11. Ramadhani N. Sumiwi SA. Aktivitas Antiinflamasi Berbagai Tanaman
Diduga Berasal Dari Flavonoid. Farmaka Suplemen. 2015. Volume 14(2) :
111-20.

30
12. Anggraini OD. Komariah C. Prasetyo A. Efek Ekstrak Kulit Mangga
Arumanis terhadap Penurunan Edema Kaki Mencit Putih Jantan yang
Diinduksi Karagenin. e-Jurnal Pustaka Kesehatan. Volume 6(2). 2018 : 267-
70.
13. Octaviani F. Kurniawan A. Emboli Paru. 2011. Fakultas Kedokteran.
Universitas Pelita Harapan.
14. Punarbawa IWA. Suarjaya PP. Identifikasi Awal Dan Bantuan Hidup Dasar
Pada Pneumotoraks. Bagian /SMF Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif,
2011. Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.
15. Enma ZPS. Kristanto E. Siwu JF. Pola Luka pada Korban Meninggal akibat
Kekerasan Tumpul yang Diautopsi di RSUP Prof. Dr.R.D. Kandou Manado
Periode Januari-Desember 2014. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 6(1). 2018 :
55-7.
16. Dahlan, Sofwan. Traumatologi. 2004 Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik..
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.Semarang.2004. Hal 67-91.
17. Nerchan E. Mallo JF. Mallo NTS. Pola Luka Pada Kematian Akibat
Kekerasan Tajam Di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal
Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 2013. Jurnal e-Clinic (eCl),
Volume 3(2). 2015 : 640-4.
18. Nirmalasari N. Pidada IBGP. Pristianti KI. Luka Tusuk Tembus Hati Dan
Pankreas Berakibat Dic Yang Mematikan (Sebuah Laporan Kasus).
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences. 2013. Volume 3(1): 14-
20.
19. Purnama H. Sriwidodo. Ratnawulan S. Review Sistematik: Proses
Penyembuhan Dan Perawatan Luka. Farmaka Suplemen. 2015. Volume
15(2) : 251-6.
20. Fatriah SH, Sampurna B. Firmansyah A. Analisis Medikolegal terhadap
Kriteria Derajat Luka Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. J Indon
Med Assoc, Volume 67(11).2017 : 514-20.

31

Anda mungkin juga menyukai